Anda di halaman 1dari 11

A.

Hukum Ampere

Permasalahan-permasalahan elektrostatik sederhana dapat diselesaikan secara lebih


mudah dengan menggunakan hukum Gauss ketimbang hukum Coulomb, dengan syarat
bahwa masalah terkait memperlihatkan sifat simetri yang sempurna. Sekali lagi, sebuah
prosedur yang sama analoginya dapat dikembangkan untuk masalah-masalah medan magnet.
Dalam kasus ini, hukum yang dapat membantu kita menyelesaikan soal-soal secara lebih
mudah dikenal sebagai hukum Ampere untuk rangkaian listrik (hukum rangkaian Ampere),
yang terkadang disebut hukum kerja Ampere.1
Ampere sendiri mencatat bahwa jika seseorang berjalan di sepanjang kawat yang
mengandung listrik dari terminal positif ke terminal negatif dengan membawa kompas
magnet, maka jarum penunjuk arah utara dari kompas tersebut akan mengarah ke sebelah kiri
orang tersebut.
Besarnya arus tersebut akan membelokkan jarum kompas secara proporsional, yang
merupakan suatu pengaruh yang pertama kali dicatat oleh Hans Christian Oersted pada tahun
1819. Sebuah alat yang dikembangkan oleh beberapa peneliti sepanjang tahun 1820an
nantinya akan disebut sebagai galvanometer.
Nama galvanometer sendiri merupakan bentuk penghormatan terhadap Luigi Galvani
yang mengembangkan teori bahwa otot hewan dapat menghasilkan listrik. Sepanjang decade
pertama abad ke 19, arus listrik seringkali disebut dengan galvanic dan galvanometer
merupakan alat yang digunakan untuk mengukurnya. “Integral garis komponen tangensial
kuat medan magnetik di sekeliling lintasan tertutup adalah sama dengan arus yang
dilingkupi oleh lintasan tersebut.”

∮ 𝐇 . 𝑑𝐈 = 𝐼𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑢𝑝𝑖

Persamaan diatas merupakan bentuk integral dari hukum Ampere.


Secara sekilas orang akan menduga bahwa hukum Ampere di atas adalah digunakan
untuk menentukan arus I melalui proses integral. Tetapi sebaliknya, arus pada umumnya
merupakan parameter yang diketahui dan hukum di atas justru digunakan untuk mencari H.
Hal ini mirip dengan penggunaan hukum Gauss untuk mencari D berdasarkan distribusi
muatan yang diberikan.

1
William H.Hyat dan John A.Buck. Elektromagnetika edisi Ketujuh. (Jakarta : Erlangga, 2006) hal. 210
Dalam penggunaan hukum Ampere untuk menentukan H, maka dua kondisi berikut
ini haruslah terpenuhi :
1. Di setiap titik lintasan tertutup komponen H adalah bersifat tangensial atau normal
terhadap lintasan.
2. H memiliki nilai yang sama pada setiap titik lintasan dimana H adalah tangensial.
Hukum Biot-Savart dapat digunakan untuk membantu pemilihan lintasan yang
memenuhi konisi di atas. Dalam sebagian besar kasus, lintasan yang tepat umumnya telah
tampak dengan jelas.
Kuat medan magnetik H adalah bergantung pada muatan (muatan yang bergerak)
semata dan tidak bergantung pada mediumnya. Medan gaya yang berasosiasi dengan H
adalah kerapatan fluks magnetik B yang diberikan oleh persamaan

𝐵 = 𝜇𝐻
Dimana 𝜇 = 𝜇0 𝑢𝑟 adalah permeabilitas medium.2

Kita juga dapat menurunkan hasil-hasil ini untuk lintasan integrasi yang lebih umum,
seperti lintasan dalam Gambar (a). Pada posisi elemen garis ⃗⃗⃗
𝑑𝑙 . Sudut di antara ⃗⃗⃗ ⃗
𝑑𝑙 dan 𝐵
adalah 𝜙, dan

⃗ . 𝑑𝑙 = 𝐵 𝑑𝑙 cos 𝜙
𝐵

Dari gambar tersebut, 𝑑𝑙 cos 𝜙 = 𝑟 𝑑𝜃, dimana 𝑑𝜃 adalah sudut yang dicakup oleh ⃗⃗⃗
𝑑𝑙 di
posisi konduktor itu dan 𝑟 adalah jarak dari ⃗⃗⃗
𝑑𝑙 dari konduktor tersebut. Jadi,

𝜇0 𝐼 𝜇0 𝐼
⃗ . 𝑑𝑙 = ∮
∮𝐵 (𝑟 𝑑𝜃) = ∮ 𝑑𝜃
2𝜋𝑟 2𝜋

2
Joseph A. Edminster. Elektromagnetika. (Jakarta : Erlangga, 2002) hal. 51-55
Tetapi, ∮ 𝑑𝜃 sama dengan 2𝜋, yakni sudut total yng disapa oleh garis radial dari konduktor
ke 𝑑𝑙 selama sebuah perjalanan lengkap mengelilingi lintasan itu. Maka kita memperoleh

⃗ . 𝑑𝑙 = 𝜇0 𝐼
∮𝐵 (29-19)

Hasil ini tidak bergantung pada bentuk lintasan atau pada posisi kawat didalamnya. Jika arus
dalam kawat berlawanan dengan arus yang diperlihatkan, maka integral memiliki tanda yang
berlawanan. Tetapi jika lintasan itu tidak mencakup kawat tersebut (Gambar (b)), maka
perubahan netto dalam 𝜃 selama perjalanan mengelilingi lintasan integrasi itu adalah nol;
∮ 𝑑𝜃 adalah nol sebagai ganti dari 2𝜋, dan integral garis itu adalah nol.
Persamaan (29-19) adalah pernyataan yang hampir yang hampir merupakan
pernyataan umum dari hukum Ampere, tetapi tidak tepat betul. Untuk menyederhanakan
persamaan ini lebih jauh lagi, misalnya beberapa konduktor lurus yang panjang lewat melalui
⃗ di sembarang titik
permukaan yang dibatasi oleh lintasan integrsi itu. Medan magnetik total 𝐵
pada lintasan itu adalah jumlah vektor dari medan-medan yang dihasilkan oleh konduktor-
⃗ total sama dengan 𝜇0 kali jumlah
konduktor individu tersebut. Jadi integral garis dari 𝐵
aljabar dari arus-arus itu. Dalam menghitung jumlah ini, kita menggunakan kaidah tanda
untuk arus yang dijelaskan di atas. Jika lintasan integrasi itu tidak mencakup sebuah kawat
⃗ dari kawat tersebut adalah nol, karena sudut 𝜃
tertentu, maka integral garis dari medan 𝐵
untuk kawat tersebut melalui sebuah perubahan netto sebesar nol dan bukan 2𝜋 selama
integrasi itu. Sebarang konduktor yang hadir yang tidak tercakup oleh sebuah intasan tertentu
⃗ di tiap-tiap titik, tetapi integral garis dari
masih dapat memberikan kontribusi terhadap nilai 𝐵
medannya mengeilingi lintasan itu adalah nol.3
Jadi kita dapat menggantikan 𝐼 dalam persamaan (29-19) dengan 𝐼𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑘𝑢𝑝 , yakni
jumlah aljabar dari arus-arus yang dicakup atau yang dihubungkan oleh lintasan integrasi itu,
dengan jumlah yang dihitung dengan menggunakan kaidah tanda yang baru saja dijelaskan,
maka pernyataan kita tentang hukum Ampere (Ampere’s Law) adalah

⃗ . 𝑑𝑙 = 𝜇0 𝐼𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑘𝑢𝑝 (hukum Ampere)


∮𝐵 (29-20)

3
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. (Jakarta : Erlangga,
2004) hal. 347
Disini :
⃗ sejajar (searah) d𝑠 sehingga : 𝐵
-𝐵 ⃗ . d𝑠 = B ds.
- B konstan, dapat dikeluarkan dari tanda integral.
- Integral tertutup ds = keliling lingkaran.
Jadi, hukum Ampere :

𝜇0 𝐼
⃗ . 𝑑𝑠 =
∮𝐵 (2𝜋𝑟) = 𝜇0 𝐼
2𝜋𝑟

⃗ . 𝑑𝑠 = 𝜇0 𝐼
∮𝐵

Keterangan :
⃗ = medan magnetik (T atau WB/m2)
𝐵
𝑑𝑠 = elemen panjang (m)
𝐼 = kuat arus listrik (A)
𝜇0 = permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7 T.m/A)4

4
Gorus Seran Daton, dkk. FISIKA. PT.Grasindo.
B. Aplikasi Hukum Ampere

1. Medan Magnetik dari Kawat Lurus Berarus Panjang Tak Hingga

Di dalam kawat :

𝜇0 𝐼 (untuk r < R)
𝐵= ( )𝑟
2𝜋𝑅 2

Di luar kawat :

∮ 𝐵 . 𝑑𝑠 = 𝐵 ∮ 𝑑𝑠 = 𝐵 (2𝜋𝑟) = 𝜇0 𝐼

𝜇0 𝐼
𝐵= 2𝜋𝑟 (untuk r ≥ R)

Keterangan :
0 = permeabilitas ruang hampa = 4π x 10-7 T/m.A
B = Medan magnet (T)
N = Jumlah lilitan
I = kuat arus listrik (A)
R = jari-jari dalam (m)
r = jari-jari luar (m)
2. Medan Magnetik dari Toroida

∮ 𝐵 . 𝑑𝑠 = 𝐵 ∮ 𝑑𝑠 = 𝐵 (2𝜋𝑟) = 𝜇0 𝑁𝐼

𝜇0 𝑁𝐼
𝐵=
2𝜋𝑟

Keterangan :
0 = permeabilitas ruang hampa = 4π x 10-7 T/m.A
B = Medan magnet (T)
N = Jumlah lilitan
I = kuat arus listrik (A)
r = jari-jari (m)

3. Medan Magnetik dari Solenoida


∮ 𝐵 . 𝑑𝑠 = ∫𝑝𝑎𝑡ℎ 1 𝐵 . 𝑑𝑠 = 𝐵 ∫𝑝𝑎𝑡ℎ 1 𝑑𝑠 = 𝐵𝑙

∮ 𝐵 . 𝑑𝑠 = 𝐵𝑙 = 𝜇0 𝑁𝐼

𝑁
𝐵 = 𝜇0 𝑙 𝐼 = 𝜇0 𝑛𝐼

𝑁
𝑛=
𝑙

Keterangan :
0 = permeabilitas ruang hampa = 4π x 10-7 T/m.A
B = Medan magnet (T)
N = Jumlah lilitan
I = kuat arus listrik (A)
l = panjang solenoida (m)
N = cacah total lilitan solenoida
n = N/l = cacah lilitan per satuan panjang solenoid5

C. Solenoida

Solenoida merupakan induktor yang terdiri dari gulungan kawat berbahan konduktor disusun
membentuk koil dan dialiri arus listrik yang didalamnya dimasukan sebuah batang besi
berbentuk silinder dengan tujuan memperkuat medan magnet yang dihasilkan sebuah
kumparan kawat yang terdiri dari beberapa lilitan seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.6
Medan Magnet pada Solenoida. 6

Jika
sepotong besi diletakan di dalam solenoida, medan magnet meningkat sangat besar karena
besi tersusun oleh medan magnet yang dihasilkan oleh arus.
5
https://www.google.co.id/url?q=http://ikhsan-s.yolasite.com/resources/09-Sumber-Medan-
Magnetik.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwiXwsrSvtXUAhUEL48KHV6jANkQFggfMAI&usg=AFQjCNFks3zrcn_
_Ixs2VqLEd_05tFZTPw
6
Mohammad Ishaq, FisikaDasar: Elektrisitas & Magnetisme (Yogyakarta: Graha Ilmu,2007)
Saat arus listrik mengaliri solenoida, solenoida tersebut akan memiliki sifat medan
magnet. Posisi dari kutub – kutub medan magnet pada solenoida dipengaruhi oleh arah arus
di tiap lilitan tersebut. Karena garis – garis medan magnet akan meninggalkan kutub utara
magnet.
 Induksi magnet pada ujung solenoida

 0 .i.N
B
2l
 Induksi magnet ditengah solenoida

 0 .i.N
B   0 .i.n

Keterangan:
l = panjang solenoida (m)
μ0 = permeabilitas ruang hampa (4x 10−7  m/a)
I = arus pada solenoida (A)
N = banyaknya lilitan
n = banyaknya lilitan per satuan panjang (N/ l )
Pada rumus tersebut, dapat diketahui bahwa B hanya bergantung pada jumlah lilitan
per satuan panjang, n, dan arus I. Medan tidak bergantung pada posisi di dalam solenoida,
sehingga nilai B seragam. Hal ini hanya berlaku pada solenoida takhingga, tetapi merupakan
pendekatan yang baik untuk titik – titik yang sebenarnya yang tidak dekat dengan ujung
solenoida.7
Untuk mencari medan magnet yang disebabkan oleh distribusi arus yang sangat
simetris, kita disarankan untuk menggunakan hukum Ampere. Hukum Ampere mirip dengan
hukum gauss pada medan listrik, hanya saja sekarang kita tidak menggunakan integral
permukaan tertutup, melainkan kita gunakan integral garis tertutup. Hukum Ampere
dirumuskan bukan dalam Hukum Ampere fluks magnetik, tetapi dalam integral garis dari B
⃗⃗⃗ = 𝐵𝑙8
⃗ ∙ 𝑑𝑙
yang mengelilingi sebuah lintasan tertutup, dinyatakan oleh 𝐵

7
Young, Hugh D, Fisika Universitas (Jakarta: Erlangga, 2003) hlm 352
8
Bambang Murdaka, Fisika Dasar Untuk Ilmu Komputer & Informatika (Yogyakarta: C,V Andi Offset, 2009)
Contoh Soal Hukum Ampere

1. Hitung nilai B di udara pada suatu titik 5 cm dari kawat lurus panjang yang mengalirkan
arus 15 A.

Jawab :
𝜇0 𝐼
𝐵=
2𝜋𝑟

𝑚
(4𝜋 × 10−7 𝑇. 𝐴 ) (15 𝐴)
𝐵= = 6 × 10−5 𝑇
2𝜋 (0,05 𝑚)

2. Sebuah solenoida berinti udara dengan 2000 lilitan panjangnya 60 cm dan memiliki
diameter 2,0 cm. Jika arus 5,0 A dialirkan melewatinya, berapa induksi magnetis di
dalamnya?

Jawab :
𝐵 = 𝜇0 𝑛𝐼

𝑚 2000
𝐵 = (4𝜋 × 10−7 𝑇. )( 𝑚)(5,0 𝐴) = 0,021 𝑇
𝐴 0,60

3. Sebuah kumparan toroida melingkar rata dengan 40 lilitan kawat, memiliki diameter 32
cm. Berapakah arus yang harus dialirkan pada kawat tersebut untuk menghasilkan medan
3,0 x 10-4 Wb/m2 pada titik pusatnya?

Jawab :
𝜇0 𝐼𝑁
𝐵=
2𝜋𝑟
𝑚
(4𝜋 × 10−7 𝑇. 𝐴 ) (40)(𝐼)
3,0 × 10−4 𝑇 =
2𝜋 (0,05 𝑚)

(3,0 × 10−4 𝑇)(2𝜋)(0,05 𝑚)


𝐼= 𝑚 = 0,19 𝐴
(4𝜋 × 10−7 𝑇. 𝐴 ) (40)

4. Sebuah solenoida dengan panjang 40 cm, memiliki luas penampang melintang 8,0 cm2,
dan digulung dengan 300 lilitan kawat yang mengalirkan arus 1,2 A. Permeabilitas
relative biji besi adalah 600. Hitunglah
a. B untuk titik di bagian dalam solenoid
b. Fluks (Φ) yang melalui solenoida

Jawab :
a.
𝐵0 = 𝜇0 𝑛𝐼
𝑚 300
𝐵0 = (4𝜋 × 10−7 𝑇. )( 𝑚)(1,2 𝐴) = 1,13 × 10−3 𝑇
𝐴 0,40
𝐵 = 𝑘𝑀 𝐵0 = (600)(1,13 × 10−3 𝑇) = 0,68 𝑇
b.
Φ𝑀 = 𝐵 ⊥ 𝐴 = 𝐵𝐴 = (0,68 𝑇)(8,0 × 10−4 𝑚2 ) = 54 𝜇𝑊
DAFTAR PUSTAKA
Edminster A. Joseph. 2002. Elektromagnetika. Jakarta : Erlangga.
Giancoli, C Douglas. 2001. Fisika Dasar edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Gorus Seran Daton, dkk. FISIKA SMA Kelas XII. PT.Grasindo.
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2.
Jakarta : Erlangga.
Hyat, H.William dan John A.Buck. 2006. Elektromagnetika edisi ketujuh. Jakarta : Erlangga.
Ishaq, Mohammad. 2007. Fisika Dasar : Elektrisitas & Magnetisme. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Murdaka, Bambang. 2009. Fisika Dasar Untuk Ilmu Komputer & Informatika. Yogyakarta:
CV Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai