Anda di halaman 1dari 43

makalah tanggap Darurat Bencana

ANALISIS RISIKO BENCANA DI DESA KEMIRI KECAMATAN PANTI


KABUPATEN JEMBER

MAKALAH

(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko)

                                

Oleh:

Winda Yulia S                       (NIM 122110101012)

Atika Nurul Hidayah            (NIM 122110101135)

Akbarrio                                (NIM 122110101147)

 
Kelompok 10

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Manajemen Risiko yang berjudul “Analisis
Risiko Bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember”. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang tegak di atas agama-
Nya hingga akhir zaman.

Makalah Manajemen Risiko ini membahas tentang pengertian, identifikasi,


pengukuran, pemantauan, pengendalian atas risiko kecelakaan kerja, beserta studi
kasus terkait risiko keselamatan kerja, khususnya di bidang konstruksi.

Penulisan Makalah Manajemen Risiko ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Husni Abdul Gani, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Jember;
2. Isa Ma’rufi, M.Kes selaku dosen mata kuliah Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yakni Manajemen Risiko;
3. Orang tua, saudara, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan
dukungannya kepada kami, baik moril maupun materiil;
4. Teman-teman FKM angkatan 2012 yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu, atas segala bentuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Kami menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Sama halnya
dengan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami juga
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehingga penulis dapat
mengembangkan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini dapat
memberikan sumbang pikir yang positif bagi pengembangan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Jember, 3 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB 1. PENDAHULUAN.. 1

1.1      Latar Belakang. 1

1.2      Rumusan Masalah. 2

1.3      Tujuan. 3

1.3.1       Tujuan Umum.. 3

1.3.2       Tujuan Khusus. 3

1.4      Manfaat 3

1.4.1       Manfaat Teorttis. 3


1.4.2       Manfaat Praktis. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.. 5

2.1      Definisi Bencana Banjir 5

2.2      Definisi Risiko Bencana. 5

2.3      Konsep Manajemen Risiko Bencana. 5

2.4      Tujuan Manajemen Risiko Bencana. 6

2.5      Tahapan Manajemen Risiko Bencana. 7

2.5.1       Pra bencana. 7

2.5.2       Saat Bencana. 8

2.5.3       Pasca Bencana. 10

2.6      Identifikasi dan Penilaian Risiko Bencana. 10

2.6.1       Identifikasi Bencana. 13

2.6.2       Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana. 14

2.6.3       Pengendalian Risiko Bencana. 14


2.7      Sumberdaya Penanganan Bencana. 15

2.8      Komunikasi 15

2.9      Investigasi dan Pelaporan. 16

2.10    Inspeksi dan Audit Manajemen Bencana. 16

BAB 3. PEMBAHASAN.. 17

3.1      Profil Desa Kemiri 17

3.1.1       Gambaran Umum Desa Kemiri 17

3.1.2       Kondisi Topografi 17

3.1.3       Struktur Kependudukan. 17

3.1.4       Sarana dan Prasarana. 19

3.2      Identifikasi Risiko Bencana. 20

3.3.     Pengendalian risiko. 25

3.4.     Upaya yang harus dilakukan. 25

4.1      Kesimpulan. 27
4.2      Saran. 28

DAFTAR PUSTAKA.. 29

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang rentan
terhadap gerakan tanah dan mempunyai curah hujan tinggi.  Pada tanggal 1
Januari 2006, hujan yang berintensitas tinggi (178 mm/ hari), menyebabkan
gerakan tanah yang berkembang menjadi banjir bandang. Tepat pada 2 Januari
2006 Kabupaten Jember banjir bandang melanda kecamatan Panti. Banjir bandang
yang terjadi di malam hari tersebut membawa serta lumpur, bebatuan-bebatuan
besar serta membawa kayu dari atas gunung Argopuro. Longsoran tersebut
menghanyutkan dan mengubur rumah-rumah penduduk khususnya di sekitar
bantaran Kali Dinoyo dan Kali Putih. Lima desa yang dilaluinya hancur diterjang
lumpur, kayu dan bebatuan, yaitu Desa Kemiri, Suci, Pakis, Gelagahwero dan
Desa Panti sendiri.

Desa  Kemiri  dan  Suci  merupakan  areal  terparah  yang  terlanda  banjir. Dari
data BPS Kabupaten Jember bencana banjir bandang yang terjadi 2 Januari 2006
mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1.900 orang
mengungsi dan 36 rumah hanyut, 2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140
ha sawah rusak terendam lumpur.
Banjir yang terjadi di awal tahun 2006 tersebut banyak menyebabkan korban jiwa,
57 orang meninggal, 15 orang hilang, puluhan orang luka-luka, dan sekitar 300
orang masih terisolasi (Indofirstaid,2006). Pada awal tahun 2009, banjir kembali
terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Jember salah satunya wilayah Panti dan
Rambipuji (Surya Online, 2009). Di awal tahun 2011, sekitar awal bulan maret
banjir kembali terjadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Banjir yang terjadi
pada tahun 2011 ini menyebabkan 4 orang luka, ratusan rumah rusak, dan satu
rumah hancur total (Kompas.com, 2011). Hal ini membuktikan kurangnya
kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya banjir.

Topografi daerah Panti kabupaten Jember bervariasi mulai dari ketinggian 50


hingga 1.340 m dari permukaan laut dengan keadaan kemiringan adalah semakin
ke arah selatan kondisi relief permukaannya semakin landai. Sebagian besar
sebaran pemukiman penduduk berada di dataran rendah dengan ketinggian 50 m
hingga 140 m dari permukaan laut dan sebagian kecil lainnya berada pada
ketinggian di atas 140 m dari permukaan laut dengan kondisi kemiringan lereng
yang relatif curam. Berdasarkan kondisi topografi tersebut kecamatan Panti
menjadi sangat rawan akan bencana (Nurul Priyantari, dkk)

Pemukiman penduduk di Desa Kemiri berada di lereng gunung dan berkelok di


sepanjang tebing sungai. Selain sungai-sungai kecil, dua sungai besar mengapit
Desa Kemiri, sungai Dinoyo dan Kali Putih, membuat masyarakat tidak terlalu
banyak pilihan untuk tempat berlindung. Pemukiman penduduk yang cukup padat
meningkatkan tingkat kerentanan masyarakat terhadap bencana, khususnya
bencana longsor dan banjir bandang terutama saat musim penghujan tiba.

Bencana dan risikonya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Dengan melihat data kejadian banjir di Desa Kemiri,
diperlukan upaya manajemen risiko bencana. Manajemen risiko bencana adalah
upaya sistematis dan komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana
secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban dan kerugian yang
ditimmbulkannya (Ramli, 2011). Dalam upaya penanganan risiko bencana harus
disesuaikan dengan kondisi desa setempat. Terdapat unsur-unsur penting dan
pertimbangan-pertimbangan dasar yang harus diperhatikan. Unsur-unsur tersebut
manajemen risiko yang terdiri dariproses identifikasi, pengukuran risiko, analisa
hasil pengukuran, mitigasi dan pengendalian risiko, monitoring
dan reporting risiko.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten


Jember?

1.3  Tujuan

    1.3.1    Tujuan Umum

Menganalisis risiko bencana  di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten


Jember?

    1.3.2    Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi risiko bencana di DesaKemiri Kecamatan Panti


KabupatenJember ?
2. Mengukur risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten
Jember
3. Merumuskan pengendalian terhadap risiko bencana di Desa Kemiri
Kecamatan Panti Kabupaten Jember
1.4  Manfaat

 4.1 Manfaat Teorttis

Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu


pengetahuan Kesehatan Masyarakat khususnya bidang kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) terkait studi manajemen risiko bencana.

1.4.2   Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi/Desa

Diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki sistem manajemen


bencana agar mengurangi risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti
Kabupaten Jember

2. Bagi Masyarakat Desa

Diharapkan dapat menjadi informasi dan pengetahuan agar masyarakat dapat lebih
tanggap terhadap terjadinya bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten
Jember

3. Bagi Ilmu Kesehatan

Diharapkan dapat menambah data dan referensi tentang manajemen risiko


bencana utamanya di bidang Keselamatandan Kesehatan Kerja

4. Bagi Penulis
Diharapkan mendapatkan pengalaman secara langsung dalam merencanakan,
melaksanakan, dan melaporkan hasil makalah, serta menambah dan memperdalam
pengetahuan tentang manajemen risiko bencana.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Definisi Bencana Banjir

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai


peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang
melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian
fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman
yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi
wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan
paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP,
2007).

2.2       Definisi Risiko Bencana


Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup, status
kesehatan,mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada suatu
komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu (UNISDR,
2009).  Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil dari hadirnya
risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai jenis potensi
kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namundemikian, dengan pengetahuan
tentang bahaya, pola populasi, dan pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana
dapat dinilai dan dipetakan, setidaknya dalam arti luas.

2.3       Konsep Manajemen Risiko Bencana

Suatu risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian)


yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu
sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi
yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang
tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai
perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan
pengambil keputusan dan sebagainya.

1. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009),


Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif
untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
2. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen
risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian
pada sebuah organisasi.
3. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan
sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap
suatu kerugian.

Manajemen risiko bencana adalah proses sistematis menggunakan arahan


administrasi, organisasi, dan keterampilan operasional dan kapasitas untuk
mengimplementasikan strategi, kebijakan dan peningkatan kapasitas
penanggulangan untuk mengurangi dampak merugikan dari bahaya dan
kemungkinan terjadinya bencana (UNISDR, 2009). Menurut Agus Rahmat
(2006:12) Manajemen Risiko Bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi
aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat, dan sesudah
terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus Manajemen Risiko Bencana yang
bertujuan antara lain:

1. Mencegah kehilangan jiwa seseorang


2. Mengurangi penderitaan manusia.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan juga kepada pihak yang
berwenang mengenai risiko.
4. Mengurangi kerusakan insfrastruktur utama, harta benda dan kehilangan
sumber ekonomis lainnya.

Manajemen risiko bencana dibagi 2, yaitu:


1. Manajemen risiko bencana korektif, merupakan aktivitas pengelolaan
yanga mengatasi dan berupaya untuk mengoreksi atau mengurangi risko bencana
yang sudah ada
2. Manajemen risiko bencana prospektif, merupakan aktivitas-aktivitas
pengelolaan yang menangani dan berupaya menghindarkan berkembangnya risiko
bencana baru atau meningkatnya risiko bencana.

2.4       Tujuan Manajemen Risiko Bencana

Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola bencana dengan


baik. Saah satu faktor adalah karena bencana belum pasti tejadinya dan tidak
diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya, manusia sering kurang peduli,
dan tidak melakukan langkah pengamanan dan pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi.

Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan untuk:

1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak


diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihakdalam masyarakat atau organisasai
tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana
sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.

2.5       Tahapan Manajemen Risiko Bencana


Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk
mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan sebagai
berikut:

2.5.1   Pra bencana

Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.

1. Kesiapsiagaan

Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu
bencana.

2. Peringatan dini

Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya


mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana
di daerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan
ilmiah yang dimiliki diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai
kemungkinan datangnya suatu bencana.

3. Mitigasi

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.

Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang


ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan
komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara lain:

1. Pendekatan teknis

Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu


bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana, dan membuat
rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.

2. Pendekatan manusia

Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham dan sadar
mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia harus dapat
diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.

3. Pendekatan admisnistratif

Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif


dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi sebagai contoh:

1. Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek risiko
bencana
2. Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan
industry berisiko tinggi.
3. Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di
setiap organisasi baik pemerintahan maupun industry berisiko tinggi.

4. Pendekatan kultural

Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai


bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan dengan
kearifan masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.

2.5.2   Saat Bencana

Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun
tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan langkah-
langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan
cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.

1. Tanggap darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan


segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim
penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.

Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm kondisi tanggap darurat


antara lain:
 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude bencana, luas
area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
 Penentuan status keadaan darurat bencana.
 Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga
dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana terlalu besar
dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut dapat digolongkan sebagai
bencana nasional.
 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkenA bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban


bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar


2. Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang dengan
keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang dikategorikan lemah)
3. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
1. Penanggulangan bencana

Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi


bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana
memerlukan keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.

Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh
karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan dirancang untuk dapat
menangani berbagai jenis bencana.

2.5.3   Pasca Bencana


Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajarsemua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

1. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,


kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, social, dan budaya, tegaknya hukum, dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pasca bencana

2.6       Identifikasi dan Penilaian Risiko Bencana

Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah identifikasi dan


penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak diperlukan sebelum
mengembangkan sistem manajemen bencana.

Menurut PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan masyarakat.
Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP tersebut
antara lain sebagai berikut:

1. Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat


risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.
2. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
3. Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam penyususnan
analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang serta pengambilan
tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
4. Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana.
5. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan
persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian terhadap
suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana.
6. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan
oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau kegiatan
yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis Risiko
Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi dan data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi
dilingkungan masing-masing serta potensi atau tingkat risiko atau keparahannya.

Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat


keparahan bencana yang mungkin terjadi.
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No. 04 Tahun 2008

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko
daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat
ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan


bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya)
dengan rincian:

Nilai Probabilitas Keterangan

5 Pasti hampir dipastikan 80 – 99%

60-80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10


4 Kemungkinan Besar
tahun mendatang

40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100


3 Kemungkinan terjadi
tahun

2 Kemungkinan kecil 20-40% terjadi dalam 100 tahun

1 Kemungkinan sangat kecil Hingga 20%

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008


Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana
itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:

Nilai Dampak Keterangan

5 Sangat parah 80 – 90% wilayah hancur dan lumpuh total

4 Parah 60-80% wilayah hancur

3 Sedang 40-60%  wilayah rusak

2 Ringan 20-40% wilayah rusak

1 Sangat Ringan < 20% wilayah rusak

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

No Jenis Ancaman Bahaya Probabilitas Dampak


1 Gempa Bumi diikuti tsunami 1 4

2 Tanah Longsor 4 2

3 Banjir 4 3

4 Kekeringan 3 1

5 Angin Puting beliung 2 2

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain


dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

Dampak
Probabilitas
1 2 3 4 5

4 Tanah longsor Banjir

3 kekeringan

2 Puting beliung
Gempa bumi
1
dan tsunami

Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya


yang perlu ditangani.

Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)


2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana melalui tiga
langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi bencana
2. Penilaian dan evaluasi risiko bencana
3. Menentukan pengendalian bencana

2.6.1    Identifikasi Bencana

Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada disuatu
daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi geografis, cuaca,
alam, aktivitas manusia, dan industry, sumberdaya alam serta sumber lainnya
yang berpotensi menimbulkan bencana. Identifikasi bencana ini dapat didasarkan
pada pengalaman bencana sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana
yang dapat terjadi.
2.6.2    Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana

Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian kemungkinan dan


skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh bencana tersebut. Dengan demikian
dapat diketahui, apakah potensi sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi
atau rendah.

1. Penilaian Risiko Bencana

Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan melalui


penilaian Risiko Bencana. Banyak Metoda yang dapat dilakukan untuk menilai
tingkat risiko bencana. Misalnya dengan menggunakan sistem matriks seperti
yang diuraikan di atas atau dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif
missal dengan permodelan risiko.

1. Evaluasi Risiko

Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan peringkat


risiko yang mungkin timbul denganmempertimbangkan kerentanan dan
kemampuan menahan atau menanggung risiko. Risiko tersebut di bandingkan
dengan kriteria yang ditetapkan, misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan
referensi yang ada.

2.6.3    Pengendalian Risiko Bencana

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Mengurangi kemungkinan

Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya bencana.


Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah, namun untuk bencana alam terdapat
pengecualian.

1. Mengurangi dampak atau keparahan

Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, maka langkah
yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau konsekuensi yang
ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko bencana dan
langkah pengendalaian tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang
terperinci dan mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.

2.7       Sumberdaya Penanganan Bencana

Penanganan bencana memerlukan sumberdaya yang memadai sesuai dengan


tingkat dan jenis bencana yang akan dihadapi. Oleh karena itu, manajemen atau
pimpinan tertinggi harus menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk
mengelola bencana di lingkungan masing-masing.

Berbagai sumberdaya yang diperlukan untuk menangani suatu bencana anta lain:

1. Sumberdaya manusia

Penanganan bencana memerlukan sumberdaya manusia yang memadai baik dari


segi jumlah mapun kompetensi dan kemampuannya.  Oelh karena itu sebelum
menyusun sistem manajemen bencana yang baik, terlebih dahulu harus
diidentifikasi kebutuhan sumberdaya manusia yang diperlukan, misalnya untuk
Tim penanggulangan bencana, Tim medis, logistic, Tim teknis, dan lain-lain.

1. Prasarana dan Material

Bencana tidak dapat ditanggulangi secara efektif dan cepat tanpa didukung oleh
prasarana dan logistic yang memadai. Prasarana dan material merupakan unsur
penting dalam mendukung keberhasilan penanggulangan bencana. Banyak
kejadian, dimana korban tidak berhasil ditolong karena tidak tersedianya
prasarana atau peralatan yang memadai sehingga jumlah korban meningkat.

Oleh karena itu setiap daerah harus memiliki sarana minimal yang diperlukan
dalam suatu bencana sehingga keterlambatan dalam membantu korban dapat
dihindarkan. Jenis sarana yang diperlukan tentunya disesuaikan dengan sifat
bencana dan skala bencana yang mungkin terjadi sesuai hasil identifikasi.

1. Sumberdaya finansial.

Kegiatan manajemen tanggap darurat jelas membutuhkan biaya, baik sebelum


maupun saat dan setelah bencana. Oleh karena itu komitmen manajemen atau
pimpinan tertinggi sangat diperlukan.

2.8       Komunikasi

Selama keadaan darurat berlangsung, diperlukan komunikasi yang baik guna


menjamin kelancaran upaya penanggulangan. Komunikasi diperlukan dalam
sistem manajemen bencana mulai tahap perencanaaan, mitigasi, tanggap darurat,
sampai ke rehabilitasi.
Komunikasi dalam manejemn bencana dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Komunikasi organisasi tanggap darurat


2. Komunikasi kepada masyarakat
3. Komunikasi dengan pihak eksternal baik nasional maupun internasional.

2.9       Investigasi dan Pelaporan

Setiap kejadian bencana yang terjadi di suatu wilayah harus diinvestigasi dan
dilaporkan kepada instansi atau pihak yang ditunjuk, misalnya BNPB atau BPBD
kabupaten/kota.

Investigasi atau penyelidikan bencana sangat diperlukan dengan tujuan sebagai


berikut:

1. Untuk mengetahui apa penyebab terjadinya bencana


2. Mengetahui kelemahan atau kelebihan yang terdapat dalam pelaksanaan
penanganan bencana yang dilakukan
3. Mengetahui efektivitas organisasi penanganan bencana yang ada
4. Menentukan langkah perbaikan atau pencegahan terulangnya suatu
bencana
5. Sebagai masukan dalam melakukan perbaikan atau penyempurnaan sistem
manajemen bencana dan dalam menentukan kebijakan pembangunan.

2.10   Inspeksi dan Audit Manajemen Bencana

Elemen terakhir dalam sistem manajemen bencana adalah inspeksi dan audit
manajemen bencana. Salah satu upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan
manajemen bencana adalah dengan melakukan audit.
Inspeksi adalah suatu upaya pemeriksaan rutin atau berkala untuk memeriksa
kesiapan penanganan bencana. Semua peralatan penanganan bencana harus
diperiksa dan diuji kelayakannya sehingga siap digunakan setiap saat.

Audit adalah salah satu upaya untuk mengevaluasi penerapan manajemen bencana
dalam suatu organisasi, apakah sudah sesuai atau telah memenuhi persyaratan atau
tolak ukur yang ditetapkan.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1  Profil Desa Kemiri

         3.1.1    Gambaran Umum Desa Kemiri

Desa Kemiri terletak di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Desa ini memiliki
luas wilayah 1.578.584 Ha. Desa Kemiri membawahi lima dusun yaitu, Dusun
Delima, Dusun Kantong, Dusun Krajan, Dusun Krajan, Dusun Sodong, Dusun
Danci, dan Dusun Tenggiling. Sebelah utara desa berbatasan dengan Pegungan
Argopuro, sebelah timur desa berbatasan dengan Desa Sukorambi, sebelah selatan
desa berbatasan berbatasan dengan Desa Serut dan Desa Suci, dan sebelah barat
desa berbatasan dengan Desa Suci (Profil Desa Kemiri, 2009).

         3.1.2    Kondisi Topografi

Topografi Desa Kemiri berupa 20% dataran rendah dengan luas 303 Ha dan 80 %
perbukitan atau pegunungan dengan luas 1.275 Ha. Sebagian besar lahan di Desa
Kemiri digunakan sebagai lahan perkebunan. Perkebunan tersebut terdiri atas
perkebunan daerah (700.000 Ha) dan perkebunan swasta (350.000 Ha). Lahan
yang digunakan untuk sawah pertanian seluas 290.584 Ha. Sedangkan lahan untuk
pemukiman dan pekarangan memiliki luas 142.500 Ha. Sisanya untuk Tegalan
dengan luas 94.000 Ha dan kuburan dengan luas 1.500 Ha) (Profil Desa Kemiri,
2009).

         3.1.3    Struktur Kependudukan

1. Jumlah penduduk menurut kepala keluarga

No DUSUN JUMLAH PENDUDUK JML K.K.

1 Delima 2,006 Jiwa          530 KK

2 Kantong 1,204 Jiwa          305 KK

3 Krajan 1,242 Jiwa          277 KK

4 Sodong 1,441 Jiwa          596 KK

5 Danci 1,539 Jiwa          376 KK

6 Tenggiling 1,375 Jiwa          356 KK

Jumlah 8,807 Jiwa       2,440 KK

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur


NO KELOMPOK UMUR (TH) LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 0 s/d 4 Th           373 Jiwa                 402 Jiwa

2 5 s/d 9 Th           538 Jiwa                 581 Jiwa

3 10 s/d 15 Th           558 Jiwa                 603 Jiwa

4 16 s/d 20 Th           579 Jiwa                 626 Jiwa

5 21 s/d 25 Th           704 Jiwa                 760 Jiwa

6 26 s/d 55 Th           952 Jiwa              1,027 Jiwa

7 56 s/d lebih           435 Jiwa                 469 Jiwa

Jumlah        4,139 Jiwa              4,468 Jiwa

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH

1 Petani    108 Orang

2 Buruh Tani    543 Orang

3 Peternak Sapi/Kambing    257 Orang


4 Buruh Perkebunan    881 Orang

5 Pegawai Negeri/TNI/POLRI      21 Orang

6 Potong Rambut, Salon      23 Orang

7 Service Radio,Tape,Televisi        6 Orang

8 Penjahit      24 Orang

9 Pengemudi Taksi/Jasa Angkutan      86 Orang

10 Tukang Ojek      12 Orang

11 Tukang Batu      56 Orang

12 Tukang Kayu/Mebeler      27 Orang

13 Toko/Peracangan      65 Orang

14 Warung Nasi/Rujak/Bakso dll      17 Orang

15 Pembuat Makanan/Kue-kue        6 Orang

16 Lainnya Orang
Jumlah 2,132 Orang

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH

1 SD / MI 2,741 Orang

2 SMP / MTs 2,005 Orang

3 SLTA / MA    744 Orang

4 DIPLOMA      55 Orang

5 SARJANA S,1      39 Orang

6 SARJANA S,II         – Orang

7 Pondok Pesantren    681 Orang

8 Buta Huruf 1,567 Orang

JUMLAH 7,832 Orang

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

         3.1.4    Sarana dan Prasarana


1. Sarana dan prasarana transportasi

NO JENIS PRASARANA VOLUME KONDISI

1 Jalan Negara          –        –

2 Jalan Propinsi          –        –

3 Jalan Kabupaten          3  Km  Baik

4 Jalan Desa          –        –

a. Aspal       4.5  Km  Sedang

b. Berbatu          4  Km

c. Tanah          6  Km

5 Jumlah Kendaraan Taksi Roda 4        80  Unit

6 Jumlah Kendaraan Pribadi Roda 4        14  Unit

7 Jumlah Kendaraan Roda 3          –        –

8 Jumlah Kendaraan Sepeda Motor      283  Unit

9 Jumlah Kendaraan Roda 6 atau lebih          6  Unit

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009


1. Sarana dan prasarana telekomunikasi dan informasi

NO JENIS PRASARANA DAN SARANA JUMLAH

1 Prasarana Kantor Pos          –

2 Prasarana Pemancar Radio          –

3 Prasarana Pos Surat          1  Unit

4 Prasarana Stasiun Rely Televisi          –

5 Prasarana Orari          6  Unit

6 Sarana Terpon Pribadi        25  Unit

7 Sarana Telpon Umum          –

8 Sarana Wartel          2  Unit

9 Sarana TV Umum          1  Unit

10 Sarana TV Pribadi     1,321  Unit

11 Sarana Radio     1,222  Unit

12 Sarana Pelanggan majalah/Koran        17  Org

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009


1. Prasarana pendidikan

NO JENIS PRASARANA JUMLAH

1 TK          4  Unit

2 SD / MI          6  Unit

3 SLTP / MTs          2  Unit

4 SLTA / MA          2  Unit

5 UNIVERSITAS/PERGURUAN TINGGI          –

6 PONDOK PESANTREN          3  Unit

Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

1. Prasarana Kesehatan

NO JENIS PRASARANA JUMLAH

1 Puskesmas –

2 Puskesmas pembantu –

3 Polindes 1 unit

4 Posyandu 12 unit
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

3.2  Identifikasi Risiko Bencana

1. Identifikasi risiko

Langkah awal dalam perspektif manajemen risiko adalah melakukan identifikasi


risiko. Keberhasilan suatu proses manajemen risiko bencana sangat ditentukan
oleh kemampuan dalam menentukan atau mengidentifikasi semua risiko dan
penyebab bencana. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah
mendaftar risiko sebanyak mungkin. Dalam manajemen risiko bencana,
identifikasi risiko dapat dimulai dari mendaftar jenis risiko, factor bahaya, factor
kerentanan dan kapasitas.

Berikut risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember

Risiko Faktor Bahaya Faktor Kerentanan Faktor Kapasitas

Banjir 1.      Kondisi topografi 80 % Sosial: 1.      Kurangnya minat


berupa pegunungan / 1.      Jumlah balita masyarakat terhadap
perbukitan sebesar 775 orang pelatihan tanggap
bencana
2.      Pelatihan tanggap
2.      Terdapat dua sungai 2.      Jumlah buta huruf darurat hanya
besar yang mengapit Desa 1.567 orang dilakukan selama 1
Kemiri yaitu sungai Dinoyo tahun pasca banjir
dan Kali Putih bandang.
3.      Jumlah penduduk
yang padat mencapai
3.      Derasnya aliran sungai 8.807 orang
Kali Putih
Fisik
4.      Debit air sungai
mencapai 2 meter saat musim 4.      Keadaan jalan desa
hujan berada pada kondisi
sedang.
5.      Pola pemukiman
penduduk berada di lereng Ekonomi
gunung dan berkelok di
sepanjang tebing sungai.
5.      Luas perkebunan
mencapi 75 % dari luas
6.      Pada dataran tinggi lahan.
digunakan untuk area
perkebunan
6.      Mayoritas
penduduk bekerja
7.      Kondisi tanah mudah sebagai buruh
terkikis/longsor perkebunan dan buruh
tani

1. Penilaian risiko

Dampak
c.       Probabilitas
1 2 3 4 5

4 BANJIR

2
1

Keterangan :

 Untuk probabilitas memiliki nilai 4, yakni kemungkinan Besar terjadi (60-


80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang)
 Untuk dampak memiliki nilai 3, yakni masuk ketegori sedang (40-60%
wilayah rusak).

Berikut tabel kajian risiko bencana

Kerentanan
Jenis
No Wilayah Tingkat risiko Ancaman
ancaman
Keterpaparan jiwa

Kemungkinan
besar terjadi dan
Jumlah penduduk
Desa Kemiri memiliki
Sedang (zona yang padat
1 Kecamatan Panti Banjir dampak
kuning/nilai 2) mencapai 8.807
Kabupaten Jember kerusakan
orang
wilayah sekitar
40-60%
3.3.  Pengendalian risiko

1. Mengurangi kemungkinan

Sangat sulit untuk mengurangi kemungkinan banjir di desa kemiri, karena banjir
sangat dipengaruhi siklus hujan.

1. Mengurangi dampak

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak adalah sebagai berikut:

 Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan
 Pembangunan system pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai
yang sering menimbulkan banjir
 Tidak membuang sampah ke sungai, mengadakan program pengerukan
sungai.
 Program penghijauan daerah hulu sungai

1. Menurunkan tingkat kerentanan

Upaya untuk menurunkan tingkat kerentanan sulit dilakukan, karena ini


menyangkut dengan karakteristik geografi wilayah, jumlah penduduk dan lain
sebagainya.

1. Meningkatkan kapasitas
 Mengadakan simulasi bencana melibatkan masyarakat
 Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat tentang banjir
 Meningkat pengetahuan masyarakat tentang banjir

3.4.  Upaya yang harus dilakukan


1. Sebelum banjir
1. Tingkat warga
1. Bersama aparat terkait, dan pengurus RT/RW terdekat
bersihkan lingkungan sekitar, terutama saluran air dari timbunan sampah
2. Membentuk tim penanggulangan banjir dan menentukan
posko
3. Koordinasi untuk pengadaan alat evakuasi
4. Komunikasi

1. Tingkat keluarga

1. Simak informasi atau peringatan dini dari tim warga mengenai curah hujan
2. Amankan dokumen-dokumen penting dan persiapkan obat-obatan dan
makanan siap saji.
3. Saat banjir
4. Matikan aliran listrik
5. Mengungsi ke daerah yang aman
6. Setelah banjir
7. Sesegera mungkin membersihkan rumah untuk menghindari terjangkitnya
penyakit diare
8. Waspada akan banjir susulan

BAB 4. PENUTUP

4.1  Kesimpulan

No Identifikasi Penilaian

Wilayah Jenis risiko Risiko Faktor Kemungkina Dampak Skor Perin


Bahaya
/Kerentanan/
n
Kapasitas

–         
Jumlah
penduduk
Desa yang padat
Kemiri mencapai
Kecamatan Risiko 8.807 orang.
1. Banjir
Panti alam 4 3 12 5-12
Kabupaten –          Luas
Jember wilayah yang
terancam
banjir sekitar
1.578.584 Ha

4.2  Saran

1. Secara umum, System manajemen bencana di desa kemiri sudah baik


namun ada beberapa hal yang masih perlu di intensifkan lagi, seperti program
pemantauan, inspeksi dan audit.

DAFTAR PUSTAKA
Ramli, Soehatman.2010. Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat

Ramli, Soehatman.2010. Manajemen Risiko. Jakarta: Dian Rakyat

http://www.preventionweb.net/files/7817_isdrindonesia.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33906/4/Chapter%20II.pdf

http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/534/gdlhub-gdl-s2-2013-handayanib-26700-
11.-bab–n.pdf

http://unej.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai