Anda di halaman 1dari 28

Nama : Hesti Novita

No.BP : 1711312042

Dosen : Ns. Leni Merdawati, S.Kep. M. Kep

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Kasus 1

Fraktur

Pasien perempuan 25 tahun datang ke unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Kota
Padang datang dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan dan tidak dapat
digerakkan pasca kecelakaan bermotor sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Saat itu pasien sedang mengendarai motor sendirian memakai helm, ditabrak oleh motor dari
arah depan. Riwayat sakit kepala, muntah, lupa dengan kejadian lama serta keluar darah dari
hidung/telinga tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 98x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu
36,70C, glasgow coma scale (GCS) 15. Pada pemeriksaan lokalis pada regio femur dextra
didapatkan pada pemeriksaan Look: kulit utuh (tidak ada luka robek), udem (+) di bagian tengah
paha, memar (-), deformitas (+) angulasi, rotasi external dan pemendekan. Pada pemeriksaan
Feel: didapatkan nyeri tekan di bagian tengah paha, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba, capillary
refill time (CRT) kurang dari 2 detik dan sensibilitas normal. Pada pemeriksaan Movement:
didapatkan nyeri gerak aktif, nyeri gerak pasif, range of motion (ROM) sulit dinilai, krepitasi
tidak dilakukan.

Dari pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP lateral didapatkan fraktur os femur dekstra
1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur disertai soft tissue swelling disekitarnya.
Kemudian pasien diberikan terapi analgetik dan pemasangan skin traction dengan beban 5 kg.

Pertanyaan :
1. Jelaskan pengkajian tambahan pada kasus diatas

2. Jelaskan 2 diagnosa keperawatan, NOC dan NIC pada kasus diatas

3. Jelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada kasus fraktur

Jawab:

1. Pengkajian Tambahan pada kasus ini

Anamnesa

1. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.

2. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

3. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.

4. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

5. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

6. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
7. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.

8. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi


petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

9. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah


satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic

10. Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

11. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak
 Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-


harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.

 Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur

 Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
 Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap

 Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image)

 Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur

 Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya

 Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.

 Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien

2. Diagnosa keperawatan, NOC dan NIC pada kasus ini adalah:

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut b.d agen Kontrol nyeri (1605): Manajemen pengobatan (2380):
pencedera d.d hambatan
 Mengenali kapan  tentukan obatan yang diperlukan dan
kemampuan melakukan
terjadinya nyeri kelola menurut resep atau protokol
aktivitas sebelumnya,
dipertahankan pada 2  diskusikan masalah keuangan dengan
ekspresi wajah nyeri
ditingkatkan pada 4 keluarga berkaitan dengan regimen
 Menggambarkan fakor obat
penyebab nyeri  tentukan kemampuan pasien untuk
dipertahankan pada 2 mengobati dirinya sendiri dengan
ditingkatkan pada 4 cara yang tepat
 Menggunkan analgesik  monitor efektifitas cara pemberian
yang direkomendasikan obat yang sesuai
dipertahankan pada 2  monitor tanda dan gejalatosisitas obat
ditingkatkan pada 4  monitor efek samping obat
 Malaporkan perubahan  buang obat yang sudah kadaluarsa
terhadap gejala nyeri  fasilitasi perubahan pengobatan
pada profesional dengan dokter
keperawatan
 monitor respons terhadap perubahan
dipertahankan pada 2
pengobatan dengan cara yang tepat
ditingkatkan pada 4
 pantau kapatuhan terhadap regimen
 Melaporkan gejala yang
obat
tidak terkontrol pada
 pertimbangkan fakor yang
profesional keperawatan
menghalangi pasien unuk
dipertahankan pada 2
mengkonsumsi obat yang direspkan
ditingkatkan pada 4
Tingkat nyeri (2102):
 Panjangnya episode Manajemen nyeri (1400):
nyeri dipertahankan
 Lakukan pengkajian nyeri
pada 2 ditingkatkan
komprehensif yaang meliputi
pada 4
lokasi, karakteristik,
 ekspresi wajah nyeri
durasi,frekuensi,
dipertahankan pada 2
kualitas,intensitas, berat nyeri dn
ditingkatkan pada 4
faktor pencetus
 tidak bisa beristirahat
 Pastikan perawatan analgetik
dipertahankan pada 2
dengan pemantauan yang ketat
ditingkatkan pada 4
 Gali pengetahuan dan kepercayaan
 ketegangan otot
pasien terhadap nyeri
dipertahankan pada 2
 Gali bersama pasien faktor yang
ditingkatkan pada 4
memperberat nyeri
 fokus menyempit
 Kendalikan faktor lingkungan
dipertahankan pada 2
yang dapat memperberat nyeri
ditingkatkan pada 4
(misalnya: suhu ruangan,
 mengerinyit
pencahayaan, suara bising)
dipertahankan pada 2
 Ajarkan prinsip manajemen nyeri
ditingkatkan pada 4
(relaksasi, teknik hynosis)
 kehilangan nafsu makan
dipertahankan pada 2
ditingkatkan pada 4

Hambatan mobilitas Tingkat ketidaknyamanan Perawatan tirah baring (0740):


fisik b.d nyeri, intoleran (2109):
 Jelaskan alasan diperlukannya tirah
aktivitas (kerusakan
 Nyeri dipertahankan baring
integritas struktur
pada 2 ditingkatkan  Posisikan sesuai body alignment
tulang) d.d
pada 4 yang tepat
ketidaknyamanan
 Tidak dapat beristirahat  Hindari menggunakan kain linen
dipertahankan pada 2 yang berbahan kasar
ditingkatkan pada 4  Jaga kain linen agar tetap bersih,
 Meringis dipertahankan kering, dan bebas kerutan
pada 2 ditingkatkan  Letakkan alat untuk memposisikan
pada 4 tempat tidur dalam jangkauan yang
 Nyeri lepas mudah
dipertahankan pada 2  Letakkan lampu pangilan didekat
ditingkatkan pada 4 pasien
 Ajarkan latihan ditempat tidur
dengan cara yang tepat
 Bantu menjaga kebersihan
Monitor komplikasi dari tirah baring
(misalnya: kehilangan tonus otot,
nyeri punggung, konstipasi,
peningkatan stress, depresi, kesulitan
berkemih, perubahan siklus tidur)

Perawatan traksi (Imobilisasi) (0940):

 Posisikan kesejajaran tubuh yang


sesuai
 Pertahankan posisi yang tepat pada
tempat tidur untuk meningkatkan
traksi
 Yakinkan berat yang tepat yang
diaplikasikan
 Yakinkan bahwa tali yang
tergantung bebas
 Yakinkan bahwa tarikan tali dan
berat tetap berada disepanjang
aksis dari tulang yang patah
 Pikul penahan traksi saat
menggerakkan pasien
 Pertahankan traksi sepanjang
waktu
 Monior kemampuan mandiri
ketika terpasang traksi
 Monitor peralatan fiksasi eksternal
 monitor sirkulasi, pergerakan dan
sensasi ekstremotas yang sakit
 monitor adanya komplikasi
imobilisasi
 lakukan perawatan tempat insersi
pin
 instruksikan perawatan lokasi pin
sesuai kebutuhan
 instruksikan pentingnya nutrisi
adekuat untuk penyembuhan
tulang

3. penatalaksanaan medis dan keperawatan kasus fraktur

. Jelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada kasus fraktur

a. Penatalaksanaan medis
1. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinik dan radiologi dilakukan untuk mengetahui dan menilai
keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menetukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
2. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang
dapat dicapai dengan reduksi tertutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi
tertutup gagal dilakukan atau kurang memuaskan, maka data dilakukan reduksi
terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahanan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi
internal antara lain, pen, kawat, skrup dan plat. Alat-alat tersebut dimasukan ke dalam
fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixatition). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.
3. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
4. Rehabilitas
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan, pasien
memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. (Istianah, 2017)
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Fraktur tertutup
 Menjelaskan kepada pasien mengenai metode yang tepat untuk mengurangi
edema dan rasa sakit yang dirasakan atau nyeri. Misalnya, manajemen nyeri
dan meninggikan ekstremitas lebih dari jantung
 Mengajarkan latihan yang dapat dilakukan pasien untuk menjaga kesehatan
dan kekuatan otot
 Mengajarkan pasien cara menggunakan alat bantu dengan aman. Misalnya
menggunakan alat bantu jalan seperti kruk, dan lainnya.
 Membantu pasien untuk mengatur atau memodifikasi lingkungan rumahnya
untuk membantu perawatan pribadi di rumah, jika perlu.
 Mengajarkan pasien mengenai cara perawatan diri, informasi pengobatan,
kemungkinan komplikasi (termasuk tanda dan gejala yang perlu di perhatikan)
dan kebutuhan yang diperlukan untuk melajutkan perawatan kesehatan.
2. Fraktur terbuka
 Penatalaksanaan yang paling penting untuk fraktur terbuka adalah mencegah
terjadinya infeksi pada luka, jaringan lunak dan tulang serta membantu
penyembuhan tulang.
 Berikan segera antibiotik IV segera setelah pasien tiba dirumah sakit bersama
dengan pemberian tetanus toksoid, jika diperlukan.
 Mengirigasi luka dan melakukan debridemen.
 Meninggikan ektremitas untuk meminimalkan edema.
 Menilai status neurovascular pasien.
 Mengukur suhu pasien secara berkala untuk memantau terjadinya tanda-tanda
infeksi.(Brunner & Suddarth’s, 2010)

Kasus 2

Rheumatoid arthritis

Pasien perempuan, 55 tahun dengan keluhan nyeri sendi inflamatif di sendi bahu, kedua tangan,
kedua kaki yang mengganggu aktivitas. Sendi terasa hangat, bengkak dan kaku terutama di pagi
hari, pasien kadang merasa demam ringan dan kelelahan. Anggota keluarga tidak ada yang
mengalami sakit sendi dengan gelaja yang sama. Pada pemeriksaan fisik secara umum kondisi
stabil.
Pertanyaan :

1. Jelaskan pengkajian lanjut dan pemeriksaan penunjang pada kasus diatas berdasarkan
teori

2. Jelaskan topik edukasi yang diberikan kepada pasien dengan rheumatoid arthritis

Jawab :

1.Pengkajian :

1. Identitas Klien
Nama, alamat, jenis kelamin (RA lebih banyak menyerang wanita dari pada pria), umur
(RA dapat terjadi pada usia berapa pun, namun lebih sering terjadi pada usia 40 sampai
60 tahun), agama, riwayat pendidikan, pekerjaan, dan penanggung jawab (Wahid, 2013).
Pada kasus tersebut pasien berjenis kelamin perempuan berusia 55 tahun.
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian yang terganggu yaitu pada sendi pergelangan
tangan, lutut, pergelangan kaki, sendi siku, bahu, sterno klavikula dan panggul. Keluhan
sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi (Putra dkk, 2013).
Pada kasus tersebut pasien dengan keluhan nyeri sendi inflamatif di sendi bahu,
keduatangan dan kedua kaki. Sendi terasa hangat, bengkak dan kaku terutama di pagi
hari, pasien kadang merasa demam ringan dan kelelahan.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Uraian mengenai penyakit RA yang diderita oleh pasien, mulai dari timbulnya keluhan
yang dirasakan, sampai pasien dibawa ke rumah sakit, apakah pernah memeriksakan diri
ke tempat lain selain rumah sakit, pengobatan apa yang pernah dilakukan dan bagaimana
perubahannya dari data yang didapatkan saat pengkajian.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Seperti riwayat penyakit muskuloskeletal sebelumnya, riwayat penggunaan obat-obatan,
dan riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok.
5. Riwayat Keluarga

Pada kasus tersebut, anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit sendi
dengan gelaja yang sama.

6. Riwayat Psikososial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi, apalagi
pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi, karena ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya
body image dan harga diri klien.

Pengkajian Lanjut :
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum

Kesadaran biasanya compos mentis, namun aktivitas menjadi terganggu.

2. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan bisa jadi meningkat.

Pada kasus tersebut pasien kadang merasa demam ringan.

3. Pemeriksaan Head to Toe


a) Rambut : dalam batas normal.
b) Kepala (hidung, telinga, mulut) dan wajah : biasanya ada sianosis.
c) Mata : pada beberapa pasien konjungtiva anemis.
d) Jantung : kelainan pada jantung yang simptomatis jarang didapatkan, namun 40%
pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard (Putra dkk, 2013).
e) Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura
(efusi pleura, nodul subpleura) (Putra dkk, 2013).
f) Abdomen : dalam batas normal.

Pada kasus tersebut pemeriksaan fisik pasien secara umum dalam kondisi stabil.
g) Neurologi : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi
berupa kehilangan rasa sensoris di ektremitas dengan gejala foot or wrist drop.
(Putra dkk, 2013). Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita dan pada penderita dengan
penyakit RA yang sudah kronis (Longo, 2012).
h) Integumen : nodul rheumatoid umumnya timbul pada fase aktif dan terbentuk di
bawah kulit, terutama pada lokasi yang banyak menerima tekanan seperti olekranon,
permukaan ekstensor lengan dan tendon achilles.
i) Muskuloskeletal (lebih fokus)
 Pemeriksaan lebih fokus pada ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan sendi.
 Inspeksi dan amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, pembengkakan,
dan anggota gerak lengkap.
 Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral). Amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
 Lakukan pengukuran passive range of motionpada sendi-sendi synovial. Catat
bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi),krepitasi (suara berderak atau
mendedas) dan bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan.
 Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral. Catat bila ada
atrofi, tonus yang berkurang dan ukur kekuatan otot.
 Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulai terjadinya nyeri.
 Kaji aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
 Palpasi pada kekuatan otot 4 (dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan, edema pada kaki di persendian). Untuk mengetahui skala nyeri pada
pasien dengan menggunakan numeric.
4. Neurosensori
Akan timbul gejala kebas dan kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jaringan dan pembengkakan sendi simetris.
5. Hematologi

Anemia normositikimmune mediated, thrombocytopeniadan keadaan dengan trias berupa


neutropenia, splenomegaly dan nodular RA yang sering disebut dengan felty syndrome.
Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir(Longo, 2012). Beberapa keadaan yang
diasosiakan dengan mordibitas dan mortalitas pada pasien RA adalah penyakit
kardiovaskuler, osteoporosis dan hipoandrogenisme (Longo, 2012).

6. Pemeriksaan Fungsi Motorik


 Pasien mengalami kelemahan dibagian ekstremitas.
 Klien merasa sulit berjalan.
 Klien dapat menyentuh hidung.
 Klien mampu membalik-balikkan kedua telapak tangan.
 Klien mampu berdiri walaupun dengan bantuan.

Pengkajian Fungsional Gordon :

1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan yang dilakukan


pasien.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik

Pada pasien dengan RA biasanya dianjurkan untuk melakukan pola diet mediteranian
yang dapat memperbaiki inflamasi pada RA. Mediteranian adalah pola makan yang
terutama mengandung ikan, sayur dan minyak olive dibandingkan unsur makanan
yang lain. Pada pasien RA gangguan gastrointestinal yang sering terjadi adalah
mual dan nyeri lambung yang menyebabkan klien tidak nafsu makan dan terjadi
penurunan berat badan, terutama klien yang menggunakan obat reumatik dan NSAID.
Serta peristaltik yang menurun juga menyebabkan klien jarang defekasi.

3. Pola Eliminasi

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan. Meski demikian perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau dari
feses dan urine.

4. Pola Tidur dan Istirahat


Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi, jumlah jam tidur
siang dan malam dan masalah pada tidur. Biasanya pada pasien dengan RA rasa nyeri
dapat menganggu pola tidur dan istirahatnya.

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Menggambarkan pola aktivitas, latihan, fungsi pernafasan dan sirkulasi pada penderita
RA. Terjadinya nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan dan kekakuan pada pagi hari,
biasanya terjadi bilateral dan simetris.

6. Pola Hubungan dan Peran

Menggambarkan hubungan dan peran pasien terhadap anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah keuangan.

7. Pola Sensoridan Kognitif

Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan


pembau.

8. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep
diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, dan identitas diri.

9. Pola Seksual dan Reproduksi

Menggambarkan kepuasan atau masalah terhadap seksual pasien dengan RA.

10. Pola Mekanisme atau Penanggulangan Stress dan Koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress pada pasien dengan RA.

11. Pola Nilai dan Kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk spiritual.


Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Darah (Serologi)
a) Pemeriksaan Antibodi Cirulline
Memeriksa antibodi tertentu termasuk anti-cyclic antibodi citrullinated peptida
(ACPA), faktor rheumatoid (RF) dan antibodi antinuclear (ANA), yang ada pada
pasien RA. Faktor rheumatoid – positif pada 70-80% pasien.
b) Pemeriksaan Anti Cyclic Citrullinated Peptide (Anti CCP)
Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas
95-98% dan sensitivitas 70%, namun hubungan antara anti CCP terhadap
beratnya penyakit tidak konsisten.
c) Peningkatan LED dan protein C-reaktif atau viskositas plasma.
Tes laju endap darah (LED) dilakukan untuk mendeteksi adanya peradangan
dalam tubuh. Saat tubuh mengalami peradangan, maka sel darah merah dalam
sampel darah yang diambil akan jatuh ke dasar tabung lebih cepat dari biasanya.
Tes C-reaktif protein (CRP) yang tinggi, tingkat peradangan biasanya tinggi juga,
seperti selama ruam rheumatoid arthritis.

d) Peningkatan sedimentasi eritrosit (ESR)

Mengukur seberapa cepat sel-sel darah merah jatuh ke dasar tabung reaksi.
Biasanya, semakin tinggi tingkat sedimentasi, semakin banyak peradangan yang
terjadi di dalam tubuh.

e) Kadar sel darah merah yang rendah


Anemia normokromik normositik, trombositosis reaktif, leukositosis dan
peningkatan ringan alkali fosfatase serta gamma-GT ditemukan pada keadaan
akut.
f) Kadar leukosit normal atau sedikit meningkat, trombosit meningkat, dan kadar
albumin serum turun atau globulin.
g) Pemeriksaan mikroskopis urin dapat menunjukan adanya penyakit jaringan
konektif.
h) Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar igG atau igM tinggi. Semakin tinggi
hasinya dapat menunjukkan keparahan penyakit.
i) Lakukan pemeriksaan elektrolit untuk menjadi nilai dasar sebelum inisiasi terapi
serta pemeriksaan asam urat / cairan sinovial untuk menyingkirkan
kemungkinan gout polyarticular.

2. Radiologi
a) Rontgen
Foto rontgen digunakan untuk melihat foto tulang dan foto sendi yang mengalami
kelainan.
b) X-ray
Pemeriksaan sinar-X berguna untuk memvisualisasikan tulang, seperti
menunjukkan kehilangan tulang rawan, kerusakan tulang serta kerusakan tulang
taji. Sinar-X juga dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan penyakit.
Menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, penyempitan ruang sendi, erosi
sendi dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. Lakukan pula foto polos
dada untuk menyingkirkan keterlibatan paru.

c) USG dan MRI

MRI memanfaatkan gelombang radio dengan medan magnet yang kuat. MRI
dapat menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari jaringan lunak, seperti tulang
rawan, tendon, serta ligamen. Memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi
sinovitis, erosi serta tanda inflamasi yang mungkin tidak terdeteksi dengan X-ray.

d) Scan Scan Radionuklida


CT scan dapat digunakan untuk memvisualisasikan kondisi tulang serta jaringan
lunak di sekitarnya serta dapat mengidentifikasi peradangan sinovium.
e) Artroskopi Langsung
Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada
sendi.
3. Pemeriksaan Cairan Sendi (Arthrocentensis)

Prosedur aspirasi sendi (arthrocentesis) yang dapat dilakukan untuk mendapatkan


cairan sendi untuk diuji di laboratorium. Sebuah jarum suntik yang digunakan untuk
mengalirkan cairan dari sendi kemudian dianalisis untuk mendeteksi penyebab
pembengkakan sendi. Tes ini untuk mengetahui tanda infeksi dari jumlah sel darah putih
pada cairan sendi yang tinggi, serta dapat menentukan jenis mikroorganisme penyebab
infeksi. Analisis cairan sendi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat peradangan pada
sendi dan membantu dalam menyimpulkan jenis arthritis yang dialami pasien.

2. Topik edukasi yang perlu diberikan pada pasien Rheumatoid Arthritis mengacu
pada 5 Program terapi dasar untuk pasien Rheumatoid Arhritis, diantaranya :

1. Pengaturan Aktivitas dan Istirahat

Pengetahuan mengenai pentingnya olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup sangat
dianjurkan untuk pasien RA. Olahraga yang cocok untuk pasien RA dilakukan seperti
senam reumatik dan streching. Olahraga yang teratur dapat meningkatkan fleksibilitas
sendi sedangkan tidur yang cukup dapat mencegah kelelahan dan nyeri. Hindari faktor
resiko seperti aktivitas yang berlebihan pada sendi. Pemakaian tongkat dan alat-alat listrik
dapat meringankan kerja sendi.

2. Kompres Panas dan Kompres Dingin


Kompres panas dapat mengatasi kekakuan, menurunkan ketegangan otot dan melancarkan
sirkulasi darah. Sedangkan kompres dingin dapat digunakan untuk meredakan nyeri,
mengurangi peredangan dan pembengkakan serta meningkatkan mobilitas. Lakukan pula
teknik relaksasi untuk megurangi rasa nyeri.

3. Pengobatan pada Pasien RA


a) Obat-obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik untuk RA, oleh karena patogenesisnya
yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidakmampuan. Obat tersebut dapat
berupa : aspirin (anti nyeri), natrium kolin, asetamenofen, hidroksiklorokuilin atau
klorokuin dan kortikosteroid.
Pengetahuan yang diperlukan untuk pasien RA yaitu mengenai jenis, dosis, tujuan,
efek samping, tanda keracunan dan jadwal dalam meminum obat.
b) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan RA, yang meliputi pemakaian
panas dan dingin serta program latihan yang tepat. Pemakaian panas dan dingin
diberikan sebelum latihan. Terkecuali pada obat gosok, jangan memakai obat gosok
sebelum pemanasan. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropi pada sekitar sendi.
c) Teknik komplementer
Dilakukan dengan pemberian boreh jahe yang mampu mengurangi rasa nyeri pada
pasien RA. Jahe memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti :
zingaron, gingerol dan shogaol. Boreh jahe yang dibalurkan pada sendi yang nyeri
akan mengakibatkan stratum korneum pada kulit menjadi lebih permeabel, sehingga
mampu meningkatkan pembukaan ruang intraseluler dan tejadinya ekspansi. Jahe
juga mempengaruhi tumor necrosis factor (TNF) sebagai pemicu RA (Therkleson,
2010).
d) Pemeriksaan ulang
Pemeriksaan ulang berfungsi untuk mengontrol proses penyakit dan melihat
perkembangan pengobatan yang telah dilakukan pasien.

4. Nutrisi dan Program Diet

Pada pasien RA biasanya dianjurkan untuk melakukan pola diet mediteranian yang dapat
memperbaiki inflamasi pada RA. Mediteranian adalah pola makan yang rendah kalori dan
lemak serta kaya akan sayur, buah dan gandum, terutama mengandung ikan, sayur dan
minyak olive dibandingkan unsur makanan yang lain, serta menghindari peningkatan berat
badan. Penurunan berat badan sering kali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan
peradangan. Pasien RA juga harus menghindari adanya konstipasi.

Makanan yang dianjurkan :


a) Konsumsi makanan yang kaya zat besi, seperti : daging merah, telur, sayuran hijau,
kacang buncis.
b) Konsumsi makanan yang kaya kalsium, seperti : susu, keju, yoghourt, sayuran hijau,
almond, ikan sarden, ikan teri.
c) Konsumsi makanan yang kaya omega, seperti : ikan sarden, ikan salmon dan ikan
tuna.
d) Konsumsi buah, seperti : nenas, jeruk, apel, mangga, pepaya, anggur.
e) Mamakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
f) Lebih baik memakan tahu untuk pengganti daging.
g) Konsumsi suplemen mineral dan multi vitamin khususnya vitamin C dan E.
h) Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun sendi.

Makanan yang dihindari karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat di persendian :

a) Makanan yang mengandung purin seperti : bir, minuman beralkohol, ragi, asparagus.
b) Organ dalam hewan seperti : usus, hati, limpa, paru, otak, jantung, jeroan.
c) Beberapa sayur-sayuran seperti : kembang kol, bayam, daun singkong.
d) Beberapa buah-buahan seperti : alpokat, durian, air kelapa muda dan produk olahan
melinjo.
e) Produk kacang-kacangan seperti : susu kacang, kacang buncis.
f) Makanan kaleng seperti : sarden, kornet sapi.
g) Beberapa olahan daging dan jamur.
h) Makanan yang dimasak menggunakan santan kelapa.

5. Pembedahan dan operasi


Pilihan terakhir yaitu tindakan pembedahan. Operasi perlu dipertimbangkan untuk pasien
RA dengan kerusakan sendi akut dan kronis dengan nyeri yang menetap dan terjadinya
kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidaklurusan atau ketidaksesuaian serta debridement sendi untuk menghilangkan
fragmen tulang rawan sendi dan pembersih osteofit.
Selain topik edukasi sesuai program diatas, juga diperlukan topik edukasi lainnya, yaitu :

1. Pengetahuan dasar mengenai penyakitnya


Pengetahuan tersebut meliputi jenis penyakit, penyebab, tanda dan gejala, proses,
pencegahan, penatalaksanaan dan pengobatan penyakit.
2. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan untuk pasien RA karena sifatnya yang menahun dan
ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, tetapi dipihak lain pasien ingin orang lain memikirkan penyakitnya.
Pasien RA sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor
psikologis.
3. Persoalan seksualitas
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien RA terutama pada tulang belakang, paha
dan lutut. Sering kali diskusi ini harus dimulai dari tenaga medis terlebih dahulu sebab
biasanya pasien tidak mau untuk mengutarakannya.

Kasus 3 :

Spondilitis

Seorang Wanita berusia 29 tahun, dirawat di ruang rawat trauma RSUP Dr. M.Djamil Padang .
Pasien mengeluh mengalami kelemahan keempat anggota gerak 10 hari sebelum masuk RS,
lemah terjadi secara perlahan – lahan. Semakin lama keempat anggota gerak dirasakan semakin
bertambah. Awalnya pasien merasa nyeri pada leher sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit
yang semakin lama semakin memberat. Nyeri disertai keterbatasan gerak pada leher sehingga
pasien sukar menoleh ke kanan atau ke kiri dan menundukkan kepala.Nyeri memberat dengan
aktivitas dan berkurang jika pasien beristirahat, Riwayat demam (-). Riwayat batuk –batuk lama
(-), riwayat batuk darah (-), riwayat keringat malam (-), riwayat penurunan berat badan (+)
dialami pasien sejak ± 2 bulan terakhir. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
TBC pada keluarga (-).

Pertanyaan :
1. Kelompokkan data riwayat kesehatan pasien berdasarkan kasus diatas

2. Jelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
spondilitis

3. Lengkapi Analisa data dan tuliskan kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus diatas

Jawab:

1. Data riwayat kesehatan pasien berdasarkan kasus


a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh mengalami kelemahan keempat anggota gerak 10 hari sebelum
masuk RS lemah terjadi secara perlahan-lahan, semakin lama keempat anggota gerak
dirasakan semakin bertambah
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat demam (-). Riwayat batuk-batuk lama (-), riwayat batuk darah (-), riwayat
keringat malam (-), riwayat penurunan berat badan (+) dialami pasien sejak ± 2 bulan
terakhir. BAK dan BAB tidak ada keluhan
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Awalnya pasien merasa nyeri pada leher sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit
yang semakin lama semakin memberat. Nyeri disertai keterbatasan gerak pada leher
sehingga pasien sukar menoleh kekanan atau kekiri dan menundukkan kepala. Nyeri
memberat dengan aktivitas dan berkurang jika pasien beristirahat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit TBC pada keluarga (-)
2. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
spondylitis

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada spondilitis ankilosis biasanya berfokus pada pemeriksaan bagian
tulang yang dikeluhan klien.
a. Inspeksi
 Klien dengan Spondilitis ankilosis biasanya akan kelihatan lemah dan pucat. Pada
tahap lanjut biasanya terdapat kelemahan pada anggota gerak klien.
 Lihat bentuk/postur tubuh klien :
Biasanya selama perjalanan penyakit, sikap/postur tubuh yang normal klien akan
hilang. Lordosis lumbal yang menghilang biasanya menjadi tanda awal dari penyakit
ini. Apabila vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta
akan menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan
hal ini dapat dibuktikan dengan cara penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi
pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.

b. Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada
area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

Pada klien dengan spondilitis ankilosis juga dilakukan pemeriksaan keterbatasan


gerak. Pada klien biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra
lumbal, yang dapat dilihat dengan cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke
samping dan ekstensi. Tes Schober dapat dilakukan untuk mendeteksi keterbatasan gerak
fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus
spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke
dua. Kemudian penderita diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh
dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila
jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas
tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di
samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan
menimbulkan rasa sakit.
Selain itu, penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering
dijumpai pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini. Biasanya nilai pedoman yang
dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm disertai dengan nyeri pinggang yang
dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing
spondylitis. Pengukuran ekspansi rongga dada ini diukur dari inspirasi maksimal sesudah
melakukan ekspirasi maksimal. Dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak antara
inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal yang diukur pada sela iga ke-4. Normalnya
selisih antara inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal rongga dada ini yaitu 6-10cm.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan untuk mendiagnosis klien dengan
spondilitis ankilosis yaitu:

a. Rontgen
Pemeriksaan rongtgen akan menunjukkan adanya perubahan pada sendi dan tulang. Pada
tahap awal penyakit hasil rontgen ini tidak menunjukkan adanya perubahan pada tulang dan
sendi. Namun tanda-tanda ini biasanya akan muncul setelah beberapa tahun kemudian.

b. MRI
Hasil MRI dapat memperlihatkan pembengkakan dan peradangan jaringan lunak maupun
tulang. Karena itu pemeriksaan ini lebih detail dari pada rontgen khususnya pada tahap awal
penyakit.

c. Tes Darah
 Tingkat Sedimentasi Erythrocyte (ESR) atau Serum-C reaktif protein (CRP): untuk
memeriksa adanya tanda-tanda peradangan dan jika hasilnya mencapai akhir yang lebih
tinggi, maka terbukti adanya peradangan.
 Uji Hitung Darah Lengkap (CBT): ankylosing spondylitis dapat menyebabkan anemia.
CBT dapat membantu untuk menentukan apakah seseorang mengalami anemia.
 Antigen HLA-B27: adanya antigen HLA-B27 menunjukkan kemungkinan kasus
ankylosing spondylitis. Namun, orang dengan HLA-27-positif tidak selalu mempunyai
ankylosing spondylitis. Tes lainnya diperlukan untuk menegakkan diagnosis ini.
 Biasanya reumatoid faktor negatif.
 Laju endap darah (LED) biasanya meningkatkan pada awal dan selama stadium aktif
penyakit.

3. Analisa data dan tuliskan kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus diatas
ANALISA DATA:

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

Ds : Kekakuan leher Nyeri Kronis

- Pasien merasa
nyeri pada leher
sejak 6 bulan
sebelum masuk
rumah sakit
Do :

- Nyeri pasien
menyebabkan
kesukaran
bergerak seperti
menundukkan
kepala dan
menoleh ke kiri-
kanan.
- Nyeri memberat
dengan aktivitas
dan berkurang
jika pasien
beristirahat
2 Ds : Spasme otot Hambatan mobilitas fisik

- Pasien mengeluh
mengalami
kelemahan
keempat anggota
gerak 10 hari
sebelum masuk
RS, lemah terjadi
secara perlahan –
lahan. Semakin
lama keempat
anggota gerak
dirasakan
semakin
bertambah.

Do:

-
3 riwayat Gangguan menelan Ketidakseimbangan nutrisi
penurunan berat kurang darikebutuhan
badan (+) dialami tubuh
pasien sejak ± 2
bulan terakhir

Rumusan Diagnosa Keperawatan :

1. Nyeri kronis b.d kekakuan pada leher


2. Hambatan Mobilitas Fisik b.d spasme otot

3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan menelan

Anda mungkin juga menyukai