Anda di halaman 1dari 7

Abstrak

Ibu menyusui merupakan perilaku budaya dimana tidak terlepas dari


pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang
bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Banyak penelitian yang telah dilakukan
menyatakan budaya sebagai faktor penghambat dalam pemberian ASI eksklusif. Dilain
pihak, budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu
penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu
menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusifTujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif.
Penelitian ini menggunakan teori “Sunrise Model’s” dari Leininger untuk melihat
aspek budaya dalam pemberian ASI. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Informan pada penelitian ini
sebanyak 10 orang dengan rincian 3 orang sebagai informan utama 7 orang sebagai
informan pendukung. Informan adalah ibu menyusui yang telah berhasil dalam
memberikan ASI eksklusif.

Latar belakang

ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi (Depkes, 2005). ASI
mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam
segala suasana yang diperlukan (Solihin, 2000). Kandungan dalam ASI terdapat zat
pembangun (protein, mineral), zat pengatur (vitamin, mineral,protein, air) dan zat
tenaga (hidrat arang, lemak ASI dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai
penyakit. Bayi yang diberi ASI lebih sedikit kemungkinannya untuk mengidap
penyakit-penyakit seperti radang paru-paru, diare, infeksi telinga dan beberapa
infeksi lainnya yang disebabkan oleh kuman. Apabila bayi sakit akan lebih cepat
sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan otak

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati dan Besral (2008) menyebutkan
durasi pemberian ASI sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup. Pemberian ASI
dengan durasi empat sampai lima bulan dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi
2,6 kali lebih baik daripada durasi kurang dari empat bulan, pemberian ASI dengan
durasi enam bulan atau lebih dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi 33,3 kali
lebih baik dari pada durasi kurang dari empat bulan. Menyikapi pentingnya
pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi
berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan,
kecuali atas indikasi medis.

PEMBAHASAN

ASI

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi
karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003). Sedangkan,
menurut Soetjiningsih (1997) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan
protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelanjar
payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan pilihan
utama untuk bayi, menyusui memberi banyak keuntungan baik dalam hal nutrisi,
imunologi dan psikologis (Bobak, 2005).

2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif

Menurut Roesli (2004) ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim.

Menurut WHO (2006) pengertian pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya
diberikan ASI saja, baik secara langsung ataupun tak langsung (diperah). Secara
keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai berikut: yaitu hanya ASI
saja sampai umur enam bulan dimana menyusui

dimulai tiga puluh menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan

3. Alasan Pemberian ASI Eksklusif sampai Enam Bulan ASI sangat cocok diberikan pada
bayi karena (Linkages, 2002):

(a) ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang
sampai umur enam bulan. Bayi yang mendapat makanan lain, misalnya makanan
lumat atau pisang hanya akan mendapat banyak karbohidrat, sehingga zat gizi yang
masuk tidak seimbang dan anak lebih mudah menderita kegemukan dengan segala
akibatnya. (b) Bayi dibawah usia enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan
yang sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI
mengandung beberapaenzim yang memudahkan pemecahan makanan. (c) Ginjal bayi
yang masih

4. Manfaat ASI

ASI merupakan makanan ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan
dengan kebutuhan bayi (Depkes, 2002). ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus
yang diperlukan untuk pertumbuhan otak manusia Nutrien ini sedikit atau tidak
didapati sama sekali pada susu sapi, suatu bentuk zat putih telur (protein) yang hanya
terdapat pada ASI Asam lemak ikatan panjang merupakan asam lemak utama ASI
(70%) panjang ini penting untuk pertumbuhan otak dan jaringan saraf. Laktosa
merupakan zat hidrat arang utama ASI untuk perkembangan saraf pusat

5. Definisi Kebudayaan

mendefinisikan kebudayaan itu keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan


manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan
yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kata culture (bahasa Inggris)
dari kata colore (Yunani), berarti mengubah, mengerjakan, terutama dalam hal
mengolah tanah atau bertani, berkembang menjadi culture yang berarti segala daya
dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.Taylor (1987) dalam
Widyosiswoyo, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Sedangkan menurut Selo

Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,


rasa, dan cipta masyarakatPengkajian klien sesuai dengan latar belakang budaya yang
dirancang berdasarkan tujuh dimensi sosial budaya yang ada pada “Sunrise Model
Theory” yaitu:

a. Faktor teknologi (technological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat


penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Keterpaparan
ibu terhadap media massa baik media cetak maupun media elektronik mempunyai
pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI. Dengan kebiasaan membaca surat kabar
atau majalah serta kebiasaan mendengar siaran radio dan mengikuti acara televisi
kemungikanan besar ibu memiliki pengetahuan yang benar tentang tata cara
pemberian ASI yang benar (Kasnodiharjo, 1998)

Promosi dalam bentuk iklan berfungsi dalam merangsang perhatian, persepsi,


sikap dan perilaku sehingga dapat menarik konsumen untuk menggunakan suatu
produk. Pada saat media massa berkembang seperti sekarang ini, promosi melalui
media massa merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi perilaku konsumen
berbelanja susu formula bayi oleh ibu rumah tangga (65%)

b. Faktor religi dan falsafah hidup (religious dan philosophical factors)


Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangrealistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Emosi keagamaan mendorong orang untuk berlaku serba religi. Kelakuan keagamaan
yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut dengan upacara
keagamaan atau religious ceremony atau rites . Faktor religi yang dikaji meliputi:
agama yang dianut, apakah ada ritual agama klien yang berkaitan dengan pemberian
ASI eksklusif.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Menurut Friedman (1998) dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga


mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai
keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga.
Perbedaan dan kekhususan adanya peran yang beragam dalam keluarga
menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam
keterikatan keluarga. Faktor yang dikaji meliputi: tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, dukungan apa saja yang diberikan keluarga dalam hal
pemberian ASI eksklusif. Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada
prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologi yang
diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI (Roesli, 2004). Seorang ibu
yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tetang ASI dari
keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya.
Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses
laktasi (Lubis, 2002).

Peningkatan peran suami berupa perhatian kepada istri sangat dibutuhkan suatu proses
dalam produksi ASI yaitu reflek oksitosin. Pikiran ibu yang positif akan merangsang
kontraksi otot sekeliling kelenjar alveoli hingga mengalirkan ASI ke duktus laktiferus
kemudian diisap oleh bayi (Roesli, 2004). Depkes (1999) juga menyebutkan suami,
kelurga dan masyarakat memberi dukungan psikososial bagi ibu yang menyusui.
Penelitian Asmijati (2000) di Tangerang mendapatkan ada hubungan antara dukungan
keluarga/masyarakat dengan pemberian ASI eksklusif

d. Nilai-nilai budaya dan cara hidup (cultural values and lifeways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut yang terkait. Hal yang dikaji
meliputi: apakah klien punya pantangan makanan/minuman yang berkaitan dengan
menyusui, bagaimana persepsi budaya yang sudah diwariskan turun-temurun
mengenai menyusui.

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan litas budaya (Andrew and Boyle, 1995).
Di Indonesia pemberian ASI eksklusif disesuaikan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 36 tentang kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak
mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali
atas indikasi medis.

f. Faktor ekonomi (economical factors)

Pemanfaatan sumber-sumber material yang dimiliki dalam perilaku kesehatan atau


perawatan. Hal yang dapat dikaji meliputi: penghasilan keluarga, bagaimana keluarga
memanfaatkan sumber-sumber material dalam perilaku menyusui.

g. Faktor pendidikan (educational factors)


Latar pendidikan individu menjadi pengalaman dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu maka keyakinan individu
tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang dapat dikaji meliputi: tingkat pendidikan ibu serta
kemampuannya untuk belajar aktifmandiri tentang perilaku menyusui.Menurut hasil
penelitian Soeparmanto (2006) ibu-ibu yang tamat SD mempunyai kemungkinan
menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak tamat SD. Ibu-ibu
yang tidak tamat SLTP atau SLTA mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif
4 kali dibandingkan ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA.

Dalam beberapa budaya, menyusui adalah praktek tradisional. Banyak sekali pandangan
mengenai praktek menyusui khususnya dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor sosial
budaya dapat mempengaruhi perilaku menyusui. Faktor sosial budaya memberikan
pandangan terhadap perilaku menyusui dimana akan mempengaruhi perilaku dan
perawatan individu terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan ini akan mempengaruhi
kesejahteraan individu, kelompok, masyarakat dan institusi dalam sistem kesehatan .

Anda mungkin juga menyukai