Anda di halaman 1dari 7

1.

Abortus
A. Definisi
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal
dapat berubah menjadi patologi. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan
menjadi masalah. Beberapa wanita pada awal kehamilanya berjalan normal tetapi
cenderung berkembang menjadi komplikasi yang berisiko dan atau telah memiliki
risiko sejak awal kehamilan (Yeyeh, 2010: 3). Salah satu komplikasi terbanyak pada
kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia
kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus
(Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak
yang tidak dilaporkan. Terkadang seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa
mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya
dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang), kecuali bila sudah
terjadi komplikasi (Sastrawinata, 2005: 2). Abortus spontan 60-80% terjadi pada
trimester pertama, yakni disebabkan karena kelainan kromosom 50%, gangguan
fungsi endokrin 23%, kelainan rahim 15% dan gangguan pada perkembangan embrio
12%.

Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar


rahim yaitu usia kurang dari 20 minggu usia kehamilan dengan berat janin kurang
dari 500 gram (Bennett & Brown, 1997; Enkin, 2000; Wiknjosastro, 2002). Menurut
kamus umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan
sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik
itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan) (Badudu & Zain, 1996).

Angka abortus sulit ditetapkan, sekitar 15 – 20 % kehamilan yang diketahui


secara klinis berakhir menjadi abortus spontan, dan 80 % terjadi pada trimester
pertama dan satu dari tujuh wanita mengalami abortus sekitar minggu ke-14 usia
gestasi (Bennett & Brown, 1997). Seorang wanita yang mengalami abortus akan
memperlihatkan emosi yang sama seperti wanita yang hamil dan melahirkan,
termasuk juga respon depresi postpartum. Respon wanita yang mengalami aborsi
bervariasi tergantung apakah kehamilannya diinginkan dan direncanakan atau
kehamilan akibat perkosaan. Sikap wanita yang mengalami abortus akan sangat
dipengaruhi pada dukungan yang ditunjukkan oleh teman, keluarga, serta tenaga
kesehatan (Bobak, 2005).

B. Jenis Abortus
Berdasarkan kejadiannya abortus dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1) Abortus spontan terjadi secara alamiah tanpa interfensi luar (buatan) untuk
mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran kliniknya abortus dapat
dibagi menjadi (Prawirohardjo 2010):
a) Abortus completus (keguguran lengkap) adalah pengeluaran semua hasil
konsepsi dengan umur kehamilan > 20 minggu
b) Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20
minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi
atau terjadi pengeluaran sebagian atau seluruhnya.
c) Abortus incomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak semua hasil
konsepsi pada umur >20 minggu kehamilan lengkap.
d) Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada umur < 20 minggu
kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks dan
tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Hasil kehamilan yang belum viabel berada
dalam bahaya tetapi kehamilannya terus berlanjut.

e) Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian embrio atau janin


berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan dalam
rahim selama ≥ 8 minggu.
f) Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil kehamilan secara
spontan yang belum viable secara berturutturut.
g) Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi genetalia interna
sedangkan abortus sepsis adalah abortus terinfeksi dengan penyebaran bakteri
melalui sirkulasi ibu.

2) Abortus Provocatus
Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang disengaja dilakkukan
untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500
gram, abortus ini dibagi lagi menjadi sebagai berikut (Manuaba, 2010):
a) Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu
hamil jika diteruskan kehamilannya akan lebih membahayakan jiwa sehingga
terpaksa dilakukan abortus buatan. Tindakan itu harus disetujui oleh paling sedikit
tiga orang dokter.

b) Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak
diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian
besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga menimbulkan
komplikasi.

c. Etiologi Abortus Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara


pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut (Nanny, 2011)

C. Etiologi

Faktor penyebab terjadinya abortus dibagi menjadi beberapa faktor yaitu :

1) Faktor janin

Kelainan pertumbuhan pada janin sebagai hasil konsepsi merupakan


kelainan yang paling umum sebagian penyebab pada abortus pada trimester
pertama. Hal ini disebabkan karena kelainan kromosom seperti trisomi
autosom, triploidi, tetraploidi, atau monosomi 45X. Kelainan kromosom ini
merupakan penyebab lebih dari 90 % keguguran pada kehamilan kurang dari
8.Penyebab abortus karena kelainan kromosom pada umumnya tidak diketahui,
tetapi mungkin disebabkan oleh (1) kelainan genetik seperti mutasi tunggal, (2)
berbagai penyakit dan (3) mungkin beberapa faktor ayah (Cuningham, et al.,
2005).
2) Faktor ibu
a) Usia ibu
Wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami abortus sebesar
10 – 25%, semakin meningkatnya usia akan meningkatkan resiko abortus.
Resiko abortus sebesar 15 % pada usia di bawah 35 tahun, 20 – 35% pada
usia 35 – 45 tahun, dan,resiko lebih dari 50 % pada pada usia lebih dari 45
tah (Anonym, 2007).
Usia ayah juga beresiko terhadap kejadian abortus, Insiden abortus
meningkat 12 – 20 % pada ayah yang berusia lebih dari 40 tahun. Usia
ayah yang tua bisa menyebabkan translokasi kromosom pada sperma
dimana hal tersebut dapat menyebabkan abortus (Cuningham, et al.,
2005).

b) Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu,
hal ini mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus
akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan tidak
adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula berpengaruh pada
janin.

c) Infeksi
Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan
janin dan ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila kehamilan
dapat berlanjut maka dapat menyebabkan kelahiran prematur,

d) Anemia
Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu
dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang
pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak
langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya
kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi.

e) Faktor aloimun
Kematian janin berulang pada sejumlah wanita didiagnosis sebagai
akibat faktor-faktor aloimun. Diagnosis faktor aloimun berpusat pada
beberapa pemeriksaan yaitu perbandingan HLA ibu dan ayah,
pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi sitotoksik
terhadap leukosit ayah dan pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi
faktor-faktor penyekat pada reaksi pencampuran limfosit ibu-ayah.

f) Faktor hormonal
Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat
menyebabkan abortus adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus
pada saat hamil dikenal dengan diabetes meliitus gestasional (DMG).
DMG didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama
kali ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa plasma
puasa ≥ 126 mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥ 200 mg/dl
atau toleransi glukosa terganggu.

D. Patofisiologi
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan
nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini
memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Sebelum minggu ke-10, ovum
biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan karena sebelum minggu ke-
10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua, hingga ovum
mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat, hingga mulai saat
tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus.
Mola karneosa atau darah adalah suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul
bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan vili korionik yang telah
berdegenarsi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi cairan tampak
menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang tebal.
Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin
yang tertahan dapat mengalami maserasi. Cairan amnion mungkin terserap saat janin
tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.

E. Penatalaksanaan medis
Pada abortus imminens bila kehamilan dirasa masih bisa dipertahankan maka
cukup dilakukan istirahat rebah (bed rest) dan diberikan obat-obatan untuk menurangi
kerentanan otot-otot rahim. Untuk abortus selain abortus imminens sebaiknya segera
dilakukan kuretase agar tidak terjadi komplikasi yang akan memperparah keadaan
ibu.

F. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,perforasi, infeksi,
syok, dan gagal ginjal akut.
1) Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiper retrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau perlu histerektomi.
3) Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis,
dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syokhemoragik) dan
infeksi berat (syok endoseptik).

5) Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus
biasanya berasal dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu.
Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan
ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan
komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada
keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang
efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat (Cunningham,
2005).

Anda mungkin juga menyukai