Anda di halaman 1dari 46

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

MATA KULIAH
Farmakoterapi
Gangguan Syaraf dan Psikiatri

POKOK BAHASAN
NYERI

Dr. Rini Hendriani, M.Si., Apt.


UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS FARMASI

BIDANG FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK
DEFINISI
} The International Association for the Study of Pain
(IASP) mendefinisikan nyeri: merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan
jaringan.

} nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen


objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen
subjektif (aspek emosional dan psikologis)
Nyeri
} Rasa nyeri adalah :
Suatu gejala yang berfungsi memberikan tanda bahaya tentang
adanya gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi, kejang otot
dll

} Sebab-sebab rasa nyeri adalah


Rangsangan mekanis atau kimiawi yang dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat tertentu yang disebut
mediator rasa nyeri.
Zat tersebut merangsang reseptor nyeri di ujung saraf, lalu dialirkan
ke SSP ke pusat nyeri di otak besar, rangsangan yang timbul
dirasakan sebagai nyeri

} Dapat diklasifikasikan sebagai nyeri akut dan kronis


Anatomi dan Fisiologi

} Salah satu fungsi sistem saraf adalah


menyampaikan informasi tentang
ancaman kerusakan tubuh.

} Saraf yang dapat mendeteksi nyeri:


nociceptor

} Nociception termasuk menyampaikan informasi perifer dari


reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur
sentral pada otak
Mekanisme
Rasa Nyeri

Secara fungsional ada dua jenis reseptor,


} Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui
serabut A-delta bermielin. Mekanoreseptor meneruskan
rangsangan oleh stress yang berlebihan atau kerusakan
mekanis pada jaringan.
} Termoreseptor, yang meneruskan nyeri melalui serabut-
serabut C yang tidak bermielin. Termoreseptor meneruskan
rangsangan sensitif terhadap panas atau dingin yang ekstrim.
Pembentukan impuls nyeri terjadi melalui
interneuron menuju ke arah pusat dalam
traktus spinotalamikus, yang terbagi
dalam dua macam yaitu :
} Traktus paleospinotalamikus yang
mengandung terutama serabut C.
} Traktus neospinotalamikus yang
mengandung terutama serabut A-delta.
Patofisiologi
nyeri akut:
berlangsung pendek; tetapi dalam beberapa situasi, perubahan dapat
bertahan, dan sakit kronis berkembang.
Nyeri nosiseptif (akut) terjadi baik secara somatik (kulit, tulang,
sendi, otot, atau jaringan ikat) atau visceral (organ internal,
mis; usus besar).

Awalnya Stimulasi ujung saraf bebas (nosiseptor) mengarah ke


sensasi nyeri. Reseptor ini, ditemukan di kedua struktur
somatik dan visceral, diaktifkan oleh impuls mekanik, termal,
dan kimia.
Terjadi pelepasan mediator nyeri: bradikinin, prostaglandin,
histamin, interleukin, tumor necrosis factor α (TNF-α), serotonin.
Aktivasi reseptor memberi rangsangan menuju medulla spinalis.
Patofisiologi
Transmisi : berlangsung di saraf afferen
Aδ (nyeri lokal/lokasi jelas) & C (nyeri
non-lokal). Rangsangan terus berlanjut
menuju otak melalui sum-sum tulang
belakang.

Persepsi Nyeri : Otak akan mengartikan


nyeri dengan batas tertentu, sedangkan
fungsi kognitif dan tingkah laku akan
memodifikasi nyeri sehingga tidak
m e n j a s i l eb i h p a ra h . Re l a ks a s i ,
pengalihan, meditasi dan berkhayal
dapat mengurangi rasa nyeri.
Sebaliknya, perubahan biokimia saraf
yang terjadi pada keadaan depresi dan
stress dapat memperparah rasa nyeri.
Patofisiologi
Nyeri Kronis
Neuropatik (nyeri kronis) mrp hasil dari kerusakan saraf.
nyeri kanker atau non-kanker
Nyeri ini sering sulit untuk diobati karena, rasa sakit yg
dilaporkan sering tidak jelas.
Mekanisme nyeri neuropatik diakibatkan kerusakan saraf atau
kondisi penyakit tertentu dapat merubah rangsangan,
transmisi sensorik, dan struktur saraf. Hal ini menghasilkan
k e t i d a k s e s u a i a n a n t a r a s t i m u l a s i r a s a s a k i t d a n
penghambatannya.
Manifestasi Klinis
Nyeri akut bersifat menusuk, terbakar, seperti kesetrum, kesemutan,
lokasi bervariasi.
Nyeri kronis dapat terjadi bersamaan namun tanpa adanya stimulus
berbahaya. Seiring waktu, presentasi nyeri kronis dapat berubah
(misalnya nyeri tajam mjd nyeri tumpul).
Nyeri akut dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, diaforesis/keringat
berlebihan, midriasis, dan pucat. Tanda-tanda ini jarang hadir dalam
rasa sakit kronis.
Pada nyeri akut, hasil pengobatan umumnya dapat diprediksi. Pada
nyeri kronis, kondisi komorbiditas sering hadir, dan hasil pengobatan
seringkali tak terduga.
nyeri neuropatik (kronis) sering tidak dapat dijelaskan, dan tidak mudah
diobati dengan analgesik konvensional. kemungkinan terjadi respon
berlebih thd rangsangan (hiperalgesia) atau nyeri hebat oleh
rangsangan yg tdak berbahaya (allodynia).
Identifikasi Nyeri
} Identifikasi nyeri: mencari penyebab terjadinya nyeri.
} Meliputi: anamnesa (kualitas, intensitas, lama, lokasi nyeri),
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan kalau
perlu pemeriksaan radiologi serta pemeriksaan imaging dll.
} Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan
diagnosa nyeri tidak ada
Tujuan Penatalaksanaan Nyeri
} Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
} Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi
gejala nyeri kronis yang persisten
} Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
} Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi
terhadap terapi nyeri
} Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan
kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-
hari
Terapi Nyeri
} a. fisik 
Latihan fisik, pijatan, vibrasi, tusuk jarum, perbaikan posisi,
imobilisasi, dan mengubah pola hidup. 

} b. kognitif-behavioral
Relaksasi, mendidik pasien, dan pendekatan spiritual.

} c. Invasif 
Pendekatan radioterapi, pembedahan, dan tindakan blok saraf

} d. Psikoterapi
Dilakukan secara terstruktur dan terencana, khususnya bagi mereka
yang mengalami depresi dan berpikir ke arah bunuh diri

} e. Fitoterapi

} f. Farmakoterapi
Farmakoterapi Nyeri

} strategi farmakologi mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :

} 1.Tahap pertama dengan menggunakan obat analgetik non-opiat seperti


NSAID atau COX2  spesific inhibitors.

} 2.Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka


diberikan obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.

} 3.Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat


yang lebih kuat
WHO Three
Step
Analgesic
Ladder

Pemillihan terapi
disesuaikan
dengan tingkat
keparahan nyeri
Analgesik
:Senyawa yang pada dosis teurapeutik
meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran.

“medications that relieve pain without causing


loss of consciousness”

} Analgesik Narkotik
} Analgesik Non Narkotik
Klasifikasi Analgesik

Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja, dan efek


samping, analgetik dibagi atas dua kelompok
(Mutschler, 1991; Wilmana, 1995) yaitu :

} Analgesik yang Berkhasiat Kuat (Analgesik Narkotika)


◦ memiliki efek analgetik yang kuat dan bekerja pada saraf pusat
} Analgesik Lemah sampai Sedang
◦ analgetik yang bekerja perifer, memiliki kerja farmakologi yang
mirip walaupun struktur kimianya berbeda
◦ Disamping kerja analgetik, senyawa-senyawa ini menunjukkan
kerja antipireutika
Analgesik Narkotika
} Obat ini bekerja terhadap reseptor opioid di SSP
} untuk menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat
} Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa
preparat alkaloidnya atau preparat sintetiknya.
} Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat
nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi.
} Efek samping yang tidak tergantung dosis adalah mual sampai
muntah serta pruritus.
} Pemakaian untuk waktu yang relatif lama dapat diikuti oleh
efek toleransi dan ketergantungan
} Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan
pencatatan yang detail dan ketat, serta harus ada pelaporan
yang rinci tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas
penggunaan obat-obat narkotika
Mekanisme kerja analgetik narkotika
} Bekerja pada reseptor opiat di SSP (reseptor yang memodulasi transmisi
nyeri ) bkj menurunkan persepsi nyeri dg cara menyekat nyeri pada
berbagai tingkat, terutama di otak tengah dan medulla spinalis

} Reseptor opiat :
Sub-reseptor µ (mu) : Berperan dalam Analgesia supraspinal,
Depresi respirasi, Euforia, Ketergantungan
} Sub-reseptor κ (kappa) : Berperan dalam analgesia spinal, miosis, sedasi
} Sub-reseptor σ (sigma) : disforia, halusinasi, psikomimetik
} Sub-reseptor δ (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat motorik

Pada SSP ada analgetik endogen disebut endomorfin/endorfin atau


enkefalin yaitu suatu morfin endogen bekerja menduduki reseptor nyeri
di SSP hingga memblokir rasa nyeri.

Analgetika narkotik akan menduduki reseptor yang belum ditempati


enkefalin, dan bila diberikan terus menerus justru menstimulir reseptor
dan memblokir produksi endorfin
Reseptor Opioid
} Antidotum:

Pada intoksikasi morfin dapat diberikan antagonis morfin


yaitu suatu zat yang dapat melawan efek samping
morfin
Khasiat antagonisnya berdasarkan pergeseran analgetika
narkotik dari tempatnya reseptor di SSP
Contohnya nalorfin dan nalokson
Analgesik Opioid 

pada Ibu Hamil dan Menyusui

} Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun


tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama
digunakan pada dosis terapi.
} Tetapi bila penggunaan obat ini dekat dengan waktu
melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi
pernapasan pada janin.
} Narkotik yang umum digunakan adalah kodein,
meperidin, dan oksikodon
} semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.
Analgetika Non Narkotik

} efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan


sampai sedang

} Umumnya memiliki kerja antipiretik berdasarkan


rangsangannya pada pusat pengatur panas di hipotalamus
yang mengakibatkan vasodilatasi perifer.

} Sebagian obat ini memiliki khasiat antiradang

Efek samping umum:


} - Gangguan lambung dan usus
} - Kerusakan hati dan ginjal
} - Reaksi alergi di kulit.
Sintesa PG
• Mekanisme kerja
analgetik nonnarkotik
berdasarkan
penghambatan proses
sintesis prostaglandin.
Senyawa ini menghambat
sistem siklooksigenase.
PG pada ginjal
• Penghambat siklooksigenase mencegah sintesisi PGE dan
PGI yang berperan dlm memelihara aliran darah ginjal,
terutama pd adanya vasokontriksi
PG pada Lambung
} Secara normal, prostasiklin (PGI) menghambat
sekresi asam lambung, sedangkan PGE dan PGF
merangsang sintesis mukus protektif dalam
lambung dan usus kecil.

} Bila dihambat dpt menyebabkan asam lambung


meningkat dan mukus protektif berkurang sehingga
terjadi ulkus dan/atau pendarahan
COX-I vs COX-II
COX-I
} •Bersifat konstitutif

} •Menghasilkan prostaglandin yang bertanggungjawab terhadap


keutuhan mukosa gastrointestinal dan tromboxan yang
memperantarai agregasi platelet
} •Penghambatan COX-I menyebabkan kerusakan GI

COX-II
} •Diinduksi sebagai respon stimulus oleh adanya asam arahkidonat
dan beberapa sitokin. Dihambat oleh keberadaan glukokortikoid.
} •Menghasilkan protaglandin yang bertanggungjawab pada
peristiwa inflamasi dan mediator nyeri.
} •Penghambatan COX-II dapat mencegah nyeri
Asetaminofen/Parasetamol


} Indikasi
◦ Parasetamol atau asetaminofen
adalah obat analgesik-
antipiretik yang populer
digunakan untuk meredakan
sakit kepala, dan demam.
N-asetil-para-aminofenol

◦ Aman dalam dosis standar,


tetapi karena mudah didapat,
overdosis obat baik sengaja
atau tidak sengaja sering
terjadi.
Metabolisme
Parasetamol
Hepatotoksik

Mekanisme : parasetamol
cepat diabsorpsi di GI
dimetabolisme oleh sitokrom
P450 oksidase menjadi N-
asetil-p-benzoquinoneimine
(NAPQI). Mengganggu fluks
kalsium endogen yang
kemudian terjadi kerusakan
hati akibat pembentukan ROS
(Reactive Oxygen Species),
radikal hidroksil, NO dan
aktivasi sel Kupffer utk
mensekresi sitokin
menyebabkan apoptosis dan
nekrosis
Parasetamol / asetaminofen

} Toksisitas diperparah oleh alkohol (hepatotoksik) dan


adanya senyawa inductor enzim (mis barbital fenitoin) yg
dpt menginduksi enzim sitokrom, shg jumlah
parasetamol yg bereaksi dg sitokrom tinggi
} Toksisitas dikurangi dg adanya seny inhibitor enzim
(simetidin)

} ES : hepatotoksik
} nefrotoksik → menghambat sekresi PG shg pasokan
darah ke ginjal rendah, tjd kerusakan ginjal krn hipoksia
} : Gangg lambung krn PG kurang
Acetylcysteine

} Acetylsysteine/ N-acetylcysteine (NAC), bekerja


mengurangi toksisitas parasetamol sebagai pengganti
glutation antioksidan. Glutathione bereaksi dengan
NAPQI metabolit beracun sehingga tidak merusak sel
dan dapat dengan aman diekskresikan.
} Cysteamine dan metionin juga telah digunakan untuk
mencegah hepatotoksisitas
Asetaminofen pada Ibu Hamil dan Menyusui

} Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan.

} Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung


aman apabila digunakan pada dosis terapi.

} Asetaminofen dapat digunakan pada semua triwulan


untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam.

} Dapat digunakan untuk wanita menyusui.


Aspirin/ 

asam asetilsalisilat 

(asetosal)

} Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah


sejenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa
sakit), antipiretik (penurun demam), dan anti-
inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek
antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah
dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Aspirin pada Ibu Hamil dan Menyusui
} Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat
enzim untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan
pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat ini
dapat melalui plasenta.

} Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan


peningkatan risiko gastroschisis.
Gastroschisis adalah defek mayor dalam penutupan dinding abdomen 
} Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta
terlepas dari rahim sebelum waktunya).

} The World Health Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk


konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Ibuprofen
} Ibuprofen adalah sejenis obat
yang tergolong dalam kelompok
anti-inflamasi non-steroid
(nonsteroidal anti-inflammatory
drug) dan digunakan untuk
mengurangi rasa sakit akibat
artritis.
}
asam 2-(4-isobutil-fenil)-
} Ibuprofen juga tergolong dalam propionat
kelompok analgesik dan
antipiretik
Ibuprofen pada Ibu Hamil dan Menyusui

} NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi


(penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah
janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan
setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32.

} Penggunaan obat ini selama triwulan pertama


mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang)
atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan
dengan gangguan ginjal janin.

} Obat ini dapat digunakan selama menyusui.


Kesimpulan
} Rasa nyeri adalah Suatu gejala yang berfungsi
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan
di tubuh
} Penyebab rasa nyeri perlu diobati/ diterapi

} Analgetika:
} Analgetik Narkotik
} reseptor opioid di SSP
} Analgetik Non Narkotik
} penghambatan mediator nyeri (prostaglandin)
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai