Anda di halaman 1dari 24

TEKNOLOGI KREATIF ENERGI LINGKUNGAN

PEMBUATAN BRIKET DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK LDPE,


TEMPURUNG KELAPA, DAN CANGKANG SAWIT

Dosen : Prof. Dr. R. Djoko Soetrisno, M.Sc, PhD

Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh :
RIZKY BAGUS ANJANA 18950325

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 2
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
2.1. Briket ....................................................................................................... 4
2.2. Pembuatan Briket .................................................................................... 5
2.3. Karakteristik Briket ................................................................................ 5
2.4. Analisis Kualitas Briket ........................................................................... 6
2.5. Plastik LDPE ........................................................................................... 8
2.6. Tempurung Kelapa .................................................................................. 9
2.7. Cangkang Sawit ..................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 11
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 11
3.2. Prosedur Penelitian ............................................................................... 11
3.2.1. Tahap Pengarangan ........................................................................ 11
3.2.2. Tahap Pencetakan dan Pengeringan .............................................. 11
3.3. Prosedur Analisa Proksimat ................................................................. 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 13
4.1. Kadar Air ............................................................................................... 13
4.2. Kadar Abu ............................................................................................. 14
4.3. Kadar Zat Penguap ............................................................................... 15
4.4. Nilai Kalor ............................................................................................. 17
4.5. Kadar Karbon Terikat .......................................................................... 18
4.6. Pemilihan Briket Terbaik ...................................................................... 19
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 21
4.1. Kesimpulan ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan zaman, kebutuhan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi utama penyokong berbagai aktifitas hidup manusia juga
semakin meningkat. Padahal sebagai sumber energi yang tak terbarukan,
ketersediaanya di alam semakin langka. Dalam talkshow “Indonesia menuju
Energi Hijau” yang diadakan di auditorium Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) Jakarta tanggal 3 Juli 2013, kepala BPPT menyatakan
bahwa cadangan batubara Indonesia saat ini adalah 21 milyar ton yang akan
habis dalam 59,8 tahun, gas sebanyak 104,72 TSCF (Triliun standard cubic
feed) atau sekitar 30,8 tahun, dan minyak 4,2 milyar barel atau sekitar 12,8
tahun. Hal ini dapat juga diartikan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki
masa-masa krisis energi sehingga dituntut agar mampu menemukan sumber
energi alternatif yang baru, salah satunya adalah mengkonversi energi potensial
dalam suatu material menjadi briket.

Low density poli-etilena (LDPE) adalah salah satu jenis plastik yang
banyak kita jumpai sehari-hari dalam berbagai aplikasi dan sering kali berakhir
sebagai sampah, misalnya kantong plastik dan plastik wrap. Plastik jenis ini
sangat berpotensi untuk dijadikan briket karena memiliki nilai kalor yang
sangat tinggi; yaitu 11.758 Kal/gram (Putri dalam Fiza Amelia dkk. 2010).
Namun sayangnya kadar zat terbang yang mencapai 98,53 % membuatnya
memiliki kecenderungan untuk lebih cepat habis jika dibakar sehingga
diperlukan pencampuran dengan material lainnya yang telah dikenal memiki
kualitas yang cukup baik untuk dijadikan briket untuk mengatasi hal ini,
misalnya tempurung kelapa dan cangkang sawit. Tempurung kelapa
merupakan bagian keras yang melindungi daging buah kelapa dengan
ketebalan 3 – 5 mm dan bobot 19 – 20 % dari massa kelapa itu sendiri (Child,
1974). Tempurung kelapa banyak dimanfaatkan sebagai briket dengan kualitas
yang cukup baik dan nilai kalor 5.780 kalori per gram (Siti Jamilatun, 2008),
kecuali kadar zat terbangnya yang juga cukup tinggi sehingga menyebabkan
banyak asap yang dihasilkan saat dibakar.

2
Dengan menjamurnya industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
maka cangkang kelapa sawit juga menjadi limbah biomassa yang
ketersediaannya melimpah. Nilai kalor cangkang sawit adalah 20.093 kilojoule
per kilogram (Ma et al, 2004) atau sekitar 4800 kalori dan setelah menjadi
briket akan menghasilkan nyala yang konstan karena kadar zat terbangnya
rendah.

Dengan meninjau karakteristik dari ketiga material di atas maka dirasa


perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi briket yang paling baik
sesuai dengan standar yang ada sehingga dapat digunakan sebagai sumber
energi alternatif.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang mendasari penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana pengaruh komposisi briket dari limbah plastik LDPE, tempurung


kelapa, dan cangkang kelapa sawit terhadap analisa proksimat; yaitu: kandungan
air (inherent moisture), kadar abu (ash content), kadar zat terbang (volatile
matter), kadar karbon tertambat (fixed carbon); dan nilai kalor?
2. Manakah komposisi briket dari campuran limbah plastik LDPE, tempurung
kelapa, dan cangkang kelapa sawit yang terbaik sesuai dengan standar mutu
briket.
3. Apakah briket dengan komposisi terbaik dari campuran limbah plastik LDPE,
tempurung kelapa, dan cangkang kelapa sawit sudah sesuai dengan standar mutu
briket.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Briket
Briket merupakan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
yang terbuat dari batu bara, limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah
perkotaan dengan cara mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk
hasil kompaksi yang lebih efektif, efisien dan mudah untuk digunakan
(Marlianti, 2013).

Pada prinsipnya, pembuatan briket dilakukan dengan mencampurkan


bahan baku yang telah dihaluskan dengan perekat kemudian dikempa pada
tekanan yang diinginkan dan dikeringkan hingga terbentuk padatan kompak
yang akan menyala apabila dibakar.

Briket banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak


menggantikan bahan bakar minyak dan gas. Berikut keunggulan penggunaan
briket :

- lebih ekonomis (murah),


- tidak berasa dan berbau,
- panas nyala bara tinggi,
- tidak beracun,
- ramah lingkungan
- tidak cepat menjadi abu, dan
- bahan baku untuk membuat briket mudah didapat.
Pada umumnya briket dapat dikelompokkan berdasarkanJenis
(perlakuannya), bentuk, dan bahan baku penyusunnya :

 Menurut jenisnya (perlakuannya):

a. Briket non karbonisasi


b. Briket karbonisasi (diarangkan).
 Menurut bentuknya:
Briket dibentuk sesuai dengan kebutuhan pemakai, sehingga terdapat

4
berbagai macam briket berdasarkan bentuknya, yaitu bentuk telur, bentuk
bantal, bentuk dom, bentuk elipse, bentuk kenari, bentuk biji jengkol,
bentuk sarang tawon /segi enam, bentuk kubus, bentuk bulat silindris, dan
lain sebagainya.
 Menurut bahan baku:
Ada berbagai macam briket berdasarkan bahan bakunya, contohnya
seperti berikut:

a. Briket Batu Bara


b. Biobatubara (biocoal)
c. Briket Biomassa
2.2. Pembuatan Briket
Briket merupakan salah satu pilihan pengganti bahan bakar alternatif.
Briket dapat berasal dari satu atau beberapa jenis bahan yang memiliki nilai
kalor tinggi. Sebagai perbandingan nilai kalor standar yaitu batu bara, nilai
kalor minimum batu bara yaitu 4.400 Kal/g (PERMEN ESDM No. 047 Th.
2006).

Secara garis besar ada 5 tahapan dalam proses pembuatan briket, yaitu :
1. Tahap pendahuluan (Pre-treatment)
2. Pengarangan (karbonisasi)
3. Penyeragaman ukuran partikel
4. Pencampuran (homogenisasi) dan Pencetakan dengan menggunakan atau
tanpa perekat (perekat organik atau perekat anorganik)
5. Pengeringan
2.3. Karakteristik Briket
Suatu briket dengan kualitas yang baik harus memiliki karakteristik briket
yang baik dan memenuhi standar kualitas briket yang telah ada. Berikut
merupakan karakteristik briket yang baik :

1. Nilai kalornya tinggi


2. Mudah dinyalakan
3. Menghasilkan bara api yang baik
4. Tidak berasap

5
5. Tidak menimbulkan bau yang tidak enak
6. Tidak mudah pecah (kompak)
7. Kadar abu rendah
8. Tidak cepat habis terbakar
9. Emisi gas COx, NOx, dan SOx rendah
10. Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
Untuk briket biomassa, standar kualitas briket mengacu pada standar
kualitas briket arang yang merupakan jenis briket biomassa pertama yang
dikembangkan.

2.4. Analisis Kualitas Briket


Sebagai bahan bakar alternatif yang disandingkan dengan batubara, maka
analisa kualitas briket juga merujuk pada analisa kualitas batubara.
Diantaranya adalah analisis nilai kalor dan analisis proksimat yang meliputi
kandungan air (Inherent moisture), zat terbang (Volatile matter), kadar abu
(Ash Content) dan Karbon terikat (fixed carbon).

Menurut Irlanda Palupi (2012), metoda standar dalam perdagangan


batubara pada umumnya, yaitu :

- ASTM (American Society for Testing and Materials).

- ISO (International Organizaation for Standarisation).

- BS (British Standards).

- AS (Australia Standards), dan lain sebagainya.

Metode – metode di atas juga digunakan sebagai panduan untuk


menentukan kualitas dan klasifikasi dari briket, khususnya metoda ASTM
yang paling populer.
1. Analisa Nilai Kalor
Nilai kalor menunjukkan jumlah panas yang akan didilepaskan ke
lingkungan ketika briket dibakar. Nilai kalor mempengaruhi efisiensi
pembakaran briket sehingga bahan makanan lebih cepat matang dan proses
pemasakan atau pembakaran menjadi lebih singkat. Semakin tinggi nilai
kalor, maka semakin baik kualitas briket tersebut dan semakin sedikit
jumlah briket yang dibutuhkan selama proses pemasakan. Analisa nilai

6
kalor dapat dilakukan dengan metoda ASTM-2015 dan ASTM D-5885-03
menggunakan alat Calorimeter Bomb.
2. Analisa Kandungan Air
Moisture (air) terkandung dalam batubara sebagai inhenrent moisture,
surface atau free moisture, air terikat di mineral matter dan dekomposisi
moisture. Inherent moisture merupakan kadar air yang terikat dalam pori-
pori suatu material. Surface atau free moisture merupakan air yang terdapat
bebas di permukaan material. Air yang terikat di mineral matter
merupakan air yang terikat secara kimia pada bahan-bahan mineral dalam
batubara/briket. Sedangkan decomposition moisture merupakan air yang
dihasilkan pada saat terjadi dekomposisi senyawa-senyawa dalam
batubara/briket.

Pada umumnya kadar air yang dianalisa pada suatu sampel briket adalah
kadar inherent moisture-nya (IM). Salah satu metoda analisa IM adalah
ASTM D-3173, yaitu memanaskan sampel briket dalam oven bersuhu 105
C selama 1 jam.

Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor dalam briket,
menyulitkan penyalaan karena meningkatkan jumlah energi yang
diperlukan untuk memulai pembakaran, dan menimbulkan asap.
3. Zat Terbang
Zat terbang atau volatile matter merupakan senyawa-senyawa mudah
menguap yang dihasilkan melalui pembakaran pada temperatur tertentu
dalam kondisi miskin oksigen. Volatile matter yang dihasilkan dari proses
dekomposisi senyawa-senyawa hidrokarbon pada umumnya terdiri dari gas-
gas yang mudah terbakar, seperti hidrokarbon rantai pendek metana dan
etana, serta senyawa lainnya semisal H2O, oksida-oksida karbon, hidrogen,
hidrogen sulfida, tar, oksida-oksida sulfur, nitrogen, dan hydrogen sulfida.

Kandungan zat terbang yang tinggi menyebabkan briket lebih mudah


dinyalakan dan nyala api yang terbentuk panjang dengan waktu penyalaan
yang lama namun briket akan lebih cepat habis terbakar dan mengeluarkan
asap yang banyak.

7
Pada proses analisa zat terbang menggunakan metode ASTM digunakan
Cawan Platina atau Crucible Silika untuk metode bedasarkan ISO serta
dilakukan dalam furnace pada temperature 900oC selama 7 menit. Kadar
zat terbang diperoleh setelah mengurangkan nilai yang didapat dengan nilai
analisa kadar air sampel tersebut.
4. Kadar Abu
Abu adalah bahan sisa pembakaran sampel yang berasal dari mineral matter
dan unsur pengotor (pasir, tanah) yang ikut terbakar ketika proses
pembakaran berlangsung. Mineral-mineral ini tersisa sebagai pengotor serta
berpotensi menimbulkan kerak (scale) dan menyebabkan korosi sehingga
mempengaruhi tingkat pengotoran dan korosi peralatan yang dipakai. Oleh
sebab itu, semakin rendah kadar abu suatu briket maka semakin baik
kualitas briket tersebut. salah satu metoda analisa kadar abu adalah ASTM
D-3174-04. Pada metoda ini, kadar abu diperoleh sebagai persentase sisa
pembakaran ± 1 gram sampel briket pada temperatur 815 0C hingga
diperoleh berat konstan terhadap berat awal sampel (± 1 gram).
5. Karbon Terikat
Karbon terikat atau fixed carbon merupakan unsur karbon dalam fase padat
(solid) yang tersisa dan terikat dalam bahan. Kandungan fixed carbon dalam
briket karbonisasi lebih tinggi dibandingkan briket non karbonisasi. Hal ini
dikarenakan pada proses karbonisasi, pembakaran tak sempurna senyawa-
senyawa karbon yang terdapat dalam bahan akan membentuk unsur karbon
sehingga kadar fixed carbon dalam bahan juga meningkat.
2.5. Plastik LDPE
Polietilena berdensitas rendah (low density polyethylene, LDPE) adalah
termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. Pertama kali diproduksi oleh
Imperial Chemical Industries (ICI) pada tahun 1933 menggunakan tekanan
tinggi dan polimerisasi radikal bebas. LDPE dicirikan dengan densitas antara
0.910 - 0.940 g/cm3 dan tidak reaktif pada temperatur kamar, kecuali oleh
oksidator kuat dan beberapa jenis pelarut dapat menyebabkan kerusakan.
LDPE dapat bertahan pada temperatur 90 oC dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Titik leleh plastik ini adalah 248°F atau 120°C dengan kekuatan tensile

8
1700 psi dan specific gravity- nya 0.92.
LDPE memiliki percabangan yang banyak, lebih banyak dari pada HDPE
sehingga gaya antar molekulnya rendah.
Ketahanan LDPE terhadap bahan kimia diantaranya :
- Tak ada kerusakan dari asam, basa, alkohol, dan ester.
- Kerusakan kecil dari keton, aldehida, dan minyak tumbuh-tumbuhan.
- Kerusakan menengah dari hidrokarbon alifatik dan aromatik dan oksidator.
- Kerusakan tinggi pada hidrokarbon terhalogenisasi.
LDPE memiliki aplikasi yang cukup luas, terutama sebagai wadah
pembungkus. Produk lainnya dari LDPE meliputi:
- Wadah makanan dan wadah di laboratorium
- Permukaan anti korosi
- Bagian yang membutuhkan fleksibilitas
- Kantong plastik
- Bagian elektronik
Penggunaan polietilena yang sangat luas menjadi masalah lingkungan
yang amat serius. Polietilena dikategorikan sebagai sampah yang sulit
didegradasi oleh alam, membutuhkan waktu ratusan tahun bagi alam untuk
mendegradasinya secara efisien. Pada bulan Mei tahun 2008, Daniel Burd,
remaja Kanada berusia 16 tahun, memenangkan Canada-Wide Science Fair
di Ottawa setelah menemukan Sphingomonas, tipe bakteri yang mampu
mendegradasi polietilena. Bersama bakteri Pseudomonas, bakteri itu mampu
mendegradasi lebih cepat.
2.6. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian keras yang melindungi daging
buah kelapa dengan ketebalan 3 – 5 mm dan bobot 19 – 20% dari massa kelapa
itu sendiri. Tempurung kelapa tersusun atas 26,6% selulosa, 27,7% pentosan,
29,4% lignin, 0,6% abu, 4,2% solven ekstraktif, 3,5% uronant anhidrat,
0,11% nitrogen, dan 8% air (Soekardi, 2012).

Tempurung kelapa yang memiliki kadar kalori tinggi banyak dijadikan


sebagai bahan bakar seperti arang dan briket. Arang tempurung kelapa

9
memiliki kemampuan tinggi dalam mengadsorpsi gas dan zat warna, dan
dalam bentuk karbon aktif bisa dipakai sebagai pengisi kedok (masker) gas
beracun (Yuliadi, 2012). Arang tempurung kelapa memiliki kelemahan yaitu
mudah hancur. Oleh karena itu arang tempurung perlu diolah lagi menjadi
briket arang.
2.7. Cangkang Sawit
Kelapa sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak
nabati yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih
80% pericarp dan 20% yang dilapisi dengan cangkang sawit.
Tabel 1. Karakteristik Cangkang Kelapa Sawit
Parameter Hasil (%)
Kadar Air 7,8
Kadar Abu 2,2
Kadar yang Menguap 69,5
Karbon Aktif Murni 20,5
Sumber : Nasirudin H, 2011
Tabel 2. Nilai Kalor dari Beberapa Produk Samping Kelapa Sawit (Berdasarkan
Berat Kering)
Rata – rata Calorific
Bentuk Kisaran (kJ/kg)
Value (kJ/kg)
TKKS 18795 18000 – 19920
Serat 19055 18800 – 19580
Cangkang 20093 19500 – 20750
Batang 17471 17000 – 17800
Pelapah 15719 15400 – 15680
Sumber : Nasirudin H, 2011

Cangkang kelapa sawit merupakan produk samping dari industri minyak


kelapa sawit dan pemanfaatannya belum begitu maksimal. Cangkang kelapa
sawit yang dihasilkan sebanyak 7% per ton tandan buah segar (TBS).
Cangkang kelapa sawit memiliki lignoselulosa yang berkadar karbon tinggi
dan memiliki berat jenis mencapai 1,4 g/m lebih tinggi daipada kayu. Nilai
kalor cangkang kelapa sawit mencapai 20.093 kJ/Kg. Oleh karena itu
cangkang kelapa sawit cocok untuk dijadikan bahan bakar alternatif briket
(Mulia, 2007).

10
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia (OTK)
Fakultas Teknik Univeritas Negeri Sriwijaya dan Dinas Pertambangan dan
Pengembangan Energi Prov. Sumatera Selatan mulai bulan Oktober sampai
dengan bulan November 2013.
3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Tahap Pengarangan
- Bahan baku tempurung kelapa dan cangkang kelapa sawit dijemur selama 2
hari dibawah terik matahari dan kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran.
- Tempurung kelapa dan cangkang kelapa sawit yang telah disiapkan
dimasukkan ke dalam furnace yang telah diset suhunya. Untuk Tempurung
Kelapa menggunakan suhu 500oC dan untuk Cangkang Sawit menggunakan
suhu 400 oC, 450 oC, dan 500oC masing-masing selama 1 jam.
- Arang (char) yang diperoleh dikecilkan ukurannya menggunakan Crusher dan
dihaluskan menjadi serbuk yang diinginkan dengan menggunakan ring mill.
- Serbuk arang kemudian diayak menggunakan ayakan 40 mesh.
3.2.2. Tahap Pencetakan dan Pengeringan
- Plastik LDPE digunting (dicacah) hingga ukurannya kecil.
- Masing-masing bahan baku ditimbang sesuai dengan persentase massa
(plastik LDPE:serbuk arang tempurung
kelapa:serbuk arang cangkang kelapa sawit) untuk menghasilkan sampel briket
seberat 20 gram, yaitu:
o 10:45:45 o 10:50:40
o 20:40:40 o 20:45:35
o 30:35:35 o 30:40:30
- Ketiga bahan tersebut dicampur dan dihomogenkan.

11
- Ditambahkan perekat sebanyak 5% dari berat sampel dan diaduk sampai
merata.
- Kemudian dicetak dengan menggunakan pencetak briket.
- Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 48
jam.
3.3. Prosedur Analisa Proksimat
Pengujian kualitas briket arang dilakukan sesuai dengan ASTM Standard
(ASTM, 1979), meliputi :
- Kadar Air ASTM D-3173-03
- Nilai kalor ASTM D-5865
- Kadar Abu ASTM D-3174-04
- Kadar Zat Menguap ISO 562-1998
- Kadar karbon terikat ASTM D-3172-02

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar Air


Analisa kadar air diperlukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung
dalam briket. Semakin rendah kandungan air dalam suatu briket, maka semakin
baik kualitas briket tersebut. Hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam
briket akan menggunakan sebagian kalor yang dihasilkan briket ketika terbakar
untuk berubah fase menjadi gas (menguap) sehingga nilai kalor briket menurun
serta menyulitkan penyalaan karena meningkatnya energi awal yang
dibutuhkan untuk membakar briket tersebut. Berikut hasil analisa kadar air
briket dari campuran limbah plastik LDPE, cangkang sawit, dan tempurung
kelapa :

Gambar 1. Grafik Perbandingan Komposisi Briket Terhadap Kadar Air (%)


Seperti yang terlihat pada Gambar 1 bahwa kadar air briket memiliki
kecenderungan untuk menurun seiring dengan meningkatnya temperatur
karbonisasi cangkang sawit yang digunakan. Semakin tinggi temperatur
karbonisasi maka semakin banyak air yang menguap selama proses tersebut
sehingga jumlah air yang terkandung dalam cangkang sawit semakin rendah.
Trend yang sama juga terbentuk ketika massa plastik LDPE yang
digunakan semakin banyak. Selain karena kandungan airnya sangat sedikit,
partikel-partikel plastik LDPE yang digunakan juga memiliki ukuran yang
lebih besar daripada partikel-partikel char cangkang sawit dan tempurung

13
kelapa sehingga menyebabkan porositas briket menjadi lebih besar. Dengan
porositas yang lebih besar, maka lebih banyak air yang teruapkan pada proses
pengeringan briket dan kadar air briket pun menurun.
Pada temperatur karbonisasi cangkang sawit 4500C dan 5000C,
kandungan air dalam briket juga akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya massa cangkang sawit dan berkurangnya massa tempurung
kelapa yang digunakan. Hal ini dikarenakan kandungan air yang dimiliki
cangkang sawit hasil karbonisasi pada temperatur 4500C dan 5000C lebih kecil
daripada kadar air tempurung kelapa. Sebaliknya, karena kadar air cangkang
sawit hasil karbonisasi pada temperatur 4000C lebih besar daripada kadar air
tempurung kelapa maka kadar air briket pun akan semakin besar dengan
semakin banyaknya cangkang sawit dan semakin sedikitnya tempurung
kelapa yang digunakan.
Dari hasil penelitian ini, nilai kadar air seluruh briket telah memenuhi
standar kualitas briket dari negara Jepang (6–8%), Amerika (6%) dan
Indonesia (SNI No. 1/6235/2000 = maks 8% dan PERMEN 47 Th. 2006 =
maks 15%).
4.2. Kadar Abu
Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat (kayu)
dipanaskan hingga berat konstan (Earl,1974). Kadar abu dalam suatu briket
mewakili banyaknya mineral yang tidak ikut terbakar ketika proses
pembakaran berlangsung. Mineral-mineral ini tersisa sebagai pengotor serta
berpotensi menimbulkan kerak (scale) dan menyebabkan korosi sehingga
mempengaruhi tingkat pengotoran dan korosi peralatan yang dipakai. Oleh
sebab itu, semakin rendah kadar abu suatu briket maka semakin baik kualitas
briket tersebut.

14
Gambar 2. Grafik Perbandingan Komposisi Terhadap Kadar Abu (%)
Salah satu trend yang terbentuk pada Gambar menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu karbonisasi cangkang sawit yang digunakan maka
semakin tinggi persentase kadar abu briket. Hal ini dikarenakan massa arang
(char) hasil karbonisasi yang terus menurun seiring dengan kenaikan
temperatur karbonisasi, sementara massa mineral-mineral impuritis yang
tidak terbakar dalam bahan tetap.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa nilai abu briket dengan temperatur
karbonisasi cangkang sawit 400oC membentuk trend yang semakin menurun
ketika komposisi cangkang sawit dinaikkan dan tempurung kelapa diturunkan.
Contohnya briket (X1) dengan komposisi (LDPE:CS:TK) 10:45:45, kadar
abunya adalah 1,64% lalu menurun menjadi 1,63% pada komposisi 10:50:40.
Hal ini dikarenakan kadar abu cangkang sawit hasil karbonisasi pada
temperatur 400oC (3,23%) lebih rendah daripada kadar abu tempurung kelapa
(3,66%). Sementara itu, kadar abu cangkang sawit hasil karbonisasi pada
temperatur 450oC (4,71%) dan 500oC (5,19%) lebih besar daripada kadar abu
tempurung kelapa sehingga kadar abu briket pun akan meningkat dengan
meningkatnya persentase cangkang sawit dalam komposisi briket.
Kecenderungan kadar abu briket untuk semakin menurun juga terlihat
dengan meningkatnya persentase massa plastik LDPE dalam briket. Hal ini
disebabkan kadar abu plastik LDPE yang sangat kecil, yaitu 0,11%.
Penambahan plastik LDPE inilah yang menyebabkan range kadar abu menjadi
rendah.
4.3. Kadar Zat Penguap

15
Kadar volatile matter (VM) berbeda- beda untuk setiap bahan karena
dipengaruhi oleh zat-zat mudah menguap yang terkandung dari bahan tersebut.
Semakin tinggi nilai VM maka waktu penyalaan akan semakin lama dan waktu
pembakaran semakin cepat (Sulistyanto, A, 2000).

Gambar 3. Grafik Perbandingan Komposisi Campuran Terhadap Kadar Volatile


Matter (%)

Grafik di atas menunjukkan trend semakin tinggi suhu karbonisasi, maka


kadar VM semakin rendah. Hal ini karena semakin tinggi suhu maka semakin
banyak zat yang menguap contohnya CO2, CH4, CO dan H2.
Untuk temperatur karbonisasi cangkang sawit 400oC terlihat trend
grafiknya, jika komposisi cangkang sawit dinaikkan maka kadar VM akan
meningkat. Contoh pada komposisi 30:35:35 kadar VM 46,68% sedangkan
komposisi 30:40:30 kadar VM 47,06%. Hal ini dikarenakan kadar VM bahan
baku cangkang sawit hasil karbonisasi pada temperatur 400oC (26,94%) lebih
besar daripada tempurung kelapa (22,01%). Tetapi trend grafik karbonisasi
cangkang sawit 400 oC berbeda halnya dengan grafik karbonisasi cangkang
sawit 450oC dan karbonisasi cangkang sawit 500oC karena kadar VM bahan
baku hasil karbonisasi cangkang sawit 450oC (19,12%) dan CS 500oC
(17,91%) < tempurung kelapa. Jadi ketika komposisi karbonisasi cangkang
sawit 450oC dan 500oC dinaikkan maka kadar VM menurun.
Gambar 3, grafik juga menunjukkan trend semakin banyak penambahan
plastik LDPE pada komposisi campuran maka kadar VM menjadi semakin
tinggi. Hal ini disebabkan plastik LDPE menyumbang kadar VM terbesar

16
yaitu 99,73%. Kadar VM yang tinggi pada plastik LDPE inilah yang
menyebabkan platik cepat penyalaannya dan tinggi kecepatan terbakarnya.
Penambahan plastik LDPE inilah yang menyebabkan range kadar VM
menjadi tinggi.
4.4. Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah panas atau
kalor yang terkandung dalam suatu bahan dan akan dilepaskan ketika bahan
tersebut dibakar; yang dinyatakan dalam satuan energi panas tiap satuan
massa. Nilai kalor merupakan salah satu parameter utama yang menentukan
kualitas suatu briket. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin baik kualitas

briket tersebut.

Gambar 4. Grafik Perbandingan Komposisi Terhadap Nilai Kalor

Pada gambar di atas, terlihat bahwa nilai kalor briket bervariasi


berdasarkan komposisi material penyusunnya dan temperatur karbonisasi
cangkang sawit yang digunakan. Nilai kalor tertinggi dimiliki briket hasil
karbonisasi cangkang sawit 5000 C dengan komposisi 30% massa plastik
LDPE, 40% massa cangkang sawit, dan 30% massa tempurung kelapa; yaitu
8.363 kalori/gram. Sementara nilai kalor terendah sebesar 7079,5 kalori/gram
dimiliki briket hasil karbonisasi cangkang sawit 4000 C dengan komposisi 10%
massa plastik LDPE, 50% massa cangkang sawit, dan 40% massa tempurung
kelapa.
Pada umumnya, semakin tinggi temperatur karbonisasi cangkang sawit

17
yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai kalor briket. Hal ini
dikarenakan seiring dengan meningkatnya temperatur karbonisasi maka
semakin banyak karbon yang terbentuk dari pembakaran tak sempurna
senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam cangkang sawit, khususnya
hemiselulosa, selulosa dan lignin yang merupakan senyawa utama penyusun
suatu biomassa. Semakin banyak kandungan karbon dalam briket, maka
semakin besar pula energi yang akan dilepaskan ketika briket tersebut terbakar.
Besarnya energi panas yang dilepaskan inilah yang disebut nilai kalor.
Berdasarkan komposisi material penyusunnya, semakin tinggi jumlah
limbah plastik LDPE yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai kalor
briket yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan nilai kalor limbah plastik LDPE
lebih besar daripada nilai kalor yang dimiliki cangkang sawit dan tempurung
kelapa; yaitu 11.172 kalori/gram. Begitu pula dengan nilai kalor briket dengan
temperatur karbonisasi cangkang sawit 4500C dan 5000C yang akan meningkat
seiring dengan kenaikan komposisi massa cangkang sawit dan penurunan
komposisi massa tempurung kelapa. Trend yang berbeda terbentuk pada briket
dengan temperatur karbonisasi cangkang sawit 400 C dimana semakin banyak
massa cangkang sawit dan semakin sedikit massa tempurung kelapa yang
digunakan maka semakin rendah nilai kalor briket yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan nilai kalor yang terkandung dalam char cangkang sawit hasil
karbonisasi pada temperatur 4000C lebih rendah daripada nilai kalor char
tempurung kelapa.
4.5. Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat dalam suatu bahan bakar; khususnya briket;


berkaitan erat dengan nilai kalor yang dihasilkan. Semakin besar kadar karbon
terikat maka semakin besar energi panas yang dilepaskan saat bahan bakar
tersebut dibakar sehingga semakin tinggi pula nilai kalor bahan tersebut.
Kadar karbon terikat atau fixed carbon menunjukkan banyaknya
kandungan unsur karbon yang tertambat dalam briket dan memiliki pengaruh
terhadap zat menguap dan suhu karbonisasi. Semakin tinggi kadar fixed
carbon maka semakin rendah kadar zat menguap (Sudiyani, dkk, 1999).
Sedangkan terhadap suhu karbonisasi, semakin tinggi suhu karbonisasi

18
menyebabkan menurunnya persentase kadar volatile matter dan menaikkan
persentase kadar fixed carbon (Azhar dkk, 2009). Kadar karbon terikat yang
terendah pada komposisi 30:40:30 pada suhu karbonisasi cangkang sawit
400oC sebesar 47,62% dan tertinggi pada komposisi 10:45:45 pada suhu
karbonisasi cangkang sawit 500oC sebesar 64,53%. Semua kadar karbon
terikat diatas memenuhi kriteria standar Jepang (60-80%) dan PERMEN No.
47 Th. 2006.

Gambar 5. Grafik Perbandingan Komposisi Campuran Terhadap Kadar Karbon


Terikat (%)

Grafik di atas menunjukkan trend makin tinggi suhu semakin tinggi kadar
karbon terikatnya. Hal ini karena pengaruh kadar air, abu dan volatile matter
yang mengalami penurunan nilai selama suhu dinaikkan. Gambar 5 juga
menunjukkan trend makin banyak penambahan plastik LDPE pada komposisi
campuran maka kadar karbon terikat menjadi semakin rendah. Hal ini
disebabkan plastik LDPE memiliki kadar volatile matter yang tinggi 99,73 %,
sehingga didapat kadar karbon terikatnya 0,03%.

4.6. Pemilihan Briket Terbaik


Briket terbaik dipilih berdasarkan kesesuaiannya dengan standar briket
seperti tabel berikut.

19
Tabel 3. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Standar Briket
Perme
n SNI No. Hasil
Sifat Jepan Inggri US
No.47 1/6235/20 Penelitia
Briket g s A
Th. 00 n
2006
Moistu 3,52 –
≤ 15 ≤8 6–8 3–4 6
re (%) 4,89
Ash 1,25 –
≤ 10 ≤8 5–7 8 – 10 16
(%) 3,95
Volatil
sesuai 19
e 15 – 26,78 –
bahan ≤ 15 16,4 –
Matter 30 47,06
baku 28
(%)
Fixed sesuai
60 – 47,62 –
Carbon bahan ≥ 77 75 60
80 64,97
(%) baku
400
Nilai 5000
0– 7079,5 –
Calor 4400 ≥ 5000 – 5870
650 8363
(cal/gr) 6000
0

Dari penjelasan diatas maka didapat komposisi yang memenuhi seluruh


kriteria kualitas briket Standar yaitu :
1. Untuk PERMEN No. 40 Th.2006 semua komposisi campuran briket
memenuhi standar.
2. Berdasarkan standar Jepang didapat briket yang memenuhi standar yaitu
- Perbandingan 10:45:45 pada suhu karbonisasi cangkang sawit
450oC.
- Perbandingan 10:50:40 pada suhu karbonisasi cangkang sawit 450oC
- Perbandingan 10:45:45 pada suhu karbonisasi cangkang sawit
500oC.
- Perbandingan 10:50:40 pada suhu karbonisasi cangkang sawit
500oC.
Sehingga dapat diambil komposisi briket (plastik LDPE:Cangkang
Sawit:Tempurung Kelapa) yang terbaik yaitu perbandingan komposisi
campuran 10:50:40 pada suhu karbonisasi cangkang sawit 500oC dan
tempurung kelapa 500oC dengan nilai kalor 7.508 kalori/gram, kadar air 4,30
%, kadar abu 3,95%, volatil matter 26,78 %, dan Fixed carbon 64,97 %

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1) Semakin banyak limbah plastik LDPE yang digunakan maka semakin
tinggi nilai kalor, kadar volatile matter dan fixed carbon-nya, sedangkan
kadar abu dan kadar air akan semakin rendah.

2) Semakin banyak char cangkang sawit hasil karbonisasi pada temperatur


4500C dan 5000C serta semakin sedikit char cangkang sawit hasil
karbonisasi pada temperatur 4000C yang digunakan maka semakin tinggi
nilai kalor, kadar abu dan fixed carbon-nya, sedangkan kadar volatile
matter dan kadar air akan semakin rendah.
3) Briket terbaik diperoleh pada komposisi 10% massa limbah plastik LDPE,
50% massa Cangkang Sawit temperatur karbonisasi 5000C, dan 40% massa
Tempurung Kelapa
4) Briket terbaik yang dihasilkan telah memenuhi standar briket PERMEN
No. 47 Th. 2006 dan standar Jepang dengan nilai kalor 7.508 kalori/gram,
kadar air 4,30%, kadar abu 3,95%, kadar volatil matter 26,78%, dan kadar
fixed carbon 64,97%.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, C. F., Boedisantoso, R., dan Warmadewanthi, I. Eco-briquette dari Komposit


Bonggol Pisang, Lumpur IPAL PT. SIER dan Plastik Jenis LDPE. Laporan Penelitian
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Anggraini, R S. Eko-briket dari komposit sampah plastik high density polyethylene (HDPE)
dan arang sampah kebun. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. Surabaya.

Anual Books of ASTM Standards volume 05.06, 2003, Gaseous Fuel; Cool and Coke, PA USA.

Azhar dan Heri, R. Bahan Bakar Padat dari Biomassa Bambu dengan Proses Torefaksi dan
Densifikasi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung. Lampung.

BPPT.2013.http://www.bppt.go.id/index.php/te knologi-informasi-energi-dan-
material/1724-energi-hijau-untuk- ketahanan-energi-indonesia.Diunduh tanggal 24
Juli 2019 pukul 22.00 WIB.

Dynalab.http://www.dynalabcorp.com/technical _info_ld_polyethylene.asp.Diunduh pada


tanggal 24 Juli 2019 pukul 22.00 WIB.

Febriansyah,H,.2011.http://www.kamase.org/?p =2163. Diunduh pada tanggal 24 Agustus


2019 pukul 22.00 WIB.
Hartoyo dan Tjutju, N. S. 1976. Rendemen dan Sifat Arang Beberapa Jenis Kayu Indonesia.
Laporan No. 62 Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor. Bogor.

IPB.2014.http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearnin g/media/Energi%20dan%20Listrik%20P
ertanian/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20III%20BIOMASSA/pendahuluan.htm
diunduh pada tanggal 22 Juli 2019.

Jamilatun, S. 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket


Batubara dan Arang Kayu. Program studi Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan.
Yogyakarta.

Kusuma, W. 2012. Kajian Eksperimental Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Limbah


Ampas Kopi Instan dan Kulit Kopi (Studi Kasus di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia). Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Fisika STI-ITS Surabaya. Surabaya.

Marlianti,P.S.2013.http://putrisagitamarlianti.bl ogspot.com/2013_02_01_archive.html.
Diunduh pada tanggal 22 Juli 2019.

Mulia, A. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Briket
Arang. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nadarlis. 2012. Dampak Polimer Sintetik Bagi Kehidupan Manusia Dan


Lingkungannya. Makalah Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana
Universitas Riau, Pekanbaru.

Nashiruddin, H,. 2011. http://nashiruddin-


hasan.blog.ugm.ac.id/2011/11/25/menge nal-plastik-polietilena/. Diunduh pada
tanggal 22 Juli 2019 pukul 22.30 WIB.

22
Onu, F., sudarja., dan Rahman, M.,N R. 2010. Pengukuran Nilai Kalor Bahan Bakar Briket
Arang Kombinasi Cangkang Pala (Myristica Fragan Houtt) dan Limbah Sawit (Elaeis
Guenensis). Laporan Penelitian Semianr Nasional Teknik Mesin UMY. Yogyakarta.

Palupi,I.2012.file:///D:/buku%20tekkim/Semeste r%20IX/Penelitian/bahan
bahan/analisa%20batubara.htm. Diunduh pada tanggal 22 Agustus 2019.

Paragonesia.2012.http://indrianatatang.blogspot .com. Diunduh pada tanggal 22 Juli


2019.
PDmenaraplastik.http://www.distributorplastik.c om/vmchk/plastik-ldpe/view-all-
products.html. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2019.

PERMEN ESDM (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral). 2006. Pedoman
Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis
Batubara (Ketetapan No 047). PERMEN ESDM. Jakarta

Pranata,J.2007.Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk


Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami. Laporan Penelitian
Direktur Eksekutif JINGKI Institute. Alumnus Universitas Malikussaleh.
Lhokseumawe

Purwanto, D. 2011. Arang dari Limbah Tempurung Kelapa Sawit. Penelitian pada Balai
Riset dan Standarisasi Industri. Banjarbaru.

Soekardi, Y. 2012. Pemanfaatan & Pengolahan Kelapa Menjadi Bebagai Bahan Makanan
dan Obat Berbagai Penyakit. Yrama Widya. Bandung.

Sudradjat, R., Setiawan, D., dan Roliado, H. Teknik Pembuatan dan Sifat Briket Arang dari
Tempurung dan Kayu Tanaman Pagar (Jatropha Curcas L.).

Susilo,D.2010.http://danangslax.blogspot.com/2 010/08/macam-macam-briket.html.
Diunduh pada tanggal 22 Juli 2019.
Wanabina Oil and Commodities.2011. http://wanabinacommodities.blogspot.co
m/2011/08/manfaat-dan-kegunaan- cangkang-sawit.html. Diunduh pada tanggal 22
Juli 2019.

23

Anda mungkin juga menyukai