Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Ketidakberdayaan

2.1.1. Data
Nn. M usia 25 tahun . Mengalami kecelakaan sepeda motor setelah itu Nn M
mengalami kecelakaan yang berakibat terjadinya cidera pada lutut setelah berobat di
pengobatan tradisional .cidera tersebut tidak kunjung usai dan setelah diperiksanan
Nn M terdiagnosa Osteosarcoma
yang awalnya Nn M sudah berobat kemana mana dan sudah sering menjalani
kemoterapi tetapi kakinya akhirnya harus diamputasi karena tidak kinjung sembuh
Yang awalmya Nn M tidak menyendiri dikarenakan Nn M merasa tidak berdaya
dan merasa membebani keluarganya. Akhirnya Nn M menjadi pendiam, dan selalu
menyendiri dan merasa tidak berguna

2.1.2. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah presepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA,2014).
Menurut Townsend (2009), ketidakberdayaan di mana individu dengan kondisi
depresi, apatis dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal
maupun non verbal. Kondisi depresi merupakan salah satu masalah yang berakibat
pada konsisi psikososial dengan ketidakberdayaan. Kondisi ketidakberdayaan pada
individu terjadi bila individu tidak dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga
individu percaya hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut.
Dianalisa dari proses terjadinya, ketidakberdayaan bersal dari ketidakmampuan
individu dalam mengatasi masalah sehingga menimbulkan stres yang diawali dengan
perubahan respon otak dalam menafsirkan perubahan yang terjadi. Stres akan
menyebabkan korteks serebri mengirimkan sinyal menuju hipotalamus, kemudian
ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala
yang akan bertanggung jawab terhadap status emosional individu terhadap akibat dari
pengaktifan sistem hipotalamus pitutary adrenal (HPA) dan menyebabkan kerusakan
pada hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga kurang
aktivitas dan malas melakukan sesuatu, hambatan emosi pada klien dengan
ketidakberdayaan, kadang berubah menjadi sedih atau murung, sehingga merasa tidak
berguna atau merasa gagal terus menerus. Dampak pada hormon glucocorticoid pada
lapisan luar adrenal sehingga berpengaruh pada metabolisme glukosa, selain
gangguan pada struktur otak, terdapat ketidakseimbangan neurotransmiter di otak.
Neurotransmiter merupakan zat kimiawi otak yang akan ditransmisikan oleh satu
neuron ke neuron lain dengan rangsang tersebut (Struart & Laraia,2005).
2.1.3. Tanda dan gejala
Data subyektif :
a) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
b) Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
d) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
e) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
Data obyektif :
a) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan.
b) Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan.
c) Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya.
d) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah.
e) Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan.
f) Apatis dan pasif.
g) Ekspresi muka murung.
h) Bicara dan gerakan lambat.
i) Tidak berlebihan.
j) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
k) Menghindari orang lain.
2.1.4. Faktor Presdisposisi dan Presipitasi
a) Biologis
1) Adanya perubahan status kesehatan yang mendadak atau kondisi fisik yang
menyebabkan ancaman terhadap integritas diri (misalnya: ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar).
2) Mengalami hospitalisasi.
3) Cidera fisik yang mengharuskan immobilisasi dan menyebabkan intoleransi
aktivitas sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (misalnya : tidak bisa
berjalan pergi ke kampus untuk bimbingan skripsi, tidak bisa mengetik dengan
maksimal karena tangan kanannya patah).
b) Psikologis
1) Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) : cidera fisik
yang menyebabkan intoleransi aktivitas.
2) Gangguan konsep diri karena menganggap dirinya terancam oleh kegagalan
dalam mencapai tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
3) Adanya ancaman terhadap konsep diri (harga diri dan perubahan peran).
4) Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang
ada.
5) Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan orang lain.
6) Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain.
7) Tipe kepribadian yang dimiliki.
8) Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan trauma
9) Motivasi: kurangnya dukungan dari orang lain.
10) Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika
mengalami kegagalan (terlalu sedih).
11) Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah
menyerah/pesimis.
12) Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain.
13) Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.
c) Sosial budaya
1) Usia: Pada usia tersebut individu memiliki tingkat produktifitas yang tinggi,
namu ketika tekanan dan fungsinya tidak terjalani maka akan memberikan
dampak yang besar pada keputusan yang diambilnya.
2) Pembatasan aktifitas oleh tim medis/keluarga akibat penyakit/trauma yang
diderita.
3) Kondisi pasien yang belum mampu menyelesaikan skripsinya.
4) Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi
lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal
dengan orang lain,(mengungkapkan respon ketidakberdayaan dengan kesulitan
dalam hubungan interpersonal yang berakar dari keterbatasan fisiknya).
5) Agama dan keyakinan: kurangnya rasa percaya atas hal positif dari hikmah
kejadian yang diberikan Tuhan.
A. Kognitif
1) Lapang pandang menjadi sempit.
2) Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
3) Waspada dengan gejala fisiologis.
4) Bingung.
5) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
6) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
7) Berfokus pada diri sendiri.
8) Kurang konsentrasi.
9) Gangguan perhatian.
10) Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi tubuh yang
mengalami gangguan.
11) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
12) Sulit mengambil keputusan.
13) Mengatakan takut kehilangan kontrol.
B. Afektif
1) Gelisah.
2) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
3) Menangis.
4) Mengalami penyesalan.
5) Merasa tidak berdaya.
6) Berfokus pada diri sendiri.
7) Merasa bingung.
8) Ragu dan tidak percaya diri.
9) Merasa khawatir.
10) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
11) Apatis.
12) Pesimis.
13) Mudah marah.
C. Fisiologis
1) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
2) Berat badan.
3) Wajah murung dan muka berkerut.
4) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
5) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
6) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
7) Simpatik:
a) Anoreksia.
b) Mulut kering.
c) Wajah pucat.
d) Nadi dan tekanan darah turun.
e) Pupil menyempit.
f) Lemah.
g) Nafas pelan sesekali nafas dalam.
8) Parasimpatik:
a) Nyeri kepala (pusing).
b) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
c) Letih.
d) Tidur berlebihan.
e) Lesu.
D. Perilaku
1) Gerakan pelan dan lemas.
2) Penurunan produktivitas.
3) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
4) Kontak mata buruk.
5) Apatis.
6) Melamun.
7) Menunduk.
8) Memalingkan wajah.
E. Sosial
1) Bicara pelan dan lirih.
2) Menarik diri dari hubungan interpersonal.
3) Kurang inisiatif.
4) Menghindari kontak sosial dengan orang lain.
5) Menunjukkan sikap apatis.
F. Sumber Koping
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah,
rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan
fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak
ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.
G. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya
sehingga dapat beradaptasi secara normal.
3) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan
kondisi kesehatan.
b. Destruktif
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami ketegangan
peran, konflik peran).
4) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum, kebersihan
diri, istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang lain).
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

2.1.5. Pohon Diagnosa

Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan

Diagnosa Data yang telah ditemukan


Kurang pengetahuan Klien tidak menemukan cara alternatif untuk
menangani masalahnya, klien mengatakan
bingung.

ketidakberdayaan Klien mengatakan sepertinya tidak mampu


menyelesaikan skripsinya karena tidak bisa pergi
bimbingan skripsi.

Koping individu tidak efektif Klien menyalahkan dirinya sendiri dan enggan
bertemu dengan orang yang akan menjenguknya
(membatasi hubungan interpersonal).

2.1.6. Tindakan Keperawatan


Klien dengan ketidakberdayaan dilakukan tindakan sesuai asuhan keperawatan sesuai
dengan standar asuhan keperawatan psikososial yang dikembangkan generalis keperawatan
jiwa terdiri dari dua strategi pelaksanaan:
1. Tindakan keperawatan untuk klien dengan ketidakberdayaan yaitu dengan latihan
berpikir positif
2. Evaluasi ketidakberdayaan, berusaha mengembangkan harapan positif dan latihan
mengontrol perasaan ketidakberdayaan.
Sesuai dengan standar asuhan keperawatan intervensi pertama pada ketidakberdayaan adalah
melakukan pendekatan untuk mengkaji masalah ketidakberdayaan. Dalam melakukan
pendekatan perawat menggunakan:
a. Lakukan pendekatan yang hangat, bersifat empati, tunjukkan respon emosional dan
menerima pasien apa adanya.
b. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri
(misalnya ; rasa marah, frustasi dan simpati).
c. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya supportif, beri
waktu klien untuk berespon.
d. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi dan klarifikasi.
e. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area situasi
kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
ketidakberdayaan.
g. Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya untuk menyimpulkan.
h. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi
atau substitusi.
i. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran positif.
j. Evaluasi ketetapan presepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien.
k. Identifikasi presepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatnya yang
tidak rasional.
l. Kurangi penilaian pasien yang negatif terhadap dirinya.
m. Bantu untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau perilakunya dan perubahannya
yang terjadi.
n. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan yang ingin dicapai.
Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan dirinya.
o. Berikan klien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.
p. Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat dan jika klien berhasil
melakukan kegiatan atau penampilan yang bagus. Motivasi untuk mempertahankan
penampilan / kegiatan tersebut.
q. Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan penjelasan
untuk pilihan ini. Bantu klien untuk mendapatkan tujuan yang realistis. Fokuskan
kegiatan pada saat ini bukan pada kegiatan masa lalu.
r. Bantu klien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya.
Dukung kekuatan-kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh klien.
s. Identifikasi cara-cara yang dapat dicapai oleh klien. Dorong untuk berpartisipasi
dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif untk partisipasi dalam
pencapaian.
t. Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan
ketidakberdayaan.
u. Dorong kemandirian, tetapi bantu klien jika tidak melakukan.
v. Libatkan klien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas keperawatan. Jelaskan
alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada klien.
w. Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan dan mengembangkan
perawatan rutin klien.
Tindakan keperawatan untuk keluarga yaitu penjelasan kondisi pasien dan cara
merawat serta evaluasi peran keluarga merawat pasien, dengan cara latihan mengontrol
perasaan ketidakberdayaan (FIK UI-RSMM, 2012).

Antara lain :

a. Membina hubungan saling percaya


b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Memodivikasi pola kognitif yang negatif
d. Berpartisispasi dalam mengambil keputusan yang berkenan dengan perawatannya
sendiri
e. Termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
2.2 Konsep Dasar Penyakit

2.2.1 Pengertian

Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang

sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering

terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (Price, 1998).

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim

pembentuk tulang. (Wong, 2003).

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang

paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru.

Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak.

rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-

laki dan anak perempuan adalah sama, tetapi padaakhir masa remaja penyakit ini lebih

banyak ditemukan pada anak laki-laki (Smeltzer, 2001).

Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur.

2.2.2 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat

meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, Keturunan,

Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan

radiasi ), (Smeltzer. 2001).

Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma antara lain :

1. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya

injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab

utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang

menyebabkan osteosarcoma.

2. Ekstrinsik karsinogenik

Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis

juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu contoh

adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang

aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan

osteosarcoma.

3. Karsinogenik kimia

Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis

mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.

4. Virus

Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru dilakukan

pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan oncogenik virus pada

osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan

adanya partikel seperti virus pada sel osteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan

kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya

ukuran tubuh dapat juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa

pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun belum jelas

bagaimana hormon dapat mempengaruhi perkembanagan osteosarcoma.

5. Keturunan ( genetik )

2.2.3 Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.

Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau

penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi

destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi

penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi

pertumbuhan tulang yang abortif.

Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada

ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor

terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring

dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau

kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor

ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya;

garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.

Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastinya tidak diketahui.

Ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan osteosarkoma.Sel berdiferensiasi

dengan pertumbuhan yang abnormal dan cepat padatulang panjang akan menyebabkan

munculnya neoplasma (osteosarkoma). Penampakan luar dari osteosarkoma adalah

bervariasi. Bisa berupa:

1. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan lunak

diinvasi oleh tumor.

2. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru.

Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, dan pada hasil

pemeriksaan radigrafi menunjukkan adanya suatu bangunan yang berbentuk segitiga.

Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada berbagai bentuk keganasan tulang yang

lain, tetapi bersifat khas untuk osteosarkoma; tumor itusendiri dapat menghasilkan
suatu pertumbuhan tulang yang bersifat abortif. Gambaran seperti ini pada radiogram

akan terlihat sebagai suatu “sunburst”(pancaran sinar matahari).

Reaksi tulang normal dengan respon osteolitik dapat bermetastase ke paru- paru

dan keadaan ini diketahui ketika pasien pertama kali berobat. Jika belumterjadi

penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%. Tetapi jika sudah

terjadi penyebaran ke paru-paru merupakan angka mortalitastinggi.Tumor bisa

menyebabkan tulang menjadi lemah. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut

fraktur patologis dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Dapat juga terjadi

pembengkakan, dimana pada tumor mungkin teraba hangat dan agak memerah

(Smeltzer, Suzanne C,2001).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma menurut Smeltzer Suzanne C

(2001) adalah sebagai berikut :

1. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada

malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)

2. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang

terbatas

3. keterbatasan gerak

4. kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang mengerikan).

5. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan, dengan

peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.

6. Kelelahan, anoreksi dan anemia.

7. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling sering

adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus


8. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan

menurun dan malaise

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan keganasan

relatif daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada lokasi lesi atau foto survei

seluruh tulang ( bone survey ) apabila ada gambaran klinis yang mendukung

adanya tumor ganas/ metastasis. Foto polos tulang dapat memberikan gambaran

tentang:

a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis,

ataupada organ-organ tertentu.

b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.

c. Jenis tulang yang terkena.

d. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:

e. Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak.

f. Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikanreaksi

pada periosteum, apakah jaringan lunak di sekitarnya terinfiltrasi.

g. Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.

Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemindaian radionuklida.

Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti osteoma.

b. CT-scan.

Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang keberadaantumor,

apakah intraoseus atau ekstraoseus.


c. MRI

MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada dalam

tulang,apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam

membantumenegakkan diagnosis tumor.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:

a. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,

haemoglobin,fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum, fosfatase

asam serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor ganas tulang.

b. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-

Jones.

3. Biopsi

Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk

pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta grading

tumor. Waktu pelaksanaanbiopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan radiologi yangdipergunakan pada grading. Apabila pemeriksaan CT-

scan dilakukan setelah biopsi, akan tampak perdarahan pada jaringan lunak yang

memberikan kesan gambaran suatu keganasanpada jaringan lunak.

Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :

a. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle aspiration,

FNA) dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk

melakukandiagnosis pada tumor.

b. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif. Keunggulan

biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu dapat mengambil

jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan histologis dan

pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan pengambilan jaringan,

dan mengurangikecenderungan perbedaan diagnostik tumor jinak dan tunor

ganas (seperti antara enkondroma dan kondrosakroma, osteoblastoma dan

osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan

kesulitan pada prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block .

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi anti- bodi,infeksi

yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan merupakan juga

efek dari kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang dapat menyokong terjadinya

leucopenia dan fraktur patologis,gangguan ginjal dan system hematologis,serta

hilangnya anggota ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda

apatis dan kelemahan.

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan untuk menghancurkan atau mengankat jaringan maligna

dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin

Penatalaksanaan yang bisa diberikan:

1. Tindakan Medis

a. Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat dilakukan melalui

tulang daerah proksimal tumor atau sendi proksimal dari pada tumor.

b. Kemoterapi.

Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker. Efektif pada kanker yang

sudah metastase. Dapat merusak sel normal.


Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkamo

adalah kemoterapi preoperative (preoperative chemotherapy) yang disebut juga

dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi

postoperative (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant

chemotherapy.

Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,

sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara

dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu

mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus

masih dapat mempertahankan ekstrimnya. Pemberian kemoterapi posperatif paling

baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.

Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma

adalah : doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna

(Rheumatrex). Protocol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin

dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi

(neoadjuvant) atau terai adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan

ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang

intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate 60-80%.

c. Radiasi.

Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis. Apabila fibrosisini

timbul di sekitar pleksus saraf maka bisa timbul nyeri di daerah yang

dipersarafinya. Nyeri di sini sering disertai parestesia. Kadang-kadang akibat

fibrosis ini terjadi pula limfedema di daerah distal dari prosesfibrosis tersebut.

Misalnya fibrosis dari pleksus lumbosakral akan menghasilkan nyeri disertai

perubahan motorik dan sensorik serta limfedema di kedua tungkai.


d. Analgesik atau tranquiser.

Analgesik non narkotik, sedativa, psikoterapi serta bila perlu narkotika.

e. Diet tinggi protein tinggi kalori.

2. Tindakan Keperawatan

a) Manajemen nyeri

Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,

visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).

b) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif

Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan

dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli

psikologi atau rohaniawan.

c) Memberikan nutrisi yang adekuat

Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping

kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.

Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.

Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.

d) Pendidikan kesehatan

Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan

terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Cetakan I. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Mamnu’ah. 2017. Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa II. Yogyakarta: UNISA

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9. Jakarta:
EGC.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20390998-PR-Asep%20Hidayat.pdf Asep Hidayat.
2014. Asuhan Keperawatan Psikososial Ketidakberdayaan Pada Tn. H. Dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Antasena Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.
FK.UI.Jakarta.
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai