Anda di halaman 1dari 56

KUMPULAN SOP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

I. SISTEM ENDOKRIN
A. PROSEDUR INJEKSI INSULIN

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemberian injeksi insulin, mahasiswa mampu
melakukan prosedur prosedur injeksi insulin dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Diabetes adalah penyakit yang menyebabkan kadar gula darah meningkat secara berlebihan,
karena hormon insulin yang tidak cukup atau bahkan tidak ada sama sekali. Injeksi insulin
akan membantu mengambil alih fungsi insulin alami tubuh sehingga mampu mengatur kadar
gula.
3. Tujuan
Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes meletus
4. Standar Operasional prosedur

a. Persiapan
1) Pasien
a) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada klien
b) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
c) Memperhatikan privacy
d) Identifikasi klien dan tanyakan nama klien
2) Alat
a) Bak instrument kecil
b) Obat insulin sesuai dosis
c) Spuit insulin
d) Perlak dan alasnya
e) Baki dan alasnya
f) Bengkok
g) Kapas alcohol dalam wadah tertutup
h) Sarung tangan (jika diperlukan)
b. Pelaksanaan
1) Perawat cuci tangan
2) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
3) Atur klien pada posisi yang nyaman
4) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekauan, peradangan, atau rasa gatal
(menghindar gangguan absorbsi atau cedera dan nyeri yang berlebihan) di lengan
lateral, paha depan, bokong dan abdomen.
5) Pasang perlak dan pengalas di bawah area penusukan
6) Pakai sarung tangan
7) Dekatkan bengkok
8) Ambil obat pada vial insulin sesuai dosis
9) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan
sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter 5 cm, tunggu sampai kering
10) Buang kapas alcohol ke bengkok
11) Buka tutup jarum
12) Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan
13) Dengan sudut jarum menghadap ke atas masukkan jarum dengan sudut 45o (untuk
orang yang kurus) dan 90o (untuk orang yang gemuk)
14) Tusuk area yang telah diberikan kapas alkohol
15) Lepaskan tarikkan tangan non dominan
16) Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
17) Jika tidak ada darah, masukkan obat perlahan-lahan (jika ada darah, cabut jarum
sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area
penusukan jika perlu berikan plester dan siapkan obat yang baru juga area
penususkan baru)
18) Tarik spuit setelah obat masuk sesuai kebutuhan
19) Tekan selama 2-3 detik lalu biarkan kering tanpa di masase
20) Kembalikan posisi klien
21) Bereskan alat-alat
22) Buka sarung tangan
23) Perawat cuci tangan
c. Dokumentasi
1) Mencatat obat yang telah diberikan :
a) Nama obat
b) Nama pasien
c) Dosis obat
d) Rute
e) Waktu dan tanggal
d. Evaluasi
Respon klien setelah pemberian obat
B. PROSEDUR PEMERIKSAAN GULA DARAH

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan gula darah mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemeriksaan gula darah dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan gula darah adalah salahsatu jenis pemeriksaan laboraturium untuk mendeteksi
kadar gula di dalam darah dalam kondisi sewaktu, puasa, dan 2 jam setelah makan
3. Tujuan
Untuk mengetahui kadar gula darah pasien.
4. Standar Operasional prosedur
a. Persiapan
1) Pasien
a) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada klien
b) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
c) Memperhatikan privacy
d) Identifikasi klien dan tanyakan nama klien
2) Alat
a) Glukometer
b) Stik Gula Darah
c) Lancet
d) Neirbeiken
e) Kapas alcohol
f) Handscoen

b. Pelaksanaan
1) Petugas mencuci tangan,
2) Petugas menyiapkan alat-alat dan bahan,
3) Petugas menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan,
4) Petugas memakai handscoeen,
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin
6) Pasang stik gula darah pada alat glukomete,
7) Petugas membersihkan area penusukan menggunakan kapas alcohol,
8) Petugas menusukkan lanset di jari tangan pasien,
9) Petugas meletakkan stik gula darah di jari tangan pasien,
10) Menutup bekas tusukan dengan kapas alcohol,
11) Alat glukometer akan berbunyi
12) Petugas membaca hasil dan menulis di form laboratorium.
13) Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan sudah selesai,
14) Petugas membuang limbah padat pada tempat sampah infeksius.
15) Petugas memberikan hasil labotaroim dalam amplop tertutup kepada pasien,
16) Petugas merapikan alat dan bahan,
17) Petugas mencuci tangan.
c. Dokumentasi
Mencatat kadar glukosa
d. Evaluasi
Respon klien setelah pemeriksaan
C. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik sistem endokrin
mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik sistem endokrin dengan benar
dan tepat.
2. Deskripsi
Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin. Pemeriksaan fisik secara palpasi
terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gonad
pria (testis).

3. Tujuan
Untuk mengetahui kondisi kesehatan sistem endokrin.
4. Standar Operasional prosedur
b. Persiapan
3) Pasien

1. Tujuan Pembelajaran
Deskripsi : Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin. Pemeriksaan
fisik secara palpasi terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar
tiroid dan kelenjar gonad pria (testis).

1. Inspeksi :

a. Penampilan umum :
Apakah Klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
Amati bentuk dan proporsi tubuh
Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
b. Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti dahi,
rahang dan bibir.
c. Pemeriksaan Mata :
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah tampak
datar atau tumpul
d. Pemeriksaan Daerah Leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, terdapat peningkatan
JVP, warna kulit sekitar leher apakah terjadi hiper/hipopigmentasi dan amati
apakah itu merata.
e. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kelenjar Adrenal
f. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal sebagai
akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun.
g. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian belakang
atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau. Terjadi pada Klien hiperfungsi
adrenokortikal
h. Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen biasanya
dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal

2. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi. Palpasi kelenjar
tiroid dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pemeriksa dibelakang klien, tangan diletakkan mengelilingi leher


b. Palpasi pada jari ke 2 dan 3
c. Anjurkan klien menelan atau minum air
d. Bila teraba kelenjar tiroid, rasakan bentuk, ukuran, konsisten, dan permukaan.

Palpasi pada testis dilakukan dengan cara :


a. Gunakan handscoen, jaga privacy klien
b. Palpasi daerah skrotum, apakah teraba testis atau tidak
c. Skrotum biasanya akan terangkat ke atas jika dilakukan rangsangan

3. Auskultasi :

Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit ".
Bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada arteri tiroidea.

4. Perkusi
a. Fungsi Motorik
1) Mengkaji tendon dalam-tendon reflex
2) Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps,
brachioradialis,triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat
pada penvakit hipertiroidisme, penurunan refleks dapat terlihat pada penyakit
hipotiroidisme
b. Fungsi sensorik
1) Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan, lembut.
Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan tubuh. Dan
bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas. minta klien untuk
menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum yang tajam dan tumpul.
2) Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin.
3) Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala.
4) Untuk mengetes stereognosis. Tempatkan objek (bola kapas, pembalut
karet) pada tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek
tersebut.
5) Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes, hipotiroidisme
dan akromegali.
6) Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh
klien Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon.
Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
7) Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme
karpal)
II. SISTEM HEMATO IMUN

A. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK HEMATO IMUN

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang Pemeriksaan fisik sistem hemato imun
mahasiswa mampu melakukan prosedur prosedur pemeriksaan fisik sistem hemato imun
dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan fisik sistem hemato imun hampir sama dengan pemeriksaan fisik pada sistem
yang lainya yaitu dengan menggunakan pendekatan Head to Toe dengan menggunakan
tehnik inspeksi, palpasi , auskultasi dan perkusi pada sistem hematologi dan imunologi
3. .Tujuan
Mengetahui kondisi fisik sistem hemato imun
4. Standar Operasional prosedur
e. Persiapan
3) Pasien
e) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada klien
f) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
g) Memperhatikan privacy
h) Identifikasi klien dan tanyakan nama klien
4) Alat
a) Baki
b) Senter kecil
c) Tongue spatel
d) Kassa secukupnya
e) Sarung tangan
f) Stetoskop
g) Penggaris kecil
h) Pita ukur
i) Spidol pemberi tanda
j) Timbangan
k) Spidimanometer
l) Alat pengukur tinggi badan
m) Catatan/ format pendokumentasian
f. Pelaksanaan
1) Pemeriksaan Kepala/Muka
a) Melihat dan mencatat kelainan yang dapat diidentifikasi secara sepintas
b) Meletakkan jari di sela-sela rambut pasien dan menarik rambut secara
perlahan dengan sedikit tekanan lalu menilai apakah rambut mudah tercabut atau
tidak
c) Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah atas dan meminta pasien untuk mengikuti
dengan bola matanya kemudian dokter menarik palpebra inferior dengan tangan
yang satu ke arah bawah dan menilai apakah konjungtiva pucat (anemia) atau
terdapat infeksi atau tidak
d) Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah bawah dan meminta pasien untuk
mengikutinya kemudian perawat menarik palpebra superior dengan tangan yang
satu ke arah atas dan menilai apakah terdapat sklera kuning (ikterus) atau
terdapat perdarahan pada sklera (biasanya pada hemofilia) atau tidak
e) Meminta pasien membuka mulut dan mengamati apakah ada perdarahan
atau sisa-sisa perdarahan di dalam mulut, atrofi papil lidah, hipertrofiginggiva
maupun stomatitis.
2) Pemeriksaan Dada Depan
Menekan dengan lembut pada sternum dan kedua klavikula dengan pangkal telapak
tangan dan meminta pada pasien untuk mengatakan jika terdapat nyeri tekan atau
tidak.
3) Pemeriksaan Abdomen
a) Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
b) splenomegali. ( lihat pemeriksaan palpasi limpa )
c) Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
hepatomegali. ( lihat pemeriksaan palpasi hepar )
d) Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
pembesaran kelenjar para-aorta (biasanya pada ALL, CLL, limfoma maligna).
e) Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar inguinal dengan melakukan
palpasi.
4) Pemeriksaan Ekstremitas Superior
a) Memperhatikan secara cermat apakah ada koilonikia kuku, bekas garukan
dan inspeksi lipatan palmaris untuk menunjukkan kepucatan.
b) Memeriksa denyut nadi pasien. Takikardi (denyut nadi lebih dari 100 kali
permenit) dapat ditemukan pada pasien anemia.
c) Apabila terdapat purpura, memperhatikan luas dan distribusinya (dari peteki
sampai ekimosis).
d) Memeriksa adanya purpura yang teraba, purpura yang teraba menunjukkan
vaskulitis sistemik.
e) Memperhatikan apakah ada perdarahan intraartikuler
5) Pemeriksaan Ekstremitas Inferior
a) Melakukan inspeksi tungkai apakah terdapat memar, pigmentasi atau bekas
garukan. Purpura yang menonjol (teraba) ditemukan pada purpura Henoch
Schonlein, perdarahan intraartikuler.
b) Memperhatikan adanya ulkus pada tungkai, biasanya di atas maleolus medial
atau lateral.
c) Untuk pemeriksaan selanjutnya Pasien diminta duduk tegak.
6) Pemeriksaan Kelenjar Aksila
Memeriksa kelenjar aksila dengan cara mengangkat lengan pasien dan
dengan tangan kiri lakukan palpasi pada aksila kanan. Pemeriksa meraba
dengan jari-jarinya setinggi mungkin ke dalam aksila. Pemeriksaan pada
aksila kiri dilakukan sebaliknya.
7) Pemeriksaan Servikal (Leher)
a) Memeriksa kelenjar servikal dari arah belakang. Usahakan mengidentifikasi
setiap kelompok kelenjar dengan jari-jari tangan.
b) Mula-mula melakukan palpasi kelenjar submental yang terletak tepat di
bawah dagu, lalu kelenjar submandibula yang teraba di bawah sudut rahang.
c) Melakukan palpasi rantai juguler yang terletak anterior dari m.
sternokleidomastoideus dan kemudian kelenjar triangularis posterior yang
terletak di bagian posterior m. sternokleidomastoideus
d) Melakukan palpasi regio oksipital untuk menentukan kelenjar oksipital
e) Selanjutnya memeriksa kelenjar post aurikuler di belakang telinga dan pre
aurikuler di depan telinga.
f) Pemeriksa berpindah ke depan pasien. meminta pasien untuk sedikit
mengangkat bahu, lalu pemeriksa meraba fossa supraklavikula dan nodus
supraklavikula pada dasar m. sternomastoideus
g) Pemeriksaan nyeri tekan tulang pada dada belakang; pasien tetap dalam
posisi tegak
h) Melakukan ketokan pada tulang belakang dengan kepalan tangan untuk
menentukan nyeri tekan tulang.
i) Kemudian memeriksa bahu dengan menekannya kearah satu sama lain
dengan kedua tangan.
8) Tes Rumple Leede (Tes Bendungan)
a) Memasang manset spigmomanometer di lengan atas.
b) Mengukur tekanan darah (TD) sistolik dan diastolik pasien.
c) Memompa kembali spigmomanometer sampai setengah dari jumlah TD
sistolik dan diastolik.
d) Mempertahankan selama 5 menit dengan cara melipat selang manset.
e) Membuka manset.
f) Membuat lingkaran imajiner sekitar 2 inchi (5cm) pada daerah lengan yang
paling banyak terdapat bintik-bintik peteki. Interpretasi: bintik peteki lebih dari
20 maka dilaporkan tes Rumple Leede positif
B. PEMBERIAN OBAT SECARA INTRACUTAN / SKIN TES

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran, mahasiswa mampu melaksanakan pemberian obat secara
intracutan dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam jaringan cutis/dermis dibawah epidermis
kulit dengan menggunakan spuit
3. Tujuan
1. Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk diabsorbsi
2. Metode untuk tes diagnostic terhadap alergi atau adanya pernyakit tertentu
4. Tempat Injeksi
1. Lengan bawah bagian dalam
2. Dada bagian atas
3. Punggung dibawah scapula
5. Standar Operasional Prosedur
1. Persiapan
a) Pasien
1) Pasien dikaji terhadap : Riwayat alergi, diet, kesulitan menelan, mual, muntah,
penurunan kesadaran
2) Pasien diberi penjelasan
3) Identifikasi klien dan tanyakan nama klien
b) Alat
1) Kartu obat/buku catatan obat
2) Kapas alkohol
3) Sarung tangan sekali pakai
4) Obat yang sesuai
5) Spuit 1 ml dengan ukuran 25, 26, atau 27 panjang jarum ¼ - 5/8 inci
6) Pulpen/spidol
7) Bak spuit
8) Baki obat
9) Bengkok
10) Pengalas dan perlak
2. Pelaksanaan
1) Perawat cuci tangan
2) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
3) Persiapkan alat dan bahan :
Melakukan pengenceran 1:10 terhadap obat yang akan di skin test (mengambil 0,1 cc
cairan obat, lalu menambahkan 0,9 cc NaCl/Aquabidest, lalu dihomogenasikan di dalam
spoeit 1 cc) langkah ini dilakukan bila skin test antibiotik.
4) Atur klien pada posisi yang nyaman
5) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekauan, peradangan, atau rasa gatal
(menghindar gangguan absorbsi atau cedera dan nyeri yang berlebihan)
6) Pasang perlak dan pengalas dibawah area penusukan
7) Pakai sarung tangan
8) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler
dari arah dalam keluar dengan diameter 5 cm, tunggu sampai kering
9) Buang kapas alkohol ke bengkok
10) Buka tutup jarum
11) Tempatkan ibu jari tangan non dominan sekitar 2,5 cm dibawah area penusukan kemudian
tarik kulit
12) Dengan sudut jarum menghadap ke atas masukkan jarum dengan sudut 15o

Gambar. Penusukan jarum intracutan


13) Tusuk area yang telah dibersihkan dengan kapas alkohol
14) Masukkan obat perlahan-lahan, jika sudah terlihat seperti bentol hentikan pemasukan obat

Gambar. Pemberiaan obat intracutan


15) Cabut jarum
16) Jangan mengoles dengan kapas alcohol
17) Buat lingkaran pada daerah sekitar area pemberian obat, lebihkan beberapa millimeter
dengan menggunakan pulpen (instruksikan klien untuk tidak menggosok area tersebut)
18) Kembalikan posisi klien
19) Bereskan alat-alat
20) Buka sarung tangan
21) Perawat cuci tangan
3. Dokumentasi
a) Mencatat obat yang telah diberikan :
1) Nama obat
2) Nama pasien
3) Dosis obat
4) Rute
5) Waktu dan tanggal
4. Evaluasi
Respon klien setelah pemberian obat
Hal-hal yang harus diperhatikan :
 Observasi kulit: adanya kemerahan/bengkak
 Untuk tes alergi observasi adanya reaksi sistemik (suhu meningkat, berkeringat dingin, pingsan,
mual dan muntah)
 Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 15-30 menit

C. MEMASANG IV CATETER (INFUS)

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,
mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan IV Cateter (Infus) dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Memasukkan cairann atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak
dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infuse set
3. Tujuan
a) Sebagai tindakan pengobatan
b) Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit
4. Indikasi
Dilakukan pada :
a) Pasien dengan dehidrasi
b) Pasien sebelum transfusi darah
c) Pasien pra dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan
d) Pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut
e) Pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya harus dengan cara infus
5. Standar Operasional Prosedur
a) Persiapan
1) Klien
(a) Menyampaikan salam
(b) Mengecek :
 Vital sign : temperature, HR, RR, BP
 Hasil laboratorium
 Integritas kulit
 Faktor predisposisi
(c) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan dengan bahasa yang
mudah dipahami
(d) Posisi diatur senyaman mungkin
(e) Memperhatikan privacy
2) Alat
(a) IV catheter
(b) Jenis cairan : kristaloid, koloid, nutrisi
(c) Set infuse (transfuse set, parenteral set, mikrodip set)
(d) Kapas alcohol
(e) Plester
(f) Kassa steril pada tempatnya/penutup transparan
(g) Bethadine/zalf providion iodine
(h) Perlak kecil/pengalas
(i) Tourniquet
(j) Sarung tangan
(k) Bengkok
(l) Gunting
b) Pelaksanaan
1) Perawat cuci tangan.
2) Pasang sampiran
3) Alat-alat dibawa ke dekat pasien
4) Lepaskan penutup cairan infuse dengan memperhatikan sterilitas
5) Buka set infuse kemudian atur rol klem 2-4 cm dibawah drip dengan posisi off

Gambar posisi klem off


6) Pasang set infuse dengan cairan yang diperlukan
7) Lakukan pengisian cairan pada set infuse dan pastikan tidak ada udara di sekitar set infuse

Gambar. Mengisi selang infus


8) Atur posisi tidur pasien sesuai dengan kondisi pasien
9) Pilih pembuluh darah vena yang akan dipasang sesuai kebutuhan
10) Pasang perlak kecil
11) Lakukan pembendungan 10-12 cm diatas tempat yang akan dilakukan penusukan dengan
menggunakan tourniquet
12) Pasang sarung tangan
13) Lakukan desinfektan pada area penusukan dengan kapas alcohol secara sirkuler
14) Lakukan fungsi vena dengan jarum menghadap ke atas

Gambar. Penusukan pada vena


15) Perhatikan keluarnya darah melalui catheter
16) Tarik wire sedikit dan masukkan kateter secara perlahan
17) Lepaskan tourniquet
18) Cabut wire dan hubungkan cairan infuse dengan IV catheter
19) Test apakah cairan infuse mengalir dengan lancer atau tidak
20) Lakukan fiksasi
21) Tutup tempat tusukan dengan penutup transparan atau kassa steril yang diberi bethadine
22) Atur jumlah cairan infuse yang masuk dengan system tetes atau menggunakan pump
sesuai kebutuhan

Gambar. Mengatur tetesan infus


23) Pada set infuse dan kateter diberi tanggal pemasangan
24) Bereskan alat-alat
25) Lepaskan sarung tangan
26) Perawat cuci tangan
c) Dokumentasi
1) Tanggal pemasangan
2) Jenis cairan yang dipasang
3) Jumlah kebutuhan cairan
4) Inisial tanda tangan perawat
5) Respon klien

D. MEMASANG TRANSFUSI DARAH

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,
mahasiswa mampu memasang transfuse darah dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Memindahkan atau memasukkan darah yang berasal dari donor ke dalam tubuh pasien melalui vena
3. Tujuan
Melaksanakan tindakan pengobatan dan memenuhi kebutuhan pasien akan darah sesuai dengan
program pengobatan
4. Indikasi
Dilakukan pada :
a) Pasien yang banyak kehilangan darah (misalnya pendarahan waktu operasi besar atau akibat
kecelakaan)
b) Pasien dengan penyakit kelainan darah tertentu (misalnya anemia, leukemia dan sejenisnya)
5. Standar Operasional Prosedur
a) Persiapan
1) Alat
(a) Untuk mengambil contoh darah (blood cross) :
(1) Botol kecil yang bersih
(2) Spuit dan jarum steril
(3) Formulir permintaan darah
(b) Untuk pelaksanaan pemberian darah kepada pasien :
(1) Peralatan untuk memasang infuse atau transfusi set steril
(2) Cairan sesuai dengan kebutuhan (cairan NaCl)
(3) Persediaan darah yang cocok dengan golongan darah pasien sesuai dengan
kebutuhan
b) Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan
b) Pelaksanaan
1) Untuk pengambilan contoh darah dalam menetukan golongan darah pasien diambil darah
vena sekurang-kurangnya 3 cc lalu dimasukkan ke dalam botol yang tersedia dan diberi
etiket yang dengan jelas mencantumkan :
a) Nama pasien
b) Umur
c) Nomor Med. Rec
d) Ruang rawat
e) Tanggal dan jam pengambilan darah
2) Formulir permintaan darah diisi secara tepat dan benar, kemudian segera dikirim bersama
contoh darah ke Bank Darah Rumah Sakit atau sesuai dengan peraturan yang berlaku
3) Segera setelah darah yang diperlukan tersedia, lakukan hal-hal berikut :
(a) Periksa apakah suhu darah dalam botol sesuai dengan suhu tubuh normal (suhu kamar)
dengan cara meraba bagian luar botolnya. Bila suhu belum sesuai maka pemasangan
infuse ditangguhkan (dibiarkan di luar lemari es sekurang-kurangnya 30 menit)
(b) Pemasangan infuse dilakukan dengan cairan NaCl yang tersedia
(c) Bila aliran/tetesan sudah lancer, slang infuse dipindahkan ke botol darah dengan cara:
dahulukan memindahkan slang infusnya ke botol darah kemudian baru slang udaranya

Gambar. Transfusi darah dan NaCl


4) Atur jumlah tetesan darah permenit sesuai dengan yang telah ditentukan
5) Bila pada transfuse darah ini tidak ada kesulitan, maka pemberian dilanjutkan sampai jumlah
yang ditentukan. Bila yang diberikan telah mencapai jumlah yang ditentukan, slang udara
dipindahkan kebotol cairan NaCl dan slang darah diklem, kemudian dipindahkan. Klem
dibuka dan tetesan diatur kembali.
6) Pemberian transfusi diteruskan atau dihentikan harus disesuaikan dengan program pengobatan
yang telah ditentukan
7) Setelah transfuse selesai, jarum dicabut, bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol,
kemudian ditutup dengan kain kassa steril dan diplester
III. SISTEM MUSKULOSKELETAL

A. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan memeriksaan fisik sistem
muskuloskeletal mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal
dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi

3. Tujuan
a. Melakukan pemeriksaan otot
b. Melakukan pemeriksaan tulang
c. Melakukan pemeriksaan tendon
d. Mengidentifikasi kelainan yang ditemukan saat pemeriksaan
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Pasien
(a) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
(b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan
(c) Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan kerja sama yang dibutuhkan dari klien
(d) Menanyakan keluhan dari klien
(e) Menanyakan kepada klien tentang riwayat nyeri, sakit kepala, keterbatasan gerak,
ketidakmampuan melakukan aktifitas, cedera, adanya kehilangan fungsi tanpa nyeri
(f) Menjaga privasi klien
(g) Memposisikan klien senyaman mungkin
2) Lingkungan
(a) Pencahayaan cukup
(b) Ruangan terang
(c) Memperhatikan keamanan
3) Perawat
(a) Mencuci tangan
(b) Memakai sarung tangan
b) Pelaksanaan

1. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian ekstremitas
2. Minta klien merentangkan kedua lengan kedepan, amati adanya tremor, ukuran otot (atropi, hipertrofi)
serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > 1cm di anggap bermakna).
3. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot
a) Sternokleidomastoideus : klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan tahanan
tanganPemeriksa
b) Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu
melawantahanan tangan pemeriksa
c) Deltoideus : minta klien mengangkat kedua lengan dan melawan dorongan tangan pemeriksakearah
bawah.
d) Otot panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, minta klien
mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai kebawah
e) Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan kedua tangan
pada permukaan lateral masing-masing lutut klien, minta klien meregangkan kedua tungkai,
melawan tahanan pemeriksa
f) Aduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan tangan diantara
kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa
4. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
a. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba menekuknya, pemeriksan
menahan lengan agar tetap ektensi
b. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya melawan usaha
pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi
c. Otot pergelangan tangan dan jari-jari : minta klien meregangkan kelima jari dan melawanusaha
pemeriksa untuk mengumpulkan kelima jari
d. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa, tarik
kedua jari dari genggaman klien
e. Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien meluruskan
tungkaimelawan tahanan pemeriksa
f. Kuadrisep : posisikan klien telentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan usaha pemeriksauntuk
memfleksikan lutut
g. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk mendorsofleksikankakinya
dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk memfleksikan kakinya
h. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang mengalami
edema atau nyeri tekan, bengkak, krepitasi dan nodul
5. Rapikan alat dan klien
6. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

Skala kekuatan otot :

Skala Ciri –ciri

0 Paralisis total

1 Tdk ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot

2 Ada gerakan pd sendi tetapi tdk dpt melawan gravitasi (hanya bergeser)

3 Bisa melawan gravitasi tetapi tdk dpt menahan /melawan tahanan pemeriksa.

4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang

5 Dpt melawan tahanan pemeriksa dgn kekuatan maksimal.


B. PEMERIKSAAN RANGE OF MOTION
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan range of motion, mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemeriksaan range of motion dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Range of motion merupakan gerak isotonic (terjadi kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan
klien dengan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yang
normal
3. Tujuan
a) Mengetahui kekuatan dan kelenturan otot
b) Mengetahui kontaktur dan kekakuan pada persendian
4. Standar Operasional prosedur
c) Persiapan
4) Pasien
(h) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
(i) Menjelaskan tujuan pemeriksaan
(j) Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan kerja sama yang dibutuhkan dari klien
(k) Menanyakan keluhan dari klien
(l) Menanyakan kepada klien tentang riwayat nyeri, sakit kepala, keterbatasan gerak,
ketidakmampuan melakukan aktifitas, cedera, adanya kehilangan fungsi tanpa nyeri
(m)Menjaga privasi klien
(n) Memposisikan klien senyaman mungkin
5) Lingkungan
(d) Pencahayaan cukup
(e) Ruangan terang
(f) Memperhatikan keamanan
6) Perawat
(c) Mencuci tangan
(d) Memakai sarung tangan
d) Pelaksanaan
1) Leher :
a) Fleksi dan Ekstensi
Letakkan salah satu telapak di bawah kepala klien dan telapak tangan lainnya dibawah
dagu
Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel di dada, kemudian kembali ke posisi
tegak

Gambar 7.1 Fleksi dan Ekstensi leher


b) Fleksi lateral
Letakkan kedua tangan di pipi kanan dan kiri klien
Tekuk kepala kea rah samping (ke arah bahu) kanan dan kiri bergantian

Gambar 7.2 Fleksi lateral


2) Bahu :
a) Rotasi lateral
Letakkan kedua telapak tangan pada pipi kanan dan kiri pasien
Palingkan muka kearah samping kanan dan kiri bergantian

Gambar 7.3 Rotasi lateral leher


b) Fleksi dan Ekstensi
Pegang tangan klien di bawah siku dengan satu tangan, sementara tangan lain
memegang pergelangan tangan
Angkat keatas hingga mencapai bagian kepala tempat tidur, kembalikan
ke posisi semula

Gambar 7.4 Fleksi dan ekstensi bahu


c) Abduksi
Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai bagian tempat tidur, kembalikan ke posisi
semula
d) Abduksi anterior dan posterior
Gerakan tangan klien melewati tubuh hingga mencapai tangan klien yang lain.
Kembalikan ke posisi semula
Gambar 7.5 Abduksi dan adduksi bahu
e) Rotasi internal dan eksternal
Gerakan tangan ke samping setinggi bahu hingga membentuk sudut 90o dengan tubuh.
Tekuk sendi siku sehingga jari-jari menghadap ke arah atas.
Gerakan tangan kearah bawah sehingga telapak tangan menyentuh tempat tidur.
Naikkan tangan hingga punggung telapak tangan menyentuh tempat tidur

Gambar 7.6. Rotasi internal dan eksternal bahu


f) Fleksi dan eksternal
Tekuk siku hingga jari-jari menyentuh dagu dan kemudian luruskan

Gambar 7.7 Fleksi bahu


g) Supinasi dan pronasi
Putar lengan ke bawah ke arah luar sehingga telapak tangan menghadap keatas
Putar lengan bawah kearah sebaliknya sehingga telapak tangan menghadap ke bawah
Gambar 7.8 Supinasi dan pronasi
3) Pergelangan tangan :
Untuk memberikan latihan pada pergelangan, tekuk tangan klien pada siku. Pegang
pergelangan tangan klien dengan satu tangan dan tangan lainnya gunakan untuk
memberikan latihan
a) Fleksi dan ekstensi
Tekuk telapak tangan kearah bagian dalam lengan bawah dan kemudian luruskan
telapak tangan sehingga sebidangan dengan lengan bawah

Gambar 7.9 Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan


b) Abduksi/fleksi radial/deviasi radial
Bengkokkan telapak tangan ke samping kearah ibu jari dan luruskan kembali
c) Adduksi/fleksi ulnar/deviasi ulnar
Bengkokkan telapak tangan ke samping kearah kelingking dan luruskan kembali

Gambar 7.10 Abduksi dan adduksi pergelangan tangan


d) Sirkumduksi
Putar telapak tangan dengan pergelangan tangan sebagai poros
4) Jari-jari tangan dan ibu jari
Cara memegang klien sama dengan pada saat menggerakkan pergelangan tangan
a) Fleksi dan ekstensi
Kepalkan jari-jari tangan klien dan kemudian luruskan kembali
Gambar 7.11 Fleksi dan ekstensi jari tangan
b) Hiperekstensi
Bengkokkan jari-jari ke belakang sejauh mungkin
c) Abduksi dan adduksi
Kembangkan jari-jari tangan kemudian rapatkan kembali
d) Oposisi
Sentuhkan ujung ibu jari klien dengan sumbu sendi metacarpal
e) Sirkumduksi
Putar ibu jari klien dengan sumbu sendi metakarpal
f) Abduksi dan adduksi ibu jari
Rentangkan ibu jari ke samping. Dekatkan kembali dengan jari-jari lainnya

Gambar 7.12 Abduksi dan adduksi ibu jari

5) Panggul
Latihan pasif panggul dan lutut dapat dilakukan bersamaan. Untuk memberikan latihan pada
panggul dan lutut, letakkan satu tangan dibawah lutut klien dan tangan lainnya di bawah
tumit
a) Fleksi dan ekstensi
Angkat kaki dan tekuk lutut. Gerakan lutut kearah dada sejauh mungkin. Turunkan kaki,
luruskan kaki, kembali ke posisi semula
b) Abduksi dan adduksi
Gerakkan kai ke samping menjauhi sumbu utama dan kearah sebaliknya hingga
menyilang kaki lainnya di depan

Gambar 7.13 Abduksi dan adduksi kaki


c) Rotasi internal
Putar kaki kearah dalam
d) Rotasi eksternal
Putar kaki kearah samping
Gambar 7.14 Rotasi eksternal dan internal
6) Lutut
a) Fleksi dan ekstensi
Dilakukan bersamaan dengan fleksi-ekstensi panggul

Gambar 7.15 Flexi dan extensi lutut


7) Pergelangan kaki
Tempatkan satu tangan di bawah tumit dan tangan lainnya di bagian atas telapak kaki
a) Dorsi fleksi
Dorong telapak kaki kearah kaki dan kembalikan ke posisi semula
b) Plantar fleksi
Dorong telapak kai kea rah bawah dan kembalikan ke posisi semula

Gambar 7.16 Dorso dan plantar fleksi


c) Eversi
Putar telapak kaki kearah luar
d) Inversi
Putar telapak kaki kearah dalam

Gambar 7.17 Eversi dan inversi


e) Sirkumduksi
Putar telapak kaki dengan poros sendi
8) Jari-jari kaki
a) Fleksi dan ekstensi
Letakkan jari-jari tangan perawat di bawah jari-jari klien, dorong jari-jari kearah atas
dan kemudian kearah bawah
b) Abduksi dan adduksi
Lebarkan jari kaki dan dekatkan jari kaki bersama-sama
e) Evaluasi
a) Memperhatikan respon klien selama dan setelah tindakan
b) Membantu klien memilih posisi yang nyaman
c) Melakukan terminasi dan mengucapkan salam
d) Membereskan peralatan
e) Mencuci tangan
f) Dokumentasi
1) Mencantumkan identitas pasien dengan jelas dan benar
2) Mencatat semua data hasil pemeriksaan dengan jelas dan mudah dibaca
3) Mencoret tulisan yang salah disertai paraf perawat/pemeriksa, tidak menggunakan tipe-ex
4) Mencantumkan nama jelas dan tanda tangan perawat yang melakukan pemeriksaan
5) Menggunakan tinta bolpoint untuk mencatat

C. PERAWATAN GIPS
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan gips, mahasiswa mampu melakukan
prosedur irigasi mata dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras area yang
mengalami patah tulang.
3. Tujuan
Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak
sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimmobilisasi tulang yang
patah tersebut.
4. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang mengalami patah tulang.
5. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Alat
(a) Batal empuk
(b) Hand scoon steril
2) Pasien
(a) Inform consent
(b) Posisi klien diatur senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Inform consent
3) Dekatkan alat disamping tempat tidur klien
4) Pasang hand scoon
5) Letakkan gips pada bantal yang empuk
6) Sebelum gips mongering sokong gips dengan telapak tangan. Jangan menggunakan jari-
jari
7) Tinggikan ekstermitas yang dipasang gips hingga diatas posisi jantung dengan
mengunakan bantal
8) Lapor bila ada pembengkakan hebat dan tanda-tanda gangguan neirovaskuler
9) Jika terjadi perineal edema pada pemasangan gips hip spica, berikan kompres dingin pada
bokong klien
10) Atur posisi klien setiap 2-4 jam sekali
11) Gunakan bantal untuk menyangga gips
12) Hindari alat bantu pengering seperti kipas angin, hair dryer, lampu infamerah atau
pemanas listrik
c) Evaluasi
1) Bereskan alat-alat
2) Perhatikan kenyamanan klien
3) Lakukan pendokumentasian

D. MEMASANG BIDAI/SPALK
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemasangan bidai/spalk, mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemasangan bidai/spalk dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Bidai/spaalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan, digunkan
untuk menahan/menjaga kedua bagian tulang yang retak tidak bergerak (immobilisasi)
3. Tujuan
a) Mencegah pergerakkan atau pergeseran dari ujung tulang yang patah
b) Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
c) Mengurangi rasa sakit
d) Mempercepat penyembuhan
e) Mencegah cacat
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Alat
(a) Bidai/spalk
(b) Verban elastis
2) Pasien
(a) Inform consent
(b) Posisi klien diatur senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Inform consent
3) Dekatkan alat disamping tempat tidur klien
4) Pasang hand scoon
5) Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai (spalk)/cedera
6) Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan pembalut/kasaa gulung
7) Melakukan pembidaian melewati dua sendi
8) Hasil pembidaian : harus cukup jumlahnya, dimulai dengan dari sebelah atas bagian bawah
tempat yang patah, tidak kendor.

c) Evaluasi
1) Bereskan alat-alat
2) Perhatikan kenyamanan klien
3) Lakukan pendokumentasian

IV. SISTEM INTEGUMEN

A. PERAWATAN LUKA
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran, mahasiswa mampu melaksanakan perawatan luka dengan
benar dan tepat.
2. Deskripsi
Merupakan tindakan keperawatan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan
mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan luka
3. Tujuan
a) Mencegah terjadinya infeksi
b) Mempercepat proses penyembuhan luka
c) Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien dan orang lain
4. Indikasi
Dilakukan pada luka yang dibalut, pada waktu-waktu tertentu atau bila diperlukan
5. Standar Operasional Prosedur
a) Pengkajian
1) Menyampaikan salam terapeutik kepada klien/keluarganya
2) Melakukan pengkajian keperawatan klien luka meliputi :
 Identifikasi klien
 Identifikasi luka
b) Perencanaan
1) Cuci tangan
2) Alat
 Steril
(a) Bak steril
(b) Pinset anatomis (2 buah) atau sarung tangan
(c) Pinset cirugis (1 buah)
(d) Gunting lurus (1 buah)
(e) Kom kecil (2 buah)
(f) Kassa steril secukupnya
(g) Kapas secukupnya
(h) Lidi kapas secukupnya
(i) Handscoen (bila dibutuhkan)
(j) Korentang
 Non steril
(a) Bengkok (2 buah) yang satu berisi larutan desinfektan 2-3%
(b) Gunting verband
(c) Obat desinfektan pada tempatnya (betadine 5%, NaCl 0,9%)
(d) Obat luka sesuai kebutuhan
(e) Plester, kain pembalut, verban sesuai kebutuhan
(f) Alas dan perlak
(g) Wash bensin
3) Persiapan Pasien :
(a) Mengucapkan salam dan menjelaskan tindakan serta tujuan tindakan yang akan
dilakukan
(b) Menjelaskan peran perawat dan kontrak waktu
(c) Menanyakan keluhan atau memberikan kesempatan untuk bertanya
(d) Mengatur posisi dan menyiapkan lingkungan pasien
c) Pelaksanaan
1) Pasang sampiran/ menjaga privacy klien
2) Peralatan didekatkan
3) Pasang pengalas dibawah luka, bengkok didekatkan
4) Menggunakan sarung tangan bersih
5) Mengangkat balutan yang kotor dengan menggunakan pinset anatomis
 Bila balutan ditutup dengan plester, lepaskan dengan kapas lidi yang telah diberi wash
bensin sambil dilepas dengan menggunakan pinset anatomis jika plester susah dibuka
dengan tangan
 Bila balutan menggunakan verban, digunting
6) Observasi luka :
a) Karakter luka
b) Tanda-tanda infeksi :
 Rubor/kemerahan
 Kalor/panas
 Dolor/nyeri
 Tumor/pembengkakan
 Drainase luka
c) Approximity/keutuhan jaringan/kedalamam jaringan
7) Melepaskan sarung tangan dan menyiapkan peralatan balutan steril (menuangkan larutan
yang duresepkan kedalam kom steril dan menambahkan kassa secukupnya)
8) Buang sampah ke dalam bengkok, pinset yang telah digunakan letakkan pada bengkok yang
berisi larutan desinfektan
9) Mengenakan sarung tangan steril (bila luka dicurigai berpus/berdischarge) dan lakukan
pemijatan/penekanan pelan untuk mengeluarkan pus
10) Luka dibersihkan, gunakan pinset dan kassa steril yang telah dibasahi oleh antiseptic (NaCl
0,9%)
11) Dilakukan satu arah dari atas ke bawah atau dari dalam ke luar
12) Kapas/kassa dibuang ke bengkok
13) Luka dikeringkan dengan kassa kering
14) Luka diberi obat yang telah ditentukan/ luka ditutup dengan kassa basah cairan NaCl 0,9%
(prinsip moist/lembab)
15) Luka diplester atau dibalut dengan verban dengan benar dan rapih
16) Mengembalikan pakaian dan mengatur kembali posisi pasien yang nyaman
17) Alat dibereskan
18) Buka sarung tangan
19) Perawat cuci tangan
20) Buka sampiran
d) Evaluasi
1) Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan
2) Menyimpulkan kegiatan dan pemberian pesan serta kontrak waktu selanjutnya
e) Dokumentasi
1) Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien selama tindakan
2) Kondisi luka setelah tindakan
3) Jenis dan kondisi balutan
4) Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
5) Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
6) Catatan dibuat dengan menggunakan ballpoint atau tinta

B. PERAWATAN LUKA GANGREN


1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan luka gangren, mahasiswa mampu
melakukan prosedur perawatan luka gangren dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Gangren adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati.
3. Tujuan
a) Untuk mencegah meluasnya infeksi
b) Untuk memberi rasa nyaman pada klien
4. Standar Operasional prosedur
a) Pengkajian luka
1) Lokasi dan letak luka
2) Stadium luka
3) Warna dasar luka
4) Bentuk dan ukuran luka
5) Status vaskuler
6) Status neurologic
7) Infeksi
b) Persiapan
1) Alat
 steril
(a) Bak instrument steril
(b) Pinset anatomis 2 buah
(c) Pinset chirugis 1 buah
(d) Gunting jaringan 1 buah
(e) Kom steril 2 buah
(f) Kassa steril secukupnya
(g) Lidi woten secukupnya
(h) Sarung tangan steril
(i) Korentang
 Non Steril
(a) Bengkok 2 buah, salah satu diisi larutan desinfektan
(b) Obat desinfektan pada tempatnya (betadine 5%, NaCl 0,9%)
(c) Gula pasir secukupnya
(d) Obat luka sesuai kebutuhan
(e) Gunting verban 1 buah
(f) Verban gulung secukupnya
(g) Plester
(h) Alas dan perlak
(i) Wash bensin
2) Pasien
(a) Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
(b) Posisi diatur senyaman mungkin
(c) Memperhatikan privacy
c) Pelaksanaan
1) Pasang sampiran
2) Peralatan didekatkan
3) Perawat cuci tangan
4) Pasang pengalas dibawah luka
5) Bengkok didekatkan
6) Buka bak steril dengan benar
7) Mengangkat balutan lama dengan menggunakan pinset anatomis
o Bila balutan ditutup dengan plester, lepaskan dengan kapas lidi yang telah diberi wash
bensin
o Bila balutan menggunakan verban, digunting
8) Buang sampah ke dalam bengkok, pinset yang telah digunakan letakkan pada bengkok yang
berisi larutan desinfektan
9) Larutkan NaCl atau betadine atau yang diperlukan dituangkan ke kom (terlebih dahulu
dibuang sedikit ke bengkok)
10) Pinset anatomis dan cirugis diambil, kassa untuk kompres diperas dan dipersiapkan terlebih
dahulu
11) Tangan kanan memegang pinset anatomis dan tangan kiri memegang pinset cirugis, ambil
kassa steril dengan pinset cirugis kemudian pindahkan kassa steril ke pinset anatomis.
12) Luka dibersihkan dengan kapas/kassa steril yang telah dibasahi antiseptic (NaCl 0,9%)
13) Luka dibersihkan satu arah dari :
 Atas ke bawah
 Samping kiri dan kanan
 Sirkuler
14) Lakukan debridement pada jaringan-jaringan yang sudah nekrotik
15) Bersihkan luka sampai bersih
16) Kaji kembali keadaan luka
17) Luka dikeringkan dengan kassa kering yang diambil dengan pinset cirugis kemudian
dipindahkan ke pinset anatomis ditangan kanan
18) Bersihkan kulit sekitar luka sampai bersih benar dengan kassa basah kemudian dikeringkan
dengan kassa kering
19) Kompres luka dengan kassa lembab yang sebelumnya tabor gula pasie ke luka atau
sesuaikan dengan instruksi dokter
20) Tutup luka dengan kassa kering dan lakukan pembalutan dengan verban gulung dengan
benar
21) Masukkan pinset dan gunting disimpan kedalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
22) Alat dibereskan
23) Perawat cuci tangan
24) Buka sampiran
d) Evaluasi
1) Mencatat keadaan luka
2) Respon klien

C. PERAWATAN LUKA BAKAR


1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan luka bakar, mahasiswa mampu
melakukan prosedur perawatan luka bakar dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Mengganti balutan luka dan mengobati luka dengan obat desinfektan
3. Tujuan
a) Melindungi luka dari trauma mekanik
b) Mengobati drainase
c) Mencegah kontaminasi dari kotoran tubuh
d) Membantu hemostasis
e) Mengimobilisasi luka
f) Menghambat/membunuh mikro organism
g) Memberikan rasa aman bagi mental dan fisik pasien
h) Memberikan lingkungan psikologis yang sesuai untuk penyembuhan luka
i) Mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
(1) Alat
 steril
(a) Bak instrument steril
(b) Pinset anatomis 2 buah
(c) Pinset chirugis 1 buah
(d) Gunting jaringan 1 buah
(e) Kom steril 2 buah
(f) Kassa steril secukupnya
(g) Lidi woten secukupnya
(h) Sarung tangan steril
(i) Korentang
 Non Steril
(a) Bengkok 2 buah, salah satu diisi larutan desinfektan
(b) Obat desinfektan pada tempatnya (betadine 5%, NaCl 0,9%, Savlon 1%)
(c) Obat luka sesuai kebutuhan (salep silver sulfadiazine, salep antibiotic)
(d) Gunting verban 1 buah
(e) Verban gulung secukupnya
(f) Plester
(g) Alas dan perlak
(h) Wash bensin
(2) Pasien
(a) Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
(b) Posisi diatur senyaman mungkin
(c) Memperhatikan privacy
b) Pelaksanaan
1) Pasang sampiran/ menjaga privacy klien
2) Peralatan didekatkan
3) Pasang pengalas dibawah luka, bengkok didekatkan
4) Menggunakan sarung tangan bersih
5) Mengangkat balutan yang kotor dengan menggunakan pinset anatomis
 Bila balutan ditutup dengan plester, lepaskan dengan kapas lidi yang telah diberi wash
bensin sambil dilepas dengan menggunakan pinset anatomis jika plester susah dibuka
dengan tangan
 Bila balutan menggunakan verban, digunting
6) Observasi luka :
d) Karakter luka
e) Tanda-tanda infeksi :
 Rubor/kemerahan
 Kalor/panas
 Dolor/nyeri
 Tumor/pembengkakan
 Drainase luka
f) Approximity/keutuhan jaringan/kedalamam jaringan
7) Melepaskan sarung tangan dan menyiapkan peralatan balutan steril (menuangkan larutan
yang duresepkan kedalam kom steril dan menambahkan kassa secukupnya)
8) Buang sampah ke dalam bengkok, pinset yang telah digunakan letakkan pada bengkok yang
berisi larutan desinfektan
9) Mengenakan sarung tangan steril (bila luka dicurigai berpus/berdischarge) dan lakukan
pemijatan/penekanan pelan untuk mengeluarkan pus
10) Luka dibersihkan, dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka
bakar seperti wajah, aksila, pibis, dll.
11) Lakukan nekrotomi/debridement jaringan nekrosis
12) Lakukan escharatomy jika luka bakar melingkar(circumferential) dan eschar menekan
pembuluh darah. Escharatomy dilakukan oleg dokter.
13) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika berada di
daerahsendi/pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian
lakukan nekrotomi
14) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
15) Bilas savlon 1% dengan menggunakan NaCl 0,9%
16) Keringkan dengan menggunakan kassa steril
17) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5 cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali
wajah hanya jika luka bakar dalam (derajat III) dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II,
beri salep antibiotika)
18) Luka diplester atau dibalut dengan verban dengan benar dan rapih
19) Mengembalikan pakaian dan mengatur kembali posisi pasien yang nyaman
20) Alat dibereskan
21) Buka sarung tangan
22) Perawat cuci tangan
23) Buka sampiran
c) Evaluasi
1) Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan
2) Menyimpulkan kegiatan dan pemberian pesan serta kontrak waktu selanjutnya
d) Dokumentasi
1) Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien selama tindakan
2) Kondisi luka setelah tindakan
3) Jenis dan kondisi balutan
4) Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
5) Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
6) Catatan dibuat dengan menggunakan ballpoint atau tinta

D. MENJAHIT LUKA
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang menjahit luka, mahasiswa mampu melakukan
prosedur menjahit luka dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Menjahit luka merupakan suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
3. Tujuan
Untuk merapatkan luka yang terbuka guna mempercepat proses penyembuhan.
4. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
5. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
(1) Alat
 steril
(a) Bak instrument steril
(b) Pinset anatomis 2 buah
(c) Pinset chirugis 1 buah
(d) Gunting benang 1 buah
(e) Needle holder
(f) Jarum jahit
(g) Benang jahit (chromic cat gut dan plan cat gut)
(h) Duck bolong
(i) Kom steril 2 buah
(j) Kassa steril secukupnya
(k) Sarung tangan steril
(l) Korentang
 Non Steril
(a) Bengkok 2 buah, salah satu diisi larutan desinfektan
(b) Obat desinfektan pada tempatnya (betadine 5%, NaCl 0,9%,
(c) Obat anastesi sesuai kebutuhan Gunting verban 1 buah
(d) Verban gulung secukupnya
(e) Plester
(f) Alas dan perlak
(2) Pasien
(a) Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
(b) Posisi diatur senyaman mungkin
(c) Memperhatikan privacy
b) Pelaksanaan
1) Pasang sampiran/ menjaga privacy klien
2) Peralatan didekatkan
3) Pasang pengalas dibawah luka, bengkok didekatkan
4) Menggunakan sarung tangan bersih
5) Membersihkan/sterilisasi bagian tubuh yang akan dioperasi menggunakan larutan antiseptic
dengan gerakan dari dalam ke luar
6) Jaringan luka dianastesi local
7) Memakai kain penutup /dock lubang steril
8) Tepi luka ditarik dengan pinset,ditentukan pertautannya untuk mendapatkan bentuk yang
tepat dan rapi
9) Memasang jarum jahit yang telah ada benangnya pada nald voeder kira-kira 1/3 dari ujung
nya (bagian yang runcing), lalu ditusuk kan pada tepi luka (kira-kira 3-4 mm dari tepi luka)
10) Sewaktu jarum ditusukkan ke kulit, pinset menahan kulit dengan sedikit dorongan kea rah
satu titik temu 9arah saling berhadapan). Ini berguna untuk membantu jarum lebih mudah
menembus kulit. Penusukan dilakukan 1 cm dari tepi luka di dekat tempat yang dijepit pinset
dengan mengangkat kulit dan kulit ditegangkan.
11) Setelah jarum menembus kulit jepitan nald voeder dibuka dan dipindahkan mendekati
pangkal (bagian jarum tempat benang disangkutkan), sambil mendorong jarum. Demikian
seterusnya hingga jarum dipindahkan ke ujung jarum.
12) Sambil menahan kulit dan pinset, jarum ditarik keluar. Demikian juga dilakukan untuk kulit
yang sebelah lagi. Pada cara ini kulit dijahit satu persatu. Bisa juga kedua bagian kulit
sekaligus (bila jarum sukar dicabut, jangan dipaksakan, tetapi ulangi lagi mendorong jarum
dari pangkal).
13) Setelah jarum dicabut keluar dari kulit, bennag ditarik dan ujungnya disisakan sedikit
(biasanya 1-2 cm)
14) Pemegang jarum digerakkan sedemikian rupa sambil benang dililitkan pada nald voeder.
Jumlah lilitan disesuaikan menurut kemauan. Biasanya digunakan 1 lilitan, dua lilitan
digunakan bila diinginkan jahitan yang agak ketat.
15) Setelah benang dililitkan pada nald voeder , maka nald voeder segera menjepit ujung benang
lainnya (yang disisakan 1-2 cm tadi). Ujung benang pertama ditarik dan ujung yang dijepit
dipertahankan
16) Benang dieratkan dengan tarikan dan arah tarikan sejajar arah luka
17) Memotong benang dengan menyatukan ujung gunting yang terbuka pada benang digeser
sampai ke simpul diputar miring 45 derajat dan dikatubkan
18) Hasil jahitan tidak terlalu ketat dan tepi luka saling bertemu
19) Simpul diletakkan ditepi luka
20) Tindakan ini diulangi 1 atau 2 kali lagi. Maka satu jahitan telah selesai. Lakukan penjahitan
hingga luka merapat.
21) Luka diplester atau dibalut dengan verban dengan benar dan rapih
22) Mengembalikan pakaian dan mengatur kembali posisi pasien yang nyaman
23) Alat dibereskan
24) Buka sarung tangan
25) Perawat cuci tangan
26) Buka sampiran
e) Evaluasi
1) Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan
2) Menyimpulkan kegiatan dan pemberian pesan serta kontrak waktu selanjutnya
f) Dokumentasi
1) Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien selama tindakan
2) Kondisi luka setelah tindakan
3) Jenis dan kondisi balutan
4) Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
5) Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
6) Catatan dibuat dengan menggunakan ballpoint atau tinta
V. SISTEM PENGINDRAAN

A. PEMERIKSAAN VISUS DASAR


1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan visus dasar, mahasiswa mampu
melakukan pemeriksaan visus dasar dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan
pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya visus. Visus
perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan visus dapat dilakukan
dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji
Sheridan/Gardiner.
3. Tujuan
Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata.
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Pasien
(a) Klien diberitahu untuk pemeriksaan
(b) Mengatur pencahayaan ruangan agar penerangan baik
b) Alat
(a) Snellen chart

Gambar 4.1 Snellen chart


(b) Senter
(c) Alat tulis
1. Pelaksanaan
1) Pasien duduk dan berada pada jarak 6 meter dari Snellen Chart
2) Tutup salahsatu mata pasien, bila mata kiri (OS) yang diperiksa maka mata kanan (OD)
yang di tutup
Gambar 4.2 Pemeriksaan snellen test
3) Pasien diminta untuk menyebutkan huruf yang ditunjuk pemeriksa
4) Menentukan visus pasien sesuai dengan kemampuan pasien membaca huruf snellen chart
pada baris tertentu (tertera di snellen chart)
5) Apabila pasien tidak dapat menyebutkan huruf yang paling atas dari snellen chart, lakukan
dengan menghitung jari pemeriksa mulai dari jarak 1-6 meter
6) Mintalah pasien menyebutkan jumlah jari yang ditunjukan pemeriksa, lakukan 5 x
berturut-turut untuk tiap meternya
7) Tentukan nilai visusnya (1/60 s/d 6/60)
8) Apabila pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa sampai jarak 1 meter (poin 6), maka
dilanjutkan dengan gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, lakukan 5x berturut-
turut
9) Tentukan nilai visusnya, bila pasien bisa menyebutkan dengan benar ½ nya atau lebih
maka visusnya 1/300
10) Apabila pasien tidak bisa melihat gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan proyeksi cahaya dari berbagai arah, lakukan 5x berturut-
turut
11) Tentukan nilai visus, bila pasien dapat menyebutkan dengan benar ½ nya atau lebih maka
nilai visus, 1/~
12) Lanjutkan pemeriksaan pada mata sebelahnya dengan memindahkan okluder/penutup
dengan cara pemeriksaan seperti diatas
2. Evaluasi
a. Mencatat hasil dan respon klien pada proses keperawatan
b. Membersihkan dan merapikan alat pada tempat semula

B. IRIGASI MATA
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang irigasi mata, mahasiswa mampu melakukan
prosedur irigasi mata dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing dari mata.
Larutan garam fisiologis atau RL biasa dipergunakan karena merupakan larutan isotonik yang
tidak merubah komposisi elektrolit yang diperlukan mata.
3. Tujuan
Irigasi mata diberikan untuk mengaluarkan sekret atau kotoran dan benda asing dan zat kimia dari
mata. 
4. Indikasi
a) Cidera kimiawi pada mata
b) Benda asing dalam mata
c) Implamasi mata
5. Kontraindikasi
Luka karena tusukan pada mata
6. Komplikasi
a) Kemungkinan terjadi cidera perforasi pada mata bila irigasi dilakukan dengan tidak hati-hati
b) Kontaminasi silang pada mata yang sehat bila terdapat infeksi konjungtiva
7. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Pasien
(a) Klien diberitahu untuk pemeriksaan
(b) Mengatur pencahayaan ruangan agar penerangan baik
2) Alat
(a) 2 buah spuit 10 cc yang ujung jarumnya sudah dipotong dan dibengkokan
(b) Cairan fisiologis
(c) Alas perlak
(d) Verband/kassa
(e) Kapas lembab dalam kom
(f) Obat anastesi topical
(g) Plester
(h) Alat tulis
b) Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pasang sarung tangan
3) Minta pasien tidur miring ke arah mata yang akan diirigasi
4) Pasang perlak, bengkok dekatkan dan ambil bantal pasien
5) Buka verband dan bersihkan mata pasien dengan kapas lembab
6) Buka mata pasien yang akan diirigasi dengan telunjuk dan ibu jari pemeriksa
7) Teteskan 1 tetes obat anastesi topical, pada mata yang akan diirigasi (jangan mengenai
kornea)
8) Pasien diminta melihat kearah kakinya bila akan melakukan irigasi kelopak mata bagian
atas dan melihat kearah kepala bila membersihkan kelopak bagian bawah (tidak
melakukan irigasi pada bagian kornea), lakukan sampai bersih

Gambar 4.3 Irigasi mata


9) Keringkan seputar mata dengan kapas lembab
10) Tutup kembali mata yang telah diirigasi
11) Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai
c) Evaluasi
1) Mencatat hasil dan respon klien pada proses keperawatan
2) Membersihkan dan merapikan alat pada tempat semula
TES PENDENGARAN

A. PEMERIKSAAN RINNE
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perekaman pemeriksaan rinne, mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemeriksaan rinne dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan menggunakan garputala untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
pendengar klien
3. Tujuan
Untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengar klien
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
a. Pasien
2) Menyampaikan salam
3) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan serta partisipasi yang
diharapkan pada klien dengan bahasa yang mudah dipahami
4) Atur posisi pasien dengan duduk
b. Alat
(a) Garputala 512 Hz
c. Lingkungan
(a) Menjaga privacy pasien
(b) Lingkungan yang tidak berisik
b) Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pemeriksa berdiri disebelah telinga pasien, memukulkan garputala 512 Hz pada telapak
tangannya
3) Meletakkan tangkai garputala pada processus mastoideus pasien
4) Pasien ditanya apakah ia mendengar bunyinya dan diminta untuk memberitahukan kapan ia
tidak mendengarnya lagi dengan mengangkat tangan
5) Jika pasien sudah tidak mendengar lagi, garputala diletakkan didepan meatus auditorius
eksternus 1-2 cm telinga yang sama
6) Pasien ditanya apakah ia masih mendengarnya, bila tidak mendengar instruksikan untuk
mengangkat tangan
7) Kemudian periksa telinga sebelahnya
c) Evaluasi
a. Test Rinne Positif (+) jika pasien masih mendengar garputala pada meatus auditorius
eksternus setelah tidak dapat mendengarnya lagi pada processus mastoideus berarti hantaran
udara lebih baik dari pada tulang (normal)
b. Test Rinne Negative (-) jika pasien tidak mendengar garputala pada meatus auditorius
eksternus setelah tidak dapat mendengarnya lagi pada processus mastoideus berarti hantaran
tulang lebih baik daripada udara (tuli konduktif)

Gambar 5.1 Tes Rinne


B. PEMERIKSAAN WEBER
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perekaman pemeriksaan rinne, mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemeriksaan weber dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan menggunakan garputala untuk mengetahui lateralisasi pendengaran melalui hantaran
tulang telinga klien
3. Tujuan
Untuk mengetahui lateralisasi pendengaran melalui hantaran tulang telinga klien
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Pasien
(a) Menyampaikan salam
(b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan serta partisipasi yang
diharapkan pada klien dengan bahasa yang mudah dipahami
(c) Atur posisi pasien dengan duduk
2) Alat
1) Garputala 512 Hz
3) Lingkungan
1) Menjaga privacy pasien
2) Mengatur pencahayaan ruangan
b) Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pemeriksa berdiri didepan pasien, memukulkan garputala 512 Hz pada telapak tangannya
3) Meletakkan tangkai garputala di garis tengah ubun-ubun atau garis tengah dahi
4) Menanyakan pada pasien bunyi garputala terdengar lebih keras pada telinga mana
c) Evaluasi
1) Tidak ada lateralisasi : bila getaran telinga kanan dan kiri sama berarti normal

Gambar 5.2 Tes weber


2) Lateralisasi kepada telinga yang bermasalah/sakit : suara garputala lebih keras terdengar pada
telinga yang bermasalah/sakit berarti tuli konduktif
3) Lateralisasi kepada telinga yang tidak bermasalah/sehat : suara garputala lebih keras
terdengar pada telinga yang tidak bermasalah /sehat berarti tuli sensorineural
C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perekaman pemeriksaan rinne, mahasiswa mampu
melakukan prosedur pemeriksaan schwabach dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan menggunakan garputala untuk membandingkan hantaran tulang klien dan pemeriksa.
Syarat pemeriksa memeliki pendengaran normal.
3. Tujuan
Untuk membandingkan hantaran tulang klien dan pemeriksa
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Pasien
(a) Menyampaikan salam
(b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan serta partisipasi yang
diharapkan pada klien dengan bahasa yang mudah dipahami
2) Alat
(a) Garputala 512 Hz
3) Lingkungan
(a) Menjaga privacy klien
(b) Mengatur pencahayaan ruangan
b) Pelaksanaan
1) Getarkan penala, tempelkan gaputala pada proc mastoid pasien
2) Pasien ditanya apakah ia mendengar bunyinya dan diminta untuk memberitahukan kapan ia
tidak mendengarnya lagi dengan mengangkat tangan
3) Jika sudah tidak mendengar bunyi segera pindahkan garputala pada proc mastoid telinga
pemeriksa
4) Bila pemeriksa masih bisa mendengar maka Schwabach memendek
5) Bila pemeriksa tidak mendengar maka pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
6) Penala digetarkan, diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih dulu
7) Jika sudah tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera pindahkan pada proc.mastoideus
telinga pasien
8) Bila pasien masih dapat mendengar bunyi, maka schwabach memanjang

Gambar 5.3 Tes Schwabach


c) Evaluasi
1) Bila suara yang didengarkan pasien dan pemeriksa sama maka hasilnya normal
2) Bila pemeriksa masih bisa mendengar, sedangkan pasien tidak maka schwabach memendek
(tuli sensori neural)
3) Bila pemeriksa tidak mendengar, sedangkan pasien masih bisa mendengar maka schwabach
memanjang (tuli konduktif)
VI. SISTEM PERSYARAPAN

A. PENILAIAN TINDAKAN GASGLOW COMA SCALE (GCS)


1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang penilaian tindakan gasglow coma scale
(GCS) mahasiswa mampu melakukan prosedur penulaian gasglow coma scale (GCS)
dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang menilai tiga fungsi , yaitu mata eyes (E),
verbal (V), dan gerak motorik (M). Ketiga fungsi masing-masing dinilai dan pada
akhirnya dijumlahkan dan hasilnya merupakan derajat kesadaran. Semakin tinggi nilai
menunjukkan semakin baik nilai kesadaran. Nilai terendah adalah 3 (koma dalam atau
meninggal), dan yang tertinggi adalah nilai 15 (kesadaran penuh).
3. Tujuan
Digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma
atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan
4. Standar Operasional prosedur
a) Persiapan
1) Melakukan verifikasi data bila ada
2) Mencuci tangan
3) Menempatkan alat dekat pasien
b) Orientasi
1) Memberikan salam kepada keluarga/klien
2) Menjelaskan tujuan prosedur pada keluarga/klien
c) Kerja
1) Menyiapkan posisi pasien supine
2) Memeriksa reflex membuka mata dengan benar
3) Memeriksa reflex verbal dengan benar
4) Memriksa reflex motorik dengan benar
5) Menilai hasil pemeriksaan dengan benar

Gambar 9.9 Penilaian GCS


d) Evaluasi
1) Merapikan pasien
2) Berpamitan dengan keluarga/pasien
3) Membereskan alat-alat
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

A. PEMERIKSAAN FISIK SARAF CRANIAL

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik pada system persyarafan,
mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik pada system persyarafan dengan
benar dan tepat.
2. Deskripsi
Pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan mencakup pemeriksaan pada fungsi cerebral-
status mental dan fungsi saraf kranial
3. Tujuan
Menggali data yang saling mendukung sehingga dalam penetuan masalah/diagnose
keperawatan menjadi terarah dan tepat.
4. Standar Operasional prosedur
1. Persiapan
a. Pasien
1) Menyampaikan salam dan memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3) Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan kerja sama yang dibutuhkan dari klien
4) Menanyakan keluhan dari klien
5) Menanyakan kepada klien tentang riwayat nyeri, sakit kepala, keterbatasan
gerak, ketidakmampuan melakukan aktifitas, cedera, adanya kehilangan fungsi
tanpa nyeri
b. Alat

1) kopi, minyak wangi, pada tempatnyal


2) Mitella untuk menutup mata pasien
3) Light Tespen
4) Kapas yang dipilih
5) Garam, Gula dan pil Kinal
6) Lidi Watten / Cotton Bath
1) Garfu Tala
2) Tonge Spatel
3) Jarum Tumpul
4) Hammer reflek

c. Lingkungan
1) Pencahayaan cukup
2) Ruang tenang
3) Memperhatikan keamanan lingkungan
d. Perawat
1) Mencuci tangan
2) Memakai sarung tangan bersih

2. Pelaksanaan
a. FUNGSI SEREBRAL-STATUS MENTAL
1) Mengobservasi penampilan umum
 Tingkat kesadaran
 Tingkah laku (Penampilan umum, aktifitas, hygiene, ekspresi, isis pikir)
 Fungsi Kognitif (Orientasi orang, tempat dan waktu, kemampuan mengikuti
perintah, menghitung, perhatian)
2) Integrasi sensorik
3) Integrasi motorik
4) Bahasa

b. FUNGSI SARAF KRANIAL


1) Saraf Olfaktorius (N I)
Instruksikan klien untuk menutup mata kemudian dekatkan bau-bauan yang
sudah dikenal seperti kopi, teh, tembakau atau jeruk

Gambar 9.1 Tes penciuman


2) Saraf Optikus (N II)
Lapang pandang : instrusikan klien untuk melihat hidung pemeriksa dan minta
klien untuk menutup satu matanya, gunakan penlight, bawa dari purifier ke
daerah luas pandang dan tanyakan apa yang klien lihat

Gambar 9.2 Tes lapang pandang


3) Saraf Okulomotorius (N III), Saraf Trokhlearis (N IV), Saraf Abdusen (N VI)
N III : instruksikan klien untuk menggerakkan mata ke medialis, kea rah atas
dalam, atas luar, dan bawah luar, kontraksi pupil dan lensa mata
N IV : instruksikan klien untuk menggerakkan mata kea rah bawah dan nasal
N VI : instruksikan klien untuk menggerakkan mata kea rah lateralis/temporal
Gambar 9.3 Pergerakan bola mata

4) Saraf Trigeminus (N V)
Sensorik : instruksikan klien untuk menutup matanya dan dengan sentuhan
ringan pada bagian berbeda dari wajah dengan bola kapas, jarum dan air hangat,
tanyakan dimana klien merasakan sensasinya
Motorik : Instruksikan klien untuk menutup rahang

Gambar 9.4 Tes sensorik trigeminus


5) Saraf Fasialis (N VII)
Instruksikan klien untuk tersenyum, mengerut, mengangkat alis dan bersiul
Instuksikan klien untuk menutup mata dan pertahankan agar tertutup dan
pemeriksa mencoba untuk membukanya

Gambar 9.5 Tes fasialis


Letakkan beberapa butir gula di salah satu sisi lidah klien dan minta klien untuk
mengidentifikasi rasa. Gunakan garam dan bahan lainnya
6) Saraf Akustik/vestibule-koklear (N VIII)
Tepukkan tangan pemeriksa dekat telinga klien, tanyakan apa klien mendengar
bunyinya
Letakkan garpu tala yang bergetar pada puncak tenggkorak klien, tanyakan
apakah klien mendengar bunyinya

Gambar 9.6 Tes garputala


Letakkan garpu tala yang bergetar pada prosesus mastoideus dan minta klien
memberitahu jika bunyi sudah tidak terdengar lagi, lakukan hal yang sama pada
lubang telinga
7) Saraf Glosofaringeal (N IX) dan Saraf Vagus (NX)
Instruksikan klien untuk membuka mulut dan berkata “aahh”

Gambar 9.7 Pemeriksaan uvula


Letakkan tangan pemeriksa di tenggorokan klien dan instruksikan klien
untuk menelan
8) Saraf Asesoris (N XI)
Letakkan tangan pemeriksa di pipi klien dan berikan tahanan pada gerakan
kepala ke kiri dan ke kanan.
Instruksikan klien untuk mengangkat bahu dan berikan tahanan pada bahu
dengan tangan pemeriksa
9) Saraf Hipoglosal (N XII)
Inspeksi lidah untuk melihat adanya deviasi, tremor atau atropi
Instruksikan klien untuk mendorong lidahnya ke tepi dan berikan tekanan dengan
tangan pemeriksa

Gambar 9.8 Tes hipoglusus


3. Evaluasi
c. Memperhatikan respon klien selama dan setelah tindakan
d. Membantu klien memilih posisi yang nyaman
e. Memberitahukan hasil pemeriksaan sesuai kebutuhan
f. Melakukan terminasi dan mengucapkan salam
g. Membereskan peralatan
h. Mencuci tangan
4. Dokumentasi
a. Mencantumkan identitas pasien dengan jelas dan benar
b. Mencatat semua data hasil pemeriksaan dengan jelas dan mudah dibaca
c. Mencoret tulisan yang salah disertai paraf perawat/pemeriksa, tidak menggunakan
tipe-ex
d. Mencantumkan nama jelas dan tanda tanga nperawat yang melakukan pemeriksaan
e. Menggunakan tinta bolpoint untuk mencatat

B. PROSEDUR PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

TUJUAN PRAKTIKUM
1. TUJUAN UMUM.
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan keterampilan dalam melakukan
pemeriksaan neurologis
2. TUJUAN KHUSUS.
Setelah melakukan praktikum berikut mahasiswa mampu :
a. Melakukan pemeriksaan reflek fisiologis
b. Melakukan pemeriksaan reflek patologis

Peringkat Reflek
Peringkat Deskripsi
4+ Hiperaktif (dengan klonus)
3+ Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal
2+ Rata-rata, normal
1+ Berkurang, normal rendah
0 Tidak ada respon

NILAI
No. TINDAKAN
0 1 2
1 Persiapan alat
1. Sarung tangan/handscoen
2. Hammer reflek
3. Kapas
4. Bullpen
5. Lembar dokumentasi
2 Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
3 Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
4 Cuci tangan
5 Lakukan pemeriksaan reflek dengan palu reflek (reflek hummer)
REFLEK FISIOLOGIS
REFLEK BISEP
6 Fleksikan siku klien, letakkan lengan bawah klien diatas paha dengan posisi telapak tangan
menghadap keatas

7 Letakkan ibu jari tangan kiri, diatas tendon bisep klien


8 Perkusi ibu jari pemeriksa dengan reflek hummer
9 Amati adanya fleksi ringan yang normal pada siku klien, rasakan kontraksi otot bisep
REFLEK TRISEP
10 Fleksikan siku klien, sangga lengan klien dengan tangan nondominan
11 Palpasi tendon trisep sekitar 2-5 cm diatas siku
12 Perkusi reflek hummer pada tendon trisep
13 Amati adanya ekstensi ringan yang normal pada siku
REFLEK BRAKIORADIALIS
14 Letakkan lengan klien dalam posisi istirahat (pronasi)
15 Ketukkan reflek hummer secara langsung pada radius 2-5 cm diatas pergelangan tangan atau
processus stiloid

16 Amati adanya fleksi dan supinasi normal pada lengan klien, jari-jari tangan sedikit ekstensi
REFLEK PATELA
17 Minta klien duduk ditepi meja periksa agar kaki klien dapat menjuntai dengan bebas tidak
menginjak lantai
18 Tentukan lokasi tendon patella yang berada tepat dibawah patella (tempurung lutut)

19 Ketukkan reflek hummer langsung pada tendon patela


20 Amati adanya ektensi kaki atau tendangan kaki yang normal
REFLEK ACHILLES
21 Minta klien duduk ditepi meja periksa agar kaki klien dapat menjuntai dengan bebas tidak
menginjak lantai
22 Dorsofleksikan sedikit pergelangan kaki klien dengan menopangkan kaki klien pada tangan
Pemeriksa

23 Ketukkan reflek hummer pada tendon Achilles tepat diatas tumit


24 Amati dan rasakan plantar fleksi (sentakan kebawah) yang normal pada kaki klien
REFLEK ABDOMINAL
25 Posisikan klien supine dan buka area abdomen
26 Lakukan pemeriksaan dengan cara menggoreskan sikat pemeriksa secara vertical, horizontal
dan diagonal pada daerah epigastrik sampai umbilicus. Normalnya dinding abdomen akan
kontraksi
REFLEK PATOLOGIS
REFLEK PLANTAR (BABINSKI)
27 Gunakan bagian jarum dari reflek hummer
28 Gores tepi lateral telapak kaki klien, mulai dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari
29 Babinski (+) jika dorsum fleksi ibu jari, diikuti fanning (pengembangan) jari-jari

REFLEK CHADDOCK
30 Goreskan bagian maleolus lateral (buku lali) dari arah lateral ke arah medial sampai di bawah ibu
jari kaki.

31 Chaddock (+), responnya seperti babinski

REFLEK OPPENHEIM
32 Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksimal ke distal
Respon : seperti refleks babinsky

REFLEK GORDON
33 Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti refleks babinsky

REFLEK SCHAFFER
34 Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti refleks babinsky
REFLEK GONDA
35 Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti reflek babinsky

REFLEK HOFFMAN
36 Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

REFLEK PRIMITIF BAYI


37 Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah–olah menyusu
38 Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir /dibawah hidung
39 Graps refleks
Cara : penekanan / penempatan jari si pemeriksa pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal
Bandung,
TOTAL : …… /…... /……
Nilai = 1 x …….. + 2 x …….. x 100 = ……… x 100 = ………… Fasilitator
2 x …….
…………………..

Anda mungkin juga menyukai