b) Rentang Respon
Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti pada
gambar 1 berikut:
Adaptif Maladaptif
c) Etiologi/Psikodinamika
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep,
2010).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku
kekerasan.
Faktor Psikologi
a. Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa
perilaku agresif merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
b. Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan
pengikut Freud ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya
akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
Faktor Sosial Budaya
a. Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) ini memgemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
respon yang dipelajari.
b. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekpresi
agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima,
sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan
marah dengan cara yang asertif.
Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam
susunan persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang
agresif. Sistem limbik berperan penting dalam meningkatkan dan
menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering dikaitkan
dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim,
norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA (gamma
aminobutiric acid). GABA dapat menurunkan agresifitas,
norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin dapat
menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila
merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury
secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap
konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan
orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis. Contoh stressor
ekternal adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain.
Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk di hati
atau kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul pada
orang yang dirawat inap.
e) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gangguan jiwa dengan dengan perilaku
kekerasan (Yosep, 2010) adalah sebagai berikut:
1. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-
hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam, sering
digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan pasien.
2. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan
aliran listrik dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun
klonik.
f) Penatalaksanaan Keperawatan
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan
agitasi pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu,
perawat harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan
perilaku agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat
dalam membina hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku
yang berpontensi kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan,
mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku kekerasan.
(Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui
rentang intervensi keperawatan.
1. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut
merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya
membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat
harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah
pasien.
2. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara
mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami
kesulitan mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan
kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi
dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar
pasien mau mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai
apakah respon yang diberikan pasien adaptif atau maladaptif.
3. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat
yaitu mampu berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang,
mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup
melakukan komplain, dan mengekpresikan penghargaan dengan
tepat.
4. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap
tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral
dengan cara yang kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak
mata langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan pembicaraan,
jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji
yang tidak dapat ditepati.
5. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas
seperti: membaca, kelompok program yang dapat mengurangi
perilaku pasien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi
sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai
masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi sedangkan
kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat,
2005). TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi: perilaku kekerasan.
6. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan
pasien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
2. Perilaku kekerasan/amuk
b) Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
d) Rencana Tindakan
9.3 Anjurkan
klien :
Minta dan
menggunaka
n obat tepat
waktu
Lapor ke
perawat atau
dokter jika
mengalami
efek yang
tidak biasa
Beri pujian
terhadap
kedisiplinan
klien
menggunaka
n obat
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PERTEMUAN KE : 1 (SATU)
(RPK)
SP :1
HARI/TANGGAL :
PROSES KEPERAWATAN
A. KONDISI KLIEN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Prilaku Kekerasan
C. TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
I. FASE ORIENTASI
A. SALAM TERAPEUTIK
“Assalamualaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya,....boleh
dipanggil… saya perawat yang bertugas pagi ini dari pukul 08.00 sampai 14.00
WIB, kalua boleh saya tau nama ibu siapa?
B. EVALUASI/VALIDASI
“ bagaimana perasaan ibu hari ini ? masih ada perasaaan kesal atau marah?
C. KONTRAK
Topik : “Baiklah sekarang kita bercakap-cakap tentang perasaan marah
yg ibu rasakan?”
Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? bagaimana jika 10
menit?”
Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang? bagaimana jika diruang
tamu?”