Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Oto Iskandardinata

Oto Iskandardinata lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, kecamatan


Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung. Oto adalah putra seorang bangsawan Sunda
bernama Nataatmadja, dalam keluarga tersebut Oto merupakan anak ketiga dari
sembilan  orang saudara. Pada jamannya ayah Oto adalah seorang yang berpikiran
maju, terbukti dengan sadar telah menyekolahkan anak-anaknya. Oto sendiri
memasuki Holland Inlandsche School (HIS), setingkat SD sekarang, di Bandung.
Kepribadian Oto sejak kecil menunjukkan karakteristik sebagai anak yang
nakal tetapi jujur dan berterusterang. Berani menyatakan secara spontan mana yang
benar dan mana yang salah. Olah raga adalah hobinya, salah satunya sepakbola.
Bahkan hobi sepakbola ditekuninya sampai dewasa, hal itu dibuktikannya dengan
menjadi ketua umum Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (Persib).
Selesai menamatkan HIS, Oto melanjutkan ke Kweekschool
Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) di Bandung. Sekolah ini biasa disebut
sebagai Sakola Raja (Sekolah Raja) karena didirikan bertalian dengan lahirnya Ratu
Wihelmina. Setiap murid Sekolah Guru diharuskan masuk asrama untuk memudahkan
pengawasan dari guru-gurnya. Dalam asrama tersebut  Oto Iskandardinata dianggap
sebagai anak yang nakal, sehingga ia sering mendapat hukuman dari pimpinan asrama
bahkan seringkali dilarang ke luar kamar. Hal ini dapat dimengerti karena pimpinan
asrama dan guru-guru Oto pada saat itu menginginkan anak-anak Indonesia yang
patuh, menurut kepada perintah dan keinginan mereka, maka sikap Oto sebagai anak
yang mempunyai inisiatif dan kreatif dianggap sebagai anak yang nakal.
Setelah menyelesaikan Kweekscholl Onderbouw, Oto kemudian melanjutkan
sekolahnya di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah.
Di sekolah inilah Oto tumbuh sebagai seorang anak dewasa yang mulai gemar
membaca. Bacaannya adalah  buku dan surat kabar yang berbau politik. Surat
kabar De Express yang dipimpin Dr. Dewes Dekker (Dr. Setiabudi)  yang isinya
seringkali mengecam pemerintah Hindia Belanda adalah suratkabar kesukaan Oto.
Semua murid Sekolah Guru Atas sebenarnya dilarang membaca surat kabar tersebut,
akan tetapi Oto sering menyembunyikan surat kabar tersebut di bawah bantalnya, dan
membacanya secara sembunyi-sembunyi. Dari kegemarannya membaca
mengakibatkan jiwa Oto tumbuh menjadi lebih matang dan mulai tertarik pada
masalah kemasyarakatan, kebangsaan dan  perjuangan bangsa.
Setelah menyelesaikan sekolahnya Oto kemudian menjadi guru HIS di
Banjarnegara dan menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, karena ia sadar
bahwa dengan pendidikanlah bangsanya dapat menjadi bangsa yang berilmu dan
mengerti tugas serta tanggungjawab terhadap tanah air. Pada bulan Juli 1920 Oto
kemudian  dipindahkan ke Bandung. Di Bandung Oto mengajar di HIS bersubsidi  dan
perkumpulan Perguruan Rakyat. Di Bandung pula Oto mulai aktif dalam pergerakkan
politik. Kariernya dalam bidang politik  dimulai dengan menjabat wakil Ketua Budi
Utomo cabang Bandung.
Pada Agustus 1924  Oto dipindahkan ke Pekalongan Jawa Tengah, di tempat
ini pun Oto tetap berkarier dalam bidang politik. Oto menjabat sebagai Wakil Ketua
Budi Utomo cabang  Pekalongan  merangkap sebagai Komisaris Hoofdbestuur Budi
Utomo.
Berdirinya Paguyuban Pasundan  merupakan suatu manifestasi dari kelahiran
kembali pribadi pemuda-pemuda Sunda dan orang-orang Sunda pada umumnya.
Tujuan semula organisasi ini untuk memajukan kehidupan orang-orang Sunda
khususnya dan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya. Oto masuk menjadi
anggota Paguyuban Pasundan cabang Jakarta dan langsung menjadi Sekretaris
Pengurus Besar organisasi tersebut pada tahun  1928, hal itu terjadi ketika Oto pindah
ke Jakarta dan menjadi guru HIS Muhammadiyah. Pada Desember 1929 dalam suatu
pemilihan pengurus pusat Paguyuban Pasundan di Bandung Oto terpilih menjadi
Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan. Jabatan tersebut dipegangnya sampai
tahun 1945.
Pada masa kepemimpinan Oto, Paguyuban Pasundan mengalami kemajuan
pesat di bidang politik, ekonomi, sosial, pers, dan  pendidikan. Bermula dari gerakan
kebudayaan, Paguyuban Pasundan kemudian  menyelami juga pergerakan politik.
Paguyuban Pasundan  berdiri di atas dasar keyakinan bahwa bangsa Indonesia pasti
merdeka. Paguyuban Pasundan  menitikberatkan perjuangannya di Volksraad (Dewan
Rakyat). Pada tahun 1921-1924 Oto tercatat sebagai salah satu
anggota  Volksraadyang vokal.
Atas dasar keyakinan politik Oto, pada akhir tahun 1939 Paguyuban Pasundan
masuk dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam kongresnya yang ke-25,
Paguyuban Pasundan menyatakan mengakui  bendera merah putih dan lagu Indonesia
Raya sebagai bendera dan lagu kebangsaan Indonesia, meminta kepada pemerintah
mengadakan upah minimum, mendirikan komisi istimewa untuk menyelediki
kehidupan di tanah partikelir, dan menyokong aksi Indonesia Berparlemen.
            Di bidang pendidikkan, Paguyugan Pasundan sadar untuk memajukan rakyat
Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya melalui pendidikan. Oleh karena sekolah
yang didirikan oleh pemerintah kolonial sangat sedikit, maka Paguyuban Pasundan
kemudian membentuk sebuah badan Bale Pamulangan Pasundan. Tugas badan ini
khusus untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang pendidikkan
dan pengajaran. Dalam masa kepengurusan Oto di seluruh Jawa Barat terdapat kurang
lebih 48 sekolah yang telah didirikan Paguyuban Pasundan.
            Di bidang ekonomi, Paguyuban Pasundan mendirikan Bale Ekonomi Pasundan
(BEP). Badan ini bertugas menyelenggarakan dan mengurus segala sesuatu yang
berhubungan dengan ekonomi rakyat. Tujuannya memperkuat kehidupan orang Sunda
dan orang Indonesia  pada umumnya. BEP mendirikan  bank-bank kecil atas dasar
kerakyatan, mendirikan koperasi petani, dan perkumpulan-perkumpulan koperasi
dagang.
            Di bidang sosial, Paguyuban Pasundan mendirikan Centrale Advies Bureau.
Badan ini bertugas memberi penerangan dan petunjuk mengenai hukum kepada siapa
saja yang membutuhkan pertolongan tanpa meng-harapkan adanya imbalan.
            Dalam bidang Penerangan Umum, Paguyuban Pasundan mener-bitkan surat
kabar berbahasa Sunda yaitu Sipatahunan dan surat kabar berbahasa Melayu yaitu
Sepakat. Sampai pertengahan tahun 1980-an surat kabar Sipatahunan tetap terbit.
            Sejak 15 Juni 1931, Oto menjadi anggota Volksraad sebagai wakil dari
Paguyuban Pasundan. Jabatan ini  dipegangnya sampai tahun 1942, tahun ketika
Jepang mulai berkuasa di Idnoenesia. Oto menjadi anggota Volksraad secara berturut-
turut dalam tiga periode, yaitu periode kelima (1931-1934), periode keenam (1935-
1938) dan periode ketujuh  (1938-1942). Sebagai anggota Volksraad Oto bergabung
dengan Fraksi Nasional yang didirikan atas gagasan Husni Thamrin.  Suara Fraksi
Nasional dalam Volksraad sangat radikal. Oto yang tergabung dalam Fraksi Nasional
dikenal dengan sebutan Si Jalak Harupat, yang dalam perumpamaan bahasa Sunda
mengandung arti lincah dan tajam lidahnya seperti burung jalak. Keberanian dan
kejujuran selalu mewarnai ucapan-ucapan Oto. Dalam suatu kesempatan dalam suatu
sidang di dalam Volksraad Oto pernah mengemukakan:
     
“Seperti orang beriman percaya akan adanya Allah, begitulah juga saya percaya
akan datangnya kemerdekaan bagi semua negara terjajah, juga bagi Indonesia.
Dengan  sendirinya jika kebebasan itu dicapai Indonesia dengan kekerasan maka
perpisahan antara negeri Belanda dan Indonesia akan seperti musuh. Perusahaan-
perusahaan dan hak milik orang Belanda di sini akan dirampas. Perdagangan
Belanda akan dilarang atau dipersulit. Memperoleh kemerdekaan dengan atau
tanpa kekerasan seperti dikatakan, akan tidak sedikit bergantung kepada negara
Belanda sendiri. Akan tetapi, saya percaya Tuan Ketua, bahwa bangsa Tuan  yang
dikenal sebagai bangsa tenang berpikir akan tahu memilih antara dua kemungkinan
ini mengundurkan diri atau diusir”.
           Menurut Oto hasrat untuk menjadi bebas itu sudah menjadi sifat dasar
manusia.  Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai bangsa terjajah selalu berjuang
untuk mencapai kemerdekaannya. Dalam suatu sidang Volksraad lainnya Oto
menyatakan:
 
“Saya kira, Tuan Ketua tak usah diberi petunjuk lagi tentang keadaan alam
yang penuh dengan contoh-contoh yang memperlihatkan bahwa hasrat untuk
bebas itu sudah menjadi sifat. Cobalah lihat, hewan biarpun diikat atau
dikurung, tetapi mereka tetap mencoba akan melepaskan diri. Sejarah tiap
negara cukup memberi pelajaran bahwa setiap bangsa yang dijajah
mengorbankan segala sesuatu untuk meningkatkan derajat bangsa dan tanah
airnya yang dalam keadaan dihina”.
 
Oleh karena keberaniannya dalam sidang-sidang Volksraad, Oto dikenal pula
dengan julukkan seorang non koperator di tengah-tengah koperator. Artinya,
bergabung dengan Volksraad adalah suatu tindakan yang dianggap sebagai koperator
pada saat itu. Akan tetapi,  pidato-pidato yang diucapkan Oto di
dalam Volksraad ternyata lebih mencerminkan sikap seorang non-koperator terhadap
penjajahan. Peranan Oto, Husni Thamrin, Sukardjo Wiryoparnoto dan anggota Fraksi
Nasional lainnya sangat menonjol dalam pergerakan nasional. Hal itu disebabkan
pergerakkan di luar Volksraad sedang mengalami tekanan hebat dari Pemerintah
Hindia Belanda.
Cita-cita kemerdekaan Indonesia semakin menjadi-menjadi bagi Oto dan
anggota Paguyuban Pasundan, hal itu terlihat dalam tanggapan Oto untuk bergabung
dalam Permufakatan Perhimpunan Partai Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI)  pada  1927.  Bergabungnya Oto beserta organisasi Paguyuban
Pasundan  dikarenakan cita-cita PPKI sejalan dengan kehendak Oto yaitu mencapai
Indonesia Merdeka. Dalam hal ini Oto mengatakan bahwa demi persatuan bangsa
yang akan menghadapi kemerdekaan seperti Indonesia, pihak yang berpendirian
federalisme sekalipun sebagian besar akan meninggalkan fahamnya, bersatu dengan
penganut unitarisme untuk memperoleh kemerdekaan di bawah naungan Negara
Persatuan.
Ketika Jepang  menduduki Indonesia, semua partai politik dilarang. Hal itu
tidak terkecuali bagi Paguyuban Pasundan beserta anak-anak organisasinya.
Sehubungan dengan hal itu untuk menyelamatkan kekayaan Paguyuban Pasundan,
Oto Iskandardinata kemudian mendirikan suatu Badan Usaha Pasundan yang diketuai
oleh Sanusi Hardjadinata.
Pada masa Jepang berkuasa kaum pergerakkan pada umumnya melanjutkan
perjuangannya dalam bentuk lain, yaitu menempuh jalan bekerjasama dengan pihak
Jepang dengan harapan  akan menyelamatkan dan melanjutkan perjuangan mereka. Di
pihak lain, Jepang pun merasa perlu bekerjasama dengan kaum pergerakkan karena
menganggap pengaruh kaum pergerakkan sangat besar di kalangan rakyat. Jepang
kemudian membentuk suatu birokrasi pemerintahan untuk memperkokoh  keduduk-
kannya di Indonesia. Beberapa tokoh bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk
menduduki jabatan tinggi. Mula-mula Oto diangkat sebagai
pegawai Gunsei (Pemerintah Militer). Kemudian Oto diberi tugas untuk menjadi
pemimpin surat kabar Cahaya di Bandung menggantikan Sipatahunan yang dilarang
terbit oleh Jepang.
Ketika Jawa Hokokai  (Perhimpunan Kebaktian Jawa) dibentuk, Oto ikut
menjadi anggota organisasi ini. Jawa Hokokai dibentuk untuk meng-gantikan
kedudukan Poetera yang tidak mendapat dukungan masyarakat. Jawa
Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Pimpinan tertinggi langsung
di bawah Kepala Pemerintahan Militer. Pada 14 September 1944 dibentuk Barisan
Pelopor  (Suisyintai) yang merupakan anak cabang Jawa Hokokai atau Jawa
Hokokai Bagian Pemuda. Pengurus  Barisan Pelopor  antara lain terdiri dari Ir
Sukarno sebagai ketua, R.P. Suroso, R. Oto Iskandardinata, dan  Dr.
Buntaran  Martoatmojo sebagai wakilnya. Organisasi ini sebenarnya merupakan
pembinaan kader dan masa aksi. Tugas ketua dan wakil ketua Barisan Pelopor adalah
memberikan ceramah-ceramah  politik.
Sebelum Barisan  Pelopor  dibentuk,  Jepang juga telah memberikan latihan
militer pada pemuda-pemuda Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk
mempertahankan Indonesia. Antara lain memberikan kesempatan pada pemuda
Indonesia untuk menjadi Heiho (pembantu prajurit). Pada 3 Oktober 1943 dibentuk
PETA (Pembela Tanah Air).  Oto, bersama Gatot Mangkupraja, Iyos Diding, dan Ibnu
Hasyim membentuk pasukan PETA Jawa Barat dengan tempat latihan di Bogor.
Dalam hal pendirian PETA di Jawa Barat, Oto memiliki pandangan politik jauh
ke depan. Ia sadar bahwa Indonesia memerlukan pemuda yang kuat dan terlatih secara
fisik. Untuk itu, Oto menganjurkan anaknya yang pertama yaitu Sentot, untuk ikut
dalam pendidikan PETA tersebut.  Sentot sendiri sebenarnya tidak tidak berminat
untuk menjadi tentara dan berniat untuk masuk Sekoah Tinggi Tekhnik Bandung.
Akan tetapi, Oto selalu menegaskan kepada puteranya bahwa negara nomor satu baru
keluarga hingga Sentot akhirnya masuk PETA. Sentot sendiri akhirnya menyadari
bahwa cita-cita luhur ayahnya jauh menjangkau ke depan. Kemerdekaan tidak akan
didapat tanpa pengorbanan pemuda yang penuh kemauan dan kemampuan yang harus
dapat mempertahankan kemerdekaan.
Ketika Jepang semakin terjepit, Perdana Menteri Koiso meng-umumkan
pendirian pemerintah Jepang bahwa Indonesia dijanjikan kemerdekaan di kemudian
hari. Pemerintahan Jepang di Indonesia kemudian membentuk Badan Penyelidik
Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Jumbi Cosakai). Tugas badan
tersebut  mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan
segi-segi politik, ekonomi, tata peme-rintahan dan lain-lain yang diperlukan dalam
usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Oto Iskandardinata adalah anggota
dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan ini.
Pada 7 Agustus 1945 Jepang mengumumkan  dibentuknya  Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Oto pun  tergabung dalam badan ini. Sehari setelah
proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama.
Pada sidang tersebut diputuskan beberapa hal penting menyangkut landasan  politik
bagi Indonesia yang merdeka dan ketatanegaraan. Sumbangan Oto dalam sidang PPKI
tersebut adalah  usulnya tentang pemilihan Presiden dan wakilnya, usul tersebut
disetujui secara bulat oleh  peserta sidang. Oto kemudian ditunjuk menjadi ketua
panitia kecil untuk membuat  rancangan tentang urusan  rakyat, pemerintah daerah,
kepolisian dan ketentaraan.
Pada jaman kemerdekaan Oto Iskandardinata merupakan orang pertama yang
menjabat sebagai Menteri  Urusan Keamanan. Pada saat Oto menjabat Menteri Urusan
Keamanan, timbul masalah  yaitu bekas Daidancodan Codanco yang
bertekad  mempertahankan kemerdekaan kekurangan senjata. Kemudian
muncul   badan-badan perjuangan  seperti  Hisbullah dan Sabillilah, Persatuan
Pemuda Pelajar Indonesia, dan Pemuda Republik Indonesia yang juga menuntut
diberikan senjata.
Menanggapi hal tersebut, Oto kemudian mengadakan pembicaraan dengan
pihak Jepang. Kedudukan Jepang pada saat itu dalam posisi sulit, apabila
menyerahkan senjata maka pihak Jepang akan disalahkan sekutu. Sedangkan pada
pihak lain Jepang melihat bahwa tuntutan rakyat dalam berjuang mempertahankan
kemerdekaan juga mengancam Jepang. Pihak Indonesia tidak sanggup memaksa
Jepang  untuk menyerahkan senjatanya secara damai.  Hasil pembicaraan pemerintah
dan pihak Jepang  tidak memuaskan kalangan pemuda. Mereka menuduh para
pemimpin Indonesia  yang terlibat dalam pembicaraan dengan pihak Jepang sebagai
penyebab terjadinya  penculikkan terhadap beberapa pemimpin pemerintahan.
Oto Iskandardinata pun  menjadi korban penculikan itu. Oto hilang penuh
misteri  pada Oktober 1945 dan baru pada Desember 1945 terdengar berita bahwa dia
telah dibunuh di pantai Mauk, banten Selatan. Jenazah Oto tidak berhasil diketemukan
sampai sekarang, demikian pula penyebab kematiannya masih belum dapat
diungkapkan secara pasti.  Muncul beberapa pendapat mengenai kematian Oto
Iskandardinata, pertama , peristiwa yang menimpa Oto terjadi pula terhadap beberapa
pemimpin pemerintahan di Jawa Barat yang dianggap berpihak pada
Jepang.  Pendapat kedua, kemungkinan Oto dibunuh oleh sesorang atau golongan
yang dendam karena langkah dan ucapan Oto yang tegas tanpa tedeng aling-aling.
 

Anda mungkin juga menyukai