Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

1. Apa itu etika?


Jawab :
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang
biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral.
Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk
(Bertens, 1997: 4--6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis
mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.
Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu
kerap kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).

Pengertian Etika Menurut Para Ahli


Berikut ini Merupakan Pengertian Etika Menurut Para Ahli.

 Menurut K. Bertens
Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku.
 Menurut W. J. S. Poerwadarminto
Etika merupakan studi tentang prinsip-prinsip moralitas (moral).
 Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan
pijakan dalam tindakan manusia.
 Menurut Ramali dan Pamuncak
Etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam profesi.
 Menurut H. A. Mustafa
Etika adalah ilmu yang menyelidiki, yang baik dan yang buruk untuk
mengamati tindakan manusia sejauh bisa diketahui oleh pikiran.

Jadi, dapat disimpulkan pengertian Etika menurut Saya adalah kumpulan suatu adab,
tatakrama, perilaku serta hal yang dimiliki manusia untuk menentukan baik dan buruk
tindakan mereka.

2. Bagaimana Pancasila sebagai sistem Etika?


Jawab :
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari silasila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk
perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Pentingnya pancasia
sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti korupsi
(penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.
Berdasarkan sumber Historis :
 Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah
terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah
mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut
dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
 Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui
penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir
Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari
para peneliti BP-7.
 Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk
perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah
satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh
penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi
di berbagai kalangan penyelenggara negara.

Berdasarkan sumber Sosiologis :

 Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam


kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal
yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang
mendalam.

Berdasarkan sumber Politis :

 Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma


dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundangan-undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori
hukum itu suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah
memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi
suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487).
Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang
sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada
di bawahnya bersifat konkrit.

Pancasila sebagai sistem etika tidaklah muncul begitu saja. Pancasila sebagai sistem
etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem penyelenggaraan
negara. Anda dapat bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara
tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara
negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem
etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi
hal-hal sebagai berikut:

a. Pertama, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi


muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda
yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas
nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka
kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku
dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba,
kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa
kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan
lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam
bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
b. Kedua, korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak
memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara
negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak,
baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan
pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam
Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang
terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya
godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi
pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka
hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm,
”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58).
c. Ketiga, kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui
pembayaran pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah,
padahal peranan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai
APBN. Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk
secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran
pajak yang tinggi maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan
dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan. Berikut ini
diperlihatkan gambar tentang iklan layanan masyarakat tentang pendidikan yang
dibiayai dengan pajak.
d. Keempat, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara
di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak
pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media,
seperti penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-
anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan
maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila,
diperlukan pula penjabaran sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan
tentang HAM (Lihat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
e. Kelima, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi
yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-
kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai
sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat
Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap
emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak
yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling jelas adalah pembakaran
hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang
menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi maupun perusahaan
yang terlibat. Selain itu, penggiat lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara juga perlu mendapat penghargaan seperti gambar berikut.

3. Bagaimana Pancasila dapat mengatasi masalah besar korupsi di Indonesia?


Jawab :
Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang perlu dihadapi oleh negara
Indonesia. Korupsi telah merugikan bangsa dan negara, bahkan dianggap sebagai suatu
kejahatan luar biasa. Korupsi sendiri memiliki arti suap, busuk, dan sebagainya.
Korupsi telah mengurangi hak asasi yang dimiliki oleh masyarakat indonesia, misalnya
hak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang pendidikan, kesehatan, kehidupan yang
layak, perlindungan hukum dan sebagainya. Indonesia telah memiliki kebijakan yang
mengatur mengenai pemberantasan korupsi, bahkan dengan adanya hukuman mati bagi
para koruptor. Hal tersebut sampai saat ini belum maksimal untuk memberantas
korupsi. Indonesia Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dengan
mendasarkan pada moral dan nilai-nilai budaya asli masyarakat Indonesia, hal ini dapat
dipergunakan untuk memberantas korupsi dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Dasar moral yang tertuang dalam sila-sila Pancasila dijabarkan dalam batang
tubuh UUD 1945, Pasal 27, Pasal28, Pasa l30, yang didalamnya membahas mengenai
jaminan hak asasi manusia. Nilai dalam silasila Pancasila yang mengedepankan pada
pembentukan moral untuk bebas dari korupsi di Indonesia, didasarkan pada nilai dasar;
nilai instrumental; nilai praksis. Dengan demikian, hak asasi bagi masyarakat indonesia
terpenuhi, tanpa harus menghilangkan salah satu pihak kehilangan hak asasi manusia.

Pancasila Sebagai Sumber Hukum Untuk Memberantas Korupsi Dan


Menjunjung Hak Asasi Manusia.
Indonesia merupakan negara yang telah merdeka, dan saat ini perlu adanya suatu
sistem hukum yang dapat memberikan kepastian eksistensinya sebagai negara yang
merdeka. Bahkan untuk mempertahankan kemerdekaan, indonesia telah memiliki
sumber hukum yang mumpuni berupa Pancasila, yang sejak awal kemerdekaan hingga
detik ini menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Yang menjadi hal pokok dalam mengisi kemerdekaan tersebut yaitu meningkatkan
kemajuan negara Indonesia dalam segala bidang. Mengenai kesejahteraan dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Salah satu untuk
mempertahankan eksistenti negara Indonesia yaitu dengan memberantas korupsi yang
merupakan suatu masalah yang sangat masif di Indonesia.
Dampak-dampak korupsi yang menyentuh segala aspek, bahkan mengurangi
implementasi dari sumber hukum indonesia untuk melindungi hak-hak asasi manusia
seluruh masyarakat, khususnya hak untuk mendapatkan kesejahteraan. Perlu sistem
hukum yang dapat mengakomodasi suatu tindak pidana yang telah dianggap kejahatan
luar biasa oleh pemerintah saat ini. Kebijakan berupa Undang-Undang tentang tindak
pidana korupsi yang saat ini telah manyatakan adanya hukuman mati untuk para
koruptorpun senyatanya tidak membuat para pelaku korupsi takut melakukan korupsi.
Keadaan ini dapat ditelaah bahwa adanya hukuman mati bagi para koruptor
sesungguhnya juga merupakan pengurangan hak asasi manusia dalam bidang hak
hidup. Hal ini dikarenakan acuan negara Indonesia dalam pembuatan kebijakan
mengacu pada Kitab undang-undang hukum pidana, yang merupakan peninggalan
kolonial belanda.
Dari hal ini, perlu suatu kaidah yang progresif seperti yang dinyatakan oleh Karl Von
Savigny bahwa hukum itu tidak dibuat, melainkan tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat (das rech wird gemacht, est ist und wird mit dem volke). Oleh karena itulah
Indonesia perlu membangun sistem hukum yang mengedepankan dasar moral yang
berasal dari budaya bangsa Indonesia. Moral dasar yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran dan dedikasi pengabdian bagi bangsa dan negara.
Pancasila sebagai dasar falsafah Indonesia memberikan konsekuensi logis berupa
segala bentuk aturan hukum yang ada di indonesia didasarkan Pancasila. Hukum positif
yang ada di indonesia, tidak boleh bertentangan dari nilai-nilai Pancasila. Perlu diingat
bahwa keberadaan Pancasila sebagai falsafah bangsa indonesia, dibentuk dan diambil
dari kebudayaan dan kebiasaan murni bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai-nilai
Pancasila dijabarkan dalam UUD 1945 sebagai dasar Konstitusi negara Indonesia, yang
kemudian diturunkan pada peraturan-peraturan perundangan lain yang ada
dibawahnya. Dengan demikian, pancasila sebagai tolok ukur segala tindakan
pemerintah dalam membuat kebijakan, dan masyarakat dalam melakukan
tindakantindakan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya nilai-nilai Pancasila yang melandaskan moral dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara tersebut kemudian diimplementasikan kedalam norma-norma hukum.
Pembangunan sistem hukum melalui Pancasila sebagai dasar falsafah dalam
pemberantasan korupsi sekaligus memberikan perwujudan hak asasi manusia bagi
masyarakat korban korupsi serta hak asasi manusia bagi pelaku korupsi dalam
menjalankan kewajiban mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila
dapat memberikan kepastian hukum, dan memberikan bangunan sistem hukum untuk
memberantas korupsi dengan tetap melihat nilai-nilai hak asasi manusia yang melekat
pada seluruh warga negara Indonesia.

4. Bagaimana Pancasila dapat mendidik remaja untuk menyingkirkan kebiasaan


korupsi dalam hidup mereka?
Jawab :
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia dapat memberikan
bangunan sistem hukum, yang bebas dari korupsi serta tetap menjunjung tinggi hak
asasi manusia bagi seluruh warga negara Indonesia. Cara Pancasila sebagai sumber
hukum membentuk sistem hukum, yaitu dengan mendasarkan seluruh kebijakan
nasional berdasarkan moral dan karakteristik asli bangsa Indonesia. Sehingga korupsi
dapat dicegah bukan karena adanya hukuman mati dalam undang-undang, namun
korupsi dapat dicegah oleh karena bangunan moral dan bentukan moral yang ada dalam
Pancasila. Disinilah letak Pancasila dalam memberantas korupsi dengan tetap
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Perlu diingat bahwa keberadaan Pancasila sebagai falsafah bangsa indonesia, dibentuk
dan diambil dari kebudayaan dan kebiasaan murni bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai-
nilai Pancasila dijabarkan dalam UUD 1945 sebagai dasar Konstitusi negara Indonesia,
yang kemudian diturunkan pada peraturanperaturan perundangan lain yang ada
dibawahnya. Dengan demikian, pancasila sebagai tolok ukur segala tindakan
pemerintah dalam membuat kebijakan, dan masyarakat dalam melakukan
tindakantindakan kehidupan sehari-hari.
Cita hukum pancasila dalam membangun sistem hukum, mempunyai tiga nilai sebagai
berikut:
A. Nilai Dasar; yaitu asas-asas yang diterima sebagai dalil yang sedikit banyak
mutlak. Nilai dasar Pancasila tersebut adalah keTuhanan, kemanusiaan,
persatuan, nilai kerakyatan, nilai keadilan.
B. Nilai Instrumental; yaitu pelaksanaan umum dari nilai-nilai dasar terutama
berbentuk norma hukum yang selanjutnya dikristalisasikan dalam peraturan
perundangundangan.
C. Nilai Praksis, nilai praksis sesungguhnya menjadi batu uji apakah nilai
kenyataan. Nilai praksis sesungguhnya menjadi batu uji apakah nilai dasar
dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat indonesia.
Misalnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum atau penegakan hukum.
Selanjutnya, dengan dasar nilai –nilai pancasila, sistem hukum nasional
Indonesia sudah seharusnya dibangun dengan dasar sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang maha esa, artinya bahwa dalam pembentukan
hukum di Indonesia harus dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan atau
keagamaan. Selain itu juga, dalam setiap pembentukan hukum harus
ada jaminan bagi kebebasan dan tidak boleh ada hukum yang
mengistimewakan dan melandaskan pada salah satu agama tertentu
dan mengantikritik agama yang lain. Diperlukan adanya toleransi
dalam kehidupan beragama.
2) Kemanusian yang adil dan beradab, artinya bahwa dalam setiap
pembentukan hukum harus ada jaminan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia. Karena hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar
yang dimiliki dan melekat pada diri manusia sejak lahir. Sehingga
diperlukan jaminan terhadap perlindungan HAM.
3) Persatuan Indonesia, artinya bahwa dalam setiap pembentukan
hukum harus memperhatikan persatuan atau integritas bangsa dan
negara. Dalam pembentukan hukum tidak bolah mengakibatkan
perpecahan (disintegrasi) dan memecah belah bangsa dan negara.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan
perwakilan. Berarti bahwa, dalam setiap pembentukan hukum, harus
mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang melibatkan semua unsur
yang ada di negara baik pemerintah leggislatif maupun masyarakat.
Hal ini seperti asas dalam demokrasi, yaitu adanya keikutsertaan
masyarakat dalam pembuatan keputusan politik.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya bahwa, dalam
pembentukan hukum nasional harus bertujuan untuk memberikan
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia.
Kesejahteraan tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan yang ada
di negara Indonesia.

Pemaparan diatas dapat kita peroleh dalam proses edukasi terumata bagi para remaja
yang mudah didapatkan dari materi pembelajaran disekolah maupun dari sosial media
di era global ini dengan sangat mudah.

5. Bagaimana Pancasila dapat membantu negara bangsa kita untuk memperbaiki


korupsi pada para pemimpin politik di Indonesia seperti presiden, gubernur,
bupati, kepala desa ?
Jawab :
Indonesia memiliki Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Yang
didalamnya memuat mengenai dasar-dasar moral dan karakter yang seharusnya
dimiliki bangsa Indonesia, meskipun jaman makin berkembang. Pancasila menjadi
suatu dasar moral dan karakter yang diambil dari budaya dan kemurnian bangsa
Indonesia untuk bertindak. Karena nilai- nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila merupakan kristalisasi dari kebudayaan dan kepribadian luhur bangsa
Indonesia. Pancasila sudah menjadi bagian dari proses tatanan kehidupan bermasyakat,
berbangsa dan bernegara sehingga sudah tepat
Korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya,
fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya
penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau
pendekatan Negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan pengertian, korupsi di Indonesia dipahami sebagai perilaku pejabat dan
atau organisasi (Negara) yang melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap
norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada.
Korupsi dipahami sebagai kejahatan Negara (state corruption). Korupsi terjadi karena
monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan,
dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit
untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau
sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi. Sebagai suatu kejahatan luar
biasa, korupsi memiliki banyak wajah. Dalam sektor produksi, korupsi ada dari hulu
sampai hilir, dari anak-anak sekolah sampai presiden, dari konglomerat sampai tokoh
Agama.
Ada beberapa upaya penanggulangan korupsi dari berbagai segi dan pandangan.
a. Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan
sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik apabila gaji mereka tidak
mencukupi, karena para birokrat juga manusia biasa.
b. Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan
kepada aparatur pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa
seseorang memberikan sesuatu kalau tidak ada maksud tertentu.
c. Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi tentu kekayaannya
akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya itu
melakukan tindakan korupsi. Bisa saja dia mendapatkan kekayaan itu dari
warisan, keberhasilan bisnis atau dengan cara lain yang halal.
d. Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan bisa dilakukan jika
para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah Negara bersih dari
korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melakukan tugasnya dangan penuh
amanah. Karena dengan taqwa pula ia takut untuk melakukan penyimpangan,
karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup
kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat nanti pasti akan
dimintai pertanggung jawaban.
e. Hukuman yang setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima resiko
yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal
bagi para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah, hukuman setimpal atas
koruptor membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi.
f. Pengawasan Masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau
menghilangkan korupsi. Dari point-point tersebut dapat dieksplisitkan bahwa
pemberantasan korupsi harus melibatkan semua pilar masyarakat. Pilar
masyarakat adalah manusia (individu), budaya (yaitu berupa persepsi baik
pemikiran maupun perasaan kolektif), dan sistem aturan yang berlaku. Karena
itu, korupsi akan lebih efektif diberantas bila pada tiga pilar tersebut dilakukan
langkah-langkah yang terpadu. Bahwa ada individu yang memang bejat, ingin
kaya secara instant, atau setidaknya dengan harta dengan jalan pintas, itu
memang kenyataan di dunia ini. Tapi, individu yang baik sebenarnya banyak.

Anda mungkin juga menyukai