Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN DAN PENGUKURAN

PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PREMIUM, PERTAMAX, DAN


PERTAMAX PLUS MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS
diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Pemisahan
dan Pengukuran
Dosen Pengampu : Dr. Hernani, M.Si.
Dr. Wiji, M.Si.

Disusun oleh :
Asri Pujiyati Rahma (1805798)
Guruh Satria Ashar (1807436)
Nurul Febrianti (1804687)
Safira Husnussiyaroh S (1805086)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKÂ DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
A. Tanggal Praktikum: Awal:
Akhir:

B. Judul
Penentuan Komponen dalam Sampel Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus
Menggunakan Kromatografi Gas

C. Tujuan
1. Dapat mengenal cara pengoperasian instrumen GC
2. Dapat memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif
3. Dapat menentukan beberapa komponen dalam sampel premium, pertamax, dan
pertamax plus.

D. Tinjauan Pustaka
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan atas distribusi
diferensial komponen-komponen sampel di antara dua fasa, yaitu fasa diam (stationary
phase) dan fasa gerak (mobile phase). Sebagai fasa diam dapat berupa zat cair atau zat
padat yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa
geraknya dapat berupa cairan sebagai eluen atau pelarut atau gas pembawa yang inert.
Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponen-
komponen dalam sampel.
(Permanasari, dkk, 2008)
Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada 2 (dua) klasifikasi dalam
kromatografi, yaitu ; kromatografi gas dan kromatografi cairan. Pada kromatografi gas
fasa geraknya berupa gas, sedangkan pada kromatografi cairan, fasa geraknya berbentuk
cairan. Pada kromatografi gas, fasa diam ditempatkan di dalam sebuah kolom. Fasa diam
ini dapat berupa suatu padatan atau suatu cairan yang didukung oleh butir-butir halus zat
pendukung. Berdasarkan fasa diam yang berbeda, teknik ini dikenal sebagai kromatografi
gas padat (Gas Solid Chromatography/GSC) dan kromatografi gas-cair (Gas Liquid
Chromatography/GLC).
(Wiryawan, dkk, 2008 : 189)
Kromatografi gas (GC) merupakan metode yang digunakan untuk pemisahan dan
deteksi senyawa-senyawa yag digunakan mudah menguap dalam suatu campuran.
Kegunaan kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan yang dinamis dan
identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap, dan juga melakukan
analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa dalam suatu campuran.
(Rahman, 2007 : 419)
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu
campuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen ke dalam 2 fasa, yaitu
fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain pemisahan,
kromatografi gas juga dapat melakukan pengukuran kadar komponen-komponen dalam
sampel. Kromatografi gas merupakan salah satu teknik kromatografi yang bisa digunakan
untuk memisahkan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah
menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang sukar menguap atau tidak
stabil juga apat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. Komponen-
komponen utama dalam instrumentasi kromatografi gas terdiri dari gas pembawa,
injektor, kolom, detektor dan recorder. Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan
waktu retensi, ko-kromatografi atau spiking, dan spektrometri.
(Tim Penyusun, 2020 : 19)
Pada umumnya, kromatografi gas memiliki prinsip kerja yang didasari dari
pemisahan fisik senyawa organik pada suhu tertentu, di mana senyawa tersebut dibawa
oleh suatu gas pembawa menuju kolom partisi. Setiap senyawa akan memiliki kecepatan
yang berbeda-beda dalam melewati kolom.
(Faricha, dkk, 2014)
Pada kromatografi gas, dapat dilakukan untuk analisis kualitatif dan untuk analisis
kuantitatif.
1. Analisis Kualitatif
Tujuan dari analisis ini adalah identifikasi suatu komponen atau lebih dari suatu
cuplikan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan cuplikan dengan standar. Cara
yang dilakukan adalah dengan membandingkan:
a) Waktu Retensi
Waktu retensi relatif bergantung pada suhu kolom dan jenis fasa diam. Waktu
retensi yang telah dikoreksi adalah volume yang diukur dari titik suntik sampai ke
maksimum puncak.
b) Spiking/ko-kromatografi
Spiking dilakukan jika ternyata didapatkan waktu-waktu retensi yang sama
sehingga dapat menyatakan bahwa dua senyawa tersebut adalah sama. Pada kasus
ini dibutuhkan suatu teknik dengan menambahkan cuplikan standar.
c) Metode Spektroskopi (mass spectra)
Spektroskopi massa dapat digabungkan dengan kromatografi gas, sehingga
setiap komponen dalam suatu cuplikan dpaat diketahui secara menyeluruh. Setiap
komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk
kemudian analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif
(misalnya TCD) harus digunakan.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis ini dengan kromatografi gas dpaat didasarkan pada salah satu pendekatan
tinggi peak atau area peak analit dengan standar.
a) Tinggi Puncak
Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian
ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi
sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan.
b) Luas puncak
Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik
menggunakan lebar pada setengah tinggi puncak.
(Hendayana, 1994)
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan
dilakukannya derivatisasi:
1. Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait
dengan volatilitas dan stabilitas
2. Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram
3. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron
4. Menentukan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatil
5. Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan dari kolom dibuat
kurang polar.
Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas adalah
esterifikasi, asilasi, akilasi, silasi, kondensasi.
(Skoog, 2019)
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut :
1. Gas silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa
diam.
2. Cuplikan yang berupa campuran yang dipisahkan, biasanya berupa larutan,
disuntikan kedalam aliran gas tersebut.
3. Cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke kolom, terjadi pemisahan dalam kolom
tersebut.
4. Komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu keluar dari kolom.
5. Suatu detektor diletakan di ujung kolom untuk mendetekdi jenis apa atau
jumlah komponen campuran.
6. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan hasil tersebut diberi nama
kromatogram yang terdiri dari beberapa peak.
(Hendayana, 2010)
Komponen-komponen utama dalam instrumentasi kromatografi gas terdiri dari gas
pembawa, injector, kolom, detektror, dan rekorder sebagai berikut:

Fungsi dari masing-masing komponen utama dalam kromatografi gas:


1. Gas pengangkut (Carrier Gas)
Gas pengangkut ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Bisanya
tekanannya dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini sangat besar untuk
digunakan secara langsung. Gas yang sering dipakai; helium, nitrogen, argon,
hidrogen dan karbon dioksida. Pemilihan gas pengangkut ditentukan oleh detektor
yang digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan luar dan
pengukuran tekanan. Kecepatan alir gas diatur melalui pengaturan tekanan yaitu
pengaturan kasar (coarse ) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada
kromatografi.
2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan
Disebut juga pengatur drager. Dragger bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan
masa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan
untuk mengalirkan cuplikan masuk kedalam kolom.
3. Tempat injeksi
Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara diinjeksi melalui tempat
injeksi. Hal ini dapat dilakukan dengan pertolongan jarum injeksi yang disebut
syringe. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksi pada saat analisis 0,5-50 μL gas dan
0,2-20 μL untuk cairan.
4. Kolom
Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Bentuk dari kolom dapat lurus,
bengkok, missal berbentuk V atau W, dan kumparan atau spiral. Biasanya bentuk dari
kolom adalah kumparan. Kolom selalu berbentuk tabung. Tabung biasa terbuat dari
tembaga, plastic, kaca, alumunium, dan glass. Panjang kolom dapat dari 1-3 m.
diameter kolom mempunyai berbagai ukuran, biasanya ukuran berdasarkan diameter
dalam dari kolom glass yaitu antara 0,3mm - 5mm. Pada GSC belum diisi dengan
penyerapan (adsorben), sedangkan GLC kolom diisi dengan solid support yang diikat
oleh fasa diam.
Ada dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas yaitu kolom pak dan
kolom kapiler :
a. Kolom
pak
Panjang
kolom

bervariasi dari 2-3 m, diameter 2-4mm. terbuat dari silika atau stainless steel, glass,
teflon. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus, atau zat pendukung yang dilapisi
zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis kolom ini biasanya
untuk preparative karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak.

b. Kolom kapiler
Kolom kapiler lebih kecil dan panjang dari kolom pak. Umumnya terbuat
dari gelas bahan silika yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Diameter
kolom terbuka berkisar 0,1 - 0,7 mm panjang sekotar 13 – 100 m. Dengan semakin
panjang kolom diharapkan lebih efisien dan perbedaan waktu retensi senyawa
bertambah sehingga selektivitas meningkat.
Pemilihan kolom berpengaruh terhadap fase kromatografi yang digunakan,
ada kolom yang bersifat polar, nonpolar, dan semi polar. Contoh kolom polar yaitu
silika, siano, alumina karena memungkinkan untuk melakukan teknik seperti
penukaran ion, afinitas, dan beda ekspansi. Contoh kolom nonpolar yaitu C-18 dan
C-8 karena bahan nonpolar inert dapat memenuhi syarat syarat pengemasan dan
digunakan dalam kromatografi fasa. Rantai karbon 18 dapat terikat pada silika,
namun tidak semuanya mempunyai sifat yang identik. Fase kromatografi
berdasarkan jenis kolom :
1) Koromatografi fasa normal : dimana fasa diamnya normal, bersifat polar,
missal silika gel, sedangkan fasa geraknya bersifat nonpolar.
2) Kromatografi fasa terbalik : kolom fasa diam bersifat nonpolar, sedangkan fasa
geraknya polar.
(Hendayana, 2010)
Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu : isotermal dan temperature
terprogram.
a. Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur
maksimal dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakteristik fisik fasa diam.
Batas bawah ditentukan oleh “bleed” dari fasa diam. Bleed adalah fasa diam masuk
ke detektor. Secara umum pada mode pengoperasian 30 oC diatas temperatur
komponen dengan titik didih maksimum.
b. Temperatur terprogram
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan
oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi
antara 0,25 – 20 oC. Sebuah massa oven massa rendah mengijinkan pendinginan
dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1 oC dari temperatur
yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan untuk mencapai
stabilitas hasil detektor yang baik ditentukan pada garis bawah datar yang stabil.
Fasa diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed
dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu
untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk bleed.
(Hendayana, 1994)
5. Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan
oleh kolom secara terus menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang
lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungi umumnya
mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus
listrik diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram. Jenis-jenis detektor :
a. Detektor hantaran panas
b. Detektor ionisasi nyala
c. Detektor penangkap elektron
d. Detektor fotometri nyala
e. Detektor nyala api
f. Detektor spektroskopi massa
Kolom terdapat dalam oven instrumen. Suhu kolom harus diatur dan sedikit
dibawah titik didih sampel. Jika suhu di set terlalu tinggi cairan fasa uap bias
teruapkan juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bias mengalir terlalu
cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah.
Berdasarkan pengaruh cuplikan detektor diklarifikasikan menjadi detektor
yang merusak cuplikan (non-destructive), contohnya detektor yang merusak cuplikan
yaitu DIN, sedangkan detektor yang tidak merusak cuplikan (destructive) contohnya
DHP.
a. DHP (Detektor Hantaran Panas) atau TCD (Thermal Conductivity Detector)
Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang
suhunya tinggi ke benda lain yang suhunya lebih rendah. Kebanyakan thermal
conductivity detector berisi kawat logam yang dipanaskan secara elektrik dan
menjulang pada aliran gas. Ketika suatu unsur yang asing diperkenalkan ke
dalam, temperatur dari kawat dan karenanya maka resistan kawat akan
berubah. Masing-masing unsur mempunyai konduktivitas termal berbeda yang
mengijinkan pendeteksian nya di aliran gas. Resistan elektrik adalah secara
normal diukur oleh Wheatstone brigde circuit. Pada detektor ini filamen harus
dilindungi dari udara ketika filamen itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa
dialiri gas pembawa. Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen
yang dideteksi.
Detektor TCD adalah universal, memberi respon terhadap semua
senyawa kecuali gas pembawa itu sendiri. Digunakan secara luas untuk gas-gas
ringan dan yang telah ditetapkan. Karena detektor FID tidak menghasilkan
sinyal dengan sampel-sampel tersebut, maka juga digunakan untuk analisa air
dan senyawa anorganik. Persyaratan detektor TCD memerlukan pengatur
temperatur yang baik, pengatur aliran yang baik, gas pembawa murni dan
power supply yang teratur.
b. DIN (Detektor Ionisasi Nyala) atau FID (Flame Ionization Detector)
Pada F.I.D, sumber ionisasi adalah pembakaran biasanya berasal dari
hidrogen dan udara atau oksigen. Untuk sensitivitas maksimum kondisi
pembakaran memerlukan optimisasi. Untuk menentukan volume gas yang
tidak tertahan (waktu gas yang tertahan mis: puncak udara) digunakan
methaneselama detektor tidak sensitif terhadap udara. FID ini sempurna dan
mungkin merupakan detektor yang paling banyak digunakan. Bersifat sensitif
dan digunakan secara ekstensif dengan kolom kapiler.

Senyawa

Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk
semua senyawa organik (senyawa flour tinggi dan karbondisulfida tidak
terdeteksi). Respon sangan peka, dan linear ditinjau dari segi ukuran cuplikan
serta teliti. Perlu diperhatikan kecepatan aliran O2 dan H2 (H2 +/- 30 mL/menit,
O2 10 kalinya), serta suhu harus diatas 100°C untuk mencegah kondensasi uap
air yang merusak DIN.
6. Oven kolom
Kolom terdapat dalam oven instrumen. Suhu kolom harus diatur dan sedikit
dibawah titik didih sampel. Jika suhu di set terlalu tinggi cairan fasa uap bias
teruapkan juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bias mengalir terlalu
cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah.

7. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui
elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat
dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara
membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan
menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram. Sehingga sinyal analitik yang
dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian elektronik agar bisa olah oleh rekorder
atau system data. Hasil rekorder adalah sebuah kromatogram yang berbentuk puncak-
puncak dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang
digunakan.
(Hendayana, 2010)
Detektor yang akan digunakan untuk praktikum kali ini adalah flamen ionization
detector (FID) yaitu detector untuk mengukur komponen-komponen sampel yang
memiliki gugus alkil (C-H). komponen sampel masuk ke FID, kemudian akan dibakar
dalam nyala (campuran gas H2 dan udara), komponen akan terionisasi, ion-ion yang
dihasilkan akan dikumpulkan oleh ion collector, arus yang dihasilkan akan diperkuat,
kemudian akan dikonversikan menjadi satuan tegangan. Semakin tinggi konsentrasi
komponen, semakin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga respon semakin besar.
Detector ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa
organik (senyawa flour tinggi dan karbondioksulfida tidak terdeteksi). Respon sangat
peka, dan linier dan ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam detektor ini adalah kecepatan aliran O 2 dan H2
serta suhu harus diatas 100oC untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan
FID berkarat atau kehilangan sensitivitas.
(Jonshon, 1991 : 67)
Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan sperifik dan jenis detektor
yang digunakan :

Gas Pembawa Detektor


Hidrogine Hantar panas
Helium Hantar panas, ionisasi
nyala, fotometri nyala
Nitrogen Ionisasi nyala, tangkap
electron, fotometri nyala
Argon Ionisasi nyala
Argon + metana Tangkap electron
1. 50% Nitro
Karbon dioksida Hantar panas
gen
merupakan kecepatan alir yang lambat (10 cm/s) untuk mencapai kinerja
(efisiensi) yang optimum dengan HETP minimum
2. Hidrogen dialirkan lebih cepat untuk memperoleh efisiensi yang optimum (25
cm/s)
3. Helium dialirkan lebih cepat untuk memperoleh efisiensi yang optimum (35
cm/s)
Berdasarkan gambar terlihat bentuk kinerja H 2 berkurang sedikit demi sedikit
dengan kenaikan laju alir. Hal ini berarti H2 dapat memberikan resolusi yang hamper
sama dengan yang lain pada laju alir yang lebih cepat. Oleh karena itu solute berdifusi
lebih cepat melalui H2 dan He dari pada melalui N 2, maka H2 dan He memberikan
resolusi yang lebih baik pada kecepatan alir tinggi. Semakin cepat solute
berkesetimbangan diantara fasa gerak dan fasa diam maka semakin kecil faktor
transfermasa. Difusi solute yang lebih cepat dalam H2 dan He membantu mempercepat
kesetimbangan, efisiensi harga HETP. Dalam hel efisiensi has H 2 merupakan
pemilihan gas carrier yang baik kalau percobaan dilakukan pada tekanan tetap,
kecepatan alir akan berkurang ketika suhu dinaikan. Keuntungan gas H2 adalah
memberikan efisiensi yang relative stabil dengan perubahan kecepatan alir. Sayangnya
H2 mudah meledak nila berkontak dengan udara oleh karena itu He digunakan sebagai
pengganti H2.

Metode injeksi pada kromatografi gas terdiri dari tiga cara pada proses
penginjeksiannya, antara lain :

1. Split injection
Split injeksi adalah salah satu metode injeksi pada kromatografi gas yang
paling tua, paling sederhana dan mudah untuk menggunakan teknik injeksi.
Prosedur yang melibatkan menginjeksi sampel dengan syringe ke dalam port
injeksi panas melalui karet septum. Sampel yang diinjeksikan lebih cepat
menguap dan hanya sebagian kecil dan biasanya 1-2% dari uap sampel yang
masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port mencapai 350°C.
Pada metode split injeksi, sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran
gas pembawa akan membagikan melalui split atau katup pembersihan. Bagian
dari sampel/pembawa campuran gas di ruang injeksi akan habis melalui lubang
angin yang terbelah. Metode split ini lebih disukai ketika bekerja untuk
menganalisis suatu sampel dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Beda dengan
metode Splitless yang paling cocok dengan konsentrasi rendah (0,01%).
2. Splitless injection
Metode Splitless Injection, sampel diinjeksikan kemudian diuapkan dalam
injektor panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup.
Suhu pada injektor dalam metode ini mencapai 220°C. Sampel akan menguap
dan perlahan-lahan terbawa ke arah kolom dengan aliran laju sekitar 1
ml/menit.
3. On- column injection
Metode ON-Column Injection, ujung split dimasukan ke dalam kolom.
Teknik ini digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguao,
dikarenakan jika penyuntikan melalui lubang suntik secara langsung
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu tinggi.
(Hendayana, 2010)
Kelebihan kromatografi gas 1. Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk
menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. 2. Gas dan uap memiliki viskositas tinggi
juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis
relatif cepat dan sensitifitas tinggi. 3. Fase gas tidak bersifat reaktif terhadap fase diam
dan zat-zat terlarut. Kelemahan kromatografi gas. 1. Terbatas hanya untuk zat yang mudah
menguap.
(Khopkar, 2014 : 175)
E. Alat dan Bahan
Alat :
1. Perangkat GC
2. Botol vial
3. Gelas ukur 10 mL
Bahan :
1. Standar Hexana p.a
2. Standar Toluena p.a
3. Standar Xilena p.a
4. Standar Premium
5. Standar Pertamax
6. Standar Pertamax Plus
Spesifikasi Bahan :
No. Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
1. Hexana  Cairan tak berwarna,  Larut dalam dietil eter,
(C6H14) seperti berbuih. aseton
 Titik didih = 68℃  Tidak larut dalam air
 Titik leleh = −95 ℃ 5℃ dingin dan panas
 = 86,18 g/mol  Cairan dan uap sangat
 Densitas = 2,9 g/mL mudah terbakar
 Reaktif dengan oksidator
Bahaya Penanggulangan
 Kontak mata dan kulit :  Bilas dengan air mengalir
Iritasi dan sabun
 Berbahaya jika terhirup  Hirup udara segar dan
dan tertelan segera minum air
 Mudah terbakar  Simpan dalam wadah
 Dapat menyebabkan tertutup
kerusakan organ hati,  Hindari pelepasan ke
ginjal, sistem saraf lingkungan
 Toksik pada kehidupan  Alat pelindung diri: jas lab,
perairan sepatu tertutup, kaca mata
keselamatan, masker,
sarung tangan.
2. Toluena Sifat Fisika Sifat Kimia
(C7H8)  Cairan tak berwarna,  Tidak larut dalam air, larut
berbau aromatic dalam etanol, eter, dan
 Titik didih = 110,6 ℃ 0,6℃ aseton
 k leleh = −85 ℃ 5℃  Bereaksi hebat dengan
 = 92,14 gr/mol oksidator kuar dan dengan

 Densitas = 0,87 g/mL beberapa halogen

Bahaya Penanggulangan
 Kontak mata dan kulit :  Bilas dengan air mengalir
Iritasi dan sabun
 Berbahaya jika terhirup  Hirup udara segar dan
dan tertelan segera minum air
 Mudah terbakar  Jauhkan dari panas dan
sumber api
 Alat pelindung diri: jas lab,
sepatu tertutup, kaca mata
keselamatan, masker,
sarung tangan.
3. Xilena Sifat Fisika Sifat Kimia
(C8H10)  Cairan tak berwarna,  Pelarut produk pembersih
berbau aromatic  Campuran senyawa
 Titik didih = 135,14 ℃ organik
5,14℃  Polar = 2,5
 leleh = −47℃ 7℃
 = 106,17 gr/mol
Bahaya Kegunaan
 Kontak mata dan kulit :  Bilas dengan air mengalir
Iritasi dan sabun
 Berbahaya jika terhirup  Hirup udara segar dan
dan tertelan segera minum air
 Cairan dan uap mudah  Jauhkan dari panas dan
menyala sumber api
 Dapat menyebabkan  Jauhkan dari zat pemicu
kerusakan organ hati, ledakan
ginjal, sistem saraf  Alat pelindung diri: jas lab,
sepatu tertutup, kaca mata
keselamatan, masker,
sarung tangan.
4. Premium Sifat Fisika Sifat Kimia
 Cairan berwarna biru, dan  Campuran hidrkarbon
berbau kompleks
 Titik didih = 215 ℃ 5℃  Mengandung hidrokarbon
 kanan uap = 45−60 kPa -60 teroksigenasi
kPa  Mengandung beberapa zat
aktif
Bahaya Penaggulangan
 Cairan dan uap mudah  Bilas dengan air mengalir
menyala  Jauhkan dari sumber api
 Menyebabkan iritasi pada  Hindari pelepasan ke
kulit lingkungan
 Toksik pada kehidupan  Segera hirup udara segar
perairan  Jika tertelan segera minum
 Penghirupan berlebihan air
menyebabkan kerusakan  Alat pelindung diri: jas lab,
lever sepatu tertutup, kaca mata
 Berbahaya jika tertelan keselamatan, masker,
sarung tangan.
5. Pertamax Sifat Fisika Sifat Kimia
 Cairan berwarna biru, dan  Campuran hidrkarbon
berbau kompleks
 Titik didih = 215 ℃ 5℃  Mengandung hidrokarbon
 kanan uap = 45−60 kPa -60 teroksigenasi
kPa
Bahaya Penanggulangan
 Cairan dan uap mudah  Bilas dengan air mengalir
menyala  Jauhkan dari sumber api
 Menyebabkan iritasi pada  Semprot dengan cairan
kulit nitrogen
 Toksik pada kehidupan  Hindari pelepasan ke
perairan lingkungan
 Penghirupan berlebihan  Segera hirup udara segar
menyebabkan kerusakan  Jika tertelan segera minum
lever
 Berbahaya jika tertelan air
 Alat pelindung diri: jas lab,
sepatu tertutup, kaca mata
keselamatan, masker,
sarung tangan.
6. Pertamax Plus Sifat Fisika Sifat Kimia
 Cairan berwarna merah,  Campuran hidrkarbon
dan berbau kompleks
 Titik didih = 215 ℃ 5℃  Mengandung beberapa zat
 kanan uap = 45−60 kPa -60 aromatik
kPa  Dapat teroksidasi
Bahaya Penanggulangan
 Cairan dan uap mudah  Bilas dengan air mengalir
menyala  Jauhkan dari sumber api
 Menyebabkan iritasi pada  Semprot dengan cairan
kulit nitrogen
 Toksik pada kehidupan  Hindari pelepasan ke
perairan lingkungan
 Penghirupan berlebihan  Segera hirup udara segar
menyebabkan kerusakan  Jika tertelan segera minum
lever air
 Berbahaya jika tertelan  Alat pelindung diri: jas lab,
sepatu tertutup, kaca mata
keselamatan, masker,
sarung tangan.

Sumber:
Carlroth. (2016). Lembar Data Keselamatan Bahan. [Online]. Diakses dari
www.carlroth.com. [Diakses: 13 September].
Merck. (2017). Lembar Data Keselamatan Bahan. [Online]. Diakses dari
https://www.mercmillipore.com/. [Diakses: 13 September].

F. Prosedur Kerja Praktikum


Langkah Kerja
1. Persiapan larutan standar
0,5 mL heksana, toluena, dan xilena
Dicampurkan
Dimasukkan ke botol vial
Ditutup
Larutan standar

2. Persiapan sampel

sampel
Dipipet 1 mL
Dimasukkan ke dalam botol vial
Ditutup
larutan sampel

3. Persiapan sampel + standar

larutan standar dan sampel


Dipipet masing-masing 0,5 mL
Dimasukkan ke botol vial
Ditutup
hasil

4. Pengoperasian Instrumen GC

gas pembawa dan pembakar

Di setting
Alat GC dinyalakan
Di set dengan parameter
Suhu injektor 150oC
Suhu detektor 250oC
Suhu awal kolom 60oC
Diprogram dengan kenaikan suhu 8oC per menit sampai 150oC, pertahankan
selama 2 menit
Detekor FID
Kolom DB-5
Gas pembawa H2
Tekanan 4-5 bar
GC telah diset
5. Pengukuran cuplikan
0,5 mL larutan yang akan diukur
Diambil
Dimasukkan ke syringe
Diinjeksikan pada instrumen GC

hasil

G. Hasil dan Analisis Data


Pada praktikum “Penentuan Komponen dalam Sampel Premium, Pertamax, dan
Pertamax Plus menggunakan Kromatografi Gas” yang bertujuan untuk dapat dapat
mengenal cara pengoperasian instrumen GC, dapat memahami cara kerja instrumen GC
untuk analisis kualitatif, dan dapat menentukan beberapa komponen dalam sampel
premium, pertamax, dan pertamax plus.
Prinsip dasar pada kromatografi gas adalah distribusi komponen-komponen
diantara fasa diam dan fasa gerak yang tidak saling bercampur. Fasa gerak berupa gas dan
fasa diam berupa cairan atau padatan. Prinsip kerja nya didasari dari pemisahan fisik
senyawa organik pada suhu tertentu, di mana senyawa tersebut dibawa oleh suatu gas
pembawa menuju kolom partisi. Setiap senyawa akan memiliki kecepatan yang berbeda-
beda dalam melewati kolom berdasarkan titik didih nya.

1. Analisis Kromatogram Larutan Standar


Pada kromatogram larutan standar yang terdeteksi 5 puncak dengan 3
puncak yang dominan (tinggi). Jarak antara peak cukup jauh. Puncak pertama
merupakan puncak heksana, yang kedua puncak tolune, dan yang ketiga puncak
xilena. Pada xilena terdapat 3 puncak, dimana satu lebih tinggi dibandingkan dua
lainnya. Pada xilena terdapat orto, para, dan meta sehingga pada xilena terdapat 3
puncak. Para lebih stabil sehingga puncaknya lebih tinggi dibanding orto dan meta.
Heksana merupakan komponen pertama yang keluar dari kolom dan terdeteksi oleh
kolom karena heksana memiliki titik didih 68℃ lebih rendah dibandingkan toluena
yang memiliki titik didih 110,6℃ dan xilena yang memiliki titik didih 135,14℃,
sehingga heksana memiliki waktu retensi yang paling sebentar. Data yang didapat
meliputi:
Komponen Nomor Peak Waktu Retensi %Area Heigth
Heksana 1 1,936 39,1001 52,5033
Toluena 2 2,724 29,7584 29,3706
Xilena 4 3,662 30,2197 17,3062

Berdasarkan 3 puncak tersebut, untuk menentukan urutan komponen yang terdeteksi,


ada beberapa faktor yang memengaruhi yaitu:
1) Titik didih
Pemisahan dalam kolom senyawa dengan titik didih terendah akan terbawa oleh
fasa gerak terlebih dahulu karena komponen yang dengan titik didih rendah akan
lebih cepat dengan bertambahnya suhu kolom.
2) Massa molekul relatif
Semakin kecil berat molekul, semakin rendah titik didihnya, sehingga senyawa
dengan titik didih rendah lebih cepat menguap dan terbawa oleh gas pembawa.
2. Analisis Kromatogram Sampel Pertamax
Analisis kualitatif sampel pertamax dilakukan dengan membandingkan waktu
retensi sampel dengan waktu retensi standar. Hasil yang diperoleh terdapat 27 peak
yang didalamnya terdapat komponen lain selain heksana, toluene, dan xilena dalam
sampel pertamax. Berdasarkan data diperoleh, waktu retensi yang hasilnya mendekati
waktu retensi standar, yaitu:
Kromatogram standar Kromatogram pertamax
Komponen Selisih
Nomor peak Waktu retensi Nomor peak Waktu retensi
Heksana 1 1,936 4 1,891 0,045
Toluena 2 2,724 11 2,674 0,05
Xilena 4 3,662 15 3,616 0,046

Berdasarkan data diatas, selisih waktu retensi standar dengan sampel lebih besar dari
0,01. Berdasarkan metode membandingkan waktu retensi belum dapat dipastikan
keberadaan heksana, toluene, dan xilena dalam sampel pertamax. Sehingga dapat
dilakukan ko-kromatografi yaitu metode kualitatif yang dilakukan dengan cara
menambahkan larutan standar terhadap sampel untuk diukur dengan kromatografi gas.
Bila area salah satu puncak bertambah, dapat dipastkan analit sama dengan standar.

3. Analisis Kromatogram Larutan Standar + Sampel Pertamax


Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan peak pada kromatogram
sampel dengan peak pada kromatogram sampel + standar. Apabila peak pada
kromatogram sampel pertamax + standar mengalami pertambahan dari peak pada
kromatogram sampel pertamax, dapat disimpulkan bahwa sampel pertamax terdapat
komponen yang ada dalam standar, yaitu heksana, toluene, dan xilena. Apabila dalam
sampel mengandung komponen yang ada dalam standar, maka akan muncul peak
baru.
Kromatogram pertamax Kromatogram standar + Penambahan
pertamax Area
Komponen
Nomor Waktu Area Nomor Waktu Area
peak retensi peak retensi
Heksana 4 1,891 6853039 4 1,884 23897702 17044663
Toluena 11 2,674 15144889 9 2,672 21305523 6160634
Xilena 15 3,616 19798284 12 3,610 23496353 3698069

Berdasarkan data diatas, diperoleh pertambahan luas area yang sangat besar pada
ketiga komponen yaitu heksana, toluena, dan xilena. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat komponen heksana, toluena, dan xilena di dalam sampel pertamax.

4. Analisis Kromatogram Sampel Pertamax Plus


Analisis kualitatif sampel pertamax plus dilakukan dengan membandingkan
waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar. Hasil yang diperoleh terdapat 23
peak yang didalamnya terdapat komponen lain selain heksana, toluene, dan xilena
dalam sampel pertamax. Berdasarkan data diperoleh, waktu retensi yang hasilnya
mendekati waktu retensi standar, yaitu:
Kromatogram standar Kromatogram pertamax plus
Komponen Selisih
Nomor peak Waktu retensi Nomor peak Waktu retensi
Heksana 1 1,936 5 1,931 0,005
Toluena 2 2,724 15 2,729 0,005
Xilena 4 3,662 18 3,611 0,051

Berdasarkan data diatas, selisih waktu retensi standar dengan sampel xilena lebih
besar dari 0,01. Berdasarkan metode membandingkan waktu retensi belum dapat
dipastikan keberadaan xilena dalam sampel pertamax plus. Sehingga dapat dilakukan
ko-kromatografi yaitu metode kualitatif yang dilakukan dengan cara menambahkan
larutan standar terhadap sampel untuk diukur dengan kromatografi gas. Bila area salah
satu puncak bertambah, dapat dipastkan analit sama dengan standar.

5. Analisis Kromatogram Larutan Standar + Sampel Pertamax Plus


Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan peak pada kromatogram
sampel dengan peak pada kromatogram sampel + standar. Apabila peak pada
kromatogram sampel pertamax plus + standar mengalami pertambahan dari peak pada
kromatogram sampel pertamax plus, dapat disimpulkan bahwa sampel pertamax plus
terdapat komponen yang ada dalam standar, yaitu heksana, toluena, dan xilena.
Apabila dalam sampel mengandung komponen yang ada dalam standar, maka akan
muncul peak baru.
Kromatogram standar +
Kromatogram pertamax plus
pertamax plus Penambahan
Komponen
Nomor Waktu Nomor Waktu Area
Area Area
peak retensi peak retensi
Heksana 5 1,931 1026177 4 1,850 9167812 8141635
1157773
Toluena 15 2,729 11 2,641 13003658 1425921
7
Xilena 18 3,611 3376023 12 3,574 10875824 7499801

Berdasarkan data diatas, diperoleh pertambahan luas area yang sangat besar pada
ketiga komponen yaitu heksana, toluena, dan xilena. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat komponen heksana, toluena, dan xilena di dalam sampel pertamax
plus.
H. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum “Penentuan Komponen dalam Sampel Premium, Pertamax,
dan Pertamax Plus menggunakan Kromatografi Gas” yang bertujuan untuk dapat dapat
mengenal cara pengoperasian instrumen GC, dapat memahami cara kerja instrumen GC
untuk analisis kualitatif, dan dapat menentukan beberapa komponen dalam sampel
premium, pertamax, dan pertamax plus.
Prinsip dasar pada kromatografi gas adalah distribusi komponen-komponen
diantara fasa diam dan fasa gerak yang tidak saling bercampur. Fasa gerak berupa gas dan
fasa diam berupa cairan atau padatan. Diperoleh data berdasarkan membandingkan waktu
retensi dank ko-kromatografi bahwa sampel pertamax mengandung heksana, toluena, dan
xilena. Dan pada sampel pertamax plus mengandung heksana, toluena dan xilena.

I. Daftar Pustaka
Carlroth. (2016). Lembar Data Keselamatan Bahan. [Online]. Diakses dari
www.carlroth.com. [Diakses: 13 September].
Faricha, Anifatul, Muhammad Rivai, dan Suwito. (2014). Sistem Identifikasi Gas
Menggunakan Sensor Surface Acoustic Wave dan Metode Kromatografi. Jurnal
Teknik ITS, 3(2), 157.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Bandung.
Hendayana, Sumar. (2010). Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Johnson, E. L, dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Bandung: ITB
Khopkar, S.M. (2014). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI Press.
Merck. (2017). Lembar Data Keselamatan Bahan. [Online]. Diakses dari
https://www.mercmillipore.com/. [Diakses: 13 September].
Permanasari, Anna. dkk. (2008). Kimia Analitik 2. Tangerang Selatan: Unversitas Terbuka.
Rahman, Abdul. (2007). Analisis Obat secara Kromatografi dan Spektrofotmetri. Jakarta:
EGC.
Skoog, Douglas, Donald W. W. (2019). Fundamental of Analytical Chemistry, Edition 9th.
USA: Changage Learning
Tim Penyusun. (2020). Penuntun Praktikum Kimia Pemisahan dan Pengukuran. Bandung:
Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wiryawan, Adam. dkk. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
J. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai