Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

BLOK 19

EDENTULUS SEBAGIAN

“Preparasi Gigi Penyangga”

Dosen Pembimbing :

drg. Eddy Dahar., M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok A7

Kelas A

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
TIM PENYUSUN

Martha M (170600124)

Samuel Costya Sidabutar (170600125)

Chynthia Ayu Novitasari Purba (170600126)

Shalba Zora Desvana Lilipaly (170600127)

Shabrina Alifah Siregar (170600128)

Dinda Tryana Sembiring (170600129)

David Jordan Pandidian Sidebang (170600130)

Jessica Chrissanti Ida Purnama Chandra (170600131)

Nindha Siti Moudy (170600132)

Emie Novita Sitorus (170600133)

Chandra Halim (170600134)

Sally Cynthiana (170600135)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preparasi gigi penyangga merupakan tindakan yang penting pada perawatan gigi tiruan cekat.
Preparasi bertujuan untuk menghilangkan daerah gerong, memberikan tempat bagi bahan
retainer atau mahkota, menyesuaikan sumbu mahkota dengan arah pemasangan jembatan,
memungkinkan pembentukan retainer atau mahkota sesuai sesuai dengan bentuk anatomi gigi
yang dipreparasi , membangun bentuk retensi , dan menghilangkan jaringan-jaringan yang
lapuk oleh karies jika ada. Pengetahuan tentang tata cara dan prinsip preparasi gigi yang baik
dapat memberikan retensi yang baikpada perawatan gigi tiruan cekat atau jembatan. Untuk
mencapai hal tersebut maka dibuat dasar dasar bentuk retensi preparasi yaitu kemiringan
dinding dinding aksial, bentuk preparasi mengikuti bentuk anatomi gigi, dan pengambilan
jaringan gigi yang cukup untuk memberi ketebalan pada bahan retainer. Dasar-dasar bentuk
retensi ini yang yang harus diperhatikan dalam melakukan preparasi gigi penyangga.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi
Preparasi gigi merupakan tindakan penggerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagai pegangan gigi
tiruan jembatan.
Tujuan preparasi, antara lain :
1. Menghilangkan daerah gerong
2. Memberikan tempat bagi bahan retainer atau mahkota
3. Menyesuaikan sumbu mahkota dengan arah pemasangan jembatan
4. Memungkinkan pembentukan retainer atau mahkota yang sesui dengan bentuk
anatomi gigi yang dipreparasi
5. Membangun bentuk retensi
6. Menghilangkan jaringan jaringan lapuk oleh karies jika ada
2. Persyaratan preparasi
Preparasi gigi penyangga pada pembuatan gigi tiruan jembatan hendaklah mengikuti
dasar-dasar bentuk retensi. Untuk mencapai hal tersebut preparasi harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :

1. Kemiringan dinding aksial


Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk
menentukan arah pemasangan. Di samping itu semen juga sulit keluar dari tepi
retainer sehingga jembatan tidak dapat duduk sempurna pada tempatnya. Untuk
itu dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craig (1978),
mengatakan bahwa kemiringan diding aksial preparasi yang optimal berkisar
antara 10-15 derajat, sementara Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan
maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Kemiringan yang ideal menurut
Jorgensen dan Kaufman (1988), berada antara 4-10 derajat, sedangkan Prayitno
HR(1991) memandang kemiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai
kemiringan yang paling ideal. Allan dan Foreman (1994), mengatakan bahwa
dinding-dinding aksial preparasi mempunyai kemiringan tidak lebih dari 5 derajat.
Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah
gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat pada
permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial
preparasi meningkat.
Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila
kemiringan dinding aksial preparas melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu
konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat
menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan
bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan dinding aksial preparasi
yang ideal adalah berkisar antara 5-7 derajat, namun pada kenyataannya preparasi
yang ideal ini sulit dicapai karena keterbatasan secara intra oral.
2. Ketebalan preparasi yang cukup

Ketebalan yang cukup dapat kuat menahan daya kunyah tanpa berubah

bentuk. Jaringan gigi hendak diambil seperlunya karena dalam melakukan

preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan

preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai

retainer. Apabila menggunakan bahan yang terbuat dari logam retainer, maka

ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm, sedangkan apabila

menggunakan bahan gabungan logam-porselen pengambilan jaringan gigi berkisar

antara 1,5-2 mm. Ketebalan pengambilan jaringan gigi yang terbuat dari porselen

seperti pada pembuatan mahkota jaket porselen adalah sebesar 1 mm.

Pengambilan jaringan gigi yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan

terganggunya vitalitas pulpa seprti hipersensitiditas, pulpitis hingga nekrosis

pulpa. Pengambilan jaringan gii yang terlalu sedikit dapat berubah bentuk akibat

daya kunyah. Perubahan bentuk ini mengakibatkan ikatan semen akan hancur

akibatnya retainer akan lepas dari penyangga

3. Kesejajaran preparasi gigi penyangga

Preparasi gigi penyangga pada pembuatan jembatan harus membentuk arah

pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi penyangga dengan gigi

penyangga yang lain. Bila tidak sama maka jembatan tidak dapat dipasangkan
dengan baik. Oleh karena itu, sebelum memulai preparasi gigi, perlu

ditentukan terlebih dahulu arah pemasangan jembatan. Untuk menentukan

arah pemasangan dengan melakukan survei pada model. Arah pemasangan

harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan aringan keras gigi, tetapi

dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada tempatnya.

4. Preparasi harus mengikuti bentuk anatomi gigi

Preparasi gigi harus mengikuti bentuk anatomi gigi aslinya. Preparasi yang tidak

mengikuti anatomi ggi seperti bentuk yang membulat di samping dapat

membahayakan vitalitas pulpa juga dapat mengurang retensi retainer gigi tiruan

jembatan. Preparasi pada permukaan oklusal harus disesuaikan dengan morfologi

oklusal gigi. Apabila tidak mengikuti morfologi oklusal dapat mengurangi retensi

yang dihasilkan oleh preparasi.

Gigi mempunyai pulpa yang bentuknya sama dengan bentuk morfologi gigi. Gigi

dengan tonjol yang sangat menonjol akan mempunyai pulpa dengan bentuk yang

sama. Apabila preparasi tidak mengikuti bentuk anatomi gigi maka pulpa dapat

terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa seperti hipersensitifitas,

pulpiis hingga nekrosis pulpa

5. Pembulatan sudut sudut preparasi

Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut sudut yang merupakan

pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibuatkan, karena sudut

yang tajam akan menimbulkan tegangan (stress) pada restorasi dan sulit dalam

pemasangan jembatan.

Pada pembuatan jembatan, pontik disambungkan pada restorasi

penyangga dengan suatu konektor. Konektor ini harus kuat karena menyalurkan
daya-daya yang bekerja pada pontik. Konsentrasi tegangan yang terjadi pada

konektor akan disalurka lebih merata bila sudut-sudut aksial preparasi dibulatkan.

3. Dasar-dasar bentuk retensi preparasi

1. Dinding aksial preparasi sebaiknya memiliki kemiringan tidak lebih dari 5-7

derajat.

2. Bentuk preparasi mengikuti bentuk anatomi gigi

3. Pengambilan jaringan gigi hendaklah cukup untuk memberi ketebalan pada bahan

retainer supaya retainer cukup kuat untuk menahan daya kunyah tanpa berubah

bentuk.

4. Prinsip-prinsip preparasi

Menurut Shillingburg (1997), prinsip preparasi gigi penyangga yang mempengaruhi

ukuran dan bentuk preparasi adalah :

a. Conservation of teeth structure , bertujuan untuk mempertahankan kesehatan pulpa

dan ketahanan gigi penyangga.

b. Retention Form , untuk mencegah terlepasnya restorasi mahkota dari rongga mulut

akibat kekuatan dari arah vertikal.

c. Resistance Form , untuk mencegah adanya gerakan rotasi atau lateral yang dapat

melepas restorasi mahkota dari rongga mulut.

d. Structural Durability , untuk menyediakan ruang yang cukup untuk material

restorasi mahkota agar tidak terjadi fraktur, distorsi ataupun perforasi pada restorasi

mahkota.

e. Marginal Integrity , untuk membuat akhiran preparasi ( finishing line ) yang

memperkuat margin dan kerapatan tepi margin untuk mencegah terjadinya kebocoran

tepi.
f. Periodontium Preservation, untuk memposisikan margin agar mudah

pembersihannya dan mencegah terjadi resesi gingiva.

g. Aesthetics , untuk memperbaiki estetik pasien.

5. Pengaturan posisi kerja operator

1. Untuk melakukan preparasi rahang bawah yang menghadap operator maka

posisi duduk di arah jam9. Lalu pasien diinstruksikan untuk menoleh ke kiri

sambil menundukkan dagu dan kepala (chin down).

2. Untuk melakukan preparasi pada bidang gigi rahang atas yang menghadap

operator maka posisi duduk di arah jam 9. Lalu pasien diinstruksikan untuk

menoleh ke kiri sambil menengadahkan dagu dan kepalanya(Chin up)

3. Untuk melakukan preparasi pada bidang gigi rahang bawah yang

membelakangi operator maka posisi duduk di arah jam 10 atau 11. Lalu pasien

diinstruksikan untuk menoleh ke kanan sambil menundukkan dagu dan

kepalanya,
4. Untuk melakukan preparasi pada bidang gigi rahang atas yang membelakangi

operator maka posisi duduk di arah jam 10 atau 11. Lalu pasien diinstruksikan

untuk menoleh ke kanan sambil menengadahkan dagu dan kepalanya (Chin

up)

6. Teknik Preparasi

Teknik novel (baru)

Teknik yang baru meliputi 6 bur, yaitu :

1. Bur N1 : bur yang dilapisi diamond dengan kedalaman 1 mm dengan permukaan

bulat dan datar

2. Bur N2 : bur yang dilapisi diamond dengan kedalaman 2 mm dengan permukaan

yang bundar

3. Bur N3 : bur diamond berbentuk silindris dengan kedalaman 1 mm

4. Bur ANT : bur diamond berbentuk football.


5. Bur N4 : Bur silindris dengan hanya 2 mm yang terlapisi diamond

6. Bur N5 : Bur kerucut yang diperpendek yang tanpa adanya diamond pada

ujungnya.

Inovasi teknik ini lebih mudah dikontrol kedalaman dan arah pada prosedur preparasi

dan kesalahan dapat lebih mudah dicegah.

Teknik ini terdiri dari 4 fase :

1. Fase pertama : Pengurangan kedalaman aksial dan oklusal

Orientasi kedalaman grooves didapatkan dengan bur N1 sepanjang vestibular dan

margin gingiva gigi. Permukaan yang bulat dan stopping yang rata pada bur tidak

dapat membuat bur melewati kedalaman lebih dari 1 mm.

2. Fase kedua : reduksi

 Reduksi insisal/oklusal

Pada gigi anterior : reduksi pada gigi insisal dibuat diantara grooves dengan bur

N3.
Pada gigi posterior : bur N3 diletakkan di bawah sulkus tengah pada permukaan

oklusal. Reduksi 2mm yang seragam dapat mudah didapatkan dengan

menggerakkan bur di arah mesiodistal

 Reduksi aksial

Bur N3 diarahkan dengan baik secara vertikal dan parallel dengan aksis gigi .

Bur yang tidak memiliki diamond head tidak dapat menyingkirkan jaringan

gigi melebihi 1 mm. Lalu bur itu juga digunakan untuk memisahkan gigi dari

gigi sebelahnya. Interproximal cut dibuat oleh bur N3 diorientasikan secara

tegak lurus pada aksis mayor gigi.

Bur N3 dapat dengan mudah menyingkirkan permukaan sirkumferensial

melalui grooves aksial dan servikal

Bur Ant hanya digunakan pada gigi anterior yang digunakan hanya untuk

mengurangi daerah oklusal di antara singulum dan margin insisal.

3. Fase ketiga : finishing line preparation

Bur N4 digunakan untuk menyiapkan tahap akhir. Bagian proksimal yang halus

pada bur dapat mempermudah preparasi bagian aksial gigi

4. Fase keempat : Pembentukan permukaan gigi

Bur N5 membentuk dan memperhalus permukaan gigi. Bur ini dapat

mengeliminasi undercut

7. Faktor yang mempegaruhi retensi gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga

antara lain

Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi retensi gigi tiruan jembatan pada gigi

penyangga antara lain :

1. Semen
Semen mempengaruhi ikatan retainer pada gigi penyangga. Ketebalan lapisan

semen yang berada diantara restorasi dan gigi penyangga merupakan alah satu

faktor yang menentukan besarnya ikatan retensi retainer melaui kekuatan

tegangan dan tarikan dari semen. Semakin besar kekuatan tegangan dan tarikan

dari semen semakin kuat perlekatannya. Kekuatan tegangan dan tarikan

dipengaruhi kekentalan adonan semen. Oleh karena itu di dalam penggunaan

semen perbandingan antara liquid dan powder hendaklah mengikuti petunjuk

pabrik. Faktor lain yang juga mempengaruhi retensi semen yaitu jenis semen yang

digunakan . Sekarang ini, terdapat berbagai jenis semen yang dapat digunakan

untuk gigi tiruan jembatan seperti: semen fosfat seng, seng eugenol oksida, semen

polikarbosilat, dan ionomer kaca dengan sifat dan kekuatan yang berbeda beda.

Dalam penggunaannya perlu dipetunjuk pabrik.

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan untuk retainer jembatan harus cukup kuat dan keras.

Apabila tidak kuat dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk karena

tekanan pengunyahan. Hal ini dapat menyebabkan ikatan ikatan semen pada

retainer rusak dan jembatan dapat terlepas.

3. Kecekatan retainer

Retainer yang tidak cekat pada gigi penyangganya mengakibatkan jembatan yang

dibuatkan longgar sehingga diperlukan semen yang cukup tebal untuk

memasangkannya. Hal ini dapat enyebabkan kurangnya retensi dari retainer.

4. Preparasi

Prinsip preparasi adalah mendapatkan bentuk akhir yang menjamin retensi yang

sebesar-besarnya bagi retainer. Untuk mencapai hal tersebut maka preparasi yang

dilakukan hendaklah memiliki dasar-dasar retensi preparasi.


BAB III

KESIMPULAN

Keberhasilan pada perawatan gigi tiruan jembatan bergantung pada preparasi gigi penyangga.
Agar mendapatkan preparasi dengan retensi yang maksimal sangat perlu diperhatikan bentuk
preparasi yang mengikuti bentuk anatomi gigi, dan mengambil jaringan gigi yang cukup
untuk memberi ketebalan pada bahan retainer Disamping itu faktor lain yang mempengaruhi
retensi preparasi adalah bentuk dan ukuran gigi, luas bidang permukaan preparasi, dan
kekasaran permukaan preparasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosella D, Rosella G, et al. A Tooth Preparation Technique in fixed prosthodontics


for students and neophyte dentists. Annali di Stomatologia 2015;VI(3-4): 104-109.
2. Sidjaya S, Odang R. Pembuatan “ Primary Crown” Pada Perawatan Dengan Restorasi
Jembatan Konvensional.IJD 2005; 12(2): 55-58

Anda mungkin juga menyukai