Anda di halaman 1dari 38

GAMBARAN GLUKOSA DARAH PADA KEHAMILAN

TRIMESTER 3

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan
Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan

Oleh:
IFTY WINAHYU PRANUMI
NIM. 13DA277021

PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
GAMBARAN GLUKOSA DARAH PADA KEHAMILAN TRIMESTER 3 1

Ifty Winahyu Pranumi2 dr.Dewi Kania Y, Sp.PK3 Atun Farihatun4


INTISARI
Glukosa merupakan sumber energi utama bagi tubuh yang
penggunannya dikendalikan oleh insulin. Peran laboratorium dalam
pemeriksaan glukosa darah yaitu digunakan sebagai tes penyaring maupun
konfirmasi dalam membantu diagnosa klinis pada penderita diabetes mellitus.
Kadar glukosa darah pada masa kehamilan cenderung meningkat
pada usia kehamilan memasuki trimester dua keatas. Hal tersebut dapat
terjadi karena selama masa kehamilan, terbentuk hormon hormon kehamilan
seperti hPL (Human Placenta Lactogen) yang bersifat sebagai antagonis
terhadap insulin, sehingga mengakibatkan menurunnya sensitivitas jaringan
terhadap insulin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil
pemeriksaan glukosa darah pada kehamilan trimester 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 sample yang diperiksa 19
orang (63%) mempunyai kadar glukosa darah 87-110 mg/dL dan 11 orang
(37%) mempunyai kadar glukosa darah antara 110-124 mg/dL (Nilai Normal
Glukosa Sewaktu <110 mg/dL).
Simpulan dari penelitian ini adalah 19 orang (63%) memiliki kadar
glukosa darah normal dan 11 orang (37%) memiliki kadar glukosa darah
tinggi.

Kata Kunci : Kadar Glukosa Darah, Kehamilan, Diabetes Mellitus


Kepustakaan : 21, 2005-2013
Keterangan : 1 judul, 2 nama mahasiswa, 3 nama pembimbing I, 4
nama pembimbing II

iv
v
REPRESENTATION OF BLOOD GLUCOSE ON THE 3rd PREGNANCY
PERIOD1
Ifty Winahyu Pranumi dr.Dewi Kania Y, Sp.PK3 Atun Farihatun4
2

ABSTRACT
Glucose is one of the main source of energy that used for our body
which is controlled by the Insulin. The function of Laboratorium on the
Glucose inspection is for screening test diagnose, as well as used for
confirmed test to help a maintenance diagnose of Diabetes Mellitus.
Amount of blood glucose on the pregnancy period will rise up on the
second period upstrairs. Blood glucose will rise up because of on the
pregnancy period, compose some pregnancy hormone for example hPL
(Human Placenta Lactogen) which is the characteristic of this hormone is
antagonist toward insulin.
The aim of this research is for getting representation of blood glucose
inspection on the 3rd pregnancy period.
The research result point out that from 30 samples which is getting an
inspection, by means of 19 samples (63%) belonging amount of blood
glucose are for 87-110 mg/dL and 11 samples (37%) belonging amount of
blood glucose are for 110-124 mg/dL (Value normal of blood glucose at the
time that is for <110 mg/dL).
The conclusion of this research is there are 19 samples (63%)
belonging normal amount of blood glucose and there are 11 samples (37%)
belonging high amount of blood glucose.

Key Word : Blood Glucose, Pregnancy, Diabetess Mellitus


Literature : 21, 2005-2013
Note : 1 tittle, 2 the name of university student, 3 the name of first
adviser, 4 the name of second adviser
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glukosa adalah hasil akhir dari proses metabolisme
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi utama pada
organisme hidup dan dikendalikan oleh insulin (Dorland, 2011). Salah
satu jenis karbohidrat yaitu monosakarida (glukosa) adalah sumber
energi terpenting yang digunakan di dalam tubuh (Murray, 2009).
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kadar glukosa di
dalam darah menurut Catharina (2009) meliputi: asupan makanan,
kondisi organ hati, olahraga atau aktivitas, alkohol dan obat-obatan
golongan Sulfonylurea, Biguanides, Alpha-Glucosidase Inhibitors,
Meglitindes, dan kehamilan.
Salah satu penyebab meningkatnya kadar glukosa di dalam
darah adalah kehamilan. Karena selama masa kehamilan akan
berlangsung proses pertumbuhan dan perkembangan janin yang akan
berpengaruh kepada perubahan fisiologis terhadap ibu hamil, seperti
yang tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun ayat 12-14:

Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari


suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu

1
2

Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S. Al-Mu’minum
ayat 12-14).
Perubahan ini dapat terjadi karena pada masa kehamilan
terjadi perubahan fisiologis terhadap ibu hamil dimana akan lebih
banyak memproduksi hormon-hormon seperti esterogen, progesteron,
kortisol, prolaktin, dan plasenta laktogen yang akan berpengaruh
kepada resistensi insulin, sehingga mengakibatkan kadar glukosa
darah akan naik sedangkan insulin juga tetap tinggi. Keadaan
meningkatnya kadar glukosa di dalam darah selama masa kehamilan
disebut dengan Diabetes Mellitus Gestasional (IP.Suiroka, 2012).
Diabetes mellitus pada kehamilan atau biasa yang disebut
dengan diabetes mellitus gestasional adalah keadaan gangguan
toleransi glukosa yang diketahui pertama kali saat hamil dan dapat
terjadi karena pada masa kehamilan terjadi perubahan perubahan
hormon pada ibu hamil yang dapat menyebabkan resistensi insulin.
Hal tersebut biasanya dapat diketahui pada usia kandungan empat
bulan keatas. Hal tersebut kebanyakan terjadi pada trimester tiga dan
akan kembali normal setelah proses persalinan (Tandra, 2008).
Wanita hamil yang belum pernah mengidap diabetes mellitus tetapi
memiliki angka gula darah yang cukup tinggi selama masa kehamilan
sudah dapat dikatakan bahwa mereka terkena diabetes mellitus
gestasional (IP.Suiraoka, 2012).
Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat meningkatnya kadar
glukosa darah yang tidak terkontrol selama masa kehamilan adalah
hipoglikemia pada bayi, mengakibatkan persalinan prematur atau
kematian janin didalam kandungan, dan bayi akan lahir besar (Tandra,
2008).
3

Kejadian Diabetes Mellitus pada kehamilan akan meningkat


dengan faktor resiko seperti : peningkatan berat badan pada masa
kehamilan >0.5 kg/minggu, umur lebih dari 25 tahun, riwayat DM
dalam keluarga, dan riwayat Diabetes Mellitus Gestasional (Sudoyo,
2009).
Di Indonesia prevalensi diabetes mellitus pada kehamilan
pada tahun 2013 mencapai angka 36% pada kehamilan umum, dan
mencapai angka 5,1% pada kehamilan dengan riwayat ibu hamil
mempunyai diabetes mellitus (Prawirohardjo,2008).
Survey awal yang dilakukan di Laboratorium Puskesmas
Rancah menunjukkan hasil bahwa pada tahun 2015 ibu hamil
trimester 3 yang melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sekitar
85% mengalami peningkatan kadar glukosa darah.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas,
peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran glukosa darah pada
kehamilan trimester 3.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan di latar belakang,
dapat diketahui rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana
gambaran glukosa pada kehamilan trimester 3?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : Untuk mengetahui
gambaran kadar glukosa pada kehamilan trimester 3 sebagai acuan
dalam penentuan diabetes mellitus gestasional.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi Institusi Pendidikan
4

Dapat menambah kepustakaan karya tulis ilmiah dan dapat


dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2. Bagi Wanita Hamil
Dapat menambah pengetahuan dan sebagai pemantau
untuk diabetes mellitus gestasional, sehingga dapat dilakukan
upaya pencegahan dan adanya upaya supaya rutin melakukan
cek laboratorium.
3. Bagi Peneliti
Menambah daftar referensi pengetahuan seputar jenis jenis
diabetes mellitus berikut memperdalam seputar gejala, penyebab,
pengobatan, dan pencegahan sekaligus ketrampilan dalam
melakukan pemeriksaan glukosa darah.

E. Keaslian Penelitian
Sejauh ini peneliti masih belum menemukan jenis penelitian
yang sama atau hampir mirip dengan judul penelitian yang akan di
teliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Glukosa
a. Definisi Glukosa
Glukosa adalah hasil akhir dari proses metabolisme
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi utama
pada organisme hidup dan dikendalikan oleh insulin (Dorland,
2011). Salah satu jenis karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber energi utama dalam tubuh adalah karbohidrat
jenis monosakarida yaitu glukosa (Murray, 2009).
Glukosa berperan sebagai energi utama yang banyak
digunakan di dalam sel tubuh terutama di otot dan jaringan
(Tandra, 2008).
b. Metabolisme Glukosa
Karbohidrat merupakan salah satu biomolekul yang
berperan sebagai energi utama. Karbohidrat diserap dari
saluran pencernaan dalam bentuk monosakarida, terutama
dalam bentuk glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Kemudian
senyawa senyawa tersebut sebagian akan langsung
digunakan oleh sel sebagai sumber energi, mengalami
perubahan menjadi asam piruvat melalui proses glikolisis yang
berlangsung di sitosol. Proses ini merupakan proses
katabolisme universal, artinya proses ini tidak hanya
berlangsung di dalam tubuh manusia saja, tetapi juga dapat
berlangsung pada hewan, tumbuhan, dan juga semua
mikroorganisme. Pada proses glikolisis, satu molekul
karbohidrat akan dipecah menjadi dua molekul asam piruvat
yang setara dengan energi 8 ATP dalam suasana aerob. Dan
jika berlangsung dalam suasana anaerob, asam piruvat akan

5
6

diubah menjadi asam laktat dan energi yang diperoleh


menjadi hanya sekitar 2 ATP per molekul glukosa (Sinaga,
2012).
Glikolisis berlangsung dalam dua tahap, yaitu pada
tahap pertama, satu molekul glukosa (6C) akan diubah
menjadi 2 molekul gliseraldehida-3-fosfat (3C) yang
membutuhkan energi 2 ATP per molekul glukosa. Dan pada
tahap kedua, gliseraldehida-3-fosfat akan diubah menjadi
asam piruvat. Pada tahap kedua ini, dihasilkan energi sebesar
5 ATP per molekul gliseraldehida-3-fosfat yang sudah diubah,
atau dengan kata lain adalah menghasilkan energi 10 ATP per
2 molekul gliseraldehida-3-fosfat yang berasal dari satu
molekul glukosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
tahap glikolisis akan menghasilkan energi sebesar 8 ATP per
molekul glukosa. Dan kemudian asam piruvat akan diubah
menjadi asetil KoA melalui proses dekarboksilasi oksidatif,
dan hingga akhirnya akan masuk kedalam siklus Krebs diubah
menjadi CO2 dan banyak energi melalui proses oksidasi
(Sinaga, 2012).
Siklus kreb disebut juga dengan siklus
asamtrikarboksilat atau siklus asam sitrat. Asetil KoA
merupakan senyawa yang terbentuk dari hasil dekarboksilasi
oksidatif asam piruvat yang digunakan sebagai substrat dalam
mekanisme ini. Asetil Koenzim A tidak hanya diperoleh dari
hasil dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, melainkan
diperoleh juga dari hasil katabolisme lipid dan senyawa
lainnya. Asetil Koenzim A memasuki siklus Krebs akan
bereaksi dengam asam oksaloasetat membentuk asam sitrat.
Dan di akhir dari perjalanan siklus Krebs, asam oksaloasetat
akan dibentuk kembali. Dengan demikian, didapatkan hasil
7

akhir dari perjalanan siklus Krebs adalah pembentukan CO2


dari asetil KoA (Sinaga, 2012).
Siklus Krebs dan glikolisis merupakan jalur jalur
katabolisme atau degradasi karbohidrat. Karena pada kedua
proses tersebut, karbohidrat diubah menjadi senyawa lain
yang mempunyai molekul yang lebih kecil dan membentuk
CO2 dan H2O. Sebaliknya, glikoneogenesis merupakan salah
satu bentuk anabolisme dari karbohidrat. Pada proses ini,
terjadi pembentukan glukosa dari senyawa senyawa bukan
karbohidrat. Proses glikoneogenesis merupakan salah satu
proses yang berfungsi untuk mempertahankan kadar gula
dalam darah ketika asupan karbohidrat kurang mencukupi.
Glikoneogenesis terjadi sebagian besar pada sel hati, dan
sebagian kecil berlangsung di korteks ginjal. Asam laktat,
asam piruvat, gliserol, asam asam amino glikogenik,
merupakan penyusun utama pada proses glikoneogenesis ini.
Proses glikoneogenesis merupakan kebalikan dari proses
glikolisis. Jika dalam proses glikolisis senyawa karbohidrat
diubah menjadi asam piruvat, maka dalam proses
glikoneogenesis adalah asam piruvat diubah menjadi
karbohidrat (Sinaga, 2012).
Tidak semua karbohidrat jenis monosakrida yang
diserap dari saluran pencernaan dapat langsung digunakan
oleh sel sebagai sumber energi, sebagian besar lainnya akan
terlebih dahulu dibawa ke hati untuk diubah menjadi glikogen
melalui proses yang disebut dengan glikogenesis. Proses
glikogenesis selain berlangsung didalam sel hati, juga
berlangsung di sel otot. Namun, proses glikogenesis didalam
sel hati berlangsung lebih cepat sekitar 4-6% daripada di otot
hanya sekitar 0,7-1%, namun karena otot mempunyai massa
yang lebih besar apabila dibandingkan dengan sel hati,
8

sehingga penyimpanan glikogen di otot jauh lebih baik


daripada penyimpanan di hati. Glikogen otot merupakan
sumber energi siap pakai untuk keperluan sel sel otot sendiri,
dan glikogen hati merupakan cadangan energi dan
memegang peran utama dalam memelihara keseimbangan
glukosa darah di antara waktu makan. Setelah 12-18 jam tidak
ada asupan makanan yang masuk kedalam tubuh, cadangan
glikogen akan dipakai secara keseluruhan sehingga kadarnya
pun akan menurun drastis. Glikogen yang terbentuk dari
proses glikogenesis akan segera diuraikan kembali menjadi
glukosa melalui proses yang disebut dengan glikogenolisis
untuk menstabilkan kadar glukosa dalam darah dan
menyediakan sumber energi bagi sel sel di dalam tubuh
(Sinaga, 2012).
Semua sel di dalam tubuh dengan tiada hentinya
mendapatkan glukosa, tubuh mempertahankan kadar glukosa
di dalam darah yang konstan yaitu sekitar 80—100 mg/dl
walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah
ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja. Proses ini
disebut dengan homeostatis glukosa. Kadar glukosa darah
yang rendah (hipoglikemia) dicegah dengan pelepasan
glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui
proses glikogenolisis dan melalui pembentukan glukosa dari
senyawa non karbohidrat seperti laktat dan asam amino
melalui proses glukoneogenesis sebagai bahan bakar
alternatif apabila pasokan glukosa tidak memenuhi (Dawn b.
Marks, Phd, dkk, 2005).
Kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) dapat
dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan
perubahan glukosa menjadi trigliserol di hati. Dengan
demikian, jalur penggunaan glukosa sebagai bahan bakar
9

tidak dapat dianggap terpisah sama sekali dari jalur yang


melibatkan metabolisme asam amino dan asam lemak (Dawn
b. Marks, Phd, dkk, 2005).
Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan
menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama
dilakukan melaui kerja hormon hormon homeostatis metabolik
seperti insulin dan glukagon. Namun kortisol,epinefirin,nor
epinefirin, juga berperan dalam penyesuaian pasokan dan
kebutuhan antar jaringan sebagai respon terhadap perubahan
dalam status fisiologis (Dawn b. Marks, Phd, dkk, 2005).
c. Jenis-jenis Karbohidrat
Senyawa senyawa karbohidrat dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok. Berdasarkan jumlah
monomernya karbohidrat dapat dibagi kedalam tiga kelompok
besar, yaitu monosakarida, disakarida, dan oligosakarida
(Sinaga, 2012).
Monosakarida adalah senyawa karbohidrat yang sudah
tidak dapat dipecah lagi menjadi bentuk karbohidrat yang lebih
sederhana. Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat
didalam tiap molekulnya, monosakarida dapat dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu:
1) Triosa, yaitu jenis monosakarida yang terdiri dari tiga atom
C dalam tiap molekulnya. Contohnya adalah
gliseraldehida dan dihidroksi aseton.
2) Tetrosa, yaitu jenis monosakarida yang terdiri dari empat
atom C dalam tiap molekulnya. Contohnya adalah
eritrosa, treosa, dan eritrulosa.
3) Pentosa, yaitu jenis monosakarida yang terdiri dari lima
atom C tiap molekul. Contohnya adalah ribosa, arabinosa,
xilosa, ribulosa, dan xilulosa.
10

4) Heksosa, yaitu jenis monosakarida yang terdiri dari enam


karbon C dalam tiap molekulnya. Contohnya adalah
glukosa, galaktosa, manosa, fruktosa, sarbosa.
Secara teoritis, jumlah atom C dalam monosakarida
tiap molekulnya berada dalam jumlah yang tak terbatas.
Tetapi, untuk karbohidrat yang terdapat secara alamiah pada
umumnya memiliki jumlah atom C tiap molekulnya antara 3-6
atom (Sinaga, 2012).
Oligo memiliki arti beberapa. Sakarida memilki arti gula
atau senyawa karbohidrat. Jadi dapat diartikan bahwa
oligosakarida adalah senyawa senyawa karbohidrat yang
ketika dipecah atau diuraikan akan terbentuk menjadi
beberapa molekul monosakarida. Oligosakarida dapat
dibedakan berdasarkan banyaknya monosakarida
penyusunnya. Contoh dari oligosakarida adalah sukrosa,
maltosa, dan laktosa (Sinaga, 2012).
Sukrosa adalah jenis gula yang sering kita gunakan
sebagai pemanis dalam kehidupan sehari hari, seperti dalam
pembuatan teh manis, sirup, kue, dan lain lain. Sukrosa paling
banyak terkandung dalam tebu. Sukrosa adalah disakarida
yang tersusun atas satu glukosa dan satu fruktosa (Sinaga,
2012).
Polisakarida merupakan senyawa karbohidrat yang
tersusun dari banyak monosakarida. Contohnya adalah
amilum atau pati, glikogen, selulosa, inulin, dan dekstran. Pati
merupakan sumber energi cadangan utama dalam tubuh
tumbuh tumbuhan, dan glikogen merupakan jenis karbohidrat
polisakarida yang berperan sebagai cadangan utama energi
dalam tubuh hewan dan manusia (Sinaga, 2012).
d. Glukosa Darah
11

Glukosa darah adalah konsentrasi gula didalam darah


atau serum. Konsentrasi glukosa darah normal seseorang
yang tidak makan dalam waktu 3 atau 4 jam adalah sekitar 90
mg/dl. Namun, pada keadaan setelah makan pun apabila
seseorang tersebut normal, kadar glukosa darah tidak akan
melebihi nilai 140 mg/dl kecuali orang tersebut menderita
Diabetes Mellitus. Glukosa yang dialirkan ke seluruh tubuh
merupakan bentuk sumber energi utama yang diperlukan oleh
tubuh. Dan kadar glukosa didalam tubuh sebagian besar
dipengaruhi oleh hormon insulin dan glukagon (Dawn b.
Marks, Phd, dkk, 2005).
Pengaturan besarnya konsentrasi glukosa darah pada
orang normal sangat sempit, pada orang yang sedang
berpuasa kadar glukosa darah hanya akan berada diantara
rentan 80 dan 90 mg/dl darah yang diukur pada waktu
sebelum makan pagi. Namun, konsentrasi ini akan meningkat
menjadi 120-140 mg/dl selama jam pertama atau lebih setelah
makan, namun terdapat satu sistem yang dapat mengatur
kadar glukosa darah yang dengan cepat mengambalikan ke
keadaan normal, biasanya terjadi pada waktu 2 jam setelah
absorbsi karbohidrat yang terakhir. Dan pada waktu
kelaparan, adanya fungsi glukoneogenesis dari hati
menyebabkan tersedianya kadar glukosa yang dibutuhkan
untuk dapat menjaga ketetapan kadar glukosa darah sewaktu
puasa (Dawn b. Marks, Phd, dkk, 2005).
e. Hormon yang mempengaruhi kadar glukosa darah
Hormon adalah perantara kimiawi tubuh yang dibuat
oleh kelenjar endokrin. Kelenjar ini tidak memiliki saluran
tetapi mengeluarkan hormon secara langsung kedalam aliran
darah, sehingga dapat mencapai setiap sel didalam tubuh.
Setiap hormon bekerja secara khusus untuk salah satu organ
12

atau jaringan saja (Parker, 2007). Berikut ini adalah hormon


yang dapat mempengaruhi kadar glukosa didalam darah:
1) Insulin
Merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta
pankreas. Yang memiliki fungsi membantu dalam
transport glukosa kedalam beberapa membran sel,
menghambat glukoneogenesis, dan merangsang sintesis
protein. Dan memiliki efek terhadap glukosa yaitu
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah.
2) Somastosain
Merupakan hormon yang dibentuk oleh sel D
pankreas, dan memiliki fungsi dalam meningkatkan kadar
glukosa dalam darah.
3) Glukagon
Adalah sel yang dibentuk dari sel alfa pankreas
yang memilik fungsi untuk mempertahankan ketersediaan
bahan bakar dalam tubuh, sehingga apabila tubuh
kekurangan glukosa yang merupakan bahan bakar utama
dala tubuh, hormon ini akan merangsang pelepasan
glukosa menjadi glikogen hati. Dan efek dalam kadar
glukosa dalam darah adalah untuk meningkatkan kadar
glukosa.
4) Epinefirin
Adalah hormon yang disekresikan didalam medula
adrenal dan memiliki fungsi untuk meningkatkan adara
glukosa darah.
5) Kortisol
Adalah hormon yang dibentuk di sel korteks adrenal
yang berperan dalam meningkatkan kadar glukosa dalam
darah.
6) ACTH ( Adrenal Cortricortopic Hormone)
13

Merupakan hormon yang dibentuk di sel hipofisis


anterior yang memiliki fungsi dalam peningkatan kadar
glukosa didalam darah.
7) Hormon Pertumbuhan
Adalah hormon yang juga diproduksi di sel hipofisis
anterior yang memiliki efek metabolik melawan kerja
insulin. Dan memili efek untuk meningkatkan kadar
glukosa didalam darah.
8) Tiroksin
Adalah hormon yang dibentuk di jaringan tiroid. Dan
memiliki peran untuk meningkatkan kadr glukosa didalam
darah.
f. Jenis pemeriksaan glukosa darah
1) Glukosa Darah Sewaktu
Merupakan uji kadar glukosa yang dapat dilakukan
sewaktu waktu, tanpa pasien harus melakukan puasa
karbohidrat terlebih dahulu atau mempertimbangkan
asupan makanan terakhir. Tes glukosa sewaktu ini dapat
digunakan sebagai tes skrining untuk Diabetes Mellitus.
Nilai normal untuk glukosa sewaktu adalah <110 mg/dl
(Dawn b. Marks, Phd, dkk, 2005).
2) Glukosa Puasa
Merupakan tes glukosa yang pasien harus
melakukan puasa karbohidrat selama kurang lebih 10-12
jam sebelum melakukan uji ini. Kadar glukosa ini dapat
menunjukan keadaan keseimbangan glukosa secara
keseluruhan atau homeostatis glukosa. Dan pemeriksaan
rutin sebaiknya lebih menggunakan glukosa puasa. Kadar
glukosa puasa normal adalah sekitar 70-110 mg/dl (Dawn
b. Marks, Phd, dkk, 2005).
3) Glukosa 2 Jam Post Pandrial
14

Glukosa 2 jam post pandrial adalah jenis


pemeriksaan glukosa dimana sample darah untuk
pemeriksaan diambil 2 jam setelah makan atau pemberian
glukosa. Tes glukosa 2 jam post pandrial ini bisa
dilakukan untuk menguji respon metabolik terhadap
pemberian karbohidrat 2 jam setelah makan. Nilai normal
untuk kadar glukosa 2 jam post pandrial adalah 140mg/dl.
Jika kadar glukosa ini 140mg/dl setelah makan, maka
berarti nilai tersebut adalah nilai sesudah kenaikan awal
yang berarti bahwa pasien tersebut memiliki mekanisme
pembuangan glukosa yang normal. Namun, apabila kadar
glukosa 2 jam post pandrial masih saja tetap tinggi, itu
berarti terdapat gangguan metabolisme pembuangan
glukosa (Dawn b. Marks, Phd, dkk, 2005).
4) Tes toleransi glukosa oral
Tes toleransi glukosa ini dilakukan apabila
ditemukan keraguan dalam hasil glukosa darah.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara memberikan
karbohidrat kepada pasien. Namun sebelum memberikan
karbohidrat kepada pasien, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, seperti status gizi harus dalam keadaan
normal, tidak sedang mengkonsumsi salisilat, diuretik, anti
kejang steroid, atau kontrasepsi oral, tidak merokok, dan
tidak boleh mengkonsumsi apapun selian air selama 12
jam (Dawn b. Marks,Phd, dkk, 2005).

g. Pemeriksaan Glukosa Darah


Dalam menentukan kadar glukosa dalam darah, dapat
dilakukan beberapa cara. Antara lain:
1) Cara Manual (kimiawi)
15

Penetapan kadar glukosa dengan cara manual


adalah merupakan metode yang sederhana yang
memanfaatkan sifat mereduksi glukosa non spesifik yang
akan bereaksi dengan indikator yang akan berubah warna
apabila tereduksi. Karena di dalam darah juga terdapat
komponen yang dapat mereduksi seperti urea yang akan
memberikan peningkatan yang bermakna pada keadan
uremia, sehingga kadar glukosa akan menjadi lebih tinggi
sekitar 5-15 mg/dl apabila dibandingkan dengan
pengukuran kadar glukosa dengan metode enzimatik yang
lebih spesifik (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005
mengatakan bahwa pengukuran glukosa dengan
menggunakan metode atau cara manual sudah jarang
dipakai karena tingkat spesifitas nya yang kurang tinggi.
Selain itu, kelemahan dari metode atau cara manual
adalah memerlukan waktu yang panjang untuk
pemeriksaan dengan pemanasan, sehingga lebih banyak
kemungkinan terjadinya kesalahan apabila dibandingkan
dengan menggunakan metode enzimatik.
Prinsip pemeriksaan glukosa dengan menggunaan
cara manual adalah proses kondensasi glukosa dengan
akromatik amin dan asam asetat glasial dalam kondisi
panas, dan akan menimbulkan warna hijau yang
kemudian akan diukur dengan menggunakan fotometri
(Departemen Kesehatan, 2005).

2) Automated Chemistry Anlyzer


Automated Chemistry Anlyzer adalah suatu
instrumen Laboratorium yang digunakan untuk mengukur
16

kadar kadar spesimen didalam tubuh secara cepat dan


otomatis (Atyna, 2013).
Automated Chemistry Anlyzer memiliki prinsip yaitu
pengukuran berdasarkan intensitas cahaya yang
dilewatkan melalui kuvet dengan panjang glombang
tertentu yang akan menimbulkan reaksi dengan
membentuk warna tertentu. Sebagian cahaya ada yang
diteruskan dan ada juga yang dilewatkan. Hasil
pengukuran akan muncul di layar detektor dan sebanding
dengan nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan
melalui kuvet dan akan selalu sebanding dengan
konsentrasi suatu zat didalam sample (Atyna, 2013).
Pengukuran kadar glukosa dengan menggunakan
metode enzimatik ini jauh lebih baik karena memiliki
tingkat spesifitas yang tinggi. Karena hanya glukosa yang
akan terukur. Ada dua jenis metoe enzimatik yang
digunakan, yaitu: glucose oksidase dan metode
heksokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005).
a) Metode Glucose Oksidase
Metode jenis ini adalah jenis metode untuk
penetapan kadar glukosa yang paling banyak
digunakan di laboratorium Indonesia. Program
Nasional Pemantapan Mutu Eksternal tercatat bahwa
hampir 85% dari bidang Kimia Klinik melakukan
pengukuran glukosa dengan menggunakan metode ini
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
Metode Glucose Oksidase memiliki prinsip yaitu
enzim glukosa oksidase akan mengkatalisis reaksi
oksidasi glukosa menjadi asam glukoronat dan
hidrogen peroksida. Kemudian hidrogen yang
terbentuk akan bereaksi dengan phenol 4-amino
17

phenazone dengan bantuan enzim peroksidase


menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah
muda dan kemudian akan diukur dengan fotometer
dengan panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna
yang terbentuk akan sebanding dengan kadar glukosa
darah yang terdapat didalam sample (Riyani, 2009).
Asam urat, asam askorbat, dan bilirubin
merupakan zat zat yang akan mempengaruhi
pemeriksaan dengan menggunakan metode ini.
Dimana zat zat tersebut akan menyebabkan kadar
glukosa menjadi lebih rendah karena zat zat tersebut
berkompetisi dengan kromogen untuk dapat beraksi
dengan hidrogen peroksida (Riyani, 2009).
b) Metode Glucose Heksokinase
Jenis metode glukosa heksokinase merupakan
jenis metode yang dianjurkan oleh WHO dan IFCC
untuk penetapan kadar glukosa. Data menurut
Departemen Kesehatan RI tahun 2005 menyebutkan
bahwa baru sekitar 10% laboratorium di Indonesia
yang menggunkaan metode glukosa heksokinase
untuk menetapkan kadar glukosa (Departemen
Kesehatan, 2005).
Prinsip dari pemeriksaan glukosa dengan
menggunakan metode glukosa heksokinase adalah
heksokinase akan mengkatalisis reaksi fosforilase
glukosa dengan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan
ADP. Enzim kedua yaitu glukosa-6-fosfat
dehydrogenase akan mengkatalisis oksidasi glukosa-
6-fosfat dengan nicotinamide adenine dinocleotido
phospat (NADP) (Departemen Kesehatan RI, 2005).
18

Metode glukosa heksokinase relatif lebih mahal


apabila dibandingkan dengan metode lainnya, karena
penggunaan dua macam enzim yang memang lebih
spesifik (Departemen Kesehatan RI, 2005).
3) Glukometer
Glukometer adalah salah satu bentuk kemajuan
dalam bidang teknologi yang digunakan untuk mengukur
kadar glukosa darah dengan cepat dan dapat dibawa
kemana mana (Nesco multicheck, 2009).
Prinsip dari pemeriksaan dengan menggunakan
glukometer adalah glukosa dalam darah dioksidasi oleh
enzim glukosa oksidase (yang terdapat didalam strip)
menjadi glukagon. Proses pemecahan glukosa menjadi
glukagon dapat menimbulkan elektron yang kemudian
akan dibaca oleh sensor yang terdapat pada alat.
Semakin banyak glukosa yang dioksidasi menjadi
glukagon maka semakin banyak elektron yang dihasilkan,
sehingga nilai yang muncul pun akan semakin tinggi
(Nesco multicheck, 2009).
Glukometer terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
a) Display screen (layar) yang berfungsi untuk melihat
hasil pemeriksaan glukosa darah.
b) Push button yang berfungsi untuk mematikan alat.
c) Test strip holder merupakan tempat yang berfungsi
untuk meletakkan strip glukosa.
d) Code card port merupakan tempat memasukkan kode
card
e) Batterai compartman adalah tempat baterai
f) Strip glukosa
h. Faktor- faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah
19

Secara umum, faktor yang mempengaruhi terhadap


tingkat kejadian DM dapat dibagi menjadi dua faktor utama,
yaitu faktor genetik atau keturunan, dan faktor metabolik.
Namun, faktor keturunan seperti jenis kelamin, dan usia
adalah merupakan faktor yang tidak dapat dipengaruhi. Tetapi
faktor metabolik seperti kadar glukosa di dalam darah dapat
diupayakan untuk menjadi normal kadarnya didalam tubuh
(Tandra, 2008).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kadar glukosa
di dalam darah menurut Tandra (2008) antara lain:
1) Makanan
Menurut Tandra (2008) mengatakan bahwa
makanan yang mengandung karbohidrat akan
meningkatkan kadar glukosa darah. Satu sampai dua jam
setelah makan, glukosa darah akan mencapai kadar
paling tinggi. Faktor dari berapa banyak makanan yang
kita konsumsi dan waktu makan menentukan kadar gula
darah seseorang.
Makan teratur setiap hari, dan juga memperhatikan
jenis, jumlah, serta jadwalnya akan membantu dalam
memperikirakan kapan dan bagaimana glukosa akan
menjadi naik atau turun.
Jenis makanan yang dikonsumsi juga akan
mempengaruhi kadar glukosa darah. Makanan terdiri dari
karbohidrat, lemak, dan juga protein. Ketiganya dapat
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Tetapi,
karbohidrat merupakan yang paling kuat dalam
meningkatkan kadar glukosa darah.
2) Olahraga dan Aktivitas
Semua gerak badan dan olahraga akan
menurunkan kadar glukosa dalam darah. Olahraga dapat
20

mengurangi resistensi insulin sehingga kerja insulin lebih


baik dan mempercepat pengangkutan glukosa masuk ke
dalam sel untuk memenuhi kebutuhan energi. Semakin
sering berolahraga, maka semakin banyak juga glukosa
yang dipakai.
Olahraga dapat menurunkan glukosa darah dalam
beberapa jam, namun terkadang bisa lebih lama. Gerak
badan selama satu jam sesudah makan akan lebih baik
daripada gerak badan saat perut masih kosong atau
sedang puasa.
3) Penyakit yang sedang dialami
Penyakit yang sedang dialami seperti flu, infeksi
virus, dan infeksi bakteri, merupakan bentuk stress fisik
yang dapat mengeluarkan hormon tertentu yang dapat
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Hormon
tersebut adalah kortisol.
4) Obat-obatan
Kadar glukosa darah juga sangat tergantung pada
insulin yang disuntikkan atau obat diabetes yang
dikonsumsi. Berapa banyak dan berapa lama waktu
konsumsi mempengaruhi kadar glukosa yang menurun.
Contoh obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kadar glukosa darah adalah golongan Sulfonylurea seperti
(Diabense, Daonil, Glurenom, Glimepirid) yang berfungsi
untuk menurunkan kadar glukosa darah, golongan
Biguanides seperti (Diabex, Glucophage) yang berfungsi
untuk menghambat proses pembentukan glukosa yang
berlebih di dalam hati, golongan Alpha-Glucosidase
Inhibitor seperti (Glucobay) yang berfungsi untuk
menghambat proses pemecehan karbohidrat menjadi
glukosa, kemudian golongan Meglitinides seperti (Starlix,
21

Novonorm) yang berfungsi untuk membantu proses


pelepasan insulin dari pankreas menjadi cepat dan
singkat, dan ada juga golongan Thiazolidinediones seperti
(Actos, Deculin, Avandia) yang berfungsi untuk
merangsang jaringan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap
insulin.
5) Alkohol
Alkohol dapat menghambat hati dalam proses
melepaskan glukosa ke dalam aliran darah. Sehingga
kadar glukosa darah bisa turun.
Namun, pada kasus yang sangat jarang, alkohol
dapat meningkatkan kadar glukosa darah karena
mengandung kalori yang tinggi.
6) Hati
Makanan di dalam hati ditimbun dalam bentuk
glikogen. Bila kadar glukosa dalam darah menurun, hati
akan memecah glikogen menjadi glukosa (proses
glikogenolisis) dan kemudian dilepaskan ke aliran darah.
Hati juga bias membentuk glukosa dari bahan selain
karbohidrat, seperti protein atau lemak yang disebut
dengan proses gluconeogenesis. Proses penyimpanan
dan pengeluaran glukosa oleh hati yang berjalan terus
menerus akan mengatur glukosa darah supaya stabil.
7) Kehamilan
Kehamilan merupakan sala satu faktor yang dapat
meningkatkan kadar glukosa darah. Karena selama masa
kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologis pada ibu
hamil yaitu akan memproduksi hormon hormone tertentu
seperti plasenta laktogen, esterogen, progesterone,
kortisol, dan prolaktin yang akan menyebbkan resistensi
22

insulin. Yaitu kadar glukosa darah tinggi sedangkan kadar


insulin juga tetap tinggi (Helen Varney dkk, 2006).

2. Kehamilan
a. Definisi kehamilan
Periode kehamilan yang dihitung sejak hari pertama
haid terakhir, hingga dimulainya persalinan sejati, yang
menandai awal terjadinya antepartum. Teori tersebut sesuai
dengan yang tercantum dalam Al Quran surat Al-Mukmin ayat
67 :

.......

Artinya : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah


kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah,
.....” (Q.S. Al-Mukmin ayat 67).
Periode kehamilan dibagi kedalam tiga trimester yang
masing-masing terdiri dari tiga belas minggu atau tiga bulan
menurut hitungan kalender. Pembagian waktu ini diambil dari
ketentuan yang mempertimbangkan bahwa proses waktu
kehamilan adalah sekitar kurang lebih 280 hari, 40 minggu, 1
bulan, atau 9 bulan sejak hari pertama haid terakhir datang,
sehingga hal itu membuat proses kehamilan berlangsung
selama kurang lebih 266 hari, atau 38 minggu (Helen Varney
dkk, 2006).

b. Fisiologi kehamilan
Selama masa kehamilan terjadi adaptasi anatomis,
fisiologis, dan biokimiawi yang mencolok. Perubahan
perubahan ini banyak dimulai setelah proses pembuahan dan
berlanjut sampai masa kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan
23

hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim yang


berbunyi:

Artinya : “Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan


penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari
berupa sperma, kemudian menjadi segumpal darah selama itu
pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula,
kemudian diutus seorang malaikat kepadanya untuk
meniupkan ruh padanya..” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Perubahaan yang terjadi dianggap sebagai respon
rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin dan
plasenta. Namun, semua perubahan yang terjadi akan
kembali normal setelah proses melahirkan (Cunningham,et al,
2009).
Selama kehamilan, hampir semua sistem organ
mengalami perubahan anatomis dan fungsional yang dapat
menimbulkan arti yang bermakna. Perubahan perubahan
tersebut terjadi pada saluran reproduksi, kulit, payudara,
perubahan metabolik, perubahan hematologis, sistem
kardiovaskular, saluran pernapasan, sistem kemih, saluran
pencernaan, sistem endokrin, dan sistem lain.
Pada wanita hamil, terjadi peningkatan yang pesat dan
intens terhadap perubahan metabolik, yang merupakan
sebagai bentuk respon dari janin dan plasenta yang tumbuh
pesat. Dan pada trimester ketiga, laju metabolik ibu meningkat
10-20 persen dibandingkan dengan keadaan tak hamil. Dan
hal ini akan semakin meningkat apabila ibu hamil mengalami
kehamilan kembar (Helen Varney dkk, 2006).
24

c. Metabolisme karbohidrat saat kehamilan


Kehamilan normal ditandai dengan hipoglikemia puasa,
hiperglikemia pasca makan, dan hiperinsulinemia ringan.
Peningkatan kadar insulin plasma pada kehamilan normal
berkaitan dengan respons khas terhadap kebutuhan glukosa.
Respon ini konsisten dengan keadaan resistensi insulin yang
dipicu oleh kehamilan, yang bertujuan untuk memastikan
kebutuhan glukosa janin akan terpenuhi (Cunningham,et al,
2009).
Mekanisme-mekanisme yang berperan dalam resistensi
insulin belum sepenuhnya dapat dipahami. Progesteron dan
esterogen pun memiliki peran serta dalam menyebabkan
resistensi insulin. Kadar laktogen plasenta dalam plasma
meningkat berbanding lurus dengan gestasi. Efek dari
peningkatan hormon ini, mirip dengan hormon pertumbuhan
yang dapat menyebabkan peningkatan lipolisis yang disertai
dengan pembebasan asam lemak. Dengan demikian,
peningkatan asam lemak dalam darah juga merupakan faktor
pendukung terjadinya resistensi insulin (Cunningham,et al,
2009).
Wanita hamil pada umumnya akan berubah secara
drastis untuk kadar glukosa nya. Hal ini ditandai dengan
hiperglikemia pasca makan yang kemudian akan berubah
secara menetap menjadi keadaan hipoglikemia pada puasa
dan penurunan asam amino. Perubahan yang terjadi dari
glukosa menjadi lemak merupakan sebagai bentuk dari
accelerated starvation (percepatan kepalaran). Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa jika seorang wanita hamil
melakukan puasa berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan tersebut yang lebih mencolok dan
25

mempercepat timbulnya ketonemia (Dawn b. Marks, Phd, dkk,


2005).
3. Diabetes Mellitus
a. Pengertian diabetes mellitus
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis dimana
ketika pankreas tidak bias menghasilkan cukup insulin atau
ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkan. Hiperglikemia atau meningkatnya kadar gula
di dalam darah merupakan efek umum dari diabetes yang
tidak terkontrol dari waktu ke waktu, sehingga dapat
menyebabkan masalah serius pada sistem tubuh, khususnya
saraf dan pembuluh darah (WHO, 2012). Secara umum,
klasifikasi diabetes mellitus dibagi menjadi Diabetes Mellitus
tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2, Diabates Mellitus Gestasional
(kehamilan), dan Diabetes Mellitus tipe lain (IP.Suiraoka,
2012).
Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM
Belum
Bukan DM DM
Pasti DM
Kadar glukosa plasma
<110 110-199 ≥ 200
darah vena
sewaktu Darah
<90 90-199 ≥ 200
(mg/dl) Kapiler
Kadar glukosa Plasma
<110 110-125 ≥ 126
darah puasa Vena
(mg/dl) Darah
<90 90-109 ≥ 110
Kapiler
Sumber : Ilmu penyakit dalam edisi IV Jilid III
b. Klasifikasi diabetes mellitus
American Diabetes Assosiation World Helath
Organization mengklasifikasikan 4 macam penyakit diabetes
mellitus berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1) Diabetes Mellitus Tipe 1 (Diabetes Mellitus Bergantung
Insulin/DMTI)
26

Disebut juga dengan Juvenile Diabetes atau


Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDMM), dengan
jumlah penderita sekitar 5-10% dari seluruh penderta DM
dan pada umumnya terjadi pada usia muda (95% pada
usia dibawah 25 tahun). Dm tipe 1 mempunyai ciri khas
yaitu terjadinya kerusakan pada sel β pankreas yang
disebabkan oleh proses autoimmune, akibatnya terjadi
defisiensi insulin absolut dan pasiennya akan mutlak
memerlukan insulin dari luar untuk dapat tetap
mempertahankan kadar glukosa dalam kondisi normal.
Kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus
sebisa mungkin harus mendekati nilai 80-120 mg/dl. Jika
kadar glukosa >200mg/dl akan menimbulkan perasaan
tidak nyaman, dan akan diikuti dengan sering buang air
kecil sehingga mengakibatkan dehidrasi (IP.Suiroka,
2012).
2) Diabetes Mellitus Tipe 2 (Diabetes Mellitus Tidak
Bergantung Insulin/DMTTI)
Diabetes Mellitus Tipe 2 biasa juga disebut
dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
atau Adult Onset Diabetes. Jumlah penderita diabetes
mellitus tipe 2 ini merupakan jumlah terbesar, karena
hampir mencapai angka 90-95% dari keseluruhan kasus
DM. Untuk jenis DM tipe 2 ini biasa terjadi pada usia
dewasa, yaitu usia pertengahan kehidupan, dan
kejadiannya lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada
wanita (IP.Suiroka,2012).
Pada DM tipe ini terjadi keadan yang disebut
dengan resistensi insulin. Jumlah reseptor pada
permukaan sel berkurang, walaupun jumlah insulin tidak
berkurang. Sehingga mengakibatkan glukosa tidak dapat
27

masuk ke sel-sel di dalam tubuh walaupun insulin


tersedia.
Faktor penyebab terjadinya resistensi insulin
dapat terjadi karena beberapa hal, namun hal yang paling
berpengaruh dalam kejadian ini adalah obesitas sentral
(obesitas dengan penumpukan lemak di daerah perut).
Karena, pada keadaan obesitas sentral terjadi
pengeluaran hormon-hormon yang dapat menyebabkan
rusaknya sistem toleransi glukosa. Sebanyak 90% pasien
DM tipe 2 ditemukan mengalami obesitas sentral atau
Diabetes Mellitus Gestasional/Kehamilan.
3) Diabetes Mellitus Gestasional/Kehamilan
Diabetes mellitus Gestasional didefinisikan
sebagai gangguan toleransi glukosa yang diketahui
pertama kali saat hamil, dan biasanya diketahui pada
kehamilan usia kandungan trimester 3 (Wasis, 2008).
Wanita hamil yang belum pernah mengidap atau
terkena diabetes mellitus, namun memiliki kadar glukosa
yang tinggi selama masa kehamilan sudah dapat
dikatakan bahwa ia menderita diabetes mellitus
gestasional (IP.Suiroka, 2012).
Diabetes mellitus tipe ini merupakan gangguan
toleransi glukosa yang pertama kali ditemukan pada saat
hamil. Diabetes mellitus gestasional pada umumnya
menunjukan adanya gangguan yang relatif ringan
sehingga jarang membutuhkan pertolongan dokter.
Karena, kebanyakan wanita dengan DMG memiliki
homeostatis glukosa relatif normal selama paruh pertama
waktu kehamilan. Dan tetapi bisa juga mengalami
defisiensi insulin relatif pada paruh kedua, tetapi kadar
28

glukosa biasanya akan kembali normal setelah proses


melahirkan (IP.Suiroka, 2012).
Namun, (Tandra, 2008) mengatakan bahwa pada
kehamilan yang sudah lebih dari 3 bulan, apabila terjadi
kadar glukosa darah yang tinggi dapat mengakibatkan
persalinan prematur atau kematian janin di dalam
kandungan. Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol
dapat mengakibatkan large baby atau bayi lahir besar,
paru-paru bayi tidak sempurna sewaktu lahir, atau dapat
terjadi hipoglikemia pada waktu persalinan.
Selain keadaan hipoglikemia pada saat persalinan
juga mengatakan tentang komplikasi yang dapat dialami
oleh bayi ketika ibu mengalami diabetes mellitus
gestasional adalah:

a) Respiratory Distress Syndrome ( RDS)


Keadaan dimana akan kesusahan dalam
bernapas karena paru-paru belum terbentuk secara
sempurna. Dapat terjadi apabila bayi lahir secara
premature. Namun, kontrol kadar glukosa darah dapat
mengurangi resiko terjadinya komplikasi ini.
b) Hipokalsemia
Keadaan dimana kadar kalsium menjadi
rendah. Hal ini dapat terjadi karena persalinan yang
premature. Bayi akan mengalami kejang. Namun hal
tersebut dapat diatasi dengan pembrian suntikan
kalsium.
c) Magnesium yang rendah
29

Kadar magnesium yang rendah dapat terjadi


ketika bayi lahir secara prematur.
d) Polisitemia
Keadaan dimana terjadi peningkatan sel
darah merah, namun sebab nya masih belum jelas.
e) Hiperbilirubinemia
Banyak terjadi pemecahan sel darah merah,
sehingga menyebabkan bayi menjadi kuning.
f) Lazy Left Colon
Bayi mengalami susah buang air besar,
sehingga memberi kesan terjadi penyumbatan
(Tandra, 2008).
4) Diabetes Mellitus Tipe Lain.
Penyakit DM tipe lain dapat berupa DM yang
spesifik yang disebabkan oleh berbagai kondisi seperti
kelainan genetik yang spesifik (kerusakan genetik sel beta
pankreas, infeksi, obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kadar glukosa darah).
Menurut WHO (1999) yang dikutip oleh Agency for
Healthcare Research and Quality (AHRQ) (2008)
mengatakan bahwa kejadian DMG pada kehamilan akan
meningkat dengan faktor resiko seperti :
a) Peningkatan berat badan pada masa kehamilan
sekitar >0.5 kg/minggu
b) Usia lebih dari 25 tahun saat hamil
c) Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga
d) Riwayat Diabetes Mellitus Gestasional
e) Riwayat pernah melahirkan bayi dengan berat >4kg
c. Patofisiologi Diabetes Mellitus Gestasional
Pada Diabetes Mellitus Gestasional terjadi suatu
keadaan dimana jumlah / fungsi insulin menjadi tidak optimal.
30

Terjadi perubahan kinetika insulin atau resistensi terhadap


efek insulin. Sehingga mengakibatkan jumlah sumber energi
dalam plasma ibu semakin meningkat dalam artian bahwa
kadar glukosa menjadi tinggi, namun kadar insulin pun tetap
tinggi (Wasis, 2008).
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme
endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan
makanan bagi kebutuhan janin dan persiapan untuk
menyusui. Glukosa dapat tetap berdifusi melalui plasenta
kepada janin, sehingga kadar glukosa darah janin menyerupai
kadar glukosa darah sang ibu. Kadar glukosa darah
dikendalikan oleh hormon insulin, dan juga beberapa hormon
lain seperti esterogen, steroid, dan plasenta laktogen.
Sehingga mengakibatkan proses reabsorpsi makanan menjadi
lambat sehingga dapat menimbulkan efek hiperglikemia yang
relatif lama dan secara otomatis hal tersebut memberikan efek
terhadap meningkatnya kebutuhan insulin. Kebutuhan insulin
akan meningkat 3 kali lipat dari keadaan normal menjelang
proses persalinan. Hal ini disebut dengan tekanan
diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologi, telah terjadi
perubahan menjadi resistensi insulin, yaitu ketika dilakukan
penambahan insulin eksogen sehingga mengakibatkan tidak
mudah mengalami hipoglikemi. Tetapi, bila ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin, akan tetap mengalami
hipoinsulin yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia atau
diabetes kehamilan.
31

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai


berikut:

Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa Faktor resiko terjadinya diabetes gestasinal
darah

Makanan yang mengandung Ibu hamil Berat badan meningkat


karbohidrat trimester 3 > 0,5 kg/ minggu

Obat (Glimepirid, metformin, Pernah melahirkan bayi


dll) dengan berat > 4 kg
Kadar glukosa
Penyakit (flu, infeksi bakteri) darah Usia > 25 tahun

Alkohol Riwayat DMG

Kehamilan (hormon) Riwayat DM


32

Tinggi Rendah

Normal

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Kadar Glukosa Darah dalam tubuh dipengaruhi oleh Makanan,


Obat, Alkohol, Penyakit, namun dalam penelitian kali ini memfokuskan
pada faktor kehamilan (hormon).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Cordoba (2012) Bandung: PT. Cordoba Internasioal Indonesia.

Atyna, Iva. (2013) Instrumen Laboratorium Klinik. Bandung: ITB

Dorland, W.A. Newman. (2011) Kamus Kedokteran. (Albertus Agung


Mahode et al,Penerjemah). Jakarta: EGC

Gandasoebrata,R. (2007) Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan ke-10


Jakarta: Dian Rakyat

Tandra, Hans. (2008) Diabetes. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta

Murray, Robert K., Granner, Daryl K & Rodwell, Victor W. (2009) Biokomia
Harper (Harper’s Illutrated Biochemistry) Edisi 27. Jakarta: EGC

Catharina. (2009) Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta


: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia

Suiraoka,IP. (2012) Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka


Utama

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
5th.ed. Jakarta: Internal Publishing: 2009

Ayu Rachmaningtyas. (2013). Jumlah Penderita Diabetes Mellitus di


Indonesia masuk 7 Dunia. http://nasional.sindonews.com. Selasa, 10
November 2015- 20.09 wib

Sinaga, Ernawati. (2012) Biokimia Dasar. Jakarta Barat: PT.ISFI Penerbitan

Parker, Steve. (2007) Ensiklopedia Tubuh Manusia. (Dr. Winardini,


Penerjemah). Jakarta: Erlangga

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 3rd.ed. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo:2008

46
47

Departemen Kesehatan RI. (2005) Pedoman Pemeriksaan Laboratorium


Untuk Diabetes Mellitus. Jakarta: DepKes RI

Riyani, Ani. (2009) Penuntun Praktikum Kimia Klinik II. Tersedia dalam:

Judulktipoltekkestanjungkarang.blogspot.com.2012/08/perbedaan-
hasil-
Pemeriksaan-kadar-glukosa-metodegod-pap-dan-cara-strip.html
(Diakses 10 November 2015)
Varney, H., M.Kriebs, J., L.Gegor, C. 2006. Asuhan Kebidanan. Volume 1.
Edisi 4. Jakarta: EGC

Cunningham,et, al. (2009). Obstetri William Edisi 23 Volume 1. Jakarta:


EGC
Dawn,B.Marks. (2005) Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan
Klinis. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai