A Pendahuluan
Molusida Larvasida
Herbisida Fungisida
Mitisida
Berdasarkan senyawa kimia
•Organoklorin
Berdasarkan senyawa kimia
•Organofosfat
•Carbamat
Berdasarkan senyawa kimia
•Herbisida
•Fumigan
Berdasarkan cara kerja dalam membunuh hama
1.Racun perut
2.Racun kontak
3.Racun pernapasan
4.Racun sistemik
C Mekanisme efek toksik dari pestisida
•Organoklorin
•Organofosfat dan karbamat
•Insektisida dari tanaman
•Herbisida
•Fumigan
D Toksisitas pestisida
• Keracunan akut
- Efek lokal
- Efek sistemik
• Keracunan subakut
• Keracunan kronis
PESTISIDA ORGANOFOSFAT
• Organofosfat adalah bahan kimia penghambat
kolinesterase yang digunakan sebagai pestisida.
Senyawa ini juga digunakan sebagai bahan kimia perang
(Ford, 2007), dan sebagai pestisida di bidang pertanian
di seluruh dunia (Banday, 2015). OP mencakup berbagai
macam senyawa dengan sifat fisik dan biologi yang
berbeda termasuk toksisitas.
• OP adalah cairan dari volatilitas yang berbeda, larut
atau tidak larut dalam air, pelarut organik, dll (Bajgar,
2005).
pestisida organofosfat termasuk kedalam
kelompok insektisida yang mengandung bahan
aktif Thiocarb, Tichlorovos, dan Dimethoat
Lebih dari 50.000 komponen
organophosphate telah
disintesis dan diuji untuk
aktivitas insektisidanya. Tetapi
yang telah digunakan tidak
lebih dari 500 jenis saja
dewasa ini. Semua produk
organophosphate tersebut
berefek toksik bila tertelan,
dimana hal ini sama dengan
tujuan penggunaannya untuk
membunuh serangga.
Struktur kimia
Pada awal synthesisnya Nama Structure
diproduksi senyawa
tetraethyl pyrophosphate
Tetraethylpyrophosphate (TEPP)
(TEPP), parathion dan
schordan yang sangat efektif
sebagai insektisida, tetapi
juga cukup toksik terhadap Parathion
mamalia. Penelitian
berkembang terus dan
ditemukan komponen yang Malathion
poten terhadap insekta tetapi
kurang toksik terhadap orang
(mis: malathion), tetapi masih
sangat toksik terhadap Sarin
insekta
Mekanisme toksisitas
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah
dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor
muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan
perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh
Pada keadaan Normal
OP + AChE ⇌ Phosforilated-AChE(irreversibel)Phosforilated-
• 3. Atropinisasi
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada reseptor
muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik. Pada usia < 12 th
pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kg BB IV pelan-2
dilanjutkan dengan 0,02 -0,05mg/kg BB setiap 5 - 20 menit sampai
atropinisasi sudah adekwat atau dihentikan bila :
· Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
· Pupil dilatasi
· Mukosa mulut kering
· Heart rate meningkat
• Nilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan
bersifat individual pada keracunan akut, diantaranya
lekositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi.
Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai
dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk
diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus. Pada
konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi
kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus
menunggu hasil laboratotium.
• Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat
dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim
kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh
organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang
ditambahkan sebagai substrat) menjadi kolin dan asam
asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan
aktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara
mengukur keasamannya dengan indikator.
CONTOH KASUS
Dalam artikel yang berjudul “Buruh Tak Dijamin Sehat” pada situs
sawitwatch.or.id, pada tanggal 19 Maret 2008 , seorang buruh sawit PT
Gunajaya Karya Gemilang tiba-tiba pingsan setelah ia merasa dadanya
terasa berat dan mata berkunang-kunang. Kemudian ia dibawa ke RS
Antonius Pontianak dan selama seminggu lebih tidak sadarkan diri
akibat keracunan pestisida. Setelah sadar, buruh tersebut dikembalikan
ke kampung halamannya oleh perusahaan sawit tempat ia bekerja.
Sebelum perisitiwa tersebut, buruh tersebut memang sering merasa
mual dan pusing saat bekerja dan setelah pulang kerja dari kebun
sawit. Namun, rasa sakit itu kerap ditahan karena mengira rasa mual
dan pusing tersebut hanya karena ia kurang istirahat atau makan
kurang teratur. Gejala yang sama ternyata juga dijumpai pada pekerja-
pekerja lain, teman seregunya. Peristiwa ini diduga karena ia
keracunan pestisida, akibat tidak memakai alat pelindung diri saat
bekerja mulai pukul 07.00 sampai 15.00 untuk mengolesi atau
menyemprot pestisida pada sawit.
• Menurut artikel dalam sawitwatch.or.id, buruh sawit yang
bekerja tanpa memakai sarung tangan menunjukkan gejala
mual, pusing, dada terasa berat, mata berkunang-kunang dan
tidak sadarkan diri.
• Tanda dan gejala keracunan organofosfat adalah timbulnya
gerakan otot-otot tertentu, pupil dan iris mata menyempit
menyebabkan penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa,
dan berair liur banyak, sakit kepala, pusing, keringat banyak,
detak jantungsangat cepat, mual, muntah-muntah, kejang
perut, mencret, sukar bernapas, lumpuh, dan pingsan.
( Sudarmo,1991)
• Gejala yang dialami korban keracunan sejalan dengan teori
yang diungkapkan oleh Sudarmo, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa jenis pestisida yang teridentifikasi dalam
kejadian tersebut merupakan jenis organofosfat.
Cara Pemeriksaan Pestisida
Organoklorin
•Metode GCMS
Prinsip : Perbedaan sifat kimia antara molekul-
molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan dari
molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom.
Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda
(disebut waktu retensi) untuk keluar dari kromatografi gas,
dan ini memungkinkan spektrometer massa untuk
menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan
mendeteksi molekul terionisasi secara terpisah.
Spektrometer massa melakukan hal ini dengan memecah
masing-masing molekul menjadi terionisasi mendeteksi
fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio.
Tahapan GCMS
• Briz V, Molina-Molina JM, Sánchez-Redondo S, Fernández MF, Grimalt JO, Olea N, Rodríguez- Farré
E, Suñol C. (2011). Differential estrogenic effects of the persistent organochlorine pesticides dieldrin,
endosulfan and lindane in primary neuronal cultures. Toxicological Sciences. 2011;120(2):413–27
• Čolović, M. B., Krstić, D. Z., Lazarević-Pašti, T. D., Bondžić, A. M., & Vasić, V. M. (2013).
Acetylcholinesterase Inhibitors: Pharmacology and Toxicology. Current Neuropharmacology, 11(3),
315–335. http://doi.org/10.2174/1570159X11311030006
• Dawson A.H, Eddleston M, Senarathna L, Mohamed F, Gawarammana I, et al. (2010) Acute Human
Lethal Toxicity of Agricultural Pesticides: A Prospective Cohort Study. PLoS Med 7(10): e1000357.
doi:10.1371/journal.pmed.1000357
• De Silva H.J, Samarawickrema N.A, Wickremasinghe A.R. (2006). Toxicity due to organophosphorus
compounds: what about chronic exposure? Trans R Soc Trop Med Hyg. 2006 Sep;100(9):803-6. Epub
2006 Jun 27.
• Subramaniam, K., & Solomon, J. (2006). Organochlorine pesticides BHC and DDE in human blood in
and around Madurai, India. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 21(2), 169– 172.
http://doi.org/10.1007/BF02912936