Anda di halaman 1dari 11

Nama : Windi Ning Tias

NIM : 06101381823043
Prodi : Pendidikan Kimia
Kelas : Palembang
TOKSIKOLOGI KIMIA
A. Pengertian Toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan perpaduan antara ilmu biologi dan
ilmu kimia dan dapat digunakan untuk memahami konsep aksi dan keberadaan zat
toksik serta penerapan konsep tersebut dalam permasalahan lingkungan. Secara
tradisional toksikologi merupakan pengetahuan dasar tentang aksi dan perilaku
racun. Sedangkan pengertian racun sendiri adalah bahan yang bila tertelan atau
terabsorpsi akan mampu membuat manusia sakit dan mematikan. zat-zat kimia
terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai efek potensial yang merugikan
serta terdapatnya beraneka ragam bahan kimia di lingkungan kita membuat
toksikologi sebagai ilmu yang sangat luas. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa
toksikologi umumnya merupakan suatu studi tentang efek dari polutan terhadap
lingkungan hidup serta bagaimana hal ini dapat mempengaruhi ekosistem. Semua
zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki lingkungan,
sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan terdapatnya
berbagai racun. Dapat dipahami bahwa, baik racun maupun kontaminan lingkungan
dengan zat berbahaya bukanlah hal yang baru. Sejak beberapa puluh tahun yang
lalu, duniapun sudah sepakat bekerja sama untuk membuat lingkungan menjadi
tempat yang tidak berbahaya untuk dihuni.
B. Jenis dan Sumber Bahan Beracun
Sumber racun dapat di temukan pada hewan dan tumbuhan.
a. Racun dari Hewan
Berikut senyawa tokin yang terdapat pada hewan antara lain:
1. Bisa ular
Gigitan ular adalah salah satu bentuk yang paling umum dari keracunan oleh
racun alami di seluruh dunia. Banyak bisa ular serupa dalam modus tindakan
dan konstituen, menjadi campuran protein atau polipeptida. Toksisitas beberapa
bisa ular dapat dilihat pada Tabel 10.1. Racun campuran dan akibatnya
menimbulkan berbagai efek. Misalnya, adanya protein asing dapat menyebabkan
reaksi anafilaksis, meskipun hal ini jarang terjadi, dan reaksi alergi tersebut
dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Komponen enzim dapat
mencerna berbagai konstituen jaringan baik di lokasi aksi, menyebabkan
nekrosis lokal, atau di tempat lain menyebabkan efek sistemik. Misalnya, gigitan
ular Diamondback, ular yang paling beracun di Amerika Serikat, memproduksi
edema yang sangat menyakitkan dalam beberapa menit. Mual, muntah dan diare
dapat terjadi dan efek jantung, seperti penurunan tekanan darah arteri sistemik
dan lemah serta nadi cepat. Sistem saraf pusat dapat dipengaruhi, menyebabkan
kelumpuhan pernapasan. Anemia hemolitik dan haemoglobinuria kadang-
kadang terjadi, dan mungkin ada trombosis dan perdarahan. Permeabilitas
pembuluh darah dan konduksi saraf bisa berubah, dan anoksia serebral, edema
paru dan gagal jantung juga berkembang. Banyak fosfolipase ditemukan dalam
racun ular kadang-kadang menyebabkan intravaskular hemolisis dengan
tindakan langsung pada membran sel darah merah. Sebagian besar bisa ular
mengandung phosphodiesterase yang menyerang polinukleotida
2. Tetrodotoxin
Racun ini ditemukan dalam ikan puffer, kadal dan bakteri dan telah
dipelajari secara ekstensif. Ikan dimakan sebagai makanan lezat di Jepang dan
asalkan ikan tersebut dipersiapkan dengan benar sehingga bisa dimakan dan
aman. Namun, kematian yang terjadi yang dihasilkan dari persiapan yang salah
pada ikan dan sekitar 60 persen kasus keracunan yang fatal. Tetrodotoxin dan
ichthyocrinotoxin yang ditemukan dalam telur, hati dan kulit ikan. Tetrodotoxin
adalah racun saraf yang sangat kuat, mematikan pada dosis sekitar 10 G kg/ 1
berat badan. Efek awal adalah kesemutan di mulut diikuti dalam 10-45 menit
dengan otot inkoordinasi, air liur, kulit mati rasa, muntah, diare dan
kejangkejang. Hasil Kematian dari kelumpuhan otot rangka. Sensorik serta saraf
motorik terpengaruh dan diyakini bahwa tetrodotoxin selektif menghambat
saluran natrium sepanjang akson, mencegah potensial aksi.
3. Chlorotoxin
Chlorotoxin (Cltx) adalah senyawa aktif yang ditemukan di racun
kalajengking. Memiliki kemampuan untuk menghambat konduktansi saluran
klorida. Terkena Cltx dalam dosis yang banyak dapat mengakibatkan
kelumpuhan melalui gangguan saluran ion. Mirip dengan toksin botulinum, Cltx
telah terbukti memiliki nilai terapeutik yang signifikan. Bukti menunjukkan
bahwa Cltx dapat menghambat kemampuan untuk glioma untuk menyusup
jaringan saraf yang sehat di otak, secara signifikan mengurangi kerugian invasif
potensial yang disebabkan oleh tumor.
4. Conotoxin
Conotoxin mewakili kategori racun yang dihasilkan oleh siput kerucut yang
hidup di laut, dan mampu menghambat aktivitas sejumlah saluran ion seperti
kalsium, natrium, kalium atau saluran. Dalam banyak kasus, racun yang
dikeluarkan oleh berbagai jenis siput kerucut mencakup berbagai jenis
conotoxins, yang mungkin khusus untuk saluran ion yang berbeda, sehingga
menciptakan racun yang mampu meluas gangguan fungsi saraf. Salah satu
bentuk unik conotoxins, ω-conotoxin (. ω-CgTx) sangat spesifik untuk saluran
Ca dan telah menunjukkan kegunaan dalam mengisolasi racun dari sistem.
Sebagai kalsium fluks diperlukan untuk rangsangan yang tepat dari sel, setiap
penghambatan signifikan dapat mencegah sejumlah besar fungsionalitas. Secara
signifikan, ω-CgTx mampu mengikat dan menghambat saluran kalsium yang
terletak di membran neuron tapi bukan dari sel-sel otot.
5. Apitoxin
Apitoxin atau madu racun lebah, adalah cairan tak berwarna dan pahit.
Bagian aktif dari racun adalah campuran kompleks protein, yang menyebabkan
peradangan lokal dan bertindak sebagai antikoagulan. Racun ini diproduksi
dalam perut lebah pekerja dari campuran sekresi asam dan basa. Apitoxin
bersifat asam (pH 4,5-5,5). Sebuah lebah madu dapat menyuntikkan 0,1 mg
racun melalui penyengat nya. Apitoxin mirip dengan jelatang toksin.
Diperkirakan bahwa 1% dari populasi alergi terhadap sengatan lebah. Racun
lebah terapi digunakan oleh beberapa sebagai pengobatan untuk rematik dan
penyakit sendi karena antikoagulan dan sifat anti-inflamasi. Hal ini juga
digunakan untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh orang alergi terhadap
sengatan serangga. Terapi racun lebah juga dapat disampaikan dalam bentuk
Bee Venom Balm meskipun ini mungkin kurang ampuh daripada menggunakan
sengatan lebah hidup.
Komponen utama yang terdiri dari 52% melittin peptida racun.         
 Melittin adalah agen anti-inflamasi yang kuat dan menginduksi produksi
kortisol dalam tubuh.         
 Apamin meningkatkan produksi kortisol dalam kelenjar adrenal. Apamin
adalah neurotoksin ringan.         
 Adolapin, terdiri dari 2-5% dari peptida, bertindak sebagai anti-inflamasi dan
analgesik karena blok siklooksigenase.         
 Fosfolipase A2 berjumlah 10-12% dari peptida dan merupakan komponen
yang paling merusak apitoxin. Ini adalah enzim yang merusak fosfolipid
membran sel yang terbuat dari. Hal ini juga menyebabkan penurunan
tekanan darah dan menghambat pembekuan darah. Fosfolipase A2
mengaktifkan asam arakidonat yang dimetabolisme dalam siklus
siklooksigenase untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin mengatur
respon inflamasi tubuh. Toksin dari tawon mengandung fosfolipase A1.
 Hyaluronidase terdiri 1-3% dari peptida melebarkan kapiler menyebabkan
 Histamin terdiri 0,5-2% dan terlibat dalam respon alergi.
 Dopamin dan noradrenalin yang terdiri 1-2% peningkatan denyut nadi.
 Protease inhibitor terdiri 2% dan bertindak sebagai agen anti-inflamasi dan
menghentikan pendarahan.         
 Tertiapin juga merupakan komponen dalam racun lebah.

b. Racun dari Hewan


Banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun
yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-
angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman
sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar
yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type).
Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Karena racun yang
dihasilkan oleh tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator, maka
tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap
penyakit. Beberapa kelompok racun yang ditemukan pada tanaman yang biasa kita
konsumsi, ada beberapa yang larut lemak dan dapat bersifat bioakumulatif. Ini
berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi, maka racun tersebut akan tersimpan pada
jaringan tubuh, misalnya solanin pada kentang. Kadar racun pada tanaman dapat
sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh keadaan lingkungan tempat
tanaman itu tumbuh (kekeringan, suhu, kadar mineral, dll) serta penyakit. Varietas
yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan
nutrien yang dikandungnya.
Contoh Racun Yang Terkandung Pada Tanaman Pangan
Racun Tanaman Gejala
Fitohemaglutinin Kacang merah Mual, muntah, nyeri
perut,diare.
Glikosida sianogenik Singkong, rebung, biji Penyempitan saluran
buahbuahan(apel, aprikot, nafas,mual, muntah, sakit
pir,plum, ceri, peach) kepala.
Glikoalkaloid Kentang, tomat hijau Rasa terbakar di mulut,
sakitperut, mual,muntah.
Kumarin Parsnip, seledri Sakit perut, nyeri pada
kulitjika terkena sinar
matahari
Kukurbitasin Zucchini Muntah, kram perut,
diare,pingsan.
Asam oksalat Bayam, rhubarb, teh Kram, mual, muntah,
sakit kepala.

Racun alami pada tanaman pangan yaitu sebagai berikut:


1. Kacang merah (Phaseolus vulgaris)
Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin
(phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan oleh
racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam keadaan
mentah atau yang dimasak kurang sempurna. Gejala keracunan yang ditimbulkan
antara lain adalah mual, muntah, dan nyeri perut yang diikuti oleh diare. Telah
dilaporkan bahwa pemasakan yang kurang sempurna dapat meningkatkan toksisitas
sehingga jenis pangan ini menjadi lebih toksik daripada jika dimakan mentah.
2. Singkong
Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin dan
lotaustralin. Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat
pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong
dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung
kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang
dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi
senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida, yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per
kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per
kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh,
jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat
badan per hari.
3. Pucuk bambu (rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida sianogenik.
Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu, maka sebaiknya
pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya, diiris
tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama 8-
10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain
meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
4. Biji buah-buahan
Contoh biji buah-buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah
apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun,
tetapi daging buahnya tidak beracun. Secara normal, kehadiran glikosida
sianogenik itu sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah-buahan
tersebut terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen sianida, yang
bersifat racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan
pucuk bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg per kilogram berat
badan. Sebaiknya tidak dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah-buahan tersebut di
atas. Bila anak-anak menelan sejumlah kecil saja biji buah-buahan tersebut, maka
dapat timbul gejala keracunan dan pada sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5. Kentang
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine.
Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak
menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang
yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat
mengandung kadar glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun tersebut terutama
terdapat pada daerah yang berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar
glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan
berupa rasa.
6.   Tomat hijau
Tomat mengandung racun alami yang termasuk golongan glikoalkaloid. Racun
ini menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat dikonsumsi. Untuk mencegah
terjadinya keracunan, sebaiknya hindari mengkonsumsi tomat hijau dan jangan
pernah mengkonsumsi daun dan batang tanaman tomat.
7. Parsnip (semacam wortel)
Parsnip mengandung racun alami yang disebut furokumarin (furocoumarin).
Senyawa ini dihasilkan sebagai salah satu cara tanaman mempertahankan diri dari
hama serangga. Kadar racun tertinggi biasanya terdapat pada kulit atau lapisan
permukaan tanaman atau di sekitar area yang rusak. Racun tersebut antara lain
dapat menyebabkan sakit perut dan nyeri pada kulit jika terkena sinar matahari.
8. Seledri
Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam golongan
kumarin. Senyawa ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit jika terkena sinar
matahari. Untuk menghindari efek toksik psoralen, sebaiknya hindari terlalu banyak
mengkonsumsi seledri mentah, dan akan lebih aman jika seledri dimasak sebelum
dikonsumsi karena psoralen dapat terurai melalui proses pemasakan.
9. Zucchini (semacam ketimun)
Zucchini mengandung racun alami yang disebut kukurbitasin (cucurbitacin).
Racun ini menyebabkan zucchini berasa pahit. Namun, zucchini yang telah
dibudidayakan (bukan wild type) jarang yang berasa pahit. Gejala keracunan
zucchini meliputi muntah, kram perut, diare, dan pingsan. Sebaiknya hindari
mengkonsumsi zucchini yang berbau tajam dan berasa pahit.
10. Bayam
Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk
bayam. Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi
tubuh, maka konsumsi makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam
jumlah besar dapat mengakibatkan defisiensi nutrien, terutama kalsium. Asam
oksalat merupakan asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran pencernaan,
terutama lambung. Asam oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal.
Untuk menghindari pengaruh buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa ini terlalu banyak. Fitoaleksin
adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup hanya
setelah dirangsang oleh berbagai mikroorganisme patogenik atau oleh kerusakan
mekanis dan kimia. Fitoaleksin dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan
sel-sel rusak dan nekrotik sebagai jawaban terhadap zat yang berdifusi dari sel yang
rusak. Fitoaleksin terakumulasi mengelilingi jaringan nekrosis yang rentan dan
resisten. Ketahanan terjadi apabila satu jenis fitoaleksin atau lebih mencapai
konsentrasi yang cukup untuk mencegah patogen berkembang
C. Klasifikasi Bahan Beracun
Racun dapat diklasifikasikan berdasarkan atas berbagai hal seperti: sumber, sifat
kimiawi dan fisikanya, bagaimana dan kapan terbentuknya, efek terhadap kesehatan,
kerusakan organ, dan hidup/tidaknya racun tersebut.
1. Klasifikasi berdasarkan sumber
a. Sumber alamiah/buatan.
Klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasal dari flora dan fauna dan
kontaminasi organisme dengan berbagai racun yang berasal dari bahan baku
industri beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis beracun.
b. Sumber berbentuk titik, area dan bergerak.
Klasifikasi sumber seperti ini biasanya dipergunakan orang yang berminat
melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik lebih mudah dikendalikan
daripada sumber area dan bergerak.
c. Sumber domestik, komersial dan industri
Sumber domestik biasanya berasal dari permukiman, kurang beracun kecuali
bercampur dengan buangan pestisida, obat-obatan dll. Buangan komersial
dapat sangat beragam, demikian pula dengan buangan industri.
2. Klasifikasi berdasarkan wujud
Sangat bermanfaat dalam memahami efek yang mungkin terjadi serta
pengendaliannya.
a. Wujud pencemar
1) Padat : padatan yang sangat halus dapat terbang bersama udara, disebut
debu, fume, mist, sehingga dampaknya dapat sangat luas.
2) Cair : banyak dipergunakan dalam pertanian dan biasanya ditambah
pengencer dampaknya tidak secepat gas.
3) Gas : dapat berdifusi sehingga menyebar lebih cepat dari pada cairan dan
zat padat.
b. Ukuran pencemar, densitas, serta komposisi
Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya pencemar memasuki
tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek serta seberapa jauh
efeknya.
3. Klasifikasi atas dasar sifat fisika dan kimia
a. Korosif
Korosif adalah sifat suatu subtantsi yang dapat menyebabkan benda lain
hancur atau memperoleh dampak negatif. Korosif dapat menyebabkan
kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dan banyak lagi. Contoh
bahan kimia yang bersifat korosif antara lain asam sulfat, asam astetat,asam
klorida dan lain-lain.
b. Radioaktif
Bahan radioaktif adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
memancarkan sinar radioaktif dangan aktivitas jenis lebih besar dari 0,002
microcuri per gram. Suatu bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau
lebih klasifikasi diatas, karena memang mempunyai sifat ganda. Contoh :
Benzena adalah zat beracun, karsiogenik tetapi juga mudah terbakar, klor
adalah zat beracun yang juga bersifat korosif. Radioaktif adalah bahan yang
terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau
riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara ain : tindakan
kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk
padat, cair atau gas.
c. Evaporatif Bahan toksin evaporatif adalah bahan yang mudah menguap dan
biasanya jenis bahan kimia ini mudah terbakar. Di dalam laboratorium dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut:
1) Padat, misalnya, belerang, hidrida logam, logam alkali, fosfor merah dan
kuning.
2) Cair, misalnya, alkohol, aseton, benzena, eter, methanol, n-heksana,
pentana.
3) Gas, misalnya, hidrogen dan asetilen.
d. Eksplosif
Eksplosif adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang
karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya. Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh
mekanis (gesekan atau tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan
peledakan atau bahan peledak seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan
ammonium nitrat (NH4NO3). Contoh lainnya adalah Asetilena dan
amonium nitrat.
e. Reaktif
1) Bahan kimia beracun yang mudah bereaksi dengan air, asam, udara
sehingga dapat meledak, terbakar dan lainnya.
2) Bahan yang reaktif terhadap air adalah bahan yang apabila bereaksi
dengan air akan mengeluarkan panas dan gas sehingga mudah terbakar
contohnya: alkali dan alkali tanah, garam halida dan anhidrat, oksida
anhidrat dan sulfuril klorida.
3) Bahan yang reaktif terhadap asam adalah bahan yang apabila bereaksi
dengan asam akan mengeluarkan panas dan gas sehingga mudah
terbakar, beracun dan korosif contohnya: kalium klorat, kalium perklorat,
kalium permanganat dan asam kromat.
4) Semuanya memerlukan penanganan, transportasi, dan pembuangan yang
berbeda, karena bahaya yang mungkin timbul akan berbeda.
4. Klasifikasi atas dasar terbentuknya pencemar/xenobiotik
a. Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar primer.
b. Pencemar yang sudah bereaksi dilingkungan disebut pencemar sekunder.
c. Pencemar sekunder yang bereaksi menjadi pencemar tersier.
5. Klasifikasi atas efek kesehatan
a. Fibrosis : terbentuknya jaringat ikat secara berlebihan
b. Granuloma : didapatnya jaringan radang kronis
c. Demam : suhu badan melebihi suhu normal
d. Asfiksia : keadaan kekurangan oksigen
e. Alergi : sensitifitas yang berlebihan
f. Kanker : tumor ganas; Mutan : generasi yang berbeda dg gen induknya
g. Teratogenik : cacat bawaan
h. Keracunan sistemik : keracunan yang menyerang seluruh tubuh.
6. Klasifikasi atas dasar kerusakan organ target
a. Hepatoksik : beracun pada hati
b. Nefrotoksik : beracun pada ginjal
c. Neurotoksik : beracun pada saraf
d. Hematotoksik : beracun pada sel darah
e. Pneumotoksik : beracun pada paru-paru.
2.4 Upaya Penanggulangan Bahan Beracun

Anda mungkin juga menyukai