Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

OLEH :
JUMASING, S.Kep
70900120001

CI Lahan CI Institusi
(Dr. Risnah, S.KM., S.Kep., Ns., M.Kes) (Methi Kristina, S.ST., S.KM)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2020
Laporan Pendahuluan
1. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan harus dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3) Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya. Dalam meningkatkan
kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebih memberikan kekuatan, harapan, dorongan,
hiburan, dukungan dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia.
Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala
dan tanda pada pasien Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2012)
1.1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa ahli, nyeri diartikan
sebagai berikut. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2012), mendefinisikan nyeri sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang
tersebut pernah mengalaminya.
Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme produksi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi
untuk menghilangkan rangsangan nyeri. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu
keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
1.2 Fisiologi Nyeri
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pad akulit dan mukosa,
khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor
nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-
macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan
oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanisme
1.3 Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis adalah
nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Tabel Klasifikasi Nyeri
Nyeri
Karakteristik Nyeri Akut Kronis
Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status eksistensi
Sumber Sebab eksternal/penyakit Tidak diketahui atau pengobatan
dari dalam yang terlalu lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang dan
terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan sampai bertahun
tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit dibedakan
diketahui dengan pasti intensitasnya, sehingga sulit
dievaluasi
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Gejala-gejala klinis Pola respons yang khas Pola respons yang bervariasi dengan
dengan gejala yang lebih sedikit gejala (adaptasi)
jelas

Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat bervariasi

Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan meningkat setelah


setelah beberapa saat beberapa saat
Sumber: Barbara C Long, 1989.
1.4 Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya nyeri, di antaranya (Barbara C Long, 1989):
Teori Pemisahan (Specificity Theory) Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke
medula spinalis melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik
ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks
sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
Teori Pola (Pattern Theory) Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke
medula spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons
yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi
dipengaruhi oleh modalitas dari reaksi sel T.
Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory) Menurut teori ini nyeri bergantung
dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa
yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat
langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam
medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.
Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangan nyeri.
Teori Transmisi dan Inhibisi Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi
impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter
yang spesifik. Kemudian inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada
serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen
opiate sistem supresif.
1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
Arti nyeri Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti
nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya, dan pengalaman.
Persepsi nyeri Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimuli nociceptor.
Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
toleransi nyeri antara lain: alkohol, obat-obatan, hipnotis, dan lain-lain. Sedangkan faktor
yang dapat menurunkan toleransi nyeri antara lain: kelelahan, rasa marah, bosan, cemas,
nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
Reaksi terhadap nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk responnyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arti
nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan
fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.
1.6 Faktor yang mempengaruhi respon nyeri:
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika
ada nyeri
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7. Pengalaman masa laluSeseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau,
dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan
1.7 Patway Nnyeri
II. Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu knsep diterapkan dalam praktek
keperawatan yang mana hal ini disebut sebagai penekanan problem solving yang memerlukan
ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien
atau keluarga (Nursalam, 2014).
Proses keperawatan sendiri terdiri atas lima tahap yang mendasar dan berhubungan. Kelima
tahap tersebut adalah pengkajian, penentuan diagnosis, perancanaan, pelaksanaan dan evaluasi
(Iyer, 2008). Semua tahap ini berhubungan dengan fuksi intelektual problem solving dan
mendefinisikan suatu tindakan keperawatan.
2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menemukan suatu
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapat diperoleh melelui anamnesia, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium (NANDA. 2015).
2.1.1 Identitas penderita
1. Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan
dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia
mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi
Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada yang lebih muda. Sebaliknya,
jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak
sehat.
2. Jenis kelamin : tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
3. Jenis pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
4. Tingkat pendidikan yang rentang terkena gastritis biasanya yang memiliki tingkat
pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan
menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut
biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah
penyakit ini.
5. Keluhan Utama
Adanya nyeri epigastrium kiri menyebar ke tengah dan menjalar tembus ke pinggang 1-
2 jam setelah makan dan biasanya disertai muntah darah/hematemesis.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
1) Provoking inciden : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri
2) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Berisi tentang kapan terjadinya nyeri ulu hati, apakah penderita mual atau muntah,
apakah penderita tidak nafsu makan serta upaya apa yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit gastritis pada masa anak-anak serta tindakan medis apa yang
pernah didapat maupun obat-obatan yang bisa digunakan oleh penderita, riwayat
kecelakaan.
1) Riwayat kesehatan keluarga
Berisi mengenai apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit
turunan, serta hipertensi, jantung dan lain-lain.
2) Perilaku yang mempengaruhi
Pola makan yang tidak teratur, stress, kopi, banyak merokok, minum minuman
beralkohol, penggunaan obat-obatan inflamasi non steroid.
3) Pemeriksaan fisik
B1 (breath)
1) Inspeksi : Bentuk dada : normal, diameter anterior posterior dalam proporsi
terhadap diameter lateral 1:2, gerakan dinding dada dextra dan sinistra
simetris, frekuensi pernafasan : 25x/menit, tidak terdapat lesi dan kemerahan
dipermukaan kulit
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dibagian dada, tidak terdapat emfisema
subkutis, ekspansi dada anterior posterior terangkat, bergerak bebas sesuai
dengan irama pernafasan, taktil fremitus : bunyi dinding dada terdengar
3) Perkusi : Anterior dan posterior terdengar bunyi sonor
4) Auskultasi : Anterior thorax terdengar bunyi vasikuler diseluruh bidang paru
kecuali sternum, terdengar bunyi bronchial di atas trachea, tidak terdengar
bunyi nafas tambahan
B2 (blood)
1. Inspeksi : Tidak terdapat jaringan parut yang menandakan adanya luka post
op pembedahan jantung, terlihat denyut apex pada ICS 5 1cm dari MCL,
irama jantung : 96x.menit, regular
2. Palpasi : Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak terdapat thrill, Tekanan
darah : 140/80mmHg
3. Perkusi : Tidak terdapat pembesaran jantung, suara dullness pada area
jantung
4. Auskultasi : BJ 1 : terdengar, BJ 2 : terdengar, S1 : terdengar
keras, S2 : menegras, S3 :-
B3 (brain) :
1) Inspeksi : kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, sakit
kepala
2) Palpasi : nyeri epigastrum.
B4 (bladder) :
1) Inspeksi : Tidak terpasang kateter, Urine : berwarna kuning kecoklatan,
±1500cc/hari, Tidak terdapat distensi kandung kemih
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan di daerah pubica
B5 (bowel) :
1) Inspeksi : perut datar, tidak ada lesi, warna kulit sama dengan sekitarnya,
rongga mulut tidak ada lesi, tidak terpasang NGT, tidak nafsu makan, mual,
porsi makan hanya ½ porsi, muntah banyak sekali kurang lebih 5 kali sehari.
2) Palpasi : terdapat nyeri tekan abdomen kuadran kiri atas dan di prosesus
xifoideus.
3) Perkusi : tympani diseluruh area abdomen
4) Auskultasi : terdapat bising usus
B6 (bone) : kelelahan, kelemahan
B7 (Pengindraan)
1) Mata : penglihatan mata tidak ada gangguan
2) Hidung : ketajaman penciuman normal
3) Telinga : bentuk normal, ketajaman pendengaran normal
B8 (Endokrin) Tidak ada masalah pada system endokrin
2.2 Diagnosis keperawatan
2.2.1 Nyeri akut b/d mukosa lambung teriritasi
2.3 intervensi
Intervensi keperawatan (SDKI, SIKI , SLKI, 2016)
No Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV 1. untuk
selama 2x24jam 2. Kaji tingkat nyeri mengetahui
diharapkan nyeri pasien dan sumber nyeri keadaan umum:
berkurang. Kriteria Hasil : 3. Edukasi klien klien meliputi
1. Nyeri klien berkurang tentang sumber nyeri tekanan darah,
atau hilang. 4.Ajarkan klien nadi, suhu, dan
 Skala nyeri 2. tentang manajemen pernapasan
 Klien mengerti mengatur posisi, 2. untuk
tentang distraksi seperti Mengetahui
penyakitnya mendengarkan musik tingkat nyeri
 Klien dapat dan terapi murottal klien
melakukan 5. Kolaborasi 3. untuk
mnajemen nyeri pemberian terapi memberikan
dengan mandiri obat anti anagesik pemahaman
dengan dokter dan kepada klien
tenaga medis lainya terkait nyeri
4. untuk
membantu klien
dalam mengatasi
nyerinya tanpa
menggunakan
terapi obat
5. untuk
memblok
reseptor
pengantar nyeri
di system syaraf
pusat
2.3 Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rancana tindakan yang spesifik untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2014)
Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi, dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam yaitu melakukan observasi TTV, mengkaji skala
nyeri, mengatur posisi yang nyaman bagi klien, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi,
berkolaborasi dalam pemberian analgesik. Pada diagnosis defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan penatalaksanaan diet dan proses penyakit, dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam yaitu mengkaji tingkat pengetahuan, kemampuan atau
keinginan belajar pada pasien dan keluarga, menjelaskan alasan dari regimen pola makan, diet
rendah sodium, lemak jenuh, dan kolestrol. Mengidentifikasi dan memotivasi pasien untuk
mengurangi faktor resiko, mislanya merokok, konsumsi alkohol, dan obesitas.
Menginstruksikan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengambil resep obat
lain, menekankan pentingnya menghubungi petugas kesehatan
2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pasien (Nursalam, 2014). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil
dan formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan efaluasi proses atau
sumatif yang dilakukan dengan membandikan respon pasien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditemukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendetaan SOAP :
Evaluasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.
S : pasien dapat relaks, keadaan umum pasien baik
O : nyeri pasien berkurang atau hilang, skala nyeri
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Daftar Pustaka
Iyer, Patricia W. 2008. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC.
NANDA. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
Nursalam. (2014). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
Putra, M.M. (2012). Asuhan Keperawatan Gastritis. Diakses pada tanggal 31
Agustus 2018, dari http://made-m-p-fkp11.web.unair.ac.id

Anda mungkin juga menyukai