Anda di halaman 1dari 101

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Putri Zalika
Moderator : Siti Zalika
Sekretaris meja : Adawiyah Simanjuntak
Sekretaris papan : Yessy Puspasari
Waktu : 1. Senin, 24 Juni 2013
Pukul: 13.00 – 14.30 WIB
2.Rabu, 26 Juni 2013
Pukul: 13.00 – 14.30 WIB
Peraturan turorial :
1.Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2.Mengacungkan tangan saat akan mengajukan
pendapat dan pertanyaan yang relevan.
3.Izin saat akan keluar ruangan.
4.Dilarang makan dan minum.

SKENARIO A BLOK VII 1


5.Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap
tenang serta tidak ribut.

2.2 Skenario Kasus


Rohim, anak laki-laki, usia 9 bulan, dibawa
ibunya ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi
campak, tetapi ibu Rohim menjelaskan bahwa
anaknya sudah menderita campak sebelumnya pada
usia 7 bulan. Petugas Puskesmas menolak untuk
memberikan imunisasi campak karena sudah pernah
menderita campak.
Riwayat imunisasi sebelumnya, Rohim hanya
mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, Hepatitis B, DPT
dan Polio 2 kali. Pada saat ingin imunisasi Hepatitis B,
DPT dan Polio yang ke-3, Rohim mengalami batuk
pilek tanpa demam sehingga tidak di imunisasi.

SKENARIO A BLOK VII 2


2.3 Identifikasi Masalah

1. Rohim, anak laki-laki, usia 9 bulan, dibawa ibunya


ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi
campak, tetapi ibu Rohim menjelaskan bahwa
anaknya sudah menderita campak sebelumnya pada
usia 7 bulan.
2. Petugas Puskesmas menolak untuk memberikan
imunisasi campak karena sudah pernah menderita
campak.
3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Rohim hanya
mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, Hepatitis B,
DPT dan Polio 2 kali.
4. Pada saat ingin imunisasi Hepatitis B, DPT dan
Polio yang ke-3, Rohim mengalami batuk pilek
tanpa demam sehingga tidak di imunisasi.

SKENARIO A BLOK VII 3


2.4 Analisis Masalah

1. Rohim, anak laki-laki, usia 9 bulan, dibawa ibunya


ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi
campak, tetapi ibu Rohim menjelaskan bahwa
anaknya sudah menderita campak sebelumnya
pada usia 7 bulan.

a. Apa saja jenis-jenis imunisasi (secara umum)?


Jawab:
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian
kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan
untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi. Antibodi adalah zat anti yang
terbentuk ketika antigen (kuman) masuk ke
dalam tubuh. Pertama kali antigen masuk
ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya
tubuh akan membuat antibodi. Pada

SKENARIO A BLOK VII 4


umumnya, reaksi pertama tubuh untuk
membentuk antibodi tidak terlalu kuat
karena tubuh belum mempunyai
pengalaman. Tetapi pada reaksi kedua,
ketiga dan seterusnya, tubuh sudah
mempunyai memori untuk mengenali
antigen sehingga pembentukan antibodi
terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan
dalam jumlah yang lebih banyak. Contoh
imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau
campak.

2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah penyuntikan
sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi
dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah
penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum)
pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang

SKENARIO A BLOK VII 5


terdapat pada bayi yang baru lahir di mana
bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta
selama masa kandungan, misalnya antibodi
terhadap campak.
(IDAI, 2005)

b. Bagaimana prosedur pemberian imunisasi


campak?
Jawab:
Prosedur pemberian imunisasi, sebagai
berikut:
a. persiapkan rencana imunisasi
b. Umur : 9 bln, Dosis : 0, 5 cc
Cara kerja : Suntikan secara Intra Muscular di
lengan kiri atas
Jumlah suntikan : 1x dapat diberikan
bersamaan dengan pemberian vaksin lain tapi
tidak dicampur dalam 1 semprit.

SKENARIO A BLOK VII 6


c. Perlu dilakukan imunisasi ulang pada anak,
berkisar umur 6-7 tahun
d. Vaksin campak merupakan virus measles
yang sudah dilemahkan tingkat virulensinya
yang dimasukkan ke dalam tubuh seorang
anak sebagai antigen yang nantinya akan
membentuk antibody setelah melalui proses
reaksi imun. Imunisasi campak diberikan
sekurang-kurangnya/minimal pada anak usia
9 bulan dengan dosis 0,5 cc injeksi via sub
kutan. (IDAI, 2005)

c. Bagaimana pengaruh pemberian imunisasi


campak terhadap sistem imun di dalam tubuh?
Jawab:
Imunisasi itu adalah pemberian vaksin
kepada seseorang agar tubuh membentuk
kekebalannya terhadap suatu penyakit, yang
mana vaksin disini adalah suatu virus atau

SKENARIO A BLOK VII 7


bakteri yang telah dilemahkan yang berasal
dari penyebab penyakit lalu diberikan kepada
seseorang dengan cara suntik atau
minum/telan (tetesan). Setelah bibit penyakit
masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan
terangsang untuk melawan penyakit tersebut
dengan membentuk antibodi. Antibodi itu
umumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang
yang telah diimunisasi untuk melawan
penyakit yang mencoba menyerang.
(Baratawidjaja, 2012)

d. Usia berapa balita diberikan imunisasi


campak dan mengapa pemberian imunisasi
diberikan pada usia tersebut?
Jawab:

SKENARIO A BLOK VII 8


Balita diberikan imunisasi campak pada
usia 9 bulan-12 bulan. Bila lebih dari 1 tahun
sebaiknya diberikan MMR. Hal ini
dikarenakan sisa antibodi yang diterima dari
ibu melalui plasenta merupakan faktor yang
penting untuk menentukan umur imunisasi
campak dapat diberikan pada balita.
Maternal antibodi tersebut dapat
mempengaruhi respon imun terhadap vaksin
campak hidup dan pemberian imunisasi
terlalu awal tidak selalu menghasilkan
imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Di usia 9 bulan, sekitar 10 % masih ada
anak yang memiliki antibodi maternal yang
dapat menganggu respon terhadap imunisasi.
Perkembangan antibodi yang dapat dideteksi
pada mikroorganisme dalam serum sebagai
akibat dari infeksi atau imunisasi. (Anonim,
2011)

SKENARIO A BLOK VII 9


e. Apa saja syarat-syarat pemberian imunisasi
campak?
Jawab:

Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian


imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan
yaitu :
 Diberikan pada bayi atau anak yang
sehat,
 vaksin yang diberikan harus baik dan
disimpan di lemari es dan belum lewat
masa berlakunya
 pemberian imunisasi dengan teknik yang
tepat, mengetahui jadwal imunisasi
dengan melihat umur dan jenis imunisasi
yang telah diterima

SKENARIO A BLOK VII 10


 meneliti jenis vaksin yang diberikan
serta memberikan dosis yang akan
diberikan,
 mencatat nomor batch pada buku anak
atau kartu imunisasi serta memberikan
informed concent kepada orang tua atau
keluarga sebelum melakukan tindakan
imunisasi yang sebelumnya telah
dijelaskan kepada orang tuanya tentang
manfaat dan efek samping atau Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang
dapat timbul setelah pemberian
imunisasi.

f. Mengapa Rohim menderita campak pada usia


7 bulan?
Jawab:
Rohim menderita campak pada usia 7
bulan, itu dikarenakan kekebalan tubuh yang

SKENARIO A BLOK VII 11


diberikan dari ibu kepada anaknya (rohim)
melalui plasenta sudah menghilang. Dapat
diimunisasi apabila kekebalan terhadap
campak yang Ibu berikan padanya selama
hamil sudah hilang. Hal ini dimulai pada
waktu dia berumur 6 bulan dan hilang
seluruhnya saat dia mencapai umur 9 bulan.
Itu sebabnya, vaksinasi campak
direkomendasi pemerintah pada saat anak
berumur 9 bulan supaya yakin tidak ada
kekebalan ibu yang dapat menetralkan vaksin
campak yang diberikan. Vaksin campak
adalah virus campak yang dilemahkan,
sehingga apabila virus tadi diberikan pada
anak yang masih mengandung kekebalan
campak yang diberikan ibunya selama hamil,
maka kekebalan tidak akan terbentuk. Tetapi
pada pengamatan, banyak bayi usia 6 bulan
sudah terkena campak, yang diduga karena

SKENARIO A BLOK VII 12


kekebalan yang didapat dari ibu sudah sangat
menurun. Oleh karena itu, vaksin campak
dapat diberikan mulai umur 6 bulan.
(Anonim, 2007)

2. Petugas Puskesmas menolak untuk memberikan


imunisasi campak karena sudah pernah menderita
campak.

a. Bagaimana dampak pemberian imunisasi


campak ketika pasien tersebut sudah pernah
terkena campak sebelumnya?
Jawab:
Anak yang telah menderita campak
berarti telah memiliki antibodi terhadap virus
campak. Imunisasi adalah transfer antibodi
secara pasif, dapat diperoleh dari pemberian
dua macam bentuk, yaitu imunoglobulin non-

SKENARIO A BLOK VII 13


spesifik (gamaglobulin) dan imunoglobulin.
Imunogloblulin non-spesifik digunakan pada
anak dengan defisiensi imunoglobulin
sehingga memberikan perlindungan dengan
segera dan cepat namun hanya bertahan untuk
beberapa minggu saja. Imunoglobulin spesifik
diberikan pada anak yang belum terlindung
karena belum pernah mendapatkan vaksinasi.
Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang
dengan sengaja memberikan paparan dari
suatu patogen, misalnya pada kasus ini
vaksinasi campak. Antigen yang diberikan
merangsang produksi limfosit, pembentukan
antibodi dan sel memori.Jadi apabila seorang
anak sudah pernah terinfeksi penyakit campak
dan diberikan imunisasi campak lagi maka
tidak berpengaruh terhadap sistem imunnya
karena sistem imun anak sudah memiliki sel

SKENARIO A BLOK VII 14


memori dan antibodi terhadap patogen
tersebut. (Baratawidjaja, 2012)
Ada beberapa penyakit virus lain
gejalanya mirip campak, sehingga orangtua
bahkan dokter keliru, bahwa penyakit yang
disebabkan oleh virus lain dianggap sebagai
campak. Seandainya benar-benar pernah
menderita campak, bayi tetap boleh diberikan
vaksin campak, tidak merugikan bayi, karena
kekebalannya hanya bertahan beberapa tahun.
Oleh karena itu semua anak balita dan usia
sekolah di daerah yang banyak kasus campak
dan cakupan imunisasinya masih rendah harus
mendapat imunisasi campak ulangan
(penguat) agar kekebalannya bisa berlangsung
lama.
(Meadow, 2005)

SKENARIO A BLOK VII 15


b. Mengapa imunisasi campak tidak diberikan
kepada pasien yang sudah menderita pernah
menderita campak?
Jawab:
Anak yang telah menderita campak
berarti telah memiliki antibodi terhadap virus
campak. Bila pernah menderita campak, bayi
tetap boleh diberikan vaksin campak, tidak
merugikan bayi, karena kekebalannya hanya
bertahan beberapa tahun.

c. Apa saja jenis-jenis vaksin imunisasi campak?


Jawab:
Jenis-jenis vaksin imunisasi campak, sebagi
berikut:
a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang
hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston)
b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang
dimatikan (virus campak yang berasal dalam

SKENARIO A BLOK VII 16


larutan formalin yang dicampur dengan garam
aluminium). (IDAI, 2005)

c. Apa saja kontraindikasi pemberian imunisasi


campak?
Jawab:
Kontraindikasi imunisasi campak berlaku
bagi mereka yang sedang menderita demam
tinggi, sedang memperoleh pengobatan
imunosipresi, hamil, memiliki riwayat alergi,
sedang memperoleh pengobatan
imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari
darah.
Pada 5-15% bayi akan mengalami demam
dan ruam merah setelah mendapatkan
imunisasi, tapi akan segera pulih dengan
sendirinya. Orang tua hanya perlu
memberikan cairan ASI dan istirahat lebih
banyak pada bayi. (IDAI, 2005)

SKENARIO A BLOK VII 17


3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Rohim hanya
mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, Hepatitis B,
DPT dan Polio 2 kali.

a. Apakah imunisasi BCG 1 kali, Hepatitis B,


DPT dan polio 2 kali sudah mencukupi untuk
usia Rohim?
Jawab:
Imunisasi yang sudah didapatkan Rohim
belum mencukupi karena imunisasi dasar
yang lengkap untuk balita adalah imunisasi
dasar ini terdiri dari :

1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).


Diberikan untuk mencegah penyakit
tuberkulosis paru (TBC).

SKENARIO A BLOK VII 18


2. Imunisasi DPT diberikan dalam rangka
untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis
dan Tetanus.
3. Imunisasi Polio diberikan dalam rangka
untuk untuk mencegah penyakit
poliomilitis.
4. Imunisasi Campak diberikan dalam rangka
untuk untuk mencegah penyakit campak.
5. Imunisasi Hepatitis B diberikan dalam
rangka untuk untuk mencegah penyakit
hepatitis B.

Merujuk jadwal imunisasi:

1. Bayi Umur < 7 Hari : Hepatitis B (Hb)0.


2. 1 Bulan : BCG, Polio 1
3. 2 Bulan : DPT / HB1, Polio 2.
4. 3 Bulan : DPT / HB2, Polio 3.
5. 4 Bulan : DPT / HB3, Polio 4.
6. 9 Bulan : Campak.

SKENARIO A BLOK VII 19


(IDAI, 2005)

b. Apa saja jenis-jenis Vaksin


Jawab:
Jenis-jenis vaksin, yaitu:
1. Vaksin hidup (attenuated)
Vaksin hidup diproduksi
dilaboratorium dengan cara melakukan
modifikasi virus atau bakteri penyebab
penyakit. Vaksin mikroorganisme yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan
untuk tumbuh menjadi banyak dan
menimbulkan kekebalan tetapi tidak
menyebabkan penyakit

2. Vaksin Inactivated
Vaksin Inactived dapat terdiri atas
seluruh tubuh virus atau bakteri, atau
fraksi (komponen) dari kedua organisme

SKENARIO A BLOK VII 20


tersebut. Dihasilkan dengan cara
membiakan bakteri dan virus dalam
media pembiakan (persemaian)
kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia (biasanya
formalin). (IDAI, 2005)

c. Apa manfaat dan tujuan pemberian imunisasi


(secara umum)?
Jawab:
Manfaat pemberian imunisasi adalah
untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
pada seseorang dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi)

SKENARIO A BLOK VII 21


Pemberian imunisasi memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Untuk anak, bermanfaat mencegah
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
menular yang sering berjangkit;

2. Untuk keluarga, bermanfaat


menghilangkan kecemasan serta biaya
pengobatan jika anak sakit;

3. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki


derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk


menurunkan angka kesakitan dan kematian
bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud
antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk

SKENARIO A BLOK VII 22


rejam), Measles (campak), Polio dan
Tuberculosis. (Anonim, 2010)

d. Apa manfaat dan tujuan imunisasi:


- BCG
- Hepatitis B
- DPT
- Polio
Jawab:
Tujuan dan manfaat imunisasi BCG, Hepatitis
B, DPT dan Polio adalah sebagai berikut:
 BCG
Memberikan kekebalan secara aktif
terhadap tuberculosis (TBC)
 Hepatitis B

Imunisasi ini memberikan kekebalan


aktif terhadap Hepatitis B. penyakit

SKENARIO A BLOK VII 23


Hepatitis B merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus Hepatitis B
 DPT
Memberikan kekebalan secara simultan
terhadap difteri, pertusis, dan tetanus
 Polio
Memberikan kekebalan secara aktif
terhadap poliomyelitis

e. Bagaimana dampak jika anak tidak diberikan


imunisasi lengkap?
Jawab:
Jika anak tidak diberikan imunisasi
lengkap maka akan berakibat sebagai berikut:

1.   Penyakit Akan Mudah Menyerang.

Tentu saja, jika Anak Anda hanya


mendapatkan Imunisasi yang seperlunya

SKENARIO A BLOK VII 24


seperti DTP dan juga Hib, bukan berarti
Anak Anda akan kebal terhadap penyakit
menular secara umum. Penyakit berbahaya
seperti Hepatitis A, Hepatitis B, Campak,
dan bahkan juga Polio akan sangat mudah
dan beresiko menyerang Anak Anda.
Dengan kata lain untuk urusan penyakit di
atas kekebalan Anak Anda sama dengan
kekebalan Anak yang tidak di Imunisasi.

2.   Mudah Tertular Orang yang Sakit.

Sudah pasti Anak Anda akan mudah


terserang Penyakit Berbahaya yang
menular seperti Polio apabila di tubuh
Anak Anda tidak ada system pertahanan
yang menjaganya dengan penuh. Tidak
perduli itu datang dari Bakteri itu sendiri
ataupun bahkan dari hasil penularan yang
dilakukan oleh orang lain. Misalkan Anak

SKENARIO A BLOK VII 25


Anda sudah di Imunisasi dengan polio-0
saat lahir tapi kemudian sejak saat itu Anak
Anda tidak pernah lagi di Imunisasi Polio.

Hasilnya Vaksin Polio tersebut hanya


melindungi seadanya dan hanya dalam
waktu yang singkat saja, setelah itu Anak
Anda benar-benar tanpa perlindungan
apapun untuk mencegah Penyakit Polio
datang padanya. Dan inilah yang
menyebabkan sang Anak akhirnya
terserang Polio kendati sebelumnya sudah
divaksin.

3.   Ada Efek Samping.

Vaksin sengaja diberikan secara


bertahap karena mengikuti kemampuan dari
Bayi Anda untuk menerima Vaksin
tersebut. Nah ada beberapa Vaksin awal
yang sifatnya adalah aman untuk jangka

SKENARIO A BLOK VII 26


waktu tertentu setelah itu akan
menimbulkan efek samping. Karena itu ada
bentuk Vaksin-2, Vaksin-3, Vaksin-4 dan
seterusnya, karena selain memperpanjang
usia Vaksin juga berguna untuk
menghilangkan efek samping dari Vaksin
yang ada sebelumnya. Dan ini adalah salah
satu Bahayanya jika Anak Anda tidak
dikasih Imunisasi yang Lengkap, yang
sering kali tidak ketahui oleh para Orang
Tua. (IDAI, 2005)

f. Apa efek samping dari pemberian imunisasi


(Secara umum)?
Jawab:

Setiap anak yang melakukan imunisasi,


pasti mendapatkan efek samping seperti
bengkak dan kemerahan disekitar suntikan,
demam ringan, atau anak menjadi rewel. Ini

SKENARIO A BLOK VII 27


adalah hal yang wajar, dan biasanya efek
samping itu terjadi tergantung pada sistem
kekebalan tubuh si anak. Anak akan memiliki
sistem kekebalan tubuh yang kuat jika dia
mendapatkan ASI eksklusif. ASI eksklusif
adalah hak anak dan setiap anak berhak
mendapatkannya dari sang ibu. Karena ASI
akan sangat berpengaruh kepada kesehatan
dan perkembangannya.

Efek samping setelah imunisasi tidak


perlu dikhawatirkan yang perlu dikhawatirkan
adalah ketika anak tidak mendapatkan
imunisasi dan tidak bisa mengenali virus yang
masuk kedalam tubuhnya

Imunisasi hanya memiliki efek samping


rendah yaitu sedikit meningkatkan suhu badan
anak tetapi sangat berbahaya bila vaksin tetap

SKENARIO A BLOK VII 28


diberikan pada penderita epilepsy. (Nugroho,
2007)

g. Bagaimana program imunisasi dari Ikatan


Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan
Departemen Kesehatan?
Jawab:

SKENARIO A BLOK VII 29


Jadwal imunisasi rekomendari
IDAI 2011-2012

h. Bagaimana teknik pemberian imunisasi BCG,


Hepatitis B, DPT dan Polio?
Jawab:

SKENARIO A BLOK VII 30


Teknik pemberian imunisasi BCG, Hepatitis
B, DPT dan Polio, sebagai berikut:
1. Prosedur imunisasi BCG
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- spuit 1cc
- vaksin dan pelarut
- air hangat
b. Menentukan lokasi injeksi di regio deltoidea
dan memastikan tidak ada luka di daerah
tersebut.
c. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan
diinjeksi menggunakan air hangat.
d. Ambil vaksin (yang telah dicampur dengan
pelarutnya) sebanyak 0,07 cc dengan
menggunakan spuit 1 cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit.
Lakukan pembuangan udara (bila ada) dengan
cara menjentik-jentikkan jari pada spuit atau

SKENARIO A BLOK VII 31


dengan membuang sedikit cairan di bagian
paling atas sampai gelembung udara hilang.
f. Suntikan vaksin sebanyak 0,05 cc secara
intrakutan dengan posisi jarum sejajar kulit.
Lubang jarum menghadap ke atas.
g. Pastikan vaksin masuk intrakutan dengan
melihat ada benjolan kecil di area suntikan.
h. Cabut spuit dari lengan tanpa dioles kapas.
Kemudian tutup kembali jarum dan buang ke
tempat sampah medis.

2. Prosedur Imunisasi DPT


a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi:
- spuit 1cc
- vaksin DPT
- Kapas alkohol atau air hangat
b. Menentukan lokasi injeksi di regio femoris
anterior, di bagian musculus vastus lateralis,

SKENARIO A BLOK VII 32


dan memastikan tidak ada luka di daerah
tersebut.
c. Lakukan tindakan desinfeksi di daerah yang
akan diinjeksi, menggunakan alkohol 70% atau
air hangat.
d. Ambil vaksin DPT sebanyak 0,5 cc
menggunakan spuit 1 cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit.
f. Suntikkan vaksin secara intramuskular, posisi
jarum tegak lurus (90o) dengan kulit.
g. Cabut spuit dari lengan. Tutup kembali jarum
lalu buang di tempat sampah medis.

3. Prosedur Imunisasi Polio oral


a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- vaksin polio oral (OPV)
b. Teteskan vaksin ke mulut pasien sebanyak 2
tetes.

SKENARIO A BLOK VII 33


4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B diberikan
dengan Uniject. Uniject adalah alat suntik (semprit
dan jarum) sekali pakai yang sudah diisi vaksin dengan
dosis yang tepat dari pabriknya. Cara pemberian
imunisasi Hepatitis B adalah sebagai berikut:
1. Buka kotak wadah Uniject dan periksa Label jenis
vaksin untuk memastikan bahwa Uniject tersebut
memang berisi vaksin Hepatitis B, perhatikan
tanggal kedaluwarsa, lihat warna pada tanda
pemantau paparan panas (VVM = vaccine vial
monitor) yang tertera atau menempel pada label
untuk memastikan vaksin masih bisa digunakan.
Selama VVM tetap berwarna putih atau lebih terang
dari warna dalam lingkaran rujukan, maka vaksin
Hepatitis B dalam Uniject masih layak dipakai.Bila
warna VVM sudah sama atau lebih tua dari warna
lingkaran rujukan, maka vaksin dalam Uniject
tersebut sudah tidak layak pakai.

SKENARIO A BLOK VII 34


2. Buka kantong aluminium/plastik dan keluarkan
Uniject
3. Pegang Uniject pada bagian leher dan bagian tutup
jarum. Aktifkan Uniject dengan cara mendorong
tutup jarum ke arah leher dengan tekanan dan
gerakan cepat
4. Saat Uniject diaktifkan akan terasa hambatan dan
rasa menembus lapisan
5. Buka tutup jarum
6. Selanjutnya tetap pegang Uniject pada bagian leher
dan tusukkan jarum pada pertengahan paha bayi
secara intra muskular (im). Tidak perlu dilakukan
aspirasi
7. Tekan reservoir dengan kuat untuk menyuntikkan
vaksin Hepatitis B. Jangan memasang kembali tutup
jarum
8. Buang Uniject yang telah dipakai tersebut ke dalam
wadah alat suntik bekas yang telah tersedia (safety
box) (IDAI, 2005)

SKENARIO A BLOK VII 35


i. Apa saja jenis-jenis imunitas?
Jawab:
Jenis-jenis Imunitas, sebagai berikut:

 Non Spesifik
Non Spesifik disebut juga komponen
nonadaptif atau innate artinya tidak
ditujukan hanya untuk satu macam
antigen, tetapi untuk berbagai macam
antigen. Nonspesifik terbagi 3 Yaitu
-Fisik: seperti kulit, selaput lendir,
-Larut: Lisozim(air ludah), -Selular:
Fagosit, sel NK, Sel mast, Eosinofil.

 Spesifik

SKENARIO A BLOK VII 36


Spesifik ditunjukan khusus terhadap satu
jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih
cepat dan lebih banyak pada pemberian
antigen berikutnya, hal ini disebabkan
telah terbentuknya sel memori pada
pengenalan antigen pertama kali,
Spesifik terbagi 2 yaitu Humoral: Sel B,
IgG, IgA, IgM, IgE, IgD, -Selular: Sel T,
limposit, Th 1, 2, 3’
(Baratawidjaja, 2012)

j. Bagaimana pandangan islam tentang


imunisasi?
Jawab:
Rasulullah SAW , bersabda :

“Gunakanlah yang lima sebelum datang


yang lima: Masa mudamu sebelum datang
masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang
masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa

SKENARIO A BLOK VII 37


miskinmu, masa kosongmu sebelum datang
masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum
datang kematianmu.” (HR Al-Hakim;
sanadnya shahih)

4. Pada saat ingin imunisasi Hepatitis B, DPT dan


Polio yang ke-3, Rohim mengalami batuk pilek
tanpa demam sehingga tidak di imunisasi.

a. Apakah pada saat batuk pilek tanpa demam,


anak tidak boleh diimunisasi?
Jawab:
Karena pada saat anak sedang sakit,
sistem imunya lagi menurun, bila dia terpapar
vaksin: yaitu virus yang dilemahkan, bisa
menyebabkan anak tersebut terkena penyakit,
bukan malah membuat antibodi ditubuhnya.
Imunisasi pada dasarnya adalah pemberian

SKENARIO A BLOK VII 38


vaksin ke dalam tubuh anak dengan tujuan
untuk merangsang pembentukan antibodi atau
sistem kekebalan tubuh anak. Imunisasi
biasanya dilakukan ketika anak sedang dalam
keadaan sehat dan bugar, sehingga pemberian
imunisasi akan menjadi lebih efektif dan tidak
menyebakan gejala demam pasca imunisasi.
(Nugroho, 2007)

b. Bagaimana respon imun seorang anak yang


mengalami batuk pilek tanpa demam tetapi
tetap diberikan imunisasi?
Jawab:
Respon imun anak yang diberikan
imunisasi pada saat mengalami batuk pilek
adalah tubuh masih bisa /sanggup membentuk
antibody terhadap patogen, karena tubuh tidak
terlalu mengalami imunodifisiensi, apabila

SKENARIO A BLOK VII 39


tubuh mengalami imunodefisiensi yang berat,
maka dikhawatirkan imunisasi yang bertujuan
untuk membentuk antibodi justru malah
menjadi bakal penyakit lagi karena tubuh
tidak sanggup melawan patogen tersebut.
(IDAI, 2005)

c. Sampai berapa lama proteksi dari imunisasi


BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio?
Jawab:
Lama proteksi dari imuninasi BCG adalah 5
tahun, imunisasi DPT 10 tahun. Lama
proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang
tergantung dari patogen dan jenis vaksin.
Imunitas terhadap toksin tetanus yang
terutama tergantung dari igG dan sel B yang
memprosuksinya, dapat berlangsung 10 tahun
atau lebih. Imunitas juga tergantung dari

SKENARIO A BLOK VII 40


tempat infeksi dan jenis respon imun yang
efektif terhadapnya (Baratawidjaja, 2012)

d. Mengapa pemberian imunisasi harus


terjadwal dan bagaimana mekanismenya di
dalam tubuh?
Jawab:
Pemberian vaksinasi yang terlambat
diberikan kepada bayi tidak lantas bikin
vaksin yang sebelumnya menjadi tidak
berguna sama sekali, tapi memang respon
antibodi yang ditimbulkan buat bayi menjadi
tidak optimal. Tetapi apabila ada
keterlambatan pemberian vaksin yang hanya
diberikan satu kali atau memiliki daya
perlindungan panjang seperti BCG, Campak,
MMR, Tifoid dan Varicela bisa meningkatkan

SKENARIO A BLOK VII 41


resiko tertularnya penyakit tersebut. (IDAI,
2005)

e. Apa saja imunisasi dasar dan apa saja


imunisasi lain yang diberikan pada anak?
Jawab:

Macam–macam Imunisasi Dasar yang


termasuk dalam Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) adalah sebagai berikut:
1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus
Calmette Guerrin hidup yang dilemahkan,
diberikan secara intra cutan dengan dosis0,05
ml pada insertio muskulus deltoideus.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah
penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita leukemia, penderita yang
menjalani pengobatan steroid jangka panjang
penderita infeksi HIV.

SKENARIO A BLOK VII 42


2) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1
yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri
yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau
fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi
bakteri pada saluran udara yang ditandai
dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasn yang melengking. Pertusis
berlangsung selama beberapa minggu dan
dapat menyebabkan serangan batuk hebat
sehingga anak tidak dapat bernafas, makan
atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan
komplikasi yang serius seperti pneumonia,
kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah
infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada
rahang serta kejang.

SKENARIO A BLOK VII 43


Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang
bisa diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT
terdapat dalam bentuk suntikan, yang
disuntikkan pada otot paha secara suub cutan
dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3
kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan
(DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III),
selang waktu tidak kurang dari 4 minggu
dengan dosis 0,5 ml
.
3) Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit poliomy elitis. Polio
bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan
pada salah satu maupun kedua lengan atau
tungkai. Polio juga bisa menyebabkan
kelumpuhan pada otot–otot pernafasan dan

SKENARIO A BLOK VII 44


otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan
kematian. Imunisasi dasar polio diberikan 4
kali (polio I, II, III danIV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu.

4) Imunisasi Campak
Imunisasi campak bertujuan untuk mencegah
penyakit campak, diberikan 2 kali pada usia 9
bulan dan 6 tahun. Penentuan usia 9 bulan
berdasar pertimbangan di usia tersebut antibodi
dari ibu sudah menurun.

5) Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi ini memberikan kekebalan aktif
terhadap Hepatitis B. penyakit Hepatitis B
merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Hepatitis B

SKENARIO A BLOK VII 45


Dan ada beberapa imunisasi lain yang
diberikan kepada seorang anak yang termasuk
pada Program Imunisasi Non PPI (dianjurkan),
diantaranya adalah:
 Hib
 PVC
 Influenza
 MMR
 Tifoid
 Hepatitis A
 Varisela
(Baratawidjaja, 2012)

2.5 Kesimpulan

Rohim, 9 bulan tidak bisa mendaptkan imunisasi


karena titer antibodi di dalam tubuhnya masih tinggi

SKENARIO A BLOK VII 46


2.6 Kerangka Konsep

Sistem imun dari ibu


kepada rohim menurun

Tidak mendapatkan Antibodi telah mengenal


imunisasi campak karena patogen dari campak
telah terkena

Titer antibodi masih tinggi Imunitas spesifik

Humoral selular

Sel B Sel T

SKENARIO A BLOK VII 47


2.7 Learning Issue

N Pokok What I What I What I How


o Bahasan Know don’t Have to I will
Know Prove Learn
1 Imunitas Defini Jenis-jenis Mengetah Jurnal
si imunitas ui dan , teks
memaham book
i jenis-
jenis
imunitas
2 Imunisa Defini Jenis-jenis Mengetah Jurnal
si si imunisasi, ui dan , teks
prosedur memaham book
imunisasi, i jenis-
tujuan dan jenis
manfaat imunisasi,
imunisasi prosedur

SKENARIO A BLOK VII 48


imunisasi,
tujuan dan
manfaat
imunisasi
3 Program Defini Jadwal Mengetah Jurnal
Imunisa si imunisasi ui dan , teks
si menurut memaham book
IDAI dan i jadwal
Departeme imunisasi
n menurut
Kesehatan IDAI dan
Departeme
n
Kesehatan
4 NNI Defini Pandangan Mengetah Jurnal
si islam ui dan
tentang memaham
imunisasi i
pandangan
islam
SKENARIO A BLOK VII 49
tentang
imunisasi

1. Imunitas

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit


terutama infeksi. Gabungan sel, jarimgam, molekul
yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut
sistem imun, reaksi ini dikoordinasi sel-sel. molekul-
molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba yang
disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh
untuk mempertahankan keuutuhannya terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup.

Mikroba dapat hidup di ekstraseluler maupun


intraseluler.mikroba dapat menginfeksi tubuh seseorang
dan selain itu infeksi dapat menimbulkan penyakit dan

SKENARIO A BLOK VII 50


kematian,namun ada juga yang tidak berbahaya namun
berguna untuk respon imun seseorang

Pembagian sistem imun dibagi menjadi dua yaitu


sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik.sistem
imun non spesifik memiliki respon yang lebih cepat
daripada sistem imun spesifik. Sistem imun non spesifik
adalah suatu pertahanan terdepan dalam melindungi
tubuh seseoeang dari suatu ancaman mikroba
.Sedangakan system imun spesifik adalah kemampuan
untuk mengenal benda yang dianggapnya asing,
sehingga antibodi akan membentuk suatu pertahanan
untuk melawan antigen itu di lain waktu (mengenali
antigen)

SKENARIO A BLOK VII 51


 Sistem imun non spesifik meliputi:

a) pertahanan fisik

b) pertahanan biokimia

c) pertahanan humoral

SKENARIO A BLOK VII 52


 Sistem imun spesifik meliputi:

a) pertahanan humoral (sel beta: pembentukan


antibodi)

b) pertahanan seluler (pembetukan sel T)

1.1 Sistem kekebalan tubuh

Sistem kekebalan tubuh adalah suatu organ


komplek yang memproduksi sel-sel yang khusus yang
dibedakan dengan sistem peredaran darah dari sel darah
merah (erithrocyte), tetapi bekerja sama dalam melawan
infeksi penyakit ataupun masuknya benda asing kedalam
tubuh (sebagai antigen). Semua sel imun mempunyai
bentuk dan jenis sangat bervariasi dan bersirkulasi dalam
sistem imun dan diproduksi oleh sumsum tulang (bone
marrow). Sedangkan kelenjar limfe adalah kelenjar yang
dihubungkan satu sama lain oleh saluran limfe yang

SKENARIO A BLOK VII 53


merupakan titik pertemuan dari sel-sel sistem imun yang
mempertahankan diri dari benda asing yang masuk
kedalam tubuh. Limpa adalah organ yang penting tempat
dimana sel imun berkonfrontasi dengan mikroba asing,
sedangkan kantung-kantung organ limpoid yang terletak
diseluruh bagian tubuh seperti: sumsum tulang, thimus,
tonsil, adenoid dan apendix adalah juga merupakan
jaringan limpoid.

Beberapa macam sel imun yang bersirkulasi dalam


sistem imun diproduksi didalam sumsum tulang.
Sumsum tulang adalah merupakan jaringan lemak yang
mengisi rongga tulang dimana sumsum tulang tersebut
terdiri dari dua tipe yaitu sumsum kuning dan merah.
Sumsum yang berwarna kuning mengisi rongga yang
besar dari tulang yang besar dan terdiri dari sebagian
besar sel lemak dan beberapa sel darah yang muda.
Sumsum yang berwarna merah adalah jaringan

SKENARIO A BLOK VII 54


haematopoietik tempat dimana sel darah merah dan
leukosit granula diproduksi.

Ada dua jenis limposit yang penting yaitu sel B


yang tumbuh dan matang dalam sumsum tulang dan sel
T yang diproduksi dalam sumsum tulang dan matang
dalam kelenjar thimus. Sel B memproduksi antibodi
yang bersirkulasi dalam saluran darah dan limfe dan
antibodi tersebut akan menempel pada antigen asing
yang memberi tanda (mengkodenya) supaya dapat
dihancurkan oleh sel imun. Sel B adalah bagian dari
jenis sel yang disebut “antibody-mediated” atau imunitas
humoral, disebut demikian karena antibodi tersebut
bersirkulasi dalam darah dan limfe.

SKENARIO A BLOK VII 55


Gambar 1.1.1 sel B yang memproduksi antibodi yang
akan bersirkulasi dalam darah dan limfe

Sel T yang dimatangkan dalam thimus juga


bersirkulasi dalam darah dan limfe dan juga untuk
menandai antigen asing, tetapi sel ini juga dapat
langsung menghancurkan antigen asing tersebut. Sel T
bertanggung jawab atas “Cell mediated immunity” atau
imunitas seluler. Sel T merancang, mengatur dan
mengkoordinasi respon imun secara keseleruhan. Sel T
bergantung pada molekul permukaan yang unik yang
disebut “major histocompatibility complex” (MHC) yang
membantu untuk mengenaii fragmen antigen.

SKENARIO A BLOK VII 56


Gambar 1.1.2 Sel T dan proses pengaktivannya
untuk membentuk helper T sel dan cytotoksik T sel

1.2 Antibodi

Antibodi yang diproduksi oleh sel B adalah penanda


dasar pada daerah khusus yang spesifik untuk antigen
target. Dengan melalui proses kimia atau sel tertentu, sel
imun memilih sasaran antigen yang dapat
dihancurkannya. Dalam hal ini antibodi yang berbeda
memilih antigen yang sesuai dengannya untuk
dihancurkannya. Bilamana antibodi berikatan dengan
antigen, maka akan mengaktifkan aliran 9 protein yang
disebut “complement” yang biasanya bersirkulasi secara
non-aktif didalam darah. Komplemen tersebut

SKENARIO A BLOK VII 57


merupakan “partner” dari antibodi, dimana sekali mereka
bereaksi dengan antigen, langsung menolong untuk
menghancurkan antigen asing tersebut dan mengeluarkan
dari tubuh, disamping itu tipe lain dari antibodi juga
dapat mencegah masuknya virus kedalam sel.

Sel T

Sel T mempunyai dua peranaan penting dalam


sistem kekebalan. Regulator sel T adalah sel yang
merancang respon sistem kerja sama diantara beberapa
beberapa tipe sel imun. Helper sel T yang disebut juga
“CD4 positif T cells” (CD4+ T cells) mempeeringatkan
sel B untuk mulai membentuk antibodi. CD4+ sel T juga
dapat mengaktifkan sel T dan sistem imun yang disebut
sel makrofag yang mempengaruhi sel B untuk
menentukan antibodi yang diproduksi. Sel T tertentu
yang disebut “CD8 positif T cells” (CD8+ T cells), dapat
menjadi sel pembunuh sel asing dengan menyerang dan
menghancurkan sel yang menginfeksi tersebut.

SKENARIO A BLOK VII 58


Pembunuh sel T (T cells killer) juga disebut “cytotoxic T
cells” atau CTLs (Cytotoxic lymphocytes).

1.3 Aktivasi “helper T sel”

Antigen asing yang masuk dalam tubuh dipagosit


oleh sel makrofag, kemudian diproses dan terbentuk
fragmen antigen yang akan berkombinasi dengan protein
klas IIMHC pada permukaan sel makrofag. Antigen-
protein kombinasi tersebut mempengaruhi helper sel T
untuk menjadi aktif. Reseptor yang bersikulasi dalam
darah akan mempengaruhi sitotoksik sel T mengaktifkan
sitotoksik sel T sehingga sitotoksik sel T menyerang sel
yang terinfeksi tersebut dan menghancurkannya.

SKENARIO A BLOK VII 59


Gambar 1.3.1 Proses antibodi bekerja untuk
melawan antigen

1.4 Aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi

SKENARIO A BLOK VII 60


Sel B digunakan sebagai salah satu reseptor untuk
mengikat antigen dengan jalan memfagositosis dan
memprosesnya. Kemudian sel B meperlihatkan fragmen
antigen tersebut yang terikat oleh protein klas II MHC
pada permukaannya. Bentuk ikatan tersebut kemudian
mengikat sel T helper yang aktif. Proses pengikatan
tersebut menstimuli terjadinya transformasi dari sel B
menjadi sel plasma yang akan mengekskresi antibodi.

SKENARIO A BLOK VII 61


Gambar 1.4.1 Proses pembentukakn sel plasma
untuk memproduksi antibodi

Setelah antigen masuk dalam tubuh, maka helper


sel T memberi peringatan pada sel B untuk
bertransformasi menjadi plasma sel yang akan
mensintesis molekul antibodi atau imunoglobulin yang
dapat bereaksi terhadap antigen. Imunoglobulin adalah
kelompok molekul yang erat hubungannya dengan

SKENARIO A BLOK VII 62


glikoprotein yang terdiri dari 82-96% protein dan 4-18%
karbohidrat. Pada dasarnya molekul imunoglobulin
mempunyai bentuk ikatan 4 rantai yang terdiri dari dua
rantai kembar yang kuat (H=heavy) dan dua rantai
kembar yang lemah (L=light), dimana kedua bentuk
rantai tersebut dihubungkan dengan molekul disulfida
(S2). Didalam rantai ikatan disulfida tersebut
bertanggung jawab terhadap formasi dua jalur ganda
yang menguatkan antibodi yang juga merupakan ciri
khas dari molekul antibodi tersebut. Pada ujung terminal
amina dan rantai H dan L terciri dengan sifat yang
berubah-ubah (variasi) dari komposisi asam aminonya,
sehingga disebut VH (variasi heavy) dan VL (variasi
light). Bagian yang tetap atau konstant dari rantai L
disebut sebagai CL, sedangkan dari rantai H disebut CH,
sedangkan CH sendiri dibagi menjadi sub unit: CH1, CH2,
dan CH3. Fungsi dan daerah yang bervariasi tersebut (V)
adalah terlihat dan berperan dalam pengikatan antigen.
Sedangkan pada daerah C adalah berperan untuk

SKENARIO A BLOK VII 63


menguatkan ikatan dalam molekul dan daerah C ini
terlibat dalam proses sistem biologik sehingga disebut
fungsi efektor seperti: “complement binding” (ikatan
komplemen, pasase plasenta dan berikatan dengan
membran sel).

Gambar 1.4.2 bentuk monomer dari imunoglobulin

1.5 Imunoglobulin dan imunitas humoral

Komponen glikoprotein dari imunoglobulin G


(IgG), adalah molekul efektor yang terbesar dalam
respon sistem imun humoral pada orang, jumlahnya
sekitar 75% dari total imunoglobulin dalam plasma darah

SKENARIO A BLOK VII 64


orang yang sehat. Sedangkan empat imunoglobulin
lainnya yaitu IgM, IgA, IgD dan IgE hanya mengandung
sekitar 25% glikoprotein (Spiegelbert, 1974). Antibodi
dari IgG menunjukkan aktifitas yang dominan selama
terjadi respon antibodi sekunder. Hal tersebut
menunjukkan bahwa IgG adalah merupakan respon
antibodi yang telah matang yang merupakan kontak
antibodi yang kedua dengan antigen.

Antibodi yang diproduksi pertama kali oleh sel B


adalah IgM, sekali diproduksi konsentrasi IgM
meningkat dengan cepat dalam serum darah. Beberapa
jam setelah IgM diproduksi, sel B mulai memproduksi
IgG, yang kemudian konsentrasi IgG meningkat cepat
melebihi konsentrasi IgM. Antibodi IgG ini lebih kuat
untuk melawan kuman patogen karena ukurannya yang
kecil, sehingga ia dapat berpenetrasi kedalam jaringan
pada tempat yang penting. Sedangkan aktifitas IgM
terbatas pada saluran darah, tetapi IgM merupakan
respon antibodi pertama (antibodi primer) dalam

SKENARIO A BLOK VII 65


mempertahankan tubuh terhadap antigen sampai cukup
terbentuknya IgG (antibodi sekunder).

Kedua bentuk antibodi tersebut secara terus


menerus diproduksi selama ada antigen dalam tubuh.
Antibodi yang diproduksi oleh sel B tersebut akan
melekat pada antigen dan dikeluarkan dari tubuh, dimana
antibodi lainnya yang tidak digunakan di katabolisme
dan hancur sendiri. Setiap antibodi mempunyai
kemampuan hidup yang berbeda yaitu: Waktu paroh
biologi (biological half life) dari antibodi: IgG1, IgG2
dan IgG4 adalah 20 hari, IgM selama 10 hari, IgA 6 hari
dan IgD, IgE selama 2 hari.

1.6 Sintesis imunoglobulin dan bentuk molekulernya

Rantai polipeptida ditandai dengan tiga non-link


cluster dari gen autosoma, satu cluster untuk rantai H
dari semua klas antibodi, kedua dengan rantai kappa L

SKENARIO A BLOK VII 66


dan ketiga dengan lambda L. Ketiga gen cluster ini
disebut H-, k- dan y famili gen. Pada orang famili gen H
terdapat kromosom 14, gen k pada kromosom 2 dan
famili gen y pada kromosom 22. Studi gen molekuler
menunjukkan adanya keterkaitan segmen gen dalam
famili rantai H dan rantai L. Setiap rantai H ditandai
dengan 4 tipe segmen gen yaitu VH , D dan JH. Rantai L
ditandai sebagai segmen 3 segmen gen yaitu V L, JL dan
CL. Daerah variabel dari rantai L ditandai (encoded)
sebagai segmen VL dan JL.

Segmen gen C dari rantai H dan L dikode sebagai


daerah konstant. Sembilan imunoglobulin dari isotop
rantai H ditemukan pada manusia adalah: IgM, IgD, IgE,
IgG (dengan subklas: IgG1, IgG2, IgG3, IgG4) dan IgA
(dengan subklas: IgA1 dan IgA2). Segmen gen CH
diidentifikasi sebagai klas/subklas rantai H, sedangkan
VH, D dan JH diidentifikasi sebagai antigen bagian dari
molekul imunoglobulin. Dalam proses kematangan sel B
progeni (muda), menjadi sel B matang, rantai exon H

SKENARIO A BLOK VII 67


dibentuk oleh VH, D dan JH yang berintegrasi
(rekombinan gen VHDJH), diikuti penyambungan lokus
gen CH- tertentu. Kemudian ditranskrip ke mRNA
(messenger RNA) dan diterjemahkan sebagai molekul
rantai imunoglobulin H. Gen CH terdekat dengan lokus
JH, gen Cμ (IgM), adalah isotop pertama yang
dekspresikan.

SKENARIO A BLOK VII 68


Gambar 1.6.1 Bentuk genetik rantai H dan rantai L
dalam imunoglobulin

2. Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah


terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat
yang diberikan untuk membantu mencegah suatu
penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan
antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap
penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap
sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang
serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin
secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan
yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek
samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin

SKENARIO A BLOK VII 69


maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius,
yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

 Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif


terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG
diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.
BCG ulangan tidak dianjurkan karena
keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan
secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi
berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak
0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun
diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini
mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin
hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-
1.000.000 partikel/dosis.

Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah


penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita leukemia, penderita yang menjalani

SKENARIO A BLOK VII 70


pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi
HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi:

1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan,


pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan
benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian
benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung
berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara
spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening
ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun
demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6
bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

SKENARIO A BLOK VII 71


1. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di
tempat penyuntikan karena penyuntikan yang
terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara
spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila
abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi
(pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan
bukan disayat.
2. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan
dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi.
Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

 Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1


yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang
menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk
rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara

SKENARIO A BLOK VII 72


yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap
serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis
berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak
tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis
juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus
adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan
kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT
adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada
anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya
vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang
disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali,


yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3
bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu
tidak kurang dari 4 minggu.Imunisasi DPT ulang
diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia
prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi

SKENARIO A BLOK VII 73


alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT.

DPT sering menyebabkan efek samping yang


ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat
penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di
dalam vaksin.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT


menyebabkan komplikasi berikut:

1. demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)


2. kejang - kejang demam (resiko lebih tinggi pada
anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang
atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
3. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan
respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius


dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai

SKENARIO A BLOK VII 74


anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit
otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT
sering ditunda sampai kondisinya membaik atau
kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah
mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi
demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di
tempat penyuntikan.

Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam,


bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk
mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa
dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-
gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

 Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif


terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman
penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat
untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang

SKENARIO A BLOK VII 75


tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi
pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi
difteri dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar
dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak
0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada
anak yang sedang sakit berat atau menderita demam
tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2
hari.

 Imunisasi TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid)


memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat
digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif)
maupun pengobatan penyakit tetanus. Kepada ibu

SKENARIO A BLOK VII 76


hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali,
yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8
bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau
lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus
toksoid adalah reaksi lokal pada tempat
penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,
pembengkakan dan rasa nyeri.

 Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif


terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada
salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga
bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot
pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa
menyebabkan kematian.

SKENARIO A BLOK VII 77


Terdapat 2 macam vaksin polio:

 IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk),


mengandung virus polio yang telah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan
 OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin),
mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan
dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk
trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk
polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan
1 jenis polio.

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio


I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4
minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun
setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat
masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan
SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan
vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes

SKENARIO A BLOK VII 78


(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan
menggunakan sendok yang berisi air gula.

Kontra indikasi pemberian vaksin polio:

 Diare berat
 Gangguan kekebalan

 Kehamilan.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa


kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan
kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan
keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan
antibobi sampai pada tingkat yang tertingiu. Setelah
mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada
orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian
booster secara rutin, kecuali jika dia hendak
bepergian ke daerah dimana polio masih banyak

SKENARIO A BLOK VII 79


ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum
pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu
menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan
IPV.

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi


alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,
streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak
boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV.
IPV juga diberikan kepada orang yang sedang
menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita
diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan
atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda
sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa
menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat

SKENARIO A BLOK VII 80


penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya
selama beberapa hari.

 Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif


terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi
campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa
dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6
bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara
subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

 infeksi akut yang disertai demam lebih dari


38°Celsius
 gangguan sistem kekebalan
 pemakaian obat imunosupresan
 alergi terhadap protein telur

SKENARIO A BLOK VII 81


 hipersensitivitas terhadap kanamisin dan
eritromisin
 wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa
demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala
kataral serta ensefalitis (jarang).

 Imunisasi MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan


terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan
disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan
demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata
berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga
dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan
masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan
otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan
demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah
satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai

SKENARIO A BLOK VII 82


nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis
(infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar
sehingga terjadi kemandulan.

Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan,


ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher.
Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau
gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita
rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada
bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan
bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi
penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara
autisme dengan pemberian vaksin MMR.

Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi


anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman.
Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya

SKENARIO A BLOK VII 83


digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap
perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12
bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur
12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan
kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan
suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum
masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun
(sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan
kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih
atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR
sebelum masuk SD.

Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun


1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari
mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa
kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya,
suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur
hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan.

SKENARIO A BLOK VII 84


Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan
adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-


masing komponen vaksin:

 Komponen campak
1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin
akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar
5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,5° Celsius atau lebih tanpa gejala
lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang
menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya
muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik
dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek
samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR
kedua.

 Komponen gondongan
Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan
dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari

SKENARIO A BLOK VII 85


dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah
menerima suntikan MMR.

 Komponen campak Jerman


1. Pembengkakan kelenjar getah bening dan
atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3
hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada
14-15% anak yang mendapat suntikan MMR.
2. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan
selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3
minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini
hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang
menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada
25% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus
berlangsung selama beberapa bulan (hilang-
timbul).
3. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri)
berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada
SKENARIO A BLOK VII 86
kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada
10% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat
artritis ini.
4. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki
selama beberapa hari lebih sering ditemukan
pada orang dewasa.
5. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan
MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun
bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya
kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-
2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya
berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan
dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan
dengan efek samping yang ditimbulkannya.
Campak, gondongan dan campak Jerman
merupakan penyakit yang bisa menimbulkan
komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit,
imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.

SKENARIO A BLOK VII 87


Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan
kepada:

1. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau


antibiotik neomisin
2. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma
globulin
3. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh
akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat
obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi
penyinaran atau obati imunosupresan.
4. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian
hamil.

 Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi


oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini
bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan

SKENARIO A BLOK VII 88


infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan
anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3
kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4
dan 6 bulan.

 Imunisasi Varisella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan


terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam
kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang
akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12-18
bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella.
Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella
sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1
dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13
tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan
vaksinasi varisella dan belum pernah menderita

SKENARIO A BLOK VII 89


cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin
dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air
disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat
menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak
berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi
penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya
harus dirawat di rumah sakit dan beberapa
diantaranya meninggal. Cacar air pada orang
dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang
lebih serius.

Vaksin ini 90-100% efektif mencegah


terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang
menderita cacar air meskipun telah mendapatkan
suntikan varisella tetapi kasusnya biasanya ringan,
hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang
komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan
yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih
cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka

SKENARIO A BLOK VII 90


panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga
seumur hidup.

Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan,


yaitu berupa:

1. demam
2. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
3. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat
penyuntikan.

Efek samping yang lebih berat adalah:

1. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6


minggu setelah penyuntikan
2. pneumonia
3. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa
menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata,
bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan
perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam

SKENARIO A BLOK VII 91


waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
4. ensefalitis penurunan koordinasi otot.

Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan


kepada:

1. Wanita hamil atau wanita menyusui


2. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki
sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki
riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif
bawaan
3. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi
terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena
vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan
tersebut
4. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita
penyakit serius, kanker atau gangguan sistem
kekebalan tubuh (misalnya AIDS)

SKENARIO A BLOK VII 92


5. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang
mengkonsumsi kortikosteroid
6. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi
darah atau komponen darah lainnya
7. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan
yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.

 Imunisasi HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan


terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu
infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan
kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah
bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif,
bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan
selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan
HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan
HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan

SKENARIO A BLOK VII 93


diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III.
Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan
untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan
pada otot lengan atau paha.

Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan


HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan
kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin)
pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2
bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6
bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status
HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan,
contoh darah ibu diambil untuk menentukan status
HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan
HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit


berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar

SKENARIO A BLOK VII 94


pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri
di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan,
lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan),
yang akan hilang dalam beberapa hari.

 Imunisasi Pneumokokus Konjugata

Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi


anak terhadap sejenis bakteri yang sering
menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat
menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti
meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada
bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini
juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih
besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya
infeksi pneumokokus.

SKENARIO A BLOK VII 95


2.1 Vaksin

o Jenis-jenis vaksin berdasarkan produksinya, yaitu:

1. Vaksin aktif

Vaksin aktif adalah vaksin yang diberikan


kepada seseorang dimana diberikan kuman/virus
yang dilemahkan,bertujuan agar tubuh membentuk
antibody spesifik terhadap pathogen tersebut
,digunakan kuman/virus yang lemah agar antibody
tidak dikalahkan oleh pathogen.cara pemberian
vaksin dengan oral

2. Vaksin mati

Vaksin mati adalah vaksin yang diberikan


kepada seseorang dimana diberikan kuman/virus
yang telah dimatikan, memiliki tujuan untuk tubuh
dapat membentuk antibody terhadap pathogen,cara
pemberiannya harus dilakukan dengan suprainjeksi

SKENARIO A BLOK VII 96


3. Vaksin Rekombinan

Vaksin rekombinan adalah sintesis dari antigen


melalui isolasi dan penentuan kode gen.

4. Vaksin Toksoid

Vaksin toksoid adalah imunogenik yang dibuat


dari toksin kumanyang bertujuan untuk membentuk
antibodi antitoksin untuk peningkatan imunogenitas.

5. Vaksin plasma DNA

Vaksin plasma DNA adalah isolasi DNA


mikroba yang mengandung kode antigen yang
patogen.

o Jenis-jenis vaksin berdasarkan fungsinya:


a. Vaksin BCG
b. Vaksin DPT

SKENARIO A BLOK VII 97


c. Vaksin TT
d. Vaksin DT
e. Vaksin Poliomyetis
f. Vaksin campak
g. Vaksin HiB
h. Vaksin Hepatitis

(proverawati, 2009)

SKENARIO A BLOK VII 98


3. Jadwal Imunisasi Menurut IDAI dan Departemen
Kesehatan

Gambar 3.1 Jadwal imunisasi

4. Pandangan Islam tentang Imunisasi

Rasulullah SAW , bersabda :

SKENARIO A BLOK VII 99


Gunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: Masa
mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu
sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum
masa miskinmu, masa kosongmu sebelum datang masa
sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang
kematianmu.”(HR Al-Hakim; sanadnya shahih)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Immunology PartIB Home Page.


http://www.-immuno.path.cam.ac.uk
Diakses tanggal 25 Juni 2013
Anonim, 2011. Introduction to Immunology.
http://www.biology.arizona.edu
Diakses pada tanggal 25 Juni 2013
Anonim. 2008. Innate (Nonspesific) Immunity.
http://www.bioweb.wku.edu

SKENARIO A BLOK VII 100


Diakses pada tanggal 25 Juni 2013
Anonim. 2010. Immune System.
http://www.uhaweb\uhaweb.hartford.edu
Diakses pada tanggal 26 Juni 2013
Baratawidjaja, Karnen dan Iris Rengganis. 2012.
Imunologi 10. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.
Pedoman Imunisasi. Jakarta
IDAI. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta:
Badan Penerbit Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Meadow, Roy. 2005. Lectures Notes Pediatrika. Jakarta:
Erlangga
Nugroho, Santoso, M.Kes. 2007. Immunology.
http://www.pathmicro.med.sc.edu
Diakses pada tanggal 25 Juni 2013
Proverawati, Atikah. 2009. Imunisasi dan Vaksinasi.
Jakarta: Medical Book

SKENARIO A BLOK VII 101

Anda mungkin juga menyukai