Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MATA KULIAH

METODE PENELITIAN HUKUM


PROPOSAL TESIS

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PEMANTAUAN


ORANG ASING DAN ORGANISASI MASYARAKAT ASING DI DAERAH
BERDASARKAN PERMENDAGRI NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG
PEDOMAN PEMANTAUAN ORANG ASING DAN ORGANISASI
MASYARAKAT ASING DI DAERAH

Disusun Oleh:

MHD. SAZRUL ALFIQRIE


NIM. B10013320

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI

JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikumWr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas mata kuliah ini yang berjudul "Tanggung Jawab Pemerintahan Daerah

Dalam Pemantauan Orang Asing Dan Organisasi Masyarakat Asing Di

Daerah Berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 Tentang Pedoman

Pemantauan Orang Asing Dan Organisasi Masyarakat Asing Di Daerah",

sebagai tugas perkuliahan untuk mata kuliah Metode Penelitian Hukum.

Selanjutnya tak lupa juga sholawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan

kita Nabi Besar Muhammad SAW yang karena perjuangan Beliaulah kita semua

keluar dari zaman jahiliyah menuju ke zaman yang penuh rahmat seperti sekarang

ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

istri dan anak-anakku yang turut membantu dalam penulisan tugas mata kuliah ini.

Bantuan moril dan kesabaran yang tak habis-habis diberikan menjadi pemicu

semangat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah Metode

Penelitian Hukum, Bapak Dr. Helmi, S.H., M.H., yang telah memberikan ilmunya

di dalam perkuliahan yang penulis ikuti serta memberikan bimbingan dalam

penyelesaian tugas mata kuliah ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah memberi semangat di dalam proses

penyusunan tugas mata kuliah ini.

Dapat penulis sampaikan bahwa dalam penyusunan tugas mata kuliah ini

banyak kesulitan yang penulis temui. Oleh karena itu, penulis sangat menyadari

bahwa tugas mata kuliah ini masih jauh dari sempurna dan mohon maaf apabila

terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan tugas mata kuliah ini. Kritik dan

saran yang membangun selalu penulis nantikan, demi perbaikan penyusunan tugas

mata kuliah selanjutnya.

( Penulis )
A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai suatu negara hukum,

Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur warga

negaranya dan warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia. Dasril

Radjab mengemukakan:

Warga negara adalah sekelompok orang yang berdasarkan ketentuan


hukum berstatus sebagai pendukung tertib hukum negara. Mereka
mempunyai hak-hak dari negara dan kewajiban-kewajiban tertentu
terhadap negara. Berbeda dengan warga negara asing, mereka
bukanlah sebagai pendukung tertib hukum dari negara tersebut.1

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 27 ditetapkan bahwa, “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pemerintah dalam hal ini

berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif dengan membantu

pengusaha dalam menciptakan usaha/lapangan kerja agar pekerja dapat

memperoleh pekerjaan sesuai dengan apa yang dibutuhkan bagi si pemberi

kerja atau pengusaha. Setelah pekerja tersebut bekerja kepada si pemberi kerja

atau pengusaha maka pemerintah berkewajiban melindungi hak-hak pekerja

dari tindakan yang merugikan pekerja, dalam hal ini pengusaha sebagai pihak

yang kuat secara sosial ekonomi daripada pekerja yang berada di posisi yang

lemah/rendah.

Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari

pengembangan pembangunan sumber daya manusia, dalam rangka

menjalankan roda pembangunan di negara tercinta Indonesia ini. Indonesia

1
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 160.

1
adalah Negara yang mempunyai jumlah penduduk yang juga sangat besar.

Dengan kata lain, Indonesia mempunyai jumlah sumber daya manusia/tenaga

kerja yang sangat banyak, sehingga merupakan suatu kekuatan yang besar

untuk melakukan pembangunan. Akan tetapi banyaknya sumber daya

manusia/tenaga kerja yang ada harus juga diimbangi dengan banyaknya

lapangan usaha atau tempat bekerja. Karena apabila tenaga kerja lebih banyak

dari lapangan kerja, maka akan timbul pengangguran yang justru akan

berdampak buruk dan memberatkan bagi perekonomian negara. Ridwan

Halim mengemukakan:

Dalam bidang ketenagakerjaan di antaranya mengatur tentang


hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja, di mana pemberi
kerja memberikan perintah pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
pekerja, dan pekerja akan diberi upah sebagai imbalan terhadap
pekerjaan yang telah dilakukannya. Bekerja merupakan usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat
memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk
mendapatkan penghasilan tersebut, seseorang pasti akan memerlukan
orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu dalam memberikan
segala apa yang telah dimiliki dan menerima segala apa yang masih
diperlukan dari orang lain. Seseorang yang kurang memiliki modal
atau penghasilan inilah yang akan memerlukan pekerjaan yang
sekiranya dapat memberikan penghasilan kepadanya setidaknya
sebatas kemampuan.2

Berdasarkan keterangan di atas dapat dikemukakan, bahwa hubungan

kerja terbentuk sebagai akibat kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja.

Kesepakatan tersebut dicapai setelah kedua belah pihak berbicara/bernegosiasi

mengenai kesepakatan yang akan dibuat dan berdasarkan atas kemauan kedua

belah pihak. Kesepakatan itu kemudian menimbulkan hak dan kewajiban

antara kedua belah pihak yang membuatnya tersebut. Kesepakatan tersebut


2
A. Ridwan Halim, Sari Hukum Perburuhan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2010, hlm. 3.
3

merupakan awal dari terciptanya perjanjian kerja yang akhirnya melahirkan

hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang dibuat antara

pekerja secara perorangan dengan pengusaha yang pada intinya memuat hak

dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian kerja merupakan awal dari

lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan pekerja.

Perkembangan dunia usaha sangat bergantung kepada adanya hubungan

industrial yang baik, karena semakin baik hubungan industrial maka biasanya

juga berdampak dengan semakin baiknya perkembangan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga

terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan

pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang

kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Untuk melindungi hak-hak pekerja tersebut pemerintah membentuk

suatu Peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan (disingkat dengan UUK). Ketenagakerjaan

menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah

masa kerja.” Di dalam Undang-Undang ini juga terdapat pengertian tenaga

kerja dalam Pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa, “Tenaga kerja adalah setiap

orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau

jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”3

Abdul Khakim mengemukakan:


3
Djumialdi, Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, sinar Grafika Offset, Jakarta, 2010, hlm. 11.
4

Dalam hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan terdapat

beberapa istilah yang beragam, seperti buruh, pekerja, karyawan,

pegawai, majikan atau pengusaha. Istilah buruh sejak dulu diidentikan

dengan pekerja tangan atau pekerja kasar, pendidikan rendah dan

penghasilan yang rendah pula, bahkan pada zaman colonial terdapat

istilah kuli, mandor atau semacamnya (blue collar), yang

menempatkan buruh pada posisi yang lemah di bawah pengusaha.

Padahal keberadaan buruh sangatlah penting artinya bagi

kelangsungan suatu perusahaan.4

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang ini menentukan:

“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.” Kata pekerja memiliki pengertian yang luas, yaitu

tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun

diluar hubungan kerja.5

Hal ini seperti yang dikenal dengan istilah imigrasi. Imigrasi adalah

urusan yang penting bagi lalu lintas perpindahan penduduk antar negara.

Fungsi keimigrasian menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Shagita

Christmarrathus dkk merupakan:

Fungsi penyelenggaraan administrasi negara atau penyelenggaraan


administrasi pemerintahan, oleh karena itu sebagai bagian dari
penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara
dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan bagian

4
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007, hlm. 1.
5
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 33.
5

dari bidang hukum administrasi Negara. Di dalam fungsi administrasi


dari keimigrasian adalah berkenaan dengan tindakan keimigrasian.6

Sukamto Satoto, mengemukakan bahwa “fungsi” dalam hukum

administrasi dilakukan oleh pemerintah melalui fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi normatif (normative functie), fungsi ini mengatur


hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat.
b. Fungsi instrumental (instrumentele functie), fungsi ini
digunakan oleh pemerintah untuk mengarahkan kehidupan rakyat.
c. Fungsi pengayoman (waarborg functie), fungsi ini
memberikan pengayoman kepada rakyat.7

Penyelenggaraan fungsi administrasi secara filosofis, mengacu pada

salah satu tujuan dibentuknya negara RI, adalah melindungi segenap bangsa

indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia. Tujuan ini kemudian

dijelaskan lebih konngkrit dalam bentuk standart pelayanan minimal yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah, bahwa terdapat urusan pemerintahan wajib yang

berkaitan dengan pelayanan dasar yang salah satunya adalah ketentraman,

ketertiban umum dan perlindungan masyarakat. Karena itu, ketentraman,

ketertiban, dan perlindungan masyarakat adalah hak setiap warga negara dan

menjadi kewajiban negara atau pemerintah untuk memenuhi hak warganya

itu.

Salah satu bentuk kewajiban dan tanggung jawab negara atau

pemerintah dalam menjaga ketentraman, ketertiban, dan perlindungan

6
Shagita Christmarrathus dkk, Pengawasan Dan Tindakan Kantor Imigrasi Kelas I Jambi
Terhadap Pelanggaran Izin Tinggal Terbatas (Kitas) Yang Dilakukan Warga Negara Asing (Studi
Di Kantor Imigrasi Kelas I Jambi), Artikel, hlm. 5.
7
Sukamto Satoto, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Kantor Kepegawaian Negara, Hanggar
Kreator, Yogyakarta, 2004, hlm. 5.
6

masyarakat adalah melindungi warga masyarakat, dari dampak negatif dari

semakin “menjamurnya” keberadaan dan lalu lintas orang dan ormas asing di

wilayah Indonesia. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan tersebut,

untuk menjamin dampak positif dan mereduksi dampak negatif dari

keberadaan orang asing dan/Ormas asing di wilayah Indonesia, diperlukan

mekanisme pengaturan administrasi yang tepat, terpadu dan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 22, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. Tugas dan tanggungjawab pengawasan dan pemantauan

keberadaan dan kegiatan orang asing dan lembaga asing di daerah turut

menjadi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur

dalam Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan

Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah, dan Permendagri

Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja Asing di

Daerah. Dengan demikian jelas, fungsi administrasi bagi  orang asing dan

lembaga asing yang akan melakukan kegiatan di daerah menjadi hal yang

wajib dipantau dan dilaksanakan bersama, sebagai konsekuensi logis

pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemantauan yang membutuhkan

prasyarat berupa tata laksana dalam pengambilan keputusan, yang didasarkan

tidak hanya pada peraturan perundang-undangan.

Akan tetapi juga mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang

baik. Kaitannya untuk menjamin terwujudnya tujuan pelaksanaan kebijakan

pengawasan orang asing dan lembaga asing, yaitu menjamin dampak positif
7

dan mereduksi dampak negatif dari keberadaan orang asing dan lembaga asing

sebagaimana telah dikemukakan. Salah satu prasyarat mutlak yang diperlukan

adalah terlaksananya fungsi administrasi bagi orang asing dan lembaga asing

yang akan melakukan kegiatan didaerah, yang dalam hal ini fungsi

administrasi dapat dipahami sebagai tatalaksana atau proses penyelenggaraan

kebijakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Permasalahan yang terjadi kekurangjelasan dalam peraturan

perundang-undangan khususnya dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun

2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Permendagri Nomor 49 Tahun

2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat

Asing di Daerah dan Permendagri Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Tenaga Kerja Asing di Daerah. Dalam penulisan akan difokuskan

pada Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan

Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah dan Permendagri

Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja Asing di

Daerah.

Pasal 4 Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah, yang

menentukan:

(1) Pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing dalam

wilayah provinsi menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah

provinsi.
8

(2) Pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing dalam

wilayah kabupaten/kota menjadi tugas dan tanggung jawab

pemerintah kabupaten/kota.

(3) Penyelenggaraan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dilaksanakan oleh badan kesatuan bangsa dan

perlindungan masyarakat provinsi dan kabupaten/kota atau sebutan

lainnya dengan berkoordinasi dengan Kominda provinsi dan

kabupaten/kota.

(4) Kominda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki hubungan

yang bersifat koordinatif dan konsultatif.

Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) ditegaskan bahwa penyelenggaraan

tugas pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing dilaksanakan

oleh badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat provinsi dan

kabupaten/kota atau sebutan lainnya dengan berkoordinasi dengan Kominda

provinsi dan kabupaten/kota. Dalam pasal ini tidak disebutkan atau

dicantumkan nama, kedudukan dan peranan Kantor Imigrasi Provinsi.

Pasal 4 Permendagri Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Tenaga Kerja Asing di Daerah, yang menentukan:

(1) Pemantauan TKA dalam lingkup provinsi menjadi tugas dan

tanggung jawab pemerintah provinsi.

(2) Pemantauan TKA dalam lingkup kabupaten/kota menjadi tugas dan

tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.

(3) Penyelenggaraan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dilaksanakan oleh badan kesatuan bangsa dan


9

perlindungan masyarakat provinsi dan kabupaten/kota atau sebutan

lainnya dengan berkoordinasi dengan Kominda provinsi dan

kabupaten/kota.

(4) Kominda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki hubungan

yang bersifat koordinatif dan konsultatif.

Dalam pasal tersebut tidak ditentukan bagaimana hubungan kerja

Kesbangpol Provinsi, Kabupaten/kota dan Kominda yang bersifat koordinatif

dan konsultatif (kekaburan norma). Selain permasalahan tersebut terdapat

kekaburan norma terkait tidak ditentukannya mengenai bentuk atau jenis

dokumen administrasi, pengaduan masyarakat dan prosedur rekrutmen tenaga

kerja asing oleh pemberi kerja.

Perpres 20 Tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa pasal di perpres tersebut

yang tidak sesuai dengan UU tersebut. Pasal 9 Perpres Nomor 20 menyatakan

bahwa rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) merupakan izin

bekerja bagi TKA. Hal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 43 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pengaturan tentang pemantauan tenaga kerja asing ini memerlukan

kejelasan aturan karena kekurangjelasan pengaturan akan mengakibatkan

kurangnya jaminan dan kepastian hukum terhadap tenaga kerja asing dan

pemberi kerja.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah

ini menjadi sebuah proposal tesis yang berjudul “Analisis Terhadap


10

Tanggung Jawab Pemerintahan Daerah Dalam Pemantauan Orang Asing

dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah Berdasarkan Permendagri

Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan

Organisasi Masyarakat Asing di Daerah”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dalam hal ini menetapkan perumusan

masalah yang timbul dan dibahas dalam proposal tesis ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaturan terhadap tanggung jawab pemerintahan daerah

dalam pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di daerah?

2. Apa implikasi hukum terhadap tanggung jawab pemerintahan daerah

dalam pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di daerah?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan terhadap

tanggung jawab pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing

dan organisasi masyarakat asing di daerah.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi hukum

terhadap tanggung jawab pemerintahan daerah dalam pemantauan

orang asing dan organisasi masyarakat asing di daerah.


11

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan penulis maupun pembaca berkenaan dengan

tanggung jawab pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing

dan organisasi masyarakat asing di daerah berdasarkan Permendagri

Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan

Organisasi Masyarakat Asing di Daerah.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbang saran kepada pemimpin pemerintahan dan

pihak-pihak yang berkepentingan tentang tanggung jawab

pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing dan organisasi

masyarakat asing di daerah berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun

2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan Organisasi

Masyarakat Asing di Daerah.

D. Kerangka Konseptual

Untuk memberikan gambaran dan mengetahui tentang maksud

penulisan proposal tesis ini serta mempermudah pembahasan proposal tesis

ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan secara singkat apa arti

dari beberapa kata judul ini:

1. Analisis

Analisis atau analisa berasal dari kata Yunani kuno “analusis”

yang berarti melepaskan. Analusis terbentuk dari dua suku kata, yaitu ana
12

yang berarti kembali, dan luein yang berarti melepas, jika digabungkan

maka artinya adalah melepas kembali atau menguraikan. Kata anlusis ini

diserap ke dalam bahasa inggris menjadi “analysis”, yang kemudian juga

diserap juga ke dalam bahasa Indonesia menjadi “analisis”. Secara umum,

arti analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti

mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan

dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari

kaitannya dan ditafsirkan maknanya.8

Menurut Komaruddin, yang dimaksud dengan analisis, yaitu:

“kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi

komponen sehinga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya

satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang

terpadu”.9

2. Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah

kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung

jawab adalah “suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa

yang telah diwajibkan kepadanya”10. Menurut Soekidjo Notoatmojo,

tanggung jawab adalah: “suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang

8
Zaki, Pengertian Analisis Menurut Para Ahli, KBBI dan Secara Umum,
https://www.zonareferensi.com/pengertian-analisis-menurut-para-ahli-dan-secara-umum, tanggal
akses 15 Maret 2020.
9
Ibid.
10
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
13

tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam

melakukan suatu perbuatan”.11

3. Pemerintahan Daerah

Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah

adalah:

Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah daerah
adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing

Permendagri Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Tenaga

Kerja Asing di Daerah menentukan:

Pasal 1 angka 3 Pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat


asing adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
secara dini keberadaan orang asing dan organisasi
masyarakat asing.

Pasal 1 angka 4. Orang asing adalah orang bukan warga negara


Republik Indonesia yang berada dalam wilayah
Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 5. Organisasi masyarakat asing adalah lembaga atau


organisasi asing baik pemerintah maupun
nonpemerintah yang pembentukannya dengan atau
tanpa perjanjian bilateral, regional atau multilateral.

Jadi, berdasarkan pengertian di atas penulis dapat dikemukakan bahwa

penulisan ini dimaksudkan untuk membahas tanggung jawab pemerintahan


11
Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 11
14

daerah dalam pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di

daerah berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah.

E. Landasan Teoretis

Sesuai dengan isu hukum yang telah dikemukakan dalam latar

belakang, maka landasan teori yang akan penulis gunakan sebagai pisau

analisis dalam penulisan tesis ini adalah teori legislasi.

Menurut Salim dan Erlies Septiana Nurbaini, “Teori legislasi

merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang cara atau teknik

pembentukan perundang-undangan, yang mencakup tahapan perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangannya”.

Lebih lanjut Salim dan Erlies Septiana Nurbaini mengatakan:

Teori legislasi merupakan suatu teori yang sangat penting di dalam


kerangka menganalisis tentang proses penyusunan peraturan
perundang-undangan. Karena dengan teori ini, dapat digunakan untuk
menilai tentang produk perundang-undangan yang akan dibuat,
apakah peraturan perundang-undangan yang dibuat tersebut, sesuai
atau tidak dengan teori legislasi. Istilah teori legislasi berasal dari
terjemahan bahasa Inggris, yaitu legislation of theory, bahasa
Belandanya disebut dengan theorie van de wetgeving (teori membuat
atau menyusun undang-undang), sedangkan dalam bahasa Jerman
disebut theorie der gesetzgebung.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 2.

Ibid., hlm. 33.


15

Sementara Maria Farida Indrati Soetopo, dalam buku berjudul “Ilmu

Perundang-undangan” menjelaskan sebagai berikut:

Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan di Eropa Kontinental, yang


dimaksud peraturan perundang-undangan atau wet in materiele zin
mengandung tiga unsur, yaitu:
(a) norma hukum (rechtsnorm);
(b) berlaku keluar (naar buiten werken); dan
(c) bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin).
Ketiga unsur norma tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut:
(a) Norma hukum.
Sifat norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat
berupa:
(1) perintah (gebod);
(2) larangan (verbod);
(3) pengizinan (toestemming); dan
(4) pembebasan (verijstelling).
(b) Norma berlaku keluar.
Ruiter berpendapat bahwa, di dalam peraturan perundang-
undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya
norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisasi
pemerintahan. Norma hanya ditujukan kepada rakyat, baik dalam
hubungan antar sesamanya, maupun antar rakyat dengan
pemerintah. Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagian
organisasi pemerintahan dianggap bukan norma yang sebenarnya,
dan hanya dianggap norma organisasi. Oleh karena itu, norma
hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut
‘berlaku keluar”.
(c) Norma bersifat umum dalam arti luas.
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum
(algemen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari
adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditujukan kepada “Setiap
orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang
abstrak (abstract) dan yang konkret (concreet). Jika dilihat dari
hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang
tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.12

Berkaitan dengan norma hukum, Abdul Latif, menuliskan sebagai

berikut:

12
Maria Farida Indrati Soetopo, Op Cit., hlm.32-36.
16

Unsur norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-


undangan mengandung sifat-sifat yang meliputi: norma perintah,
norma larangan dan norma pembebasan serta izin.
Penggolongan sifat norma hukum tersebut adalah merupakan
norma hukum yang paling umum, sebagaimana dikemukakan
oleh J.J.H. Bruggink, yaitu:
a. Norma hukum sebagai perintah: biasanya dinyatakan
dengan bentuk kata “mengharuskan” atau dengan ungkapan
seperti “terikat untuk” atau “berkewajiban untuk”.
b. Norma hukum sebagai larangan: pembuat peraturan
menggunakan kata-kata “tidak boleh” atau adalah
“dilarang”.
c. Norma hukum sebagai izin: Pembuat peraturan
menggunakan ungkapan “boleh”, “mempunyai hak untuk”,
“dapat”, “berwenang untuk”.
d. Norma hukum sebagai pembebasan (dispensasi): biasanya
berkenan dengan penolakan suatu perintah. Untuk itu
digunakan istilah “tidak berkewajiban untuk” dan “tidak
terikat untuk”.13

Di Indonesia, pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 undang-

undang tersebut dinyatakan bahwa “Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang

mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau

penetapan, dan pengundangan”.

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa

“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat

norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan

oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang

ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.

13
Abdul Laatief, Op Cit., hlm.159-160.
17

Asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur dalam

ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang menyatakan

bahwa:

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan


berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang baik meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.

Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 5 tersebut dinyatakan sebagai

berikut:

Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk
yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan
harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga Negara atau pejabat yang tidak berwenang.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan
materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
18

efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam


masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan”
adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata
atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam
pelaksanaannya.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian,
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Materi Peraturan Perundang-undangan yang baik menurut Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan Pasal 6 menyatakan sebagai berikut:

(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus


mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
19

(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain
sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan
yang bersangkutan.

Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 6 tersebut menyatakan sebagai

berikut:

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman
masyarakat.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk
dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
setiap pengambilan keputusan.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Perturan Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
20

daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang


berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas Bhineka Tunggal Ika” adalah
bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan
golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Perturan Perundang-
undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
melalui kepastian hukum.

Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain:
21

a. dalam Hukum Pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada


hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan
asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian,
antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak dan
itikad baik.

Selain asas-asas sebagaimana tersebut di atas, Peraturan Perundang-

undangan juga harus sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-

undangan, artinya didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Jenis dan hierearki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,

dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

F. Metode Penelitian

Adapun metode dalam penelitian ini meliputi:

1. Tipe Penelitian
22

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah

metode penelitian hukum normatif. Tipe penelitian yuridis normatif

menurut Bahder Johan Nasution, yang mengemukakan, bahwa:

Dalam pendekatan ilmu hukum normatif banyak pendekatan yang


dapat digunakan baik secara terpisah-pisah berdiri sendiri maupun
secara kolektif sesuai dengan isu atau permasalahan yang dibahas.
Pendekatan tersebut antara lain:
a) Pendekatan undang-undang atau statuta aproach dan sebagian
ilmuwan hukum menyebutnya dengan pendekatan yuridis,
yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum.
b) Pendekatan historis, yaitu penelitian atau pengkajian terhadap
perkembangan produk-produk hukum berdasarkan urutan-
urutan periodesasi atau kenyataan sejarah yang melatar
belakanginya.
c) Pendekatan konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-
konsep hukum seperti: sumber hukum, fungsi hukum, lembaga
hukum dan sebagainya. Konsep hukum ini berada pada tiga
ranah atau tataran sesuai tingkatan ilmu hukum itu sendiri
yaitu: tataran ilmu hukum dogmatik konsep hukumnya teknis
yuridis, tataran teori hukum konsep hukumnya konsep umum,
tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep dasar.
d) Pendekatan komparatif, yaitu penelitian tentang perbandingan
hukum baik mengenai perbandingan sistem hukum antar
negara, maupun perbandingan produk hukum dan karakter
hukum antar waktu dalam suatu negara.
e) Pendekatan politis, yaitu penelitian terhadap pertimbangan-
pertimbangan atau kebijakan elite politik dan partisipasi
masyarakat dalam pembentukan dan penegakan berbagai
produk hukum.
f) Pendekatan kefilsafatan, yaitu pendekatan mengenai bidang-
bidang yang menyangkut dengan obyek kajian filsafat hukum
yang meliputi:
a) Ontologi hukum, yaitu mengkaji hakekat hukum seperti
hakekat demokrasi, hubungan hukum dengan moral, dan
sebagainya.
b) Aksiologi hukum, yaitu mempelajari isi dari nilai seperti
nilai kebenaran, nilai keadilan, nilai kebebasan dan
sebagainya.
c) Epistemologi hukum, yaitu cara mendapatkan pengetahuan
yang benar tentang ilmu hukum.
d) Teleologi hukum, yaitu menentukan isi dan tujuan hukum.
e) Ideologi hukum, yaitu pemahaman secara menyeluruh
tentang manusia dan masyarakat.
23

f) Logika hukum, yaitu mempelajari kaidah-kaidah berpikir


secara umum dan argumentasi hukum.
g) Keilmuan hukum, yaitu merupakan meta teori bagi
hukum.14

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian kepustakaan yang meneliti bahan

hukum dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis berupa

buku-buku, artikel, koran dan majalah dengan membaca, menafsirkan,

membandingkan serta menerjemahkan dari berbagai sumber yang

berhubungan dengan tanggung jawab pemerintahan daerah dalam

pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di daerah

berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah.

2. Pendekatan Penelitian

Peter Mahmud Marzuki menyatakan ada lima pendekatan dalam

penelitian hukum, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case law approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach).15

Dilihat dari kajian hukum yang diangkat dari penelitian ini, yaitu

mengenai tanggung jawab pemerintahan daerah dalam pemantauan orang

asing dan organisasi masyarakat asing di daerah berdasarkan Permendagri

Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan

14
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 92-
93.
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 93.
24

Organisasi Masyarakat Asing di Daerah, maka pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach).

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang saling berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.

Untuk lebih mendalami permasalahan yang diteliti, maka selain

statute approach, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan

konseptual (conceptual approach). Selain itu juga memakai pendekatan

historis (historical approach).

Dalam penelitian ini digunakan beberapa pendekatan, yaitu:

a) Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Diterapkannya statute approach dalam penelitian ini karena secara

logika hukum, penelitian normatif didasarkan pada penelitian yang

dilakukan terhadap bahan hukum yang ada. Dengan kata lain suatu

penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-

undangan, karena yang akan diteliti adalah peraturan perundang-

undangan dari Undang-Undang sampai dengan peraturan presiden

yang berkaitan dengan penelitian ini.

b) Pendekatan Konsep (Conceptual Approach)

Digunakan conceptual approach karena dalam penelitian ini meneliti

tentang ketidaksinkronan norma hukum dalam tanggung jawab

pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing dan organisasi

masyarakat asing di daerah berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun


25

2010 tentang Pedoman Pemantauan Orang Asing dan Organisasi

Masyarakat Asing di Daerah.

c) Pendekatan Historis (Historical Approach)

Penggunaan Historical approach mutlak digunakan karena dalam

penelitian ini yang dibahas tanggung jawab pemerintahan daerah

dalam pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di

daerah berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing

di Daerah maka perlu dipaparkan sejarah dan latar belakangnya

sebagai pedoman dalam menganalisis substansi.

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif,

maka penelitian ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan untuk

mengkaji bahan-bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian ini

dengan menggunakan sistem kartu (card system). Bahan-bahan hukum

yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini antara lain adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang dijadikan dasar

dalam menyusun penulisan tesis yang diambil dari kepustakaan, di

antaranya:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen.


26

2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

3) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga

Kerja Asing

4) Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan

Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah

5) Permendagri Nomor 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan

Tenaga Kerja Asing di Daerah

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, di antaranya: Diperoleh dengan

mempelajari buku-buku, majalah, hasil penelitian, laporan kertas kerja dan

lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang akan digunakan penulis

dalam mendukung bahan hukum sekunder, yakni:

1) Kamus Hukum

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia

4. Analisis Bahan Hukum

Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan analisa hukum

yaitu pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisis bahan

hukum yang dilakukan dengan beberapa cara antara lain yaitu:


27

a. Menginventarisasi semua aturan-aturan dan norma-norma yang sudah

diidentifikasi berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti, yaitu

berhubungan dengan tanggung jawab pemerintahan daerah dalam

pemantauan orang asing dan organisasi masyarakat asing di daerah

berdasarkan Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah.

b. Mensistematisasi bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan

masalah yang dibahas untuk memaparkan isi dan struktur atau

hubungan hirarkis antara aturan-aturan hukum. Dalam kegiatan

sistematisasi ini, dilakukan analisis korelasi antara aturan-aturan

hukum yang berhubungan agar dapat dipahami dengan baik.

c. Menginterpretasi semua peraturan perundang-undangan ssuai dngan

masalah yang dibahas dengan menghimpun dan mengelola tatanan

aturan yang ada, yang didalamnya berlangsung interpretasi,

pembentukan dan penjabaran pengertian-pengertian dalam hukum dari

solusi masalah dapat dirancang dan ditawarkan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari pembahasan tesis ini,

maka perlu kiranya disusun secara sistematis. Adapun sistematika yang

dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah terdiri dari 5 (lima) bab yang

secara garis besarnya diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
28

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang

masalah perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

kerangka konseptual, landasan teoretis, metode penelitian dan

diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, TENAGA

KERJA DAN PERANGKAT DAERAH

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang perlindungan hukum,

tenaga kerja dan perangkat daerah serta kesatuan bangsa dan politik.

BAB III PENGATURAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB

PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PEMANTAUAN ORANG

ASING DAN ORGANISASI MASYARAKAT ASING DI DAERAH

Merupakan pembahasan mengenai pengaturan terhadap tanggung

jawab pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing dan

organisasi masyarakat asing di daerah. Bab ini merupakan

pembahasan yang khusus mengkaji permasalahan pertama yang

terdapat pada bab pertama dengan menggunakan teori-teori yang ada

pada bab kedua guna mendapatkan atau memperoleh kesimpulan

pada bab kelima.

BAB IV IMPLIKASI HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB

PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PEMANTAUAN ORANG

ASING DAN ORGANISASI MASYARAKAT ASING DI

DAERAH. Bab ini merupakan pembahasan yang khusus mengkaji

permasalahan-permasalahan yang terdapat pada bab pertama sub


29

perumusan masalah dengan menggunakan teori-teori yang ada pada

bab kedua, yaitu implikasi hukum terhadap tanggung jawab

pemerintahan daerah dalam pemantauan orang asing dan organisasi

masyarakat asing di daerah.

BAB V Penutup

Bab ini merupakan yang berupa kesimpulan dan saran yang

diharapkan dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Ridwan Halim. Sari Hukum Perburuhan. Pradnya Paramita, Jakarta, 2010.

Abdul Khakim. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Citra


Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju,


Bandung, 2008.
30

Dasril Radjab. Hukum Tata Negara Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

Djumialdi, Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2010

Iman Soepomo. Pengantar Hukum Perburuhan. Edisi Revisi, Djambatan,


Jakarta, 2003.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini. Penerapan Teori Hukum Pada


Penelitian Tesis dan Disertasi. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013.

Siswanto Sunarto. Hukum Pemerintahan Daerah. Sinar Grafika, Makasar,


2005.

Sukamto Satoto. Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian


Negara. Hanggar Kreator, Yogyakarta, 2004.

B. Artikel

Shagita Christmarrathus dkk, Pengawasan Dan Tindakan Kantor Imigrasi


Kelas I Jambi Terhadap Pelanggaran Izin Tinggal Terbatas (Kitas)
Yang Dilakukan Warga Negara Asing (Studi Di Kantor Imigrasi Kelas
I Jambi), Artikel.

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

........, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

……..Permendagri Nomor 49 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemantauan


Orang Asing Dan Organisasi Masyarakat Asing Di Daerah.

D. Kamus

Hamzah, Andi. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta, 2000.

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,


Jakarta, 1991.
31

Anda mungkin juga menyukai