Anda di halaman 1dari 20

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI SESI II


(MENGHARDIK HALUSINASI)
DI RUANG KENARI RSJ MENUR SURABAYA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1F
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
ANGKATAN B 14

1. LA RAKHMAT WABULA 131213143159


2. YOVENTA F. S. SEBA 131213143150
3. HANIK MARIA HIDAYATI 131213143153
4. RETNO YULIATI 131213143157
5. FERMI AVISSA 131213143039
6. MARDIYATNI 131213143156
7. ANNA MARIANCE TAETETI 131213143152
8. BRENI JAROT KUNCAHYO 131213143148
9. SULTINA 131213143154

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Schozoprenia selalu diikuti dengan
gangguan pesepsi sensori : Halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan klien
menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian dan
halusinasinya sehingga semakin jauh dari sosialisasi dengan lingkungkngan disekitarya.
Berdasarkan alasan tersebutlah sehingga kami mengganggap dengan Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat tertolong
dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti
terapi ini adalah klien yang sudah mampu mengontrol dirinya dan halusinasinya sehingga
pada saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok lain.

1.2 Tujuan
1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi
dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan
antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap
stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif
dan afektif.
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Aktivitas Kelompok


2
1. Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001
dikutip dari Cyber Nurse, 2009).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman
Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
2. Manfaat
a. Umum
1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Membentuk sosialisasi.
3) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
b. Khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

3. Tahapan dalam TAK


Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
3
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria
anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono
(1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara
verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10.
Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah
punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu
berat (Yosep, 2007).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran
baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga
fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart
dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan
norming.
1) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
2) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang
tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih
intim satu sama lain (Keliat, 2004).
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
d. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok
akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat
bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
4
4. TAK : Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2004).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).
Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang
mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan
persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif,
sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).
5. Tujuan TAK Stimulasi Persepsi Sensori
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus
yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul
dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).
6. Aktivitas TAK Persepsi Sensori : Halusinasi
Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam
kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam lima sesi yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu :
a. Sesi pertama: Mengenal Halusinasi
Tujuan:
1) Pasien dapat mengenal halusinasi.
2) Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
3) Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
4) Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan
sensori
b) Persepsi: halusinasi.
c) Membuat kontrak dengan pasien
d) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
5
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).
b) Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
mengenal suara-suara yang didengar.
2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal
suarasuara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya,
situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.
b) Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi
yang membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari
pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat
giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.
c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.
d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara
yang biasa didengar.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya
jika terjadi halusinasi.
c) Kontrak yang akan datang
6
1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi
2. Menyepakati waktu dan tempat.
b. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik
Tujuan:
1) Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
2) Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
3) Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,
situasi, dan perasaan.
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol
halusinasi.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)

d) Tahap kerja
1. Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua
pasien mendapat giliran.
2. Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.
3. Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
halusinasi saat halusinasi muncul.
4. Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “Pergi jangan
ganggu saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan …”
7
5. Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum
jam sampai semua peserta mendapat giliran.
6. Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan
saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
e) Tahap terminasi
1. Evaluasi
a. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
b. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Tindak lanjut
a. Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul.
b. Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian
pasien.
3. Kontrak yang akan datang
a. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang
berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan.
b. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.
c. Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan
Tujuan:
1) Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi.
2) Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.
8
2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik
halusinasi.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya
halusinasi dengan melakukan kegiatan.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.
b) Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi.
c) Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan
setiap sehari-hari, daan tulis di whiteboard.
d) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis
formulir yang sama di whiteboard.
e) Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir,
terapis menggunakan whiteboard.
f) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
g) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal
kegiatan dan memperagakannya.
2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
9
2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
d. Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap
Tujuan:
1) Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinsi.
2) Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3.
b) Terapis membuat kontrak dengan pasien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah
dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang
terarah) untuk mencegah halusinasi.

c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
bercakapcakap.
2. Terapis menjelaskan aturan main (sama dengan sesi sebelumnya).
d) Tahap kerja
1. Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.
2. Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak
bercakapcakap.
3. Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa
dan bisa dilakukan.

10
4. Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul
“Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau
“Suster, tentang kapan saya boleh pulang”.
5. Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang
di sebelahnya.
6. Berikan pujian atas keberhasilan pasien.
7. Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran.
e) Tahap terminasi
1. Evaluasi
a. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
b. Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.
c. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.
3. Kontrak yang akan datang
a. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
b. Terapis menyepakati waktu dan tempat.

e. Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat


Tujuan:
1) Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat.
2) Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.
3) Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
11
2. Terapis dan pasien memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan
diri dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh
karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.
b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard.
a) Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat.
b) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
c) Berikan pujian pada pasien yang benar.
d) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
e) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard).
d) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah
halusinasi/kambuh.
e) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
f) Memberi pujian tiap kali pasien benar.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah
dipelajari.
12
3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh
minum obat.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol
halusinasi.
2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien
(Keliat, 2004).

2.2 Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essential of Mental Health Nursing,
1987)
2. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi Pendengaran
Karakteristik diandai denganmendengar suara, terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Penglihatan

13
Karakteristik dengan adanya stimuls penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidung/penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, atau bau yan
menjijikkan seperti : darah, urine, atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dementia.
d. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : mersakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati, atau
orang lain.
e. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang usuk, amis, dan
menjijikkan.
f. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urine.

3. Tahapan Halusinasi
TAHAP KARAKTEISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I  Mengalami ansietas,  Tersenyum, tertawa
 Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah, sendiri
tingkat ansietas sedang dan ketakutan.  Menggerakkan bibir tanpa
secara umum,  Mencoba berfokus pada suara
halusinasi merupakan pikiran yang dapat  Pergerakan Mata yang
suatu kesenangan. menghilangkan ansietas cepat
 Pikiran dan pengalaman  Respon Verbal yang
sensori masih ada lambat
dalam kontrol  Diam dan berkonsentrasi
kesadaran, nonpsikotik
Tahap II  Pengalaman sensori  Terjadi peningkatan
 Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
 Tingkat kecemasan  Merasa dilecehkan oleh pernapasan, dan tekanan
berat secara umum pengalaman sensori darah
halusinasi tersebut  Perhatian dengan
menyebabkan perasaan  Mulai merasa lingkungan berkurang
antipati kehilangan kontrol  Konsentrasi terhadap
14
 Menarik diri dari orang pengalaman sensori kerja
lain nonpsikotik  Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dengan realitas
Tahap III  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi ditaati
 Mengontrol menerima pengalaman  Sulit berhubungan dengan
 Tingkat Kecemasan sensori (halusinasi) orang lain
berat  Isi halusinasi menjadi  Perhatian terhadap
 Pengalaman halusinasi atraktif lingkungan berkurang
tidak dapat ditolak lagi  Kesepian bila hanya beberapa detik
pengalaman sensori  Tidak mampu mengikuti
berakhir psikotik perintah dari perawat,
tremor, dan berkeringat

Tahap IV Pengalaman sensori  Perilaku panik


 Klien sudah dikuasai mungkin menakutkan jika  Resiko tinggi menciderai
oleh halusinasi individu tidak mengikuti  Agitasi atau kataton
 Klien panik perintah halusinasi, bisa  Tidak mampu berespon
berlangsung dalam terhadap lingkungan
beberapa jam atau hari
apabila tidak ada intervensi
terapeutik

4. Hubungan Schizoprenia dengan Halusinasi


Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (skizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata
yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga
klien menghasilkan respon tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respon lain
yang membahayakan.
Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan
mendengarkan penuh perhatian pda orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan skozoprenia dan
satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif, dan
sindroma otak organik.
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga
halusinasi menjadi bagan hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan,
halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri,
atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah yang paling utama pada skizoprenia, suara-suara
biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan, atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan
15
tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut diatas (tingkat
halusinasi, karakteristik, dan perilaku yang dapat diamati).

BAB 3
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI SESI II
(MENGHARDIK HALUSINASI)

Pokok Bahasan : Terapi Aktivitas Kelompok


Sub Pokok Bahasan : Stimulasi Persepsi Sensori : Halusinasi Sesi II
Sasaran : 8 Orang Pasien yang Mengalami Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi
Hari/tanggal : Kamis, 22 Agustus 2013
Waktu : 08.00 s/d 09.00 WIB

3.1 Tujuan
1. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
2. Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
16
3. Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
3.2 Setting

: Leader

: Fasilitator

: Pasien

: Observer

3.3 Alat
1. Kursi
2. Laptop
3. Speaker
3.4 Metode
1. Ceramah
2. Demonstrasi
3.5 Strategi
1. Uraian tugas perawat
a. Leader (La Rakhmat Wabula)
1. Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas kelompok sebelum
kegiatan dimulai
2. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan
dirinya.
3. Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
4. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
5. Menjelaskan permainan
b. Fasilitator (Retno Yuliati, Mardiyatni, Hanik Maria Hidayati, Yoventa F.S. Seba,
Breni Jarot Kuncahyo, Anna Mariance Taeti, dan Sultina)
Bertugas menjaga kelompok tetap fokus dan mendampingi pasien
17
c. Observer (Fermi Avissa)
1) Mengobservasi jalannya kegiatan
2) Mencatat prilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan berlangsung.
3) Mengatur alur permainan (menghidupkan dan mematikan tape recorder).
2. Proses seleksi
Kriteria pasien yang mengikuti TAK yaitu pasien halusinasi.
3. Program antisipasi masalah
a. Bila ada pasien yang ingin mengikuti kegiatan TAK ditengah-tengah maka leader
akan menyambut dan memperkenalkan pasien lain yang akan mengikuti TAK.
b. Bila ada pasien yang meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung maka
fasilitator mengingatkan pasien kontrak waktu yang telah ditentukan.
3.6 Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Salam dari terapis kepada pasien.
c. Pasien dan terapis pakai papan nama.
3. Evaluasi/validasi
a. Leader menanyakan persaan pasien saat ini.
b. Leader menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan
perasaan.
4. Kontrak
a. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.
b. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)
5. Tahap kerja
a. Leader meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami
halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran.
b. Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.
c. Leader menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat
halusinasi muncul.
d. Leader memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “Pergi jangan ganggu
saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan …”
18
e. Leader meminta masing-masing peserta memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dengan perebutan kursi oleh peserta dan fasilitator yang di iringi
oleh lagu ketika lagu dihentikan.
f. Leader memberikan pujian dan mengajak semua peserta bertepuk tangan saat
setiap peserta selesai memperagakan menghardik halusinasi.
6. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Leader menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika
halusinasi muncul.
2) Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang
1) Leader membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya, yaitu
belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
2) Leader membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

3.7 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
perspesi sensori : halusinasi, yaitu mampu melakukan cara untuk menghardik halusinasi.
Formulir evaluasi sebagai berikut.
SESI 2: TAK
Persepsi Sensori : Halusinasi
Kemampuan menghardik halusinasi
Kemampuan Menghardik Halusinasi
Nama Peserta
Mampu Tidak

19
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan peserta yang ikut TAK pada kolom nama peserta
2. Untuk tiap peserta, beri penilaian tentang kemampuan menghardik halusinasi. Beri tanda √
jika klien mampu dan tanda X jika klien tidak mampu.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Herawaty, Netty. 1999. Materi Kuliah Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai