4s Pulau Rahasia PDF
4s Pulau Rahasia PDF
EMPAT SERANGKAI:
PULAU RAHASIA
THE SECRET ISLAND
Penerbit PT Gramedia
Jakarta, 1985
Djvu: BBSC
DAFTAR ISI
1. Awal Petualangan
2. Persiapan yang Mengasyikkan
3. Minggat!
4. Malam Pertama di Pulau
5. Membangun Pondok
6. Pondok Selesai
7. Menyeberangkan Sapi ke Pulau
8. Saat Bersantai - Dengan Akhir yang Mengagetkan
9. Pelancong Mendarat di Pulau
10. Malam Badai di Pondok Willow
11. Nora Mengalami Kesulitan
12. Gua-gua di Lereng Bukit
13. Suasana Musim Panas
14. Jack Pergi Berbelanja
15. Jack Nyaris Tertangkap
16. Anak-anak Dicari
17. Pulau Rahasia Digeledah
18. Pencarian Dihentikan
19. Hidup di Dalam Gua
20. Kabar yang Menggembirakan
21. Akhir Petualangan
1. AWAL PETUALANGAN
Keesokan harinya pikiran Mike, Peggy, dan Nora tidak pernah lepas
dari pulau rahasia yang ditunjukkan oleh Jack pada mereka. Akan
bisakah mereka lari lalu menyembunyikan diri di sana? Mungkinkah
mereka nanti bisa hidup di tempat terpencil itu? Dari mana mereka
memperoleh makanan? Apakah yang akan terjadi jika ada yang
datang mencari mereka ke sana? Ketiganya bekerja sambil berpikir-
pikir, mengatur rencana! Pulau rahasia itu begitu indah dan
misterius. Alangkah senangnya jika mereka saat itu sudah ada di
sana, tidak lagi dihujani omelan dan pukulan!
Begitu ada kesempatan untuk bercakap-cakap sebentar, ketiganya
lantas membicarakan pulau itu.
"Kita harus minggat ke sana, Mike!" kata Nora.
"Yuk Mike - kita katakan pada Jack bahwa kita mau ikut," kata
Peggy.
Mike menggaruk-garuk kepala. Ia merasa sudah tua saat itu.
Kepalanya penuh dengan beban pikiran, ia sangat ingin minggat - tapi
akan mampukah kedua saudaranya hidup liar di sana nanti? Di pulau
itu tidak ada tempat tidur. Bahkan makanan yang biasa pun mungkin
juga tidak ada. Lalu bagaimana jika ada salah seorang dari mereka
jatuh sakit? Yah - itu sudah risiko. Kalau keadaan di sana nanti
ternyata sudah terlalu parah, mereka kan masih bisa kembali ke
rumah Paman dan Bibi.
"Baiklah! Kita jadi minggat," kata Mike memutuskan. "Sebelumnya
kita atur dulu rencananya dengan Jack, ia lebih banyak tahu
daripada kita."
Anak-anak mengatur rencana bersama Jack, ketika bertemu lagi
dengannya malam itu. Mata mereka bersinar-sinar. Mereka akan
bertualang! Mereka akan mengalami petualangan seperti yang
dijalani Robinson Crusoe - karena mereka pun akan hidup memencil
di sebuah pulau sunyi.
"Kita harus mengatur rencana dengan cermat," kata Jack. "Jangan
sampai ada yang kelupaan, karena kalau kita nanti terpaksa kembali
untuk mengambil sesuatu, ada kemungkinan kita ketahuan!"
"Tidak bisakah kita ke pulau itu sebentar untuk melihat-lihat,
sebelum kita tinggal di sana?" tanya Mora. "Aku ingin sekali
melihatnya."
"Baiklah," kata Jack. "Hari Minggu kita ke sana."
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Apakah kita harus
berenang?"
"Tidak," kata Jack. "Aku punya perahu. Aku menemukannya dalam
keadaan terbengkalai, lalu kubetulkan lagi. Sekarang pun air masih
masuk sedikit, tapi itu bisa ditimba ke luar. Kubawa kalian
menyeberang dengan perahuku itu."
Dengan perasaan tidak sabar, anak-anak menunggu hari Minggu tiba.
Hari itu pun mereka masih harus bekerja. Tapi biasanya mereka
diperbolehkan makan siang sambil piknik di luar.
Saat itu bulan Juni. Siang sudah panjang dan cerah diterangi sinar
matahari. Kebun penuh dengan sayur dan buah-buahan. Anak-anak
memasukinya dengan diam-diam untuk memetik ercis sebanyak
mungkin, begitu pula daun selada. Mereka sedikit sekali diberi makan
oleh Bibi Harriet, sehingga selalu terpaksa mencari tambahan.
Menurut Mike itu bukan mencuri, sebab apabila mereka diberi makan
yang sebanding dengan beratnya pekerjaan yang harus dilakukan,
maka jatah mereka seharusnya dua kali lebih banyak daripada
sekarang. Jadi mereka hanya mengambil hak mereka. Ketiga anak itu
berbekal sebatang roti, lalu mentega, beberapa iris daging asap,
begitu pula ercis dan selada yang mereka petik sendiri di kebun.
Mike juga mengambil beberapa umbi wortel. Rasanya enak kalau
dimakan dengan daging asap, katanya.
Mereka bergegas-gegas mendatangi Jack. Teman mereka itu sudah
menunggu di pinggir danau. Ia menyandang tas berisi bekal makanan
pula. Ia memperlihatkan bekalnya pada anak-anak. Buah ceri dan
sebuah kue besar berbentuk bundar.
"Ini pemberian Bu Lane sebagai upah membersihkan kebunnya
kemarin," kata Jack. "Kita akan makan enak nanti."
"Mana perahumu, Jack?" tanya Mora.
"Lihat saja nanti!" kata Jack. "Milikku yang kurahasiakan tidak boleh
sampai dilihat sembarang orang! Kecuali aku sendiri, cuma kalian
bertiga saja yang tahu bahwa aku punya perahu!"
Ia pergi menyusur tepi danau, diikuti ketiga temannya. Ketiga anak
itu mencari-cari dengan mata mereka. Tapi mereka tidak bisa
melihat di mana perahu itu berada, sampai ditunjukkan oleh Jack.
"Kalian lihat pohon besar dan lebat itu, yang ranting-rantingnya
terjurai sampai menyentuh air?" katanya. "Nah, perahu itu ada di
bawahnya! Sama sekali tidak kelihatan, kan?"
Mike bersinar-sinar matanya. Perahu merupakan kegemarannya.
Dalam hati ia berharap, mudah-mudahan Jack nanti akan
memperbolehkannya ikut mendayung. Anak-anak menghela perahu
yang tersembunyi itu dari bawah pohon yang lebat sekali daunnya.
Lunas perahu itu digenangi air. Jack menyuruh anak-anak menimba
air itu ke luar. Dalam perahu ada sepasang dayung yang kelihatan
sudah usang. Jack memasang kedua dayung itu ke sangkutannya.
"Sekarang masuk!" katanya. "Jauh juga aku harus mendayung nanti.
Kau mau ikut mendayung, Mike?"
Tentu saja anak itu mau! Kedua anak laki-laki itu menggerakkan
dayung mereka serempak. Perahu meluncur di atas air danau.
Matahari bersinar terik. Tapi saat itu ada angin yang sekali-sekali
menghembus lembut Tidak lama kemudian sudah mulai nampak pulau
yang dituju di kejauhan. Mereka mengenalinya, karena di tengah-
tengahnya ada bukit rendah.
Pulau itu nampak misterius ketika Mike beserta kedua saudaranya
untuk pertama kali melihatnya malam-malam. Tapi sekarang - saat
pulau itu seolah-olah mengambang di atas permukaan air danau yang
kemilau dipanasi sinar matahari, kelihatannya bertambah menarik.
Ketika perahu sudah semakin mendekat, anak-anak melihat pohon-
pohon dengan ranting-ranting yang merunduk menaungi air. Mereka
mendengar suara ayam-ayaman yang bertemperasan lari. Anak-anak
memandang dengan asyik. Hanya pepohonan, burung-burung dan
binatang liar kecil saja yang ada di situ. Itu benar-benar pulau
rahasia, yang tersedia untuk mereka sendiri saja - di mana mereka
bisa tinggal dan bermain-main.
"Kita mendarat di sini," kata Jack. Diarahkannya perahu menuju tepi
yang berpantai pasir melandai, lalu ditariknya agak ke atas. Anak-
anak berloncatan turun, lalu memandang berkeliling. Tempat
pendaratan itu merupakan ceruk kecil. Enak berpiknik di situ! Tapi
tidak pernah ada orang datang berpiknik ke tempat itu. Mereka
hanya melihat beberapa ekor berang-berang yang berjemur di
tempat yang terpisah-pisah, serta ayam-ayaman yang lari melintas.
Tidak nampak tanda-tanda bahwa di pantai pasir itu pernah ada
orang menyalakan api. Tidak ada kulit jeruk berserakan, atau kaleng-
kaleng berkarat. Tempat itu benar-benar masih belum pernah
terjamah tangan manusia.
"Yuk, kita melihat-lihat pulau ini sebentar! Kita tinggalkan saja
barang-barang kita di sini," kata Mike, ia sudah kepingin sekali
melihat wujud pulau itu. Besar sekali kelihatannya, setelah mereka
berada di situ.
"Baiklah," kata Jack sambil menaruh tasnya ke pasir.
"Yuk - kita mulai saja dengan petualangan kita," kata Mike mengajak
Peggy dan Nora.
Anak-anak meninggalkan ceruk kecil itu. Mereka merintis di bawah
pohon yang besar-besar, menuju bukit. Bukit itu berlereng terjal.
Ketika sudah sampai di puncaknya, anak-anak ternyata bisa
memandang jauh sekali ke sekeliling danau.
"Wah! Jika kita jadi kemari untuk tinggal di sini, puncak bukit ini
bagus sekali untuk dijadikan tempat pengamatan!" kata Mike
bersemangat. "Dari sini semua yang ada di sekeliling kita nampak
dengan jelas!"
"Ya, memang," kata Jack. "Takkan ada yang bisa datang dengan
sembunyi-sembunyi, untuk menyergap kita!"
"Kita harus kemari! Harus! Harus!" kata Nora berulang-ulang. "Coba
kauperhatikan kelinci-kelinci itu, Peggy. Jinak-jinak! Dan burung itu
tadi hampir saja hinggap di tanganku. Kenapa semuanya begitu jinak,
Mike?"
"Kurasa karena mereka belum pernah bertemu manusia," kata Mike.
"Ada apa di balik bukit ini, Jack? Kita ke sana yuk!"
"Di sebelah sana banyak gua," kata Jack. "Gua-gua itu belum pernah
sempat kumasuki. Tapi kita bisa bersembunyi di situ, jika ada orang
datang mencari kita kemari."
Mereka menuruni lereng bukit, menuju ke sisi sebaliknya. Lereng itu
ditumbuhi semak belukar serta rumput padang. Jack menunjukkan
sebuah gua besar yang terdapat di lereng sebelah sini. Kelihatannya
gelap dan suram. Padahal di luar cuaca sangat cerah.
"Sekarang kita belum bisa memasukinya, karena tidak ada waktu
untuk itu," kata Jack lagi. "Tapi gua merupakan tempat yang sangat
baik untuk menyimpan barang-barang kita. Kalau hujan, tidak akan
basah!"
Ketika sudah agak jauh lagi menuruni bukit, anak-anak mendengar
bunyi menggeleguk lembut.
"Bunyi apa itu?" tanya Peggy sambil berhenti melangkah.
"Aduh - lihatlah! Ada mata air!" seru Mike. "Wah, Jack - dari situ
kita nanti mengambil air! Dingin sekali, dan sangat jernih!"
"Rasanya juga enak," kata Jack. "Aku sudah pernah meminumnya,
ketika kali terakhir kemari. Di sebelah bawah sana ada lagi mata air.
Air dari sini bercampur dengan air dari tempat itu, mengalir ke
bawah lewat parit kecil."
3. MINGGAT!
5. MEMBANGUN PONDOK
6. PONDOK SELESAI
"Gua luar ini kita jadikan ruang duduk dan ruang tidur kita," kata
Jack, "sedang yang di dalam kita jadikan tempat menyimpan
perbekalan. Api unggun selalu kita nyalakan di mulut gua, untuk
menghangatkan tubuh serta untuk memasak. Wah - hidup begini
asyik! Musim dingin ini kita menjadi penghuni gua!"
Dengan begitu dasar gua nampak apik sekali. Jack dan Mike
membawa masuk rumput dan daun pakis, untuk dijadikan alas tempat
berbaring. Peggy mengatur hamparan itu sehingga nyaman apabila
berbaring di atasnya. Setelah itu ia menghamparkan selimut di atas
masing-masing pembaringan. Tapi selimut yang ada hanya tiga
lembar - dua yang baru dan selembar selimut usang. Jadi seorang
dari mereka terpaksa tidur tanpa selimut.
"Apa yang bisa kita jadikan selimut untuk tempat tidur keempat?"
tanya Jack.
Tahu-tahu Peggy menunjukkan sesuatu yang tak disangka-sangka, ia
memperlihatkan selimut yang terbuat dari kulit kelinci yang masih
ada bulunya. Rupanya selama itu ia dengan rajin membersihkan kulit
kelinci yang ditangkap oleh Jack, lalu menjemurnya sampai kering
dan setelah itu dijahit sambung-menyambung. Anak-anak memandang
selimut bulu itu sambil melongo!
"Hebat, Peggy!" kata Jack. "Selimut bulu itu sangat indah, dan pasti
hangat. Kita silih berganti saja memakainya waktu tidur nanti."
"Niatku memang begitu," kata Peggy. Ia senang, karena anak-anak
mengagumi selimut bulu buatannya itu. "Sangat sulit menjahit kulit-
kulit ini, tapi akhirnya aku berhasil juga. Aku sengaja menyimpannya
untuk kutunjukkan apabila cuaca sudah mulai dingin. Sudah kukira
kalian akan terperanjat!"
Dengan segera rongga gua itu sudah nampak sangat nyaman didiami.
Rak-rak sepanjang dinding diisi dengan buku-buku serta berbagai
permainan. Lentera tergantung di tengah ruangan. Kepala anak-anak
setiap kali tersundul mengenainya, ketika belum biasa. Pembaringan
mereka terhampar rapi di sudut-sudut ruangan sebelah belakang,
ditutup dengan selimut-selimut biasa dan yang terbuat dari kulit
kelinci yang masih ada bulunya. Di sudut lain disimpan alat-alat
rumah tangga yang biasa dipakai Peggy, seperti ketel, panci-panci,
dan lain-lainnya.
Pada suatu hari Jack muncul dengan sesuatu yang tak disangka-
sangka. Sebuah meja kecil buatannya sendiri! ia menemukan papan
yang dibawa anak-anak ketika mereka datang beberapa bulan yang
lalu ke pulau itu. Dengan gergaji yang dibelinya di desa ketika masih
suka berjualan di sana, ia berhasil membuat sebuah meja kecil untuk
Peggy!
Meja itu agak goyah. Kaki-kakinya terbuat dari dahan-dahan paling
lurus yang bisa ditemukan oleh Jack. Tapi sulit sekali mengaturnya
sehingga bisa berdiri kokoh. Papan dipotong-potong olehnya dengan
gergaji, lalu disambung-sambung dengan paku untuk dijadikan daun
meja berbentuk persegi empat. Peggy sangat gembira menerima
hadiah itu!
"Sekarang kita bisa makan di atas meja!" serunya. "Wah, asyik! Dan
aku juga bisa menjahit di atasnya. Itu lebih mudah, daripada duduk
menongkrong di lantai!"
"Tapi bagaimana dengan kursi?" tanya Nora. "Kita kan tidak bisa
makan di meja, kalau tidak ada kursi!"
"Aku sedang membuat bangku-bangku duduk," kata Jack, ia
menemukan sebatang pohon yang tumbang ditiup angin dibalik pulau.
Dengan gergaji dipotong-potongnya batang pohon itu. Masing-masing
potongan merupakan bangku yang kokoh. Enak rasanya duduk di
atasnya!
Hari demi hari berlalu dengan menyenangkan, sementara anak-anak
mengubah gua menjadi tempat tinggal mereka. Menyenangkan
rasanya duduk di atas bangku-bangku kecil menghadap meja buatan
Jack, dan makan di situ. Menyenangkan rasanya duduk-duduk di
mulut gua sambil memperhatikan nyala api unggun yang nampak
semakin terang saat hari semakin malam. Senang sekali rasanya
berbaring di atas pembaringan dari rumput kering yang empuk di
bagian belakang gua, dengan badan tertutup selimut hangat serta
memandang api yang lama-kelamaan padam, sampai akhirnya hanya
nampak kayu yang membara saja.
Di dalam gua sangat nyaman, saat angin menderu-deru menyapu
lereng bukit. Sinar lembut memancar ke bawah dari lentera yang
tergantung di langit-langit gua. Kadang-kadang Peggy menyalakan
sebatang lilin lagi, apabila ia hendak menjahit. Anak-anak laki-laki
mengerat-ngerat kayu, membuat ukiran. Kalau tidak, mereka
mengajak Nora melakukan salah satu permainan. Kadang-kadang
mereka saling membacakan cerita. Api unggun menyala terang.
Sekali-sekali ruang gua menjadi sangat terang karenanya, apabila
nyala berkobar besar. Benar-benar asyik!
Selalu ada saja hal-hal yang perlu dilakukan. Daisy masih tetap perlu
diperah susunya setiap pagi dan petang. Sapi betina itu nampaknya
senang tinggal di lapangan berumput Jack dan Mike membuatkan
semacam naungan baginya, dimana ia bisa berlindung saat malam
hari. Ayam-ayam betina juga perlu diurus dan diberi makan. Mereka
sudah dipindahkan ke kandang yang baru dibangun dekat gua.
Mereka tidak begitu sering lagi bertelur. Tapi anak-anak tidak
begitu meributkannya, karena perbekalan makanan cukup banyak.
Anak-anak juga harus mencuci, memasak, dan membersihkan. Air
harus diambil dari sumbernya. Mereka harus mencari kayu bakar dan
menimbunnya sebagai persediaan. Peggy gemar mencari buah pinus,
karena kalau dibakar enak sekali baunya.
Bulan November sudah lewat. Kadang-kadang ada juga hari yang
cerah, saat mana anak-anak bisa duduk-duduk di lereng bukit untuk
menikmati kehangatan sinar matahari. Tapi kadang-kadang angin
bertiup selama berhari-hari, teriring hujan yang menderu serta
awan gelap yang seakan-akan berlomba-lomba melintasi langit
Sedang air danau saat itu bergolak. Ombak besar bergulung-gulung,
dengan buih memutih di puncak.
Perahu sudah diangkat dari dalam air dan dibetulkan kembali oleh
Mike dan Jack. Mereka menariknya sejauh mungkin ke atas pasir,
supaya tidak bisa terjangkau ombak yang menyambar.
Ketika bulan Desember tiba, anak-anak mulai teringat pada hari
Natal. Pasti aneh rasanya nanti, merayakan Natal di pulau itu!
"Aneh rasanya, hanya kita berempat saat Natal nanti," kata Peggy.
"Aku sangsi, apakah aku akan menyukainya. Aku suka mendengar
lagu-lagu Natal dinyanyikan, serta melihat toko-toko penuh dengan
berbagai barang yang bagus-bagus, dan menunggu-nunggu hadiah
Natal serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perayaan
Natal."
"Sebelum Ayah dan Ibu pergi naik pesawat terbang dan kemudian
hilang, kami selalu merayakan Natal bersama mereka," kata Nora
pada Jack. "Waktu itu sangat indah! Aku masih ingat semuanya!"
"Coba Ayah dan Ibu waktu itu tidak berangkat- pasti mereka
sekarang masih ada bersama kita," kata Mike. "Aku sangat sayang
pada mereka - keduanya selalu riang dan berbahagia."
Jack mendengar cerita ketiga kawannya tentang apa yang dulu biasa
mereka lakukan saat Natal, ketika ayah dan ibu mereka masih ada.
Bagi Jack, kisah-kisah itu sangat menyenangkan, ia selalu tinggal
bersama kakeknya, yang tidak mempedulikan perayaan Natal. Ketiga
anak itu pasti sangat merasa kehilangan, karena tidak bisa lagi
mengalami segala hal menyenangkan yang biasa mereka lakukan
sewaktu ayah dan ibu mereka masih ada.
Dalam hati Jack timbul gagasan, ia akan berangkat dengan perahu ke
desa yang di ujung danau, beberapa hari sebelum Natal. Padanya
masih ada uang sedikit Dengannya ia berniat hendak membeli
mercon, sebuah boneka untuk Nora, kotak jahitan yang baru untuk
Peggy, sesuatu untuk Mike - dan juga jeruk dan permen untuk
mereka semua! Mereka akan merayakan Natal yang meriah!
Niatnya itu tidak diceritakannya pada anak-anak yang lain, karena
tahu bahwa mereka pasti akan takut kalau ia tertangkap nanti. Tapi
Jack tidak bermaksud pergi ke desa yang dulu. ia hendak
mendatangi desa yang satu lagi, yang letaknya lima mil dari desa
pertama, ia tidak dikenal orang di situ. Di situlah ia nanti berbelanja.
Jack merasa bahwa ia pasti aman di desa itu, karena ia akan sangat
berhati-hati!
Hari-hari bulan Desember berlalu. Hari-hari yang suram dan
membosankan. Pada suatu hari Jack memutuskan untuk berangkat
Pada kawan-kawannya ia akan mengatakan hendak bermain-main
perahu sebentar, untuk menghangatkan tubuh. Takkan
diceritakannya niatnya yang sebenarnya pada mereka. Biar saja
mereka tercengang nanti!
Hari itu matahari bersinar menembus awan putih. Langit nampak
biru pucat. Peggy sedang sibuk berbenah, sehabis sarapan. Mike
hendak membetulkan atap tempat Daisy bernaung yang agak rusak
tertiup angin kencang. Sedang Nora hendak mencari buah pinus.
"Apa yang akan kaulakukan, Jack?" tanya Peggy.
"Ah, kurasa aku akan pesiar sebentar dengan perahu, untuk
menghangatkan tubuh," kata Jack. "Sudah lama aku tidak
mendayung perahu!"
"Aku ikut, Jack," kata Nora.
Tapi Jack tidak ingin ada yang ikut dengannya saat itu.
"Jangan," katanya. "Lebih baik kau mencari buah pinus saja. Agak
lama juga aku pergi. Bisakah kaubekali aku makanan sedikit, Peggy?"
"Makanan?" Peggy tercengang mendengar permintaan itu. "Hendak
berapa lama kau pergi, Jack?"
"Begitulah - beberapa jam," kata Jack. "Aku perlu melatih otot-
ototku. Aku juga akan membawa pancingku."
"Kalau begitu lebih baik kau memakai mantelmu," kata Peggy. "Nanti
kau kedinginan, di tengah danau yang banyak angin."
ia memasukkan beberapa buah roti bundar dan sebutir telur rebus
ke dalam sebuah keranjang, dan ditambah dengan sebotol susu.
Sambil menjinjing bekalnya, Jack menuruni bukit. Nora
mengantarnya, ia agak merajuk, karena tidak diizinkan ikut.
"Aku ikut ya, Jack?" pintanya.
"Hari ini tidak bisa, Nora," kata Jack. "Nanti kau tahu kenapa, kalau
aku sudah kembali."
Jack mendorong perahu ke air, lalu didayungnya ke tengah danau
yang hari itu tidak begitu bergolak. Ia mendayung sekuat tenaga.
Nora meninggalkan pantai, pergi mencari buah pinus. Setelah
beberapa saat timbul niatnya untuk melihat di mana Jack
memancing. Ia naik ke puncak bukit. Tapi walau ia sudah berusaha
mencari ke segala arah, tapi ia tidak melihat perahu mereka di
mana-mana. Aneh, katanya dalam hati.
Beberapa jam sudah berlalu. Tapi Jack belum juga kembali. Anak-
anak menunggunya. Mereka heran, apa sebabnya teman mereka itu
pergi seorang diri-dan kenapa ia masih belum kembali juga.
"Mungkinkah ia ke desa lagi, untuk membeli sesuatu?" kata Peggy
menduga. "Kata Nora tadi, ia tidak melihat perahu kita di danau
sewaktu ia mencari Jack. Padahal jika ia memancing di dekat-dekat
sini, mestinya dengan mudah bisa kelihatan!"
"Aduh -jika ia ke desa yang waktu itu, nanti ia tertangkap lagi," kata
Mike cemas.
Tapi Jack bukan tertangkap. Ada peristiwa lain yang terjadi -
sesuatu yang luar biasa!
20. KABAR YANG MENGGEMBIRAKAN
Jack sudah lama meninggalkan pulau. Jauh lebih lama daripada kalau
ia hanya pergi berbelanja saja. Apakah yang menyebabkan ia begitu
lama?
Jack tiba dengan selamat di ujung danau, lalu menambatkan perahu
pada sebatang pohon yang tumbuh dekat air. Setelah itu ia berjalan
lewat hutan, lalu mengambil jalan yang menuju desa yang satu lagi,
yang letaknya lima mil dari desa yang dulu didatangi. Perjalanan ke
sana akan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Tapi pasti ia
bisa asyik berbelanja di sana nanti!
Jack melangkah di jalan yang becek. Hawa saat itu sangat dingin.
Tapi Jack merasa dirinya hangat, ia mengguncang-guncangkan uang
yang ada di dalam kantung, sambil berpikir apakah ia nanti bisa
membeli semua yang diingininya, ia ingin sekali membelikan boneka
untuk Mora, karena tahu bahwa anak itu pasti menyukainya!
Jack berjalan sambil menjinjing keranjang berisi bekal yang
disiapkan oleh Peggy, ia berhenti ketika sudah sampai di dekat desa.
Sambil duduk di pintu pagar pekarangan sebuah rumah, ia makan
dulu. Setelah itu ia meneruskan perjalanan. Menurut perasaannya
takkan ada orang di desa itu yang tahu bahwa ia salah seorang anak
yang minggat Mereka pasti sudah melupakan kejadian itu, karena
sudah enam bulan berlalu sejak mereka lari ke pulau yang di tengah
danau! Tapi walau begitu Jack tetap waspada, ia berjaga-jaga, siap
untuk lari apabila ada yang terlalu memperhatikan dirinya!
Jack memasuki desa. Desa itu besar dan luas, dengan jalan raya
membujur di tengah-tengahnya. Di jalan raya itu ada sekitar
setengah lusin toko. Jack pergi melihat-lihat di situ. Toko alat-alat
permainan dan permen dilewatinya dulu. ia berniat mendatanginya
paling akhir, ia melihat-lihat ayam kalkun yang berjejer-jejer di
balik jendela toko daging. Beberapa di antaranya dihiasi dengan pita
merah. Setelah itu ia melihat toko-toko lainnya. Semua dihias
meriah, menyambut hari Natal. Senang rasanya, bisa melihat-lihat
toko lagi!
Setelah itu ia mendatangi toko permainan. Alangkah indahnya!
Boneka-boneka dipajang di jendela dengan lengan terulur ke depan,
seakan-akan minta dibeli. Sebuah mainan kereta api bergerak di
atas rel. Di tengah segala benda yang dipajang itu tegak boneka
orang suci Natal yang berjenggot panjang berwarna putih. Boneka
itu memanggul karung. Sedap-sedapan juga dipajang di dalam toko
itu. Coklat berkotak-kotak, kaleng-kaleng berisi permen, serta
botol-botol besar yang penuh dengan manisan berwarna-warni.
Jack berdiri memandang segala benda yang menarik itu. Ia berpikir-
pikir, boneka mana yang akan dibelinya untuk Nora. Ia sudah melihat
keranjang jahitan yang mungil untuk Peggy. Untuk Mike, ia
menemukan sebuah buku tentang kapal. Di bagian belakang jendela
pajangan dilihatnya sebuah kotak berisi mercon berwarna merah.
Jack berniat membelinya, untuk Nora. Pasti asyik membakarnya
sambil merayakan hari Natal di dalam gua, sambil memakai topi-topi
kertas yang kocak!
Jack memasuki toko permainan itu. Di dalam ada beberapa orang,
karena toko itu juga merangkap sebagai kantor pos. Orang-orang itu
hendak mengirim paket-paket berisi hadiah Natal. Gadis pelayan
toko sibuk menimbang paket-paket itu. Jack menunggu dengan
sabar, sambil melihat-lihat berbagai alat permainan yang ada di situ.
Orang-orang yang ada di dalam toko sedang bercakap-cakap.
Mulanya Jack tidak memperhatikan pembicaraan mereka. Tapi
kemudian ia mendengar sesuatu, yang menyebabkan ia memasang
telinga baik-baik.
"Ya, sayang anak-anak itu tidak berhasil ditemukan," kata seorang
wanita. "Saya dengar ayah dan ibu mereka sedih sekali karenanya."
"Kasihan," kata teman bicaranya, juga seorang wanita. "Mereka
mengalami kecelakaan pesawat terbang yang jatuh di pulau gersang
dan baru dua tahun kemudian ditemukan dan kemudian setelah
berhasil kembali dengan selamat, anak-anak mereka ternyata
lenyap!"
Mata Jack terbelalak ketika mendengarnya. Apakah arti semuanya
itu? Mungkinkah - mungkinkah ayah dan ibu teman-temannya sudah
kembali? Jack melupakan niatnya semula untuk berhati-hati.
Dipegangnya lengan wanita yang paling dulu berbicara.
"Maaf, saya ingin bertanya - apakah anak-anak yang Anda bicarakan
itu bernama Mike, Peggy, dan Nora?" tanyanya. "Dan ayah-ibu
merekakah yang sekarang sudah kembali?"
Wanita yang ditanya memandang anak laki-laki yang nampak gelisah
itu dengan pandangan heran.
"Betul," katanya. "Memang begitulah nama anak-anak itu. Mereka
menghilang bulan Juni yang lalu, bersama seorang anak lagi yang
bernama Jack. Mereka tidak pernah ditemukan, walau sudah dicari
ke mana-mana. Lalu bulan Agustus yang lalu orang tua mereka
ditemukan di suatu pulau terpencil di Samudra Pasifik, dan kemudian
dibawa pulang kemari. Pesawat terbang mereka ternyata mengalami
kecelakaan dan jatuh di pulau gersang itu. Mereka hidup di sana,
sampai ada kapal lewat yang kemudian menjemput mereka."
"Tapi sementara itu anak-anak mereka lenyap," kata gadis pelayan
toko mencampuri pembicaraan. "Kedua orang tua yang malang itu
sangat sedih, karena sejak berbulan-bulan mereka selalu cemas dan
ingin sekali bisa bertemu kembali dengan anak-anak mereka."
"Apa yang kauketahui tentang urusan ini?" tanya salah seorang
wanita itu dengan tiba-tiba. "Mungkinkah kau salah satu dari anak-
anak itu?"
"Itu tidak begitu penting," kata Jack. "Saya cuma ingin tahu satu
hal - di manakah ayah dan ibu anak-anak itu sekarang?"
"Tidak jauh dari sini," kata gadis pelayan toko. "Mereka tinggal di
sebuah hotel di kota, karena masih mengharapkan kabar tentang
anak-anak mereka."
"Apa nama hotel itu?" tanya Jack bersemangat.
"Hotel Swan," jawab gadis pelayan toko. Kedua wanita yang
bercakap-cakap tadi melongo, karena tahu-tahu Jack melesat lari ke
luar. Matanya bersinar-sinar. Wajahnya memancarkan kegembiraan
yang luar biasa.
Ia berlari ke perhentian bis. ia tahu bahwa bis yang berhenti di situ
menuju ke kota. Saat itu hanya ada satu yang dipikirkannya - yaitu
pergi ke Hotel Swan dan memberi tahu ayah dan ibu Mike bahwa
anak-anak mereka berada dalam keadaan selamat! Belum pernah
Jack begitu bersemangat seperti saat itu. Bayangkan - semuanya
berakhir dengan demikian menyenangkan, dan ia yang akan memberi
tahu ayah dan ibu ketiga temannya!
Begitu bis datang, Jack cepat-cepat meloncat naik. Ia tidak bisa
duduk diam di dalamnya. Dan begitu bis masuk ke dalam kota, dengan
cepat pula Jack meloncat turun lalu lari menuju Hotel Swan. Ia
bergegas ke ruang penerimaan tamu dan menghampiri petugas yang
ada di situ.
"Di manakah Kapten Arnold serta istrinya?" kata Jack dengan cepat.
Mike sering bercerita bahwa ayahnya berpangkat kapten, ia juga
tahu bahwa ketiga temannya itu bernama keluarga Arnold.
Karenanya ia tahu nama siapa yang harus ditanyakan olehnya.
"He, he - jangan terburu-buru, Anak muda," kata petugas hotel, ia
agak curiga melihat anak laki-laki yang masuk dengan mantel usang
serta sepatunya yang sudah lusuh. "untuk apa kau menanyakan Pak
Kapten itu?"
"Aduh, katakanlah di mana saya bisa menemui mereka," kata Jack.
Saat itu terdengar suara seseorang berbicara.
"Siapa ini, yang menanyakan diriku? Ada apa, Nak?"
Jack berpaling dengan cepat. Dilihatnya seorang laki-laki jangkung
berwajah coklat karena banyak kena sinar matahari. Laki-laki itu
memandangnya. Dengan segera Jack menyukai orang itu, karena
wajahnya sangat mirip dengan Mike.
"Kapten Arnold!" serunya. "Saya tahu di mana anak-anak Anda saat
ini berada!"
Kapten Arnold memandangnya dengan sikap seolah-olah tidak bisa
mempercayai pendengarannya. Kemudian dipegangnya lengan Jack.
Ditariknya anak itu ke tingkat atas, menuju sebuah kamar. Seorang
wanita duduk di dalam kamar itu. ia sedang menulis surat. Jack
langsung tahu bahwa wanita itu pasti ibu ketiga temannya, karena
wajahnya mirip dengan Peggy dan Nora. Wanita itu nampak ramah
dan bijaksana. Jack ingin sekali wanita itu juga ibunya.
"Kata anak ini ia tahu di mana anak-anak kita, Mary," kata Kapten
Arnold.
Keadaan menjadi asyik setelah itu! Kedua orang dewasa itu
mendengarkan saja tanpa mengatakan apa-apa, sementara Jack
bercerita. Kemudian Kapten Arnold menyalami Jack, sedang istrinya
merangkul.
"Kau ini teman yang baik," kata Pak Kapten dengan wajah berseri-
seri. "Benarkah katamu tadi, bahwa selama ini kalian berempat
tinggal di pulau kecil itu, tanpa ada yang bisa menemukan kalian?"
"Betul, Pak," kata Jack. "Dan benarkah bahwa Anda berdua selama
ini juga terdampar di sebuah pulau, sampai akhirnya dijemput
sebuah kapal yang lewat?"
"Itu betul," kata Kapten Arnold sambil tertawa. "Pesawat terbang
kami mengalami kecelakaan dan jatuh di pulau itu, di tengah
Samudra Pasifik! Kami tidak tahu bahwa anak-anak kami kemudian
juga tinggal di sebuah pulau! Rupanya ini sudah merupakan nasib
keluarga!"
"Kita harus segera mendatangi mereka, John," kata Bu Arnold yang
sudah hampir menangis karena terlalu gembira. "Saat ini juga! Aku
tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"
"Sebaiknya kita naik perahu yang pantas," kata Jack. "Perahu kami
sudah tua dan bocor."
Tidak lama kemudian sudah ada mobil menjemput di depan hotel.
Jack mengantarkan Pak Arnold serta istrinya ke tepi danau. Di situ
mereka menyewa perahu besar dari seorang nelayan, lalu berangkat
dengannya menuju ke pulau. Dalam hati Jack ingin tahu apa kata
ketiga temannya nanti!
Sementara itu ketiga anak yang ditinggal di pulau semakin
bertambah gelisah, karena saat itu sudah sore. Hari sudah mulai
gelap. Tapi Jack belum juga kembali. Ke manakah anak itu?
"Aku mendengar bunyi orang mendayung!" seru Peggy, ia lari ke
pantai, diikuti oleh kedua saudaranya. Mereka melihat bayangan
sebuah perahu dalam keremangan senja. Perahu itu menuju ke arah
mereka. Kemudian Mike menyadari bahwa perahu yang datang itu
lebih besar daripada kepunyaan mereka. Dan yang menaiki-nya tiga
orang - bukan satu!
"Itu berarti Jack tertangkap - dan orang-orang itu datang untuk
menjemput kita!" kata Mike dalam hati. Perasaannya langsung lesu.
Alangkah tercengangnya ketika kemudian terdengar suara Jack
memanggil-manggil. Jelas sekali terdengar di atas air danau yang
mulai gelap.
"Mike! Peggy! Nora! Kalian tidak perlu takut! Aku datang membawa
hadiah Natal untuk kalian!"
Ketiga anak yang berada di pulau hanya bisa melongo. Apakah
maksud Jack dengan ucapannya itu? Tapi dengan segera mereka
tahu, ketika perahu sampai di pantai dan Kapten Arnold meloncat ke
luar.
"Ibu! Aduh, Ibu! Dan Ayah!" seru ketiga anak itu. Mereka bergegas
menghampiri lalu merangkul ayah dan ibu mereka. Asyik benar
mereka saat itu! Hanya Jack saja yang tertinggal seorang diri. Ia
tegak sambil memperhatikan mereka. Tapi hanya sebentar saja,
karena kemudian Nora mengulurkan tangan dan menarik Jack ke
tengah orang-orang yang sedang bergembira itu.
"Kau pun termasuk, Jack," kata Nora.
Semua tertawa dan menangis pada saat yang sama. Tapi akhirnya
hari sudah begitu gelap, sehingga tidak ada lagi yang nampak di situ.
Jack menyalakan lentera yang tadi dibawa Mike ke pantai, lalu
berjalan mendului menuju gua. Ia sangat ingin menunjukkan betapa
indah tempat itu pada Pak dan Bu Arnold.
Semua masuk beramai-ramai. Api unggun berkobar terang di depan
mulut gua yang terasa hangat dan nyaman. Jack menggantungkan
lentera di tempatnya, lalu menyilakan orang tua teman-temannya
duduk di dua buah bangku buatannya. Peggy bergegas pergi
menghangatkan susu. Ia menyajikan roti bundar serta daging asin
yang semula hendak disimpannya untuk hari Natal nanti. ia ingin
sekali memperlihatkan kecekatannya bekerja pada ibunya, walau
mereka tinggal di dalam gua!
"Alangkah indahnya tempat tinggal kalian!" kata Bu Arnold, ia
memandang berkeliling, memperhatikan rak-rak, bangku-bangku,
meja, pembaringan, dan lain-lainnya yang ada di situ. Rongga gua itu
sangat rapi dan bersih. Nampaknya begitu nyaman dan hangat.
Mereka mengobrol dengan asyik! Anak-anak sibuk bercerita tentang
segala hal, sambil tertawa-tawa. Hanya ada satu hal yang
menyebabkan Kapten Arnold serta istrinya marah - yaitu ketika
diceritakan tentang sikap Bibi Harriet serta Paman Henry yang
tidak ramah terhadap ketiga keponakan mereka.
"Perbuatan mereka itu ada hukumannya," kata Kapten Arnold. Hanya
itu saja yang dikatakannya.
Entah kenapa, tahu-tahu Daisy melenguh. Kapten Arnold tertawa
terpingkal-pingkal ketika mendengar cerita bagaimana Daisy disuruh
berenang ke pulau, mengikuti perahu! Kegeliannya semakin menjadi
ketika mendengar bagaimana sapi betina itu berhasil mengusir
orang-orang yang datang mencari ke pulau dengan lenguhannya.
"Kisah pengalaman kalian ini perlu dijadikan buku," katanya. "Belum
pernah kudengar kisah seperti itu. Kami sendiri tidak mengalami
petualangan yang begitu mengasyikkan sewaktu terdampar di pulau
kami! Kami tinggal bersama penduduk setempat, sampai ada kapal
menjemput! Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang pengalaman
kami selama di sana!"
Jack pergi sebentar, ia kembali sambil membawa rumput padang,
yang kemudian diletakkan di salah satu sudut gua.
"Anda tinggal di sini bersama kami malam ini kan, Kapten?" katanya.
"Anda menginap, ya! Kami akan senang sekali jika Anda mau!"
"Tentu saja kami mau!" kata Kapten Arnold. Sedang istrinya
mengangguk.
"Kita tidur beramai-ramai di dalam gua," kata Bu Arnold. "Dengan
begitu kami juga bisa ikut menikmati kehidupan di pulau rahasia
kalian!"
Jadi malam itu anak-anak mendapat tamu! Akhirnya semua merasa
capek, lalu berbaring di pembaringan masing-masing. Alangkah
senangnya bangun pagi-pagi besok, karena ayah dan ibu mereka kini
ada di samping mereka!
-TAMAT-
Djvu: BBSC