Anda di halaman 1dari 165

Enid Blyton

EMPAT SERANGKAI:
PULAU RAHASIA
THE SECRET ISLAND

Penerbit PT Gramedia
Jakarta, 1985

Djvu: BBSC

Edit & Convert: inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

DAFTAR ISI

1. Awal Petualangan
2. Persiapan yang Mengasyikkan
3. Minggat!
4. Malam Pertama di Pulau
5. Membangun Pondok
6. Pondok Selesai
7. Menyeberangkan Sapi ke Pulau
8. Saat Bersantai - Dengan Akhir yang Mengagetkan
9. Pelancong Mendarat di Pulau
10. Malam Badai di Pondok Willow
11. Nora Mengalami Kesulitan
12. Gua-gua di Lereng Bukit
13. Suasana Musim Panas
14. Jack Pergi Berbelanja
15. Jack Nyaris Tertangkap
16. Anak-anak Dicari
17. Pulau Rahasia Digeledah
18. Pencarian Dihentikan
19. Hidup di Dalam Gua
20. Kabar yang Menggembirakan
21. Akhir Petualangan

1. AWAL PETUALANGAN

Mike, Peggy, dan Nora sedang bercakap-cakap sambil duduk di


rumput. Wajah mereka tidak memancarkan kegembiraan. Nora tidak
sanggup menahan air matanya yang terus bercucuran membasahi
pipi.
Mereka mendengar seruan pelan.
"Hoooi!"
"Itu Jack," kata Mike. "Jangan menangis terus, Nora. Jack pasti
bisa membuatmu bergembira lagi!"
Seorang anak laki-laki datang berlari-lari menyusur pagar semak
menuju ke arah ketiga anak itu, lalu duduk di dekat mereka. Kulit
mukanya coklat terbakar sinar matahari. Matanya yang biru cerah
nampak bersinar bandel.
"Hai!" sapanya. "Ada apa, Nora? Kau menangis lagi?"
"Ya," kata Nora. Ia menyapu air matanya. "Aku dipukul Bibi Harriet
tadi pagi. Katanya, tirai yang kucuci tidak cukup bersih. Nih, lihatlah
- bekas pukulannya!"
Nora memperlihatkan bagian lengannya yang merah kena pukul.
"Keterlaluan!" kata Jack.
"Coba orang tua kami ada di sini, kami takkan mereka biarkan hidup
merana seperti begini," kata Mike. "Tapi kurasa mereka takkan
mungkin kembali lagi."
"Sudah berapa lama mereka pergi ?" tanya Jack.
"Lebih dari dua tahun," jawab Mike. "Ayah kan menciptakan pesawat
terbang model baru. ia menerbangkan pesawatnya itu ke Australia,
untuk menguji kelaikan terbangnya. Ibu ikut, karena ia juga suka
berkelana naik pesawat terbang. Sebetulnya mereka sudah hampir
sampai ke benua selatan itu. Tapi tahu-tahu tidak ada lagi kabar
berita tentang mereka!"
"Dan Paman Henry serta Bibi Harriet kini beranggapan bahwa orang
tua kami itu pasti lenyap untuk selama-lamanya," kata Nora, ia mulai
menangis lagi. "Aku tahu betul - karena kalau tidak begitu, tidak
mungkin kami mereka perlakukan seperti sekarang ini."
"Janganlah menangis terus, Nora," kata Peggy berusaha membujuk.
"Nanti matamu merah! Kan jelek kelihatannya. Lain kali biar aku saja
yang mencuci untukmu."
Jack merangkul Nora. Dari ketiga kakak-beradik itu, Nora yang
paling disayanginya. Anak itu yang paling kecil, walau ia sebenarnya
saudara kembar Mike. Wajahnya kecil, dirangkum rambut ikal
berwarna hitam pekat. Mike serupa dengannya, tapi bertubuh lebih
besar. Peggy yang berumur setahun lebih tua, rambutnya berwarna
pirang. Tidak ada yang mengetahui berapa umur Jack, ia sendiri pun
tidak tahu! ia tinggal bersama kakeknya, seorang petani kecil. Jack
sangat rajin bekerja di pertanian itu. ia bekerja sekeras orang
dewasa. Padahal beda besar tubuhnya dari Mike tidak begitu
banyak.
ia berkenalan dengan ketiga anak itu ketika mereka pada suatu kali
mengembara menyusur ladang. Jack pandai menangkap kelinci, ia
juga tahu cara memancing ikan di sungai, ia mengetahui di mana
tempat buah-buahan hutan yang ranum. Pokoknya, menurut ketiga
anak itu, Jack tahu segala-galanya, ia bahkan mengenal nama-nama
burung yang beterbangan di sekitar pagar semak, serta dapat
menunjukkan beda antara ular yang berbisa dan yang tidak.
Pakaian Jack selalu lusuh dan sudah sobek di sana-sini. Tapi bagi
Peggy serta kedua adiknya, itu tidak apa. Jack juga tidak pernah
memakai sepatu. Betisnya bergaris-garis, bekas goresan onak dan
duri semak. Jack tidak pernah terdengar mengomel. Apalagi
merengek! ia selalu riang gembira. Ia suka sekali berkelakar. Ketiga
anak yang sedang merasa sengsara itu agak terhibur, karena punya
kawan baik seperti Jack.
"Bibi Harriet jahat sekali pada kami, sejak ia merasa yakin bahwa
Ayah dan Ibu pasti takkan kembali lagi," kata Nora sendu.
"Sikap Paman Henry juga berubah," tambah Mike. "Kami sekarang
sudah tidak bersekolah lagi. Aku disuruh membantu Paman, bekerja
dari pagi sampai malam di ladang. Kalau soal itu aku sebenarnya tidak
keberatan - tapi kenapa Peggy dan Mora diperlakukan begitu buruk
oleh Bibi Harriet? Mereka kan masih anak-anak! Masa - segala
pekerjaan di rumah dibebankannya pada mereka!"
"Aku yang harus mengerjakan semua cucian sekarang," keluh Nora.
"Kalau yang kecil-kecil saja aku masih mampu. Tapi seprai-seprai kan
besar. Mana berat lagi, kalau sudah basah!"
"Sedang segala urusan memasak dijadikan tugasku," kata Peggy.
"Kemarin kue yang kubuat angus, karena oven terlalu panas. Sebagai
akibatnya aku disuruh Bibi mendekam sepanjang hari di kamar tidur,
tanpa diberi makan."
"Tapi aku kemudian menyusup masuk lewat jendela, untuk
memberikan sedikit roti dengan keju pada Peggy," kata Mike.
"Sialnya, aku ketahuan oleh Paman. Aku diguncang-guncangkannya
dengan begitu keras, sampai setelah itu seluruh badanku terasa
lemas, bayangkan, berdiri pun aku tidak sanggup! Aku tidak diberi
makan tadi malam, sedang sarapanku pagi ini cuma roti sepotong
kecil."
"Sudah sejak berbulan-bulan kami tidak diberi pakaian baru," kata
Peggy. "Sepatuku sudah sangat rusak. Aku tidak tahu bagaimana
kami nanti kalau sudah musim dingin, karena mantel kami sudah
kekecilan."
"Kalian lebih menderita daripada aku," kata Jack. "Aku belum pernah
punya barang bagus - jadi aku tidak peduli tentang soal itu. Tapi
kalian dulu punya segala-galanya, dan sekarang kalian kehilangan
semuanya itu. Ayah dan ibu yang bisa melindungi kalian, kini juga
sudah tidak ada lagi."
"Kau masih ingat pada orang tuamu, Jack?" tanya Mike. "Atau kau
sudah selalu tinggal bersama kakekmu?"
"Aku cuma tahu kakekku itu saja," kata Jack. "Tapi kini ia sudah
berapa kali mengatakan, ingin tinggal pada salah seorang bibiku. Jika
niatnya itu sungguh-sungguh dilakukan, aku terpaksa hidup sebatang
kara. Bibiku itu tidak mau jika aku juga ikut tinggal di rumahnya."
"Aduh, Jack! Kalau begitu bagaimana kau nanti?" tanya Nora cemas.
"Ah - Aku takkan apa-apa jika ditinggal sendiri," kata Jack. "Soalnya
sekarang kalian! Bagaimana dengan kalian? Tak enak hatiku melihat
kalian bertiga begini merana. Coba kita ini bisa minggat bersama-
sama!"
"Percuma - karena pasti akan ditemukan dengan segera, lalu dibawa
kembali kemari," kata Mike. Sikapnya suram. "Itu sudah jelas! Aku
pernah membaca berita dalam koran, tentang anak-anak yang
minggat. Polisi selalu berhasil menemukan jejak mereka, dan kalau
sudah ketemu lantas diantar pulang. Coba ada tempat yang begitu
tersembunyi, sehingga tidak mungkin ada yang bisa menemukan kita
di sana! Pasti aku akan minggat. Dan Peggy serta Nora kuajak. Aku
tidak tega melihat mereka dipaksa bekerja keras oleh Bibi Harriet,
dan dipukuli dengan seenaknya!"
"Coba kalian dengarkan sebentar," kata Jack dengan tiba-tiba.
Ketika temannya menoleh dengan cepat, karena mendengar nada
suaranya yang begitu bersungguh-sungguh. "Akan kuceritakan
sesuatu yang sebetulnya sangat kurahasiakan. Asal kalian mau
berjanji, takkan menceritakannya pada siapa-siapa!"
"Tentu saja, Jack! Kami berjanji," kata ketiga temannya serempak.
"Kami bisa kauandalkan, Jack," kata Mike.
"Ya - aku juga tahu," kata Jack. "Nah - kalau begitu dengarkan baik-
baik. - Aku mengenal suatu tempat di mana takkan ada yang bisa
menemukan kita - jika kita minggat ke sana!"
"Di mana tempat itu, Jack?" seru Peggy beserta kedua adiknya
bersemangat.
"Nantilah, kutunjukkan tempat itu malam ini," kata Jack sambil
berdiri. "Nanti pukul delapan kalian ke tepi danau, jika sudah selesai
mengerjakan segala tugas. Kita bertemu di sana. Sekarang aku harus
pergi - jangan sampai Kakek marah-marah. Jika itu terjadi, ada
kemungkinan aku dikurungnya di kamar dan tidak boleh keluar lagi
sampai besok."
"Kalau begitu sampai nanti malam ya, Jack!" kata Nora, ia tidak
sedih lagi, karena merasa terlipur oleh janji Jack.
Jack pergi sambil berlari-lari. Sedang ketiga kawannya berjalan
dengan langkah berat, kembali ke pertanian paman dan bibi mereka.
Ketiga anak itu tadi pergi ke tepi ladang untuk makan siang disitu.
Dan kini mereka harus bekerja kembali. Banyak seterikaan yang
masih harus dikerjakan oleh Nora, sedang Peggy harus
membersihkan dapur. Ruang masak itu besar dan berlantai batu.
Peggy tahu bahwa untuk membersihkannya ia harus bekerja sampai
saat makan malam, ia pasti akan sudah capek sekali saat itu. Belum
lagi Bibi Harriet yang tidak henti-hentinya mengomeli.
"Aku masih harus membereskan lumbung," kata Mike. "Tapi saat
makan malam nanti kurasa sudah akan selesai. Setelah itu kita lihat,
tempat rahasia mana yang dimaksudkan oleh Jack tadi."
Ketiga anak yang malang itu mulai sibuk mengerjakan tugas berat
masing-masing. Tapi sementara itu pikiran mereka selalu kembali
pada janji Jack tadi. Mereka sangat ingin tahu. Apakah rahasia
Jack? Di manakah tempat tersembunyi yang dikatakannya tadi?
Benarkah mereka akan bisa melarikan diri?
Pikiran yang menyibukkan ketiga anak itu menyebabkan mereka
mengalami kesulitan lagi. Hasil pekerjaan mereka tidak memuaskan
Paman Henry dan Bibi Harriet. Nora dipukul lagi, sedang Peggy
dimarahi habis-habisan, sampai menangis tersedu-sedu. ia disuruh
menggosok lantai dapur sekali lagi, sehingga terlambat makan malam.
Mike dibentak-bentak oleh Paman Henry, karena ada jagung
tercecer di dalam lumbung. Anak itu diam saja. Tapi dalam hati ia
bertekad akan minggat, apabila itu bisa dilakukannya tanpa
ketahuan. Dan kedua saudara perempuannya akan diajak lari.
"Nora dan Peggy seharusnya bersekolah dan berpakaian rapi yang
tidak kekecilan, serta bergaul dengan teman-teman mereka," kata
Mike dalam hati. "Tidak pantas mereka hidup begini - harus bekerja
keras untuk Bibi Harriet, tanpa pernah diberi apa-apa."
Makan malam anak-anak terdiri dari roti dengan keju saja. Mereka
memakannya sambil membisu. Mereka tidak berani berbicara, karena
takut dibentak-bentak Bibi atau Paman. Ketika sudah selesai makan,
barulah Mike memberanikan diri berbicara.
"Maaf, Bibi," katanya, "bolehkah kami berjalan-jalan sebentar,
sebelum tidur?"
"Tidak boleh!" tukas Bibi Harriet dengan suaranya yang tajam.
"Kalian harus langsung masuk ke tempat tidur. Besok banyak yang
harus dikerjakan, dan aku ingin kalian bangun pagi-pagi sekali!"
Ketiga anak itu berpandang-pandangan dengan perasaan kecut. Tapi
mereka harus mematuhi perintah Bibi. Mereka naik ke tingkat atas.
masuk ke ruang tidur besar yang mereka tempati bersama-sama.
Pembaringan Mike terletak di sudut ruangan, di balik semacam tabir.
Sedang Peggy dan Nora menempati tempat tidur yang agak besar.
"Kurasa Bibi dan Paman hendak pergi malam ini! Karena itulah kita
disuruh cepat-cepat tidur," kata Mike. "Biar saja - nanti kalau
mereka ternyata memang pergi, kita bisa menyelinap ke luar,
menemui Jack di pinggir danau."
"Kalau begitu kita jangan berganti pakaian lagi," kata Nora.
"Langsung saja menyusup ke bawah selimut! Jadi nanti tidak perlu
membuang-buang waktu lagi. Langsung saja lari ke danau."
Ketiga bersaudara itu berbaring sambil memasang telinga. Begitu
terdengar bunyi pintu depan ditutup, Mike bergegas meloncat dari
pembaringannya dan lari ke kamar sebelah depan. Dari situ nampak
jalan setapak menuju pintu pagar di muka rumah. Mike melihat
paman dan bibinya keluar. Mereka berpakaian rapi. Mike cepat-cepat
lari lagi ke ruang tidur.
"Kita tunggu lima menit," katanya, "setelah itu berangkat!"
Selama menunggu, tidak ada yang berbicara. Kemudian mereka
menuruni tangga ke tingkat bawah, menyelinap ke luar lewat pintu
belakang, lalu cepat-cepat lari menuju danau. Jack sudah menunggu
mereka di sana.
"Hai, Jack!" sapa Mike. "Untung saja kami masih bisa datang. Kami
sebenarnya disuruh tidur tadi! Tapi ketika Paman dan Bibi pergi,
kami cepat-cepat menyelinap ke luar lalu lari kemari."
"Apa rahasiamu, Jack?" tanya Nora. "Kami ingin sekali
mengetahuinya."
"Kalau begitu dengar baik-baik," kata Jack. "Kalian tentunya juga
tahu, danau ini sangat luas. Tidak ada orang tinggal di sekitar
tempat yang liar ini. Hanya pada dua tempat saja ada rumah-rumah
petani serta beberapa gubuk. Nah! Aku tahu bahwa di sisi selatan
danau ini ada pulau kecil. Letaknya lumayan juga jauhnya dari sini.
Aku tahu pasti, orang lain tidak mengetahuinya. Aku yakin, pulau
kecil itu belum pernah didatangi orang. Pulaunya menyenangkan - dan
sangat cocok untuk dijadikan tempat bersembunyi!"
Ketiga temannya mendengarkan dengan mata terbuka lebar. Mereka
heran, mendengar di danau luas itu ada pulau. Mereka sangat ingin
bisa hidup bersembunyi di sana, tanpa ada paman dan bibi yang
sering memukul dan mengomeli, serta menyuruh mereka bekerja
keras sepanjang hari!
"Apakah kalian tidak terlalu capek, jika kuajak merintis tepi danau
ini? Kita ke suatu tempat, dari mana pulau yang kuceritakan itu
nampak," kata Jack. "Aku kebetulan saja menemukannya! Pinggiran
danau di seberang pulau itu berhutan lebat yang tumbuh sampai ke
tepi air. Kurasa tidak ada orang yang pernah merintis hutan di situ.
Jadi pulauku itu pasti belum pernah dilihat orang lain!"
"Kami ingin melihat pulau rahasiamu itu, Jack!" kata Nora meminta.
"Ajak kami melihatnya, ya? Kami memang capek - tapi kami harus
melihat pulau rahasia itu !"
"Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Jack dengan
gembira, melihat ketiga temannya sangat bersemangat.
Anak yang biasa berkeliaran tanpa sepatu itu berjalan mendului.
Diajaknya ketiga temannya melintasi padang belantara, menuju
sebuah hutan, ia berjalan dengan gerak lincah dan leluasa, seakan-
akan seekor kelinci. Mereka melangkah di tengah hutan. Kemudian
pepohonan mulai menipis. Anak-anak melewati tempat yang lapang.
Lalu masuk lagi ke dalam hutan. Kelihatannya sangat lebat, sehingga
anak-anak yang mengikuti Jack merasa sangsi, apakah bisa ditembus.
Tapi Jack berjalan terus, ia tahu jalan di tengah hutan itu. Akhirnya
nampak kilatan air di depan. Mereka sudah sampai lagi di pinggir
danau. Lingkungan di sekelilingnya hanya nampak remang-remang.
Matahari sudah lama terbenam.
Jack menerobos semak belukar dan pepohonan yang tumbuh sampai
ke tepi air. Sesampainya di situ barulah ia berhenti, ia tidak
mengatakan apa-apa. Hanya tangannya saja yang menunjuk sesuatu
di depan. Anak-anak yang lain berkerumun di dekatnya.
"Itu - pulau rahasiaku!" kata Jack.
Di depan mereka nampak sebuah pulau kecil, seakan-akan
mengambang di atas permukaan air yang gelap. Pulau itu ditumbuhi
pepohonan. Di tengah-tengah ada bukit kecil. Kelihatannya seperti
menyimpan rahasia. Begitu indah dan terpencil letaknya. Anak-anak
berdiri sambil menatap ke arah pulau itu. Semua sangat ingin ke sana
- ke pulau misterius itu.
"Nah," kata Jack setelah beberapa saat ikut membisu, "bagaimana
pendapat kalian? Kita jadi minggat, lalu tinggal di pulau rahasia itu?"
"Ya! Setuju!" jawab ketiga temannya dengan suara berbisik.

2. PERSIAPAN YANG MENGASYIKKAN

Keesokan harinya pikiran Mike, Peggy, dan Nora tidak pernah lepas
dari pulau rahasia yang ditunjukkan oleh Jack pada mereka. Akan
bisakah mereka lari lalu menyembunyikan diri di sana? Mungkinkah
mereka nanti bisa hidup di tempat terpencil itu? Dari mana mereka
memperoleh makanan? Apakah yang akan terjadi jika ada yang
datang mencari mereka ke sana? Ketiganya bekerja sambil berpikir-
pikir, mengatur rencana! Pulau rahasia itu begitu indah dan
misterius. Alangkah senangnya jika mereka saat itu sudah ada di
sana, tidak lagi dihujani omelan dan pukulan!
Begitu ada kesempatan untuk bercakap-cakap sebentar, ketiganya
lantas membicarakan pulau itu.
"Kita harus minggat ke sana, Mike!" kata Nora.
"Yuk Mike - kita katakan pada Jack bahwa kita mau ikut," kata
Peggy.
Mike menggaruk-garuk kepala. Ia merasa sudah tua saat itu.
Kepalanya penuh dengan beban pikiran, ia sangat ingin minggat - tapi
akan mampukah kedua saudaranya hidup liar di sana nanti? Di pulau
itu tidak ada tempat tidur. Bahkan makanan yang biasa pun mungkin
juga tidak ada. Lalu bagaimana jika ada salah seorang dari mereka
jatuh sakit? Yah - itu sudah risiko. Kalau keadaan di sana nanti
ternyata sudah terlalu parah, mereka kan masih bisa kembali ke
rumah Paman dan Bibi.
"Baiklah! Kita jadi minggat," kata Mike memutuskan. "Sebelumnya
kita atur dulu rencananya dengan Jack, ia lebih banyak tahu
daripada kita."
Anak-anak mengatur rencana bersama Jack, ketika bertemu lagi
dengannya malam itu. Mata mereka bersinar-sinar. Mereka akan
bertualang! Mereka akan mengalami petualangan seperti yang
dijalani Robinson Crusoe - karena mereka pun akan hidup memencil
di sebuah pulau sunyi.
"Kita harus mengatur rencana dengan cermat," kata Jack. "Jangan
sampai ada yang kelupaan, karena kalau kita nanti terpaksa kembali
untuk mengambil sesuatu, ada kemungkinan kita ketahuan!"
"Tidak bisakah kita ke pulau itu sebentar untuk melihat-lihat,
sebelum kita tinggal di sana?" tanya Mora. "Aku ingin sekali
melihatnya."
"Baiklah," kata Jack. "Hari Minggu kita ke sana."
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Apakah kita harus
berenang?"
"Tidak," kata Jack. "Aku punya perahu. Aku menemukannya dalam
keadaan terbengkalai, lalu kubetulkan lagi. Sekarang pun air masih
masuk sedikit, tapi itu bisa ditimba ke luar. Kubawa kalian
menyeberang dengan perahuku itu."
Dengan perasaan tidak sabar, anak-anak menunggu hari Minggu tiba.
Hari itu pun mereka masih harus bekerja. Tapi biasanya mereka
diperbolehkan makan siang sambil piknik di luar.
Saat itu bulan Juni. Siang sudah panjang dan cerah diterangi sinar
matahari. Kebun penuh dengan sayur dan buah-buahan. Anak-anak
memasukinya dengan diam-diam untuk memetik ercis sebanyak
mungkin, begitu pula daun selada. Mereka sedikit sekali diberi makan
oleh Bibi Harriet, sehingga selalu terpaksa mencari tambahan.
Menurut Mike itu bukan mencuri, sebab apabila mereka diberi makan
yang sebanding dengan beratnya pekerjaan yang harus dilakukan,
maka jatah mereka seharusnya dua kali lebih banyak daripada
sekarang. Jadi mereka hanya mengambil hak mereka. Ketiga anak itu
berbekal sebatang roti, lalu mentega, beberapa iris daging asap,
begitu pula ercis dan selada yang mereka petik sendiri di kebun.
Mike juga mengambil beberapa umbi wortel. Rasanya enak kalau
dimakan dengan daging asap, katanya.
Mereka bergegas-gegas mendatangi Jack. Teman mereka itu sudah
menunggu di pinggir danau. Ia menyandang tas berisi bekal makanan
pula. Ia memperlihatkan bekalnya pada anak-anak. Buah ceri dan
sebuah kue besar berbentuk bundar.
"Ini pemberian Bu Lane sebagai upah membersihkan kebunnya
kemarin," kata Jack. "Kita akan makan enak nanti."
"Mana perahumu, Jack?" tanya Mora.
"Lihat saja nanti!" kata Jack. "Milikku yang kurahasiakan tidak boleh
sampai dilihat sembarang orang! Kecuali aku sendiri, cuma kalian
bertiga saja yang tahu bahwa aku punya perahu!"
Ia pergi menyusur tepi danau, diikuti ketiga temannya. Ketiga anak
itu mencari-cari dengan mata mereka. Tapi mereka tidak bisa
melihat di mana perahu itu berada, sampai ditunjukkan oleh Jack.
"Kalian lihat pohon besar dan lebat itu, yang ranting-rantingnya
terjurai sampai menyentuh air?" katanya. "Nah, perahu itu ada di
bawahnya! Sama sekali tidak kelihatan, kan?"
Mike bersinar-sinar matanya. Perahu merupakan kegemarannya.
Dalam hati ia berharap, mudah-mudahan Jack nanti akan
memperbolehkannya ikut mendayung. Anak-anak menghela perahu
yang tersembunyi itu dari bawah pohon yang lebat sekali daunnya.
Lunas perahu itu digenangi air. Jack menyuruh anak-anak menimba
air itu ke luar. Dalam perahu ada sepasang dayung yang kelihatan
sudah usang. Jack memasang kedua dayung itu ke sangkutannya.
"Sekarang masuk!" katanya. "Jauh juga aku harus mendayung nanti.
Kau mau ikut mendayung, Mike?"
Tentu saja anak itu mau! Kedua anak laki-laki itu menggerakkan
dayung mereka serempak. Perahu meluncur di atas air danau.
Matahari bersinar terik. Tapi saat itu ada angin yang sekali-sekali
menghembus lembut Tidak lama kemudian sudah mulai nampak pulau
yang dituju di kejauhan. Mereka mengenalinya, karena di tengah-
tengahnya ada bukit rendah.
Pulau itu nampak misterius ketika Mike beserta kedua saudaranya
untuk pertama kali melihatnya malam-malam. Tapi sekarang - saat
pulau itu seolah-olah mengambang di atas permukaan air danau yang
kemilau dipanasi sinar matahari, kelihatannya bertambah menarik.
Ketika perahu sudah semakin mendekat, anak-anak melihat pohon-
pohon dengan ranting-ranting yang merunduk menaungi air. Mereka
mendengar suara ayam-ayaman yang bertemperasan lari. Anak-anak
memandang dengan asyik. Hanya pepohonan, burung-burung dan
binatang liar kecil saja yang ada di situ. Itu benar-benar pulau
rahasia, yang tersedia untuk mereka sendiri saja - di mana mereka
bisa tinggal dan bermain-main.
"Kita mendarat di sini," kata Jack. Diarahkannya perahu menuju tepi
yang berpantai pasir melandai, lalu ditariknya agak ke atas. Anak-
anak berloncatan turun, lalu memandang berkeliling. Tempat
pendaratan itu merupakan ceruk kecil. Enak berpiknik di situ! Tapi
tidak pernah ada orang datang berpiknik ke tempat itu. Mereka
hanya melihat beberapa ekor berang-berang yang berjemur di
tempat yang terpisah-pisah, serta ayam-ayaman yang lari melintas.
Tidak nampak tanda-tanda bahwa di pantai pasir itu pernah ada
orang menyalakan api. Tidak ada kulit jeruk berserakan, atau kaleng-
kaleng berkarat. Tempat itu benar-benar masih belum pernah
terjamah tangan manusia.
"Yuk, kita melihat-lihat pulau ini sebentar! Kita tinggalkan saja
barang-barang kita di sini," kata Mike, ia sudah kepingin sekali
melihat wujud pulau itu. Besar sekali kelihatannya, setelah mereka
berada di situ.
"Baiklah," kata Jack sambil menaruh tasnya ke pasir.
"Yuk - kita mulai saja dengan petualangan kita," kata Mike mengajak
Peggy dan Nora.
Anak-anak meninggalkan ceruk kecil itu. Mereka merintis di bawah
pohon yang besar-besar, menuju bukit. Bukit itu berlereng terjal.
Ketika sudah sampai di puncaknya, anak-anak ternyata bisa
memandang jauh sekali ke sekeliling danau.
"Wah! Jika kita jadi kemari untuk tinggal di sini, puncak bukit ini
bagus sekali untuk dijadikan tempat pengamatan!" kata Mike
bersemangat. "Dari sini semua yang ada di sekeliling kita nampak
dengan jelas!"
"Ya, memang," kata Jack. "Takkan ada yang bisa datang dengan
sembunyi-sembunyi, untuk menyergap kita!"
"Kita harus kemari! Harus! Harus!" kata Nora berulang-ulang. "Coba
kauperhatikan kelinci-kelinci itu, Peggy. Jinak-jinak! Dan burung itu
tadi hampir saja hinggap di tanganku. Kenapa semuanya begitu jinak,
Mike?"
"Kurasa karena mereka belum pernah bertemu manusia," kata Mike.
"Ada apa di balik bukit ini, Jack? Kita ke sana yuk!"
"Di sebelah sana banyak gua," kata Jack. "Gua-gua itu belum pernah
sempat kumasuki. Tapi kita bisa bersembunyi di situ, jika ada orang
datang mencari kita kemari."
Mereka menuruni lereng bukit, menuju ke sisi sebaliknya. Lereng itu
ditumbuhi semak belukar serta rumput padang. Jack menunjukkan
sebuah gua besar yang terdapat di lereng sebelah sini. Kelihatannya
gelap dan suram. Padahal di luar cuaca sangat cerah.
"Sekarang kita belum bisa memasukinya, karena tidak ada waktu
untuk itu," kata Jack lagi. "Tapi gua merupakan tempat yang sangat
baik untuk menyimpan barang-barang kita. Kalau hujan, tidak akan
basah!"
Ketika sudah agak jauh lagi menuruni bukit, anak-anak mendengar
bunyi menggeleguk lembut.
"Bunyi apa itu?" tanya Peggy sambil berhenti melangkah.
"Aduh - lihatlah! Ada mata air!" seru Mike. "Wah, Jack - dari situ
kita nanti mengambil air! Dingin sekali, dan sangat jernih!"
"Rasanya juga enak," kata Jack. "Aku sudah pernah meminumnya,
ketika kali terakhir kemari. Di sebelah bawah sana ada lagi mata air.
Air dari sini bercampur dengan air dari tempat itu, mengalir ke
bawah lewat parit kecil."

Kaki bukit ditumbuhi pepohonan yang membentuk hutan lebat. Di


tempat-tempat yang lapang bertumbuhan semak belukar. Jack
menuding ke situ.
"Di sana, saat musim gugur nanti, kita bisa memetik buah-buahan
hutan sampai ribuan,"-katanya. "Kecuali itu aku masih tahu satu
tempat lagi yang ditumbuhi semak berbuah lebat!"
"Tunjukkan dong!" kata Mike dengan gembira. Tapi Jack mengatakan
bahwa waktu terlalu sempit, jika mereka masih hendak ke sana pula.
Di samping itu buah-buahan hutan belum ada yang ranum.
"Pulau ini besar sekali - tidak mungkin kita bisa menjelajahinya
dalam sehari ini," kata Jack. "Tapi kalian sudah melihat sebagian
besar daripadanya! Bukit ini dengan gua-guanya, mata air, hutan yang
lebat - dan di balik hutan itu ada padang rumput yang berbatasan
dengan tepi danau. Tempat ini benar-benar mengasyikkan!"
"He, Jack! Di manakah kita tinggal nanti, kalau sudah minggat
kemari?" tanya Peggy. Ia selalu ingin tahu pasti tentang segala-
galanya.
"Kita harus membangun pondok dari kayu," kata Jack. "Aku tahu
caranya! Itu sudah cukup sebagai tempat tinggal saat musim panas.
Sedang menjelang musim dingin nanti, kurasa kita tinggal di salah
satu gua."
Ketiga temannya berpandang-pandangan dengan gembira. Pondok
kayu yang mereka bangun sendiri - serta sebuah gua! Mereka merasa
beruntung karena berteman dengan Jack, yang memiliki perahu dan
sebuah pulau rahasia!
Setelah itu mereka kembali ke tempat perahu. Mereka sudah lapar,
tapi juga berbahagia. Sesampai di situ mereka langsung makan
sambil duduk-duduk di pasir. Menurut perasaan mereka, belum
pernah mereka makan senikmat saat itu. Seekor ayam-ayaman
datang menghampiri. Kelihatannya heran melihat banyak makhluk
aneh di pulau tempat kediamannya. Tapi ayam-ayaman itu tidak lari
lagi, melainkan mondar-mandir dekat anak-anak sambil mematuk-
matuk daun selada.
"Aku ingin bisa tinggal terus di pulau ini seumur hidupku, tanpa
pernah menjadi dewasa. Kalau itu bisa, alangkah senangnya!" kata
Nora.
"Yah - setidak-tidaknya kita bisa mencoba hidup di sini selama
beberapa waktu," kata Jack. "Nah - kapan kita pergi lagi kemari
untuk menetap?"
"Dan apa saja yang perlu kita bawa?" kata Mike.
"Gntuk sementara sebetulnya tidak begitu banyak yang kita
perlukan," kata Jack lagi. "Tempat berbaring bisa kita buat dari
rumput padang. Kurasa kita perlu berbekal barang-barang seperti
mangkok dan piring kaleng serta pisau. Aku akan membawa kapak
serta pisau perburuan yang sangat tajam. Itu kita perlukan untuk
membangun pondok kita nanti. O ya - dan korek api, untuk
menyalakan api unggun. Kita harus memasak makanan kita sendiri.
Aku juga akan membawa kailku."
Pembicaraan mereka semakin membakar semangat keempat anak itu.
Akhirnya tersusun daftar dari apa saja yang perlu dibawa. Barang-
barang itu akan mereka bawa sedikit demi sedikit dan
disembunyikan dalam lubang sebatang pohon di pinggir danau. Lalu
kalau saatnya sudah tiba untuk minggat, barang-barang itu akan
mereka bawa ke perahu, siap untuk membangun pondok di pulau itu.
"Kita perlu membawa wajan untuk menggoreng," kata Mora.
"Dan beberapa buah panci," kata Peggy, "serta sebuah cerek. Wah -
pasti asyik kita nanti di sini! Masa bodoh beberapa kali aku dipukul
dan diomeli sekarang - karena pikiranku akan selalu senang,
mengingat-ingat rencana kita yang mengasyikkan ini!"
"Sebaiknya kita tentukan saja kapan kita minggat," kata Jack.
"Bagaimana kalau seminggu lagi? Hari Minggu cocok sekali - karena
jika kita tidak pulang-pulang, orang baru akan mulai mencari saat
hari sudah gelap!"
"Ya! Setuju - seminggu lagi!" seru anak-anak. "Wah - Pasti senang
kita nanti!"
"Sekarang kita harus pulang," kata Jack, ia berjalan menuju perahu.
"Kalau mau, kau boleh mendayung sendiri, Mike - sedang aku
menimba air yang masuk ke perahu. Ayo masuk, Anak-anak!"
"Siap, Kapten!" seru Peggy dan Nora dengan gembira. Perahu
meluncur lagi di atas air yang mulai gelap dibayangi malam, menuju
ke tepi danau.

3. MINGGAT!

Sepanjang minggu berikutnya anak-anak sibuk melaksanakan rencana


mereka. Bibi Harriet dan Paman Henry sampai heran melihat
perubahan yang terjadi pada diri Mike serta kedua saudara
perempuannya. Mereka nampaknya seperti tidak sedih, apabila
diomeli. Bahkan Nora pun tidak mencucurkan air mata jika dipukul
bibinya. Bibi Harriet tidak tahu bahwa perasaan anak itu dipenuhi
kebahagiaan membayangkan pulau rahasia, sehingga air matanya
tidak keluar.
Jack juga membawa sebuah panci, di samping kapak dan pisau
perburuan yang tajam, ia juga menyediakan bekal beberapa pisau,
sendok dan garpu untuk makan, karena anak-anak yang lain tidak
berani mengambil dari rumah. Di situ hanya dikeluarkan jumlah yang
diperlukan untuk makan sehari-hari. Karenanya mereka merasa lega,
melihat Jack membawa alat-alat itu.
"Bisakah kalian mengusahakan beberapa kaleng kosong untuk
dijadikan tempat penyimpanan?" tanya Jack. "Aku akan berusaha
membawa bekal gula dan bahan-bahan lain seperti itu, karena itu
kita perlukan nanti. Aku beberapa hari yang lalu diberi uang oleh
Kakek, dan dengannya aku akan berbelanja di toko."
"Baik - nanti kubawakan beberapa kaleng kosong," kata Mike. "Paman
banyak menyimpannya dalam gudang. Akan kuambil beberapa kaleng
dari situ, lalu kucuci bersih-bersih. Kau bisa mengusahakan korek
api, Jack? Bibi hanya menaruh sekotak di luar. Sebentar saja itu
pasti sudah habis terpakai."
"Aku punya kaca pembesar," kata Jack, ia memperlihatkan benda itu
pada anak-anak. "Lihatlah! Jika sinar matahari kuarahkan lewat kaca
ini ke kertas itu - nah! - Kertas langsung terbakar, dan kita sudah
punya api!"
"Hebat!" seru Mike. "Kalau begitu kita memakainya saat matahari
sedang bersinar, supaya menghemat korek api!"
"Akan kubawa keranjang jahitanku - karena siapa tahu, mungkin
kapan-kapan ada yang perlu dijahit," kata Peggy.
"Dan aku punya kotak berisi paku dari berbagai ukuran, serta sebuah
palu tua," kata Mike. "Aku menemukannya dalam gudang."
"Bekal kita semakin lengkap!" kata Jack sambil nyengir puas. "Wah -
pasti asyik kita di sana nanti!"
"Aku ingin cepat-cepat sudah hari Minggu," kata Nora sambil
mendesah.
"Aku akan membawa beberapa alat permainan," kata Peggy, "supaya
kita bisa sekali-sekali main, kalau sedang iseng. Bagaimana dengan
buku-buku?"
"Itu gagasan yang bagus sekali!" seru Mike. "Ya - kita juga harus
berbekal buku-buku. Kapan-kapan kita pasti ingin duduk tenang
sambil membaca buku."
Dengan segera rongga dalam pohon tua di pinggir danau sudah penuh
dengan berbagai barang. Saban hari ada saja yang ditambahkan ke
situ. Hari ini ada yang membawa papan. Lalu hari lainnya kentang
sekarung, disusul selimut yang tua yang sudah lusuh. Benar-benar
menakjubkan - apa saja masuk ke dalam rongga pohon itu!
Akhirnya hari Minggu yang ditunggu-tunggu tiba. Pagi-pagi benar
Mike, Peggy, dan Nora sudah bangun, mendului paman dan bibi
mereka. Ketiga anak itu menyelinap masuk ke kebun untuk memetik
sayuran sebanyak yang berani mereka ambil. Mereka juga memungut
setengah lusin telur segar dari kotak-kotak tempat ayam-ayam
betina bertelur.
Nora berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah, lalu menuju ke
sepen. Apakah yang bisa diambilnya dari situ? Mestinya sesuatu
yang tidak akan langsung ketahuan oleh Bibi Harriet pagi itu juga.
Bagaimana kalau teh? Ya! Begitu pula sekaleng bubuk coklat, yang
disimpan di rak paling atas. Lalu sebungkus kismis dan sekaleng
beras. Sebatang roti yang besar, beberapa kue dari kaleng tempat
kue. Nora memasukkan semuanya ke dalam keranjang yang dijinjing,
lalu lari lagi ke luar.

Lama sebelum Bibi Harriet bangun, barang-barang itu sudah


diamankan dalam rongga pohon.
Peggy sebetulnya merasa tidak enak jika mereka mengambil apa-apa
dari sepen. Tapi Mike mengatakan bahwa mulai hari itu Paman dan
Bibi tidak perlu lagi memberi mereka makan. Jadi tidak ada salahnya
jika perbekalan mereka agak dikurangi sedikit.
"Lagi pula jika kita ini pekerja yang diupah untuk jerih payah kita
selama ini, kita pasti mampu membeli segala barang-barang itu.
Kurasa bahkan lebih banyak lagi," katanya sambil memasukkan
tambahan bekal itu ke dalam pohon.
Setelah itu mereka kembali untuk terakhir kalinya ke rumah Paman
dan Bibi. Mereka masih hendak sarapan dulu di situ. Peggy yang
memasakkan. Dalam hati ia berdoa, semoga Bibi Harriet tidak
segera melihat bahwa sendok masaknya yang panjang lenyap, ia juga
berharap bahwa Bibi nanti tidak memerlukan lilin, lalu pergi
mengambil dari dalam kotak yang ada di sepen. Soalnya, Peggy tahu
bahwa dalam kotak itu tidak ada lilin lagi. Semua sudah diambil oleh
Mike. Anak itu juga mengambil lentera Paman yang jarang dipakai.
Anak-anak sarapan tanpa bercakap-cakap. Bibi Harriet memandang
ke arah mereka.
"Kurasa kalian pasti menyangka boleh berpiknik hari ini!" kata Bibi.
"Tapi itu tidak bisa! Kalian harus membersihkan kebun sayuran,
Peggy dan Mora. Dan kau, Mike - kurasa Paman Henry pasti punya
tugas yang harus kaulakukan. Ada yang mengambil kue dari kaleng
penyimpanannya! Karena itu kalian semua hari ini harus tinggal di
rumah!"
Ketiga anak itu merasa lunglai. Aduh - kenapa justru hari ini?
Selesai sarapan, Peggy dan Nora disuruh Bibi mencuci piring. Ketika
keduanya sedang sibuk dengan tugas mereka, tahu-tahu kepala Mike
tersembul dari balik jendela.
"Psst!" desisnya. "Nanti begitu ada kesempatan, kalian berdua
cepat-cepat pergi ke danau. Tunggu aku di situ. Aku akan menyusul
dengan segera!"
Semangat Peggy dan Nora bangkit kembali. Ternyata mereka masih
jadi minggat! Keduanya melanjutkan tugas mencuci bekas-bekas
sarapan pagi. Beberapa saat kemudian mereka melihat Bibi Harriet
pergi ke tingkat atas.
"ia hendak menyiapkan pakaian hari Minggu Paman," bisik Nora.
"Cepat! Ini kesempatan yang baik. Kita menyelinap ke luar lewat
pintu belakang."
Peggy bergegas mengambil sabun dari lemari persediaan.
"Kita lupa berbekal sabun!" katanya. "Untung saja aku masih sempat
ingat!"
Nora memandang berkeliling, untuk melihat apa lagi yang masih perlu
dibawa, ia melihat sebongkah mentega untuk memasak di lemari itu.
ia mengambilnya.
"Ini kita perlukan untuk menggoreng!" katanya. "Yuk, Peggy - nanti
tidak ada waktu lagi."
Mereka lari ke luar lewat pintu belakang, menuju ke ladang. Dalam
waktu lima menit saja mereka sudah tiba di dekat pohon besar yang
berongga. Jack belum ada di situ. Peggy dan Nora tidak tahu, kapan
Mike akan bisa menyusul. Pasti takkan mudah baginya untuk
menyelinap pergi dengan diam-diam!
Tapi anak itu ternyata sudah mengatur rencana. ia menunggu sampai
terdengar suara Bibi Harriet marah-marah di dapur, ketika melihat
Peggy dan Nora tidak ada lagi di situ. Saat itu Mike masuk.
"Ada apa, Bibi?" tanyanya pura-pura heran melihat Bibi Harriet
marah-marah.
"Ke mana lagi anak-anak itu?" tukas Bibi.
"Kurasa cuma keluar sebentar - mungkin untuk mengambil pakaian
dari jemuran," kata Mike. "Bagaimana kalau kupanggil masuk?"
"Ya - coba cari mereka! Bilang bahwa mereka akan kupukul, karena
berani meninggalkan pekerjaan yang belum selesai," kata bibinya
dengan marah.
Mike bergegas keluar, sambil berteriak pada pamannya bahwa ia
pergi karena disuruh Bibi. Karenanya Paman Henry diam saja.
Dibiarkannya Mike pergi. Anak itu lari melintasi ladang, menuju ke
pinggir danau di mana kedua saudaranya sudah menunggu. Ketiga
anak itu berangkulan dengan gembira.
"Mana Jack?" kata Mike. "Katanya ia akan datang selekas mungkin."
"Itu dia!" kata Nora. Benarlah! Mereka melihat Jack berlari-lari
melintasi ladang menuju ke arah mereka, sambil melambai-lambai.
Anak itu memanggul sebuah tas yang nampak berat. Pada saat
terakhir tas itu diisinya penuh-penuh dengan beraneka macam
barang: tali, mantel yang sudah usang, dua jilid buku, beberapa
lembar surat kabar, serta macam-macam lagi. Wajahnya berseri-
seri.
"Kalian sudah datang! Bagus!" katanya.
"Ya, tapi tadi nyaris saja tidak bisa," kata Nora, lalu menceritakan
apa yang sebelumnya terjadi di rumah.
"Wah! Mudah-mudahan saja paman dan bibi kalian nanti tidak terlalu
cepat mulai mencari," kata Jack.
"Ah, kurasa tidak!" kata Mike. "Paling-paling mereka semakin geram,
dan merencanakan akan memukul kami sampai babak-belur saat kami
pulang nanti petang. Mereka pasti menyangka bahwa kami nekat,
pergi berpiknik seperti biasanya pada hari Minggu!"
"Nah! Sekarang banyak yang masih perlu kita kerjakan," kata Jack
bersungguh-sungguh. "Ini memang rencana yang mengasyikkan - tapi
juga berarti bekerja. Dan sebelum bersenang-senang, kita harus
bekerja dulu. Pertama-tama, segala perbekalan harus kita angkut
dari rongga pohon ini ke perahu. Mike! Coba kaukeluarkan barang-
barang yang termasuk enteng, lalu kauberikan pada Peggy dan Nora.
Kita membawa yang lebih berat. Kurasa kita harus tiga sampai empat
kali bolak-balik, sampai semua perbekalan ada dalam perahu."

Keempat anak itu mulai bekerja dengan bersemangat. Mereka


mengangkut sebanyak yang sanggup mereka pikul. Mereka terengah-
engah, karena hawa panas saat itu. Tapi mereka tidak peduli, karena
bukankah sebentar lagi mereka akan berangkat ke pulau rahasia
mereka?
Agak jauh juga mereka harus berjalan ke perahu. Dan mereka harus
empat kali bolak-balik, berjalan dengan hati-hati membawa
perbekalan. Tapi akhirnya tidak ada lagi yang tersisa dalam rongga
pohon. Mereka tidak perlu kembali lagi ke tempat itu.
"Uhh, untunglah!" desah Mike. "Setiap kali aku datang lagi ke situ,
aku sudah takut saja kalau-kalau menemukan Paman atau Bibi
bersembunyi di situ, siap untuk mengejutkan kita!"
"Aduh, jangan suka begitu, ah!" kata Nora sambil bergidik. "Kita
akan meninggalkan Paman dan Bibi untuk selama-lamanya!"
Anak-anak masuk ke dalam perahu, untuk mengatur letak barang
perbekalan di dalamnya. Untung perahu itu lumayan besarnya. Kalau
tidak, mana mungkin barang sebanyak itu bisa diangkut sekali jalan!
Anak-anak harus menimba air yang merendam dasar perahu dulu,
sebelum mereka bisa menaruh barang-barang di situ. Perahu itu
sangat bocor. Tapi itu tidak terlalu mengganggu, asal ada yang selalu
menimba air ke luar.
"Nah," kata Jack sambil memandang ke tepi untuk melihat apakah
masih ada yang ketinggalan, "bagaimana - sudah siap semua?"
"Ya, Kapten!" seru ketiga temannya. "Dorong perahu ke tengah!"
Perahu didorong ke air. Mike membantu Jack mendayung, karena
perahu bermuatan sarat itu berat. Perahu itu meluncur dengan
lancar ke tempat yang lebih dalam.
"Kita berangkat!" kata Nora. Kebahagiaannya saat itu menyebabkan
suaranya agak serak, seperti hendak menangis.
Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi. Perahu meluncur, didayung
Mike dan Jack. Sedang Peggy menimba air yang masuk ke dalam
perahu lewat retak-retak di lunas. Sambil menimba pikirannya
melayang, membayangkan bagaimana rasanya nanti, tidak
merebahkan diri di tempat tidur, ia membayangkan perasaan saat
bangun di bawah naungan langit biru cerah - tanpa ada yang
menyuruh-nyuruhnya tanpa henti. Peggy sangat berbahagia saat itu!
Jauh juga perjalanan menuju pulau. Matahari semakin menanjak di
langit Keempat petualang cilik itu semakin kepanasan. Akhirnya Nora
menuding ke arah depan.
"Itu pulau kita!" serunya bergairah. "Pulau rahasia!"
Jack dan Mike berhenti mendayung sejenak. Perahu terapung-apung
di air yang tenang, sementara keempat anak itu melayangkan
pandangan ke arah pulau sunyi yang tersembunyi letaknya di tengah
danau. Itu pulau mereka! Pulau mereka sendiri. Pulau tak bernama!
Pulau Rahasia!

Mike dan Jack mulai mendayung kembali, mengarahkan perahu ke


ceruk kecil yang tepinya dinaungi ranting-ranting pohon yang
terjurai sampai ke air. Begitu haluan menyentuh tepi, dengan segera
Jack meloncat dari perahu lalu menariknya ke atas pasir. Anak-anak
yang lain berlompatan turun pula, lalu memandang berkeliling.
"Kita benar-benar sudah sampai!" seru Nora memekik-mekik, sambil
berjingkrak-jingkrak dengan gembira. "Kita berhasil melarikan diri.
Kita akan tinggal di pulau kecil yang indah dan tersembunyi ini!"
"Ayo, Nora - bantu kami!" kata Jack. "Masih banyak yang perlu
dikerjakan sebelum gelap!"
Nora bergegas membantu. Muatan perahu harus dibongkar lagi. Dan
itu bukan pekerjaan enteng. Untuk sementara perbekalan ditaruh
saja di pantai, di bawah pepohonan. Akhirnya pekerjaan itu selesai
juga. Anak-anak merasa gerah. Belum lagi lapar dan haus!
"Aduh, aku haus sekali!" ujar Mike sambil mengerang.
"He, Peggy - kau masih ingat jalan menuju ke sumber air yang waktu
itu?" kata Jack dengan nada bertanya. "Masih? Kalau begitu tolong
ambilkan air dari sana dengan cerek ini, ya? Kita minum dan makan
dulu sedikit!"
Peggy lari mendaki bukit sampai ke puncak, lalu menuruni lereng
belakangnya, menuju ke mata air. Sesampainya di sana diisinya cerek
sampai penuh.

Setelah itu ia kembali ke tempat anak-anak yang lain, yang


sementara itu sudah menyiapkan mangkok-mangkok kaleng untuk
tempat minum. Mike sudah mengeluarkan sebatang roti, beberapa
potong wortel, keju seorang sepotong, serta kuenya.
Asyik sekali anak-anak itu makan! Mereka bercanda dan tertawa-
tawa. Selesai makan mereka merebahkan diri, menjemur badan di
bawah sinar matahari. Mereka memejamkan mata. Semua capek,
karena habis bekerja keras. Satu per satu anak-anak itu terlelap.
Jack yang paling dulu bangun, setelah beberapa lama tidur, ia
menegakkan tubuhnya.
"He - apa-apaan kita ini!" serunya. "Kita masih harus mencari tempat
tidur yang cocok untuk malam ini, lalu membuat pembaringan! Masih
banyak lagi yang perlu kita kerjakan. Ayo, semua bangun! Kita harus
bekerja!"
Anak-anak bekerja dengan giat, karena senang berada di tempat
yang begitu menyenangkan. Peggy dan Nora mencuci bekas tempat
makan mereka dengan air danau, lalu menjemur semuanya supaya
lekas kering. Sedang Mike dan Jack membawa perbekalan ke tempat
yang aman, lalu menutupi semuanya dengan mantel tua supaya tidak
basah kena hujan nanti. Besok mereka akan mulai membangun
pondok.
"Sekarang kita mencari tempat untuk tidur, lalu membuat
pembaringan di situ," kata Jack. "Wah- pasti asyik nanti, untuk
pertama kali tidur di Pulau Rahasia kita!"

4. MALAM PERTAMA DI PULAU

"Kalau menurutmu, di manakah sebaiknya kita tidur?" tanya Peggy


sambil memperhatikan lingkungan di sekitar ceruk kecil itu.
"Yah," kata Jack, "kurasa sebaiknya di bawah pepohonan yang lebat.
Jadi jika nanti malam hujan turun, kita takkan terlalu basah. Tapi
kurasa malam ini takkan hujan. Cuaca nampaknya tenang."
"Di sana ada dua batang pohon besar yang rindang," kata Mike, ia
menuding ke suatu tempat yang berbatasan dengan ceruk.
"Bagaimana jika kita mencari tempat di situ saja?"
"Setuju," kata Jack. "Kita harus mencari tempat yang di dekatnya
ada semak, supaya terlindung dari gangguan angin. Kita ke sana saja
sekarang."
Keempat anak itu mendatangi kedua pohon rindang itu, yang dahan-
dahannya menggelantung hampir menyentuh tanah. Di bawahnya
tumbuh rerumputan lembut. Enak rasanya berbaring di situ.
Seempuk berbaring di atas kasur! Sedang di sisi utara ada semak
berduri.
"Tempat ini rasanya sudah cocok," kata Jack. "Peggy dan Nora tidur
di sana! Di situ, yang ditumbuhi rumput tebal dan dikelilingi belukar.
Sedang aku dan Mike di sebelah luarnya, untuk menjaga. Tempat ini
aman dari gangguan hujan, karena dinaungi pohon rindang!"
"Ya, memang - tempat ini bagus sekali!" seru Nora bergembira.
Menurut perasaannya waktu itu, tak ada ruang tidur lain di dunia ini
yang lebih indah daripada tempat di tengah-tengah kehijauan
tetumbuhan itu. ia merebahkan diri di rumput.
"Wah, empuknya!" katanya. "Eh - ada sesuatu yang berbau wangi di
sini!"
"Kau mencium bau tanaman rempah liar," kata Jack. "Itu dia -
tumbuh di tengah rerumputan. Kau masih akan menciumnya sebelum
kau terlelap nanti, Nora!"
"Tapi rumput ini takkan terasa begitu empuk lagi, jika kita sudah
beberapa jam berbaring di atasnya," kata Mike. "Apakah tidak lebih
baik jika di atasnya kita hamparkan daun pakis?"
"Ya, memang," kata Jack. "Yuk, kita ke bukit. Di sana banyak pakis.
Kita ambil sebanyak mungkin, lalu kita jemur sampai kering. Semakin
empuk pembaringan, semakin nyenyak pula tidur kita nanti. Asyik,
berbaring di atas rumput empuk dan dinaungi langit penuh bintang!"
Anak-anak naik ke bukit. Masing-masing mengambil daun pakis
sepemeluk, lalu membawanya ke tempat yang terang untuk
menjemurnya sampai kering. Mereka juga mengambil tanaman
padang yang mereka tebarkan tebal-tebal di atas pembaringan di
bawah pohon. Empuk sekali kelihatannya! Tiupan angin tertahan
semak yang mengelilingi, sementara ranting-ranting pohon di atas
kepala melambai-lambai dan menimbulkan bunyi seperti bisikan
lembut.
"Nah - sekarang tempat tidur kita sudah siap," kata Jack. "Kini kita
mencari tempat penyimpanan untuk barang-barang. Tapi jangan
terlalu jauh dari air, karena kita memerlukannya untuk mandi dan
mencuci piring dan mangkok."
Sementara itu anak-anak sudah lapar lagi. Mereka menghabiskan
sisa kue tadi pagi, ditambah dengan roti yang diisi dengan ercis yang
mereka kupas sambil makan.
"Nanti malam kita makan lagi atau tidak?" tanya Mike.
"Kita minum coklat saja, dengan sepotong kue lagi," kata Jack.
"Bekal kita jangan sampai terlalu cepat habis! Besok aku akan
memancing ikan."
"Bagaimana jika kita mulai membangun pondok kita besok?" tanya
Mike, ia ingin melihat maksud Jack, ketika ia mengatakan bisa
membuat rumah.
"Ya, besok kita mulai membangunnya," kata Jack. "Sekarang Peggy
dan Nora mencuci bekas tempat makan kita lagi, sementara aku dan
Mike mencari tempat yang baik untuk menyimpan perbekalan."
Sementara kedua anak perempuan itu pergi ke air untuk mencuci
piring dan mangkuk, Jack dan Mike berjalan ke arah darat. Di
sebelah atas pantai mereka menemukan tempat yang diinginkan!
Di tempat itu ada busut pasir yang di sebelah atasnya ditumbuhi
beberapa pohon yang sudah tua. Ranting-ranting pepohonan itu
merunduk, sedang akar-akar nampak bertonjolan, karena-tanah pasir
di situ dihanyutkan air hujan. Di bawah akar-akar itu terdapat
semacam gua dangkal.
"Nah - itu dia tempat yang kita cari!" seru Jack bergembira. "Nora!
Peggy! Coba kemari sebentar - lihat tempat yang kami temukan ini!"
Peggy dan Nora datang berlari-lari.
"Wah," seru Peggy dengan gembira, "akar-akar besar yang melintang
itu bisa kita jadikan rak, untuk tempat piring, mangkuk, dan kaleng-
kaleng makanan! Tempat ini mirip sepen kecil!"
"Nah, kalau begitu kalian ambil perbekalan kita dari pantai dan
kalian atur rapi-rapi di sini," kata Jack pada Nora dan Peggy. "Aku
dan Mike sekarang ke sumber air di balik bukit untuk mengisi cerek
ini. Sekaligus kami akan melihat apakah tidak ada mata air yang lebih
dekat. Jauh juga kan, kalau harus ke balik bukit setiap kali kita
perlu air!"
"Bolehkah kami ikut?" tanya Peggy.
"Jangan! Kalian harus mengatur barang-barang kita di sini," kata
Jack. "Itu harus dilakukan selekas mungkin, karena siapa tahu
mungkin nanti hujan. Jangan sampai perbekalan kita rusak kena air."
Jack dan Mike pergi mendaki bukit yang terdapat di belakang ceruk,
sementara Peggy dan Nora sibuk mengatur barang-barang dalam
rongga di bawah akar pepohonan. Kemudian kedua anak laki-laki itu
memencar, mencari mata air. Ternyata Mike yang berhasil! Sumber
itu sangat kecil. Air yang jernih mengucur ke luar dari bawah batu
dan mengalir seperti air terjun kecil ke bawah, menyusup di sela
semak dan rerumputan. Alirannya dapat dikenali dari rerumputan
tinggi yang tumbuh di kiri-kanannya.
"Kurasa alirannya masuk ke danau," kata Mike. "Walau sumber ini
sangat kecil, tapi airnya yang keluar bisa kita pakai untuk mengisi
cerek. Tempat ini kan tidak sejauh sumber yang di balik bukit.
Sumber itu baru akan berguna bila kita nanti terpaksa tinggal dalam
gua selama musim dingin, karena letaknya berdekatan."
Cerek diisi sampai penuh. Sangat menyenangkan rasanya berdiri di
lereng bukit, menikmati kehangatan sinar matahari musim panas.
Lebah dan kupu-kupu beterbangan di sekeliling mereka. Burung-
burung berkicau. Dari arah air terdengar suara ayam-ayaman
memanggil bersahut-sahutan.
"Yuk, kita ke atas bukit," kata Jack. "Aku ingin tahu, apakah dari
sana kita bisa melihat orang yang datang ke pulau!"
Kedua anak laki-laki itu mendaki bukit sampai ke puncaknya, lalu
memandang berkeliling. Tapi mereka tidak melihat orang datang. Air
danau sangat tenang. Biru jernih warnanya. Anak-anak merasa
seolah-olah mereka hanya sendiri saja di bumi.
Setelah itu mereka turun lagi ke ceruk, sambil membawa cerek yang
sudah diisi air. Nora dan Peggy menunjukkan dengan bangga, betapa
rapi mereka mengatur perbekalan. Akar-akar besar yang melintang
dijadikan rak. Sedang dasar rongga dangkal itu dijadikan tempat
menaruh berbagai peralatan seperti kapak, pisau perburuan, palu
serta paku-paku, dan macam-macam lagi.
"Untungnya tempat ini selalu kering," kata Peggy. "Jadi cocok
dijadikan sepen - apalagi letaknya begitu dekat dengan pantai. He,
Jack-di manakah kita akan membangun pondok nanti?"
Jack mengajak teman-temannya ke ujung barat ceruk itu, di mana
ada pepohonan yang membentuk hutan kecil, ia menerobos hutan itu,
lalu menunjukkan tempat lapangan yang terdapat di tengah
pepohonan.
"Inilah tempat yang cocok," katanya. "Takkan ada yang menyangka
bahwa di sini ada pondok - jika kita sudah membangunnya! Hutan ini
begitu lebat ditumbuhi pepohonan, sehingga kurasa cuma kita
berempat saja yang tahu bahwa orang bisa memasukinya!"
Mereka asyik berunding tentang pondok mereka, sampai akhirnya
semua merasa capek. Setelah itu mereka kembali ke pantai. Jack
mengusulkan minum coklat panas dan makan sepotong kue lagi, dan
setelah itu tidur!
ia menyalakan api unggun, dibantu Mike. Di sekitar situ banyak
terdapat ranting-ranting kering berserakan, begitu pula kayu
berukuran lebih besar. Nyala api bergerak-gerak, seperti menari-
nari. Senang rasanya memperhatikan! Jack tidak bisa memakai kaca
pembesarnya untuk menyalakan kertas atau ranting kering, karena
sinar matahari sudah tidak panas lagi. Saat itu sudah senja.
Matahari sudah rendah letaknya di langit sebelah barat Karenanya
Jack menyalakan api unggun dengan menggunakan korek api. Setelah
itu ia menjerang air di atasnya.
"Mulai besok lebih baik cerek kita gantungkan di ranting-ranting
yang kita tegakkan membentuk segi tiga di atas api," katanya.
"Dengan begitu air lebih cepat mendidih."
Tapi tidak ada yang peduli, betapa lama air baru mendidih saat itu.
Anak-anak berbaring menengadah di pasir. Mereka menatap langit
malam sambil mendengar bunyi kayu berdetakan dimakan api.
Tercium bau asap kayu terbakar, berbaur dengan kewangian
tetumbuhan liar. Akhirnya uap air mulai mengepul keluar dari corong
cerek. Terdengar bunyi gelegak air mendidih.
Nora membuat minuman coklat yang kemudian dituangkan ke dalam
empat buah mangkuk.
"Kita tidak punya susu," katanya. "Tapi kalau gula, ada!"
Mereka meneguk minuman panas itu sambil mengunyah kue. Walau
tanpa susu, rasanya mereka belum pernah meminum coklat seenak
saat itu.
"Aku senang melihat nyala api," kata Nora. "Aduh, Jack - kenapa
kaupadamkan lagi?"
"Soalnya, ada kemungkinan kita dicari orang malam ini," kata Jack,
"dan asap yang mengepul di pulau ini akan menyebabkan tempat
persembunyian kita ketahuan! Ayo, sekarang tidur semua! Besok kita
akan bekerja keras!"
Peggy pergi ke air untuk mencuci mangkuk bekas minum coklat.
Setelah itu anak-anak masuk ke ruang tidur mereka yang hijau
beralaskan rumput dan pakis. Matahari sudah terbenam. Pulau itu
diselubungi keremangan malam.
"Malam pertama di sini!" kata Mike, ia berdiri sambil memandang ke
arah danau yang tenang., "Hanya kita berempat saja yang ada di sini,
bahkan tanpa ada atap yang menaungi-tapi walau begitu aku sangat
bahagia!"
"Aku juga!" seru anak-anak yang lain. Peggy dan Nora masuk ke
pembaringan mereka yang terlindung di balik kepungan semak.
Mereka merebahkan diri di situ, tanpa berganti pakaian. Untuk apa?
Bukankah mereka tidur di luar? Mike melemparkan selimut yang
sudah lusuh pada mereka.
"Selimuti tubuh kalian dengannya," katanya. "Malam ini kalian
mungkin agak kedinginan, karena baru pertama kali tidur di luar.
Tapi kalian nanti tidak merasa takut, 'kan?"
"Tidak," kata Peggy. "Kan ada kalian berdua di dekat kami! Lagi pula,
apa yang perlu ditakuti di sini?"
Mereka berbaring di atas rerumputan empuk, lalu menyelimuti tubuh
dengan selimut. Hamparan daun pakis terasa lebih empuk
dibandingkan dengan tempat tidur keras mereka di rumah. Peggy
dan Nora tidur berangkulan. Mereka memejamkan mata, dan sesaat
kemudian sudah terlelap
Tapi Mike dan Jack tidak secepat itu tidur. Mereka berbaring di
atas hamparan rumput dan pakis, sambil mendengarkan bunyi-
bunyian malam. Terdengar suara seekor landak yang lewat. Di atas
kepala nampak samar kelebatan sayap kelelawar mencari mangsa.
Bau wangi tetumbuhan liar menghambur ke mana-mana. Seekor
burung berkicau memperdengarkan suaranya yang merdu sambil
bertengger di tengah rerumputan tinggi dekat air. Kicauannya
dibalas burung sejenis. Jack tahu burung apa itu. Sejenis burung
malam, katanya.
"Dan itu," sambungnya, "kau dengar suara memanggil-manggil itu?
Itu suara burung hantu."
Keduanya mendengarkan burung hantu itu berseru-seru selama
beberapa saat.
"ia mencari mangsa," kata Jack menjelaskan.
"Apa mangsanya?"
"Tikus," jawab Jack. "He, Mike! Coba kauper-hatikan bintang-
bintang yang kemerlip di langit."
"Begitu jauh kelihatannya," kata Mike sambil menatap langit malam
yang kelam, penuh ditaburi bintang yang berkelap-kelip. "Kau baik
hati, Jack - mau mengajak kami ke pulau rahasiamu ini."
"Bukan karena baik hati, tapi karena memang itu keinginanku dari
semula," kata Jack. "Sekarang mudah-mudahan saja kita tidak
ketahuan lalu dipaksa pulang. Tapi akan kujamin bahwa tidak ada
yang bisa menemukan kita! Aku sudah menyusun rencana untuk itu."
Tapi kata-katanya sudah tak terdengar lagi oleh Mike. Matanya
terpejam, ia tidak lagi melihat bintang-bintang di langit. Bunyi
burung hantu tak didengarnya lagi. ia sudah tidur pulas, mimpi
membangun rumah yang indah bersama Jack.
Akhirnya Jack tertidur pula. Kelinci-kelinci bermunculan dari liang-
liang mereka di bawah semak. Mereka seakan-akan heran melihat
keempat anak yang sedang pulas di atas rumput Makhluk apakah
mereka itu?
Anak-anak tidur tanpa bergerak-gerak. Kelinci-kelinci akhirnya
berani berkeliaran di dekat mereka sambil bermain-main. Pada suatu
saat seekor di antaranya secara tak sengaja lari melintas di atas.
tubuh Mike. Tapi anak itu tidak menyadarinya. Tidurnya sangat
nyenyak!

5. MEMBANGUN PONDOK

Keesokan paginya Jack yang paling dulu bangun. ia dikejutkan suara


seekor burung yang berkicau sambil bertengger di atas pohon di
dekat situ.
"He, Mike! Bangun! Matahari sudah tinggi," kata Jack sambil
membangunkan temannya yang berbaring di sisinya.
Begitu bangun, Mike langsung duduk. Mulanya ia tidak tahu di mana
ia berada. Tapi kemudian nampak senyumannya melebar. Ya-tentu
saja - mereka berada di Pulau Rahasia! Asyik!
"Peggy! Nora!" serunya memanggil. "Ayo bangun!"
Kedua anak perempuan itu terbangun, lalu cepat-cepat duduk. Di
manakah mereka? Kenapa sekeliling mereka hijau? Ah - betul juga,
mereka tidur di tengah alam terbuka, di Pulau Rahasia!
Dengan segera keempat anak itu sudah berada kembali di pantai
ceruk. Jack mengajak teman-temannya mandi di danau. Sangat
menyenangkan mandi di situ, walau airnya mula-mula terasa dingin.
Anak-anak tidak membawa handuk. Karenanya mereka mengeringkan
tubuh dengan sehelai kain karung yang sudah usang. Sehabis mandi,
perut terasa kosong. Tapi Jack tidak diam saja selama itu.
Sebelumnya ia telah memasang pancing di danau. Ketika semua
sedang asyik mandi-mandi, ia melihat pelampung kailnya bergerak-
gerak, timbul-tenggelam. Jack langsung memeriksa, dan tidak lama
kemudian dengan bangga ia meletakkan empat ekor ikan yang
lumayan besarnya di atas pasir. Dengan segera ia membuat api untuk
memasak ikan.
Mike pergi membawa cerek untuk mengambil air. Peggy
mengeluarkan beberapa butir kentang yang besar dari karung. Umbi
itu dimasukkannya ke dalam abu panas tanpa dikupas. Jack
mengambil penggorengan dari tempat penyimpanan. Ditaruhnya
sedikit mentega untuk memasak dalam penggorengan itu. ia hendak
menggoreng ikan, yang sebelumnya sudah dibersihkan.
"Entah bagaimana keadaan kami jika kau tidak ada," kata Mike
dengan kagum, sambil memperhatikan Jack yang sibuk bekerja.
"Wah - pasti nikmat sarapanku nanti!"
Semua menikmati hidangan sarapan pagi itu, walau teh yang diminum
tidak begitu enak, karena tidak ada susu.
"Sayang kita tidak bisa mengambil susu," kata Jack dengan nada
agak menyesal. "Sekarang cuci dulu piring dan mangkuk, Nora. Kau
juga, Peggy. Bereskan semuanya - dan setelah itu kita mulai
membangun pondok!"
Setelah piring dan mangkuk selesai dicuci dan semua dibereskan,
Jack mengajak mereka menerobos hutan yang lebat. Tidak lama
kemudian mereka sampai di tempat lapang di tengah hutan itu.
"Nah - begini rencanaku membangun pondok kita," kata Jack. "Kalian
lihat batang-batang pohon yang masih kecil di sana itu? Itu satu -
lalu itu - dan yang dua itu - serta kedua batang yang di sana. Jika
pohon-pohon kecil itu kita bengkokkan ke arah tengah, pucuk-
pucuknya akan saling bertemu. Ranting-rantingnya kita jalinkan, kita
jadikan kerangka atap. Dengan kapakku nanti kupotong beberapa
batang pohon kecil lagi. Batang dan dahan yang agak besar kita
pergunakan untuk membuat dinding. Kita tancapkan ke tanah di
antara keenam pohon yang kita jadikan kerangka atap. Celah-celah
kita sisipi dengan ranting-ranting yang kita jalinkan melintang.
Setelah itu lubang-lubang yang masih ada kita sumpal dengan rumput
dan pakis. Nah - selesailah pondok kita yang indah, lengkap dengan
atap, serta tahan angin dan hujan. Bagaimana pendapat kalian?"
Teman-temannya mendengarkan rencananya itu dengan
bersemangat. Asyik! Begitu mudahkah caranya membangun pondok?
"Benar-benar bisakah kita membuatnya, Jack?" kata Mike.
"Kedengarannya sih bisa - dan pohon-pohon kecil itu cukup jauh
jaraknya untuk dijadikan kerangka pondok yang lapang. Sedang
kurasa pucuk-pucuknya memang akan saling bertemu kalau kita
bengkokkan ke tengah."
"Yuk - kita mulai saja sekarang!" seru Nora sambil berjingkrak-
jingkrak ia sudah tidak sabar lagi.
"Aku akan memanjat pohon yang pertama," kata Jack. "Karena berat
badanku, pucuknya pasti akan melengkung jika panjatanku sudah
cukup tinggi. Kalian harus menangkap pucuk pohon itu dan
memegangnya kuat-kuat, sementara aku turun. Setelah itu kupanjat
pohon berikutnya, untuk melengkungkan pucuknya ke tengah. Kedua
pucuk kita ikat. Setelah itu kupanjat lagi pohon berikutnya, dan
begitu seterusnya. Jika keenam pucuk pohon sudah kita ikat,
kemudian kita potong beberapa dahan yang panjang untuk dijadikan
penjalin atap pondok kita. Nantilah kutunjukkan caranya."
Jack memanjat sebatang pohon muda yang berbatang langsing tapi
panjang-panjang dahannya. Pohon itu ternyata bisa dilengkungkan
dengan mudah. Mike beserta kedua saudaranya dengan segera
memegang pucuk pohon itu, sementara Jack turun lalu memanjat
pohon berikut. Batangnya langsung melengkung. Pucuknya menyentuh
pucuk pohon pertama yang masih dipegang oleh ketiga anak yang ada
di tanah.
"Ikatkan kedua pucuknya, Mike!" seru Jack "Peggy! Ambil tali yang
kubawa kemarin!"
Peggy bergegas mengambilkan tali itu, lalu menyerahkannya pada
Mike. Anak itu mengikat pucuk kedua pohon yang saling bersentuhan
dengannya.
"Sudah mulai kelihatan seperti atap!" seru Nora bersemangat. "Aku
ingin duduk di bawahnya, ah!"
Anak itu duduk di bawah pucuk kedua pohon yang menaungi. Tapi
Jack langsung berseru memanggilnya,
"Ayo berdiri, Nora! Kau harus ikut membantu! Aku sudah memanjat
pohon yang ketiga sekarang - nah, pegang pucuknya! Cepat!"
Nora dan Peggy menyambar pucuk pohon yang terayun ke bawah, lalu
memegangnya kuat-kuat. Pucuk itu menindih pucuk kedua pohon yang
sudah diikatkan. Dengan segera Mike mengikat pucuk itu ke ujung-
ujung pohon yang sudah saling bertaut.
Sepanjang pagi anak-anak itu sibuk. Saat makan siang, keenam pucuk
pohon sudah saling diikatkan. Jack menunjukkan cara menganyam
ranting-ranting supaya membentuk atap yang rapat.
"Jika pohon-pohon ini kita pergunakan dengan cara begitu,
dedaunannya masih akan tumbuh terus sehingga membentuk atap
yang sangat rapat," katanya menjelaskan. "Nah! Walau pondok kita
belum berdinding, tapi kita sudah bisa berteduh di bawahnya saat
hujan!"
"Aku ingin makan," kata Nora. "Aku sudah lapar sekali - diberi makan
keong pun kurasa aku mau!"
"Coba ambilkan empat butir telur," kata Jack. "Kita memakannya
dengan kentang. Telur bisa kita rebus dalam panci, sedang kentang
kita masih cukup banyak. Kalau telur sudah matang, kita merebus
kentang yang kemudian kita lembutkan. Sekali-sekali enak juga
makanan begitu. Di samping itu kita bisa mengunyah-ngunyah wortel,
ditambah dengan buah ceri."
"Makanan kita aneh," kata Peggy sambil pergi mengambil telur dan
panci, "tapi aku menyukai-nya! Ayo, Nora - bantu aku! Kupaskan
kentang sambil menunggu telur rebus kita matang. Dan kau, Mike -
ambilkan air, ya! Nanti kurang."
Tidak lama kemudian telur sudah direbus dalam panci. Peggy dan
Nora mengupas kentang, sementara Jack mencuci wortel, ia juga
mengam-bil air untuk minum, karena semua merasa haus.
"Kurasa lebih baik kau memancing ikan lagi untuk makan kita nanti
malam, Jack," kata Peggy. "Mudah-mudahan agak lama juga kita
masih memiliki persediaan. Kelihatannya makan kita selalu banyak,
sih."
"Soal itu memang sudah kupikirkan," kata Jack sambil
memperhatikan air perebus kentang yang mulai mendidih. "Kurasa
sekali-sekali aku harus pergi dengan perahu ke darat, guna
mengambil perbekalan lagi. Aku bisa memperolehnya dari ladang
Kakek. Di situ banyak kentang, sedang telur bisa kuambil dari
kandang ayam. Beberapa ekor di antaranya milikku. Aku juga punya
sapi betina, pemberian Kakek ketika sapi itu masih kecil."
"Coba kita punya ayam dan sapi betina di sini!" kata Peggy. "Kalau itu
ada, kita takkan kekurangan susu dan telur!"
"Tapi bagaimana cara mengangkut binatang-binatang itu kemari?"
kata Mike sambil tertawa. "Aku setuju dengan gagasan Jack, yang
hendak sekali-sekali mengambil perbekalan ke darat, ia bisa pergi
malam-malam, ia kan tahu jalan. Lalu sudah kembali sebelum pagi."
"Tapi itu berbahaya," kata Peggy kurang setuju. "Bagaimana kalau ia
ketahuan lalu tidak diizinkan kembali kemari? Bagaimana kita nanti
kalau Jack tidak ada?"
Anak-anak makan dengan lahap. Menurut mereka, belum pernah
mereka makan kentang dengan telur senikmat saat itu. Matahari
bersinar terik. Cuaca hari itu sangat cerah. Sehabis makan Nora
berbaring, lalu memejamkan mata. ia mengantuk.
Tapi Jack membangunkannya lagi.
"Jangan tidur, Nora," katanya. "Kita masih harus meneruskan
pekerjaan kita membangun pondok. Kau dan Peggy mencuci alat-alat
makan kita lagi seperti biasa, sementara aku dan Mike mendului
bekerja membangun pondok. Siang ini kita mulai membuat
dindingnya."
"Malas ah! Aku mengantuk," kata Nora. Anak itu memang agak
pemalas. Rasanya lebih enak jika bisa tidur-tiduran sebentar,
sementara anak-anak yang lain meneruskan pekerjaan. Tapi Jack
tidak suka melihat anak yang semangatnya mengendur. ia
menyentakkan Nora sehingga terbangun, lalu mendorong anak itu.
"Ayo bekerja, Pemalas!" katanya. "Aku pemim-pin di sini! Lakukan apa
yang harus kaukerjakan!"
"Siapa bilang kau pemimpin? Aku tidak tahu," kata Nora dengan
sikap agak merajuk.
"Tapi sekarang kau tahu," kata Jack, ia menoleh ke arah Peggy dan
Mike. "Bagaimana pendapat kalian?"
"Ya, kau pemimpin kita, Jack," kata kedua anak itu serempak. "Siap,
Pak Pemimpin!"
Setelah itu anak-anak mulai bekerja. Nora dan Peggy pergi ke tepi
danau untuk mencuci alat-alat makan serta membereskannya dengan
rapi. Mereka memasukkan beberapa potong kayu lagi ke dalam api
supaya tetap menyala. Menurut Jack, apa gunanya setiap kali
menyalakan api lagi? Kan lebih gampang jika diusahakan agar api yang
sudah ada tetap menyala. Setelah itu Peggy dan Nora menyusul
kedua anak laki-laki yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hutan.
Jack sudah menebang beberapa batang pohon ramping yang masih
muda, serta memotong dahan-dahannya yang panjang.
"Yang ini kita tancapkan ke tanah, untuk dijadikan tonggak-tonggak
dinding," katanya. "Mana sekopnya, Mike? Kau tidak lupa membawa-
nya, 'kan?"
"Tidak - ini dia," kata Mike. "Apakah aku harus menggali lubang
untuk tempat menancapkan tonggak-tonggak itu?"
"Ya," kata Jack. "Gali yang agak dalam."
Mike sibuk menggali lubang di bawah terik sinar matahari, untuk
tempat Jack menancapkan tonggak-tonggak. Peggy dan Nora
membersihkan ranting-ranting dan dedaunan dari pohon-pohon yang
sudah ditebang.
Semua bekerja keras sampai saat matahari mulai terbenam. Pondok
yang dibangun belum selesai. Untuk itu diperlukan waktu beberapa
hari. Tapi setidak-tidaknya atap yang rapi sudah ada, begitu pula
sebagian dari dinding. Anak-anak sudah dapat membayangkan wujud
pondok mereka jika selesai nanti. Pondok mereka itu sudah jelas
akan lumayan besarnya, serta sangat kokoh. Mereka merasa bangga.
"Cukup sebegini saja kerja kita hari ini," kata Jack. "Kita semua
sudah capek. Coba kuperiksa sebentar, barangkali ada ikan yang
kena pancingku."
Tapi sekali itu pancing tidak mengena. Anak-anak tidak bisa makan
ikan malam itu.
"Kita masih punya roti sedikit, serta kismis sekotak," kata Peggy.
"Begitu pula beberapa lembar daun selada serta mentega untuk
masak. Bagaimana jika itu saja yang kita makan?"
"Soal makanan kelihatannya akan merepotkan kita," kata Jack sambil
termenung. "Kalau air, cukup banyak! Sebentar lagi kita akan sudah
punya rumah. Tapi kita perlu mengusahakan makanan! Kalau tidak,
bisa kelaparan kita nanti. Kurasa sebaiknya aku menangkap kelinci
saja."
"Aduh - jangan, Jack!" kata Nora. "Aku suka pada kelinci, karena
lucu sekali kelihatannya."
"Aku juga suka pada kelinci, Nora," kata Jack. "Tapi jika mereka
tidak ditangkap untuk dimakan, jumlah mereka nanti akan menjadi
terlalu banyak sehingga merepotkan petani. Kau sering makan pastei
daging kelinci, 'kan? Pasti kau menyukai, hidangan itu!"
"Memang," kata Nora. "Yah - kalau begitu apa boleh buat, asal kau
yakin bisa menangkap tanpa menyebabkan binatang itu cedera atau
kesakitan."
"Serahkan saja urusan itu padaku," kata Jack. "Aku pun tidak suka
menyakiti binatang! Tapi aku tahu cara menguliti kelinci. Itu
pekerjaan laki-laki, jadi biar aku serta Mike saja yang melakukannya.
Asal kalian berdua nanti bisa memasaknya - beres! O ya, ngomong-
ngomong, waktu itu Peggy kan mengatakan bahwa alangkah baiknya
jika di sini ada sapi dan beberapa ekor ayam betina. Aku sudah
berpikir-pikir mengenainya. Kurasa kita bisa membawa mereka
kemari. Setelah itu kita bisa enak!"
Mike, Peggy, dan Nora memandang Jack sambil melongo. Ada-ada
saja anak itu! Bagaimana mereka bisa mendapat sapi perah dan ayam
betina?
"Sudahlah, siapkan dulu makan malam kita," kata Jack pada Peggy
dan Nora, ia tersenyum memandang wajah mereka yang terheran-
heran. "Aku sudah lapar! Besok kita lanjutkan pemikiran kita.
Sekarang kita makan dulu. Setelah itu membaca-baca sebentar, lalu
tidur. Besok kita teruskan membangun pondok."
Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah asyik mengunyah-
ngunyah roti dengan mentega serta daun selada. Kismis tidak jadi
disertakan, karena hendak disimpan untuk lain kali. Setelah makan
mereka membaca buku sebentar, selama langit masih terang.
Kemudian mereka mandi di danau, lalu merebahkan diri di
pembaringan mereka yang terbuat dari dedaunan.
"Selamat tidur," kata Mike. Tapi tidak ada yang menjawab. Anak-
anak yang lain sudah pulas.

6. PONDOK SELESAI

Keesokan paginya anak-anak sudah siap lagi untuk meneruskan


pekerjaan membangun pondok mereka di tengah hutan. Mereka
sudah sarapan roti dengan ikan. Untung saja Jack berhasil
memancing beberapa ekor pagi ini, karena perbekalan yang dibawa
sudah sangat menyusut. Kentang masih banyak. Tapi kecuali itu tidak
banyak lagi yang tersisa. Jack sudah bertekad dalam hati untuk
menyeberang ke darat dengan perahu malam itu, untuk
mengusahakan perbekalan tambahan. Sudah jelas bahwa soal
makanan yang akan paling merepotkan.
Sepanjang pagi keempat anak itu sibuk bekerja membangun pondok
mereka. Jack menebang pohon yang masih muda secukupnya, untuk
dijadikan tonggak-tonggak dinding. Mike menggali lubang-lubang
untuk dijadikan tempat menancapkan tonggak-tonggak itu. Setelah
itu mereka berdua menancapkan tonggak-tonggak sedalam mungkin.
Peggy dan Nora bertepuk tangan dengan gembira, melihat betapa
rapi dinding yang dibuat oleh Jack dan Mike.
Tonggak-tonggak ditancapkan dengan jarak yang agak jarang.
Setelah itu Jack menunjukkan pada Peggy dan Mora, bagaimana
caranya menjalinkan ranting-ranting yang lentur secara melintang
pada tonggak-tonggak untuk mengisi bagian-bagian yang renggang.
Setelah diketahui caranya, pekerjaan itu ternyata tidak begitu sulit.
Tapi anak-anak kepanasan karena sibuk bekerja.
Pagi itu Mike sampai belasan kali mondar-mandir mengambil air
untuk minum. Anak-anak meneguk air yang sejuk itu dengan nikmat.
Sinar matahari pagi itu sangat panas. Tapi mereka bisa berteduh di
dalam hutan lebat.
"Bangunan kita sudah mulai kelihatan mirip pondok sekarang," kata
Jack dengan perasaan senang. "Lihatlah - nanti pintu akan kita
pasang pada lubang di sebelah depan sini. Daun pintu kita buat dari
dahan-dahan panjang yang dijalini ranting. Kita juga akan membuat
semacam engsel, sehingga daun pintu bisa bergerak membuka dan
menutup. Tapi untuk sementara kita belum memerlukan pintu."
Hari itu juga seluruh tonggak dinding sudah selesai ditancapkan.
Peggy dan Nora juga sudah cukup banyak menjalinkan ranting-
ranting pengisi bagian-bagian yang renggang, sehingga dinding
pondok nampak kokoh dan rapat.
"Zaman dulu, celah-celah yang masih ada diisi dengan tanah liat yang
dibiarkan mengering," kata Jack. "Tapi kurasa tidak ada tanah liat di
pulau ini. Jadi celah-celah harus kita sumpal dengan rumput kering.
Itu pun sudah mencukupi. Sedang tonggak-tonggak yang kita
tancapkan ke tanah nanti akan tumbuh dan berdaun lagi, sehingga
dinding pondok kita akan menjadi semakin rapat."
"Bagaimana maksudmu-tonggak-tonggak itu akan tumbuh lagi?" tanya
Mike kurang mengerti. "Tongkat kan tidak mungkin bisa tumbuh?"
Jack tertawa nyengir.
"Tapi kalau tongkat dari kayu jenis ini, bisa!" katanya. "Potong saja
salah satu dahan, lalu singkirkan semua daun dan tunas. Setelah itu
tancapkan ke tanah. Lihat saja, nanti dahan itu akan berakar serta
bertunas, dan lambat-laun tumbuh menjadi pohon. Tumbuhan jenis
ini sangat ulet, seolah-olah tidak bisa mati!"
"Wah! Kalau begitu pondok kita akan tumbuh terus, sepanjang
tahun," seru Nora. "Lucu!"
"Kalau bagiku, itu bagus!" kata Peggy. "Pasti menyenangkan sekali,
tinggal dalam pondok yang tumbuh di atas kepala. Berakar, bertunas,
dan berdaun! Nama apa yang enaknya kita berikan pada pondok kita,
Jack?"
"Pepohonan yang kita jadikan kerangka, namanya willow," kata Jack.
"Jadi kurasa nama yang cocok ialah Pondok Willow."
"Ya, itu nama yang bagus," kata Peggy. "Aku suka nama itu. Aku suka
pada semuanya di sini. Aku senang berada di sini - cuma kita
berempat saja, di Pulau Rahasia. Asyik, bertualang seperti ini!"
"Cuma sayangnya, bekal makanan kita kurang," kata Mike. Anak itu
seakan-akan tidak pernah tidak merasa lapar. "Itu satu-satunya
yang tak kusukai dalam petualangan ini."
"Betul," kata Jack. "Soal itu harus kita bereskan. Tapi jangan
khawatir - kita pasti bisa mengatasinya."
Malam itu tinggal kentang saja yang masih tersisa untuk dimakan.
Jack mengatakan bahwa segera setelah hari gelap ia akan pergi
dengan perahunya, untuk melihat apa yang bisa diambil di pertanian
kakeknya.
ia memasang lilin dalam lentera. Tapi lilin itu tidak dinyalakannya,
karena nanti dilihat orang nyalanya.
"Kalian menunggu aku kembali, ya," kata Jack pada ketiga kawannya.
"Dan biarkan api unggun menyala terus. Tapi jaga jangan sampai
terlalu besar - karena nanti dilihat orang."
Mike serta kedua saudaranya menunggu dengan sabar. Rasanya lama
sekali Jack pergi. Nora merebahkan diri di atas selimut usang.
Tahu-tahu ia sudah terlelap. Tapi Peggy dan Mike masih menunggu
terus. Mereka melihat bulan muncul di langit dan menerangi
lingkungan dengan sinarnya. Pulau- rahasia itu kembali terselubung
suasana misterius. Bayang-bayang gelap terhampar di bawah
pepohonan. Air yang berkecipak menyentuh pasir pantai, berwarna
hitam - segelap malam. Tapi agak jauh di tengah, warnanya keperak-
perakan, karena memantulkan sinar bulan. Hawa malam itu panas.
Anak-anak merasa gerah. Padahal mereka tidak memakai
penyelubung tubuh.
Rasanya waktu yang berlalu sudah berjam-jam, ketika akhirnya
terdengar kembali bunyi dayung. Mike lari ke tepi air dan menunggu
di situ. Dilihatnya perahu meluncur di atas air yang diterangi sinar
bulan, ia berseru, memanggil Jack,
"Hai, Jack! Semuanya beres?"
"Ya!"
Itu suara Jack.
"Semua beres - dan kecuali itu ada beberapa kabar baru," sambung
anak itu.
Haluan perahu menggeleser di atas pasir. Mike menariknya sampai
ke tempat yang lebih tinggi, sementara Jack meloncat ke luar.
"Aku membawa sesuatu untuk kita," kata Jack. Cahaya bulan
menampakkan deretan gigi yang putih. Anak itu tertawa nyengir.
"Coba kaumasuk-kan tanganmu ke dalam perahu, Nora!"
Nora melakukannya - lalu terpekik. "Ada sesuatu yang hangat, empuk
dan berbulu di situ," katanya. "Apa itu, Jack?"
"Enam ekor ayam betinaku," jawab Jack. "Aku tadi menemukan
mereka tidur sambil bertengger di pagar. Langsung saja kutangkap
dan kuikat, supaya tidak bisa bergerak! Wah, berat juga waktu aku
tadi harus menggotong semuanya ke perahu. Tapi mulai sekarang
kita takkan pernah kekurangan telur! Ayam-ayam itu takkan mungkin
bisa lari dari pulau ini!"
"Hore!" seru Nora dengan gembira. "Kita akan bisa menikmati telur
saat sarapan pagi, makan siang dan sore!"
"Kecuali itu apa lagi yang kaubawa?" tanya Mike.
"Jagung untuk makanan ayam," jawab Jack. "Begitu pula beberapa
kotak berisi bermacam-macam benih. Aku mengambilnya dari
lumbung persediaan. Lalu susu beberapa kaleng, serta sebatang roti
yang sudah agak tua. Dan sayuran, banyak sekali!"
"Dan ini ada buah ceri," kata Nora, ia mengambil beberapa tangkup
buah ceri yang merah dari dalam perahu. "Kau memetiknya tadi,
Jack?"
"Ya," kata Jack. "Aku mengambilnya dari pohon dalam kebun kami,
yang kebetulan sedang berbuah lebat."
"Kau melihat kakekmu?" tanya Mike.
"Ya - tapi ia tidak melihat aku," kata Jack sambil meringis, "ia
hendak pergi - tinggal bersama bibiku. Pertaniannya akan dijual. Ada
orang yang dimintai tolong memberi makan pada ternak yang ada di
situ, sampai tempat itu sudah laku. Jadi kurasa sebaiknya aku
berusaha mengambil sapi milikku, lalu kusuruh berenang kemari!"
"Jangan konyol, Jack," kata Peggy. "Itu kan tidak mungkin!"
"Siapa bilang?!" kata Jack. "Tapi coba kalian dengar dulu - aku tadi
mendengar kakekku berbicara dengan dua orang temannya. Orang-
orang bingung, karena kita tahu-tahu menghilang!
Tidak ada yang tahu ke mana kita pergi. Mereka mencari ke mana-
mana - sampai ke desa-desa dan kota-kota sekitar sini!"
"Wah!" desah ketiga temannya. Mereka agak ngeri. "Mungkinkah
mereka nanti mencari kita kemari?"
"Siapa tahu - itu mungkin saja," kata Jack. "Aku memang agak
cemas, kalau asap api unggun akan menyebabkan kita nanti ketahuan.
Tapi itu urusan nanti! Kita tidak perlu bingung sekarang."
"Polisi juga ikut mencari, Jack?" tanya Peggy.
"O ya," jawab Jack. "Seperti yang kudengar, semua sibuk mencari.
Lumbung-lumbung, tumpukan jerami, dan parit-parit diperiksa.
Semua kota yang letaknya sampai dua puluh mil di sekitar sini
didatangi, karena ada dugaan bahwa kita bisa saja minggat dengan
jalan membonceng truk. Para pencari sama sekali tidak menduga
bahwa kita sebenarnya hanya dekat-dekat saja!"
"Bagaimana dengan Bibi Harriet? Apakah ia bingung?" tanya Peggy.
"Wah - bukan bingung lagi namanya," kata Jack sambil nyengir. "Kan
sekarang tidak ada lagi yang bisa disuruh-suruhnya mencuci dan
membersihkan lantai. Tapi kurasa cuma itu saja yang dipikirkannya!
Yah - untung kakekku akan tinggal di rumah bibiku. Dengan begitu
aku akan bisa mondar-mandir dengan bebas ke sana, tanpa dilihat
olehnya. Aku tadi kerepotan membawa ayam-ayam betinaku. Mereka
mematuk-matuk sambil menggelepar-gelepar. Aku sudah khawatir
saja, jangan-jangan ada yang mendengar keributan itu. Aku
menyesal, kenapa Mike tidak kuajak."
"Di mana kita menaruh mereka?" tanya Mike, sambil membantu Jack
membawa ternak petelur itu ke darat.
"Sebaiknya kita taruh saja dulu di Pondok Willow, sampai besok
pagi," kata Jack. "Pintu bisa kita sumpal dengan sesuatu nanti."
Keenam ekor ayam betina yang ribut berkotek-kotek itu mereka
masukkan ke dalam pondok. Setelah itu ambang pintu mereka
sumbat dengan ranting dan pakis. Ayam-ayam betina itu lari ke salah
satu pojok lalu meringkuk ketakutan di situ. Mereka tidak ribut-
ribut lagi.
"Aku capek sekali," kata Jack. "Sekarang kita makan ceri sedikit,
lalu setelah itu tidur."
Keempat anak itu makan buah ceri yang sudah ranum. Setelah itu
mereka pergi ke ruang tidur mereka yang terletak di tengah alam
terbuka. Daun-daun pakis yang dipetik dan digelar agar kering di
lereng bukit sementara itu sudah menjadi layu. Peggy dan Mora
mengangkut dedaunan itu lalu menghamparkannya di tempat
pembaringan mereka berempat. Pembaringan mereka malam itu
rasanya semakin empuk dan wangi, dibandingkan dengan sebelumnya.
Keempat anak itu sudah capek. Mike dan Jack masih bercakap-cakap
sebentar. Tapi Peggy dan Nora langsung pulas.
Keesokan paginya mereka bangun agak Kesiangan. Peggy yang paling
dulu terjaga. Sesaat ia agak heran, karena mendengar suara-suara
yang tidak biasa - suara berkotek-kotek.
"Ah, tentu saja - itu kan ayam-ayam betina yang dibawa Jack
kemari," katanya dalam hati. Peggy berdiri. Diloncatinya kedua anak
laki-laki yang masih tidur, ia berlari ke Pondok Willow.
Disingkapkannya sedikit ranting-ranting yang menyumbat ambang
pintu. Setelah itu ia menyelinap ke dalam. Ayam-ayam betina
bertemperasan ke sudut ketika melihat Peggy masuk.
Anak itu melihat empat butir telur di tanah. Rupanya empat dari
enam ayam betina itu bertelur. Bagus! Pasti nikmat sarapan nanti.
Peggy bergegas meraup keempat butir telur itu, lalu bergegas keluar
lagi. Ambang pintu disumpalnya kembali dengan ranting-ranting.
Tidak lama kemudian api unggun sudah berkobar. Peggy memanggil
ketiga anak lainnya, ketika mereka bangun sambil mengusap-usap
mata.
"Sarapan sudah siap!" serunya. "Ayam-ayam tadi bertelur untuk kita,
sebutir seorang!"
Anak-anak cepat-cepat mendatangi tempat di mana sarapan sudah
tersedia.
"Sehabis sarapan saja kita mandi," kata Mike. "Aku sekarang lapar
sekali."
"Kita harus menyelesaikan pondok kita hari ini juga," kata Jack.
"Kita juga harus menentukan, apa yang harus kita lakukan dengan
ayam-ayam betina itu. Mereka belum bisa kita biarkan berkeliaran
selama mereka belum mengenal tempat tinggal mereka yang baru ini.
Selama itu kita perlu menaruh mereka dalam semacam kandang."
Sehabis sarapan keempat anak itu membuat semacam kandang
berukuran kecil bagi keenam ayam itu. Dengan tongkat-tongkat
pohon willow mereka membuat pagar. Pagar itu dibuat agak tinggi,
sehingga tidak mungkin bisa diloncati ayam-ayam itu. Jack
membuatkan sarang-sarang dari dedaunan pakis, dengan harapan
ayam-ayam betina itu mau bertelur di situ. ia menebarkan jagung di
tanah, yang dengan segera dipatuk-patuk oleh keenam ayam betina
itu. Rupanya mereka juga sangat lapar. Peggy mengambilkan air
untuk minuman mereka.
"Sebentar lagi mereka pasti akan sudah tahu bahwa ini tempat
tinggal mereka yang baru, lalu akan bertelur di sini," kata Jack.
"Nah - sekarang kita teruskan membangun Pondok Willow! Peggy,
Nora - kalian berdua menyumpal celah-celah yang masih ada dengan
rumput dan dedaunan pakis, sedang aku dan Mike akan
menyelesaikan pintu."
Tidak lama kemudian semua sudah sibuk bekerja. Peggy dan Nora
senang mendapat tugas menyumpal celah-celah di dinding dengan
rumput empuk serta dedaunan pakis, agar angin dan hujan tidak bisa
masuk ke dalam. Keduanya begitu asyik bekerja, sehingga tidak
melihat betapa bagus daun pintu yang dibuat oleh Mike dan Jack dan
ranting-ranting willow yang dianyam. Mereka dipanggil oleh kedua
anak laki-laki itu. Dengan bangga Jack dan Mike memamerkan hasil
pekerjaan mereka.
Daun pintu itu bahkan dilengkapi dengan semacam engsel, sehingga
bisa digerakkan membuka dan menutup. Buatannya sangat rapi -
walau sisi atasnya agak kependekan, sehingga lubang pintu tidak
sepenuhnya tertutup. Tapi anak-anak cukup puas. Pokoknya pondok
mereka sekarang sudah berdaun pintu yang bisa dibuka dan ditutup
dengan mudah. Ruang dalam pondok sangat gelap apabila pintu
ditutup. Tapi itu malah menambah keasyikan!
"Wah - aku lapar dan haus sekali sekarang," kata Mike setelah
selesai bekerja. "Rasanya mampu menghabiskan seluruh persediaan
makanan kita!"
"Ya, kita perlu mengisi perut dulu," kata Jack. Bekal roti sekarang
sudah cukup banyak lagi, begitu pula kentang dan sayuran. Sekarang
kita masak buncis saja. Buncis yang kupetik bagus-bagus! Tolong
periksakan pancing, Mike - mungkin ada yang mengena."
Ternyata seekor ikan danau yang agak besar terkail. Mike menaikkan
ikan itu ke darat, untuk dimasak. Tidak lama kemudian anak-anak
sudah mengendus-endus dengan nikmat, mencium bau ikan digoreng.
Hidangan makan kali itu sangat sedap. Ikan, kentang, roti, buncis,
buah ceri. Mereka minum coklat dengan susu dari salah satu kaleng
yang dibawa oleh Jack.
"Kita memerlukan susu segar," kata Jack sambil meminum susu
coklatnya. "Akan kucari akal, bagaimana enaknya menyeberangkan
Daisy, sapiku itu, kemari."
"O ya, Jack - kita sekarang sudah bisa menyimpan sebagian dari
barang-barang kita di dalam Pondok Willow, 'kan?" kata Peggy.
"Perbekalan kita di tempat penyimpanan yang sekarang dimasuki
semut Rongga itu cocok kalau untuk menyimpan perkakas seperti
palu dan paku - tapi kalau makanan, kurasa lebih baik disimpan dalam
pondok. Apakah kita juga akan tinggal di dalamnya, Jack?"
"Yah - kurasa kita akan lebih sering berada di luar," kata Jack. "Tapi
pondok itu tempat tidur yang nyaman bagi kita jika hawa malam
dingin atau kebetulan hujan. Kita juga bisa berlindung di dalamnya,
saat cuaca buruk. Pondok Willow itu semacam rumah bagi kita."
"Aku belum pernah tinggal di rumah yang begitu menyenangkan
seperti Pondok Willow," kata Nora. "Asyik rasanya, hidup begini!"

7. MENYEBERANGKAN SAPI KE PULAU

Beberapa hari sudah berlalu. Anak-anak sibuk terus, karena banyak


sekali yang perlu dikerjakan. Daun pintu Pondok Willow terlepas,
sehingga harus dipasang kembali dengan lebih kokoh. Keempat anak
itu pernah sibuk sehari penuh, mencari seekor ayam betina yang
lepas. Akhirnya Jack menemukannya di bawah semak. Ayam itu
ternyata bertelur di situ.
Setelah itu pagar kandang ayam ditinggikan, karena dikira ayam itu
lepas dengan jalan terbang meloncatinya. Tapi kemudian Mike
menemukan lubang di pagar, ia merasa yakin bahwa ayam itu lolos
lewat situ. Dengan segera lubang itu disumbat dengan dedaunan
pakis. Keenam ayam betina itu ribut berkotek. Tapi nampaknya
mereka mulai kerasan. Mereka selalu bergegas mendatangi Nora,
apabila anak itu datang dua kali sehari untuk memberi makan.
Menurut Mike, lebih baik dibuat dua bilik dalam Pondok Willow,
daripada hanya satu ruangan besar saja. Dengan begitu bilik sebelah
depan bisa dijadikan semacam ruang duduk, dengan tempat
menyimpan makanan di pojok. Sedang bilik belakang dijadikan ruang
tidur. Lantainya bisa dihampari rumput dan pakis, supaya empuk.
Usul Mike diterima. Anak-anak lantas membangun dinding pemisah
dari batang-batang pohon willow. Bagian tengahnya dibiarkan
terbuka, sehingga merupakan lubang pintu. Tapi mereka tidak
memasang daun pintu di situ.
Senang rasanya, memiliki pondok dengan dua kamar!
Suatu petang Jack menghampiri api unggun di ceruk pantai dengan
menjinjing sesuatu. Mike memperhatikan jinjingan itu.
"Kau menangkap kelinci, Jack!" katanya. "Dan kau juga sudah
mengulitinya, sehingga tinggal dimasak saja!"
"Aduh, Jack - kenapa harus kautangkap?" kata Mora. "Aku senang
sekali melihat mereka bermain-main di sekitar kita saat malam hari."
"Aku tahu," kata Jack, "tapi kita juga perlu makan daging. Kau tidak
perlu sedih, Nora - kelinci ini tadi sama sekali tidak sempat
menderita! Dan kau kan sudah sering makan pastei kelinci di rumah."
Walau begitu anak-anak tidak begitu bergembira saat memasak
kelinci itu. Tapi mereka senang bahwa sekali itu mereka tidak usah
makan ikan. Mereka sudah mulai bosan, makan ikan setiap hari. Nora
mengatakan bahwa ia merasa tak mampu menatap kelinci yang
bermain-main di sekitar mereka malam itu.
"Kalau di Australia, kelinci dianggap binatang perusak, seperti tikus
ladang di sini," kata Jack. Anak itu nampaknya berpengetahuan luas.
"Jika kita ini di Australia, pasti kita merasa berjasa, karena telah
menyingkirkan beberapa ekor binatang perusak."
"Tapi kita bukan di Australia," kata Peggy. Setelah itu tidak ada lagi
yang menyinggung-nyinggung soal itu. Mereka makan sambil membisu.
Selesai makan, Peggy dan Mora pergi mencuci piring dan mangkuk
seperti biasanya, sedang Jack dan Mike mengambil air di sumber,
untuk dimasak besok pagi. Setelah itu mereka mandi di danau.
"Kurasa akan kucoba menyeberangkan sapiku malam ini," kata Jack
selesai mandi.
"Tak mungkin kau bisa melakukannya, Jack!" kata Nora kaget.
"Aku ikut, Jack," kata Mike. "Kau nanti pasti memerlukan bantuan."
"Memang," kata Jack. "Kita berangkat begitu hari sudah gelap."
"Wah, Jack!" seru Peggy dan Nora dengan gembira, membayangkan
sebentar lagi mereka akan punya sapi di situ. "Lalu di mana kita
menaruhnya?"
"Kurasa sebaiknya di sisi seberang pulau," kata Jack. "Di sana
tumbuh rumput makanan sapi. Daisy tidak suka makan rumput semak
belukar yang tumbuh di sini."
"Bagaimana caramu membawanya kemari nanti, Jack?" tanya Mike.
"Kurasa takkan gampang memasukkannya ke dalam perahu."
"Kita tidak perlu memasukkannya ke dalam perahu, Konyol!" jawab
Jack sambil tertawa. "Daisy akan kita suruh berenang di
belakangnya!"
Anak-anak memandangnya dengan mulut ternganga karena heran.
Setelah itu mereka tertawa. Lucu - sapi berenang di belakang
perahu, menuju ke Pulau Rahasia!
Ketika hari sudah gelap, Jack berangkat bersama Mike. Peggy dan
Nora menunggu sampai perahu sudah meluncur ke tengah danau.
Setelah itu mereka kembali ke Pondok Willow, karena malam itu
hawa tidak sehangat biasanya. Mereka menyalakan lilin, lalu duduk
sambil mengobrol di dalam. Asyik rasanya sendirian di pulau rahasia
mereka.
Jack dan Mike mendayung perahu di danau, menuju tempat yang
biasanya dijadikan tempat Jack mendarat Tempat itu tersembunyi
letaknya, di bawah dahan pepohonan yang terjurai menyentuh air.
Perahu ditarik ke darat Setelah itu keduanya berjalan merintis
hutan. Tidak lama kemudian mereka sampai di ladang yang
mengelilingi rumah kakek Jack. Anak itu memandang ke arah rumah
kecil itu. Tidak nampak cahaya terang di situ. Rupanya kakeknya
sudah pergi. Beberapa ekor sapi dan kuda ada di lapangan dekat situ.
Kedua anak laki-laki itu mendengar ringkikan seekor kuda.
"Kaulihat gudang yang di sana itu, Mike?" kata Jack dengan suara
pelan. "Di dalamnya ada beberapa utas tali. Tolong ambilkan seutas,
sementara aku mencari sapiku. Tali-tali itu disimpan di sudut dekat
pintu."
Mike melintasi lapangan, menuju bangunan gudang reyot yang
terdapat di sudutnya, ia berjalan tersaruk-saruk dalam gelap.
Sementara itu Jack mendatangi kawanan sapi. Mulutnya
memperdengarkan bunyi-bunyi lirih, memanggil-manggil. Seekor sapi
betina belang coklat yang besar datang menghampirinya.
Jack menyalakan sebatang korek api, yang dengan segera
dilindunginya di balik telapak tangan. Diterangi nyala korek itu
diperhatikannya sapi yang menghampiri. Ternyata memang Daisy,
sapi yang dibesarkannya sendiri sejak masih kecil. Jack mengusap-
usap hidung Daisy yang halus, lalu berseru dengan pelan memanggil
Mike,
"Mana talinya, Mike? Cepatlah sedikit! Daisy sudah kutemukan."
Mike menggerayang di sudut gudang, mencari tali. Akhirnya ia
menemukan seutas tali yang cukup panjang. Sambil membawa tali itu
ia mendatangi Jack.
"Bagus," kata Jack. Dengan cepat diikatkannya tali itu ke leher sapi
betinanya. "Sebelum kita pergi, aku masih ingin masuk ke rumah
sebentar - karena siapa tahu, mungkin di situ ada sesuatu yang
berguna bagi kita."
"Mungkinkah ada handuk di situ?" tanya Mike. "Tidak enak rasanya,
mengeringkan tubuh dengan kain karung sehabis mandi."
"Nantilah kulihat, barangkali ada yang tertinggal," kata Jack, lalu
menyelinap pergi ke rumah kakeknya yang sudah tidak ada
penghuninya lagi. Pintu rumah itu terkunci. Tapi Jack bisa masuk
dengan mudah, lewat jendela. Begitu berada di dalam ia menyalakan
korek api, lalu memandang berkeliling. Dalam rumah kecil itu hanya
ada dua ruangan. Satu ruang duduk, dan sebuah kamar tidur. Tidak
ada lagi sepotong perabotan pun di situ. Semua sudah dibawa pergi.
Jack memeriksa di balik pintu dapur. Ternyata handuk besar masih
tergantung di situ. Untung saja! Handuk itu sudah sangat dekil, tapi
rasanya masih bisa menjadi bersih kembali kalau dicuci. Setelah itu
Jack melihat ke balik pintu kamar tidur. Ya - handuk besar yang
biasanya digantungkan di situ juga masih ada. Rupanya Kakek tidak
sempat memeriksa ke situ ketika pergi.
Jack berpikir-pikir sebentar, sambil menatap karpet usang yang
terhampar di lantai. Bagaimana jika itu juga dibawa? Tapi akhirnya
ia membatalkan niat itu. Hamparan rumput bersih masih lebih empuk
daripada karpet usang itu!
Setelah itu ia pergi ke bangunan gudang kecil yang terdapat di
belakang rumah. Di situ ia menemukan sebuah kotak kayu yang sudah
tua. Isinya semua pakaiannya. Rupanya Kakek menaruh semuanya di
situ. Rupanya mungkin karena ia beranggapan tidak ada gunanya
repot-repot membawa semuanya itu. Pakaian itu memang sudah agak
robek-robek dan lusuh - tapi setidak-tidaknya itu pakaian! Dalam
peti itu ada tiga helai kemeja, beberapa rompi, celana panjang,
sehelai mantel panjang, sepasang sepatu yang sudah tua, serta
sehelai selimut lusuh!
Jack tersenyum gembira. Semuanya itu akan dibawanya ke pulau,
karena pasti berguna apabila cuaca mulai dingin nanti, ia berpikir-
pikir, bagaimana cara yang sebaiknya untuk membawa segala pakaian
itu. Akhirnya semua dipakainya sekaligus. Ketiga helai kemeja,
rompi-rompi, celana panjang, sepatu butut, lalu mantel panjang, dan
akhirnya selimut tua yang diselubungkannya menutupi tubuh, ia
nampak sangat aneh, dengan segala pakaian itu!
Setelah itu ia pergi ke kebun. Kantung-kantung pakaiannya semua
diisi penuh-penuh dengan buncis, ercis serta kentang. Setelah itu ia
kembali ke tempat Mike yang menunggu bersama Daisy, sapi
betinanya. Anak itu pasti sudah capek, karena harus terus
memegangi tali yang mengikat Daisy!
Sambil menyandang kedua helai handuk lusuh, Jack berjalan dengan
langkah lambat melintasi lapangan, menghampiri Mike.
"Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan kau takkan kembali lagi,"
kata Mike dengan nada agak jengkel. "Apa saja yang kaulakukan
selama itu? Sapi ini sudah mulai bosan, berdiri terus di dekatku."
"Aku tadi menemukan banyak dari pakaianku," kata Jack, "dan
begitu pula sehelai selimut tua serta dua lembar handuk. Sebentar
lagi sapi betina ini boleh bergerak badan sedikit! Yuk, kita
berangkat! Kau yang membawa handuk dan selimut ini, sementara
aku menuntun Daisy."
Mereka melintasi ladang dan merintis hutan, menuju ke tempat
perahu. Sapi betina itu melenguh-lenguh, ketika harus berjalan di
tengah hutan. Rupanya ia tidak senang berjalan di sela-sela
pepohonan, karena tidak bisa melihat jalan.
"Ssst - jangan ribut, Daisy," desis Jack ketakutan. "Nanti kita
ketahuan."
Tapi sapi betina itu melenguh lagi dengan sedih. Ia berusaha
berhenti, tidak mau meneruskan langkah. Tapi Jack dan Mike
menariknya agar berjalan terus.
Kedua anak laki-laki itu harus memeras tenaga, menghela sapi betina
itu ke tempat perahu mereka. Baru dua jam kemudian mereka sampai
di tepi danau. Napas mereka terengah-engah. Keringat bercucuran.
Sementara itu Daisy melenguh-lenguh terus, makin lama makin
nyaring. Jack mulai menyesali niatnya, membawa sapi betina itu
menyeberang ke pulau. Bagaimana jika bunyi lenguhannya nanti
didengar orang? Bagaimana jika sesudah berada di pulau rahasia
mereka, Daisy melenguh-lenguh terus? Kalau nanti ada orang datang
memeriksa, bagaimana?
Tapi akhirnya Daisy berhasil juga dibawa ke tempat perahu. Jack
membujuk-bujuk sapi betina malang yang ketakutan itu agar mau
melangkah masuk ke air. Daisy melenguh dengan keras, sampai Jack
dan Mike kaget setengah mati. Tapi akhirnya sapi itu mau juga
masuk ke air. Mike dan Jack naik ke perahu, lalu mendayungnya ke
tengah. Tali pengikat leher Daisy sudah ditambatkan ke bagian
buritan perahu. Dengan begitu mau tidak mau, sapi itu harus ikut
berenang, kalau tidak ingin terseret-seret di belakang perahu.
Pengalaman itu benar-benar tidak enak bagi sapi betina itu, yang
belum pernah pergi dari lapangan tempat ia biasa merumput. Paling-
paling hanya ke gudang saja setiap sore, untuk diperah susunya! Sapi
betina itu menggerak-gerakkan kakinya, berenang dengan gaya aneh.
Kepalanya terangkat tinggi-tinggi, ia sama sekali tidak melenguh,
karena terlalu ketakutan.
Jack menyalakan lentera, yang setelah itu ditaruhnya di haluan.
Malam sangat gelap, dan Jack tidak ingin perahunya membentur
batang kayu yang mungkin saja ada dalam air. Perahu didayung ke
tengah danau, menuju Pulau Rahasia. Mau tidak mau, Daisy terpaksa
berenang mengikuti perahu, karena lehernya tertambat dengan tali
ke buritan.
"Jalan juga ideku," kata Jack setelah beberapa saat.
"Ya," kata Mike, "tapi untung saja cuma seekor yang kita
seberangkan, dan bukan sekawanan."
Setelah itu mereka mendayung sambil membisu, sampai Pulau
Rahasia mulai nampak samar di depan haluan. Peggy dan Nora
mendengar bunyi kecipak dayung, lalu bergegas ke pantai membawa
lilin.
"Kalian membawa sapi betina itu, Jack?" seru mereka.
"Ya," balas Jack dan Mike. "Ia berenang dengan tenang di belakang
perahu. Tapi kasihan - ia tidak suka disuruh berenang!"
Perahu ditarik ke atas pasir pantai. Setelah itu sapi betina yang
menggigil karena dingin dan ketakutan dihela ke luar dari air. Jack
berbicara pada sapinya itu dengan suara lemah lembut. Daisy
merapatkan diri pada anak itu, karena merasa bingung dan takut.
Hanya Jack saja satu-satunya yang dikenal olehnya di tempat asing
itu. Karena itulah ia ingin dekat-dekat dengan anak itu. Jack
menyuruh Mike mengambil karung tua lalu membantunya
mengeringkan sapi yang basah kuyup dan kedinginan itu.
"Di mana kita menaruhnya malam ini, Jack?" tanya Mike.
"Di kandang ayam," kata Jack. "Daisy sudah biasa hidup bersama
ayam-ayam itu, dan mereka pun sudah mengenalnya. Di situ kan
banyak rumput kering serta daun pakis. Kita bisa mengambilkan
tambahan lagi untuk tempatnya merebahkan diri. Nanti kan dengan
cepat ia akan merasa nyaman dan hangat, ia juga pasti senang
mendengar suara ayam-ayam betina berkotek-kotek pelan."
Daisy didorong masuk ke kandang ayam. Sapi betina itu merebahkan
diri di atas rumput kering yang hangat, ia agak merasa terlipur
mendengar suara kotekan ayam-ayam yang terganggu dari tidur
mereka.
Peggy dan Nora sangat asyik melihat sapi betina itu datang ke pulau.
Tidak bosan-bosannya mereka bertanya tentang petualangan Mike
dan Jack sewaktu membawanya dari rumah kakek Jack. Akhirnya
kedua anak laki-laki itu yang bosan.
"Wah, Jack! Kau gemuk sekali sekarang!" seru Nora dengan tiba-
tiba. ia mendekatkan lentera yang dijinjingnya ke dekat anak laki-
laki itu, supaya bisa melihat lebih jelas. Anak-anak yang lain
memandang dengan heran ke arah Jack, yang diterangi sinar lentera.
Ya - anak itu nampak gemuk sekali!
"Kau bengkak, ya?" tanya Peggy dengan cemas. Jack tertawa keras-
keras.
"Bukan, bukan bengkak!" katanya. "Aku tadi menemukan beberapa
helai pakaianku dalam sebuah kotak, lalu semuanya kubawa kemari.
Dan cara paling gampang ialah memakai semuanya sekaligus. Lalu
semuanya saja kupakai. Itulah sebabnya kenapa aku nampak gendut!"
ia memerlukan waktu agak lama untuk menanggalkan segala
pakaiannya itu, karena ia melakukannya sambil tertawa bersama
anak-anak yang lain. Peggy melihat bahwa pakaian Jack itu sudah
berlubang-lubang. Untung aku membawa jarum dan benang, katanya
dalam hati. Nantilah, akan ditambalnya pakaian Jack! Dan selimut
tua itu pasti besar gunanya, apabila hawa malam hari dingin.
"Cahaya apa itu, yang nampak menerangi langit di sebelah sana itu?
Aneh kelihatannya!" kata Nora dengan tiba-tiba, sambil menuding ke
arah timur.
"Ah - bagaimana sih, kau ini? Itu kan fajar yang menyingsing," kata
Jack. "Sebentar lagi sudah pagi! Yuk - kita harus tidur sekarang.
Kita sudah sibuk semalaman!"
Saat itu terdengar suara Daisy melenguh di kandang ayam. Anak-
anak tertawa.
"Daisy juga berpendapat begitu, Jack!" kata peggy.

8. SAAT BERSANTAI - DENGAN AKHIR YANG MENGAGETKAN

Keesokan harinya anak-anak bangun agak siang. Matahari sudah


sepenggalah tingginya. Anak-anak takkan terbangun, kalau saja
Daisy tidak merasa bahwa sudah waktunya ia diperah. Sapi betina
itu berdiri di tengah kandang ayam sambil melenguh-lenguh.
Jack terbangun, lalu cepat-cepat duduk. Jantungnya berdebar
keras. Bunyi apakah itu? ia bingung sesaat. Tapi kemudian teringat
kembali. Ah - tentu saja, itu kan suara Daisy! Sapi betina itu minta
diperah susunya!
"He, Anak-anak - bangun!" seru Jack. "Hari sudah siang! Kurasa
sudah pukul sembilan sekarang! Lihatlah, matahari sudah tinggi di
langit. Dan Daisy minta diperah susunya!"
Mike mendengus, lalu membuka matanya, ia masih mengantuk. Peggy
dan Nora terbangun pula. Mereka duduk sambil mengusap-usap mata.
Daisy melenguh lagi, ditimpali suara ayam-ayam betina yang
berkotek-kotek.
"Ternak kita minta sarapan pagi," kata Jack sambil nyengir. "Ayo,
bantu aku. Anak-anak pemalas! Kita harus mengurus mereka dulu,
sebelum kita sendiri makan!"
Anak-anak bergegas bangkit Tapi mereka masih sangat mengantuk
Karenanya mereka harus membenamkan kepala dulu dalam air danau.
Setelah itu barulah mereka merasa agak segar, sehingga mampu
bekerja.
Setelah itu mereka mendatangi sapi mereka. Daisy nampak cantik,
dengan bulunya yang belang coklat dan putih! Matanya yang coklat
menatap lembut. Anak-anak merasa senang, karena kini sudah
memiliki sapi!
"Wah - bukan main, nyaring sekali suaranya," kata Jack, ketika sapi
itu melenguh lagi. "Aku harus memerahnya."
"Tapi kita tidak punya ember untuk tempat susu," kata Mike. Anak-
anak berpandang-pan-dangan. Benar juga - mereka tidak memiliki
ember.
"Yah - kalau begitu kita pakai saja panci," kata Jack tegas. "Kita
semua pasti kepingin minum susu barang semangkuk, untuk
menambah tenaga. Aku akan memakai panci kita yang paling besar.
Nanti kalau sudah penuh, susunya akan kutuangkan ke dalam basi-
basi yang kita miliki - dan juga ketel air. Tapi kita perlu memiliki
ember. Sayang tadi malam aku tidak ingat!"
Susu hasil perahan ternyata sangat banyak. Semua tempat yang ada
di situ belum mencukupi. Anak-anak minum susu bermangkuk-
mangkuk Enak rasanya minum susu, setelah sekian lama hanya minum
teh dan coklat yang dibuat dengan air melulu. Anak-anak minum
seperti tidak kenal kenyang!
"Aduh, ada telur pecah terinjak Daisy," kata Mora sambil
memandang ke kandang ayam. "Sayang!"
"Tidak apa," kata Jack, "ia cuma sehari ini saja kita tempatkan di
situ. Nanti akan kita pindahkan ke balik pulau, di mana ada rumput
segar. Coba kauberi makan ayam-ayam itu, Nora! Mereka ribut
berkotek-kotek. Pasti karena lapar!"
Nora menaburkan jagung ke tanah. Setelah itu anak-anak sarapan
telur rebus, sambil minum susu segar. Daisy memandang mereka, lalu
melenguh pelan. Rupanya sapi betina itu juga lapar.
Selesai makan, Jack dan Mike menuntunnya ke balik pulau. Daisy
senang sekali melihat rumput hijau di situ. Dengan segera sapi itu
merumput di lapangan.
"Kita tidak perlu memagari tempat ini, karena Daisy takkan bisa
meninggalkan pulau," kata Jack. "Kita harus memerah dua kali
sehari, Mike. untuk itu kita perlu mengusahakan ember."
"Dalam lumbung di rumah Bibi Harriet ada sebuah ember tua, yang
dulu biasa dipakai sebagai tempat untuk menampung susu perahan,"
kata Peggy. "Aku pernah melihatnya tergantung di sana."
"Tapi dasarnya berlubang atau tidak?" kata Jack. "Kalau berlubang,
tidak ada gunanya bagi kita. Susu perahan kita nanti akan kita
biarkan sepanjang hari dalam ember. Jadi kalau bocor, bisa habis
semuanya karena tumpah."
"Tidak, ember itu tidak bocor," kata Peggy. "Aku pernah mengisinya
dengan air, untuk minuman ayam. Ember itu cuma tidak dipakai lagi,
karena sudah tua."
"Kalau begitu akan kuambil malam ini," kata Mike.
"Jangan! Biar aku saja," kata Jack. "Kalau kau yang mengambil, nanti
tertangkap."
"Kau juga bisa tertangkap," bantah Mike. "Kita bersama-sama saja
pergi."
"Kami boleh ikut?" tanya Peggy dan Nora.
"Jangan!" kata Jack dengan cepat "Tidak ada gunanya kita semua
berangkat - karena kalau nanti dilihat orang, bagaimana? Kan sulit
melarikan diri!"
"Bagaimana caranya supaya susu kita bisa tetap segar dan dingin,
ya?" kata Peggy. "Hawa di sini panas sekali."
"Nantilah, kubuatkan lubang untuk tempat menaruh ember, dekat
salah satu mata air," kata Jack dengan segera. "Karena air dari
sumber itu mengalir mengelilingi ember sepanjang hari, susu bisa
tetap segar dan dingin."
"Kau sangat pintar, Jack!" kata Nora kagum.
"Bukan pintar," kata Jack. "Aku cuma memakai akal sehatku. Setiap
orang juga bisa melakukannya."
"Aku capek sekali hari ini," kata Mike sambil merentangkan kedua
lengannya. "Badanku pegal sekali. Repot juga kemarin malam,
menarik-narik Daisy yang tidak mau berjalan!"
"Kita bersantai-santai saja dulu hari ini," kata Jack. Ia juga merasa
capek. "Boleh juga kan, sekali-sekali tidak berbuat apa-apa. Kita
berbaring-baring sambil mengobrol dan membaca-baca."
Anak-anak menikmati saat beristirahat hari itu. Tiga kali mereka
mandi-mandi di danau, karena hawa saat itu sangat panas. Nora
mencuci kedua lembar handuk besar yang dibawa Jack di danau.
Ketika sudah bersih, dijemurnya di tempat yang disinari cahaya
matahari. Handuk yang satu untuk Jack dan Mike, sedang yang
lainnya untuk Peggy dan Nora.
"Kita makan ikan siang ini," kata Jack, sekembalinya dari memeriksa
pancing.
"Ditambah dengan puding," kata Nora, yang sibuk mengaduk-aduk
telur dengan susu dalam panci di atas api.
"Laparku saat ini seperti habis bekerja keras membangun pondok
sepanjang pagi," kata Mike.
Siang itu berlalu dengan santai. Mike dan Jack tidur. Nora membaca
buku, sedang Peggy menambal pakaian usang yang dibawa oleh Jack
malam sebelumnya. Peggy merasa bahwa pakaian itu nanti pasti ada
gunanya, apabila hawa mulai dingin, ia ingin bisa mengambil
pakaiannya pula, bersama Nora dan Mike.
Ayam-ayam betina berkotek-kotek dalam kandang mereka. Daisy
terdengar melenguh sekali-sekali. Sapi itu rupanya agak merasa
kesepian. Tapi walau begitu kelihatannya sudah bisa menyesuaikan
diri dengan kehidupannya yang baru di pulau itu.
"Mudah-mudahan saja ia tidak terlalu sering melenguh," kata Peggy
dalam hati sambil sibuk menjahit. "Soalnya kita bisa ketahuan, jika
kebetulan ada orang lewat dengan perahu. Tapi untung saja tempat
ini tidak pernah didatangi orang!"
Setelah beristirahat, anak-anak merasa segar kembali. Mereka
memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi pulau. Sebelumnya
ayam-ayam diberi makan dulu. Setelah itu mereka berangkat
Pulau rahasia mereka itu kecil, namun indah. Pepohonan tumbuh lebat
di sekelilingnya, sampai ke tepi air. Bukit terjal yang terdapat di
tengah-tengah merupakan tempat yang terang dan hangat disinari
cahaya matahari. Di situ banyak sekali liang kelinci. Padang rumput
yang terdapat di balik bukit penuh ditumbuhi bunga liar. Burung-
burung berkicau merdu di semak belukar yang ada di mana-mana.
Keempat anak yang berjalan-jalan itu menjengukkan kepala ke dalam
gua-gua gelap yang terdapat di kaki bukit. Tapi mereka tidak sampai
masuk ke dalam, karena saat itu mereka tidak membawa lilin.
"Sekarang kutunjukkan tempat di mana banyak terdapat semak
frambus," kata Jack. Diajaknya teman-temannya ke sisi barat pulau.
Di situ nampak belukar tanaman frambus yang sarat dengan buah,
diterangi pancaran sinar matahari yang panas.
"Wah, Jack - buahnya ada yang ranum!" seru Mora dengan gembira.
Ia menuding bercak-bercak merah yang nampak bergelantungan
pada semak-semak frambus itu. Anak-anak menerobos semak menuju
tempat itu, lalu mulai memetik buah frambus. Enak sekali rasanya,
manis dan banyak airnya!
"Kita bisa makan buah ini setiap hari, dengan krim," kata Peggy.
"Nantilah - aku akan menyendok krim dari susu sapi kita, dan kita
akan makan frambus dengan krim malam ini. Asyik!"
"Hmm!" kata anak-anak yang lain dengan mulut penuh.
"Apakah di pulau ini juga tumbuh arbei liar?" tanya Nora.
"Ada," jawab Jack, "tapi sekarang belum waktunya. Nanti, sekitar
bulan Agustus atau September."
"Pulau ini benar-benar menyenangkan," kata Peggy, ia sangat
berbahagia. "Kita punya pondok milik kita sendiri, serta beberapa
ekor ayam betina, seekor sapi perah, buah-buahan liar tumbuh di
mana-mana - dan air segar berlimpah-ruah!"
"Sekarang memang nyaman, karena cuaca cerah," kata Jack.
"Apabila angin dingin sudah mulai bertiup, keadaannya takkan begitu
menyenangkan lagi! Tapi musim dingin masih lama."
Anak-anak mendaki sisi barat bukit yang sangat berbatu-batu.
Mereka sampai di sebuah batu besar yang terdapat di puncak, lalu
duduk di situ. Permukaan batu itu sangat panas kena sinar matahari.
Anak-anak sampai kepanasan. Jauh di bawah nampak asap biru
mengepul. Itu asap api unggun mereka.
"Kita bermain yuk!" ajak Jack. "Kita main..."
Anak-anak yang lain tidak sempat tahu permainan apa yang hendak
diusulkan Jack, karena tiba-tiba anak itu tertegun. Ia meluruskan
sikap duduknya, sambil menatap ke bawah - ke arah. danau yang
airnya nampak biru berkilauan. Anak-anak yang lain ikut memandang
ke arah yang sama. Apa yang mereka lihat menyebabkan mereka
sangat terkejut.
"Ada perahu dengan beberapa orang!" kata Jack. "Kalian lihat tidak?
Itu - di sana!"
"Ya, betul," kata Mike. Mukanya pucat. "Mungkinkah mereka mencari
kita?"
"Kurasa tidak," kata Jack beberapa saat kemudian. "Aku rasanya
seperti mendengar bunyi musik - dan orang yang mencari kita takkan
melakukannya sambil mendengar musik. Kemungkinannya mereka
pelancong, dari desa di seberang danau."
"Mungkinkah mereka akan mendatangi pulau ini?" tanya Peggy.
"Entah," kata Jack. "Kemungkinan itu ada saja - tapi barangkali
hanya akan sebentar saja mampir. Mereka takkan tahu apa-apa
tentang kita, jika kita bisa menyembunyikan segala jejak bahwa kita
ada di sini."
"Kalau begitu kita cepat-cepat saja melakukannya," kata Mike,
sambil merosot turun dari atas batu. "Sebentar lagi mereka akan
sudah sampai di sini."
Anak-anak bergegas turun ke pantai. Sesampai di situ dengan segera
Jack dan Mike memadamkan api unggun. Kayu kering yang sudah
angus mereka sembunyikan dalam belukar. Setelah itu mereka
menaburkan pasir di atas bekas-bekas api unggun. Segala barang
mereka yang ada di situ disembunyikan.
"Menurutku, Pondok Willow takkan ketahuan," kata Jack.
"Pepohonan di sekitarnya sangat rapat, sehingga pelancong biasa
takkan mau repot-repot menerobos ke dalam."
"Tapi bagaimana dengan ayam-ayam kita?" kata Peggy.
"Kita tangkapi, lalu kita masukkan untuk sementara waktu dalam
karung," kata Jack. "Kandang mereka tidak perlu dibongkar. Kurasa
takkan ketahuan, karena tempatnya cukup tersembunyi. Tapi ayam-
ayam betina itu tidak boleh sampai berkotek-kotek!"
"Lalu Daisy kita apakan?" tanya Peggy, ia nampak cemas.
"Kita perhatikan dulu, di mana para pelancong itu nanti mendarat,"
kata Jack. "Sepanjang pengetahuanku, di pulau ini cuma ada satu
tempat pendaratan, yaitu di pantai kita. Sedang Daisy kita taruh di
balik pulau. Jadi kemungkinannya mereka takkan melihat sapi betina
kita itu - kecuali jika mereka nanti keluyuran melihat-lihat Mudah-
mudahan saja itu tidak mereka lakukan!"
"Dan kita sendiri - di manakah kita bersembunyi?" kata Nora.
"Kita nanti mengawasi dari atas bukit, sambil bersembunyi dalam
semak pakis," kata Jack. "Jika para pelancong itu nanti keluyuran,
kita harus berusaha menghindari mereka dengan jalan menyelinap-
nyelinap dalam semak. Kalau kita bernasib baik, orang-orang itu
takkan melihat kita. Satu hal sudah jelas - jika mereka memang
pelancong, mereka takkan mencari kita. Mereka malah sama sekali
tak mengira bahwa di pulau terpencil ini ada orang!"
"Bagaimana jika mereka menemukan barang-barang kita yang
disimpan dalam rongga di tengah akar pohon?" kata Nora, sambil
ikut membantu menangkapi ayam-ayam yang ribut berkotek-kotek.
"Peggy! Tolong kumpulkan rumput semak dan daun pakis, lalu sumpal
mulut rongga kita itu," kata Jack. Dengan segera Peggy lari
mengambil rumput dan pakis, sementara Jack memasukkan ayam-
ayam betina ke dalam karung, yang kemudian dibawanya lari mendaki
bukit ia menuju ke balik bukit, mendatangi salah satu gua yang ada
di situ. ia mengenal tempat itu.
"Nora!" seru Jack pada Nora yang mengikutinya. "Ayam-ayam kita
akan kulepaskan dalam gua ini. Tolong jagakan, jangan sampai ada
yang keluar!"
Ayam-ayam betina itu bertemperasan ke luar, masuk ke dalam gua.
Mereka ribut berkotek karena ketakutan dan bingung. Nora duduk
di ambang gua, sambil menyembunyikan diri di balik semak pakis
yang tumbuh di situ. Tidak ada ayam yang bisa keluar selama anak
perempuan itu merintangi jalan.
"Perahu itu mengitar," bisik Jack, ia menyibakkan semak pakis yang
tumbuh di puncak bukit, lalu memandang ke arah danau. "Mereka
tidak bisa menemukan tempat yang baik untuk menepi, dan sekarang
menuju ke pantai kita! Nah - kalau begitu Daisy takkan ketahuan,
asal mereka tidak keluyuran saja nanti. Mudah-mudahan saja sapi itu
tidak melenguh!"

9. PELANCONG MENDARAT DI PULAU

Nora merunduk di depan mulut gua kecil. Didengarnya suara keenam


ayam betina yang terkurung di dalam. unggas-unggas itu berkotek-
kotek pelan sambil mengais-ngais tanah. Jack berlutut di dekat
Nora, sambil mengintip dari sela daun-daun pakis, ia berusaha
melihat, apa yang sedang dilakukan orang-orang yang datang dengan
perahu.
"Mike sudah membawa perahu kita ke tempat di mana ada tumbuhan
perdu yang ranting-rantingnya merunduk sampai menyentuh air, lalu
menyurukkan perahu kita itu di bawahnya," kata Jack dengan suara
lirih. "Aku tidak tahu di mana ia sekarang berada, karena aku tidak
bisa melihatnya dari sini."
"Mana Peggy?" bisik Nora.
"Di sini," terdengar jawaban pelan. Kepala Peggy tersembul dari
tengah semak pakis yang tumbuh agak di bawah bukit. "He - seram
ya, keadaan begini? Mudah-mudahan saja orang-orang itu cepat
pergi lagi dari sini."
Saat itu terdengar suara orang bercakap-cakap. Datangnya dari
arah danau.
"Ini ada tempat yang baik untuk mendarat," kata seseorang.
"Mereka sudah menemukan pantai kita," bisik Jack.
"Tarik perahu ke darat," kata seorang wanita. "Tempat ini indah! Di
sini saja kita makan!"
Terdengar bunyi perahu ditarik di atas pasir pantai.
"Kau yang menurunkan bekal makanan kita, Eddie," kata seseorang.
"Biar aku yang membawa radio."
"Menurutmu, mungkinkah sudah pernah ada orang datang ke pulau
kecil ini?" tanya seorang laki-laki.
"Kurasa belum," kata seseorang lagi. "Daerah sekitar sini sangat
terpencil - jadi menurutku, takkan ada orang pernah kemari."
Ketiga anak yang berada di atas bukit mendengarkan percakapan itu
dari tempat persembunyian mereka di tengah belukar. Para
pelancong yang di pantai mengeluarkan bekal makanan mereka. Saat
itu seekor ayam betina mulai berkotek-kotek. Bunyinya nyaring.
Pasti karena bertelur, kata Nora dalam hati.
"Kalian dengar bunyi itu?" tanya salah seorang pelancong. "Bunyinya
seperti ayam betina berkotek!"
"Kau ini macam-macam saja, Eddie," kata seorang wanita dengan
nada mencemooh. "Mana mungkin di pulau terpencil begini ada ayam!
Pasti itu tadi suara burung."
Jack terkekeh. Ia merasa geli. Masa, bunyi ayam berkotek dikira
kicauan burung yang merdu!
"Tolong kemarikan tempat garam itu," kata salah seorang pelancong.
"Terima kasih! Wah - pulau kecil ini bagus, ya? Misterius, seakan-
akan menyimpan rahasia. Bagaimana kalau kita nanti sehabis makan
berjalan-jalan sebentar, untuk melihat-lihat?"
"Setuju!" kata orang yang bernama Eddie.
Anak-anak yang bersembunyi di atas bukit berpandang-pandangan
dengan perasaan kecut. Justru itulah yang dari tadi mereka
harapkan tidak akan dilakukan para pelancong itu!
"Mana Mike?" kata Peggy dengan suara lirih. "Mungkinkah ia
bersembunyi di dalam perahu kita?"
"Kurasa begitu," bisik Jack. "Kau tidak perlu khawatir tentang dia.
Mike bisa menjaga dirinya sendiri."
"Aduh - sekarang Daisy pula yang melenguh," keluh Peggy, ketika
mendengar bunyi lenguhan sapi betina itu. "ia tahu bahwa sudah
saatnya ia diperah."
"Aku kepingin sekali minum susu barang secangkir," kata Jack, ia
merasa haus.
Dari arah pantai terdengar salah seorang pelancong berbicara lagi.
Kedengarannya ia heran.
"Kalian juga mendengar suara sapi melenguh?"
"Kurasa itu sapi yang ada di salah satu padang rumput, di darat,"
kata temannya dengan nada malas. "Kau kan tak mengira ada sapi
berkeliaran di pulau kecil ini, Eddie?"
"Entah ya," kata Eddie. Orang itu bingung. "Coba lihat ini! Bukankah
yang di pasir ini kelihatannya seperti jejak kaki?"
Anak-anak menahan napas. Aduh - jangan-jangan memang ada bekas
kaki mereka di pasir.
"Dan ini lagi," kata pelancong yang bernama Eddie. "Aku menemukan
potongan tali ini di pantai. Tali kan tidak bisa berjalan sendiri
kemari. Dan juga tidak tumbuh, karena bukan tumbuh-tumbuhan!"
"Ah, kau ini - soal begitu saja kaujadikan seolah-olah misteri besar,"
kata temannya. "Itu artinya ada pelancong lain kemari sebelum kita."
"Itu mungkin saja," kata Eddie. "Tapi walau begitu, sehabis makan
aku akan memeriksa pulau ini!"
"Lebih baik kauhidupkan saja radio, Eddie," kata salah seorang
temannya. "Aku sudah bosan mendengarmu mengoceh terus."
Saat berikutnya terdengar bunyi musik yang nyaring. Anak-anak
yang bersembunyi di atas bukit merasa lega. Bunyi musik itu pasti
mengalahkan suara kotekan ayam atau lenguhan Daisy.
Jack, Peggy, dan Nora duduk di tengah semak pakis. Mereka takut
Perasaan mereka tidak enak. Mereka tidak menghendaki ada orang
lain di pulau rahasia mereka itu. Dan apakah yang akan terjadi jika
para pelancong itu nanti benar-benar menjelajahi pulau, lalu
memergoki mereka? Mora menangis tanpa suara. Air matanya
bercucuran membasahi tangannya. Jack memandang ke arahnya, lalu
mendekati. Dirangkulnya anak yang menangis itu.
"Jangan menangis, Mora," katanya dengan lembut. "Siapa tahu, bisa
saja mereka nanti tidak jadi memeriksa pulau, karena tidak ada
waktu lagi. Lihatlah, hari sudah mulai gelap. Kaulihat awan hitam
tebal yang bergerak kemari? Barangkali saja para pelancong itu
mengira hujan sebentar lagi turun, lalu cepat-cepat pergi dari sini."
Mora mengeringkan air matanya, ia mendongak, memperhatikan
langit. Memang benar, ada awan gelap datang.
"Nampaknya akan ada badai," kata Peggy, ia merangkak, mendekati
Jack dan Nora.
"Aduh, lihatlah! Ada orang mendaki bukit!" kata Nora dengan tiba-
tiba. Nyaris saja ia terpekik karena kaget. "Itu - nampak semak
pakis bergerak-gerak! Rupanya ada salah seorang pelancong naik,
hendak mencari kita!"
Wajah ketiga anak itu pucat pasi. Semua memandang ke arah yang
dituding Nora. Benarlah! Mereka melihat semak pakis bergerak-
gerak, makin lama makin tinggi. Rupanya ada orang merayap ke atas
bukit. Orang itu tidak nampak, karena terlindung semak pakis yang
lebat.
"Jangan bersuara," kata Jack pada Nora, yang memegangnya erat-
erat karena ketakutan. "Tak mungkin ada yang tahu bahwa kita di
sini. Tenang, Nora. Nanti kita menyelinap masuk ke dalam gua, jika
orang itu sudah terlalu dekat."
Tanpa berbicara, mereka mengamati semak pakis yang bergerak-
gerak karena dilewati orang yang merayap di situ. Saat itu benar-
benar menegangkan perasaan. Apakah orang itu hendak menyergap
mereka?
"Cepat - kalian masuk ke dalam gua," bisik Jack pada Peggy dan
Nora. "Kurasa kalian akan aman di situ. Aku sendiri akan menyelinap
turun lewat balik bukit, lalu naik lagi di belakang orang yang tak
kelihatan itu."
Peggy dan Nora menyelinap masuk ke dalam gua. Mereka
menyibakkan pakis yang tumbuh menutupi lubang masuk, karena ingin
melihat apakah yang akan dilakukan oleh Jack. Anak itu sudah mulai
bergerak, hendak turun lewat balik bukit. Tapi saat itu orang yang
datang berhenti merangkak. Daun-daun pakis tidak nampak
bergerak-gerak lagi. Aduh! Itu malah lebih menyeramkan, daripada
ketika melihat tumbuh-tumbuhan di lereng bergerak-gerak.
Tahu-tahu ada kepala tersembul dari tengah semak. Nora terpekik.
"Mike!" serunya. "Mike!"
"Ssst! Jangan berteriak, Konyol!" desis Peggy sambil mengguncang-
guncang adiknya. "Nanti didengar para pelancong!"
Untungnya radio para pelancong disetel keras-keras. Karenanya
pekikan Nora tidak terdengar di bawah. Anak-anak memandang Mike
dengan gembira. Jadi rupanya ia yang tadi merayap ke atas, di
tengah semak pakis! Benar-benar melegakan. Mike memandang
mereka sambil nyengir, lalu merunduk kembali. Semak pakis kembali
nampak bergerak-gerak, tanda bahwa anak itu sudah merangkak lagi
ke atas, menuju ke gua.
"Aduh, Mike - kau ini mengejutkan kami saja," kata Nora. "Kami tadi
menyangka kau salah seorang pelancong, yang datang mengejar
kami!"
"Aku tadi sempat melihat mereka dengan jelas," kata Mike, ia duduk
di samping anak-anak yang lain. "Mereka berlima, tiga orang laki-laki
dan dua wanita. Mereka asyik makan-makan di bawah. Banyak sekali
makan mereka!"
"Menurutmu, mungkinkah mereka nanti akan memeriksa pulau,
seperti yang mereka katakan tadi?" tanya Peggy cemas.
"Kurasa tidak jadi, karena akan ada badai," kata Mike, ia mendongak,
memperhatikan langit gelap. "Wah - kelelawar sampai sudah mulai
muncul sebelum malam. Lihatlah!"
Di langit nampak beratus-ratus kelelawar, beterbangan sambil
menyambar-nyambar. Petang hari yang mendung dan panas itu
menyebabkan banyak serangga beterbangan. Kelelawar yang
beratus-ratus itu berpesta pora, memangsa lalat dan kumbang.
Dan kelelawar yang banyak itulah yang menyebabkan para pelancong
pergi. Salah seorang wanita di antara mereka melihat beberapa ekor
kelelawar berseliweran di bawah pepohonan. Wanita itu menjerit.
"Iih - ada kelelawar! Iiih! Aku tak tahan melihat binatang-binatang
itu! Aku takut! Yuk, kita cepat-cepat pergi dari sini!"
"Aku juga tidak suka pada kelelawar!" pekik wanita yang satu lagi.
"Binatang jelek!"
"Mereka kan tidak mengapa-apakan kalian," kata seorang laki-laki.
"Jangan suka macam-macam, ah!"
"Tapi aku tetap saja takut terhadap binatang-binatang itu," kata
salah seorang wanita. "Aku pergi sekarang juga!"
"Tapi aku masih ingin melihat-lihat pulau ini," kata laki-laki yang
bernama Eddie.
"Lain hari sajalah," kata wanita tadi. "Coba lihat langit itu -
kelihatannya sebentar lagi akan ada badai."
"Ya deh - ya deh," kata Eddie dengan sebal. "Kita pergi! Macam-
macam saja-masa kelelawar saja ditakuti!"
Anak-anak yang berada di atas bukit berpandang-pandangan dengan
gembira. Para pelancong itu benar-benar akan pergi. Mereka tidak
ketahuan. Bagus!
"Untung ada kawanan kelelawar muncul," bisik Jack. "Bisakah
kaubayangkan, ada orang takut pada binatang-binatang sekecil itu,
Nora?"
"Bibi Harriet takut pada mereka," kata Nora. "Aku tidak tahu apa
sebabnya. Kalau menurutku kelelawar malah binatang kecil yang
manis, dengan sayap mereka yang aneh. Pokoknya, mulai sekarang
aku senang pada mereka. Mereka menyelamatkan kita, sehingga
tidak jadi ketahuan."
Saat itu terdengar suara Daisy melenguh. Suaranya nyaring.
"Coba kita tadi sudah memerahnya, sebelum para pelancong itu
datang!" kata Jack sambil mengerutkan kening.
"Kalian dengar itu?" kata salah seorang pelancong yang masih ada di
pantai. "Itu bunyi guruh di kejauhan!"
Anak-anak yang mendengarnya cekikikan. Nora menyumpal mulutnya
dengan tangan, untuk mencegah jangan sampai tawanya kedengaran.
"Hebat, Daisy!" kata Mike berbisik-bisik. "Sapi kita itu sekarang
pura-pura menjadi badai, untuk menakut-nakuti orang-orang yang di
bawah itu!"
Gelak Nora tersembur ke luar. Jack menumbuknya.
"Jangan ribut," desis anak itu. "Kau ingin kita ketahuan, ya -
sementara keadaan sudah hampir aman?"
Kelima pelancong di pantai bergegas masuk ke perahu mereka, yang
cepat-cepat didorong ke air. Anak-anak mendengar bunyi air
tersibak direngkuh dayung. Mereka mengintip dengan hati-hati.
Jauh di bawah nampak perahu itu didayung ke tengah danau.
Sementara itu angin sudah mulai bertiup dengan kencang. Permukaan
air danau bergerak-gerak dibuatnya, menyebabkan perahu para
pelancong terombang-ambing.
"Cepat!" seru salah seorang wanita dalam perahu itu. "Nanti kita
terjebak di tengah badai. Aduh - ada kelelawar lagi! Aku tidak mau
lagi datang ke pulau jelek ini!"
"Syukurlah, kalau begitu!" kata Jack, sambil melambaikan tangan,
pura-pura mengucapkan selamat jalan pada para pelancong.
Anak-anak memperhatikan perahu yang didayung semakin menjauhi
pulau. Suara para pelancong makin lama makin samar dibawa angin.
Bunyi terakhir yang mereka dengar ialah musik dari radio. Akhirnya
mereka tidak melihat maupun mendengar apa-apa lagi di danau. Para
pelancong itu sudah pergi.
"Yuk," kata Jack, ia berdiri sambil menggeliat. "Kita tadi nyaris saja
ketahuan. Untung saja mereka tidak melihat barang-barang kita
yang ada di bawah."
"Betul, kecuali jejak kaki serta potongan tali tadi," kata Mike.
"Ya," kata Jack dengan serius. "Mudah-mudahan saja laki-laki yang
bernama Eddie tidak membaca berita tentang empat anak yang
melarikan diri! Kalau itu terjadi, bisa gawat kita - karena ada
kemungkinan bahwa ia kemudian menarik kesimpulan bahwa kita ada
di sini, berdasarkan pada apa yang didengar dan dilihat olehnya tadi.
Jadi kita harus waspada terhadap kemungkinan itu. Kita harus
mengatur rencana untuk menghindari kemungkinan ditemukan,
apabila ada orang datang mencari kita kemari."
Bunyi guruh terdengar kembali di kejauhan. Jack berpaling, menatap
ketiga kawannya.
"Sekali ini, itu bukan suara Daisy melenguh!" katanya sambil nyengir.
"Yuk, sebentar lagi akan ada badai. Banyak yang harus kita lakukan.
Aku akan menjemput Daisy, untuk memerah susunya. Mike, kau dan
Nora pergi menangkap ayam-ayam kita, lalu bawa kembali ke kandang
mereka. Mike, tolong buatkan tempat bernaung untuk mereka, ya.
Ambil beberapa karung, lalu kaujadikan semacam atap dengan
beberapa ranting yang kaucocokkan ke tanah. Peggy, coba
kaunyalakan api, sebelum hujan turun!"
"Siap, Kapten!" seru ketiga anak itu dengan gembira. Mereka merasa
senang, karena hanya mereka berempat saja yang kini berada di
pulau mereka!

10. MALAM BADAI DI PONDOK WILLOW


Sebentar lagi memang akan ada badai besar. Langit sangat gelap,
sehingga saat itu seakan-akan sudah malam. Nora dan Mike
menangkapi ayam-ayam betina yang ditaruh dalam gua kecil. Keenam
ternak unggas itu mereka masukkan dengan berhati-hati ke dalam
karung, lalu dibawa sambil lari ke kandang. Mike menancapkan
beberapa ranting pohon willow ke tanah pada salah satu sisi kandang
itu, lalu membentangkan karung di atasnya.
"Nah - kalian sekarang sudah punya tempat bernaung, ayam-ayam!"
kata Nora.
Saat itu hujan mulai turun. Tetesannya yang besar-besar
mengejutkan keenam ayam betina itu, sehingga mereka berkotek-
kotek ketakutan. Dengan segera mereka lari bersembunyi di bawah
naungan atap karung lalu berbaring diam-diam di situ, sambil sekali-
sekali saling menotok.
"Nah, urusan ayam sudah selesai," kata Mike. "Aku ingin tahu,
bagaimana Peggy dengan usahanya menyalakan api."
Peggy mengalami kesulitan dengannya, karena hujan yang kini sudah
turun dengan lebat menyebabkan ia tidak bisa menyalakan api. Jack
yang datang sambil menuntun Daisy, berseru padanya,
"Sudahlah, jangan kauteruskan! Hujan begini lebat, takkan mungkin
kau masih bisa menyalakannya! Ayo, semua masuk ke Pondok Willow,
sebelum basah kuyup!"
"Biar anak-anak perempuan saja yang masuk," kata Mike sambil
menyongsong Jack untuk membantunya. "Aku akan mengambil
tempat-tempat untuk menampung susu yang kauperah nanti. - Wah,
susu perahan tadi pagi belum habis kita minum!"
"Tuangkan saja ke basi, lalu taruh di kandang ayam," kata Jack.
"Mungkin ayam-ayam kita mau meminumnya!"
Di tengah hujan lebat, Jack memerah Daisy. Dengan cepat semua
panci, ketel dan basi sudah penuh dengan susu. Repot rasanya kalau
harus terus memerah dengan cara begini, kata Jack dalam hati. ia
bertekad akan mengambil ember susu yang tak dipakai lagi, yang
menurut Peggy dan Nora ada di pertanian bibi mereka.
Selesai memerah, Jack membawa Daisy kembali ke padang rumput di
balik pulau. Sedang Mike masuk ke Pondok Willow, di mana kedua
saudaranya sudah berada. Dalam pondok itu gelap gulita. Bunyi air
hujan yang menetes dari pepohonan memberi kesan murung.
Mike duduk bersama Peggy dan Nora di bagian depan pondok.
Mereka menunggu Jack di situ.
Tubuh Mike basah kuyup. Ia menggigil kedinginan.
"Kasihan Jack, ia pasti juga basah kuyup," katanya. "Coba raba
tempat susu ini. Hangat, ya? Yuk, kita minum sedikit, supaya badan
kita menjadi hangat. Kita tidak bisa memasaknya, karena tidak ada
api."
Tidak lama kemudian Jack datang. Pakaiannya basah sama sekali.
Tapi ia tetap nyengir, seperti biasanya. Nampaknya tidak pernah ada
sesuatu yang bisa mengurangi keriangan perasaannya.
"Halo, halo!" sapanya. "Badanku basah, seperti ikan! He, Peggy - di
mana kautaruh pakaianku yang kemarin malam kubawa kemari?"
"O ya!" seru Peggy dengan gembira. "Tentu saja! Kau dan Mike bisa
menukar pakaian kalian yang basah dengan yang itu!"
"Tapi Jack kan cuma membawa tiga rompi tua, beberapa kemeja
serta sebuah mantel panjang," kata Mike sangsi.
"Begini sajalah," kata Jack. "Kita masing-masing memakai selembar
rompi dan kemeja, lalu aku mengenakan mantel dan kau membungkus
tubuhmu dengan selimut usang yang kubawa itu, Jack!"
Kedua anak laki-laki itu menanggalkan pakaian mereka yang basah,
lalu buru-buru mengenakan pakaian kering.
"Nanti begitu hujan sudah berhenti, akan kugantung pakaian kalian
di luar supaya kering," kata Peggy, ia memeras pakaian Jack dan
Mike yang basah kuyup.
"Aku tidak bisa melihat apa-apa di sini," kata Mike dalam gelap.
Kancing kemeja yang dipakainya keliru dipasang olehnya.
"Nyalakan lentera dong, Konyol," kata Jack. "Menurutmu, untuk apa
kita berbekal lilin? Cari lentera kita, Nora, lalu nyalakan. Mungkin
lilin di dalamnya perlu diganti. Kau kan masih ingat di mana kau
menaruh bekal lilin kita? Itu - di pojok sebelah sana!"
Nora mencari-cari dalam gelap. Tidak lama kemudian lentera
berhasil ditemukan olehnya. Lilin di dalamnya memang sudah perlu
diganti dengan yang baru. Nora menemukan sekotak korek api.
Dengan sebatang korek api dinyalakannya lilin. Mike menggantungkan
lentera itu pada sebatang paku yang dipakukannya ke atap. Lentera
itu terayun-ayun di atas kepala anak-anak. Cahayanya remang-
remang, tapi memberi suasana gembira bagi anak-anak yang ada
dalam pondok itu.
"Sekarang rasanya benar-benar seperti di rumah," kata Nora
dengan senang. "Aku senang, karena di sini nyaman. Tidak ada air
hujan masuk menembus atap atau dinding."
"Angin juga tidak masuk," kata Jack. "Itu bukti bahwa kita cukup
rapi menyumpal dinding dengan rumput dan pakis. Dengarlah, bunyi
angin bertiup di luar. Aku tidak kepingin berada di luar saat ini!
Gntung kita punya Pondok Willow! Tempat tidur kita yang di luar
pasti tidak akan nyaman ditiduri malam ini!"
Badai mengamuk di atas kepala. Guntur terdengar bertalu-talu.
Kedengarannya seolah-olah ada yang sedang sibuk menggeser-geser
perabot berat di langit.
"Wah! Ada yang menjatuhkan lemari rupanya!" kata Jack, ketika ada
guntur mendentum dengan keras sekali.
"Dan itu piano besar yang jatuh berguling-guling di tangga!" kata
Mike, menyambut bunyi gemuruh. Anak-anak tertawa. Gemuruh
bunyi badai yang sedang mengamuk memang kedengaran seperti ada
yang sedang melempar-lemparkan perabotan raksasa di langit.
Kilat sambar-menyambar, menerangi ruangan sebelah dalam Pondok
Willow. Nora tidak begitu suka melihat nyala, terang yang selalu
muncul secara mengejut itu. Ia merapatkan diri pada Mike.
"Aku agak ngeri," katanya.
"Jangan konyol, ah!" kata Mike. "Kau ini sama saja seperti kedua
wanita pelancong tadi sore, dengan ketakutan mereka terhadap
kelelawar! Apa sih, yang kautakuti? Badai kan hebat! Kita di sini
aman."
"Badai kan cuma cuaca berisik!" kata Jack sambil tertawa.
"Sudahlah, jangan takut, Nora! Kita tidak akan apa-apa di sini. Kau
boleh mengucap syukur bahwa kau bukan Daisy. Kita tahu bahwa
yang berisik ini cuma badai, tapi sapi betina kita itu tidak tahu."
Anak-anak berkelakar tentang bunyi guntur dan kilat yang
menyambar bertalu-talu. Setiap dentuman mereka katakan perabot
berat yang berpelan-tingan di langit. Dan setiap kali ada kilat
menyambar, Jack selalu berkata, "Terima kasih! Langit tidak henti-
hentinya menyalakan korek api, tapi nyalanya selalu dipadamkan
hembusan angin!"
Bahkan Nora pun ikut tertawa mendengar lelucon itu. Dengan segera
ia sudah melupakan rasa takutnya tadi. Hujan turun menderu-deru.
Satu-satunya yang dikhawatirkan oleh Jack adalah kemungkinan air
hujan akan mengalir masuk ke pondok dan membasahi tanah tempat
mereka duduk. Tapi kekhawatirannya tidak beralasan. Air hujan
sama sekali tidak masuk ke dalam.
Lambat laun badai reda kembali. Hanya bunyi tetesan air hujan yang
jatuh dari pepohonan saja yang masih terdengar. Bunyinya seperti
lagu. Lagu yang basah! Bunyi guntur kian menjauh. Kilat menyambar
untuk terakhir kalinya. Badai sudah berlalu.
"Sekarang kita makan sedikit serta minum susu secangkir, lalu
sesudah itu tidur," kata Jack. "Sudah cukup keasyikan kita untuk
hari ini! Aku serta Mike kemarin malam begitu larut baru bisa tidur.
Aku yakin, ia sudah mengantuk sekali sekarang. Kalau aku sendiri,
sudah pasti!"
Peggy menyiapkan makanan sekedarnya untuk mereka semua.
Keempat anak itu minum susu segar yang baru diperah tadi. Setelah
itu Peggy dan Nora masuk ke bagian belakang pondok, lalu
merebahkan diri di atas rumput padang empuk yang terhampar di
situ. Sedang Jack dan Mike merebahkan diri di ruang depan.
Setengah menit kemudian semuanya sudah tidur lelap!
Keesokan paginya mereka dibangunkan kembali oleh suara lenguhan
Daisy. Aneh rasanya bangun tidur dalam Pondok Willow, dan bukan di
tempat tidur mereka yang di luar, di tengah semak belukar dan
beratapkan langit terbuka. Anak-anak mengejap-ngejapkan mata,
memandang langit-langit ruangan yang hijau, karena dedaunan
sementara itu sudah bermunculan pada ranting-ranting yang
dijalinkan membentuk langit-langit di atas kepala. Ruangan dalam
pondok remang-remang. Pintu saat itu tertutup, sedang jendela
sama sekali tidak ada. Menurut Jack, membuat jendela akan terlalu
sukar bagi mereka. Kecuali itu jika ada jendela, nanti terlalu banyak
angin dan hujan masuk ke dalam. Karena itu pondok mereka agak
gelap dan pengap apabila pintu ditutup. Tapi tidak ada yang
meributkan soal itu. Anak-anak malah beranggapan bahwa itu
semakin menambah keasyikan!
Anak-anak berlarian ke luar pondok lalu memandang berkeliling.
Kecuali Nora! Anak itu tetap berbaring dengan malas sambil
memandang langit-langit yang hijau, ia menikmati keempukan rumput
yang menjadi alas tempatnya berbaring. Alangkah enaknya bau
Pondok Willow, katanya dalam hati. ia memang selalu paling lambat
bangun.
"Nora! Kalau kau tidak keluar sekarang, nanti tidak punya waktu lagi
untuk mandi di danau sebelum sarapan," seru Peggy. Dengan segera
Nora bergegas lari ke luar. Alangkah indahnya pagi itu! Cuaca badai
sudah menyingkir, meninggalkan lingkungan yang bersih, seperti baru
dicuci. Bahkan langit yang biru cerah pun nampak seperti habis
dicuci.
Air danau biru sekali nampaknya, sebiru langit. Air masih bertetesan
dari pepohonan, sisa hujan lebat malam sebelumnya. Rumput dan
semak rendah terasa lembab dipijak.
"Dunia kelihatannya seperti baru," kata Mike. "Seakan-akan baru
pagi ini diciptakan! Yuk- kita mandi-mandi!"
Keempat anak itu terjun ke dalam danau. Mike dan Jack bisa
berenang. Jack bahkan sangat pandai. Geraknya dalam air sangat
gesit. Peggy bisa sedikit-sedikit, tapi Nora belum bisa. Jack
berusaha mengajarinya. Tapi Nora anak yang penakut, ia tidak mau
masuk ke tempat yang lebih dalam.
Peggy yang paling dulu keluar dari air, karena hendak menyiapkan
sarapan. Tapi ketika sampai di pantai, ia hanya dapat memandang
berkeliling dengan jengkel.
"Coba lihat ini!" serunya. "Para pelancong yang kemarin itu mengotori
pantai kita!"
Anak-anak yang lain bergegas keluar dari dalam danau yang dingin
airnya. Sambil mengeringkan tubuh dengan handuk mereka
memandang berkeliling di pantai mereka yang kecil, yang selama itu
selalu bersih dengan pasirnya yang putih kemilau.
Tapi kini keadaannya berubah sama sekali! Di mana-mana nampak
kulit jeruk berserakan. Kulit pisang yang coklat karena sudah layu
dan basah kena hujan nampak tercampak sembarangan. Sebuah
kaleng bekas tempat buah pir, dan dua kardus tempat krim yang
sudah kosong tergeletak di atas pasir. Koran yang tercabik-cabik
oleh angin nampak melayang-layang. Sebuah kotak rokok melengkapi
sampah yang berserakan.
Anak-anak sangat marah. Pantai mungil itu kepunyaan mereka, dan
mereka sayangi. Mereka selalu berhati-hati agar jangan sampai
mengotori tempat itu. Sisa makanan selalu mereka singkirkan baik-
baik. Tapi kini sekawanan pelancong sembrono yang hanya sekali saja
mampir di situ untuk berpiknik, menyebabkan pantai rapi itu
berubah rupa - menjadi tempat sampah yang jorok!
"Padahal mereka sudah dewasa!" kata Jack dengan sebal. "Mereka
seharusnya kan tahu aturan. Kenapa tidak mereka bawa pergi
sampah mereka?"
"Orang yang suka meninggalkan sampah di tempat-tempat indah
seperti ini adalah orang yang jorok!" kata Peggy sengit, ia nyaris
menangis karena jengkel. "Orang baik-baik takkan berbuat begini.
Kepingin rasanya memasukkan orang-orang seperti itu ke dalam tong
sampah, lalu menimbun mereka dengan segala sampah kotor mereka -
lalu tutup tong kuhenyakkan keras-keras di atas kepala mereka!"
Anak-anak yang lain tertawa, karena ucapan Peggy itu kocak sekali
kedengarannya. Tapi semua merasa marah, melihat pantai mereka
dikotori.
"Kubereskan saja segala sampah ini, lalu kubakar," kata Mike.
"Tunggu dulu!" kata Jack. "Mungkin di antaranya ada sesuatu yang
berguna bagi kita."
"Apa? Kulit pisang dan jeruk yang sudah keriput?" seru Mike. "Kau
kan tidak berniat membuat puding dengan sampah itu, Jack!"
"Bukan begitu," kata Jack sambil nyengir, "tapi jika kaleng, karton,
dan kotak rokok itu kita simpan di dalam lemari gua kita, nanti kalau
ada orang lain datang barang-barang itu kita letakkan di pantai. Jadi
apabila orang yang datang itu menemukan bekas-bekas api unggun
kita, atau mungkin juga sepotong tali atau benda lain seperti itu -
nah, mereka lantas takkan berniat mencari kita, karena menyangka
bahwa sampah itu ditinggalkan oleh pelancong lain!"
"Itu ide yang bagus, Jack!" seru anak-anak yang lain.
"Kau memang pandai memikirkan gagasan cerdik," kata Peggy, yang
sementara itu sudah sibuk menyalakan api. Derak-derik nyalanya
enak didengar, karena semua sudah lapar. Peggy menuangkan susu
untuk dimasak, ia hendak membuat minuman coklat dengannya.
Mike memungut kotak rokok, kaleng bekas buah, serta salah satu
kardus bekas tempat susu. Kardus dan kaleng dicucinya di danau, lalu
ketiga benda itu disimpan dalam rongga di bawah akar. Siapa tahu,
mungkin kapan-kapan ada gunanya!
Nora datang dengan lima butir telur untuk sarapan. Peggy
menggorengnya dengan ikan danau yang dipancing oleh Jack. Bau
gorengan itu sedap sekali.
"Wah - nyaris saja aku lupa. Daisy masih harus diperah susunya!"
kata Jack, ia makan cepat-cepat.
Tiba-tiba Nora terpekik. Ia menuding ke belakang Jack. Jack
berpaling, ia tercengang, karena melihat Daisy berjalan
mendatanginya!
"Kau tidak datang pada waktunya untuk memerah, jadi ia saja yang
datang kemari!" kata Peggy geli. "Hebat, Daisy! Bayangkan, ia tahu
jalan!"

11. NORA MENGALAMI KESULITAN

Nampaknya selalu saja banyak pekerjaan yang harus dilakukan setiap


hari di pulau itu. Daisy harus diperah. Ayam-ayam petelur harus
diurus. Pancing-pancing harus dipasangi umpan dan diperiksa
beberapa kali sehari. Nyala api harus dijaga, jangan sampai padam.
Hidangan makanan harus disiapkan, lalu piring dan mangkuk kotor
harus dicuci. Pondok Willow harus dibersihkan setiap hari. Aneh,
cepat sekali, tempat itu akan nampak acak-acakan, walau keempat
anak itu hanya satu jam saja berada di dalamnya.
"Aku akan memerah Daisy setiap pagi, sedang Mike melakukannya
setiap sore," kata Jack saat sarapan pada suatu pagi. "Nora, kau
yang mengurus ayam-ayam kita. Tugasmu bukan saja memberi makan
dan minum serta mengumpulkan telur, tapi kau juga harus
memperhatikan keadaan pagar kandang. Jangan sampai ayam-ayam
mematuk ke luar rumput yang kita sumpalkan pada lubang-lubang
yang ada di situ. Jangan sampai kita kehilangan ayam!"
"Lalu apa tugas Peggy?" tanya Nora.
"ia melakukan tugas yang selebihnya," kata Jack. "Mengawasi api,
menyiapkan hidangan, serta membereskan setelah kita selesai
makan. Aku yang mengurus pancing-pancingku. Dan ada baiknya jika
sekali-sekali seorang dari kita naik ke atas bukit, untuk melihat
apakah ada pelancong datang. Rencana kita waktu itu berjalan baik-
tapi kita beruntung, masih sempat melihat perahu itu datang. Coba
kita tidak melihatnya - pasti akan sudah ketahuan!"
"Bagaimana jika kukeluarkan saja perahu dari tempat di mana aku
waktu itu menyembunyikannya?" kata Mike sambil meneguk habis
minuman coklatnya.
"Jangan," kata Jack melarang. "Lebih baik perahu itu selalu kita
sembunyikan, kecuali saat kita memerlukannya. Sekarang aku akan
memerah Daisy!"
Jack pergi. Tidak lama kemudian anak-anak yang lain mendengar
bunyi yang menyenangkan. Bunyi susu segar memancar ke dalam
panci. Mereka masih belum punya ember susu. Mike dan Jack
berniat pergi mengambil malam itu juga! Memerah susu dengan panci
dan ketel sebagai tempat menampung, rasanya merepotkan!
Peggy membereskan bekas sarapan, lalu pergi mencuci piring. Nora
hendak membantunya, tapi kata Peggy lebih baik adiknya itu
memberi makan ayam. Karenanya Nora lantas pergi sambil
mengeluarkan suara kotekan yang sudah dikenal ayam-ayam betina
itu. Mereka lari menyongsongnya, begitu anak itu melangkahi pagar
kandang mereka.
Nora menebarkan biji jagung. Ayam-ayam itu makan berebut-rebut
sambil mengais-ngais tanah. Nora juga menuangkan air untuk
minuman mereka. Setelah itu diperhatikannya keadaan pagar.
Nampaknya beres!
Tapi Nora hanya melihat sambil lalu saja, karena ia ingin pergi
mendatangi semak frambus di lereng bukit, untuk melihat apakah
sudah ada buahnya yang ranum. Coba ia memperhatikan keadaan
pagar dengan lebih teliti seperti yang seharusnya dilakukan olehnya,
ia pasti melihat lubang yang lumayan besarnya di situ, karena rumput
dan pakis yang semula menyumpal sudah habis dipatuk ayam. Tapi
Nora tidak melihat lubang itu. Diraihnya keranjang yang dibuat
Peggy dari ranting-ranting halus, lalu pergi.
"Kau hendak mencari frambus, Nora?" seru Peggy.
"Ya!" jawab Nora.
"Kalau begitu petik sebanyak mungkin - nanti kita jadikan hidangan
makan siang, dengan krim!" seru Peggy lagi. "Jangan kauhabiskan
semua!"
"Bantu aku dong!" teriak Nora. Ia tidak begitu senang, disuruh
memetik frambus untuk mereka berempat.
"Aku masih harus mengambil air di sumber," balas Peggy sambil
berseru, "dan setelah itu aku ingin menambal pakaian."
Jadi Nora pergi sendiri ke lereng bukit, ia menemukan semak
frambus yang kemarin tidak dilihatnya. Banyak sekali buahnya yang
sudah ranum. Gadis cilik itu makan dulu sekenyang-kenyangnya.
Setelah itu barulah ia mengisi keranjangnya dengan buah-buahan
hutan yang manis dan banyak airnya itu. ia mendengar Jack
membawa Daisy kembali ke padang rumput di balik pulau, ia
mendengar Mike bersiul-siul sambil memotong ranting-ranting pohon
willow, supaya ada persediaan tonggak apabila diperlukan. Semua
sibuk bekerja dengan riang.
Nora duduk di tempat yang terang, ia menyandarkan punggung ke
sebuah batu yang mencuat di lereng bukit. Batu itu terasa hangat
kena sinar matahari. Nora merasa sangat berbahagia. Danau yang
terbentang di bawah nampak sangat biru airnya. Nora bersantai-
santai menikmati sinar matahari yang hangat, sampai didengarnya
suara Mike memanggil-manggil,
"Nora! Nora! Di mana kau? Lama sekali kau pergi!"
"Aku datang!" seru Nora, ia berjalan menembus semak frambus,
mengitari sisi bukit, merintis belukar, menuju pantai kecil di mana
anak-anak yang lain berada. Api unggun sudah dinyalakan oleh Peggy,
yang saat itu sedang memasak kelinci hasil tangkapan Jack.
"Mana frambusnya?" tanya Jack. "Wah, sekeranjang penuh! Bagus!
Sekarang coba kausendok krim dari susu yang ada dalam basi yang di
sana itu, Nora. Masukkan dalam botol, lalu bawa kemari. Kurasa krim
itu akan cukup banyak untuk kita semua."
Tidak lama kemudian mereka sudah menikmati hidangan makan siang.
Peggy memang pandai memasak. Tapi yang paling sedap adalah
hidangan buah frambus manis yang dituangi krim kental berwarna
kuning segar! Anak-anak melahap hidangan itu dengan nikmat!
"Tenang sekali ayam-ayam kita hari ini," kata Jack sambil
menyendok sisa krimnya. "Sejak mulai makan tadi aku sama sekali
tidak mendengar suara mereka berkotek!"
"Mereka tidak apa-apa, 'kan?" kata Peggy was-was.
"Kulihat saja sebentar," kata Mike, ia meletakkan piringnya ke
tanah, lalu pergi ke kandang ayam. Sesampainya di situ ia celingukan.
Diangkatnya karung yang terbentang pada beberapa tonggak di
salah satu sudut untuk tempat bernaung ayam-ayam itu. Tapi sama
sekali tidak ada seekor ayam pun di situ!
"Mereka baik-baik saja?" seru Jack dari pantai.
Mike berpaling dengan kecut.
"Tidak!" balasnya berseru. "Mereka tidak ada di sini. Ayam-ayam
kita lenyap!"
"Lenyap?!" teriak Jack kaget, ia cepat-cepat berdiri. "Mana
mungkin?! Mereka mesti ada di situ!"
"Tidak! Mereka hilang!" kata Mike. "Kotekannya pun tidak ada lagi!"
Anak-anak yang lain bergegas lari ke kandang ayam. Semua
memandang dengan heran bercampur takut, melihat kandang yang
kosong.
"Mungkinkah tadi ada orang kemari, lalu mengambil mereka?" kata
Peggy.
"Tidak!" tukas Jack. "Coba lihat ini! ini alasannya, kenapa ayam-ayam
kita menghilang!"
Ditudingnya sebuah lubang yang terdapat pada pagar kandang itu.
"Lihatlah lubang itu! Mereka minggat lewat situ - dan sekarang
entah di mana mereka berada!"
"Aku tidak mendengar mereka pergi tadi," kata Peggy. "Tadi kan
cuma aku sendiri yang ada di sini. Mestinya mereka keluar ketika aku
pergi mengambil air!"
"Kalau begitu lubang itu mestinya sudah ada ketika Nora memberi
makan pada mereka tadi pagi," kata Jack. "Kau ini bagaimana, Nora?
Kenapa kau begitu ceroboh? Bukankah tadi kukatakan bahwa kau
harus memeriksa pagar ini dengan seksama setiap kali kau memberi
makan ayam, untuk meyakinkan bahwa semuanya masih beres? Dan
ini, baru saja sekali kau melakukan tugas itu, sudah kaubiarkan
ayam-ayam kita lari! Kau memang keterlaluan!"
"Padahal ayam-ayam itu berharga sekali untuk kita," keluh Peggy.
Nora menangis. Tapi anak-anak yang lain tidak merasa kasihan
padanya. Mereka sangat kecewa karena kehilangan ternak petelur
itu. Mereka mulai mencari di sekitar situ, karena siapa tahu, mungkin
saja ayam-ayam itu bersembunyi tidak jauh dari kandang mereka.
Mora menangis semakin keras. Akhirnya Jack hilang kesabarannya.
"Hentikan kecengenganmu itu! Seperti bayi saja, merengek-rengek!"
tukasnya. "Tidak bisakah kau ikut mencari?"
"Kau tidak boleh bicara begitu padaku!" kata Mora sambil menangis.
"Aku bicara padamu semau hatiku," balas Jack. "Aku kapten di sini,
dan kau harus mematuhi perintah. Jika seorang dari kita berbuat
ceroboh, semuanya akan menderita karenanya - dan aku tidak suka
hal itu terjadi! Ayo, berhenti menangis dan bantu kami mencari
ayam-ayam itu!"
Kini Mora ikut mencari. Tapi tangisnya tidak berhenti, ia merasa
sedih dan malu. Tidak enak rasanya apabila semua marah padanya,
dan tidak mau berbicara dengannya. Air mata Mora bercucuran,
sehingga sukar baginya untuk melihat.
"Yah, mereka tidak ada di sekitar sini," kata Jack kemudian.
"Sebaiknya sekarang kita memencar, berusaha menemukan mereka.
Mungkin mereka berkeliaran di balik pulau. Kita mencari di tempat
yang berlain-lainan. Kau ke sana, Peggy, sedang aku akan mencari di
tempat Daisy."
Keempat anak itu memencar. Masing-masing pergi mencari ke arah
yang berbeda, sambil berseru-seru memanggil ayam-ayam dengan
suara lantang. Mora mencari ke arah yang ditentukan oleh Jack. Ia
juga berjalan sambil memanggil-manggil. Tapi tidak ada ayam yang
datang. Di manakah ternak itu?
Sibuk sekali mereka siang itu, mencari ayam-ayam yang hilang!
Benar-benar aneh - kenapa tidak seekor pun bisa ditemukan. Jack
bingung karenanya. Keenam unggas itu tidak ada di bukit. Mereka
juga tidak ada di dalam gua kecil tempat mereka disembunyikan oleh
Jack sehari sebelumnya. Anak itu memeriksa ke sana, tapi ayam-
ayam itu ternyata tidak ada di tempat itu. Mereka juga tidak ada di
dalam semak frambus. Mereka tidak ada di lapangan tempat Daisy
merumput. Di bawah belukar juga tidak ada. Keenam ayam itu
seakan-akan menghilang dengan begitu saja!
Semakin sore, perasaan Nora semakin bertambah gundah, ia merasa
tak mampu menghadapi anak-anak yang lain, apabila ayam-ayam itu
tidak ditemukan. Nora membuat lubang persembunyian di tengah
semak pakis yang lebat lalu meringkuk di situ, sambil memperhatikan
yang lain-lain kembali ke perkemahan untuk makan malam. Mereka
sudah lapar sekali, karena tidak sempat makan sore. Mereka juga
sangat haus, karena tidak minum selama mencari. Nora juga haus
dan lapar - tapi ia tidak berani menggabungkan diri dengan yang lain-
lain saat itu. Tidak - lebih baik ia tetap tinggal di tempatnya seorang
diri, daripada duduk bersama Mike, Jack, dan Peggy yang pasti
masih marah.
"Yah - ayam-ayam kita lenyap!" kata Mike ketika menggabungkan diri
kembali dengan Jack, menuruni bukit menuju pantai.
"Aneh!" kata Jack. "Mustahil mereka terbang dari pulau ini."
"Kejadian ini benar-benar tidak enak," kata Peggy. "Kita memerlukan
telur mereka sebagai pelengkap makanan kita."
Mora duduk seorang diri di tengah semak pakis, ia bermaksud akan
tidur di situ malam itu. Perasaannya sedih. Rasanya tak mungkin bisa
bahagia lagi.
Anak-anak yang lain duduk mengelilingi api, sementara Peggy
menyiapkan minuman coklat susu serta membagi-bagikan puding yang
dibuatnya dari beras. Mereka bertiga agak bingung, karena Mora
tidak muncul-muncul.
"Sebentar lagi pasti kembali," kata Peggy menduga.
Ketiga anak itu makan tanpa banyak berbicara. Tidak lama kemudian
mereka mendengar bunyi yang sangat menyenangkan. Ya - mereka
mendengar suara berkotek-kotek! Suara itu sesaat kemudian disusul
oleh keenam ekor ayam betina, yang berjalan dengan tenang ke
pantai! Ketiga anak yang ada di situ hanya bisa memandang sambil
melongo!
"Ke mana saja kalian tadi, ayam-ayam bandel?" seru Jack. "Kami
sampai setengah mati mencari!"
"Kokkokkokpetok," jawab seekor ayam dengan bahasanya sendiri.
Berkotek-kotek!
"Ya, ya - kalian tahu sekarang sudah waktunya kalian mendapat
makan, dan karena itu kalian datang," kata Jack, ia menoleh ke arah
Mike dan Peggy. "He, bagaimana jika mereka ini setiap hari kita
lepaskan dari kandang - ah, lebih baik jangan! Itu tidak bisa, karena
nanti mereka bertelur di sembarang tempat!"
"Kuberi makan saja mereka sekarang," kata Peggy, ia menaburkan
biji jagung. Ayam-ayam itu mematuk-matuk makanan mereka itu
dengan lahap. Mereka diam saja ketika setelah itu Mike dan Jack
memasukkan mereka ke dalam kandang yang sudah dibetulkan
pagarnya. Keenam ayam betina itu bertengger dengan perasaan puas
di tenggeran yang dibuatkan di satu sudut.
"Kita harus memberi tahu Nora bahwa ayam-ayam sudah kembali,"
kata Jack. Ketiga anak itu naik ke lereng bukit sambil memanggil-
manggil.
"Nora! Nora! Di mana kau?"
Tapi Nora tidak mau menjawab! Anak itu semakin meringkuk di
tengah pakis. Mudah-mudahan saja aku tidak mereka temukan,
harapnya dalam hati. Tapi tahu-tahu Jack melihatnya meringkuk di
situ.
"Ah - di situ kau rupanya!" seru Jack dengan gembira. "Ayam-ayam
kita sudah kembali semua, Nora! Rupanya mereka tahu bahwa
sekarang sudah saatnya mereka diberi makan! Yuk - kau masih harus
makan. Kami sengaja menyisakan untukmu."
Mora mengikuti Jack, kembali ke pantai. Peggy mencium adiknya
sambil berkata, "Kau tidak perlu lagi cemas. Urusannya sudah beres.
Ayam-ayam kita sudah kembali dengan selamat."
"Bagaimana jika aku saja yang mengurus mereka setiap hari,
menggantikan Mora?" tanya Mike pada Jack. Tapi yang ditanya
menggeleng.
"Jangan," kata Jack. "Itu tugas Mora - dan lihat saja nanti, mulai
sekarang ia pasti akan melakukannya dengan baik sekali. Ya kan,
Mora?"
"Ya, aku berjanji, Jack," kata Mora sambil makan puding.
Perasaannya kini sudah jauh lebih enak. "Aku menyesal, kenapa tadi
begitu ceroboh."
"Sudahlah, jangan kaujadikan pikiran," kata anak-anak yang lain
serempak. Mereka mengatakannya dengan tulus, karena ketiga-
tiganya baik hati dan saling suka-menyukai.
"Tapi aku ingin tahu," kata Peggy, ketika ia sedang mencuci tempat
makanan yang kotor bersama Mora, "di manakah ayam-ayam tadi
bersembunyi, sampai kita tidak bisa menemukan mereka?"
Pertanyaan itu tidak lama kemudian sudah terjawab, karena ketika
Mike masuk ke Pondok Willow untuk mengambil sesuatu, ia melihat
tiga butir telur di tengah rumput kering yang terhampar di situ.
Dipungutnya telur-telur itu, lalu dibawanya lari ke tempat anak-anak
yang lain.
"Ayam-ayam cerdik itu tadi rupanya bersembunyi di dalam pondok
kita!" serunya sambil mengangkat ketiga butir telur itu tinggi-tinggi.
"Wah!" kata Jack, ia tercengang. "Bayangkan, kita repot mencari ke
mana-mana - padahal ayam-ayam bandel itu ada di dekat sini!

12. GUA-GUA DI LERENG BUKIT

Hari demi hari berlalu. Anak-anak sudah terbiasa dengan hidup


mereka yang leluasa dan menyenangkan di pulau mereka. Pada suatu
malam Jack dan Mike pergi ke darat dengan perahu. Mereka
mengambil ember susu yang sudah tidak dipakai lagi di pertanian
Bibi Harriet, serta sayur-mayur dari dalam kebun. Buah prem juga
sudah banyak yang ranum. Keduanya memetik buah-buahan itu
sampai seember penuh. Peggy dan Nora pasti senang jika melihat
mereka kembali dengannya!
Sekarang akan lebih mudah memerah Daisy, karena sudah ada ember
untuk menampung susu. Peggy membersihkan tempat itu sebelum
dipakai, karena kotor sekali. Ember yang penuh dengan susu perahan
ditaruh di tengah mata air yang menyembur dari lereng bukit dan
mengalir ke danau. Air yang sedingin es itu mendinginkan susu
sehingga tidak menjadi masam, walau hari sedang sangat panas.
Jack mengambil kotak-kotak berisi benih yang dibawanya dari
pertanian kakeknya. Kotak-kotak itu ditunjukkannya pada anak-anak
yang lain.
"Lihatlah," katanya, "ini benih selada - dan ini benih lobak, mosterd
dan seledri - dan ini benih kacang polong! Saat ini sebenarnya sudah
terlambat untuk menanam kacang, tapi kalau melihat kesuburan
tanah di pulau ini, kurasa benihnya akan cepat sekali tumbuh
sehingga tahun ini juga kita masih bisa memetik buahnya!"
"Sedang benih-benih lainnya akan cepat sekali tumbuh," kata Peggy.
"Asyik! Dalam hawa sepanas sekarang ini selada pun akan cepat
sekali tumbuh - asal kita rajin menyirami."
"Di mana kita menanamnya?" tanya Mike.
"Sebaiknya di petak-petak kecil, di berbagai tempat," kata Jack.
"Soalnya jika kita membuat petak yang besar sehingga merupakan
kebun sayuran, nanti jika ada orang kemari mencari kita, begitu
melihat kebun kita mereka pasti akan tahu bahwa di sini ada orang!
Tapi jika kita menanam sedikit-sedikit secara terpencar, dengan
mudah kita bisa menutupi tanaman kita itu dengan rumput padang,
jika ada orang datang kemari!"
"Jack selalu ada saja akalnya," kata Nora. "Aku akan membantu
menggali dan menanam, Jack."
"Kita semua bekerja bersama-sama," kata Jack. Anak-anak lantas
berangkat mencari tempat-tempat yang baik untuk ditanami, lalu
menggali tanah di situ untuk menanamkan benih-benih mereka yang
berharga. Peggy yang diserahi tugas menyirami tanaman itu setiap
hari. ia juga harus mengawasi, jangan sampai benih yang tumbuh
terdesak oleh tumbuhan liar.
"Kehidupan kita semakin- maju," kata Nora dengan puas. "Setiap
hari menikmati susu serta krim, telur juga setiap hari, buah frambus
kapan saja kita mau, lalu selada, mosterd, seledri, dan lobak yang
sebentar lagi sudah bisa dipetik!"
Jack menanam benih kacang polong di bidang-bidang tanah terbuka
di kaki suatu semak berduri yang tumbuh seperti pagar. Katanya
sulur-sulur tanaman kacang nanti akan bisa merambati semak itu,
sehingga orang yang datang mungkin takkan memperhatikannya.
Benih yang sudah disemaikan dirawat dengan seksama sampai
tumbuhannya sudah cukup kuat dan. tinggi, dan sulur-sulurnya mulai
melilit batang-batang semak yang ada di dekat situ. Setelah itu
Peggy membiarkan tanaman itu tumbuh sendiri. Hanya sekali-sekali
saja ia menyirami, jika dianggapnya perlu.
Anak-anak mulai sulit mengingat hari, walau Jack berusaha
mencatatnya. Kadang-kadang mereka mendengar bunyi lonceng
gereja berdentang, apabila angin sedang bertiup dari darat ke pulau.
Dengan begitu mereka mengetahui bahwa itu hari Minggu.
"Kita harus mengusahakan agar hari Minggu merupakan saat
istirahat yang tenang," kata Mike. "Di sini kita tidak bisa ke gereja -
tapi kita masih bisa mengusahakan agar hari Minggu merupakan hari
baik. Kalian mengerti kan, maksudku?"
Karenanya mereka berusaha tenang setiap hari Minggu. Saat itu
suasana di pulau benar-benar tentram. Tapi hari-hari lainnya berlalu
tanpa diketahui dengan pasti. Anak-anak tidak bisa membedakan
apakah suatu hari adalah hari Selasa, Kamis, atau Rabu! Tapi Jack
selalu memberi tahu apabila hari Minggu tiba. Itu satu-satunya hari
yang mereka ketahui dengan pasti. Menurut Nora hari itu lain
rasanya. Pulau mereka seakan-akan tahu kapan hari Minggu, karena
saat itu suasana berubah, menjadi lebih tenang dan damai.
Suatu hari Jack mengatakan bahwa mereka perlu menjelajahi gua-
gua yang terdapat di lereng bukit.
"Jika kapan-kapan ada orang kemari mencari kita - dan kemungkinan
itu selalu ada - kita harus tahu di mana bisa bersembunyi," katanya.
"Kita harus menyusun rencana dengan rapi! Mereka yang mencari
kita pasti takkan duduk-duduk saja di pantai seperti yang dilakukan
para pelancong waktu itu. Mereka tentu akan mencari-cari ke segala
penjuru pulau ini."
"Kalau begitu hari ini saja kita melakukan penjelajahan ke gua-gua,"
kata Mike. "Sebentar - kuambil dulu lentera kita."
Sambil memegang lentera, Jack mendului masuk ke dalam gua. ia
mengantungi korek api, untuk menyalakan lentera apabila sudah
perlu nanti. Anak-anak menemukan tiga mulut gua di lereng bukit.
Satu di antaranya kecil, yaitu tempat mereka menyembunyikan
ayam-ayam betina ketika para pelancong datang. Gua kedua agak
besar. Sedang yang ketiga mulutnya sangat sempit. Mereka nyaris
tidak bisa memasukinya.
"Kita masuk lewat mulut gua yang paling besar," kata Jack, ia masuk,
setelah lentera dinyalakan. Aneh rasanya masuk ke dalam gua yang
dingin dan lembab, karena udara di luar hangat kena sinar matahari
musim panas. Nora agak menggigil, ia merasa aneh, berada di dalam
gua gelap. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya jalannya saja
yang merapat pada Mike.
Jack mengangkat lentera tinggi-tinggi, untuk menerangi segala
penjuru gua. Rongga dalam bukit itu lapang. Tapi tak berguna sebagai
tempat persembunyian, karena segala sudutnya dapat dilihat dengan
mudah. Di sana-sini nampak sarang labah-labah. Tercium bau pengap.
Itu bau kelelawar yang bersarang di situ.
Mike menyusuri dinding gua sambil meneliti dengan seksama. Di
bagian paling belakang dari rongga itu ia menemukan sesuatu yang
aneh. Dinding gua di situ retak. Retakan itu membujur ke bawah,
mulai dari ketinggian sekitar dua meter sampai ke alas gua. Lebarnya
sekitar setengah meter. Dilihat sepintas lalu retakan itu nampaknya
seperti dangkal. Tapi ketika diamati lebih teliti, ternyata di
belakangnya ada lorongt sempit yang berkelok-kelok. Lorong itu
tidak nampak dari luar, karena terletak di balik batu padas yang
mencuat.
"Coba lihat ini!" seru Mike bersemangat "Di sini ada lorong, di
tengah batu padas bukit Ayo, Jack, bawa lentera itu kemari. Aku
ingin tahu, berapa dalam lorong ini."
Jack mengangkat lentera yang dipegangnya. Anak-anak melihat
lorong yang agak tersembunyi, yang jalan masuknya merupakan
retakan di dinding gua. Jack menyusup masuk ke dalam retakan itu,
lalu berjalan beberapa langkah ke dalam lorong.
"Ayo!" serunya mengajak. "Tidak berbahaya, karena udara di sini
segar baunya! Lorong ini nampaknya menuju ke suatu tempat!"
Anak-anak yang lain menyusul masuk sambil bergegas-gegas. Wah -
petualangan ini mengasyikkan!
Lorong yang mereka lewati berkelok-kelok. Anak-anak kadang-
kadang harus melangkahi batu-batu serta tumpukan tanah longsor.
Di beberapa tempat ada akar-akar pohon terjulur di atas kepala
mereka. Lorong itu kadang-kadang sangat sempit Tapi masih bisa
dilewati. Akhirnya mereka sampai di ujungnya. Jack yang berjalan di
depan melihat bahwa lorong itu berakhir di sebuah gua yang lebih
besar lagi. Letaknya pasti di tengah perut bukit! Jack menjunjung
lenteranya, lalu memandang berkeliling. Gdara di situ berbau segar.
Kenapa bisa begitu?
"Lihatlah!" seru Nora, ia menuding ke atas. "Aku melihat cahaya!"
Benarlah! Jauh di atas kepala mereka nampak sinar terang
menembus ke dalam rongga gua yang gelap.
"Kurasa itu liang kelinci. Kelinci itu menggali di atas, dan tahu-tahu
sampai di gua ini," katanya menebak. "Yah - pokoknya ada udara
segar masuk kemari."
Dari rongga besar itu ada lagi lorong rendah yang menuju ke gua
lain, di sebelah kanan. Lorong itu sangat rendah. Anak-anak terpaksa
merang-kak-rangkak ketika melewatinya. Mereka tercengang ketika
melihat bahwa gua itu ternyata rongga yang mulutnya sangat sempit
di lereng bukit.
"Lumayan juga hasil penjelajahan kita," kata Jack. "Kita sudah
mengetahui bahwa gua besar yang pertama dihubungkan oleh sebuah
lorong dengan gua lain yang lebih besar di perut bukit - dan dari gua
yang lebih besar itu kita bisa sampai ke gua kecil ini, yang mulutnya
terdapat di sisi bukit. Dan mulut gua ini sangat sempit, sehingga
orang dewasa takkan mungkin bisa menyusup masuk ke dalam."
"Bagaimana dengan gua, di mana kita waktu itu menyembunyikan
ayam-ayam kita?" tanya Nora.
"Rupanya gua itu terpisah - tidak berhubungan dengan kedua gua
yang lain," kata Jack. "Tapi sebaiknya kita periksa saja, untuk
memastikannya."
Keempat anak itu keluar dengan susah payah lewat mulut gua yang
sangat sempit, lalu menuju ke gua ayam. Ternyata gua itu rongga
biasa saja yang tidak tinggi. Bau kelelawar sangat keras di situ.
Anak-anak keluar lagi. Mereka duduk di lereng bukit, di tempat yang
terang. Enak rasanya duduk sambil menikmati kehangatan sinar
matahari, setelah berada di dalam gua yang gelap dan dingin.
"Coba dengar sebentar," kata Jack serius. "Gua-gua itu akan sangat
berguna bagi kita apabila ada orang datang mencari. Misalnya saja,
Daisy bisa kita sembunyikan di dalam gua besar yang ada di sebelah
dalam bukit."
"Mana mungkin sapi itu mau disuruh melewati lorong sempit
berkelok-kelok itu, Jack," bantah Peggy.
"ia pasti mau," kata Jack yakin, "ia pasti mau ikut denganku. Daisy
akan mulai berlatih bolak-balik melewati lorong itu, sehingga nanti
tidak apa-apa lagi apabila tiba saatnya ia benar-benar harus
bersembunyi selama beberapa jam di dalam. Tak ada gunanya
menyembunyikannya di dalam gua sebelah dalam, apabila ia nanti
melenguh keras-keras di situ!"
"Betul," kata Mike sambil mengangguk. "Daisy perlu berlatih dulu.
Kurasa ayam-ayam kita juga bisa dimasukkan ke sana, 'kan?"
"Tentu saja," kata Jack. "Dan kita juga!"
"Hanya perahu dan pondok kita saja yang tidak bisa kita bawa ke
dalam," kata Mike.
"Perahu kita takkan bisa ditemukan di bawah ranting-ranting yang
terjulur sampai ke air," kata Jack. "Dan kurasa takkan ada orang
lain yang bisa menemukan Pondok Willow, karena kita membangunnya
di tengah-tengah hutan yang begitu lebat.
sehingga kalau kita hendak masuk ke situ pun harus dengan susah
payah! Orang dewasa takkan mungkin bisa menembusnya. Kita
sendiri sebentar lagi mungkin akan terpaksa memanjat pohon dulu
lalu meloncat dari atas ke dalam pondok, apabila belukar dan
pepohonan di sekitarnya tumbuh lebih lebat lagi dari sekarang!"
"Kepingin rasanya ada orang datang!" kata Peggy bergairah. "Kan
asyik, menyembunyikan diri nanti!"
"Tapi jangan lupa, banyak yang harus dikerjakan begitu kita melihat
ada orang datang!"
"Apakah tidak sebaiknya kita menyusun rencana dari sekarang?"
kata Mike mengusulkan. "Dengan begitu apabila tiba saatnya, semua
sudah tahu apa yang harus dikerjakan."
"Betul," kata Jack. "Nah, urusan dengan Daisy biar aku saja yang
melakukannya. Kujemput saja sapi itu sekarang. Mike, kau yang
mengurus ayam-ayam. Masukkan mereka ke dalam karung, lalu
kauangkut langsung ke dalam gua sebelah dalam. Peggy, kau
memadamkan api kita, lalu tebarkan ranting-ranting yang angus. Kau
juga harus menyerakkan kotak rokok, kaleng bekas buah, serta
kotak karton kosong bekas tempat susu, supaya nampak kesan
seolah-olah ada pelancong yang pernah datang kemari. Jadi jika para
pencari menemukan bekas-bekas api unggun atau salah satu benda
lain, mereka takkan merasa curiga."
"Lalu aku - apa tugasku?" tanya Nora.
"Kau ke mata air, Nora," kata Jack. "Ambil ember berisi susu yang
kita dinginkan di situ, lalu kaubawa ke gua. Sebelum itu serakkan
rumput padang menutupi benih sayuran kita yang sudah mulai
tumbuh. Dan kau, Peggy, usahakan agar tempat penyimpanan kita
yang di bawah akar pohon tidak kelihatan dari luar. Tutupi dengan
pakis atau barang lain."
"Siap, Kapten!" kata Peggy. "Kini kita masing-masing sudah mendapat
tugas - tapi tugasmu yang paling berat, Jack! Aku tidak ingin harus
menyembunyikan Daisy ke dalam gua, melewati lorong sempit itu!
Bagaimana jika di tengah jalan ia tidak bisa terus?"
"Itu tidak mungkin," kata Jack. "Daisy tidak segemuk itu! O ya,
sebaiknya kita menaruh beberapa mangkuk dalam gua serta sedikit
rumput padang, untuk berjaga-jaga kalau kita terpaksa sampai
berjam-jam bersembunyi di situ. Dengan begitu kita nanti bisa
minum susu, serta ada alas empuk tempat merebahkan diri."
"Sebaiknya kita taruh beberapa batang lilin di mulut gua," kata
Peggy. "Tidak enak rasanya berada di dalam ruang yang gelap gulita."
"Begini sajalah," kata Jack setelah berpikir sebentar. "Kita jangan
keluar-masuk ke gua besar di dalam lewat lorong sempit dari gua
besar yang di sebelah depan. Tidak! Kita keluar-masuk lewat gua
sempit yang begitu sulit dimasuki. Jika kita selalu masuk lewat gua
yang lebih besar, pasti nanti ada bekas-bekas kita di situ, sehingga
bisa ketahuan!
Kalau Daisy, apa boleh buat - aku harus menuntunnya lewat situ."
"Gua-gua itu pasti nyaman ditinggali saat musim dingin nanti," kata
Peggy. "Kita tinggal di gua sebelah luar, sedang barang-barang kita
disimpan di gua sebelah dalam. Dengan begitu kita aman dari
gangguan cuaca buruk."
"Kita ini benar-benar mujur," kata Nora. "Punya rumah bagus
terbuat dari pepohonan untuk tempat tinggal musim panas - sedang
untuk musim dingin ada rumah gua!"
"Musim dingin masih jauh," kata Jack. "Eh - ngomong-ngomong,
perutku sudah lapar! Bagaimana jika kau menggorengkan telur untuk
kita semua, Peggy, sementara Mike pergi memetik buah frambus?"
"Yuk!" seru Peggy, lalu berlari menuruni bukit, ia merasa lega,
meninggalkan gua-gua yang gelap dan suram di lereng.

13. SUASANA MUSIM PANAS

Tidak ada yang datang mengganggu keasyikan anak-anak itu. Mereka


hidup tentram di pulau terpencil itu - bermain-main, bekerja, makan
dan minum, mandi-mandi. Mereka bisa berbuat semau mereka, tapi
tanpa melupakan tugas-tugas yang perlu dikerjakan agar segala-
galanya berjalan beres.
Kadang-kadang Jack dan Mike pergi malam-malam naik perahu untuk
mengambil berbagai hal yang mereka perlukan dari pertanian kakek
Jack, atau dari tempat Bibi Harriet. Suatu malam Mike berhasil
menyusup masuk ke dalam rumah bibinya, mengambil beberapa
potong pakaian untuknya sendiri dan untuk kedua saudaranya.
Beberapa gaun untuk Peggy dan Nora, sedang untuknya sendiri
selembar mantel dan celana pendek. Urusan pakaian agak
merepotkan anak-anak yang hidup di pulau terpencil itu, karena yang
dikenakan sudah sangat kotor dan robek-robek. Peggy dan Nora
selama itu tidak bisa mencuci atau menambal pakaian mereka, karena
tidak punya ganti.
Jack memetik buah-buahan dari pertanian kakeknya, yang rupanya
masih juga belum berhasil dijual. Kecuali itu ia juga mengambil
kentang dan lobak dalam jumlah yang lumayan banyaknya. Mereka di
pulau tidak kekurangan makanan, karena ada telur, kelinci dan ikan,
sedang susu tersedia lebih dari mencukupi setiap hari.
Benih yang disemaikan tumbuh dengan cepat Anak-anak sangat
bangga ketika suatu hari Peggy sudah bisa memetik tanaman
mosterd, seledri, dan selada yang merupakan panen pertama, lalu
meramunya menjadi hidangan sayur segar yang dimakan dengan telur
rebus! Lobak hasil tanaman mereka juga sangat enak. Rasanya begitu
pedas, sehingga air mata Jack sampai keluar ketika memakannya!
Segala-galanya tumbuh begitu cepat dan subur di pulau kecil itu.
Tanaman kacang polong sementara itu sudah mencapai puncak
belukar tempat rambatannya. Jack memotong ujung-ujungnya yang
teratas, supaya bagian sebelah bawahnya tumbuh subur.
"Ini supaya kita tidak memerlukan tangga apabila hendak memetik
kacangnya nanti," katanya. "Wah-coba lihat bunga-bunganya. Pasti
banyak kacang kita nanti!"
"Baunya harum," kata Nora sambil mengendus bau bunga tanaman
kacang itu.
"Kacangnya sendiri akan lebih enak rasanya!" kata Jack.
Cuaca benar-benar cerah, karena musim panas saat itu sangat indah.
Anak-anak tidur di luar, di 'kamar tidur hijau' mereka yang
tersembunyi letaknya di balik lindungan semak belukar lebat,
Hamparan rumput padang dan pakis harus diganti setiap minggu,
karena sudah pipih tertindih anak-anak itu, sehingga tidak enak lagi
berbaring di atasnya. Tapi pekerjaan itu sangat menyenangkan.
Anak-anak suka melakukannya.
"Wah - warna kulit kita sudah coklat sekali sekarang," kata Mike
pada suatu hari, ketika mereka sedang duduk-duduk mengitari api
unggun di pantai sambil makan lobak dengan kentang yang direbus
dengan kulitnya. Keempat anak itu saling tengok-menengok.
"Kita sudah secoklat buah ceri," kata Nora.
"Ceri apa?" kata Mike. "Aku belum pernah melihat ceri berwarna
coklat Semuanya merah!"
"Kalau begitu kita secoklat buah pohon ek," kata Nora. Kenyataannya
memang begitu. Tungkai, lengan, muka, leher, lutut mereka -
seluruhnya sudah sangat coklat Mereka juga sudah gemuk, karena
walau hidangan yang dimakan setiap hari agak aneh, tapi mereka
banyak menikmati krim susu yang bergizi tinggi.
Kehidupan di pulau kecil itu tenang. Tapi ada juga keasyikan di situ.
Setiap minggu Jack menuntun Daisy ke gua. Disuruhnya sapi betina
yang malang itu masuk ke gua sebelah dalam, melewati lorong sempit
yang berkelok-kelok. Mulanya Daisy tidak mau. ia mengeluh dan
menguak, meronta, bahkan menendang-nendang. Tapi Jack bersikap
teguh. Dengan ramah dituntunnya sapi itu ke dalam. Ketika sudah
tiba di gua dalam perut bukit, Daisy diberinya makan lobak segar
yang dipetik malam sebelumnya di pertanian kakeknya. Daisy senang
diberi makanan lobak, ia mengunyahnya dengan lahap. Kemudian ia
tidak meronta-ronta lagi, apabila dituntun ke luar gua lewat lorong
yang sama.
Ketika ia dituntun kembali ke dalam untuk kedua kalinya, ia masih
meronta sedikit. Tapi kini tanpa menendang-nendang. Lenguhannya
juga tidak senyaring kali yang pertama. Dan ketika untuk ketiga
kalinya dituntun, ia malah dengan segera menurut, karena tahu
bahwa ada lobak menunggunya di dalam gua. Saat keempat kalinya ia
sudah mau masuk sendiri.
"Jika Daisy masih bertambah gemuk lagi, ada kemungkinan ia tidak
bisa lagi melalui lorong sempit ini, Jack," kata Mike yang mengikuti
dari belakang.
"Untuk apa kita memikirkan kesulitan yang belum tentu timbul," kata
Jack dengan sikap riang. "Pokoknya, yang penting Daisy sekarang
sudah mau masuk sendiri ke dalam gua. ia takkan ribut-ribut apabila
tiba saatnya ia harus cepat-cepat dimasukkan ke situ."
Bulan Juli sudah lewat. Kini bulan Agustus. Hawa semakin panas.
Beberapa kali turun hujan lebat disertai badai kilat. Selama
beberapa malam anak-anak tidur di Pondok Willow. Jack sebetulnya
mengusulkan agar lebih baik tidur di gua saja. Tapi semua kemudian
berpendapat bahwa hawa di situ pasti pengap dan panas. Dengan
demikian mereka memilih tidur di pondok. Mereka merasa aman di
situ, karena dinaungi atap hijau yang tebal, serta dinding kokoh yang
lubang-lubangnya disumbat dengan rumput padang.
Buah frambus banyak sekali yang sudah ranum, sampai ratusan. Buah
arbei liar pun mulai bermunculan di tempat-tempat teduh. Buah itu
tidak kecil-kecil seperti sering ditemukan anak-anak di sekitar
pertanian, tapi besar-besar, manis dan banyak airnya. Buah arbei
liar itu bahkan lebih enak daripada yang dipelihara di dalam kebun.
Rasanya nikmat sekali jika dimakan dengan krim. Buah bram di
semak-semak yang terdapat di mana-mana mulai bermatangan. Mulut
anak-anak selalu berlumur air, karena sambil melakukan berbagai
pekerjaan, mereka selalu asyik memetik.
Jack memetik buah bram dalam perjalanan ke balik pulau untuk
memerah Daisy. Begitu pula halnya dengan Mike. Peggy memetik
buah itu sambil pergi mengambil air. Sedang Nora melakukannya
sambil pergi ke kandang ayam.
Buah-buahan liar berkulit keras pun mulai masak. Tapi belum bisa
dipetik. Jack sudah ingin cepat-cepat memetik. Ia pergi memeriksa
tanaman kacang polong. Ternyata sudah bisa dipanen! Sulur-sulur
tanaman yang meliliti semak belukar penuh dengan kacang, dan
nampak menghijau di sela-sela bunga semak arbei dan bram.
"Kita makan kacang polong hari ini!" seru Jack dengan gembira.
Diambilnya salah satu keranjang yang dibuat oleh Peggy dari
ranting-ranting pohon willow. Dengan segera keranjang itu sudah
penuh diisinya dengan kacang.
Pada suatu hari Jack teringat bahwa di lapangan sebelah ujung
pertanian kakeknya tumbuh jamur yang bisa dimakan. Dan pada
suatu pagi saat akhir bulan Agustus ia pergi naik perahu bersama
Mike, untuk mencari jamur di tempat itu.
Pagi itu sangat indah. Mike ingin Peggy dan Nora bisa ikut. Tapi di
pihak lain, jika mereka beramai-ramai pergi, jangan-jangan nanti
dilihat orang.
Saat itu matahari baru saja terbit di timur. Kubah langit berwarna
keemasan. Burung-burung memperdengarkan kicauan mereka yang
riang. Embun tebal menyelubungi rerumputan. Mike dan Jack tidak
memakai sepatu. Kaki mereka basah kena embun. Tapi keduanya tak
peduli. Sinar matahari pagi terasa hangat. Alam sekeliling mereka
nampak hijau, sementara langit yang biru diselaputi warna keemasan.
"Jamur!" kata Jack dengan gembira, sambil menunjuk ke suatu
tempat di mana nampak beberapa tumbuhan jamur. "Lihatlah - masih
segar, baru tadi malam tumbuh. Yuk - kita isi karung kita
dengannya!"
Di padang itu cukup banyak tumbuh jamur. Jack memetik yang kecil-
kecil, ia tahu, jamur yang besar tidak begitu enak rasanya, dan
mungkin bahkan sudah berulat. Dalam waktu setengah jam saja
karung kecil yang mereka bawa sudah penuh. Kedua anak laki-laki itu
menyelinap lewat padang-padang yang cerah disinari matahari,
menuju tempat perahu mereka ditambatkan.
"Akan sedap sarapan kita pagi ini!" kata Jack sambil nyengir puas.
Dan hidangan sarapan ternyata memang nikmat. Telur goreng dengan
jamur, disambung dengan arbei liar yang diguyur krim! Peggy dan
Nora pergi memetik buah arbei saat kedua anak laki-laki itu
berangkat mencari jamur.
Sementara itu Nora sudah cukup pandai berenang, ia berlatih setiap
hari bersama Peggy di danau, sampai Jack menilai bahwa mereka
sudah sama pandai berenang seperti dirinya sendiri serta Mike.
Kedua anak perempuan itu dengan segera sudah merasa biasa berada
di dalam air. Setiap hari mereka mandi-mandi di danau, sambil
bermain-main dengan gembira. Meriah sekali suasananya, penuh
dengan teriakan dan pekik jerit gembira. Jack sangat mahir
berenang di bawah air. Berulang kali ia tiba-tiba menyelam, dan
tahu-tahu muncul di sisi salah seorang teman, sambil memegang kaki
anak itu. Bukan main asyiknya!
Kemudian datang cuaca buruk selama beberapa hari berturut-turut
Pulau itu nampak berubah ketika matahari tidak nampak dan hujan
gerimis membasahi permukaannya. Air danau saat itu sangat dingin -
hampir sedingin air es.
Nora tidak menyukai cuaca seperti itu. ia tidak suka pergi memberi
makan ayam di tengah hujan yang turun. Dimintanya Peggy pergi
menggantikannya. Tapi Jack mendengar permintaannya itu. ia marah-
marah.
"Kau tidak boleh bersikap pemilih," katanya pada Nora. "Memang
gampang saja bekerja dengan gembira apabila matahari bersinar
cerah - tapi kau harus tetap melakukan tugas sambil tersenyum
apabila cuaca kebetulan sedang buruk!"
"Siap, Kapten!" kata Nora. Ia sudah belajar untuk tidak lagi
bersikap cengeng. Setelah itu ia berangkat dengan gembira untuk
memberi makan ayam, walau tetesan air hujan membasahi tengkuk
dan mengalir dingin di sepanjang punggungnya.
Keempat anak itu merasa bosan apabila harus terus mengurung diri
di dalam Pondok Willow saat hujan turun. Semua buku dan surat
kabar yang mereka bawa sudah mereka baca semua. Melakukan
berbagai permainan memang mengasyikkan, tapi kalau terus-menerus
sepanjang hari rasanya lama-kelamaan membosankan juga. Hanya
Peggy saja yang tidak begitu mempedulikan cuaca buruk - karena
selalu banyak jahitan yang harus dikerjakan olehnya.
Anak-anak yang lain diajarinya cara menganyam keranjang dari
ranting-ranting willow. Keranjang-keranjang itu tidak tahan lama,
jadi selalu saja diperlukan yang baru. Mike, Jack, dan juga Nora
senang menganyam berbagai jenis keranjang. Tidak lama kemudian
mereka sudah banyak keranjang, siap untuk dipakai apabila cuaca
sudah cerah lagi.
Kemudian matahari muncul kembali. Anak-anak berbaring di rumput,
menikmati sinarnya yang hangat. Ayam-ayam betina melebarkan
sayapnya yang lembab sambil berkotek-kotek dengan riang. Daisy
muncul dari bawah pohon tempatnya berteduh. Sapi betina itu
melenguh-lenguh kesenangan. Alam nampak ceria kembali. Anak-anak
bersorak-sorai dengan gembira.
Hujan selama beberapa hari itu menyebabkan sayur-mayur tumbuh
menjadi besar. Jack dan Mike sibuk memetik. Semua sependapat
bahwa mereka belum pernah merasakan makanan senikmat daun
selada yang gemuk karena penuh dengan air hujan.
Berbagai hal terjadi kemudian. Lubang di lunas perahu bertambah
besar. Suatu hari ketika Mike hendak mengambilnya di tempat
penyembunyiannya, tahu-tahu perahu itu sudah tidak ada lagi.
Ternyata tenggelam! Jack dan Mike memeras otak dan tenaga
mereka untuk mengangkatnya lagi dari dalam air lalu menambal
lunasnya, agar air tidak begitu banyak masuk.
Jagung makanan ayam habis. Jack terpaksa pergi ke darat untuk
mencari tambahan. Di pertanian kakeknya tidak ada lagi. Karena itu
ia pergi ke pertanian paman dan bibi Mike. Di situ ia menemukan
sedikit jagung di dalam lumbung. Tapi Jack nyaris saja luka digigit
seekor anjing yang sengaja dibeli Bibi Harriet untuk dijadikan
penjaga di pertaniannya. Peggy terpaksa sibuk sepagi penuh,
menambal celana Jack yang robek kena gigitan anjing itu.
Pada suatu hari anak-anak sempat panik, yaitu ketika Nora
mengatakan bahwa ia mendengar bunyi dayung berkecipak di air.
Jack bergegas menyembunyikan Daisy, sedang Mike buru-buru
memasukkan ayam-ayam ke dalam karung. Tapi setelah bunyi dayung
yang menurut Nora didengar olehnya, tidak ada lagi kejadian apa-
apa. Karenanya Peggy lari ke atas bukit, lalu memandang ke danau.
Sama sekali tidak ada perahu di situ. Peggy hanya melihat empat
ekor angsa putih yang besar sedang ramai bertengkar, memukul-
mukul air dengan sayap dan kaki mereka!
"Aman, Jack! Mike!" seru Peggy dari atas bukit. "Itu bukan perahu,
melainkan beberapa ekor angsa!"
Daisy tidak jadi disuruh masuk ke dalam gua, sedang ayam-ayam
betina dilepaskan kembali. Nora diganggu habis-habisan oleh anak-
anak yang lain. Dalam hati ia bertekad lain kali sebelum memberi
tanda bahaya, ia akan meyakinkan dulu bahwa yang datang memang
perahu!
Pada suatu hari kaki Jack terkilir karena terpeleset ketika sedang
memetik buah frambus di lereng bukit, ia terpaksa dipapah pulang
ke pantai. Muka Jack pucat kesakitan.
Peggy bergegas merendam beberapa lembar kain bersih ke dalam
sumber air yang dingin.
Pergelangan kaki Jack yang terkilir dibalutnya dengan kain-kain itu.
"Untuk sementara kau jangan berjalan dulu dengan kakimu ini," kata
Peggy. "Kau perlu mengistirahatkannya selama beberapa waktu. Biar
Mike saja yang melakukan tugas-tugasmu."
Jack terpaksa berbaring diam-diam selama satu-dua hari. ia merasa
tidak enak. Tapi ia juga tahu bahwa itu cara yang paling baik agar
pergelangan kakinya cepat sembuh. Tidak lama kemudian ia sudah
mampu berjalan lagi, dengan bantuan sebatang tongkat penyangga
yang dibuatkan oleh Mike. Sekitar satu minggu kemudian Jack sudah
seperti biasa lagi.
Saat yang lain Peggy kehilangan keseimbangan, sehingga terjungkir
ke kaki bukit. Jatuhnya tepat menimpa semak berduri. Tubuhnya
tergores-gores, tapi ia tidak menangis, ia pergi ke tepi danau untuk
membersihkan bekas-bekas jatuhnya. Setelah itu ia menyiapkan
hidangan makanan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jack
mengatakan bahwa ia sangat bangga melihat ketabahan Peggy.
"Anak lain pasti sudah terpekik jerit karenanya," kata Jack sambil
memandang muka dan kaki Peggy yang penuh goresan duri tajam.
"Ah - ini kan bukan apa-apa," kata Peggy sambil memasak susu. "Aku
masih untung tadi, tidak patah kaki atau tangan!"
Musim panas berlalu, diiringi segala kejadian kecil itu, dengan suka-
dukanya. Selama itu tidak ada yang datang ke pulau, dan lambat laun
anak-anak melupakan rasa takut akan ketahuan. Mereka tidak
memikirkan hal itu lagi.

14. JACK PERGI BERBELANJA

Musim panas sudah berlalu. Siang hari semakin bertambah singkat.


Anak-anak mulai sering merasa bahwa tubuh mereka tidak cukup
menjadi hangat apabila malam-malam duduk di depan api unggun.
Karenanya mereka pindah ke Pondok Willow, di mana mereka bisa
menyalakan lentera dan melakukan berbagai permainan yang asyik.
Pondok Willow selalu nyaman.
Dinding pondok harus mereka sumpal lagi dengan daun pakis dan
rumput padang. Tonggak-tonggak dari dahan willow yang
dipergunakan untuk kerangka dinding sementara itu sudah berakar,
dan di sana-sini sudah nampak daun-daun hijau yang mulai tumbuh.
Anak-anak senang melihatnya. Asyik, tinggal di dalam pondok yang
dinding dan atapnya tumbuh!
Suatu hari Mike pergi mengambil lilin untuk lentera, ia terkejut
ketika melihat bahwa persediaan lilin tinggal sebatang! Korek api
juga tinggal sedikit. Walau anak-anak sangat menghemat korek api
dan hanya menggunakannya apabila api unggun padam, tapi
persediaan lama-kelamaan habis juga.
"He, Jack-lilin kita tinggal sebatang," katanya.
"Kalau begitu kita harus menambah perbekalan lagi," kata Jack.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Lilin kan tidak tumbuh di
pohon!"
"Maksud Jack, ia akan pergi mengambilnya dari salah satu tempat,"
kata Peggy, yang saat itu sedang menambal kemeja Jack yang robek.
Ia bersyukur karena sewaktu berangkat ke pulau kecil itu ia tidak
lupa membawa keranjang jahitannya, ia selalu memperhatikan
pakaian anak-anak. Begitu ada yang robek, langsung ditambal
olehnya. Dengan begitu pakaian mereka bisa lama utuh.
"Tapi di manakah lilin bisa diperoleh, kalau bukan di toko?" kata
Mike.
"Aku sudah berpikir-pikir," kata Jack dengan serius. "Musim gugur
sudah menjelang, saat mana kita pada waktu petang akan
memerlukan cahaya yang lebih baik. Kita juga memerlukan selimut
tambahan. Di samping itu masih banyak lagi yang kita perlukan."
"Aku memerlukan tambahan benang wol dan benang biasa berwarna
hitam," kata Peggy. "Kemarin aku terpaksa menambal celana
kelabumu dengan benang biru, Jack."
"Dan aku sebentar lagi memerlukan tambahan jagung untuk makanan
ayam," kata Nora.
"Dan kalau bisa, aku juga menginginkan tepung terigu," kata Peggy.
"Jika ada tepung, aku bisa sekali-sekali membuatkan roti untuk kita
semua. Aku sudah kepingin sekali makan roti!"
"Ya - enak juga sekali-sekali makan roti lagi," kata Jack. "Bagaimana
pendapat kalian jika aku pergi dengan perahu ke desa yang terletak
di seberang danau, untuk membeli barang-barang yang sangat kita
perlukan?"
Anak-anak yang lain berseru kaget
"Nanti kau ditangkap!"
"Kita kan tidak punya uang!"
"Aduh, Jack - jangan pergi!"
"Aku takkan tertangkap," kata Jack menenangkan. "Aku akan sangat
berhati-hati. Tidak ada yang mengenal diriku di desa itu. Tapi jika
kalian khawatir, aku bisa saja pergi ke desa berikutnya. Jaraknya
cuma lima mil, dan aku pasti capek nanti, mengangkuti segala barang
yang kita perlukan."
"Tapi bagaimana dengan uang untuk membeli barang-barang itu,
Jack?" kata Peggy.
"Soal itu pun sudah kupikirkan," kata Jack. "Jika Mike mau
membantuku memetik jamur pagi-pagi, nanti kita bisa mengaturnya
dalam keranjang-keranjang dari ranting-ranting willow yang kita
buat, lalu kubawa ke desa untuk dijual di sana. Dengan uang hasil
penjualan itu akan kubeli barang-barang yang kita perlukan."
"Aku menginginkan beberapa buah buku," kata Peggy.
"Dan aku ingin pensil," kata Nora. "Aku ingin menggambar."
"Kita juga memerlukan ketel baru," kata Peggy lagi. "Ketel kita
sudah mulai bocor dasarnya."
"Dan jangan lupa paku," kata Mike.
"Dan tepung terigu serta benang wol dan benang biasa yang
berwarna hitam," kata Peggy.
Keempat anak itu sibuk menyebutkan barang-barang yang mereka
inginkan. Jack mengulanginya agar jangan sampai lupa.
"Besok pagi aku akan pergi bersama Mike ke padang yang terletak di
seberang danau, untuk memetik jamur yang tumbuh di sana,"
katanya.
"He, Jack - bagaimana jika kau juga mencoba menjual buah arbei?"
kata Nora bersemangat. "Aku tahu tempat di mana buah itu banyak
terdapat. Aku menemukannya kemarin. Buahnya besar-besar, dan
sangat manis rasanya!"
"Itu ide yang bagus," kata Jack. "Begini sajalah - hari ini kita
membuat keranjang kecil sebanyak mungkin. Lalu besok kita atur
jamur dan buah arbei hasil petikan kita ke dalam keranjang-
keranjang itu, lalu kubawa ke darat dengan perahu untuk kemudian
kujual di sana. Pasti akan banyak uang yang kita peroleh!"
Anak-anak sangat bergairah. Mike pergi mengambil ranting-ranting
pohon willow yang halus, sedang Peggy bergegas mengambil batang-
batang kercut. ia pernah membuat keranjang-keranjang mungil
dengan batang rumput panjang itu. Keranjang dari batang kercut
pasti manis untuk dijadikan tempat buah arbei yang akan dijual,
katanya dalam hati.
Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah sibuk menganyam
keranjang, sambil duduk di lereng bukit yang disinari matahari
cerah. Jack dan Mike sudah semahir kedua anak perempuan dalam
menganyam keranjang. Ketika matahari terbenam, sudah banyak
keranjang mungil yang mereka buat. Peggy menghitung jumlahnya.
Semuanya ada dua puluh tujuh!
"Wah! Jika keranjang-keranjang ini kita isi dengan jamur dan buah
arbei, lalu kau berhasil menjual semuanya, uang yang ada padamu
nanti pasti cukup untuk membeli segala keperluan kita, Jack," kata
Mike.
Malam itu anak-anak cepat tidur, karena tahu bahwa keesokan
harinya mereka harus bangun pagi-pagi sekali. Mereka tidak punya
jam. Jadi satu-satunya cara untuk memastikan bisa bangun pagi ialah
dengan jalan cepat tidur! Cuaca malam itu tidak dingin. Karenanya
mereka tidur di luar, diapit semak belukar. Mereka berbaring di
atas hamparan rumput empuk. Tidak ada lagi yang bisa
membangunkan mereka saat tengah malam, seperti yang dialami
sewaktu belum lama berada di pulau itu. Biar ada landak berjalan di
atas kaki Jack, ia tetap tidak bangun. Mike tidak bergerak saat ada
kelelawar melintas di depan hidungnya.
Seekor labah-labah kecil membuat jaring dari ujung hidung Peggy ke
bahunya. Ketika Nora bangun, ia melihat sarang labah-labah itu lalu
memanggil Jack dan Mike. Ketiga anak itu tertawa melihat
pemandangan kocak itu. Mereka membangunkan Peggy. Tapi anak itu
tetap tenang.
"Labah-labah merupakan tanda nasib baik!" katanya. "Hari ini aku
pasti mujur!" Dan benarlah - ia menemukan kembali guntingnya yang
sudah seminggu hilang!
Anak-anak bangun saat fajar menyingsing. Seekor burung yang
hinggap di pohon dekat mereka mulai berkicau begitu mereka
terjaga. Burung itu sama sekali tidak takut pada mereka, karena
anak-anak sering memberikan remah-remah makanan mereka pada
burung-burung. Burung yang berkicau itu sangat jinak, ia sering
bertengger di bahu Peggy, sementara anak itu sedang menyiapkan
hidangan. Peggy sangat senang apabila burung itu datang.
Anak-anak bangun, lalu pergi mandi di danau. Saat itu Peggy
teringat, apa lagi yang masih diperlukan. Sabun! Sabun mereka sudah
habis, dan agak sulit menghilangkan kotoran yang melekat ke tubuh
dengan pasir seperti yang terpaksa mereka lakukan sekarang. Jack
mengingat-ingat pesanan tambahan itu. Dengan demikian barang-
barang yang harus dibelinya berjumlah dua puluh satu jenis. Wah -
banyaknya!
"Kami berdua takkan lama pergi," kata Jack ketika ia mendorong
perahu ke air, untuk memetik jamur di darat bersama Mike.
"Sementara itu kau memetik buah arbei dengan Nora, Peggy. Dan
masak air, supaya kita bisa menghirup minuman panas apabila sudah
kembali kemari lagi nanti. Hawa pagi ini agak dingin."
Anak-anak sibuk dengan tugas mereka, sementara matahari mulai
mendaki kaki langit. Mike dan Jack memetik jamur sebanyak
mungkin di lapangan tempat jamur itu tumbuh. Mereka
memasukkannya ke dalam karung besar yang mereka bawa. Sedang
Nora dan Peggy memetik buah arbei liar di pulau. Semak yang
ditemukan Nora memang banyak sekali buahnya. Merah-merah, di
sela dedaunan yang indah. Di antaranya ada yang sebesar buah arbei
yang ditanam di dalam kebun.
"Bagus ya kelihatannya, ditaruh di dalam keranjang kita?" kata
Peggy dengan senang. Kedua anak perempuan itu membawa beberapa
keranjang kecil. Keranjang-keranjang itu mula-mula dilapisi dasarnya
dengan daun-daun arbei. Setelah itu baru dimasukkan buah arbei
yang merah ranum, diatur secara rapi di dalam keranjang.
"Kurasa masing-masing keranjang ini pasti bisa dijual Jack dengan
harga enam penny," kata Peggy. "Buah arbeinya ranum-ranum
semua!"
Kedua anak perempuan itu mengisi selusin keranjang yang dibuat
dari batang kercut dengan buah arbei. Setelah itu mereka kembali
ke pantai, untuk menyalakan api unggun. Dengan segera api sudah
berkobar. Peggy menggantungkan ketel berisi air di atas api.
Sementara itu Nora pergi memberi makan ayam.
"Lebih baik aku pergi memerah Daisy saja sekarang," kata Peggy.
"Sudah waktunya sapi kita itu diperah, sedang Jack tidak sempat
melakukannya pagi ini. Tolong awasi api, Nora. Angkat ketel, jika air
sudah mendidih."
Tidak lama kemudian Jack dan Mike sudah kembali. Dengan bangga
keduanya memperlihatkan jamur hasil petikan mereka pada Peggy
dan Nora. Peggy sudah selesai memerah Daisy. Dengan segera ia
menghidangkan minuman teh panas untuk semuanya. Bubuk coklat
yang di dalam kaleng sudah lama habis. Bahan minuman itu juga
ditambahkan dalam daftar pesanan yang harus dibeli Jack.
Sementara Jack dan Mike sarapan telur goreng dengan jamur yang
disusul hidangan buah arbei yang dituangi krim susu segar, kedua
anak perempuan sibuk mengatur jamur ke dalam keranjang-
keranjang yang terbuat dari ranting-ranting willow. Keranjang-
keranjang itu lebih besar dan kokoh daripada yang terbuat dari
batang-batang kercut. Jamur yang dipetik banyak sekali, melebihi
jumlah keranjang yang tersedia.
Peggy dan Nora mengangkut keranjang-keranjang yang sudah penuh
ke perahu. Keranjang-keranjang itu diletakkan dengan hati-hati di
haluan, lalu ditutupi dengan daun-daun willow supaya tidak bisa
dihinggapi lalat.
Kemudian Jack berangkat dengan perahu, bersama Mike. Menurut
rencana mereka akan menuju ke ujung seberang danau. Tapi hanya
Jack yang kemudian naik ke darat untuk menjual arbei dan jamur
hasil panen mereka, lalu setelah itu berbelanja. Kalau seorang saja
yang pergi, takkan begitu menarik perhatian. Mike harus menunggu
di perahu yang disembunyikan di salah satu tempat di tepi danau,
sampai Jack kembali. Mike berbekal ikan rebus yang sudah dingin
serta susu, karena mungkin Jack baru berjam-jam kemudian baru
kembali.
"Ini tempat yang baik untuk menyembunyikan perahu kita," kata
Jack, ketika desa yang di ujung seberang danau sudah nampak di
kejauhan. Sebatang pohon dengan ranting-ranting terjurai ke bawah
tumbuh di pinggir air. Mike mengarahkan perahu ke bawah pohon itu.
ia menyurukkannya ke bawah ranting-ranting yang tergantung
sampai mencecah air. Dengan cepat Jack melompat ke darat.
"Dari sini dengan mudah bisa kutemukan jalan menuju desa,"
katanya. "Selekas mungkin aku akan kembali, Mike."
Jack membawa dua tongkat panjang. Pegangan keranjang-keranjang
berisi jamur dan buah arbei disisipkannya pada kedua tongkat itu.
Dengan begitu ia bisa memanggul semuanya dengan mudah, tanpa ada
yang tercecer.
Jack berjalan merintis hutan sambil memikul keranjang-keranjang.
Sedang Mike duduk dalam perahu, ia hendak bersantai-santai di
situ, sambil menunggu Jack kembali.
Jack tidak memerlukan waktu lama untuk menemukan jalan yang
menuju ke desa. ia sangat gembira ketika melihat bahwa di desa itu
kebetulan sedang ada pasar! Setiap hari Rabu di desa itu ada pasar
kecil. Dan hari itu kebetulan hari Rabu!
"Bagus!" kata Jack dalam hati. "Aku takkan menyolok di tengah
orang banyak - dan jualanku ini tentunya akan bisa habis dengan
segera!"
Anak itu menuju ke lapangan tempat pasar diadakan, sambil berseru-
seru menawarkan dagangannya dengan suara lantang.
"Jamur segar! Arbei ranum!"
Orang-orang yang dilewatinya berhenti karena tertarik melihat
keranjang-keranjang apik berisi jamur dan arbei yang dipikul oleh
Jack. Hasil panen itu memang bagus-bagus. Dengan cepat uang mulai
masuk ke dalam kantung Jack. Anak itu senang. Wah - pasti banyak
yang bisa dibelinya nanti dengan uang itu!
Akhirnya tidak ada lagi keranjang yang tergantung pada kedua
tongkat yang dipikulnya. Orang-orang memuji kesegaran jamur dan
arbei yang dijualnya, begitu pula keapikan keranjang-keranjang
mungil yang dijadikan tempat barang-barang jualan itu. Banyak yang
mengatakan padanya agar datang lagi dengan hasil petikan yang
baru. Jack menyanggupi permintaan itu. Mencari uang dengan cara
begitu dirasakannya menyenangkan, dan ia akan bisa membeli semua
yang diperlukan.
Setelah itu Jack pergi berbelanja, ia membeli tepung terigu
sekarung besar, ia membeli benang wol dan benang biasa untuk
Peggy. Ia membeli sebuah ketel air serta dua basi email. Peggy
sering mengatakan bahwa mereka kekurangan basi. ia membeli
beberapa buku cerita, dua batang pensil serta karet penghapus.
Setelah itu menyusul sebuah buku gambar, beberapa batang coklat,
kemudian paku, sabun, mentega, dan beberapa kaleng bubuk coklat,
teh, beras - tidak sedikit yang harus diangkut olehnya ke perahu
nanti!
Akhirnya ia kembali ke tepi danau, ketika uangnya sudah habis.
Jalannya terhuyung-huyung. Barang-barang yang dipikulnya berat
sekali. Tapi ia berjalan dengan perasaan gembira. Dibayangkannya
kegembiraan anak-anak malam itu, saat ia membuka bungkusan
barang-barang beliannya!
Mike menunggunya di perahu dengan perasaan tidak sabar, ia senang
sekali ketika melihat Jack kembali. Dibantunya anak itu memasukkan
segala barang ke dalam perahu. Setelah itu mereka berdayung
pulang, ke Pulau Rahasia.

15. JACK NYARIS TERTANGKAP

Suasana petang itu sangat meriah, ketika anak-anak memeriksa


segala yang dibeli Jack! Mike membantunya membawa semuanya dari
perahu ke pantai, sementara Nora dan Peggy berjingkrak-jingkrak
karena gembira.
"Tepung terigu! Bukan main banyaknya! Sekarang aku bisa
membuatkan roti bundar, untuk dimakan dengan ikan dan telur!" seru
Peggy kesenangan. "Dan ini benang wolku - serta benang katun!"
"Dan dua batang pensil untukku - serta karet penghapus - dan
sebuah buku gambar!" seru Nora.
"Dan ini coklat - wah, kau juga membeli coklat rupanya!" pekik Mike.
"Aku sampai sudah lupa, bagaimana rasa coklat!"
"Kau benar-benar pintar, Jack," kata Peggy memuji. "Kau berhasil
menjual semua jamur dan arbei kita?"
"Semua keranjang berhasil kujual," kata Jack. "Dan bukan itu saja -
orang-orang tadi meminta padaku agar datang lagi minggu depan
dengan hasil petikan baru! Dengan begitu kita akan punya uang guna
membeli perbekalan untuk musim dingin nanti! Nah - bagaimana itu?"
"Hebat, Kapten!" seru anak-anak yang lain bersemangat "Kita akan
bisa nyaman nanti dengan penerangan lilin, makanan yang enak-enak,
serta membaca buku sambil makan coklat! Hore!"
"Kau tidak lupa membelikan jagung untuk ayam-ayam kita, Jack?"
tanya Nora agak cemas.
"Tentu saja tidak! Ini dia," kata Jack. "Dan bagaimana pendapatmu
tentang ketel serta basi-basi email ini, Peggy? Kusangka kau pasti
akan menyukainya."
"Ini sungguh-sungguh mengasyikan, Jack," kata Peggy. "He -
bagaimana jika kita sekarang makan malam dulu, lalu sesudah itu
baru mengemasi barang-barang belanjaan ini! Kau dan Mike harus
membuat rak dalam Pondok Willow, untuk tempat menaruh segala
barang ini!"
Keempat anak itu sibuk menyiapkan hidangan untuk makan malam,
sambil bercakap-cakap dengan ramai. Hidangan saat itu daging
kelinci yang direbus dengan kacang polong yang dipetik Nora,
ditambah dengan kentang panggang masing-masing satu. Setelah itu
menyusul buah arbei dengan krim. Sebagai hidangan ekstra, Jack
membagi-bagikan coklat Masing-masing mendapat setengah batang.
Anak-anak sangat senang. Rasanya mereka takkan mungkin bisa lebih
senang lagi. Sepanjang hari Peggy dan Nora merasa kesepian, ketika
kedua anak laki-laki itu pergi. Senang rasanya berkumpul kembali
sekarang.
Selesai makan malam, mereka berkemas dan mencuci alat-alat makan
yang kotor, sedang api unggun dipadamkan. Barang-barang diangkut
semua ke Pondok Willow. Lentera yang tergantung di atap
dinyalakan. Jack masih menyalakan sebatang lilin lagi. Dengan
penerangan tambahan itu anak-anak bisa dengan jelas meneliti
barang-barang yang dibeli Jack.
"Wah - banyak sekali korek api yang kaubeli!" kata Mike. "Kita harus
menyimpannya baik-baik, di tempat kering."
"Dan lihatlah buku-buku bacaan ini!" pekik Peggy. "Nanti Jack bisa
membacakan semuanya untuk kita saat malam hari." ia membacakan
judul buku-buku itu. "Robinson Crusoe, Cerita-cerita dari Kitab Injil,
Margasatwa Penghuni Bumi, dan Hal-Ihwal Pesawat Terbang Untuk
Kaum Remaja. Semua mengasyikkan! Pasti menyenangkan membaca
kisah Robinson Crusoe, karena ia pun hidup sebatang kara di pulau,
seperti kita sekarang ini. Tapi kurasa ada beberapa hal yang bisa
dipelajarinya dari kita!"
Anak-anak yang lain tertawa.
"Sedang kita pun bisa banyak belajar dari dia!" kata Jack.
Anak itu pandai berbelanja, ia bahkan membeli sekaleng sirup kental,
dengan mana Peggy pasti bisa membuat manisan! Ia tidak melupakan
gula untuk menambah keenakan rasa minuman teh dan coklat. Gula
persediaan anak-anak sudah lama habis.
"Mulai sekarang kita tidak perlu terlalu berhemat lagi," kata Jack,
"karena setiap minggu aku bisa ke darat untuk menjual jamur dan
arbei. Dengan uang hasil penjualan, kubeli perbekalan lagi."
"Tapi bagaimana jika musim jamur dan arbei sudah lewat nanti?"
tanya Peggy.
"Saat itu buah bram dan buah-buah berkulit keras sudah bisa
dipetik," kata Jack. "Uang yang akan kuperoleh dengannya takkan
sebanyak sekarang, tapi setidak-tidaknya cukup guna membeli
perbekalan kita untuk musim dingin nanti. Kurasa kehidupan kita
akan sudah cukup nyaman, asal. punya persediaan tepung terigu,
kentang, beras, coklat dan bahan-bahan makanan lainnya. Dari Daisy
kita akan terus mendapat susu dan krim. Telur kita peroleh dari
ternak ayam, ikan dari danau, dan sekali-sekali kita makan daging
kelinci. Nasib kita memang baik."
"Kau membacakan cerita malam ini ya, Jack?" kata Nora. "Sudah
lama aku tidak mendengar cerita."
"Baiklah! Kita mulai dengan kisah Robinson Crusoe," kata Jack.
"Rasanya kisah itu cocok untuk kita. O ya, Nora - sudah bisakah kau
membaca?"
"Bisa sih bisa, tapi belum lancar," kata Nora.
"Kurasa ada baiknya jika silih berganti membacakan cerita," kata
Jack. "Jangan sampai kita melupakan apa yang sudah kita pelajari.
Malam ini aku yang mulai - lalu kau besok, Nora."
Demikianlah, dengan diterangi dua batang lilin, Jack mulai
membacakan kisah petualangan Robinson. Anak-anak berbaring di
atas rumput empuk sambil menikmati kisah yang dibacakan. Mereka
berbahagia, karena bisa berkumpul bersama-sama. Mereka
mendesah puas ketika akhirnya Jack menutup buku.
"Asyik," kata Peggy. "He, Jack - kurasa jika kita menuliskan
petualangan kita di pulau ini, kisahnya pasti akan merupakan buku
yang menarik!"
"Takkan ada yang mau percaya," kata Jack sambil tertawa. "Padahal
semuanya sungguh-sungguh terjadi. Kenyataannya kita ada di sini,
hidup seorang diri, mengusahakan makan kita sendiri, hidup nikmat
di Pulau Rahasia yang tak dikenal orang lain!"
Keesokan harinya Jack dan Mike membuat rak, untuk tempat
menyimpan bekal yang baru dibeli. Menyenangkan sekali rasanya
mengatur segala barang-barang itu di atasnya. Anak-anak mulai
menyusun daftar barang-barang yang harus dibeli oleh Jack, apabila
ia berangkat lagi menjual hasil bumi petikan mereka ke pasar.
"Mulai sekarang kita perlu mengingat-ingat urutan hari," kata Jack.
"Aku tidak boleh sampai melewatkan hari Rabu, karena itu hari pasar
di desa yang kudatangi. Dengan begitu aku akan bisa memperoleh
harga penjualan yang lebih tinggi."
Jadi hari Rabu minggu berikutnya anak-anak sudah sibuk sejak
fajar. Mereka melakukan tugas masing-masing, memetik jamur dan
buah arbei.
Mereka juga sudah membuat sejumlah besar keranjang. Beberapa
jam kemudian Jack berangkat bersama Mike, dengan perahu penuh
berisi keranjang buah arbei dan jamur.
Selama tiga atau empat minggu, setiap hari Rabu, Jack berangkat ke
pasar untuk menjual hasil bumi petikan anak-anak. Dengan uang hasil
penjualannya ia berbelanja persediaan untuk musim dingin. Bersama
Mike ia menyimpan barang-barang itu di dalam gua sebelah dalam di
lereng bukit, karena tempat itu kering. Lagi pula tempat itu mudah
dicapai, apabila saat musim dingin nanti anak-anak harus tinggal di
dalam gua.
Lambat laun tidak banyak lagi buah arbei liar yang masih bisa
ditemukan. Jamur juga sudah tidak tumbuh lagi di lapangan. Sebab
itu anak-anak harus menjual hasil bumi yang lain. Mereka memetik
buah-buah berkulit keras. Peggy dan Nora memetik buah bram
ranum sampai berkeranjang-keranjang. Jack membawa hasil petikan
itu ke pasar, sebagai ganti jamur dan arbei yang sudah- tidak musim
lagi.
Dengan segera orang-orang di pasar sudah mengenalnya. Mereka
ingin tahu dari mana anak itu berasal. Tapi Jack tidak pernah
menceritakan apa-apa tentang dirinya.
"Aku tinggal di tepi danau," katanya, apabila ada yang menanyakan
tempat tinggalnya. Mereka mengira bahwa yang dimaksudkannya di
pinggir danau. Mereka tidak tahu bahwa maksud sebenarnya adalah
di tepi danau, tapi di Pulau Rahasia! Dan Jack sendiri tidak berniat
mengatakan hal itu!
Pada suatu hari Jack melihat seorang polisi di desa tempatnya
berjualan. Hal itu dianggapnya aneh, karena sebelumnya ia tidak
pernah melihat polisi di situ. ia tahu, desa sekecil itu tidak mungkin
punya polisi sendiri. Penjagaan keamanan di situ dirangkap oleh polisi
yang ditempatkan di desa yang letaknya lima mil dari desa itu. Jack
langsung merasa kecut. Jangan-jangan polisi itu diberi tahu orang
bahwa ada seorang anak laki-laki tak dikenal berkeliaran! Mungkin
pula ia menduga bahwa Jack adalah salah satu anak yang hilang! Jack
beringsut-ingsut hendak lari, walau jualannya baru setengah yang
terjual.
"He, kau!" panggil polisi itu dengan tiba-tiba. "Kau dari mana, Nak?"
"Dari pinggir danau, di mana aku memetik buah bram untuk dijual,"
jawab Jack. Tapi ia tidak mendekati polisi itu.
"Apakah namamu Mike?" tanya polisi itu lagi.
Dengan segera Jack sadar bahwa polisi itu pasti diberi tahu bahwa
ia, Jack, mungkin seorang dari keempat anak yang lari dari rumah -
lalu datang ke desa itu untuk menyelidiki.
"Tidak, namaku bukan itu," kata Jack dengan tampang polos. "Anda
mau membeli buah-buahan ini, Pak Polisi?"
"Tidak," kata polisi itu. ia mengeluarkan secarik kertas dari
kantungnya, lalu memperhatikan foto yang terpasang di situ. "Coba
kemari, Nak! Kurasa kau satu dari anak-anak yang minggat itu. Coba
kulihat mukamu."
Jack langsung pucat mukanya. Jika polisi itu memiliki fotonya, pasti
ia akan ketahuan! Dengan cepat dilemparkannya pikulan dengan
sekitar selusin keranjang yang masih tergantung di situ, lalu melesat
lari menerobos kerumunan orang yang sementara itu sudah
berkumpul. Beberapa orang berusaha menangkapnya. Tapi Jack
meronta, sehingga terlepas lagi. Bajunya robek. Tapi Jack tidak
peduli. Pokoknya ia harus bisa melarikan diri, katanya dalam hati.
ia lari ke balik tikungan jalan, lalu masuk ke dalam suatu kebun, ia
lari sampai ke sudut rumah di situ, lalu mengintip ke kebun sebelah
belakang. Tidak ada orang di situ - tapi pada satu sisi terdapat
sebuah kandang ayam. Jack mengambil keputusan dengan cepat.
Dibukanya pintu kandang itu. ia lekas-lekas masuk ke dalam lalu
meringkuk dalam jerami yang tertimbun di tempat itu. Ia menahan
napas. Dalam kandang sedang tidak ada ayam - semua sedang
mengais-ngais di pelataran sempit di luar.
Jack mendengar suara orang berseru-seru serta bunyi langkah
berlari-lari. Pasti orang-orang itu mencarinya, katanya dalam hati.
Jack menghembuskan napas panjang. Jantungnya berdebar keras, ia
sangat ketakutan saat itu.
Sepanjang hari ia meringkuk di dalam kandang, tanpa berani
bergerak, ia sangat lapar dan haus. Tubuhnya terasa kaku. Tapi ia
tahu bahwa besar kemungkinan ia akan ketahuan jika berani keluar.
Jadi ia terpaksa menunggu di tempat itu sampai malam, ia bertanya-
tanya dalam hati, bagaimana perasaan Mike karena menunggu begitu
lama. Peggy dan Nora tentu juga sudah cemas.
Seekor ayam betina masuk ke kandang. Ayam itu naik ke atas kotak
yang merupakan sarang, lalu bertelur di situ. Ayam itu berkotek-
kotek sebentar. Setelah itu keluar lagi. Mudah-mudahan saja siang
itu tidak ada yang datang untuk mengambil telur, pikir Jack.
Ternyata ada juga orang yang datang mengambil telur. Tapi saat itu
hari sudah sore, dan di dalam kandang ayam sangat gelap. Pintu
kandang terbuka. Nampak kepala seseorang di situ, disusul tangan
yang menggapai-gapai dalam setiap kotak sarang. Telur-telur yang
ada di situ diambil - lalu tangan itu ditarik ke luar lagi dan pintu
kandang ditutup kembali. Jack tidak ketahuan! ia meringkuk di sisi
yang jauh dari kotak-kotak tempat bertelur!
Bau kandang menusuk hidung. Jack merasa sengsara di situ. ia tahu
bahwa ketika ia tadi melarikan diri, itu sekaligus merupakan
pengakuan pada polisi yang bertanya bahwa ia memang salah satu
dari anak-anak yang lari. Sekarang seluruh daerah di sekitar situ
pasti akan diperiksa kembali. Dan kemungkinannya pulau di tengah
danau juga akan didatangi untuk diperiksa.
"Tapi jika aku tadi tidak lari, aku pasti ditangkap oleh polisi itu - dan
ia tentu akan memaksa aku agar mengatakan di mana anak-anak yang
lain berada," kata Jack dalam hati. "Sekarang aku harus berusaha
pergi ke tempat Mike menunggu di perahu, lalu kita cepat-cepat
kembali ke pulau, supaya bisa bersiap-siap untuk menyembunyikan
segala-galanya."
Ketika hari sudah malam dan ayam-ayam sudah tidur sambil
bertengger di samping Jack, anak itu membuka pintu kandang dan
menyelinap ke luar. Sesaat ia memasang telinga, ia tidak mendengar
apa-apa, kecuali bunyi orang sedang menyetrika di dapur rumah yang
ada di dalam kebun itu.
Jack cepat-cepat lari ke pintu pagar depan, lalu melesat ke jalan, ia
berlari secepat-cepatnya di sepanjang jalan yang menuju ke tepi
danau, di mana Mike menunggu.
Tapi masih adakah Mike di sana? Bagaimana kalau orang-orang
sementara itu sudah mulai mencari keempat anak yang melarikan diri
- dan sudah menemukan perahu di mana Mike berada? Bagaimana
kalau begitu? Bagaimanakah Jack bisa kembali ke tempat anak-anak
perempuan di pulau?
Jack melupakan rasa haus dan lapar, sementara ia berlari secepat
mungkin ke tempat di mana ia tadi pagi meninggalkan Mike. Tidak
ada yang melihat dirinya dalam perjalanan ke sana. Malam itu gelap,
karena bulan belum muncul di langit. Jack menyelinap di sela
pepohonan, menuju ke tepi danau.
Alangkah gembiranya ketika ia kemudian mendengar suara Mike!
"Kaukah itu, Jack? Lama sekali kau pergi! Apakah yang terjadi?"

16. ANAK-ANAK DICARI

Jack bergegas masuk ke perahu. Napasnya tersengal-sengal.


"Dorong perahu ke tengah, Mike! Cepat!" katanya. "Aku tadi nyaris
tertangkap. Jika ada yang melihat kita sekarang, kita pasti
ketahuan!"
Mike bergegas mendorong perahu ke tengah, ia merasa seram
membayangkan dirinya tertangkap lalu dikirim kembali ke pertanian
pamannya. Ditunggunya dulu sampai napas Jack sudah biasa lagi.
Kemudian Mike mengajukan beberapa pertanyaan padanya. Jack
menceritakan semua yang terjadi. Mau tidak mau Mike tersenyum
ketika membayangkan Jack meringkuk di tengah ternak ayam di
dalam kandang. Tapi ia juga sangat ketakutan. Bagaimana jika Jack
tertangkap tadi!
"Dengan begini berakhirlah kesempatanku berjualan di pasar," kata
Jack dengan lesu. "Aku tidak berani muncul lagi di desa itu, karena
orang di sana pasti sudah berjaga-jaga. Apa sebabnya orang tidak
diperbolehkan minggat? Kita kan tidak berbuat jahat - cuma hidup
bersama dengan bahagia di pulau rahasia kita!"
Setelah itu Jack mulai membantu Mike mendayung. Mereka sampai
di pulau saat bulan mulai muncul di langit. Peggy dan Nora menunggu
dengan cemas di dekat api unggun di pantai.
"Aduh, Jack - Mike!" seru Nora. Dirangkulnya kedua anak laki-laki
yang baru saja tiba. Nora nyaris menangis karena lega melihat
keduanya kembali. "Kami sudah menyangka kalian takkan kembali
lagi! Bermacam-macam dugaan seram timbul dalam pikiran kami! Kami
sudah merasa yakin bahwa kalian pasti tertangkap!"
"Aku memang nyaris saja tertangkap tadi," kata Jack.
"Mana barang-barang belanjaanmu?" tanya Peggy.
"Tidak ada," kata Jack. "Aku baru berhasil menjual beberapa
keranjang, ketika aku dilihat seorang polisi. Padaku ada uang
pembayar keranjang-keranjang yang masih sempat kujual tadi - tapi
apa gunanya uang di pulau ini, di mana kita tidak bisa membeli apa-
apa!"
Jack menceritakan pengalamannya siang itu. ia melakukannya sambil
duduk berdiang di depan api unggun, serta menikmati minuman susu
coklat panas. Perutnya lapar sekali, karena sepanjang hari belum
makan, ia menyikat habis sebasi nasi dengan dua ekor ikan serta
sebutir telur rebus.
Keempat anak itu berperasaan suram, karena tahu bahwa keadaan
mereka gawat. Nora bahkan ketakutan, ia berusaha agar jangan
sampai menangis. Tapi Jack mendengarnya terisak-isak, lalu
merangkulnya.
"Kau tidak perlu takut," katanya. "Mungkin keadaan kita tidak begitu
gawat. Kita kan sudah menyusun rencana. Jika kita berhati-hati,
tidak ada alasan kenapa kita bisa ketahuan. Saat ini kita cuma
bingung dan capek. Kita tidur saja sekarang. Besok kita berunding
lagi."
Malam itu mereka tidur di Pondok Willow. Jack melepaskan
pakaiannya, lalu membungkus tubuhnya dengan selimut usang, ia
melakukannya karena menganggap badannya berbau kandang ayam.
Kata Peggy, pakaian Jack akan dicucinya besok. Agak lama juga
mereka belum bisa tidur. Ada saja di antara mereka yang
mengatakan sesuatu atau bertanya - dan percakapan dimulai lagi.
"Sudah! Sekarang jangan ada lagi yang berbicara!" kata Jack
kemudian dengan nada tegas.
"Baik, Kapten!" kata anak-anak yang lain dengan suara mengantuk.
Dan setelah itu memang tidak ada lagi yang berbicara.
Keesokan harinya anak-anak bangun pagi-pagi benar. Mereka
langsung teringat kembali pada kejadian sehari sebelumnya. Tidak
ada yang bernyanyi, bercanda, atau tertawa-tawa, seperti yang
biasanya terjadi. Peggy menyiapkan hidangan sarapan sambil
membisu. Jack pergi memerah Daisy dengan mengenakan mantelnya,
karena pakaiannya belum dicuci. Mike mengambil air, sedang Nora
memberi makan ayam. Setelah itu anak-anak duduk untuk sarapan.
Tidak seorang pun nampak gembira.
Sehabis sarapan, ketika Peggy sudah mencuci pakaian Jack yang bau
dan menjemurnya, anak-anak berkumpul untuk berunding.
"Yang pertama-tama harus kita lakukan ialah mengatur agar salah
seorang dari kita selalu ada di puncak bukit saat siang hari untuk
berjaga-jaga," kata Jack. "Seluruh danau bisa kelihatan dari atas!
jadi jika ada orang datang, kita bisa cepat tahu - sehingga cukup
waktu untuk melakukan segala-galanya."
"Apakah kalau malam juga harus ada yang menjaga?" tanya Mora.
"Tidak, karena kecil kemungkinannya akan ada orang datang malam-
malam," kata Jack. "Saat itu kita boleh tidur dengan tenang. Kurasa
selama beberapa hari berikut ini belum ada orang datang, karena
mestinya mereka mula-mula mencari dulu di tepi danau. Setelah itu
baru terpikir untuk memeriksa pulau ini."
"Karena untuk sementara kita takkan ke darat lagi, ada baiknya jika
lunas perahu kita lubangi lalu kita biarkan tenggelam," kata Mike.
"Aku selalu khawatir kalau perahu itu ditemukan orang, walau
tempatnya tersembunyi di bawah ranting-ranting belukar yang
menjulur sampai air. Jika perahu itu terbenam di dalam air, takkan
mungkin bisa ditemukan orang, Jack!"
"Idemu itu bagus, Mike," kata Jack. "Kita sekarang harus sangat
berhati-hati. Tenggelamkanlah perahu kita pagi ini juga. Nanti kalau
kita perlukan lagi, kita bisa dengan mudah mengangkatnya lagi dari
dalam air, lalu membetulkannya. Peggy - coba kauurus agar semua
yang bisa merupakan petunjuk bahwa kita ada di sini disingkirkan!
Lihatlah, itu ada sepotong benang wol! Barang-barang seperti itu
perlu disingkirkan, karena bisa dipakai sebagai petunjuk!"
"Baiklah," kata Peggy. Jack tahu bahwa Peggy pasti akan
melakukannya, karena anak itu bisa diandalkan.
"Segala-galanya harus hari ini juga dibawa ke gua," kata Jack,
"kecuali beberapa barang yang diperlukan untuk memasak, seperti
panci, ketel air dan sebagainya, yang bisa kita bawa lari pada saat
terakhir nanti. Beberapa batang lilin kita tinggalkan di Pondok
Willow, karena kita masih bisa tidur di sana sampai saat terpaksa
pindah ke dalam gua."
"Bagaimana dengan kandang ayam, Jack?" tanya Nora. "Tempat itu
sudah seperti pekarangan sekarang, karena sering dikais-kais ayam
kita."
"Betul juga," kata Jack. "Yah, begitu kita tahu bahwa kita terpaksa
menyembunyikan diri, Mike harus mencabut pagar yang
mengelilinginya dan menyembunyikannya di Pondok Willow. Setelah
itu ia menaburkan pasir di atas pekarangan kandang, lalu
menutupinya dengan rumput padang. Untung saja kau teringat akan
hal itu, Nora!"
"Satu hal sudah jelas," kata Peggy. "Bekal makanan kita mencukupi,
juga apabila kita nanti terpaksa bersembunyi selama berhari-hari."
"Tapi bagaimana dengan Daisy?" tanya Peggy. "Nanti kita tidak
punya persediaan makanan untuknya. Sedang sapi kan banyak
makannya."
"Kita terpaksa membawanya ke luar malam-malam untuk merumput,"
kata Jack. "O ya, Peggy - kau jangan menyalakan api dulu sebelum
benar-benar hendak mulai memasak, ya! Dan begitu selesai, langsung
cepat-cepat padamkan lagi. Asap yang mengepul bisa menyebabkan
kita cepat ketahuan!"
"Bagaimana jika salah seorang dari kita sekarang naik ke atas bukit
untuk mengintai," kata Mike mengusulkan. "Matahari sudah agak
tinggi. Mulai sekarang kita harus sudah berjaga-jaga."
"Ya, betul," kata Jack, "Kau saja yang pertama-tama menjaga, Mike.
Nanti kupanggil, jika sudah waktunya kau diganti. Kita berganti-ganti
menjaga, sepanjang hari. Amati keadaan sekeliling pulau. Kita tidak
tahu dari arah mana perahu akan datang menuju kemari - walau
kemungkinan yang paling besar dari tepi danau yang kudatangi
kemarin."
Mike bergegas naik ke puncak bukit, lalu duduk di sana. Danau berair
biru terbentang di bawah. Permukaannya tenang, tak ada angsa
maupun ayam-ayaman yang mengganggu kelicinannya. Perahu juga
tidak nampak di situ. Mike mulai melakukan penjagaan dengan
cermat.
Sementara itu anak-anak yang lain sibuk semua. Segala-galanya
dibawa ke gua-gua di lereng bukit dan disimpan di sana. Nora
meletakkan sebuah karung dekat pekarangan kandang ayam, siap
untuk dijadikan tempat mengangkut ayam apabila waktunya sudah
tiba. ia juga menaruh setumpuk pasir dekat situ, untuk ditaburkan
oleh Mike setelah ia mencabut pagar kandang. Nora tidak lagi
ceroboh seperti dulu. ia juga sudah bukan anak pemalas lagi. ia sudah
sadar bahwa jika sikapnya begitu, semuanya akan menderita
karenanya. Oleh karena itu ia selalu berusaha sebaik mungkin.
Beberapa saat kemudian Jack menggantikan Mike menjaga di atas
bukit, sementara Mike pergi menenggelamkan perahu. Perahu itu
dengan segera terbenam ke dalam air, di bawah belukar tempatnya
disembunyikan selama itu. Mike merasa yakin bahwa takkan ada yang
bisa tahu bahwa di situ ada perahu.
Peggy memeriksa kalau ada sesuatu yang bisa menyebabkan mereka
ketahuan. Tidak banyak yang ditemukannya, karena anak-anak biasa
membereskan lagi setelah makan atau bermain-main. Kulit telur
selalu dikubur dalam pasir, sedang makanan yang tersisa selalu
diberikan pada ayam. Peggy hanya menemukan potongan-potongan
benang yang diterbangkan angin.
Setelah itu Peggy pergi menjaga di atas bukit menggantikan Jack.
Nora mendapat giliran setelah itu. Tugas itu tidak mengasyikkan,
karena tidak ada yang dapat dilakukan di atas bukit kecuali
mengamat-amati keadaan sekeliling dengan seksama. Karenanya
Nora naik dengan berbekal pensil dan buku gambar, ia menjaga
sambil menggambar. Dengan begitu waktu berlalu dengan cepat.
Peggy menjaga sambil menjahit. Ada saja yang dikerjakan anak itu,
karena setiap hari selalu ada pakaian yang robek karena tersangkut.
Peggy menjahit sambil memperhatikan danau. Tapi tak ada apa-apa
yang nampak.
Petang itu giliran Mike berjaga. Ketika ia sudah hendak turun untuk
makan malam, tahu-tahu ia melihat sesuatu di kejauhan.
Diperhatikannya apa yang dilihatnya itu dengan seksama. Perahukah
itu? ia memanggil Jack.
"Jack! Cepatlah kemari! Aku melihat sesuatu. Mungkinkah itu
perahu?"
Anak-anak yang lain cepat-cepat lari ke atas. Jack memicingkan
mata, agar bisa lebih jelas melihat.
"Kalau itu perahu, kecil sekali," katanya.
"Warnanya hitam," kata Mora. "Apakah itu? Mudah-mudahan saja
itu bukan orang yang datang kemari."
Anak-anak mengamat-amati dengan mata terpicing. Tiba-tiba yang
disangka perahu kecil itu terbang membubung ke udara!
"Ah - itu kan angsa hitam yang pernah kita lihat!" kata Jack sambil
tertawa geli. "Aduh, kita sempat kaget dibuatnya. Lihatlah, ia
terbang kemari. Indah, ya?"
Anak-anak memperhatikan angsa indah berbulu hitam itu, yang
terbang menuju ke arah mereka. Mereka mendengar bunyi sayapnya
mengepak-ngepak. Muka Nora agak merah, karena teringat bahwa ia
pernah ketakutan ketika untuk pertama kali mendengar bunyi angsa
terbang melintas di atas pulau. Tapi anak-anak yang lain tidak
mengganggunya. Mereka semua merasa lega bahwa yang datang itu
ternyata hanya seekor angsa, dan bukan perahu.
"Malam ini kita tidak perlu berjaga lagi," kata Jack. Keempat anak
itu menuruni bukit. Malam sudah hampir tiba. Mereka duduk
mengelilingi api unggun untuk makan malam. Mereka merasa lebih
senang saat itu, dibandingkan dengan sehari sebelumnya. Mungkin
saja takkan ada orang yang datang mencari mereka! Lagi pula kini
mereka sudah menyiapkan segala yang perlu dipersiapkan, apabila
memang ada orang datang.
Keesokan harinya anak-anak kembali berjaga secara bergilir, begitu
hari selanjutnya. Pada hari ketiga, ketika Nora sedang berjaga, ia
merasa seolah-olah melihat beberapa orang di tepi seberang danau,
di tempat yang berhutan lebat Nora bersiul pelan memanggil Jack.
Jack segera naik ke atas untuk ikut mengamati.
"Ya, kau benar, Nora," kata Jack setelah beberapa saat memandang.
"Di sana memang ada orang - dan nampaknya mereka sedang mencari
orang, atau mencari sesuatu!"
Kedua anak itu mengamat-amati tepi seberang selama beberapa saat
Kemudian mereka memanggil Mike dan Peggy. Saat itu di pulau
mereka tidak ada api, karena sudah dipadamkan oleh Peggy. Keempat
anak itu berkumpul di puncak bukit. Mereka mengintip dari sela
tumbuhan pakis yang tumbuh tinggi di situ.
"Itu - di sana!" kata Jack. "Lihatlah - pencarian sudah dimulai! Satu-
dua hari lagi mereka pasti akan kemari. Mulai sekarang kita harus
terus berjaga-jaga!"
"Pokoknya kita sudah siap," kata Peggy. "Jika mereka memang akan
datang, aku lebih senang apabila mereka datang dengan segera -
tidak enak menunggu-nunggu terus. Perutku terasa dingin
karenanya."
"Perutku juga," kata Mike. "Sampai kepingin rasanya membawa-bawa
botol berisi air panas!"
Ucapannya itu menyebabkan anak-anak tertawa geli. Mereka masih
memperhatikan selama beberapa waktu. Setelah itu yang tiga turun,
meninggalkan Jack seorang diri di atas.
Dua hari berikutnya tidak terjadi apa-apa, walau anak-anak merasa
seperti melihat orang-orang sibuk mencari di semak belukar di
seberang danau. Pada pagi hari ketika Mike mendapat giliran berjaga
di atas bukit. Nora memberi makan ayam, seperti biasa
dilakukannya, sedang Jack pergi memerah Daisy.
Tiba-tiba Mike melihat sesuatu! ia cepat-cepat berdiri lalu
mengamati dengan lebih seksama. Benda yang dilihatnya itu nampak
di ujung danau, di arah yang dituju Jack ketika ia pergi berjualan
waktu itu. Benda itu sebuah perahu! Sekali ini tidak ada kekeliruan
lagi! Itu memang perahu-perahu besar!
Mike memanggil anak-anak. Mereka bergegas-gegas mendatanginya
di puncak bukit
"Ya," kata Jack dengan segera. "Itu memang perahu - dengan
sekitar empat orang di dalamnya. Yuk, jangan membuang-buang
waktu lagi! Cuma ada satu tempat yang mungkin dituju perahu itu -
pulau kita ini! Ayo, semua melakukan tugas masing-masing. Dan
jangan takut!"
Anak-anak bergegas turun. Jack pergi menjemput Daisy. Mike
mengurus pengungsian ayam-ayam serta membereskan kandang
mereka. Peggy menyerakkan sisa-sisa api unggun yang sudah padam.
Dikumpulkannya peralatan masak serta bahan makanan yang ada di
pantai, untuk dibawa ke gua. Nora lari untuk menutupi petak-petak
tanaman dengan rerumputan padang. Masih sempatkah mereka
melakukan segala-galanya? Apakah nanti semua sudah bisa
tersembunyi dengan baik, sebelum orang-orang yang naik perahu itu
mendarat di pulau rahasia mereka?

17. PULAU RAHASIA DIGELEDAH

Anak-anak melaksanakan rencana mereka dengan lega, ketika ada


orang yang datang untuk memeriksa pulau. Menunggu-nunggu selama
berhari-hari sangat menyiksa perasaan. Segala-galanya berjalan
lancar, karena rencana sudah diatur dengan sebaik-baiknya. Daisy
nampaknya sedikit pun tidak heran ketika dituntun lagi oleh Jack ke
dalam gua sebelah dalam. Sapi betina itu mengikutinya dengan patuh,
tanpa melenguh sama sekali!
Jack menuntunnya dengan selamat melalui lorong sempit, menuju ke
gua sebelah dalam. Daisy ditinggalkannya di situ, setelah diberi
makan lobak. Sementara sapi itu asyik mengunyah, Jack keluar lagi
untuk melihat apakah masih ada yang perlu dikerjakan. Sambil
berjalan ke luar, dihapusnya jejak kaki Daisy. Dedaunan pakis
diserakkan-nya di mulut gua sebelah luar, untuk menghilangkan
kesan bahwa pernah ada orang masuk ke situ.
Saat itu Mike tiba. ia menjinjing karung berisi ayam-ayam betina.
Karung itu diserahkannya sebentar pada Jack, sementara ia sendiri
menyusup masuk ke dalam gua sempit. Dari situ ada lorong rendah
menuju ke gua sebelah dalam.

Sudah disepakatkan bahwa hanya Daisy saja yang dibawa masuk


lewat lorong yang satu lagi, karena jika lorong itu keseringan
dilewati, nanti akan nampak jelas bahwa jalan itu sering dipakai.
Ketika Mike sudah berada di dalam gua sempit Jack menyodorkan
karung berisi ayam padanya. Setelah itu Mike merangkak-rangkak
melalui lorong rendah, menuju gua sebelah dalam di mana Daisy
sudah berada. Ayam-ayam rupanya tidak senang diseret-seret lewat
lorong. Mereka ribut berkotek-kotek. Tapi mereka kembali tenang
ketika dikeluarkan oleh Mike dari dalam karung di gua sebelah
dalam, lalu diberi makan. Jack yang ikut masuk menyalakan lentera.
Sinarnya yang remang menerangi rongga gua itu. Mike memutuskan
untuk tetap tinggal di dalam, untuk menjaga jangan sampai ada ayam
yang keluar lagi.
ia duduk di situ dengan hati berdebar-debar, menunggu anak-anak
yang lain masuk. Mereka datang satu demi satu, sambil membawa
berbagai barang. Masing-masing sudah melakukan tugas mereka.
Semua duduk dalam gua sambil berpandang-pandangan. Muka mereka
merah, sementara hati mereka berdebar keras.
"Mereka belum sampai," kata Jack. "Aku sempat melihat sebentar
tadi. Mereka masih sekitar seperempat mil dari sini. Nah - adakah
yang mungkin masih kita lupakan?"
Anak-anak mengingat-ingat Perahu sudah ditenggelamkan. Sapi dan
ayam-ayam sudah dimasukkan ke dalam gua. Api sudah dipadamkan
dan sisa-sisanya dicerai-beraikan. Pelataran kandang ayam sudah
ditutupi dengan pasir dan rerumputan padang. Pagarnya sudah
dicabut dan disimpan di dalam Pondok Willow. Petak-petak tanaman
sudah ditutupi sehingga tidak kelihatan lagi. Dan ember berisi susu
sudah diambil dari mata air.
"Semuanya sudah kita kerjakan!" kata Peggy.
Tiba-tiba Mike meloncat bangkit. Tampangnya nampak cemas.
"Topiku!" katanya. "Mana topiku? Mestinya tertinggal di salah satu
tempat!"
Anak-anak yang lain menatapnya dengan gugup. Topi Mike memang
tidak ada di atas kepalanya. Dalam gua juga tidak ada.
"Tadi pagi kau masih memakainya," kata Peggy. "Aku ingat betul! Aku
bahkan sempat berpikir bahwa topimu itu sudah kotor sekali
sekarang. Aduh, Mike - di mana kau meninggalkannya tadi? Coba
kauingat-ingat! Ini penting sekali!"
"Mungkin karena itu kita nanti ketahuan," kata Jack.
"Sekarang masih ada waktu sedikit untuk mencarinya," kata Mike.
"Mungkin saja aku bisa menemukannya sebelum orang-orang itu tiba
di sini."
ia merangkak ke luar lewat lorong sempit, menuju ke gua kecil. Dari
situ ia keluar, ke lereng bukit yang terang disinari matahari. Dari
situ ia bisa melihat perahu yang datang di kejauhan. Mike berlari
menuruni bukit, menuju pantai, ia mencari-cari di situ. Kemudian
pindah ke kandang ayam. Ke mata air. Mike mencari ke mana-mana.
Tapi ia tidak berhasil menemukan topinya yang tercecer!
Kemudian terlintas dugaan, jangan-jangan topi itu tertinggal di
dekat Pondok Willow. Soalnya, ia tadi kan ke sana untuk menyimpan
tonggak-tonggak pagar kandang ayam. ia bergegas merintis hutan
lebat, mendatangi pondok mereka. Dan benarlah - topinya memang
ada di situ, tergeletak di samping lubang pintu! Mike cepat-cepat
mengantunginya, lalu lari kembali ke lereng bukit. Perahu yang
datang mencecah pasir pantai, tepat ketika Mike tiba kembali di
mulut gua.
Mike merangkak masuk ke gua sebelah dalam, disambut dengan
gelisah oleh anak-anakyang lain.
"Kau menemukan topimu, Mike?"
"Ya - untung saja," jawab Mike. Dikeluarkannya topinya dari dalam
kantung. "Ternyata tertinggal di Pondok Willow! Tapi kurasa kalau di
situ takkan mungkin bisa terlihat, karena pondok kita kan cukup
tersembunyi letaknya, di tengah hutan lebat. Tapi walau begitu lega
juga hatiku karena berhasil menemukannya. Kalau tidak - aku kan
bisa cemas terus memikirkan di mana barang ini tercecer. Perahu
yang datang sudah sampai di pantai, Jack. Aku tadi mendengarnya
ditarik ke atas pasir. Penumpangnya empat orang."
"Masih ada yang agak kukhawatirkan sekarang - yaitu lorong kemari
dari gua luar yang besar," kata Jack. "Jika lorong itu ditemukan,
habislah riwayat kita. Aku berpikir-pikir, bagaimana jika di
pertengahan lorong itu kita tumpukkan bongkah-bongkah batu -
supaya jika ada orang yang memasukinya nanti, sampai setengah
jalan ia tidak bisa terus karena terhalang tumpukan batu. Dengan
begitu mungkin ia takkan menduga bahwa di belakang lorong ada gua
lagi, yaitu di mana kita bersembunyi saat ini!"
"Idemu itu bagus, Jack," kata Mike. "Sedang jalan masuk yang satu
lagi tidak perlu kita khawatirkan, karena orang dewasa takkan
mungkin bisa masuk lewat situ. Ayo, kita semua mencari batu-batu
besar dan gumpalan tanah - lalu kita sumbat lorong di pertengahan
jalan!"
Keempat anak itu bekerja dengan cepat. Tak sampai setengah jam
kemudian lorong itu sudah tersumbat di bagian tengahnya. Tak
mungkin ada yang mengira bahwa lorong itu sebenarnya tidak buntu.
Dan nanti, kalau orang-orang yang datang itu sudah pergi lagi, anak-
anak akan bisa membuka lorong itu kembali dengan mudah.
"Sekarang aku akan pergi sebentar ke gua yang mulutnya sempit,
untuk mengintip ke luar," kata Jack. "Mungkin saja aku nanti bisa
mendengar sesuatu, ia merangkak lewat lorong rendah, lalu duduk di
sebelah dalam mulut gua kecil sambil memasang telinga.
Orang-orang yang datang itu ternyata memang memeriksa pulau itu!
Jack bisa mendengar dengan jelas suara mereka berseru-seru.
"Memang ada orang kemari!" seru seorang di antara mereka.
"Lihatlah - di sini ada bekas api unggun!"
"Mungkin pelancong!" balas seseorang lagi. "Ini ada kaleng bekas
yang sudah kosong - serta sebuah kardus! Barang-barang begini
biasa ditinggalkan pelancong yang jorok!"
"He - coba lihat mata air ini!" seru orang yang lain lagi. "Nampaknya
tempat ini sering didatangi."
Jack mengeluh dalam hati. Padahal di tempat itu kan tidak banyak
jejak kaki!
"Jika anak-anak itu memang ada disini, kita pasti berhasil
menemukan mereka!" seru orang keempat "Tapi aku heran,
bagaimana mereka bisa hidup di sini - hanya mereka sendiri saja,
tanpa makanan sama sekali, kecuali yang bisa dibeli anak laki-laki itu
di desa!"
"Aku akan ke balik pulau untuk mencari di sana," seru laki-laki yang
pertama berbicara. "Kau ikut denganku, Tom! Kau mulai mencari dari
sisi bukit sebelah sana, sedang aku dari situ - jadi jika anak-anak itu
berusaha menghindar, seorang dari kita pasti bisa memergoki
mereka!"
Jack mengucap syukur bahwa ia berada dalam gua. ia tetap di situ,
sampai didengarnya bisikan pelan di belakangnya.
"Jack! Kami mendengar suara orang-orang berteriak. Bagaimana -
semua beres?"
"Sampai sekarang masih, Mike," jawab Jack. "Mereka sibuk mencari
- tapi satu-satunya yang kelihatannya mereka temukan cuma
beberapa jejak kaki kita di dekat mata air. Aku masih ingin di sini
sebentar lagi, untuk mendengar pembicaraan mereka."
Pencarian dilanjutkan. Tapi nampaknya orang-orang yang mencari itu
tidak menemukan apa-apa lagi. Anak-anak ternyata melakukan tugas
masing-masing dengan cermat.
Tapi kemudian terdengar seruan seseorang yang saat itu rupanya
mencari-cari di dekat pantai.
"Coba lihat ini! Bagaimana pendapat kalian tentang ini?"
Jack bertanya-tanya dalam hati. Apakah yang ditemukan orang yang
berseru-seru itu? Sesaat kemudian ia tahu. Orang itu menyingkirkan
rerumputan yang menutupi pekarangan kandang ayam dengan kakinya
- dan seketika itu juga melihat pasir yang belum lama ditaburkan di
situ!
"Kelihatannya di sini pernah ada sesuatu - tapi entah apa," kata
orang itu. "Kurasa anak-anak itu memang ada di sekitar sini.
Sekarang kita harus berusaha menemukan mereka. Anak-anak itu
mestinya cerdik - karena bisa menyembunyikan jejak mereka sebaik
ini!"
"Sebaiknya kita rintis saja semak belukar dan tumbuhan pakis," kata
salah seorang teman orang itu. "Mungkin saja mereka bersembunyi
di situ. Itu tempat yang paling mungkin."
Setelah itu Jack mendengar bunyi semak belukar diterabas orang.
Para pencari menyibakkan setiap rumput dan menjenguk ke dalam.
Mereka berusaha keras menemukan anak-anak yang diduga
bersembunyi di situ. Tapi mereka tidak menemukan siapa-siapa.
Kira-kira dua jam kemudian Jack merangkak kembali ke gua sebelah
dalam, lalu bercerita tentang apa yang terjadi di luar. Anak-anak
yang lain mendengar ceritanya dengan perasaan cemas. Pekarangan
kandang ayam ternyata masih saja ketahuan, walau mereka sudah
berusaha menyembunyikan tanda-tandanya sebaik mungkin.
"Kita perlu makan sedikit sekarang," kata Peggy. "Di sini kita tidak
bisa menyalakan api, karena asapnya akan menyebabkan kita
terpaksa lari ke luar nanti. Tapi aku masih punya roti bundar yang
kubuat kemarin, begitu pula buah arbei dan sedikit puding yang
sudah dingin. Kalau susu, berkecukupan!"
Anak-anak makan, walau tidak ada yang merasa lapar. Daisy
berbaring di belakang mereka dengan tenang. Sapi betina itu merasa
senang di situ. Ayam-ayam berkotek pelan. Mereka bingung, karena
berada di tempat asing yang gelap. Tapi mereka senang, sebab anak-
anak juga ada di situ.
Selesai makan, Jack kembali ke tempat pengamatannya, ia duduk di
gua dekat jalan keluar sambil memasang telinga.
Para pencari di luar mulai bingung. Mereka putus asa. Saat itu
mereka sedang duduk di kaki bukit sambil makan roti bekal dan
minum bir. Jack dapat mendengar dengan jelas suara mereka
bercakap-cakap.
"Yah - anak-anak itu mungkin saja pernah ada di pulau ini. Aku
bahkan yakin mengenai hal itu. Tapi kini mereka tidak ada lagi di
sini," kata seseorang.
"Segala sudut sudah kita periksa," kata salah seorang temannya.
"Kurasa kau benar, Tom. Anak-anak itu memang pernah ada di sini -
karena siapa lagi kalau bukan mereka yang menanam kacang polong
yang kita temukan tadi? Tapi mereka sudah pergi lagi. Kurasa anak
laki-laki yang dilihat polisi Rabu lalu itu memberi tahu teman-
temannya, lalu mereka lari dengan perahu."
"Ya, betul, perahu itu!" kata seseorang lagi. "Jika mereka masih ada
di sini, mestinya perahu itu kita temukan - bukankah begitu? Tapi
kita sama sekali tidak melihat perahu di sini. Jadi mereka tidak
mungkin masih ada di sini!"
"Betul," kata orang yang bernama Tom. "Tak terpikir ke sana aku
tadi. Jika tidak ada perahu di sini, maka itu berarti anak-anak juga
tidak ada! Bagaimana jika kita pulang saja sekarang? Kurasa tak ada
gunanya kita mencari lebih lama lagi."
"Masih ada satu tempat yang tadi belum kita periksa," kata laki-laki
keempat. Suaranya tenang. "Di lereng bukit ada beberapa gua. Bisa
saja anak-anak itu menyembunyikan diri di sana."
"Gua?" kata salah seorang temannya. "Ya - itu mungkin saja. Kita
perlu memeriksa tempat-tempat itu. Di manakah letaknya?"
"Nantilah kutunjukkan," kata laki-laki yang bersuara tenang. "Ada
yang membawa senter?"
"Tidak - tapi korek apiku banyak," kata seseorang. "Tapi tidak
mungkin mereka ada di sini - karena sejak tadi kita tidak melihat
perahu. Jika anak-anak itu ada di pulau ini, mestinya di salah satu
tempat di sini ada perahu!"
"Bisa saja ditenggelamkan, supaya orang yang mencari tidak
menemukannya," kata laki-laki yang bersuara tenang.
"Mana mungkin anak-anak berpikir sejauh begitu," kata seseorang.
"Memang - kurasa itu memang tidak mungkin," jawab orang tadi.
Jack yang mendengar pembicaraan itu mengucapkan terima kasih
dalam hati pada Mike. Mike-lah yang mendapat gagasan untuk
menenggelamkan perahu mereka. Coba itu tidak dilakukan, pasti kini
sudah ditemukan para pencari itu, karena pencarian mereka lakukan
dengan sangat cermat. Jauh lebih cermat daripada yang diduga oleh
Jack! Bayangkan - sampai tanaman kacang polong pun mereka lihat!
"Yuk - kita ke gua-gua itu sekarang," kata salah seorang di antara
keempat pencari itu. "Tapi menurutku itu cuma membuang-buang
waktu saja. Kurasa anak-anak itu sudah lari dengan perahu mereka!"
Jack merangkak kembali ke gua sebelah dalam.
"Orang-orang itu beranggapan bahwa kita tidak ada lagi di pulau ini,"
bisiknya pada anak-anak yang lain, "karena mereka tidak menemukan
perahu kita. Tapi kini mereka datang kemari, untuk memeriksa gua-
gua ini. Padamkan lentera, Mike. Jangan ada lagi yang bicara! Daisy
sudah berbaring? Bagus! Ayam-ayam juga tidak ribut. Rupanya
mereka menyangka sekarang sudah malam, karena mereka tidur
berjejer. Awas - jangan sampai ada yang bersin atau batuk! Segala-
galanya tergantung dari apa yang terjadi selama saat-saat berikut!"
Gua sebelah dalam itu sunyi senyap. Daisy berbaring tenang. Hanya
napasnya saja yang terdengar pelan. Ayam-ayam bertengger dengan
diam. Anak-anak juga tidak ada yang berbunyi.
Beberapa saat kemudian terdengar para pencari memasuki gua
sebelah luar. Terdengar bunyi desis korek api dinyalakan - dan saat
berikutnya lorong yang menuju ke gua sebelah dalam sudah
ditemukan!
"Coba lihat ini, Tom!" seru salah seorang pencari. "Ini nampaknya
merupakan lorong! Perlukah kita memeriksa ke mana arahnya?"
"Kurasa itu memang sebaiknya," kata orang yang bernama Tom.
Terdengar langkah orang berjalan di dalam lorong yang
pertengahannya tersumbat batu dan tanah!
18. PENCARIAN DIHENTIKAN

Anak-anak duduk tanpa bergerak sedikit pun di gua sebelah dalam.


Mereka bahkan tidak berani mengejapkan mata. Semua menahan
napas. Jantung mereka berdebar keras! Jack sampai takut, jangan-
jangan orang-orang yang mencari itu bisa mendengar debaran
jantungnya.
Anak-anak itu mendengar bunyi seseorang berjalan sambil meraba-
raba di dalam lorong yang gelap. Orang itu mengalami kesulitan lewat
di situ, karena lorong itu sangat sempit. Akhirnya ia sampai di
tempat yang tersumbat dengan batu dan bongkah-bongkah tanah
yang ditumpukkan anak-anak.
"He!" serunya pada teman-temannya yang ada di luar. "Lorong ini
rupanya buntu, tersumbat batu dan tanah longsor. Bagaimana -
perlukah aku menerobosnya?"
"Tidak!" seru salah seorang temannya. "Jika kau tidak bisa lewat,
anak-anak itu pasti juga tidak bisa! Pencarian kita ini sia-sia saja -
takkan mungkin anak-anak itu ada di dalam gua-gua ini. Keluar
sajalah lagi!"
Orang yang berada di dalam lorong berbalik dengan susah payah, lalu
mulai melangkah ke luar - tapi saat itu terjadi sesuatu yang sangat
dikhawatirkan oleh anak-anak!
Daisy melenguh dengan nyaring!
Anak-anak sama sekali tidak menduga kejadian itu. Mereka terlonjak
karena kaget dan takut. Mereka saling berpegangan, karena
menyangka bahwa orang-orang yang di luar pasti akan langsung
memburu masuk, setelah mendengar suara Daisy.
Keadaan senyap sesaat. Rupanya orang-orang yang di luar juga kaget.
Kemudian salah seorang di antara mereka berbicara lagi.
"Kalian dengar itu?" katanya.
"Tentu saja!" jawab seorang temannya. "Bunyi apa itu?"
"Yang jelas, pasti bukan suara anak-anak," kata yang pertama sambil
tertawa. "Aku belum pernah mendengar ada anak bersuara seperti
itu!"
"Kedengarannya seperti lenguhan sapi," kata seseorang lagi.
"Sapi?" tukas orang yang pertama. "Macam-macam saja! Kau hendak
mengatakan bahwa menurutmu di dalam bukit ini ada sapi, Tom?"
"Ah - tentu saja tidak," kata Tom sambil tertawa. "Tapi suara itu
tadi mirip sekali dengan lenguhan sapi! Coba kita dengarkan baik-
baik - mungkin saja terdengar sekali lagi."
Keadaan sunyi kembali - seakan-akan keempat orang yang mencari
sedang mendengar baik-baik. Dan saat itu Daisy terbatuk-batuk.
Bunyinya menggema dalam gua.
"Ih - seram rasanya mendengar bunyi itu," kata salah seorang
pencari. "Yuk, kita keluar saja dari gua gelap ini, kembali ke tempat
terang. Setelah mendengar bunyi-bunyi aneh itu tadi, aku sekarang
semakin yakin bahwa di dalam tidak mungkin ada anak-anak! Kalau
ada, mereka pasti sudah setengah mati ketakutan!"
Jack gembira sekali mendengar ucapan itu. Diremasnya tangan Nora.
Rupanya orang-orang itu ketakutan mendengar suara Daisy. Wah -
kocak sekali! Anak-anak duduk diam-diam. Mereka kini malah
mengucap syukur dalam hati karena Daisy tadi melenguh dan batuk-
batuk.
Dari arah gua sebelah luar terdengar bunyi langkah bergegas-gegas.
Para pencari rupanya cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
"Sebaiknya kita periksa saja lagi, kalau-kalau masih ada lagi gua-gua
lainnya," kata salah seorang dari para pencari. "Lihatlah - ini
nampaknya juga sebuah gua!"
Keempat laki-laki itu masuk ke dalam gua itu. Tapi ternyata itu gua
biasa saja, tanpa lorong yang menuju ke tempat lain. Dengan segera
mereka keluar lagi. Kemudian mereka menemukan gua sempit dengan
jalan masuk yang kecil dan rendah. Gua itulah yang dilalui anak-anak
tadi ketika hendak masuk ke gua sebelah dalam. Dugaan Jack
ternyata benar - lubang masuknya terlalu sempit. Orang dewasa
tidak bisa menyusup masuk lewat situ. Setelah mencoba beberapa
kali, akhirnya orang-orang itu menghentikan usaha mereka.
"Tidak ada yang bisa masuk ke situ, kecuali kelinci," kata seorang
dari mereka.
"Kalau anak-anak, rasanya bisa," kata seorang temannya.
"Begini sajalah, Tom! Jika kita berhasil menemukan anak-anak itu di
pulau ini, akan kumakan topiku ini nanti," kata orang yang pertama
berbicara. "Pikir sajalah. Di sini tidak ada perahu! Selama mencari di
sini kita cuma menemukan tanaman kacang polong, yang benihnya
bisa saja dijatuhkan burung. Lalu semacam pelataran berpasir. Aku
tidak percaya ada anak-anak sepintar itu, bisa hidup berhari-hari di
sini, tapi kemudian menghilang tanpa meninggalkan jejak, begitu kita
datang kemari! Tidak mungkin - tidak ada anak sepintar itu!"
"Rasanya katamu itu memang benar," kata orang yang bernama Tom.
"Yuk, kita pergi! Aku sudah bosan berada di pulau dengan berbagai
bunyi aneh ini. Semakin cepat kita pulang, bagiku makin baik. Entah
ke mana perginya anak-anak itu. Padahal aku ingin sekali bisa
menemukan mereka, karena ada kejutan besar menunggu mereka!"
Suara orang-orang itu kian menjauh. Rupanya mereka sudah
menuruni bukit, menuju pantai di mana perahu mereka ditaruh tadi.
Jack menyelinap lewat lorong rendah, menuju ke gua sempit yang
jalan masuknya kecil sekali. Sesampai di situ ia mendekatkan
telinganya ke lubang masuk. Didengarnya suara orang-orang itu lagi,
disertai kesibukan menurunkan perahu ke air dan disusul bunyi air
berkecipak.
"Mereka sudah pergi!" seru Jack. "Betul, mereka sudah
meninggalkan pulau kita!"
Anak-anak yang lain bergegas keluar, lalu berkerumun di sekeliling
Jack. Ketika mereka merasa keadaan sudah cukup aman, semua
merayap ke luar lewat lubang masuk yang sempit dan menuju ke
lereng bukit. Sambil bersembunyi di sela tumbuhan pakis yang tinggi
mereka mengamat-amati para pencari yang pergi dengan perahu -
makin lama makin menjauh! Dengan jelas terdengar bunyi dayung
serta suara orang-orang itu bercakap-cakap.
Nora menangis. Ketegangan yang dirasakannya selama itu terlalu
berat baginya. Selama itu Nora menabahkan hati. Tapi kini tidak ada
lagi yang bisa mencegahnya menangis. Ia disusul oleh Peggy. Sedang
Jack dan Mike pun tahu-tahu merasa mata mereka basah! Aduh -
kenapa sampai bisa begitu? Tapi perasaan mereka lega karena tidak
jadi ketahuan, dan hanya mereka berempat saja lagi yang masih ada
di pulau kecil mereka.
Dari dalam gua terdengar suara lenguhan. Itu Daisy. Kasihan - sapi
itu sedih, karena merasa ditinggal sendiri di dalam gua.
Mau tidak mau, anak-anak tertawa mendengarnya.
"Masih ingat tidak tadi, bagaimana orang-orang itu ketakutan karena
Daisy," kata Jack sambil tertawa geli.
"Aku pun ikut ketakutan," kata Peggy. "Sungguh, sampai terlonjak
aku tadi! Coba gaunku tidak kukancingkan baik-baik, mungkin saja
aku tadi terlompat ke luar dari dalamnya!"
Anak-anak semakin tertawa karenanya. Mereka duduk sambil
setengah tertawa dan setengah menangis, menunggu sampai perahu
para pencari sudah tidak nampak lagi.
"Aku tadi sudah menyangka bahwa kita pasti ketahuan, ketika
pencari yang satu itu sampai di tempat dalam lorong yang kita
sumbat dengan batu," kata Jack.
"Ya - untung saja kita menyumbatnya!" kata Peggy. "Coba kalau tidak
- kita pasti sudah ketahuan!"
"Dan untung pula perahu kita ditenggelamkan oleh Mike," kata Nora.
"Jika mereka tadi menemukan perahu, mereka pasti akan terus
mencari sampai menemukan kita."
"Aku ingin tahu apa maksud orang yang tadi mengatakan bahwa ada
kejutan besar menunggu kita," kata Mike. "Tapi pasti kejutan itu
takkan mungkin menyenangkan." "Tentu saja tidak!" kata Peggy
yakin. "Mereka sudah hampir tidak kelihatan lagi sekarang," kata
Nora. "Bagaimana menurutmu, Jack - sudah cukup amankah bagi kita
untuk menandak-nandak di sini? Aku rasanya kepingin berteriak,
bernyanyi, dan menari-nari-karena tadi begitu lama harus meringkuk
di dalam gua!"
"Ya - keadaan sudah aman sekarang," kata Jack. "Orang-orang itu
takkan kembali lagi kemari. Sekarang kita bisa dengan tenang
tinggal di dalam gua selama musim dingin."
"Bagaimana jika menyalakan api di pantai, supaya aku bisa
menyiapkan hidangan yang panas?" kata Peggy. "Kurasa kita semua
memerlukannya!"
"Betul," kata Jack. Anak-anak mulai bekerja kembali. Nora
membantu sambil bernyanyi dan menari-nari. Perasaannya begitu
bahagia karena mereka selamat, dan tidak ada lagi orang lain di
pulau rahasia mereka.
Tidak lama kemudian anak-anak sudah menikmati hidangan yang
disiapkan oleh Peggy. Semua makan dengan lahap, seakan-akan
seumur hidup belum pernah makan. Lenguhan yang kemudian
terdengar dari arah bukit mengingatkan mereka bahwa Daisy masih
ada di dalam gua. Sementara anak-anak perempuan membereskan
sisa-sisa makanan mereka, Jack dan Mike berlari untuk
mengeluarkan Daisy serta ayam-ayam betina.
"Kau sapi yang baik, Daisy," kata Jack pada sapi betina itu, sambil
mengusap-usap hidungnya yang lembut. "Kami mulanya berharap kau
takkan melenguh ketika orang-orang itu sedang mencari kita. Tapi
kau lebih cerdik. Kau melenguh, sehingga mereka lari ketakutan!"
Sementara itu siang semakin singkat, dan hari semakin cepat
menjadi malam. Anak-anak mengambil lentera dari dalam gua dan
membawanya ke Pondok Willow. Malam itu giliran Nora membacakan
cerita. Anak-anak berbaring di atas hamparan rumput sambil
mendengarkan. Nyaman rasanya berada di dalam pondok itu,
diterangi sinar lentera yang bercahaya lembut, serta mencium bau
rumput padang dan pakis yang mereka baringi. Senang rasanya
bersama-sama di dalam pondok, serta tahu bahwa mereka selamat
dari pencarian orang-orang tadi siang.
"Aku mengantuk," kata Jack, setelah beberapa lama mendengarkan
Nora membacakan cerita. "Kita makan coklat sedikit sekarang.
Setelah itu mengobrol sebentar, lalu tidur. Kita harus sudah mulai
memikirkan soal tidur dalam gua, karena cuaca nyaman takkan lama
lagi bertahan!"
"Besok saja semuanya kita putuskan," kata Mike, sambil mengunyah
coklat. ia pun sudah mengantuk.
Tidak lama kemudian anak-anak sudah tidur semua. Kesibukan dan
ketegangan hari itu menyebabkan mereka sangat capek. Tapi
alangkah menyenangkan rasanya bangun keesokan paginya, karena
tahu bahwa pencarian terhadap mereka sudah dihentikan dan
mereka akan aman selama musim dingin mendatang. Mereka turun ke
pantai untuk mandi di danau, sambil bercanda dan tertawa-tawa.
"Iiih," seru Nora, ketika ia masuk ke dalam air. "Air danau sudah
semakin dingin, Jack! Apakah kita harus terus mandi di sini
sepanjang musim dingin nanti?"
"Tentu saja tidak," kata Jack. "Tak lama lagi kita akan terpaksa
berhenti mandi di sini-tapi selama masih cukup hangat, kan
menyenangkan."
Minggu itu cuaca menjadi sangat buruk. Badai dan hujan menderu-
deru di atas danau. Menurut anak-anak danau nampak seperti laut
sekarang, dengan ombak besar bergulung-gulung memecah di pantai.
Ombak menyapu pasir, sehingga anak-anak tidak bisa lagi membuat
api di situ. Anak-anak basah kuyup kehujanan. Mereka terpaksa
mengeringkan pakaian sebisa mungkin dekat api yang mereka
nyalakan di luar gua besar. Tempat itu baik untuk menyalakan api,
karena angin biasanya bertiup dari arah yang berlawanan dan nyala
api terlindung punggung bukit.
"Kurasa mulai sekarang kita harus pindah dari Pondok Willow, dan
tinggal di dalam gua," kata Jack pada suatu pagi setelah malam
badai. Sepanjang malam angin memecut pohon-pohon dan hujan yang
mengguyur dari langit menyebabkan air masuk lewat belakang ke
dalam pondok mereka. Hamparan rumput dan pakis tempat Peggy dan
Nora tidur basah karenanya. Keduanya terpaksa bangun tengah
malam lalu pindah ke ruang sebelah depan, di mana Jack dan Mike
tidur. Mereka terpaksa berdesak-desakan di situ. Tapi setidak-
tidaknya ruangan itu kering.
Dedaunan mulai rontok. Pohon-pohon memamerkan warna-warna
kuning, merah tua, Jingga, coklat, atau merah muda. Pulau itu
nampak sangat indah apabila matahari muncul dari balik awan selama
satu jam atau lebih, karena saat itu sinarnya menyebabkan dedaunan
nampak berseri sehingga kelihatannya seperti permata. Tapi
dedaunan indah itu mulai berguguran.
Daun-daun pun mulai berjatuhan dari cabang-cabang yang
membentuk atap Pondok Willow. Aneh rasanya berbaring malam-
malam di tempat tidur, dan tahu-tahu ada daun jatuh dengan lembut
mengenai pipi. Pondok Willow kini nampak berubah, karena tidak
banyak lagi dedaunan yang tumbuh di atap dan dindingnya. Pondok
itu nampak coklat dan gundul.
Nora kena pilek, ia bersin-bersin terus. Kata Jack mereka harus
dengan segera pindah ke dalam gua, karena kalau tidak nanti semua
terserang pilek. Dan bagaimana kalau itu sampai terjadi? Di pulau
kan tidak ada dokter yang bisa merawat mereka sampai sembuh!
Nora disuruh minum susu panas. Tubuhnya dibungkus dengan dua
helai selimut baru yang dibeli oleh Jack ketika ia masih berjualan ke
desa. Anak yang pilek itu berbaring di bagian belakang gua sebelah
luar. Sebatang lilin menyala diletakkan di sampingnya, karena sudut
itu agak gelap.
Tidak lama kemudian Nora sudah sembuh kembali, sehingga bisa
membantu mengatur rencana untuk tinggal di dalam gua.

"Gua luar ini kita jadikan ruang duduk dan ruang tidur kita," kata
Jack, "sedang yang di dalam kita jadikan tempat menyimpan
perbekalan. Api unggun selalu kita nyalakan di mulut gua, untuk
menghangatkan tubuh serta untuk memasak. Wah - hidup begini
asyik! Musim dingin ini kita menjadi penghuni gua!"

19. HIDUP DI DALAM GUA

Minggu itu anak-anak menyusun semua rencana untuk melewatkan


musim dingin di dalam gua. Perbekalan mereka semua sudah
diamankan ke dalam gua sebelah dalam. Sekarang tinggal mengatur
supaya gua sebelah luar bisa nyaman ditinggali. Peggy paling pintar
mengatur hal-hal seperti itu.
"Kalian berdua harus membuat rak-rak sekeliling gua ini," katanya
pada Jack dan Mike. "Kalian bisa membuatnya dari ranting-ranting
yang kokoh, lalu menegakkannya dengan salah satu cara di sepanjang
dinding gua. Kalian juga harus mengusahakan agar lentera dapat
tergantung di tengah-tengah ruangan. Pembaringan kita yang
terbuat dari rumput padang dan daun pakis kita letakkan di sudut
sini. Kalian berdua yang mengambil daun pakis dan rumput untuk itu.
Jika basah, kita keringkan dekat api. Daun pakis mestinya sekarang
enak ditiduri, karena sudah tua dan kering."
Peggy membersihkan dasar gua dengan sapu yang dibuat dari
ranting-ranting semak padang. Setelah itu dengan dibantu oleh Nora
ia menebarkan pasir halus yang diambil dari pantai.

Dengan begitu dasar gua nampak apik sekali. Jack dan Mike
membawa masuk rumput dan daun pakis, untuk dijadikan alas tempat
berbaring. Peggy mengatur hamparan itu sehingga nyaman apabila
berbaring di atasnya. Setelah itu ia menghamparkan selimut di atas
masing-masing pembaringan. Tapi selimut yang ada hanya tiga
lembar - dua yang baru dan selembar selimut usang. Jadi seorang
dari mereka terpaksa tidur tanpa selimut.
"Apa yang bisa kita jadikan selimut untuk tempat tidur keempat?"
tanya Jack.
Tahu-tahu Peggy menunjukkan sesuatu yang tak disangka-sangka, ia
memperlihatkan selimut yang terbuat dari kulit kelinci yang masih
ada bulunya. Rupanya selama itu ia dengan rajin membersihkan kulit
kelinci yang ditangkap oleh Jack, lalu menjemurnya sampai kering
dan setelah itu dijahit sambung-menyambung. Anak-anak memandang
selimut bulu itu sambil melongo!
"Hebat, Peggy!" kata Jack. "Selimut bulu itu sangat indah, dan pasti
hangat. Kita silih berganti saja memakainya waktu tidur nanti."
"Niatku memang begitu," kata Peggy. Ia senang, karena anak-anak
mengagumi selimut bulu buatannya itu. "Sangat sulit menjahit kulit-
kulit ini, tapi akhirnya aku berhasil juga. Aku sengaja menyimpannya
untuk kutunjukkan apabila cuaca sudah mulai dingin. Sudah kukira
kalian akan terperanjat!"
Dengan segera rongga gua itu sudah nampak sangat nyaman didiami.
Rak-rak sepanjang dinding diisi dengan buku-buku serta berbagai
permainan. Lentera tergantung di tengah ruangan. Kepala anak-anak
setiap kali tersundul mengenainya, ketika belum biasa. Pembaringan
mereka terhampar rapi di sudut-sudut ruangan sebelah belakang,
ditutup dengan selimut-selimut biasa dan yang terbuat dari kulit
kelinci yang masih ada bulunya. Di sudut lain disimpan alat-alat
rumah tangga yang biasa dipakai Peggy, seperti ketel, panci-panci,
dan lain-lainnya.
Pada suatu hari Jack muncul dengan sesuatu yang tak disangka-
sangka. Sebuah meja kecil buatannya sendiri! ia menemukan papan
yang dibawa anak-anak ketika mereka datang beberapa bulan yang
lalu ke pulau itu. Dengan gergaji yang dibelinya di desa ketika masih
suka berjualan di sana, ia berhasil membuat sebuah meja kecil untuk
Peggy!
Meja itu agak goyah. Kaki-kakinya terbuat dari dahan-dahan paling
lurus yang bisa ditemukan oleh Jack. Tapi sulit sekali mengaturnya
sehingga bisa berdiri kokoh. Papan dipotong-potong olehnya dengan
gergaji, lalu disambung-sambung dengan paku untuk dijadikan daun
meja berbentuk persegi empat. Peggy sangat gembira menerima
hadiah itu!
"Sekarang kita bisa makan di atas meja!" serunya. "Wah, asyik! Dan
aku juga bisa menjahit di atasnya. Itu lebih mudah, daripada duduk
menongkrong di lantai!"
"Tapi bagaimana dengan kursi?" tanya Nora. "Kita kan tidak bisa
makan di meja, kalau tidak ada kursi!"
"Aku sedang membuat bangku-bangku duduk," kata Jack, ia
menemukan sebatang pohon yang tumbang ditiup angin dibalik pulau.
Dengan gergaji dipotong-potongnya batang pohon itu. Masing-masing
potongan merupakan bangku yang kokoh. Enak rasanya duduk di
atasnya!
Hari demi hari berlalu dengan menyenangkan, sementara anak-anak
mengubah gua menjadi tempat tinggal mereka. Menyenangkan
rasanya duduk di atas bangku-bangku kecil menghadap meja buatan
Jack, dan makan di situ. Menyenangkan rasanya duduk-duduk di
mulut gua sambil memperhatikan nyala api unggun yang nampak
semakin terang saat hari semakin malam. Senang sekali rasanya
berbaring di atas pembaringan dari rumput kering yang empuk di
bagian belakang gua, dengan badan tertutup selimut hangat serta
memandang api yang lama-kelamaan padam, sampai akhirnya hanya
nampak kayu yang membara saja.
Di dalam gua sangat nyaman, saat angin menderu-deru menyapu
lereng bukit. Sinar lembut memancar ke bawah dari lentera yang
tergantung di langit-langit gua. Kadang-kadang Peggy menyalakan
sebatang lilin lagi, apabila ia hendak menjahit. Anak-anak laki-laki
mengerat-ngerat kayu, membuat ukiran. Kalau tidak, mereka
mengajak Nora melakukan salah satu permainan. Kadang-kadang
mereka saling membacakan cerita. Api unggun menyala terang.
Sekali-sekali ruang gua menjadi sangat terang karenanya, apabila
nyala berkobar besar. Benar-benar asyik!
Selalu ada saja hal-hal yang perlu dilakukan. Daisy masih tetap perlu
diperah susunya setiap pagi dan petang. Sapi betina itu nampaknya
senang tinggal di lapangan berumput Jack dan Mike membuatkan
semacam naungan baginya, dimana ia bisa berlindung saat malam
hari. Ayam-ayam betina juga perlu diurus dan diberi makan. Mereka
sudah dipindahkan ke kandang yang baru dibangun dekat gua.
Mereka tidak begitu sering lagi bertelur. Tapi anak-anak tidak
begitu meributkannya, karena perbekalan makanan cukup banyak.
Anak-anak juga harus mencuci, memasak, dan membersihkan. Air
harus diambil dari sumbernya. Mereka harus mencari kayu bakar dan
menimbunnya sebagai persediaan. Peggy gemar mencari buah pinus,
karena kalau dibakar enak sekali baunya.
Bulan November sudah lewat. Kadang-kadang ada juga hari yang
cerah, saat mana anak-anak bisa duduk-duduk di lereng bukit untuk
menikmati kehangatan sinar matahari. Tapi kadang-kadang angin
bertiup selama berhari-hari, teriring hujan yang menderu serta
awan gelap yang seakan-akan berlomba-lomba melintasi langit
Sedang air danau saat itu bergolak. Ombak besar bergulung-gulung,
dengan buih memutih di puncak.
Perahu sudah diangkat dari dalam air dan dibetulkan kembali oleh
Mike dan Jack. Mereka menariknya sejauh mungkin ke atas pasir,
supaya tidak bisa terjangkau ombak yang menyambar.
Ketika bulan Desember tiba, anak-anak mulai teringat pada hari
Natal. Pasti aneh rasanya nanti, merayakan Natal di pulau itu!
"Aneh rasanya, hanya kita berempat saat Natal nanti," kata Peggy.
"Aku sangsi, apakah aku akan menyukainya. Aku suka mendengar
lagu-lagu Natal dinyanyikan, serta melihat toko-toko penuh dengan
berbagai barang yang bagus-bagus, dan menunggu-nunggu hadiah
Natal serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perayaan
Natal."
"Sebelum Ayah dan Ibu pergi naik pesawat terbang dan kemudian
hilang, kami selalu merayakan Natal bersama mereka," kata Nora
pada Jack. "Waktu itu sangat indah! Aku masih ingat semuanya!"
"Coba Ayah dan Ibu waktu itu tidak berangkat- pasti mereka
sekarang masih ada bersama kita," kata Mike. "Aku sangat sayang
pada mereka - keduanya selalu riang dan berbahagia."
Jack mendengar cerita ketiga kawannya tentang apa yang dulu biasa
mereka lakukan saat Natal, ketika ayah dan ibu mereka masih ada.
Bagi Jack, kisah-kisah itu sangat menyenangkan, ia selalu tinggal
bersama kakeknya, yang tidak mempedulikan perayaan Natal. Ketiga
anak itu pasti sangat merasa kehilangan, karena tidak bisa lagi
mengalami segala hal menyenangkan yang biasa mereka lakukan
sewaktu ayah dan ibu mereka masih ada.
Dalam hati Jack timbul gagasan, ia akan berangkat dengan perahu ke
desa yang di ujung danau, beberapa hari sebelum Natal. Padanya
masih ada uang sedikit Dengannya ia berniat hendak membeli
mercon, sebuah boneka untuk Nora, kotak jahitan yang baru untuk
Peggy, sesuatu untuk Mike - dan juga jeruk dan permen untuk
mereka semua! Mereka akan merayakan Natal yang meriah!
Niatnya itu tidak diceritakannya pada anak-anak yang lain, karena
tahu bahwa mereka pasti akan takut kalau ia tertangkap nanti. Tapi
Jack tidak bermaksud pergi ke desa yang dulu. ia hendak
mendatangi desa yang satu lagi, yang letaknya lima mil dari desa
pertama, ia tidak dikenal orang di situ. Di situlah ia nanti berbelanja.
Jack merasa bahwa ia pasti aman di desa itu, karena ia akan sangat
berhati-hati!
Hari-hari bulan Desember berlalu. Hari-hari yang suram dan
membosankan. Pada suatu hari Jack memutuskan untuk berangkat
Pada kawan-kawannya ia akan mengatakan hendak bermain-main
perahu sebentar, untuk menghangatkan tubuh. Takkan
diceritakannya niatnya yang sebenarnya pada mereka. Biar saja
mereka tercengang nanti!
Hari itu matahari bersinar menembus awan putih. Langit nampak
biru pucat. Peggy sedang sibuk berbenah, sehabis sarapan. Mike
hendak membetulkan atap tempat Daisy bernaung yang agak rusak
tertiup angin kencang. Sedang Nora hendak mencari buah pinus.
"Apa yang akan kaulakukan, Jack?" tanya Peggy.
"Ah, kurasa aku akan pesiar sebentar dengan perahu, untuk
menghangatkan tubuh," kata Jack. "Sudah lama aku tidak
mendayung perahu!"
"Aku ikut, Jack," kata Nora.
Tapi Jack tidak ingin ada yang ikut dengannya saat itu.
"Jangan," katanya. "Lebih baik kau mencari buah pinus saja. Agak
lama juga aku pergi. Bisakah kaubekali aku makanan sedikit, Peggy?"
"Makanan?" Peggy tercengang mendengar permintaan itu. "Hendak
berapa lama kau pergi, Jack?"
"Begitulah - beberapa jam," kata Jack. "Aku perlu melatih otot-
ototku. Aku juga akan membawa pancingku."
"Kalau begitu lebih baik kau memakai mantelmu," kata Peggy. "Nanti
kau kedinginan, di tengah danau yang banyak angin."
ia memasukkan beberapa buah roti bundar dan sebutir telur rebus
ke dalam sebuah keranjang, dan ditambah dengan sebotol susu.
Sambil menjinjing bekalnya, Jack menuruni bukit. Nora
mengantarnya, ia agak merajuk, karena tidak diizinkan ikut.
"Aku ikut ya, Jack?" pintanya.
"Hari ini tidak bisa, Nora," kata Jack. "Nanti kau tahu kenapa, kalau
aku sudah kembali."
Jack mendorong perahu ke air, lalu didayungnya ke tengah danau
yang hari itu tidak begitu bergolak. Ia mendayung sekuat tenaga.
Nora meninggalkan pantai, pergi mencari buah pinus. Setelah
beberapa saat timbul niatnya untuk melihat di mana Jack
memancing. Ia naik ke puncak bukit. Tapi walau ia sudah berusaha
mencari ke segala arah, tapi ia tidak melihat perahu mereka di
mana-mana. Aneh, katanya dalam hati.
Beberapa jam sudah berlalu. Tapi Jack belum juga kembali. Anak-
anak menunggunya. Mereka heran, apa sebabnya teman mereka itu
pergi seorang diri-dan kenapa ia masih belum kembali juga.
"Mungkinkah ia ke desa lagi, untuk membeli sesuatu?" kata Peggy
menduga. "Kata Nora tadi, ia tidak melihat perahu kita di danau
sewaktu ia mencari Jack. Padahal jika ia memancing di dekat-dekat
sini, mestinya dengan mudah bisa kelihatan!"
"Aduh -jika ia ke desa yang waktu itu, nanti ia tertangkap lagi," kata
Mike cemas.
Tapi Jack bukan tertangkap. Ada peristiwa lain yang terjadi -
sesuatu yang luar biasa!
20. KABAR YANG MENGGEMBIRAKAN

Jack sudah lama meninggalkan pulau. Jauh lebih lama daripada kalau
ia hanya pergi berbelanja saja. Apakah yang menyebabkan ia begitu
lama?
Jack tiba dengan selamat di ujung danau, lalu menambatkan perahu
pada sebatang pohon yang tumbuh dekat air. Setelah itu ia berjalan
lewat hutan, lalu mengambil jalan yang menuju desa yang satu lagi,
yang letaknya lima mil dari desa yang dulu didatangi. Perjalanan ke
sana akan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Tapi pasti ia
bisa asyik berbelanja di sana nanti!
Jack melangkah di jalan yang becek. Hawa saat itu sangat dingin.
Tapi Jack merasa dirinya hangat, ia mengguncang-guncangkan uang
yang ada di dalam kantung, sambil berpikir apakah ia nanti bisa
membeli semua yang diingininya, ia ingin sekali membelikan boneka
untuk Mora, karena tahu bahwa anak itu pasti menyukainya!
Jack berjalan sambil menjinjing keranjang berisi bekal yang
disiapkan oleh Peggy, ia berhenti ketika sudah sampai di dekat desa.
Sambil duduk di pintu pagar pekarangan sebuah rumah, ia makan
dulu. Setelah itu ia meneruskan perjalanan. Menurut perasaannya
takkan ada orang di desa itu yang tahu bahwa ia salah seorang anak
yang minggat Mereka pasti sudah melupakan kejadian itu, karena
sudah enam bulan berlalu sejak mereka lari ke pulau yang di tengah
danau! Tapi walau begitu Jack tetap waspada, ia berjaga-jaga, siap
untuk lari apabila ada yang terlalu memperhatikan dirinya!
Jack memasuki desa. Desa itu besar dan luas, dengan jalan raya
membujur di tengah-tengahnya. Di jalan raya itu ada sekitar
setengah lusin toko. Jack pergi melihat-lihat di situ. Toko alat-alat
permainan dan permen dilewatinya dulu. ia berniat mendatanginya
paling akhir, ia melihat-lihat ayam kalkun yang berjejer-jejer di
balik jendela toko daging. Beberapa di antaranya dihiasi dengan pita
merah. Setelah itu ia melihat toko-toko lainnya. Semua dihias
meriah, menyambut hari Natal. Senang rasanya, bisa melihat-lihat
toko lagi!
Setelah itu ia mendatangi toko permainan. Alangkah indahnya!
Boneka-boneka dipajang di jendela dengan lengan terulur ke depan,
seakan-akan minta dibeli. Sebuah mainan kereta api bergerak di
atas rel. Di tengah segala benda yang dipajang itu tegak boneka
orang suci Natal yang berjenggot panjang berwarna putih. Boneka
itu memanggul karung. Sedap-sedapan juga dipajang di dalam toko
itu. Coklat berkotak-kotak, kaleng-kaleng berisi permen, serta
botol-botol besar yang penuh dengan manisan berwarna-warni.
Jack berdiri memandang segala benda yang menarik itu. Ia berpikir-
pikir, boneka mana yang akan dibelinya untuk Nora. Ia sudah melihat
keranjang jahitan yang mungil untuk Peggy. Untuk Mike, ia
menemukan sebuah buku tentang kapal. Di bagian belakang jendela
pajangan dilihatnya sebuah kotak berisi mercon berwarna merah.
Jack berniat membelinya, untuk Nora. Pasti asyik membakarnya
sambil merayakan hari Natal di dalam gua, sambil memakai topi-topi
kertas yang kocak!
Jack memasuki toko permainan itu. Di dalam ada beberapa orang,
karena toko itu juga merangkap sebagai kantor pos. Orang-orang itu
hendak mengirim paket-paket berisi hadiah Natal. Gadis pelayan
toko sibuk menimbang paket-paket itu. Jack menunggu dengan
sabar, sambil melihat-lihat berbagai alat permainan yang ada di situ.
Orang-orang yang ada di dalam toko sedang bercakap-cakap.
Mulanya Jack tidak memperhatikan pembicaraan mereka. Tapi
kemudian ia mendengar sesuatu, yang menyebabkan ia memasang
telinga baik-baik.
"Ya, sayang anak-anak itu tidak berhasil ditemukan," kata seorang
wanita. "Saya dengar ayah dan ibu mereka sedih sekali karenanya."
"Kasihan," kata teman bicaranya, juga seorang wanita. "Mereka
mengalami kecelakaan pesawat terbang yang jatuh di pulau gersang
dan baru dua tahun kemudian ditemukan dan kemudian setelah
berhasil kembali dengan selamat, anak-anak mereka ternyata
lenyap!"
Mata Jack terbelalak ketika mendengarnya. Apakah arti semuanya
itu? Mungkinkah - mungkinkah ayah dan ibu teman-temannya sudah
kembali? Jack melupakan niatnya semula untuk berhati-hati.
Dipegangnya lengan wanita yang paling dulu berbicara.
"Maaf, saya ingin bertanya - apakah anak-anak yang Anda bicarakan
itu bernama Mike, Peggy, dan Nora?" tanyanya. "Dan ayah-ibu
merekakah yang sekarang sudah kembali?"
Wanita yang ditanya memandang anak laki-laki yang nampak gelisah
itu dengan pandangan heran.
"Betul," katanya. "Memang begitulah nama anak-anak itu. Mereka
menghilang bulan Juni yang lalu, bersama seorang anak lagi yang
bernama Jack. Mereka tidak pernah ditemukan, walau sudah dicari
ke mana-mana. Lalu bulan Agustus yang lalu orang tua mereka
ditemukan di suatu pulau terpencil di Samudra Pasifik, dan kemudian
dibawa pulang kemari. Pesawat terbang mereka ternyata mengalami
kecelakaan dan jatuh di pulau gersang itu. Mereka hidup di sana,
sampai ada kapal lewat yang kemudian menjemput mereka."
"Tapi sementara itu anak-anak mereka lenyap," kata gadis pelayan
toko mencampuri pembicaraan. "Kedua orang tua yang malang itu
sangat sedih, karena sejak berbulan-bulan mereka selalu cemas dan
ingin sekali bisa bertemu kembali dengan anak-anak mereka."
"Apa yang kauketahui tentang urusan ini?" tanya salah seorang
wanita itu dengan tiba-tiba. "Mungkinkah kau salah satu dari anak-
anak itu?"
"Itu tidak begitu penting," kata Jack. "Saya cuma ingin tahu satu
hal - di manakah ayah dan ibu anak-anak itu sekarang?"
"Tidak jauh dari sini," kata gadis pelayan toko. "Mereka tinggal di
sebuah hotel di kota, karena masih mengharapkan kabar tentang
anak-anak mereka."
"Apa nama hotel itu?" tanya Jack bersemangat.
"Hotel Swan," jawab gadis pelayan toko. Kedua wanita yang
bercakap-cakap tadi melongo, karena tahu-tahu Jack melesat lari ke
luar. Matanya bersinar-sinar. Wajahnya memancarkan kegembiraan
yang luar biasa.
Ia berlari ke perhentian bis. ia tahu bahwa bis yang berhenti di situ
menuju ke kota. Saat itu hanya ada satu yang dipikirkannya - yaitu
pergi ke Hotel Swan dan memberi tahu ayah dan ibu Mike bahwa
anak-anak mereka berada dalam keadaan selamat! Belum pernah
Jack begitu bersemangat seperti saat itu. Bayangkan - semuanya
berakhir dengan demikian menyenangkan, dan ia yang akan memberi
tahu ayah dan ibu ketiga temannya!
Begitu bis datang, Jack cepat-cepat meloncat naik. Ia tidak bisa
duduk diam di dalamnya. Dan begitu bis masuk ke dalam kota, dengan
cepat pula Jack meloncat turun lalu lari menuju Hotel Swan. Ia
bergegas ke ruang penerimaan tamu dan menghampiri petugas yang
ada di situ.
"Di manakah Kapten Arnold serta istrinya?" kata Jack dengan cepat.
Mike sering bercerita bahwa ayahnya berpangkat kapten, ia juga
tahu bahwa ketiga temannya itu bernama keluarga Arnold.
Karenanya ia tahu nama siapa yang harus ditanyakan olehnya.
"He, he - jangan terburu-buru, Anak muda," kata petugas hotel, ia
agak curiga melihat anak laki-laki yang masuk dengan mantel usang
serta sepatunya yang sudah lusuh. "untuk apa kau menanyakan Pak
Kapten itu?"
"Aduh, katakanlah di mana saya bisa menemui mereka," kata Jack.
Saat itu terdengar suara seseorang berbicara.
"Siapa ini, yang menanyakan diriku? Ada apa, Nak?"
Jack berpaling dengan cepat. Dilihatnya seorang laki-laki jangkung
berwajah coklat karena banyak kena sinar matahari. Laki-laki itu
memandangnya. Dengan segera Jack menyukai orang itu, karena
wajahnya sangat mirip dengan Mike.
"Kapten Arnold!" serunya. "Saya tahu di mana anak-anak Anda saat
ini berada!"
Kapten Arnold memandangnya dengan sikap seolah-olah tidak bisa
mempercayai pendengarannya. Kemudian dipegangnya lengan Jack.
Ditariknya anak itu ke tingkat atas, menuju sebuah kamar. Seorang
wanita duduk di dalam kamar itu. ia sedang menulis surat. Jack
langsung tahu bahwa wanita itu pasti ibu ketiga temannya, karena
wajahnya mirip dengan Peggy dan Nora. Wanita itu nampak ramah
dan bijaksana. Jack ingin sekali wanita itu juga ibunya.
"Kata anak ini ia tahu di mana anak-anak kita, Mary," kata Kapten
Arnold.
Keadaan menjadi asyik setelah itu! Kedua orang dewasa itu
mendengarkan saja tanpa mengatakan apa-apa, sementara Jack
bercerita. Kemudian Kapten Arnold menyalami Jack, sedang istrinya
merangkul.
"Kau ini teman yang baik," kata Pak Kapten dengan wajah berseri-
seri. "Benarkah katamu tadi, bahwa selama ini kalian berempat
tinggal di pulau kecil itu, tanpa ada yang bisa menemukan kalian?"
"Betul, Pak," kata Jack. "Dan benarkah bahwa Anda berdua selama
ini juga terdampar di sebuah pulau, sampai akhirnya dijemput
sebuah kapal yang lewat?"
"Itu betul," kata Kapten Arnold sambil tertawa. "Pesawat terbang
kami mengalami kecelakaan dan jatuh di pulau itu, di tengah
Samudra Pasifik! Kami tidak tahu bahwa anak-anak kami kemudian
juga tinggal di sebuah pulau! Rupanya ini sudah merupakan nasib
keluarga!"
"Kita harus segera mendatangi mereka, John," kata Bu Arnold yang
sudah hampir menangis karena terlalu gembira. "Saat ini juga! Aku
tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"
"Sebaiknya kita naik perahu yang pantas," kata Jack. "Perahu kami
sudah tua dan bocor."
Tidak lama kemudian sudah ada mobil menjemput di depan hotel.
Jack mengantarkan Pak Arnold serta istrinya ke tepi danau. Di situ
mereka menyewa perahu besar dari seorang nelayan, lalu berangkat
dengannya menuju ke pulau. Dalam hati Jack ingin tahu apa kata
ketiga temannya nanti!
Sementara itu ketiga anak yang ditinggal di pulau semakin
bertambah gelisah, karena saat itu sudah sore. Hari sudah mulai
gelap. Tapi Jack belum juga kembali. Ke manakah anak itu?
"Aku mendengar bunyi orang mendayung!" seru Peggy, ia lari ke
pantai, diikuti oleh kedua saudaranya. Mereka melihat bayangan
sebuah perahu dalam keremangan senja. Perahu itu menuju ke arah
mereka. Kemudian Mike menyadari bahwa perahu yang datang itu
lebih besar daripada kepunyaan mereka. Dan yang menaiki-nya tiga
orang - bukan satu!
"Itu berarti Jack tertangkap - dan orang-orang itu datang untuk
menjemput kita!" kata Mike dalam hati. Perasaannya langsung lesu.
Alangkah tercengangnya ketika kemudian terdengar suara Jack
memanggil-manggil. Jelas sekali terdengar di atas air danau yang
mulai gelap.
"Mike! Peggy! Nora! Kalian tidak perlu takut! Aku datang membawa
hadiah Natal untuk kalian!"
Ketiga anak yang berada di pulau hanya bisa melongo. Apakah
maksud Jack dengan ucapannya itu? Tapi dengan segera mereka
tahu, ketika perahu sampai di pantai dan Kapten Arnold meloncat ke
luar.
"Ibu! Aduh, Ibu! Dan Ayah!" seru ketiga anak itu. Mereka bergegas
menghampiri lalu merangkul ayah dan ibu mereka. Asyik benar
mereka saat itu! Hanya Jack saja yang tertinggal seorang diri. Ia
tegak sambil memperhatikan mereka. Tapi hanya sebentar saja,
karena kemudian Nora mengulurkan tangan dan menarik Jack ke
tengah orang-orang yang sedang bergembira itu.
"Kau pun termasuk, Jack," kata Nora.
Semua tertawa dan menangis pada saat yang sama. Tapi akhirnya
hari sudah begitu gelap, sehingga tidak ada lagi yang nampak di situ.
Jack menyalakan lentera yang tadi dibawa Mike ke pantai, lalu
berjalan mendului menuju gua. Ia sangat ingin menunjukkan betapa
indah tempat itu pada Pak dan Bu Arnold.
Semua masuk beramai-ramai. Api unggun berkobar terang di depan
mulut gua yang terasa hangat dan nyaman. Jack menggantungkan
lentera di tempatnya, lalu menyilakan orang tua teman-temannya
duduk di dua buah bangku buatannya. Peggy bergegas pergi
menghangatkan susu. Ia menyajikan roti bundar serta daging asin
yang semula hendak disimpannya untuk hari Natal nanti. ia ingin
sekali memperlihatkan kecekatannya bekerja pada ibunya, walau
mereka tinggal di dalam gua!
"Alangkah indahnya tempat tinggal kalian!" kata Bu Arnold, ia
memandang berkeliling, memperhatikan rak-rak, bangku-bangku,
meja, pembaringan, dan lain-lainnya yang ada di situ. Rongga gua itu
sangat rapi dan bersih. Nampaknya begitu nyaman dan hangat.
Mereka mengobrol dengan asyik! Anak-anak sibuk bercerita tentang
segala hal, sambil tertawa-tawa. Hanya ada satu hal yang
menyebabkan Kapten Arnold serta istrinya marah - yaitu ketika
diceritakan tentang sikap Bibi Harriet serta Paman Henry yang
tidak ramah terhadap ketiga keponakan mereka.
"Perbuatan mereka itu ada hukumannya," kata Kapten Arnold. Hanya
itu saja yang dikatakannya.
Entah kenapa, tahu-tahu Daisy melenguh. Kapten Arnold tertawa
terpingkal-pingkal ketika mendengar cerita bagaimana Daisy disuruh
berenang ke pulau, mengikuti perahu! Kegeliannya semakin menjadi
ketika mendengar bagaimana sapi betina itu berhasil mengusir
orang-orang yang datang mencari ke pulau dengan lenguhannya.
"Kisah pengalaman kalian ini perlu dijadikan buku," katanya. "Belum
pernah kudengar kisah seperti itu. Kami sendiri tidak mengalami
petualangan yang begitu mengasyikkan sewaktu terdampar di pulau
kami! Kami tinggal bersama penduduk setempat, sampai ada kapal
menjemput! Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang pengalaman
kami selama di sana!"
Jack pergi sebentar, ia kembali sambil membawa rumput padang,
yang kemudian diletakkan di salah satu sudut gua.
"Anda tinggal di sini bersama kami malam ini kan, Kapten?" katanya.
"Anda menginap, ya! Kami akan senang sekali jika Anda mau!"
"Tentu saja kami mau!" kata Kapten Arnold. Sedang istrinya
mengangguk.
"Kita tidur beramai-ramai di dalam gua," kata Bu Arnold. "Dengan
begitu kami juga bisa ikut menikmati kehidupan di pulau rahasia
kalian!"
Jadi malam itu anak-anak mendapat tamu! Akhirnya semua merasa
capek, lalu berbaring di pembaringan masing-masing. Alangkah
senangnya bangun pagi-pagi besok, karena ayah dan ibu mereka kini
ada di samping mereka!

21. AKHIR PETUALANGAN

Keesokan paginya Mike bangun paling dulu. Begitu membuka mata, ia


langsung teringat lagi. Ayah dan ibunya masih tidur nyenyak di atas
hamparan rumput padang, di sudut gua. Jadi itu rupanya bukan mimpi
- tapi benar-benar terjadi kemarin. Ayah dan Ibu masih hidup, dan
kini berkumpul kembali dengan anak-anak mereka. Segala-galanya
sudah beres lagi.
Mike pergi ke luar untuk menyalakan api unggun, ia sudah tidak ingin
tidur lagi. Sinar matahari pagi merayap masuk ke dalam gua. Langit
nampak biru pucat. Matahari membayang di sebelah timur, di balik
selimut kabut tipis. Hari itu pasti akan cerah!
Semua bangun ketika nyala api unggun sudah berkobar meriah. Nora
langsung merangkul ibunya, ia masih belum bisa percaya bahwa
ibunya sudah ada lagi. Karena itu tidak bosan-bosannya ia merangkul.
Dengan segera ruang gua sudah dipenuhi suara obrolan dan gelak
tertawa.
Peggy dan Nora pergi menyiapkan sarapan pagi. Mike mengajak
ayahnya melihat-lihat gua sebelah dalam serta perbekalan yang
disimpan di situ. Jack bergegas pergi memerah susu. Ayam-ayam
betina berkotek-kotek di dalam kandang mereka. Nora pergi
melihat, lalu kembali sambil membawa empat butir telur.
Sarapan pagi itu terdiri dari ikan hasil tangkapan Jack, ditambah
dengan roti bundar, daging asin yang masih tersisa dari kemarin
malam, serta sekaleng buah persik. Sebagai minuman dihidangkan
teh panas. Api unggun dibiarkan padam, karena sementara itu sinar
matahari yang hangat sudah masuk ke dalam gua. Semua pergi ke
luar, untuk menikmati pagi hari yang cerah.
Air danau nampak biru kemilau, terbentang di bawah. Pohon-pohon
yang sudah tidak berdaun lagi bergoyang-goyang lembut digerakkan
angin pagi. Nora bercerita pada ibunya tentang segala buah-buahan
hutan yang ada di pulau itu. Sedang Peggy asyik menceritakan
kesibukan mereka menanam benih sayur-sayuran, serta keranjang-
keranjang yang mereka buat.
"Kurasa sekarang sudah waktunya kita pergi," kata Kapten Arnold
kemudian.
Anak-anak kaget.
"Pergi? Apa maksud Ayah? Pergi meninggalkan pulau kami?"
"Ya, Anak-anak," kata Kapten Arnold, "kalian tidak mungkin tinggal
untuk selama-lamanya di sini - dan itu kan sudah tidak perlu lagi.
Kalian sekarang sudah bukan anak-anak sebatang kara lagi. Kalian
anak-anak Ayah dan Ibu yang sangat kami sayangi. Dan kami ingin
kalian tinggal bersama kami."
"Betul," kata Bu Arnold menimpali. "Kita semua harus tinggal di
rumah biasa, dan kalian harus bersekolah, Anak-anak. Kalian selama
ini sangat tabah dan pintar - tapi mulai sekarang kita bisa hidup
berbahagia lagi bersama-sama."
"Tapi bagaimana dengan Jack?" tanya Nora dengan segera.
"Jack pun anak kami pula," kata Bu Arnold. "Aku yakin kakek mereka
pasti mengizinkan ia hidup untuk seterusnya bersama kita. Aku akan
menjadi pengganti ibunya, begitu pula ayah kalian akan menjadi
ayahnya pula! Kita hidup bersama sebagai keluarga besar!"
Banyak sebetulnya yang ingin dikatakan oleh Jack. Tapi suaranya
tidak mau keluar. Rasanya aneh sekali! Mukanya memerah karena
gembira. Dipegangnya tangan Nora erat-erat, sampai anak itu
kesakitan. Saat itu Jack merasa bahwa dirinya merupakan anak yang
paling berbahagia di dunia.
"Aku pasti sedih meninggalkan pulau kami yang tercinta ini, Bu," kata
Nora. "Begitu pula meninggalkan Pondok Willow - serta gua kami
yang nyaman, serta mata air - dan segala-galanya."
"Kurasa aku mungkin bisa membeli pulau ini untuk kalian," kata
Kapten Arnold. "Dengan begitu sewaktu liburan kalian akan selalu
bisa kemari dan hidup sendiri secara leluasa, jika kalian
menghendakinya. Pulau ini akan menjadi milik kalian sendiri."
"Aduh, Ayah!" seru anak-anak dengan gembira. "Kami takkan
keberatan harus bersekolah dan hidup di dalam rumah biasa, apabila
saat liburan bisa kembali lagi kemari! Wah - pasti akan asyik nanti!"
"Tapi sekarang kalian harus meninggalkannya dulu dan pulang
bersama kami untuk perayaan Natal," kata Bu Arnold. "Kita kan
punya rumah! Kalian masih ingat, 'kan? Bukankah akan menyenangkan
jika kita merayakan Natal di sana - makan puding, serta mendapat
hadiah Natal?"
"O ya!" seru anak-anak serempak.
"Itulah yang selama ini kurindukan!" kata Nora.
"Aku kemarin sebenarnya hendak membeli mercon untukmu, Nora,"
kata Jack, "tapi sebelum sempat membeli apa-apa, aku sudah lebih
dulu mendengar kabar menggembirakan itu!"
"Kalian semua akan memperoleh mercon," kata Kapten Arnold sambil
tertawa. "Nah - bagaimana jika kita berangkat saja sekarang?"
"Sebentar - kami masih ingin pamitan dulu dari segala-galanya," kata
Peggy. "Bu, kita ke Pondok Willow dulu, yuk! Kami sendiri yang
membuatnya. Pondok itu sangat indah pada musim panas - karena
pondok itu hidup. Dinding dan atapnya ditumbuhi daun!"
Sejam kemudian semuanya sudah siap untuk berangkat. Ayam-ayam
betina dimasukkan lagi ke dalam karung. Mereka ribut berkotek-
kotek, karena tidak suka berada di tempat yang sempit dan gelap
itu. Daisy ditinggal untuk sementara. Kapten Arnold mengatakan
bahwa ia akan meminta tolong pada salah seorang nelayan untuk
menjemput sapi betina itu. Air danau sudah sangat dingin, jadi Daisy
tidak bisa lagi disuruh berenang menyeberang. Barang-barang
perbekalan anak-anak hampir semuanya juga ditinggal, karena masih
bisa dipergunakan jika mereka datang lagi ke situ.
Peggy membawa selimut yang dibuatnya dari kulit kelinci, karena
sayang jika ditinggalkan. Buku-buku bacaan juga dibawa, karena
anak-anak sangat gemar membacanya. Barang-barang yang lain
disimpan dengan rapi di dalam gua sebelah dalam, lalu ditutupi
dengan karung-karung agar terhindar dari kelembaban. Agak sedih
juga perasaan anak-anak karena harus meninggalkan tempat itu,
walau mereka tahu bahwa mereka akan pulang ke rumah mereka
sendiri.
Akhirnya semua sudah masuk ke dalam perahu. Kapten Arnold
mendorongnya ke tengah. Daisy yang sedang makan rumput musim
dingin mendengar bunyi dayung direngkuhkan ke dalam air. Sapi
betina itu memandang perahu yang menjauh, bergerak-gerak di atas
ombak.
"Selamat tinggal, Pulau Rahasia," kata Nora.
"Selamat tinggal, selamat tinggal," ujar anak-anak yang lain. "Tapi
kami pasti kembali! Selamat tinggal, Daisy, selamat tinggal
semuanya!"
"Sekarang marilah kita membicarakan apa yang akan kita lakukan
saat Natal nanti," kata Bu Arnold dengan riang, ia melihat bahwa
anak-anak merasa sedih, meninggalkan pulau kecil yang mereka
sayangi.
Tidak lama kemudian keempat anak itu serta ayah dan ibu mereka -
Jack juga sudah menganggap Pak dan Bu Arnold orang tuanya sendiri
- sudah menetap kembali di dalam rumah mereka yang dulu. Suasana
mulanya sangat ramai, karena anak-anak harus diberi pakaian yang
serba baru! Menurut Bu Arnold, walau harus diakui bahwa Peggy
telah bekerja sebaik-baiknya untuk merawat pakaian mereka, tapi
semuanya kini tidak mungkin masih bisa dipakai lagi!
Mereka pergi berbelanja pakaian. Ketika kembali mereka merasa
diri mereka sehebat raja dan ratu, karena semua kini mengenakan
pakaian serba baru. Peggy nampak cantik dengan jas, gaun, dan topi
serba biru. Sedang Nora memilih warna, merah. Mike dan Jack
berpakaian biru tua.
Jack merasa aneh dengan pakaian barunya. Baru sekali itu selama
hidupnya ia memiliki pakaian baru. Sebelumnya ia selalu mengenakan
pakaian bekas orang lain! Hebat sekali perasaannya saat itu.
Anak-anak saling lihat-melihat, lalu tertawa.
"Lain sekali tampang kita sekarang - kalau dibandingkan dengan
gombal yang kita pakai selama hidup di pulau!" kata Mike. "Tapi enak
rasanya, mengenakan pakaian yang pantas lagi!"
Mulanya agak aneh rasanya tidur di tempat tidur yang biasa. Peggy
dan Nora bersama-sama menempati sebuah kamar tidur yang apik,
masing-masing dengan tempat tidur mungil berwarna putih. Jack dan
Mike tidur di kamar sebelah. Tempat tidur mereka berwarna coklat
Mulanya mereka tidak langsung ingat ketika untuk pertama kali
bangun di pembaringan mereka yang baru. Tapi dengan segera
mereka sudah terbiasa.
Hari Natal semakin dekat Mereka pergi berbelanja hadiah Natal.
Asyik sekali mereka! Mereka juga pergi ke London. Mereka
terkagum-kagum melihat keindahan toko-toko di kota besar itu,
menonton segala jenis kapal dan perahu yang terapung-apung di
dalam sebuah tangki besar; berbagai jenis kereta api mainan yang
meluncur berputar-putar, menembus terowongan dan berhenti di
stasiun, persis kereta api yang sebenarnya. Semuanya serba
mengasyikkan, setelah lama hidup menyendiri di pulau kecil.
Hari Natal sangat menyenangkan. Malam sebelumnya anak-anak
menggantungkan kaus kaki masing-masing di kaki tempat tidur
mereka. Alangkah asyiknya ketika keesokan paginya mereka melihat
kaus kaki itu sudah penuh berisi berbagai hadiah! Boneka-boneka
mungil, jeruk, permen, kacang, buku pelajaran menjahit, serta bola.
Jack dan Mike juga mendapat bermacam-macam hadiah. Sedang
hadiah yang lebih besar diletakkan di ujung bawah tempat tidur.
Keempat anak itu sibuk membuka bungkusan hadiah mereka dengan
asyik.
"Ini lebih menyenangkan daripada merayakan Natal di dalam gua!"
kata Nora, ia membuka kotak yang berisi sebuah boneka besar yang
tersenyum manis, dengan rambut ikal berwarna pirang. "Aduh, Jack!
Kau yang membelikan hadiah ini untukku? Alangkah indahnya!"
Dengan segera kedua kamar tidur itu sudah penuh dengan boneka,
buku, kereta api, bola, pesawat terbang, dan mobil! Itulah pagi hari
Natal terindah yang pernah mereka alami - Jack sampai sulit sekali
bisa percaya.
"Kau sudah sepantasnya menerima segala hadiah ini, Jack," kata
Nora. "Kau teman baik kami ketika kami sedang sedih - dan
karenanya sudah selayaknya jika kau juga ikut merasakan
kebahagiaan kami."
Sorenya mereka berkerumun di bawah pohon Natal yang juga penuh
dengan berbagai hadiah. Semua mengenakan topi kertas yang lucu-
lucu. Semua tertawa ketika Kapten Arnold membuka sebuah tabung,
karena dari dalamnya keluar sebuah pesawat terbang kecil.
"Ayah takkan bisa pergi terbang lagi dengannya," seru Peggy.
"Ayah tidak akan melakukannya lagi, kan?" tanya Nora. Tiba-tiba ia
merasa khawatir. Jangan-jangan ayah dan ibunya akan terbang lalu
hilang lagi, sehingga anak-anak akan hidup sebatang kara kembali.
"Tidak, kami takkan pergi lagi," kata ayahnya. "Penerbangan kami
selama ini sudah menghasilkan uang begitu banyak, sehingga mulai
sekarang kami bisa tetap tinggal di rumah untuk mengurus kalian
berempat. Kalian takkan pernah kami tinggalkan lagi!"
Malam itu anak-anak masuk ke tempat tidur dengan perasaan
bahagia. Pintu kamar tidur mereka dibiarkan terbuka. Dengan begitu
mereka masih bisa mengobrol terus, sampai akhirnya tertidur.
Mereka tidak bisa melepaskan kebiasaan itu. Sewaktu masih hidup di
pulau, mereka selalu mengobrol sebentar sebelum tidur.
"Alangkah indahnya hari ini," kata Peggy dengan suara mengantuk.
"Tapi ada sesuatu yang masih kuingini saat ini."
"Apa itu?" tanya Jack.
"Aku ingin bisa kembali sebentar ke gua nyaman kita di pulau - lima
menit saja sudah cukup," kata Peggy.
"Aku juga," kata anak-anak yang lain. Sejenak mereka terdiam,
mengenang kembali kehidupan yang menyenangkan di pulau kecil
mereka.
"Takkan kulupakan pulau kita itu," kata Nora. "Menurut perasaanku,
tempat itu yang paling indah di dunia. Mudah-mudahan saja sekarang
tidak kesepian, karena kita tidak ada lagi di sana! Selamat tidur,
Pulau Rahasia! Kami pasti kembali!"
Ketika sudah tidur, anak-anak bermimpi tentang pulau mereka.
Tentang hari-hari musim panas nanti, saat mana mereka bisa kembali
hidup dengan gembira di sana, di tengah sinar matahari cerah, serta
tidur di pembaringan yang terbuat dari rumput padang!

-TAMAT-

Djvu: BBSC

Edit & Convert: inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Anda mungkin juga menyukai