Anda di halaman 1dari 1

SEBAB-SEBAB MUHAMMADIYAH BERDIRI

Faktor-faktor yang melatarbelakangi persyarikatan Muhammadiyah berdiri secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu Faktor Subyektif dan Faktor Obyektif.
Mari kita bahas satu per satu…
1. Faktor Subyektif
Faktor subyektif sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai factor utama yang mendorong
Muhammadiyah berdiri. Faktor Subyektif yang dimaksud adalah faktor K.H Ahmad Dahlan. Beliau tidak
hanya ingin memahami tetapi juga ingin mengamalkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an. Salah
satu ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan K.H Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah
adalah Q.S. Ali-Imran ayat 104. Setelah memahami seruan ayat itu K.H. Ahmad Dahlan bergerak hatinya
untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang bernama Muhammadiyah
yang memiliki tujuan melaksanakan dakwah islam amar ma’ruf nahi minkar dan tajdid.

2. Faktor Obyektif
Faktor obyektif menyangkut kondisi yang terjadi pada umat islam di Indonesia. Apa sajakah yang terjadi
pada umat islam di Indonesia :
a) Ajaran islam sudah tidak murni lagi karena al-Qur’an dan as-sunnah tidak dijadikan sebagai satu-
satunya rujukan oleh sebagian besar umat islam di Indonesia.
b) Lembaga Pendidikan yang dimiliki umat islam belum mampu menyiapkan generasi yang mampu
mengemban misi sebagai pemimpin di bumi.

KEPELOPORAN K.H. AHMAD DAHLAN

K.H. Ahmad Dahlan merupakan tokoh pembaruan islam yang memiliki banyak ilmu, salah satunya
tentang tata bumi. Dengan ilmu tersebut, ia mengetahui dan memahami bahwa kiblat masjid besar Kauman
Yogyakarta tidak tepat mengarah ke Ka’bah di Mekkah. Mengetahui hal itu, ia memandang perlu mengadakan
musyawarah dengan mengundang para ulama, baik dari dalam maupun dari luar Yogyakarta. Musyawarah yang
diselenggarakan tahun 1898 ini tidak menghasilkan kesepakatan, mengingat para ulama yang hadir masih
bertahan dengan pendirian semula. Menurut mereka, arah kiblat masjid besar Kauman tidak perlu diubah
karena hal itu sudah berlangsung turun-temurun.
Setealh mengalami kegagalan dalam musyawarah. Pada tahun 1899, K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu
memperluas dan memperbaiki mushalla miliknya. Pada saat perluasan dan perbaikan, ia sekalian menggeser
arah kiblat mushallanya menuju tepat kea rah Ka’bah. Setelah mushalla tersebut selesai diperbaiki, rupanya
dating beberapa orang utusan dari Kiai Penghulu Muhammad Khalil Kamaludiningrat dengan membawa
perintah supaya mushalla K.H. Ahmad Dahlan dibongkar. Perintah ini muncul karena Kiai Penghulu tidak
mengijinkan apabila ada mushalla yang memiliki arah kiblat tidak sama dengan Masjid Besar Kauman.
Karena tidak ada titik temu tentang arah kiblat, pada akhirnya mushalla K.H. Ahmad Dahlan dirobohkan.
Peristiwa ini sangat membekas dalam kehidupan K.H. Ahmad Dahlan, sampai-sampai ia berkata “sekarang ini
mungkin kalian dapat tidak percaya dengan kebenaran ilmuku. Namun kelak kalian akan menyadari betapa arah
kiblat sebagian besar masjid tidak mengarah tepat kea rah Ka’bah”. Perkataan tersebut disampaikan K.H. Ahmad
Dahlan lebih dari 1 abad yang lalu, dan dala beberapa tahun terakhir ini pemerintah Republik Indonesia mulai
sibuk mensosialisasikan arah kiblat masjid-masjid yang tidak tepat menuju Ka’bah. Hal ini menjadi salah satu
pertanda kepeloporan K.H. Ahmad Dahlan, di mana pemikirannya telah melampaui zaman.
Selain itu K.H. Ahmad Dahlan mempelopori penyelenggaraan Lembaga sosial, Lembaga kesehatan dan
Pendidikan secara modern, Lembaga Pendidikan bagi kaum perempuan dan mendirikan majalah Suara
Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai