HIPERTENSI
DISUSUN OLEH:
1. Istiadhatul A (20901900043)
2. Siti Marfu’ah (20901900082)
3. Devi Fitri Ratnasari (20901900018)
4. Salamatun N (20901900078)
5. Auliyana Chalimatur R (20901900015)
6. Satrio Kusnanda M (20901900079)
7. Yulia Kartikawati (20901900097)
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIPERTENSI
A. Latar belakang
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Batas normal tekanan
darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg
tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih
dari 140/90 mmHg (WHO, 2011).
Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh
berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik, perkotaan/pedesaan, geografis, jenis
kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama
karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan
berbahaya (WHO, 2013).
Peningkatan tekanan darah arteri dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal,
penyakit jantung, pengerasan dinding arteri yang biasa disebut arterosklerosis juga
terjadinya stroke. Komplikasi ini sering berakhir menjadi kerusakan atau kematian. Oleh
sebab itu diagnosis dari hipertensi harus di diteksi sedini mungkin untuk menghindari
berbagai komplikasi tersebut (cunha, 2010).
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya sejumlah
839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar
29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%)
dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-
negara berkembang (Triyanto, 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18
tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,09%), diikuti Kalimantan Selatan
(29,6%), dan Jawa Barat (29,4%). Untuk prevalensi provinsi Sulawesi Utara berada di
posisi ke 7 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia yaitu sebesar 27,1% (Riskesdas, 2013).
Menurut National Basic Health Survey 2013, hipertensi di Indonesia pada kelompok
usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 25- 34 tahun adalah 14,7 %, 35-44
tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun 45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih
dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan prevalensi yang tinggi tersebut,hipertensi yang tidak
disadari mungkin jumlahnya bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan
komplikasi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH, 2014).
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah mendapatkan materi mengenai Hipertensi, diharapkan lansia dapat
mengetahui, memahami dan mengaplikasikannya secara mandiri.
b. Tujuan Khusus
a. Lansia mengetahui pengertian Hipertensi
b. Lansia mengetahui klasifikasi Hipertensi
c. Lansia mengetahui penyebab Hipertensi
d. Lansia mengetahui tanda gejala Hipertensi
e. Lansia mengetahui komplikasi Hipertensi
f. Lansia mengetahui cara mengatasi dan mencegah Hipertensi
C. Kepanitiaan
Leader : Satrio Kusnanda
Observer : Siti Marfu’ah, Auliyana, Yulia Kartika
Fasilitator : Devi Fitri, Salamatun, Istiadhatul
Klien : Lansia dengan hipertensi
D. Setting Tempat
Penyaji : yulia
Audiens : Lansia dengan hipertensi
Keterangan : : Penyaji
: Audiens
E. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan
I. Daftar pustaka
Cunha, Maria G. 2010. Usia Lanjut di Indonesia: Potensi, Masalah, Kebutuhan (Suatu
KajianLiteratur).Jakarta.EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia.
World Health Organization. 2013. A global brief on Hypertension. Geneva,
Switzerland
RANGKUMAN MATERI
A. PENGERTIAN
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan
angka kematian (mortalitas) (Adib, 2009).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum,
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal
tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko tekanan stroke, aneurisma,
gagaal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Faqih, 2007).
Hipertensi atau darah tinggi merupakan penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg.
Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
B. KLASIFIKASI
Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang
pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding pembuluh
darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar dari jantung. Angka
yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan besarnya tekanan yang
dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir masuk kembali ke dalam
jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam praktiknya terutama
buat orang yang sudah memasuki usia diatas 40 tahun, yang lebih riskan adalah jika
angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib, 2009).
C. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial
(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena factor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat
hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan
yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur
yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan
menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor - faktor lain yang mendorong
terjadinya hipertensi antara lain umur, jenis kelamin, stress, kegemukan (obesitas),
pola makan, merokok (M.Adib,2009).
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bias saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya bertaun menahun dan tidak diobati,
bias timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer. Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah.
Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone
aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada
peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
(USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien.
G. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
1. Terapi tanpa Obat è Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
LANSIA DEFINISI
Hipertensi adalah
keadaan meningkatnya
tekanan darah sistolik dan
lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan
atau diastolic lebih besar
dari 95 mmHg.
PENYEBAB
Oleh :
1. Asupan garam yang
Kelompok 4b
tinggi
2. Stress psikologis
3. Factor genetic
(keturunan)
PROGRAM STUDI PROFESI 4. Kurang olahraga
NERS
pisang, melon, minuman keras
tomat, dll. (beralkohol)
dan kurangi
atau hentikan
TANDA DAN merokok
GEJALA 7. Istirahat yang
1. Gelisah, kepala pusing cukup
2. Gemetar, tremor 8. Hindari stress
3. Sering marah-marah 9. Olahraga secara
4. Jantung berdebar- teratur
2. Makanan yang dibatasi
debar 10. Taati petujuk
Garam dapur
5. Tekanan darah lebih pemakaian obat
Makanantinggi
dari 140/90 mmHg dari dokter
lemak dan
6. Keringat berlebihan kolestrol
7. Gangguan penglihatan Buah/sayur yang
8. Nafsu makan menurun diawetkan dengan
9. Sulit konsentrasi garam, misalnya
10. Mudah tersinggung ikan asin, asinan,
dll.
CARA
MENGATASI
DAN
PENCEGAHAN
A. Laporan Pelaksanaan
1. Persiapan
a. Pendidikan kesehatan dilakukan dirumah Ny. A
b. Sasaran pendidikan kesehatan adalah lansia dengan hipertensi
c. Kepanitian sesuai dengan perencanaan yaitu
Leader : Satrio Kusnanda M
Observer : Siti Ma’rufah, Auliyana Ch.R, Yulia Kartikawati
Fasilitator : Devi Fitri, Salamatun Ni’mah, Istiadhatul A
d. Media yang digunakan Leaflet
2. Pelaksanaan
B. Faktor Penghambat
1. Dalam pendidikan kesehatan pada responden kurang memahami materi
2. Ada gangguan pendengaran pada lansia
3. Kata kata pada leaflet sulit untuk dipahami lansia
C. Faktor Pendukung
1. Kegiatan ini menggunakan media leaflet yang dapat mempermudah bagi lansia
rabun jauh
2. Kegiatan ini menggunakan media suara yang dapat mempermudah lansia untuk
memahami
3. Kegiatan ini di selenggarakan dan dibimbing oleh perawat menguasai materi
4. Audience sangat antusias mengikuti penyuluhan
5. Dokumentasi