Anda di halaman 1dari 14

PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM SAMPEL PUTIH TELUR MELALUI

METODE LOWRY

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Oleh
Ni PutuCandraMahayani NIM 1313031015
Ni Made Willy Larashati Anastasia NIM 1313031016
I GustiAyuDewiApriyanti NIM 1313031022
I Putu Pandu Setiawan NIM 1313031028

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2016
PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM SAMPEL PUTIH TELUR MELALUI
METODE LOWRY

I. TUJUAN
1. Membuat kurva hubungan antara konsentrasi protein standar dengan absorbansinya.
2. Menentukan kadar protein yang terdapat dalam putih telur dengan menggunakan
metode Lowry.

II. DASAR TEORI


Protein tersusun atas asam-asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida.
Asam amino merupakan molekul organik dengan massa molekul rendah (antara 100-200
Da) yang mengandung setidak-tidaknya satu gugus karboksil (-COOH) dan satu gugus
amino (-NH2). (Tika,2010). Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang
banyak dikonsumsi masyarakat. Dalam protein (albumin) telur ini terkandung beberapa
asam amino seperti tirosin dan triptofan (Wirahadikusumah, 1989).
Komposisiputihtelurkandungan total protein 10-11% dasarbasah, ovalbulmin 70% dari
total protein, canalbumin 9% dari total protein, ovoummucoid 13% dari total protein.
Sedangkankuningtelurterdiriatashipovitelindanhipotellenin.
Penentuan konsentrasi protein/asam amino merupakan proses rutin yang digunakan
dalam analisis kimia. Salah satu tujuan dari penentuan konsentrasi protein/asam amino ini
adalah untuk mengetahui nilai gizi dari suatu bahan makanan. Ada beberapa metode yang
biasa digunakan dalam rangka menentukan konsentrasi protein, salah satunya adalah
metode Lowry. Pemilihan metode yang baik dan tepat untuk suatu pengukuran tergantung
pada beberapa faktor, seperti banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang
tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometer yang tersedia untuk
melakukan pengukuran (Redhana, 2004).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, seperti reagen Folin-Ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian
dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana, reagen Folin-
Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam
residu tirosin yang mampu mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi
tungstat dan molibdenum yang berwarna biru.Reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat ini
merupakan konstituen utama reagen Folin-Ciocalteu. Hasil reduksi ini menunjukkan
puncak absorpsi yang lebar pada daerah merah dari spektrum sinar tampak (600-800 nm)
(Tika, 2010).
Sensitivitas dari metode Folin-Ciocalteu ini mengalami perubahan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu2+ (metode Biuret). Kompleks Cu-protein
yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan reduksi pula pada fosfotungstat dan
fosfomolibdat dalam reagen Folin-Ciocalteu. Kira-kira 75% dari reduksi yang terjadi
diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein tersebut, sementara residu-residu tirosin dan
triptofan mereduksi 25% sisanya (Tika, 2010). Reagen Folin-Ciocalteu merupakan suatu
komposisi kompleks yang diperoleh dengan cara pemanasan refluks dari Na-tungstat dan
Na-molibdat dengan asam ortofosfat. Selain itu, disertakan pula komponen-komponen lain
untuk meningkatkan kestabilan reagen yang dalam kondisi normal berwarna kuning pucat
(Tika, 2010).
Pada saat menentukan konsentrasi protein dalam suatu sampel, harus dilakukan
pula pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentang
konsentrasi tertentu di mana konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang tersebut
(Tika, 2010). Protein dimasukkan pertama kali ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan air. Seluruh tabung harus mempunyai volume akhir yang sama dan dilakukan
pengadukan atau pencampuran yang baik setelah penambahan zat atau reagen. Reagen
penghasil warna selalu ditambahkan terakhir dan biasanya diperlukan selang waktu
tertentu untuk terjadinya reaksi yang sempurna (Redhana, 2010).
Pengukuran yang dilakukan terhadap larutan protein standar dan sampel
menggunakanspektrofotometer. Melalui pengukuran ini akan diperoleh absorbansi dari
larutan standar dan sampel. Spektrosfotometri merupakan salah satu metode analisis
instrumental yang didasarkan pada interaksi energi dan materi. Spektrofotometri
mempunyai aplikasi yang cukup luas pada analisis secara kuantitatif. Hasil pengukuran
secara kuantitatif menggunakan metode ini mempunyai akurasi yang tinggi, walaupun
tidak seakurat metode instrumentasi serapan atom atau sinar gamma. Prinsip dasar
pengukuran secara kuantitatif adalah menggunakan hukum Lambert-Beer (Tika, 2010).
Langkah-langkah umum dalam analisis dengan spetrofotometer adalah: 1) pembentukan
molekul yang dapat menyerap cahaya pada daerah UV atau tampak; 2) pembuatan
spektrum dan pemilihan panjang gelombang; 3) pembuatan kurva kalibrasi; dan 4)
pengukuran absorbansi cuplikan (Muderawan, 2009).
Hukum Lambert-Beer menjabarkan pengurangan eksponensial dari intensitas
radiasi yang diteruskan karena peningkatan aritmatik dari kadar zat penyerap, sehingga
diperoleh persamaan berikut (Tika, 2010).
I0
log
I
= A = −log T = log ( T1 )
Io/I disebut optical density (OD) atau absorbansi (A), sedangkan I/I o disebut
transmitan (T), yaitu proporsi radiasi yang diteruskan. Bila T dikalikan dengan 100%
disebut persen transmitansi (%T). Dengan menggunakan notasi-notasi yang merupakan
penggabungan Hukum Beer dengan Hukum Bouguer, maka Hukum Beer dapat dituliskan
sebagai berikut:
A=εbC
Dimana ε merupakan absorptivitas molar yang nilainya tergantung pada panjang
gelombang dan jenis zat, b merupakan tebal medium penyerap yang biasanya dinyatakan
dalam sentimeter (cm), C merupakan konsentrasi molar. Selanjutnya konsentrasi molar
larutan protein dapat dihitung melalui persamaan berikut:
y = mx + b
dimana: y = absorbansi
x = konsentrasi
m = kemiringan
b = intersep

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
Tabel 1. Daftar Alat
No Nama Alat Jumlah
2+
1 Spektoronik 20 1
2 Gelaskimia 3
3 Batangpengaduk 1
4 Gelasukur 5 mL 2
5 Pipettetes 2
6 Pipet volume 5 mL 1
7 Tabungreaksi 1

3.2 Bahan
Tabel 2. Daftar Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Kertas Saring Secukupnya
2 Na2CO3 Secukupnya
3 NaOH 0,1 N Secukupnya
4 CuS5H2O 0,5% Secukupnya
5 Na-tartarat Secukupnya
7 Larutan BSA Secukupnya
8 Larutan Albumin Telur Secukupnya

IV. PROSEDUR KERJA DAN HASIL PENGAMATAN


Tabel 3. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan
No ProsedurKerja HasilPengamatan
1 Reagen biuret - Reagen A dibuat dari 5 gram Na2CO3 yang
dibuatdenganmencampurkanreagen dilarutkan dalam 250 mL larutan NaOH 0,1 N
A sebanyak 50 mL danreagen B - Reagen A tidakberwarna
sebanyak 1 mL - Reagen B dibuatdari 0,26 gram CuSO4. 5H2O dan
Na-tartarat yang dilarutkandalam 50 mLaguades
- Reagen B berwarnabiru
- Larutan/reagen buretdibuat dengan
mencampurkan reagen A (250 mL) dan reagen B
sebanyak 5 mL.
- Reagen buret berwarna biru
2 Larutan albumin - Larutan albumin telurdibuatdenganmelarutkan
telurdibuatdenganmelarutkan 10 mL 10 mL albumin telurdalam 90 mLaquades
albumin telurkedalam 90 mL - Albumin telurberwarnakuning,
aquades, 10 mL setelahditambahaquadeslarutanmenjadikeruh
daricampuraninidiencerkanlagiseban - Campurandiambilsebanyak 10
yak 10 mL (pengenceransampai 100 mLdandiencerkansampai 100 Ml
kali) - Larutan BSA dibuat dengan 0,03 gram BSA dan
dilarutkan dalam 100 mL aquades
3 Larutan protein standar (BSA) Penambahan Fenomena Tabung
(mL) 1 2 3 4 5 6 7 8
dicampurdengan air
Standar 0, 0, 0, 1,
hinggavolumenyamenjadi 1,0mL. - 0,1 0,2 -
(BSA) 4 6 8 0
Hal yang Standar 1,
- - - - - - -
protein 0
samajugadilakukanpadalarutansampe Aquades 1 0,9 0,8 0, 0, 0, - 0,
l protein. 6 4 2 9
Larutan berwarna bening
2 Sebanyak 5 mL reagen Biuret
Penambahan Fenomena Tabung
(mL) 1 2 3 4 5 6 7 8
dimasukkankedalammasing-
Reagen
masingtabung yang buret 5 5 5 5 5 5 5 5

berisilarutanstandardansampel. Larutan berwarna bening. Larutan tersebut

Kemudiancampuraninidiinkubasisela diinkubasi selama ±10menit


ma 10 menitpadasuhukamar.
3 Setelah 10 menit, sebanyak 0,5 mL Penambahan Fenomena Tabung
(mL) 1 2 3 4 5 6 7 8
reagenfenol (fenolik-ciocelteu)
Reagen 0, 0, 0, 0, 0, 0,
ditambahkankedalammasing- 0,5 0,5
fenol 5 5 5 5 5 5
masingtabungreaksikemudiandikoco Larutan berwarna biru tua. Larutan tersebut

k. Tabung- diinkubasi selama ±30menit pada suhu kamar


tabunginidiinkubasiselama 30
menitpadasuhukamar.
Waktuinkubasidimulaisetelahpenam
bahanreagenfenolik-
ciocelteukedalamtabungterakhir.
4 Absorbansidarimasing- Tabung Absorbansi
masinglarutantersebutdiukurdengans 1 0,525
2 0,435
pektronik 3 0,485
20+denganpanjanggelombang 700 4 0,450
5 0,440
nm. 6 0,320
7 0,290
8 0,240

V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Dalam praktikum ini dilakukan analisis kadar protein dalam sampel larutan
kuning telur dengan menggunakan metode Lowry. Prinsip metode Lowry adalah
menentukan konsentrasi protein yang didalamnya terdapat asam amino yang
mengandung gugus fenolik seperti tirosin dan triptofan dengan menggunakan reagen
pendeteksi gugus-gugus fenolik, yaitu reagen Folin-Ciocalteu.Dimana salah satu residu
dari asam amino yang memiliki gugus fenolik adalah asam amino tirosin dan triptopan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan reagen Folin-Ciocalteu
dan reagen Biuret. Setelah larutan Biuret disiapkan selanjutnya dilakukan pembuatan
larutan sampel protein dengan melarutkan sebanyak 10 mL albumin
telurdalamaquadessampai volume 100 mL.kemudiansebanyak 10 mL larutan albumin
telurtersebutdiencerkanlagidenganmenggunakanaqaudessampai 10 kali pengenceran
(volume 100 mL). Setelah dilakukan pengenceran larutan albumin telur berubah dari
bening tidak berwarna menjadi keruh. Tujuan dari pengenceran ini yaitu untuk
memperkecil konsentrasi sampel. Oleh karena itu, dengan adanya pengenceran, larutan
sampel yang diukur akan mempunyai absorbansi diantara kurva kalibrasi, sehingga
konsentrasi protein yang terkandung dalam kuning telur dapat diketahui.
Langkah selanjutnya yaitu memasukan larutan standar BSA dan larutan albumin
ke dalam tabung reaksi, larutan standar BSA yang diisi pada masing-masing tabung
berbeda-beda, sesuai dengan prosedur kerja. Pengisian tabung dengan volume berbeda-
beda ini bertujuan untuk memberi variasi konsentrasi larutan standar protein (BSA),
sehingga konsentrasi masing-masing tabung berbeda satu dengan lainnya. Pembuatan
larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
mempermudah pembuatan kurva kalibrasi.
Konsentrasi dari masing-masing tabung dapat dihitungdengan persamaan berikut:
V1M1 = V2M2
Keterangan : V1 = volume putih telur sebelum pengenceran
M1 = konsentrasi putih telur sebelum pengenceran
V2 = volume putih telur setelah pengenceran
M2 = konsentrasi putih telur setelah pengenceran
Konsentrasi dari masing-masing tabung dapat dihitungdengan persamaan berikut:
V1M1 = V2M2
Keterangan : V1 = volume putih telur sebelum pengenceran
M1 = konsentrasi putih telur sebelum pengenceran
V2 = volume putih telur setelah pengenceran
M2 = konsentrasi putih telur setelah pengenceran
Konsentrasi larutan standar protein putih telur adalah 300 µg/mL
V 1 M1 0 mL x 300 µg/mL
Tabung 1 : M2 = = = 0 µg/mL
V2 1,0 mL

V 1M1 0,1 mL x 300 µg/mL


Tabung 2: M 2 = = = 30µg/mL
V2 1,0 mL
V 1 M1 0,2 mL x 300 µg/mL
Tabung 3: M 2 = = = 60µg/mL
V2 1,0 mL
V 1M1 0,4 mL x 300µg/mL
Tabung 4: M 2 = = = 120µg/mL
V2 1,0 mL
V 1 M 1 0,6 mL x 300µg/mL
Tabung 5: M 2 = = = 180µg/mL
V2 1,0 mL
V 1 M 1 0,8 mL x 300µg/mL
Tabung 6: M 2 = = = 240µg/mL
V2 1,0 mL
V 1 M1 1,0 mL x 300 µg/mL
Tabung7 : M2 = = =300 µg/mL
V2 1,0 mL
Langkah selanjutnya, masing-masing tabung diisi dengan reagen Biuret. Setelah
ditambahkan reagen Biuret terjadi perubahan warna larutan, warna larutan menjadi
bening kebiruan. Hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Cu2+ dengan asam
amino pada larutan albumin.Kompleks yang terbentuk adalah sebagai berikut.

O C C O

HN NH

CHR RHC
Cu2+
O C C O

HN NH

CHR RHC

Gambar 1. Struktur Kompleks Cu2+


Pada saat larutan ditambahkan reagen Biuret, larutan diaduk kemudian
diinkubasi pada suhu kamar selama ±10 menit. Tujuan larutan diinkubasi adalah agar
reaksi berlangsung sempurna dan tidak terjadi penggumpalan pada larutan protein.
Setelah itu Folin-Ciocalteu dimasukan sebanyak 0,5 mL kedalam masing-
masing tabung. Setelah penambahan reagen Folin-
Ciocalteutampakterjadiperubahanpadalarutan, dimanalarutanpadatabungberwarnabiru
tua. Reagen Folin-Ciaocalteu dapat mendeteksi residu tirosin dalam larutan protein
karena kandungan fenolik dalam residu tirosin mampu mereduksi reagen Folin-
Ciaocalteu yang terdiri dari fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi tungstat dan
molibdenum yang berwarnabiru.Warna ini dapat menyerap cahaya pada daerah sinar
tampak, sehingga transmitansi dan absorbansinya dapat diukur. Warna yang
ditimbulkansetelahpenambahanreagenFolin-Ciocalteumengindikasikan terbentuknya
tungstat dan molibdenum.Dengan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H O H O
H 2N C C H 2N C C
OH OH
3- CH 2 CH 2
O O O
Mo P MoO2 + + H3PO4
+
O HO OH molibdenum
12 OH
(berwarna biru)
kuning pucat
(f osf omolibdat)
OH
HO O

H O H O

H2N C C H2N C C OH
OH
CH2 CH2

PW12O 40 +
3- WO42- + + H 3PO4
tungstat
kuning pucat
(ion berwarna biru)
(ion f osfotungstat)

OH HO O
Gambar 2.Residu Tirosin Mereduksi Reagen Folin-Ciaocalteu yang Terdiri Dari
Fosfotungstat dan Fosfomolibdat Menjadi Tungstat dan Molibdenum yang
BerwarnaBiru

Dimana kompleks Cu-protein yang dihasilkan oleh reagen Biuret


jugamenyebabkan reduksi pada fosfotungstat dan fosfomolibdat. Adanya ion-ion
Cu2+darireagen Biuretmenyebabkan sensitifitas dari reagen Folin-Ciocalteu ini
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal inidapatdilihat dariwarna yang
dihasilkankepekatannya meningkat dari tabung 1-8.
Langkahselanjunya, setelah penambahan reagen Folin-Ciocalteu, kemudian
larutan diinkubasi selama 30 menit. Waktu inkubasi dimulai setelah penambahan
reagen Folin-Ciocalteu ke dalam tabung terakhir. Selanjutnya dilakukan pengukuran
absorbansi masing-masing larutan. Pada metode ini digunakan alat spektronik 20+
untuk menganalisis absorbansi larutan sampel dan larutan standar. Berdasarkan hasil
pengukuran, diperoleh nilai absorbansi sampel sebagai berikut.
Tabel 4. Absorbansi Larutan pada Tiap Tabung
Tabung Absorbasi (A)
Tabung 1 0,535
Tabung 2 0,435
Tabung 3 0,485
Tabung 4 0,450
Tabung 5 0,440
Tabung 6 0,320
Tabung 7 0,290
Tabung 8 (sampel) 0,240

Berdasarkan data di atas, dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut.


0.56
0.52
f(x) = − 0 x + 0.52
0.48 R² = 0.83
0.44
0.4
0.36
Absorbansi (A)

0.32
0.28
0.24
0.2
0.16
0.12
0.08
0.04
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320

Konsentrasi µg/mL

Gambar 3. Kurva Hubungan Antara Absorbansi dengan Konsentrasi Larutan Standar


Protein (BSA)
Persamaan garis yang diperoleh dari kurva di atas adalah y =-0,0007x + 0,5164,
dimana y adalah absorbansi (A) dan x adalah konsentrasi (C), sehingga persamaan di
atas juga dapat ditulis sebagai berikut.
y = -0,0007x + 0,5164
A = -0,0007C + 0,5164
Berdasarkan pengukuran dengan spektronik 20+, diperoleh absorbansi sampel yaitu
sebesar 0,24. Konsentrasi sampel dapat ditentukan atau dihitung dengan cara
mensubstitusikan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan garis di atas, sehingga
diperoleh:
y = mC + b
0,24 = -0,0007C + 0,5164
-0,0007C= 0,24 – 0,5164
-0,0007C= 0,24 – 0,5164
C = 394,86 µg/mL

Jadi, kadar protein dalam sampel setelah diencerkan (pada tabung 8) adalah 394,86.
Untuk kadar protein sebelum pengenceran dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
V1.M1 = V2.M2, dimana
V1 = Volume sampel sebelum pengenceran
M1 = Kadar sampel sebelum pengenceran
V2 = Volume sampel setelah pengenceran
M2 = Kadar sampel setelah pengenceran

V1.M1 = V2.M2
0,1 mL x M1 = 1,0 mL x394,86 µg/mL
1,0 mL x 394,86 µg/mL
M1 = 0,1 mL
= 3948,6 µg/mL
= 3,948 mg/mL
Konsentrasi tersebut adalah hasil pengenceran 10 kali, sehingga kadar protein pada
sampel putih telur awal adalah:
3,948 µg/mL× 100 mL
M=
1 mL
M= 394 ,8 mg/mL
Sehingga kadar protein dalam sampel albumin telur tersebut adalah 394,8 mg/mL.

VI. SIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Kurva hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi ( µ g/mL) adalah
mendekati linear dengan R2 = 0,8269, dengan persamaan garis dari kurva adalah y
= -0,0007x + 0.5164.
2. Kadar protein dalam sampel albumin telur adalah sebesar 394,8 mg/mL.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Muderawan, I Wayan. 2009. Analisis Instrumen. Singaraja:UNDIKSHA PRESS

Redana, I Wayan. 2004. Buku Ajar Biokimiajilid I. Singaraja: IKIP NegeriSingaraja.


Redana, I Wayan&Siti Maryam. 2003. PenuntunPraktikumBiokimia. Singaraja: IKIP
NegeriSingaraja.
Tika, I Nyoman. 2010. PenuntunPraktikumBiokimia. Singaraja:
UniversitasPendidikan Ganesha
LAMPIRAN 1. GAMBAR

Gambar 1. Reagen B Gambar 2. Reagen Biuret

Gambar 3. Larutan Standar BSA Gambar 4. Proses Inkubasi


Gambar 5. Spektrofotometer Gambar 6. Larutan Albumin Telur

Anda mungkin juga menyukai