0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
99 tayangan9 halaman
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang berbagai metode karakterisasi material padat seperti XRD untuk mengidentifikasi fasa kristalin, SEM untuk melihat struktur mikro, FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsional, dan XRF untuk menganalisis komposisi unsur dengan memanfaatkan flouresensi sinar-X.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang berbagai metode karakterisasi material padat seperti XRD untuk mengidentifikasi fasa kristalin, SEM untuk melihat struktur mikro, FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsional, dan XRF untuk menganalisis komposisi unsur dengan memanfaatkan flouresensi sinar-X.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang berbagai metode karakterisasi material padat seperti XRD untuk mengidentifikasi fasa kristalin, SEM untuk melihat struktur mikro, FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsional, dan XRF untuk menganalisis komposisi unsur dengan memanfaatkan flouresensi sinar-X.
Disusun oleh : 1. Pande Putu Diah Suci Laksmi (1813081002) 2. Kadek Pebri Anggreni Ristia Dewi (1813081006)
Program Studi Kimia
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 2020 KARAKTERISASI MATERIAL PADAT Karakterisasi material merupakan suatu metode untuk mendapatkan informasi tentang komposisi, struktur, dan cacat dari suatu material dengan atau tanpa menimbulkan kerusakan pada sampel. Pada proses karakterisasi material sampel yang digunakan bisa rusak ataupun tidak rusak. Karakterisasi material padat merupakan metode untuk mendapatkan informasi tentang komposisi, struktur dan cacat dari suatu material padat. Pada karakterisasi material padat terdapat beberapa jenis metode karakterisasi yaitu : 1. XRD (X-ray Difraction) XRD merupakan salah satu metode karakterisasi secara kuantitatif dan kualitatif yang mengukur hamburan sinar X dari fasa kristalin. Sinar X akan menghasilkan medan elektromagnetik yang akan berinteraksi dengan elektron yang ada di permukaan sebuah bahan dengan cara dihamburkan. Prinsip kerja difraksi sinar X ini adalah mengukur hamburan sinar X dari kristal berfasa kristalin dengan struktur kristal spesifik. Sinar X dihasilkan dari tabung katoda dimana didalam tabung tersebut elektron dihasilkan dengan pemanasan katoda filament tungsten yang memiliki potensial negative tinggi. Elektron tersebut kemudian terakselerasi ke anoda dan menumbuknya sehingga energi elektron diubah menjadi sinar x dan panas. Sinar X yang diarahkan ke sampel akan menimbulkan interaksi antara sinar dengan sampel dan terjadi interferensi destruktif dan konstruktif. Interferensi konstruktif terjdi bila hukum Bragg terpenuhi, yang mana hukum tersebut dapat dipenuhi oleh fasa kristalin yang mempunyai kisi. Oleh sebab itu XRD hanya bisa digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin. Karakterisasi dengan menggunakan metode XRD memiliki kelebihan yaitu : - Karakterisasi transformasi fasa dalam keadaan padat - Identifikasi fasa kristalin yang terkandung dalam spesimen - Penentuan kandungan fraksi berat fasa kristalin secara kuantitatif dalam material yang memiliki banyak fasa. - Menentukan parameter kisi dan tipe kisi Selain kelebihan tersebut metode XRD juga memiliki batasan yakni : - Hanya dapat digunakan untuk material yang memiliki fasa kristalin - Sampel harus bentuk serbuk padatan Analisis hasil XRD data dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dengan menggunakan data index hannawalt maupun dengan bantuan software XPowder. 2. SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan salah satu jenis metode karakterisasi material yang dapat mengetahui struktur mikro dari suatu material dengan perbesaran mencapai 150.000x. SEM biasanya dilengkapi dengan EDS untuk menangkap sinar X yang dipantulkan oleh elektron. SEM yang pada umumnya dilengkapi dengan EDS dan dapat digunakan untuk : - Pemeriksaan struktur mikro specimen metalografi dengan perbesaran hingga 150.000x. - Pemeriksaan permukaan pahatan dan permukaan yang dimiliki kedalaman tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik. - Evaluasi orientasi kristal dari permukaan spesimen metalografi seperti butir individual, fasa presipitat dan dendrit (struktur khas dari proses pengecoran logam). - Analisis unsur pada spesimen dalam range micron pada permukaan bulk spesimen - Distribusi komposisi kimia pada permukaan bulk specimen sampai jarak mendekati 1 mikron. Batasan – batasan dalam karakterisasi dengan menggunakan metode SEM-EDS antara lain : - Permukaan sampel harus bersifat konduktif - Jika tidak dilengkapi EDS maka hanya memberi informasi kualitatif - Resolusi gambar lebih baik daripada mikroskop optic namun masih kalah jika dibandingkan dengan TEM - Kualitas gambar specimen yang permukaannya relatif rata kurang baik jika dibandingkan dengan mikroskop optic pada perbesaran dibawah 300 – 400x. Cara kerja SEM yaitu elektron gun yang dilengkapi dengan filament tungsten berfungsi untuk menembakkan elektron dihasilkan dari adanya beda potensial. Elektron kemudian menumbuk benda kerja dan ketika menumbuk terjadi interaksi antara primary elektron dengan spesimen sehingga menghasilkan sinar X dan elektron. Hasil interaksi yang keluar dari dalam material ditangkap oleh detector yakni : - Detector SE yaitu menangkap secondary electrons dan menghasilkan image - Detector BSE yaitu mengungkap backscattered elektrons dan menghasilkan image sesuai perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom. - Detector X-ray yaitu identifikasi unsur kimia yang terdapat dalam material. EDS merupakan suatu sistem peralatan dan software tambahan yang dipasangkan pada suatu mikroskop elektron. EDS dapat digunakan untuk menganalisis semikuantitatif unsur – unsur dari material. Secara umum EDS dapat digunakan untuk : - Mengontrol kualitas yakni analisis pelapis, verifikasi material - Menganalisis kontaminan yakni analisis inklusi, antar muka, analisis partikel, pemetaan unsur, analis deposit korosi, analisis ketidakmurnian. 3. FTIR (Fourier Transform Infra Red) Spektroskopi FTIR merupakan teknik yang umum digunakan untuk analis material. Teknik ini merupakan teknik absorpsi yang didasarkan pada vibrasi molekul ketika molekul - molekul tersebut menyerap radiasi infra red. Hanya frekuensi (energy) yang spesifik infra red yang diabsorb oleh molekul untuk meningkatkan amplitudo gerak vibrasi antara ikatan-ikatan atom dalam sebuah molekul. Setiap molekul terdiri dari atom-atom yang berbeda sehingga tidak ada dua senyawa yang memiliki spektra IR yang sama. Oleh karena itu, spektra IR menunjukkan fingerprint (ciri khas) dari sebuah sampel. Spektra infra red dihasilkan melalui pengumpulan interferogram dari sinyal sampel dengan interferometer yang terdiri dari pemecah sinar (beam splitter), fixed mirror dan moving mirror. Ketika cahaya mengenai beam splitter, beam splitter mentransmisikan dan merefleksikan radiasi ke kaca tetap dan kaca bergerak dalam jumlah yang sama (50% :50%). Setelah mengenai kedua kaca tersebut, sinar direfleksikan kembali ke beam splitter dan selanjutnya bergabung menjadi sinar baru yang kemudian dilewatkan ke sampel. Sampel akan mengabsorbsi panjang gelombang cahaya yang tergabung. Selanjutnya detector merekam energy total pada setiap panjang gelombang atau frekuensi yang telah diabsorb oleh sampel untuk menghasilkan spektra FTIR. Spektroskopi inframerah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400-4000 cm-1, di mana cm-1 yang dikenal sebagai wavenumber (1/wavelength), yang merupakan ukuran unit untuk frekuensi. Spektra FTIR merupakan plot intensitas (absorbansi atau % transmitansi) sebagai fungsi dari bilangan gelombang atau frekuensi. Sebelum memperoleh spektra akhir, interferogram harus diukur tanpa sampel yang akan memberikan spektra background. Setelah itu, interferometer diukur dengan sampel untuk menghasilkan spektra sampel. FTIR digunakan secara langsung untuk identifikasi gugus fungsi khususnya untuk senyawa-senyawa organik. Dalam padatan anorganik, gugus fungsi yang terikat secara kovalen seperti OH, air yang terperangkap dan oxianion – karbonat, nitrat, sulfat, dll – memberikan signal tajam di IR spektra dimana gerak vibrasi dari gugus-gugus tersebut berada pada frekuensi tinggi, di atas 300 cm-1. Pada frekuensi yang lebih rendah dalam wilayah IR jauh, vibrasi kisi juga mempertajam spektra IR; sebagai contoh alkali halide memberikan pita absorpsi kisi lebar pada wilayah 100 – 300 cm-1. Posisi puncak berbanding terbalik dengan massa anion dan kation sebagaimana ditunjukkan pada urutan berikut : LiF (307 cm-1), NaF (246 cm-1), KF (190 cm-1), RbF (156 cm-1), CsF (127 cm-1); dan LiCl (191 cm-1), NaCl (164 cm-1), KCl (141 cm-1), RbCl (118 cm-1), CsCl (99 cm-1). Karena padatan anorganik menunjukkan spektra vibrasi yang spesifik, hal ini dimanfaatkan untuk tujuan pengidentifikasian; hal ini sesuai dan cocok untuk identifikasi senyawa- senyawa anorganik. Akan tetapi, untuk senyawa anorganik tidaklah cukup sehingga memerlukan teknik lain seperti XRD agar informasi yang diperoleh lebih lengkap. 4. XRF (Fluoresensi Sinar-X) Analisa XRF merupakan salah satu contoh analisa yang didasarkan pada perilaku atom yang terkena radiasi. Interaksi atom dengan cahaya dapat menyebabkan berbagai fenomena yang dipengaruhi oleh kuatnya intensitas cahaya yang berinteraksi dengan atom tersebut. Ketika material berinteraksi dengan cahaya yang memiliki energi tinggi (sebagai contoh: sinar-X), maka dapat menyebabkan terpentalnya elektron yang berada pada tingkat energi paling rendah pada suatu atom. Akibatnya atom berada pada keadaan yang tidak stabil sehingga elektron yang berada pada tingkat (kulit valensi) yang lebih tinggi akan mengisi posisi kosong yang ditinggalkan oleh elektron yang terpental tadi. Proses pengisian posisi elektron pada kulit valensi yang lebih rendah dinamakan deeksitasi. Proses deeksitasi ini akan disertai dengan pemancaran cahaya dengan energi yang lebih kecil daripada energi yang menyebabkan tereksitasinya elektron. Energi yang dipancarkan ini dinamakan radiasi flouresensi. Radiasi flouresensi ini memiliki energi yang khas tergantung dari elektron yang tereksitasi dan terdeeksitasi pada atom penyusun sebuah material. Kekhasan karakteristik dari radiasi flouresensi pada setiap unsur ini memungkinkan dapat dilakukannya analisa kualitatif untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang berbeda. Sementara itu, analisa kuantitatif untuk menentukan konsentrasi dari unsur yang dianalisis dapat ditentukan berdasarkan intensitas dari radiasi fluoresensi yang dipancarkan. Dalam mengidentifikasi unsur-unsur pada sebuah material, sangat memungkinkan setiap unsur berbeda yang terdapat pada material tersebut memancarkan radiasi sebagai hasil interaksi dengan berkas cahaya yang mengenai material tersebut, sehingga pada akhirnya masing-masing berkas monokromatik yang dihasilkan akan bergabung memancarkan berkas cahaya polikromatik. Untuk dapat mengidentifikasi keberadaan sebuah unsur dalam suatu sampel (analisa kualitatif unsur), berkas cahaya polikromatik yang dipancarkan dari sampel (sebagai gabungan hasil interaksi atom unsur penyusun material sampel dengan sinar-X) harus dipisahkan menjadi berkas cahaya monokromatik yang memiliki masingmasing panjang gelombang dengan energi yang berbeda. Pada prinsipnya, instrument XRF dapat menggunakan dua buah teknik untuk memisahkan berkas polikromatik menjadi berkas monokromatik. Teknik yang pertama adalah teknik pemisahan panjang gelombang ( wavelength-dispersive ), sedangkan teknik yang kedua adalah teknik pemisahan energi ( energydispersive ). Teknik pemisahan panjang gelombang dapat memanfaatkan kemampuan kristal single untuk mendifraksikan berkas cahaya sehingga dihasilkan pita panjang gelombang yang berbeda-beda. Sementara teknik pemisahan energi dapat dilakukan dengan menggunakan detector yang dapat mengisolasi pita energi yang berbeda-beda.Setiap transisi elektron yang terjadi pada setiap atom unsur, memiliki nilai panjang gelombang tertentu yang telah diketahui besarannya. Oleh karena itu, dengan diketahuinya panjang gelombang apa saja yang terdapat pada berkas cahaya yang dipancarkan dari sampel, maka dapat diidentifikasi unsur apa saja yang terdapat pada sampel tersebut. Sementara konsentrasi unsur dalam sampel dapat diketahui dari intensitas panjang gelombang yang terekam pada pita panjang gelombang tersebut. Instrumentasi XRF terdiri dari dua bagian utama, yaitu sumber utama sinar-X ( primary X-ray ) dan peralatan untuk mendeteksi sinar-X yang dipancarkan dari sampel ( secondary X-ray ). Dalam aplikasinya, metode XRF memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah: - Dapat menentukan unsur dalam material tanpa perlu adanya standar. - Dapat menentukan kandungan mineral dalam bahan biologik maupun dalam tubuh secara langsung. - Akurasi yang relatif tinggi. Kelemahan dari metode XRF, diantaranya adalah: - Keterbatasan untuk melakukan analisis secara akurat terhadap unsur yang memiliki Z<9. - Analisa XRF tidak mampu membedakan isotop dari sebuah unsur, sehingga analisa material semacam ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen lain seperti Thermal Ionization Mass Spectrometry (TIMS) dan Secondary Ion Mass Spectrometer (SIMS). - Analisa XRF tidak dapat membedakan ion pada unsur yang sama pada keadaan valensi yang berbeda. - Tidak dapat mengetahui senyawa apa yang dibentuk oleh unsurunsur yang terkandung dalam material yang akan kita teliti. - Tidak dapat menentukan struktur dari atom yang membentuk material itu. 5. TEM (Transmission Electron Microscopy) TEM merupakan teknik yang sangat cocok untuk karakterisasi objek- objek yang sangat tipis karena resolusi spasialnya sekitar 0.2 nm. Teknik ini memberikan informasi tentang morfologi, ukuran partikel, fase kristal dan struktur kristal sampel. Pada dasarnya, alat ini berkeja sebagaimana mikroskop konvensional kecuali sinar yang digunakan bukanlah cahaya biasa melainkan sinar yang berasal dari elektron. Selanjutnya, agar sampel mampu untuk dianalisa, sampel harus cukup tipis sehingga sinar elektron tersebut mampu menembus sampel. Kemampuan sinar elektron untuk menetrasi sample tipis tersebut karena voltase yang digunakan sekitar 100-400 kV sehingga mampu mempercepat sinar elektron tersebut untuk menembus sampel. Sinar elektron yang mengenai sampel tersebut selanjutnya dapat ditransmisikan dalam bentuk tak terhamburkan (unscattered), terhamburkan secara elastik dan tidak elastik. Dalam hal ini, elektron yang dihamburkan secara elastic lah yang dimanfaatkan untuk menciptakan gambar. Instrument TEM dibangun oleh beberapa komponen yaitu sistem iluminasi, pemegang sampel, lensa objektif dan sistem imaging. Imaging dalam teknik TEM terdiri dari tiga mekanisme yang memberikan kontras gambar hasil yang berbeda. Ketiga mekanisme itu adalah fase ketebalan massa (massthickness phase), kontras difraksi (diffraction contrast) dan kontras fase (phase-contrast). Kontras ketebalan-mass dapat diaplikasikan untuk sampel yang bersifat kristalin maupun amorf. Peningkatan kontras dapat dilakukan melalui perpotongan sinar difraksi dalam back-focal plane lensa objektif dan membiarkan sinar yang ditransmisikan tersebut berkontribusi dalam pembentukan gambar. Jadi, ketika aperture objektif ditempatkan pada sumbu optic, wilayah yang dikaji akan muncul terang jika tidak ada specimen dan sebaliknya, adanya specimen akan memberikan warna gelap. Sistem imaging ini disebut sebagai bright field (BF) image. Kontras difraksi umumnya diamati dalam specimen kristal. Dibandingkan dengan mekanisme kontras yang pertama, kontras imaging ini menyebabkan dark field (DF) image karena hanya sinar yang didifraksi diijinkan untuk melewati objective aperture lensa objektif. Hal ini menyebabkan wilayang observasi yang mengandung specimen akan muncul terang. Kontras fase (phase contrast) diperoleh ketika elektron yang ditransmisikan dalam fase yang berbeda bergabung untuk menghasilkan image. Hal ini bisa dicapai dengan menggunakan objective aperture yang lebih besar atau menghilangkan nya sehingga baik sinar yang ditransmisikan maupun didifraksikan mampu melewati objective aperture dan berjalan sepanjang sumbu optis. Daftar Pustaka Cullity, B.D. “Elements of X-Ray Diffraction”, 2th ed. Addison Wesley Publishing. H.E. Exner and S. Weinbruch. 2004. Scanning Electron Microscopy, Metallography and Microstructures, Vol 9. ASM Handbook, ASM Internasional. Agus Setiabudi, Rifan Hardian, Ahmad Muzakir. 2012. Karakterisasi Material; Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian Kimia. UPI Press