Anda di halaman 1dari 58

Nama : Selva Afriana, S.

Pd
No. peserta : 19060818710019
Kompetensi : Pedagogi – UPI Kimia-S52019 – Kelas A

Tugas Akhir Modul Kimia-5

 Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis cuplikan material
untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya. Secara tradisional, kimia
analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan
untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun
inorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur
atau senyawa dalam suatu cuplikan. Kimia analitik modern dikategorisasikan melalui dua
pendekatan, target dan metode. Berdasarkan targetnya, kimia analitik dapat dibagi menjadi
kimia bioanalitik, analisis material, analisis kimia, analisis lingkungan, dan forensik.
Berdasarkan metodenya, kimia analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri
massa, kromatografi dan elektroforesis, kristalografi, mikroskopi, dan elektrokimia.
Meskipun kimia analitik modern didominasi oleh instrumen-instrumen canggih, akar dari
kimia analitik dan beberapa prinsip yang digunakan dalam kimia analitik modern berasal
dari teknik analisis tradisional yang masih dipakai hingga sekarang. Secara umum metode
modern lebih unggul dibanding dengan metode konvensional, karena metode modern
menawarkan kepekaan yang tinggi, jumlah sampel yang diperlukan sedikit, dan waktu
pengerjaannya relatif cepat karena seperti beberapa metode modern (seperti kromatografi),
selain dapat digunakan dalam secara kuantitatif dan juga digunakan untuk melakukan
pemisahan senyawa yang terdapat dalam sampel. Meskipun demikian, tidak selamanya
metode modern memberikan keuntungan dibanding metode konvensional. Penggunaannya
yang meluas tidak menyebabkan metode klasik menjadi usang.

Tugas Saudara adalah membuat:

1). Rangkuman peralatan analisis kimia modern yang dapat dipergunakan untuk
mempelajari komposisi dan struktur material antara lain: peralatan analisis unsur, analisis
permukaan, observasi bentuk mikrokopis, analisis struktur senyawa, analisis termal, analisis
pemisahan dan kromatografi.

2). Rincian metode analisis kualitatif kation-anion yang sederhana khususnya untuk ion-ion:
Cu2+, Fe2+, Fe3+, Al3+, Pb2+, NH4+, Ba2+, Ca2+, SO42-, NO3-, Cl- dan I-.
3). Analisis kualitatif sederhana untuk deteksi gas-gas CO2, Cl2, SO2, H2, O2 dan NH3 serta
H2O.
Beberapa Alat yang Digunakan pada Analisis Unsur

Analisis unsur
1. Ukuran partikel
Berikut alat yang dapat digunakan dalam penentuan ukuran partikel.
i. AFM (Atomic Force Microscope)
a. Prinsip kerja
AFM ( Atomic Force Microscope) termasuk microskop canggih untuk saat ini yang
pengoprasianya sangat sederhana. Prinsip kerjanya pun juga sangat sederhana dan dapat
dipahami dengan menggunakan konsep – konsep fisika dasar. Alat ini tidak memerlukan
vacuum , tegangan tinggi, maupun fasilitas pendingin seperti pada SEM Atau TEM.
b. Perangkat
Perangkat utama yang terdapat pada alat ini adalah sebuah TIP yang sangat tajam yang
ditempatkan di ujung cantilever. Cantilever bersama tip digerakan sepanjang permukaan
material yang diamati.
c. Cara Kerja
Ujung tip yang sangat runcing dan hanya mengandung beberapa atom saja. Ketika tip
didekatkan dengan permukaan material yang akan di amati, maka atom yang berada di ujung
tip dan di permukaan material akan menimbulkan gaya interaksi atomic akan muncul. Karena
jumlah atom pada tip maupun pada permukaan sampel sangat banyak sekali maka potensial
interaksi antara tip dan permukaan sampel tidak hanya berasal dari kedua atom. Potensial
tersebut berasal dari sunbangan interaksi sejumlah atom pada tip dan sejumlah atom pada
permukaan sampel.
ii. TEM
TEM merupakan mikroskop yang dapat digunakan untuk menentukan morfologi sampel
termasuk bentuk, ukuran, dan susunan partikel. Selain itu, TEM juga dapat digunakan untuk
menentukan struktur kristalin (susunan atom pada sampel dan cacat pada kristal) serta
komposisi unsur pada sampel. Sampel yang digunakan pada TEM haruslah sangat tipis dan
transparan. Untuk itu dpaat digunakan metode ultramicotomy untuk menipiskan sampel (50-
100 nm).
2. Kristalinitas
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan salah satu analisis non-destruktif yang paling penting
untuk menganalisis semua jenis materi, mulai dari cairan, serbuk, maupun kristal. Mulai dari
penelitian, produksi, sampai rekayasa. XRD merupakan metode yang sangat diperlukan untuk
karakterisasi bahan dan kontrol kualitas.
a. Prinsip kerja
Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi
periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang
konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah
berdasarkan persamaan Bragg:
n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...
Dengan λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang
kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah bilangan bulat
yang disebut sebagai orde pembiasan.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka
bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan
jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor
kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang
terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang
muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini
disebut JCPDS.
b. Kelebihan
Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan
penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang
pendek.
c. Cara Kerja
Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar
ini dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu
mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit
atom logam tersebut terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih
tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton sinar-
X.
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk.
Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X dimulai
dengan menyalakan difraktometer sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang
menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan.
Untuk difraktometer sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari
sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar
X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal
tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa tinggi. Teknik
difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi
kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama.
3. Gugus fungsional
Penentuan gugus fungsional dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrum infra
merah.
a) Prinsip dasar
Spektrum infra merah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang
berlainan. Gerakan getaran molekul menyerupai gerakan suatu bola yang dipasang pada pegas,
yaitu pengosilasi harmoni. Model bola dan pegas digunakan untuk mengembangkan konsepsi
gerakan getaran. Jika senyawa organik dikenai sinar infra-merah yang mempunyai frekuensi
tertentu (bilangan gelombang 500 -4000 cm-1), sehingga beberapa frekuensi tersebut diserap
oleh senyawa tersebut. Berapa banyak frekuensi tertentu yang melewati senyawa tersebut
diukur sebagai 'persentasi transmitasi' (percentage transmittance). Persentasi transmitasi
dengan nilai 100 berarti semua frekuensi dapat melewati senyawa tersebut tanpa diserap sama
sekali. Transmitasi sebesar 5% mempunyai arti bahwa hampir semua frekuensi tersebut diserap
oleh senyawa itu.
b) Penafsiran spektrum infra merah
Identifikasi pita absopsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar
penafsiran spektrum infra merah. Jadi frekuensi regang O-H menimbulkan pita absorpsi kuat
di daerah 3350 cm-1. Adanya pita kuat di daerah 3350 cm-1 pada spektrum infra merah suatu
senyawa merupakan petunjuk kuat bahwa molekul itu mengandung gugus O-H. Berikut adalah
tabel delapan daerah terpenting dan telah ditentukan dengan baik yang digunakan pada
pemeriksaan pendahululan spektrum.
Daerah spektrum, Bilangan Ikatan yang menyebabkan absorpsi
gelombang (cm-1)
3750 -3000 Regang O-H; N-H
3300 -2900 Regang C-H : -CΞ C-H; C=C-H; Ar-H
3000 -2700 Regang C-H : CH3; CH2; -H
2400 -2100 Regang CΞC; CΞN
1900 -1650 Regang C=O (asam , aldehida, keton, amida,
ester, anhidrida)
1675 -1500 Regang C=C (alifatik dan aromatik); C=N
1475 -1300 Lentur C-H
1000 -650 Lentur C=C-H; Ar-H (luar bidang)

Sampel yang dapat di analisis dan preparasinya


Ada berbagai tehnik untuk persiapan sampel, bergantung pada bentuk fisik sampel yang akan
dianalisis.
· Padat
Jika zat yang akan dianalisis berbentuk padat, maka ada dua metode untuk persiapan sampel
ini, yaitu melibatkan penggunaan Nujol mull atau pelet KBr.
1. Nujol Mull
Cara persiapan sampel dengan menggunakan Nujol Mull yaitu: Sampel digerus dengan mortar
dan pestle agar diperoleh bubuk yang halus. Dalam jumlah yang sedikit bubuk tersebut
dicampur dengan Nujol agar terbentuk pasta, kemudian beberapa tetes pasta ini ditempatkan
antara dua plat sodium klorida(NaCl) (plat ini tidak mengabsorbsi inframerah pada wilayah
tersebut). Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah
untuk dianalisis.
2. Pelet KBr
Sedikit sampel padat (kira-kira 1 - 2 mg), kemudian ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira
200 mg) dan diaduk hingga rata. Campuran ini kemudian ditempatkan dalam cetakan dan
ditekan dengan menggunakan alat tekanan mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa
menit, kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam
tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis.
· Cairan
Bentuk ini adalah paling sederhana dan metode yang paling umum pada persiapan sampel.
Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl untuk membuat film tipis.
Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah untuk
dianalisis.
· Gas
Untuk menghasilkan sebuah spektrum inframerah pada gas, dibutuhkan sebuah sel
silinder/tabung gas dengan jendela pada setiap akhir pada sebuah material yang tidak aktif
inframerah seperti KBr, NaCl atau CaF2. Sel biasanya mempunyai inlet dan outlet dengan keran
untuk mengaktifkan sel agar memudahkan pengisian dengan gas yang akan dianalisis.
Contoh karakterisasi dengan spektrometer IR
4. Jari-jari pori
5. Termal stabilitas
Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa termogravimetrik (TGA), yang
secara otomatis merekam perubahan berat sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu, dan
analisa diferensial termal (DTA) yang mengukur perbedaan suhu, T, antara sampel dengan
material referen yang inert sebagai fungsi dari suhu. Teknik yang berhubungan dengan DTA
adalah diferential scanning calorimetry (DSC).
i. Thermogravimetric Analysis (TGA)
a. Prinsip dasar
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai
fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinu;
reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar 1.
b. Pengkondisian sampel
Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan,
berkisar antara 1 – 20oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai
terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya
berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu
diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga-harga
yang sangat penting.
c. Perhitungan
Bertolak belakang dengan berat, harga Ti dan Tf, merupakan harga yang bergantung pada
beragam variabel, seperti laju pemanasan, sifat dari padatan ( ukurannya) dan atmosfer di atas
sampel. Efek dari atmosfer ini dapat sangat dramatis, seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2 untuk dekomposisi CaCO3; pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum ~ 500 0C,
namun dalam CO2 tekanan atmosfer 1 atm, dekomposisi bahkan belum berlangsung hingga
suhu di atas 900oC. Oleh sebab itu, Ti dan Tf merupakan nilai yang sangat bergantung pada
kondisi eksperimen, karenanya tidak mewakili suhu-suhu dekomposisi pada equilibrium.

ii. Differential thermal analysis (DTA) dan differential scanning calorimetry (DSC)
a. Prinsip dasar
Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu dari sample dibandingkan dengan
material referen inert selama perubahan suhu terprogram. Suhu sample dan referen akan sama
apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti
pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sample, suhu dari sample dapat
berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas ( apabila
perubahan bersifat eksotermik) suhu referen. Karena ketidaksensitivannya, teknik ini memiliki
aplikasi yang terbatas; penggunaan utama pada awalnya adalah pada ‘metode kurva
pendinginan’ yang digunakan pada penentuan diagram fasa; dimana suhu sample direkam pada
proses pendinginan dan bukan pemanasan, karena efek panas yang diasosiasikan dengan
solidifikasi dan kristalisasi biasanya cukup besar sehingga dapat dideteksi dengan metode ini.
b. Cara kerja
Sampel dan referen ditempatkan bersebelahan dalam heating block yang dipanaskan ataupun
didinginkan pada laju konstan; termokopel identik ditempatkan pada keduanya dan
dikoneksikan. Ketika sampel dan referen berada pada suhu yang sama, output bersih dari
pasangan termokopel ini akan sama dengan nol. Pada saat suatu peristiwa termal berlangsung
pada sampel, perbedaan suhu, ΔT, timbul antara keduanya yang kemudian terdeteksi dari
selisih tegangan dari kedua termokopel. Termokopel ketiga (tidak diperlihatkan pada gambar)
digunakan untuk memonitor suhu heating block dan hasilnya diperlihatkan sebagai ΔT versus
suhu. Baseline horizontal, menunjukkan ΔT=0, sedangkan penyimpangan dari baseline akan
berupa puncak yang tajam sebagai akibat dari berlangsungnya peristiwa termal pada sampel.
Suhu puncak yang muncul dapat ditentukan dari suhu dimana deviasi mulai timbul, T1,ataupun
pada suhu puncak, T2. Penggunaan T1 mungkin saja lebih tepat, namun seringkali kurang jelas
kapan puncak bermula, dan karenanya lebih umum digunakan T2. Ukuran dari puncak dapat
diperbesar sehingga peristiwa termal dengan perubahan entalpi yang kecil dapat terdeteksi.

6. Morfologi
Berikut adalah alat yang dapat digunakan dalam analisis morfologi suatu unsur.
i. SEM
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroscop electron yang
menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang
dianalisis.
a. Prinsip kerja
Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material
dengan berkas electron yang dipantulkan dengan energy tinggi. Permukaan material yang
disinari atau terkena berkar electron akan memantulkan kembali berkas electron atau
dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang
dipantulkan terdapat satu berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi.
Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi
yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan
lokasi berkas electron yang berintensitas tertinggi itu. Ketika dilakukan pengamatan terhadap
material, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron yang ber intensitas
tertinggi di – scan keseluruh permukaan material pengamatan. Karena luasnya daerah
pengamatan kita dapat membatasi lokasi pengamatan yang kita lakukan dengan melakukan
zoon – in atau zoon – out. Dengan memanfaatkan berkas pantulan dari benda tersebut maka
informasi dapat di ketahui dengan menggunakan program pengolahan citra yang terdapat
dalam computer.
b. Kelebihan
SEM (Scanning Electron Microscope) memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop
optic. Hal ini di sebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki electron lebih
pendekdek daripada gelombang optic. Karena makin kecil panjang gelombang yang digunakan
maka makin tinggi resolusi mikroskop.
c. Dilengkapi dengan EDX
Alat ini dilengkapi dengan detektor dispersi energi (EDX) sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui komposisi elemen-elemen pada sampel yang dianalisis. Adapun tujuan SEM-EDX
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kegradulaan struktur mikro dan komposisi unsur

Instrumen SAA (Surface Area Analyzer)

A. Penjelasan Alat
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam karakterisasi
material. Alat ini khususnya berfungsi untuk menentukan luas permukaan material, distribusi
pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan.
Alat ini prinsip kerjanya menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen,
argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu
konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat tersebut pada dasarnya hanya mengukur
jumlah gas yang dapat diserap oleh suatu permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu.
Secara sederhana, jika kita mengetahui berapa volume gas spesifik yang dapat diserap oleh
suatu permukaan padatan pada suhu dan tekanan tertentu dan kita mengetahui secara teoritis
luas permukaan dari satu molekul gas yang diserap, maka luas permukaan total padatan
tersebut dapat dihitung.
Tentunya telah banyak teori dan model perhitungan yang dikembangkan para peneliti
untuk mengubah data yang dihasilkan alat ini berupa jumlah gas yang diserap pada berbagai
tekanan dan suhu tertentu (disebut juga isotherm) menjadi data luas permukaan, distribusi pori,
volume pori dan lain sebagainya. Misalnya saja untuk menghitung luas permukaan padatan
dapat digunakan BET teori, Langmuir teori, metode t-plot, dan lain sebagainya. Yang paling
banyak dipakai dari teori – teori tersebut adalah BET (lihat pada kategori dasar teori).
Gambar diatas adalah contoh alat SAA dari perusahaan Quantachrome dengan seri
Autosorb-1. Gambar A adalah port untuk keperluan degassing. Seri ini memiliki 2 port untuk
keperluan itu. Tampak satu port sedang dipakai untuk degassing sampel yang diletakkan dalam
tabung dan diselimuti bagian bawah tabung dengan mantel pemanas. Gambar B adalah port
analisa yang pada gambar baru tidak terpakai. Gambar C adalah kontainer untuk menampung
zat pendingin. Jika kita memakai gas nitrogen maka kita perlu memakai nitrogen cair dengan
suhu sekitar 77 K. Jika memakai argon maka kita perlu argon cair. Sehingga mungkin ini
menjadi kendala juga ketika akan mengoperasikan alat ini di Indonesia yang belum punya
banyak instalasi gas dalam kondisi cairnya. Sedangkan gambar D adalah panel yang
menunjukkan layout dari proses analisa dilengkapi indikator – indikator lampu yang dapat
menandakan setiap valve dalam posisi dibuka atau ditutup.

B. Persiapan Sampel
Preparasi sampel untuk analisa luas permukaan cukup sederhana. Namun juga
tergantung dari seri alat, biasanya seri lama mengharuskan bahan dipeletkan terlebih dahulu
agar tidak menghasilkan debu yang dapat merusak alat. Namun pada versi baru alat sudah
diberi pengaman sehingga sampel berbentuk serbuk langsung dapat dianalisa. Hanya saja perlu
diperhatikan jika sampel terlalu ringan maka akan terjadi peristiwa elutriasi pada saat tabung
sampel dikenai tekanan vakum yang dapat mempengaruhi hasil analisa. Solusinya disamping
dipeletkan, dapat juga dengan memakai tabung sampel yang sesuai. Biasanya alat ini
memberikan banyak alternatif bentuk tabung yang spesifik untuk kondisi sampel tertentu.
Beberapa jenis tabung sampel disajikan pada gambar dibawah ini. Tabung yang memiliki
tempat sampel besar biasanya dipakai untuk serbuk sedangkan yang kecil untuk pelet atau
serbuk yang tidak mudah melayang.
Gambar Wadah sampel
Alat ini hanya memerlukan sampel dalam jumlah yang kecl. Biasanya berkisar 0.1
sampai 0.01 gram saja. Persiapan utama dari sampel sebelum dianalisa adalah dengan
menghilangkan gas – gas yang terserap (degassing). Alat surface area analyzer ini terdiri dari
dua bagian utama yaitu Degasser dan Analyzer. Degasser berfungsi untuk memberikan
perlakuan awal pada bahan uji sebelum dianalisa. Fungsinya adalah untuk menghilangkan gas
– gas yang terserap pada permukaan padatan dengan cara memanaskan dalam kondisi vakum.
Biasanya degassing dilakukan selama lebih dari 6 jam dengan suhu berkisar antara 200 – 300C
tergantung dari karakteristik bahan uji.
Namun jika tidak ada waktu degassing selama 1 jam juga sudah memenuhi yang
biasanya alat ini dilengkapi dengan metode pengecekan kesempurnaan proses degassing
dengan menekan tombol tertentu pada komputer pengendali. Kemudian setelah dilakukan
degassing maka bahan uji dapat dianalisa. Proses degassing dilakukan dengan cara menutup
ujung tabung berisi sampel dengan mantel pemanas dan ujung atas dihubungkan dengan port
degas seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Pengkondisian sampel

C. Proses Analisa
Setelah sampel selesai didegas, maka dapat langsung dianalisa. Sebelum analisa
tentunya perlu ditimbang berat sampel setelah degas. Supaya benar – benar diketahui berat
sampel sebenarnya setelah dibersihkan dari gas – gas yang terjerap. Kemudian yang perlu
dilakukan sebelum nenjalankan analisa biasanya adalah mengisi kontainer pendingin dengan
gas cair. Kemudian mengeset kondisi alalisa. Waktu analisa bisa berkisar antara 1 jam sampai
lebih dari 3 hari untuk satu sampel. Jika hanya ingin mengetahui luas permukaan maka kita
hanya membutuhkan 3 – 5 titik isotherm sehingga proses analisa menjadi singkat. Namun jika
kita ingin mengetahui distribusi pori khususnya material yang mengandung pori ukuran mikro
(< 20A) maka memerlukan 2 – 3 hari untuk satu kali analisa dengan menggunakan gas nitrogen
sebagai adsorbennya. Sebenarnya waktu analisa bisa dipersingkat jika kita menggunakan jenis
gas lain misalnya CO2.
Sebenarnya alat ini sangat mudah dioperasikan karena bersifat ototmatis. Untuk
memulai analisa setelah mengisi data – data mengenai berat sampel dan berapa titik amalisa
yang diinginkan dilakukan dengan memencet tombol pada software di komputer pengendali.
Proses analisa selesai secara otomatis akan kembali ke posisi semula.

D. Contoh Hasil Analisa


Hasil analisa disajikan dalam grafik ataupun tabulasi. Alat ini dilengkapi dengan
perangkat lunak yang dapat menghitung hampir semua data yang diperlukan seperti: luas
permukaan, volume pori, distribusi pori dengan berbagai metode perhitungan.dibawah ini
contoh tampilan isotherm dari karbon aktif dengan perhitungan PSD nya ditampilkan dalam
grafik.

Gambar 4. Hasil analisa

Alat ini harganya relatif mahal lebih dari 800 juta rupiah untuk dapat memilikinya.
Kemudian biaya operasionalnya cukup mahal juga karena membutuhkan gas dalam fase cair.
Namun sepengetahuan penulis di Indonesia sudah ada beberapa institusi penelitian yang
memilikinya meski masih seri lama dari alat ini.
(http://materialcerdas.wordpress.com/alat-karakterisasi/surface-area-analyzer/)

PENGUKURAN
A. LUAS PERMUKAAN
Luas permukaan merupakan luasan yang ditempati satu molekul adsorbat/zat terlarut
yang merupakan fungsi langsung dari luas permukaan sample. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa luas permukaan merupakan jumlah pori disetiap satuan luas dari sample dan
luas permukaan spesifiknya merupakan luas permukaan per gram. Luas permukaan
dperngaruhi oleh ukuran partikel/pori, bentuk pori dan susunan pori dalam partikel (Martin
dkk, 1993).
Pengukuran luas permukaan zat padat dengan alat Surface Area Analyser merupakan
metode adsorpsi gas. Adsorpsi yang terjadi termasuk jenis adsorpsi fisik dan merupakan jenis
adsorpsi system gas padat. Adsorpsi gas dengan zat padat berlangsung pada temperatur
nitrogen cair (-196oC) (Nurwijayadi, 1998). Zat yang menyerap disebut adsorben dan zat yang
terserap disebut adsorbat.
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu (Jankwoska dkk, 1991) :
 karakteristik fisik dan kimiawi adsorben (luas permukaan dan ukuran pori)
 karakteristik fisik dan kimiawi adsorbat (ukuran molekul dan polaritas molekul)
 konsentrasi adsorbat dalam larutan
 karakteristik larutan (pH dan temperatur)
 lama adsorpsi

Porositas dalam suatu material, dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yatu porositas terbuka
merupakan pori yang terhubung antara satu permukaan dengan permukaan yang lain dan
porositas tertutup merupakan pori yang terisolasi dari bagian luar.

Macam-macam Porositas Geologi


1. Porositas primer : sistem porositas utama atau porositas asli dalam sebuah batuan atau
tanah endapan.
2. Porositas sekunder :sistem porositas terpisah dalam sebuah batuan dan seringkali
meningkatkan keseluruhan porositas batuan.
3. Porositas pecahan: porositas ini dihubungkan jaringan yang pecah. Pecahan ini dapat
menciptakan porositas sekunder dalam batuan.
4. Porositas Vuggy : porositas sekunder yang dihasilkan oleh makrofosil yang telah menjadi
batuan karbonat yang memiliki lubang-lubang yang besar.
5. Porositas Efektif : juga disebut porositas terbuka adalah perbandingan antara volume total
dimana fluida yang mengalir menempati (terjebak dalam) volume ini secara efektif.
Porositas ini sangat penting untuk aliran air bawah tanah (groundwater) dan minyak.
6. Porositas ganda : terjadi karena adanya dua reservoir yang saling tumpang tindih dan
berinteraksi satu sama lain. Contohnya pada lapisan batu yang terpecah.
7. Makropori : pori yang memiliki diameter lebih dari 50 nm. Aliran yang melalui makropori
dinamakan difusi bulk.
8. Mesopori : pori dengan diameter lebih dari 2 nm dan kurang dari 50 nm. Aliran melalui
mesopori disebut difusi Knudsen.
9. Mikropori : pori dengan diameter kurang dari 2 nm. Aliran melalui mikropori disebut
difusi aktif Pengukuran Porositas.
Sifat-sifat yang perlu diamati dari suatu material berpori antara lain :
1. Massa jenis
Massa jenis didefenisikan sebagai ukuran dari massa tiap satuan volume. Semakin besar
massa jenis suatu objek, maka semakin besar pula massa tiap satuan volumenya.
2. Porositas
Porositas merupakan perbandingan antara volume pori total dengan volume total
sampel. Volume pori dapat diketahui dengan metode saturasi air. Pada metode ini sampel
ditimbang terlebih dahulu. Berat ini disebut berat kering (Wd). Sampel kemudian direndam di
dalam air hingga seluruh pori dalam sampel terisi air. Sampel kemudian ditimbang kembali.
Berat sampel pada saat basah ini disebut berat basah (Ww). Porositas dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Porositas= (Ww-Wd)/Vsampel x 100% (1)
Distribusi ukuran pori (pore size distribution) juga merupakan parameter penting di
dalam kajian karakterisasi katalis. Sifat-sifat pori dalam katalis pada kenyataannya sangat
mengendalikan fenomena perpindahan dan berhubungan sekali dengan selektifitas di dalam
reaksi katalitik. Sifat-sifat pori seperti volume pori dan distribusi ukuran pori selanjutnya
menjadi parameter penting terutama untuk katalis yang bersifat selektif terhadap bentuk dan
ukuran pori (shape selective catalysis). Metode penyerapan gas biasanya digunakan untuk
mengkarakterisasi material berpori yang berukuran mesopori (diameter 2-50 nm) dan
mikropori (diameter <2 nm). Persoalan mengenai tahanan difusi pori, dan deaktifasi katalis
dapat dipelajari dari bentuk dan ukuran porinya.
(http://maisiregar.blogspot.com/2010/05/material-berpori.html)
B. METODE BET (BRUNAEUR-EMMET-TELLER)
Metode ini menganggap bahwa molekul padatan yang paling atas berada pada
kesetimbangan dinamis. Ini berarti jika permukaan hanya dilapisi oleh satu molekul saja, maka
molekul-molekul gas ini berada dalam kesetimbangan dalam fase uap padatan. Jika terdapat
dua atau lebih lapisan, maka lapisan teratas berada pada kesetimbangan dalam fase uap
padatan. Bentuk isoterm tergantung pada macam gas adsorbat,, sifat adsorben dan sturktur pori.
Gejala yang diamati pada adsorpsi isoterm berupa adsorpsi lapisan molekul tunggal, adsorpsi
lapisan molekul ganda dan kondensasi dalam kapiler. Persamaan BET dapat ditulis sebagai
berikut :
Pengertian Mikroskop dan Mikroskopi
Mikroskop merupakan instrument yang paling banyak digunakan dan juga paling
bermanfaat di laboratorium. Mikroskop adalah alat yang menggunakan lensa untuk
mendapatkan gambar yang diperbesar dari obyek yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan
mata telanjang. Mikroskop memungkinkan pembesaran dalam kisaran luas dari seratus kali
sampai ribuan kali.
Mikroskop yang umum digunakan dalam mikrobiologi biasanya dilengkapi dengan tiga
lensa objektif, masing-masing lensa memberikan derajat pembesaran yang berlainan, yang
terpancang pada turret yaitu suatu alas (platform) yang dapat diputar untuk menggerakkan
masing-masing objektif sehingga letaknya segaris dengan kondensor. Pembesaran total yang
dapat dicapai dengan salah satu objektif manapun ditentukan dengan mengalikan daya
pembesaran lensa objektif dengan daya pembesaran lensa mata, yang biasanya 10 kali.
Mikroskopi merupakan keahlian dalam menggunakan mikroskop, atauteknik yang
digunakan untuk menghasilkan detail struktur gambar dari obyek kecil yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang.

1. Jenis – jenis Mikroskop Yang Digunakan Dalam Pengamatan Mikroorganisme


Mikroskop secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu
mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Perbedaan dari kedua mikroskop tersebut adalah
pada Mikroskop cahaya menggunakan gelombang cahaya untuk memperoleh bayangan yang
diperbesar sedangkan pada mikroskop elektron menggunakan listrik sebagai sumber
cahaya yang mampu melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang
menggunakan elektro statik danelektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan
gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus
daripada mikroskop cahaya.
1. Mikroskop Cahaya
Mikroskop cahaya merupakan mikroskop yang kesemuanya menggunakan sistem lensa
optis. Daya pisah suatu mikroskop cahaya ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan sifat
lensa objektif dan lensa kondensor yang dikenal dengan apertur numerik (numerical aperture).
Lensa objektif memperbesar gambaran objek biasanya 4-100 kali dan lensa okuler umumnya
memperbesar gambaran semu tidak lebih dari 10-15 kali. Yang memberikan perbesaran
permulaan adalah sistem lensa objektif kemudian diperbesar lagi oleh sistem lensa okuler.
Perbesaran total ditentukan dengan mengalikan perbesaran lensa objektif dengan daya
perbesaran lensa mata (okuler).
Mikroskop cahaya mencakup mikroskop medan terang, medan gelap, fluoresensi dan
fase kontras. Mikroskop elektron menggunakan berkas elektron sebagai pengganti gelombang
cahaya untuk memperoleh bayangan yang diperbesar.
a. Mikroskop Medan Terang
Dalam mikroskop medan terang, medan mikroskop atau daerah yang diamati diterangi
dengan benderang sehingga objek-objek yang sedang ditelaah tampak lebih gelap dari pada
latar belakangnya. Pada umumnya mikroskop semacam ini menghasilkan pembesaran
maksimum sekitar 1.000 diameter. Dengan sedikit modifikasi termasuk lensa mata (okuler)
yang berkekuatan tinggi, pembesaran ini dapat ditingkatkan. Akan tetapi pembesaran 1.000
sampai 2.000 diameter merupakan batas pembesaran bermanfaat yang dapat diperoleh dengan
peralatan seperti itu. Mikroskop majemuk, pembesaran dicapai dengan menggunakan sistem
lensa berlawanan dengan mikroskop sederhana Leeuwenhoek, yang hanya mengguanakan
lensa tunggal, dimana lensa terdapat pada kondensor memusatkan kerucut cahaya pada medan
spesimen.
Mikroskop medan terang digunakan untuk memperbesar gambaran objek yang diuji,
untuk menentukan ukuran, susunan karakteristik, dan motilitas bakteri dan mikroba lain di
lingkungan alami. Pada mikroskop ini, medan mikroskop atau daerah yang diamati diterangi
sehingga objek yang sedang diamati tampak lebih gelap dari latar belakangnya. Perbesaran
terbatas pada daya pisah suatu mikroskop yaitu kemampuannya untuk menghasilkan bayangan
berlainan dari dua objek yang berdekatan.
b. Mikroskop Medan Gelap
Mikroskop medan gelap adalah mikroskop yang hampir sama dengan mikroskop mdan
terang namun pada mikroskop medan gelap dilengkapi dengan kondensor.Mikroskop medan
gelap digunakan untuk melihat spirochaeta seperti Treponema (penyebab
sifilis) Leptospira (leptospirosis).
Mikroskop ini mempunyai kondensor yang mencegah cahaya ditransmisikan melalui
bahan, tapi sebaliknya menyebabkan cahaya merefleksikan bahan pada sudut tertentu, sehingga
objek kelihatan lebih besar bersinar dengan latar belakang yang gelap. Dengan menahan
sebagian berkas cahaya yang masuk ke dalam kondensor, cincin medan gelap hanya
melewatkan berkas cahaya yang mengenai objek pada slide spesimen agar memasuki objektif.
Karena itu objeknya (mikroba) menjadi diterangi dalam medan mikroskopik yang seharusnya
gelap. Mikroskop medan gelap terutama berguna untuk pemeriksaan mikroorganisme hidup.
Teknik ini sangat berguna bagi identifikasi bakteri yang menyebabkan sifilis.
Mikroskop medan gelap biasanya digunakan untuk mengamati bakteri hidup
khususnya bakteri yang begitu tipis yang hampir mendekati batas daya mikroskop majemuk.
Mikroskop medan gelap berbeda dengan mikroskop cahaya majemuk biasa hanya dalam hal
adanya kondensor khusus yang dapat membentuk kerucut hampa berkas cahaya yang dapat
dilihat. Berkas cahaya dari kerucut hampa ini dipantulkan dengan sudut yang lebih kecil dari
bagian atas gelas preparat. (Volk, Wheeler, 1988)
c. Mikroskop Fluoresensi
Mikroskop Fluoresensi sering dipakai di laboratorium rumah sakit dan klinis.
Mikroskop ini digunakan untuk memeriksa spesimen yang telah diwarnai dengan zat-zat
pewarna Fluorokrom sehingga memungkinkan identifikasi mikroorganisme dengan cepat.
Bahan seperti itu dinamakan Fluoresen dan fenomena ini dinamakan Mikroskop Fluorescensi
(pendar fluor). Mikroskop ini banyak digunakan dalam mikrobiolgi dan imunologi, dan telah
dikembangkan untuk mendeteksi antigen mikroba pada bahan pemeriksaan dengan jalan
mewarnainya dengan antibodi spesifik yang telah diberi tanda/label dengan zat warna
fluoresen(immunofluorescence).
Mikroskop fluoresensi digunakan untuk melihat spesimen yg sukar diamati karena
ukurannya kecil. Spesimen akan menghasilkan cahaya berpendar. Mikroskop ini digunakan
dalam prosedur diagnostik yg disebut fluoroscent antibody tecnique. Melalui FM
mikroorganisme yang menyerang jaringan dapat segera dideteksi.
• Prinsip kerja:
· Langkah pertama yg dilakukan adalah memberi warna flurochrome auramine o.
· Untuk menghasilkan pencahayaan digunakan sinar UV atau sinar yang panjang
gelombangnya mendekati sinar UV. Hasilnya spesimen akan mengeluarkan cahaya
(berpendar).
Contoh spesimen yang ukurannya kecil adalah Mycobacterium tubercolosis. Agar
dapat diamati diberi warna flurochrome auramine o. Obyek yang berukuran kecil dapat terlihat
karena berpendar.
d. Mikroskop Fase Kontras
Mikroskop fase kontras digunakan untuk menambah kontras antara sel dengan latar
belakangnya, antara struktur dalam sel dengan sitoplasma. Mikroskop fase kontras digunakan
untuk melihat objek dengan indeks refraksi sinar yang berbeda. Fase perubahan bagian dalam
sistem lensa objektif mengubah sinar sehingga ada perbedaan dalam fase antara sinar yang
terdefraksi dengan sinar yang tidak mengalami defraksi. Jika sinar yang mengalami defraksi
dan tidak terdefraksi bersama-sama lagi ada penurunan intensitas sinar, sebab adanya
perbedaan fase. Semakin kecil objek yang sangat terang, defraksi lebih besar dan objek akan
terlihat lebih gelap.
Mikroskop ini dipakai utuk mengamati dengan detail/teliti struktur internal spesimen
hidup tanpa pewarnaan.Prinsip kerjamenggunakan kondensor khusus dan lempeng pemecah
cahaya. Efek yg ditimbulkan adalah derajat terang yang berbeda.Sorotan cahaya dipisahkan
dan menerangi obyek melalui jalur yang berbeda. Cahaya yang terpecah biasanya berwarna
keemasan sedang cahaya yang tidak terpisah berwarna merah. Tampilan
obyeknya menunjukkan perbedaan struktur internal dengan sangat jelas. Demikian pula tepi
selnya. Keunikan dari fase kontras adalah munculnya pita cahaya mengelilingi sel yang dikenal
dengan sebutan halo fase.
2. Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu melakukan pembesaran
objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik danelektro magnetik untuk
mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek
serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini
menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek
dibandingkan mikroskop cahaya.
Mikroskop elektron digunakan untuk melihat secara rinci struktur mikroba. Lensa
magnetik digunakan oleh elektron yang langsung berlawanan dengan objek dan memfokuskan
elektron yang langsung berlawanan dengan objek yang dihasilkan pada layar atau papan
fotografik. Sinar elektron mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar yang
terlihat atau radiasi sinar ultraviolet. Secara teoritis batas pemisah untuk mikroskop elektron
kira-kira 100 kali lebih kecil daripada batas pemisah untuk mikroskop cahaya sehingga
mikroskop elektron dapat memberikan perbesaran yang jauh lebih besar daripada mikroskop
cahaya dan memiliki daya pisah yang lebih besar. Spesimen pada mikroskop elektron harus
disiapkan sebagai suatu lapisan kering yang teramat tipis dan dimasukkan antara kondensor
magnetik dan obyektif magnetik (sistem optik kaca tidak digunakan pada mikroskop elektron).
Bayangan yang diperbesar akan tampak pada layar flouresen atau terekam pada film fotografik
oleh kamera yang terpasang pada instrumen tersebut.
Terdapat dua jenis mikroskop elektron yaitu:
a. TEM (Transmission Elektron Microscope)
Seorang ilmuwan dari universitas Berlin yaitu Dr. Ernst ruska membangun mikroskop
transmisi elektron (TEM) yang pertama pada tahun 1931. Untuk hasil karyanya ini maka dunia
ilmu pengetahuan menganugrahinya hadiah penghargaan nobel dalam fisika pada tahun 1986.
Mikroskop transmisi elektron (TEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya
mirip dengan cara kerja proyektor slide dimana elektron ditembuskan ke dalam obyek
pengamatan dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar. TEM digunakan untuk
mempelajari struktur subselular dan hubungan satu dengan yang lainnya. Dengan TEM, maka
gambar yang dihasilkan akan memiliki tingkat resolusi yang jauh lebih tinggi daripada
mikroskop cahaya,sehingga dapat melihat sesuatu yang memiliki ukuran 10.000 kali lebih kecil
daripada ukuran objek terkecil yang bisa terlihat di mikroskop cahaya.
Kekurangan TEM adalah persiapan sampel untuk TEM umumnya memerlukan lebih
banyak waktu dan pengalaman daripada kebanyakan teknik karakterisasi lainnya. Sebuah
spesimen TEM tebalnya harus mendekati 1000Å .Selain itu memerlukan persiapan sampel
yang lebih rumit untuk menghasilkan sebuah sampel yang cukup tipis, yang membuat analisis
TEM relatif memakan waktu dalam peletakan sampel yang kecil. Struktur sampel juga
mungkin berubah selama proses persiapan. Bidang pandang relatif kecil, meningkatkan
kemungkinan bahwa daerah dianalisis mungkin tidak menjadi ciri khas dari seluruh sampel
serta ada potensi pula sampel rusak oleh berkas elektron.
Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, diperlukan persiapan sediaan
dengan tahap sebagai berikut :
1. Melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur sel yang
akan diamati. Fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa glutaraldehida atau
osmium tetroksida.
2. Pembuatan sayatan, yang bertujuan untuk memotong sayatan hingga setipis mungkin agar
mudah diamati di bawah mikroskop. Preparat dilapisi dengan monomer resin melalui proses
pemanasan, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya
mata pisau mikrotom terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari atom karbon yang padat.
Oleh karena itu, sayatan yang terbentuk lebih rapi. Sayatan yang telah terbentuk diletakkan di
atas cincin berpetak untuk diamati.
3. Pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat yang akan
diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan dapat menggunakan logam berat
seperti uranium dan timbal.

b. SEM (Scanning Elektron Microscope)


Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu Scanning Elektron
Microscope ini. Publikasi pertama kali yang mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh
fisikawan Jerman Dr. Max Knoll pada 1935, meskipun fisikawan jerman lainnya Dr. Manfren
Von Ardenne mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian
disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satupun dari keduanya
mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu. Pada tahun 1942 tiga orang ilmuan Amerika
Dr. Valdimir Kosma Zworykin, Dr. James Hillier, dan Dr.Snijer,benar-benar membangun
sebuah mikroskop elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau
magnifikasi 8.000 kali. Sebagai perbandingan modern sekarang ini mempunyai resolusi
hinggga 1 nm atau pembesaran 400.000 kali.
Mikroskop elektron cara ini memfokuskan sinar elektron (elektron bean) di
permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari
permukaan obyek. Mikroskop pemindai elektron (SEM) digunakan untuk study detil arsitektur
permukaan sel (struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi.
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optik dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru
(elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika
permukaan sampel tersebut disinari dengan sinar elektron.Elektron sekunder atau elektron
pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya,kemudian besar amplitudonya
ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (Cathode Ray Tube). Di layar
CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya,
SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,sehingga bisa digunakan untuk melihat objek
dari sudut pandang tiga dimensi.
Perbedaan mendasar dari TEM dan SEM adalah pada cara bagaimana elektron yang
ditembakkan oleh pistol elektron mengenai sampel. Pada TEM, sampel yang disiapkan sangat
tipis sehingga elektron dapat menembusnya kemudian hasil dari tembusan elektron tersebut
yang diolah menjadi gambar. Sedangkan pada SEM sampel tidak ditembus oleh elektron
sehingga hanya pendaran hasil dari tumbukan elektron dengan sampel yang ditangkap oleh
detektor dan diolah.

2. Metode Mikroskopik untuk Mikroskop Cahaya dan Mikroskop Elektron.


Dalam pengamatan mikroorganisme dengan menggunakan mikroskop,baik itu dengan
mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron menggunakan metode tertentu. Metode itu
disebut dengan metode mikroskopik yang terdiri dari teknik mikroskop cahaya dan teknik
mikroskop elektron.
a. Teknik Mikroskop Cahaya
· Teknik Preparat Basah dan Tetes Gantung
Mikroba hidup umumnya dapat dilihat melalui preparat basah dan preparat tetes
gantung. Preparat basah dan tetes gantung memungkinkan pemeriksaan organisme hidup yang
tersuspensi dalam cairan untuk mengetahui motilitas atau proses–proses pengamatan dalam
keadaan utuh. Preparat basah diperoleh dengan menaruh setetes cairan yang mengandung
organisme pada kaca objek dan menutupnya dengan kaca yang sangat tipis yang dinamakan
kaca tutup.
Untuk mengurangi laju penguapan dan meniadakan aliran udara, tetesan itu biasanya
dilingkari dengan jeli petroleum atau bahan serupa sehingga antara kaca objek dengan kaca
tutup terkatup rapat. Sedangkan untuk tetes gantung tersedia kaca objek dengan daerah cekung
kedalam. Preparat basah dan tetes gantung terutama berguna untuk pengamatan aktivitas hidup
seperti motilitas dan juga pengamatan morfologi mikroba yang dapat rusak karena perlakuaan
dengan panas atau bahan kimia atau organisme itu sulit diwarnai.
· Teknik Pewarnaan
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur
pewarnaan yaitu untuk :
ü Mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar
ü Mempermudah melihat ukuran dan bentuk mikroba.
ü Mengidentifikasi struktur luar dan dalam sel mikroba
ü Mengamati reaksi sel mikroba terhadap warna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan
kimia dapat diketahui.
Zat warna yang digunakan umumnya berbentuk senyawa kimia khusus yang akan
memberikan reaksi bila mengenai bagian tubuh mikroba, karena zat warna tersebut berbentuk
ion yang bermuatan positif dan negative. Secara kimia zat warna digolongkan dalam:
ü Zat warna basa yang bermuatan positif dan mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel.
Misalnya metilen biru dan safranin.
ü Zat warna asam yang bermuatan negatif dan mempunyai sifat mewarnai latar belakang sel.
Misalnya Na-eosinat, eosin, fuksin, dan fuksin asam.
ü Zat warna indiferen misalnya sudan III, dimetil-amid-azo-benzol.
Untuk mengamati mikroba dengan jelas dan mempelajari anatominya, digunakan
bermacam-macam teknik pewarnaan antara lain:
ü Pewarnaan sederhana
Adalah pewarnaan tunggal dengan satu zat warna basa yang memberikan kontras yang
baik antara spesimen dan latar belakangnya. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad
renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan
yang sudah difiksasi. Lapisan tadi digenangi dengan larutan pewarna selama jangka waktu
tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca objeknya dikeringkan dengan kertas
pengisap. Biasanya sel terwarnai secara merata, tetapi pada beberapa organisme bilamana satu
warna itu biru metilen, beberapa granula di dalam sel tampak terwarnai lebih gelap
dibandingkan dengan bagian sel lainnya

ü Pewarnaan Diferensial
Adalah pewarnaan spesimen dengan dua atau lebih zat warna basa untuk membedakan
struktur selular. Contohnya pewarnaan gram, acidfast atau tahan asam dan giemsa. Pewarnaan
gram adalah salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas
digunakan untuk bakteri. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan
seperti ungu kristal, larutan yodium, alkohol dan safranin.
ü Pewarnaan Fluoresens
Adalah pewarnaan spesimen dengan warna yang berfluororesen (berpendar).
ü Pewarnaan Negatif
Adalah pewarnaan dengan zat warna asam sehingga spesimen dapat dibedakan dari latar
belakananya. Contohnya pada pewarnaan kapsula. Pewarnaan negatif dan pewarnaan
sederhana sering dikombinasikan untuk menambah kontras.
Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk
pemeriksaan mikroskopik:
· Penempatan olesan atau lapisan tipis spesimen, pada kaca objek.
· Fiksasi olesan itu pada kaca objek. Biasanya dengan pemanasan yang menyebabkan
mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.
· pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen
(pewarnaan diferensial).
Faktor-faktor penentu keberhasilan dalam pewarnaan mikroba antara lain:
Fiksasi yang dilakukan sebelum zat warna digunakan bertujuan :
· Melekatkan sel pada gelas objek.
· Membunuh mikroba karena sel dalam keadaan mati lebih mudah diwarnai daripada sel
dalam keadaan hidup.
· Mencegah terjadinya otolisis sel (pecahnya sel karena enzim yang ada di dalamnya).
· Merubah daya ikat zat warna.
Fiksasi dapat dilakukan secara fisik dengan pemanasan atau pengeringan secara dingin
sedangkan secara kimia dengan penambahan sabun, formalin, fenol, bouin.
ü Peluntur warna
Untuk menghilangkan warna sel yang telah diwarnai. Senyawa ini digunakan untuk
menghasilkan keadaan yang kontras pada sel mikroba sehingga dengan jelas dapat diamati
dengan mikroskop. Beberapa jenis peluntur warna antara lain:
· Peluntur zat warna asam seperti HNO3, HCl, H2SO4 dan campuran tersebut dengan alkohol.
· Peluntur zat warna basa seperti KOH, NaOH, sabun dan garam-garam basa.
· Peluntur zat warna lemah seperti alkohol, air, minyak cengkeh, asetat dan gliserin.
· Garam dari logam berat seperti AgNO3, CuSO4
· Garam dari logam ringan seperti Na2SO4, MgSO4
ü Substrat
Berhubungan dengan kandungan utama sel terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan asam
nukleat
ü Intensifikasi perwarnaan
Pewarnaan mikroba dapat dipercepat dengan penambahan mordan, meningkatkan satu warna
dan temperatur pewarnaan (600 -700 C)
ü Zat warna pembanding
Diberikan pada akhir pewarnaan dengan tujuan memberikan warna kontras pada sel mikroba
yang diwarnai yang tidak menyerap warna pemula misal metilen biru, safranin.

b. Teknik Mikroskop Elektron


Spesimen pada mikroskop elektron harus disiapkan sebagai suatu lapisan kering yang
teramat tipis pada layar kecil dan dimasukkan ke dalam alat itu pada titik diantara kondensor
magnetik dan obyektif magnetik (sistem optik kaca tidak digunakan pada mikroskop elektron),
sehingga spesimen untuk mikroskop elektron transimisi biasanya difiksasi dengan zat kimia
seperti glutaraldehida untuk mencegah dekomposisi bila dikeringkan dan diiris. Sesudah
spesimen difiksasi dengan glutaraldehida dan dehidrasi dengan aseton dan alkohol, dicetak
dalam plastik untuk menjaga bentuk spesimen dan diiris tipis dengan ultramikrotom.
Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk pemeriksaan mikroorganisme dengan
mikroskop elektron. Adapun teknik-teknik yang dikembangkan dengan mikroskop elektron
yaitu:
ü Teknik bayangan logam (metal shadowing)
Teknik bayangan logam adalah teknik SEM yang digunakan untuk memberikan gambar tiga
dimensi yang biasanya digunakan untuk mempelajari bentuk virus dan bakteri. Spesimen
dilapisi dengan logam berat seperti emas atau palladium yang umumnya mengendap di sudut
spesimen sehingga menciptakan bayangan spesimen.
ü Teknik pemecahan beku (freeze fracture)
Teknik pemecahan beku digunakan untuk mengamati struktur organela seluler dari membran
yang biasanya digunakan untuk mengamati struktur kloroplas, mitokondria dan membran
sitoplasma. Spesimen dibekukan dengan Freon 12 suatu refrigerator sampai -1000C kemudian
diiris dalam vakum untuk memperoleh sayatan sel dan organelanya. Spesimen dilapisi dengan
platinum dan karbon untuk memperoleh replika logam spesimennya. Hasil akhir
menampakkan gambar yang tampak pada layar.
ü Metode-metode pewarnaan baru
Metode-metode pewarnaan baru yaitu metode yang digunakan untuk mengiris sel-sel mikroba
menjadi irisan tipis mikroskopis untuk pemeriksaan dan teknik radioaktif. Setelah spesimen
yang diamati dengan mikroskop elektron tersebut telah diiris menjadi irisan tipis mikroskopis,
kemudian irisan spesimen tersebut dijadikan preparat dengan melalui teknik-teknik pembuatan
preparat yang digunakan pada mikroskop elektron.Teknik yang digunakan dalam pembuatan
preparat ada berbagai macam tergantung pada spesimen dan penelitian yang dibutuhkan, antara
lain:
· Kriofiksasi yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan teknik pembekuan spesimen
dengan cepat yang menggunakan nitrogen cair ataupun helium cair, dimana air yang ada akan
membentuk kristal-kristal yang menyerupai kaca. Suatu bidang ilmu yang disebut mikroskopi
cryo-elektron (cryo-elektron microscopy) telah dikembangkan berdasarkan teknik ini.
· Fiksasi yaitu suatu metode persiapan untuk menyiapkan suatu sampel agar tampak realistik
(seperti kenyataannya) dengan menggunakanglutaraldehid dan osmium tetroksida.
· Dehidrasi yaitu suatu metode persiapan dengan cara menggantikan air dengan bahan
pelarut organik seperti misalnya ethanol atau aseton.
· Penanaman (Embedding) yaitu suatu metode persiapan dengan cara menginfiltrasi jaringan
dengan resin seperti misalnya araldit atau epoksiuntuk pemisahan bagian.
· Pembelahan (Sectioning) yaitu suatu metode persiapan untuk mendapatkan potongan tipis
dari spesimen sehingga menjadikannya semitransparan terhadap elektron. Pemotongan ini bisa
dilakukan denganultramicrotome dengan menggunakan pisau berlian untuk menghasilkan
potongan yang tipis sekali.
· Pewarnaan (Staining) yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan metal berat
seperti timah atau uranium untuk menguraikan elektron gambar sehingga menghasilkan
kontras antara struktur yang berlainan di mana khususnya materi biological banyak yang
warnanya nyaris transparan terhadap elektron (objek fase lemah).
· Pembekuan fraktur (Freeze-fracture) yaitu suatu metode persiapan yang biasanya digunakan
untuk menguji membran lipid. Jaringan atau sel segar didinginkan dengan cepat (cryofixed)
kemudian dipatah-patahkan atau dengan menggunakan microtome sewaktu masih berada
dalam keadaan suhu nitrogen (hingga mencapai -1000C).

PENENTUAN STRUKTUR SUATU SENYAWA ORGANIK

Dalam penentuan struktur suatu senyawa organik ada beberapa metode karakterisasi
yang dilakukan yaitu: spektroskopi ultraviolet, spektroskopi inframerah, spektroskopi
resonansi magnetik inti, dan spektroskopi massa.
Spektroskopi ultraviolet sangat berguna untuk mempelajari molekul-molekul organik
yang mengandung ikatan rangkap dua maupun rangkap tiga, khususnya untuk ikatan rangkap
terkonjugasi dan aromatik. Suatu molekul dapat diamati apabila molekul tersebut menyerap
radiasi ultraviolet dan di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan tingkat energi elektron-
elektron ikatan di orbital molekul paling luar dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Untuk mempelajari serapan UV secara kualitatif berkas radiasi
dikenakan pada cuplikan dan intensitas radiasi yang ditransmisikan harus diukur. Penggunaan
spektroskopi UV secara kuantitatif berhubungan dengan hukum Lambert-Beer, maka dapat
dinyatakan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi dan tebal cuplikan (Silverstein,
1986).
Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Log T = A = ε b c
Dengan : ε = Absorpsifitas molar (mol/L)
b = Panjang sel (cm)
c = Konsentrasi (M )
Penggunaan spektroskopi inframerah untuk maksud analisis lebih banyak ditujukan
untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya. Hal ini disebabkan spektrum
inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai
spektrum yang berbeda pula. Panjang gelombang IR dapat dibagi menjadi tiga sub daerah,
yaitu IR dekat (4000-1300 cm-1; 250µm-0,8 µm), IR tengah (400-4000 cm-1; 25 µm-2,5 µm)
dan IR jauh (400-40 cm-1; 250 µm-25 µm). Hanya IR tengah yangsering digunakan dalam
analisis struktur senyawa organik. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa
organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain
diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap (Sastrohamidjojo, 1991).
Adanya vibrasi molekul dapat memberikan sifat-sifat yang khas dari
suatu senyawa dalam spektroskopi inframerah. Vibrasi dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Hooke. Dalam hal ini dua buah atom beserta ikatan kimianya diperlukan sebagai osilator
harmonik sederhana yang terdiri dari dua massa yang dihubungkan dengan pegas.

Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI) adalah salah satu metode spektrometri yang
penting untuk menguraikan atau menentukan struktur dari senyawa yang tidak diketahui,
termasuk stereokimia dari suatu senyawa. Metode ini tidak hanya berguna dalam bidang
senyawa organik, tetapi juga dapat digunakan dalam bidang yang lain seperti: farmasi, analisis
dan sintesis obat, organometalik, ilmu polimer dan yang lainnya. Struktur yang kompleks dan
senyawa baru yang sangat sulit ditentukan dengan menggunakan analisa spektrum UV, IR, dan
MS, sehingga dibutuhkan metode NMR (Sastrohamidjojo, 1991). Spektrum normal NMR
adalah pengumpulan dari satu atau lebih puncak resonansi pada frekuensi berbeda. Chemical
shift atau pergeseran kimia menunjukkan posisi frekuensi resonansi yang diamati pada inti
spesifik lingkungan struktur tunggal (Crews, 1998).
Spektrofotometer modern beroperasi pada bermacam-macam kekuatan medan magnet
tergantung inti spesifik yang diamati pada bermacam-macam frekuensi. Plot NMR memiliki
nilai Hz (unit frekuensi) dan delta (δ). Nilai δ dihitung dengan mengukur perbedaan pergeseran
(shift) dalam Hz, antara suatu proton dan internal standar. Nilai ini dibagi oleh frekuensi
spektrofotometer yang selalu perkalian 1.000.000 Hz (MHz), jadi nilai δ adalah dalam satuan
unit part per million (ppm) seperti yang ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini

Titik nol diatur berdasarkan frekuensi dari standar tetramethylsilane (TMS). TMS
merupakan senyawa inert dan ditambahkan kepada sampel serta memberikan referensi internal
untuk menghitung pergeseran kimia. Standar TMS digunakan untuk pergeseran kimia
NMR 1H, 13C dan 2H. Kebanyakan pergeseran kimia yang relatif tidak terlindungi oleh TMS,
ditunjukkan sebagai nilai positif, sedangkan bagian terlindungi terhadap TMS ditunjukkan
sebagai nilai negatif (Crews, 1998).
Penggunaan data spektroskopi massa adalah untuk memperoleh rumus molekul,
massa molekul dan mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya.
Hal ini sangat mungkin karena spektroskopi massa memberikan seluruh isotop yang hadir pada
suatu senyawa untuk dapat diteliti secara bersamaan. Spektroskopimassa memulai analisis
dengan cara mengionisasi suatu sampel dan ion yang dihasilkan dipisahkan, kemudian diplot
sebagai perbandingan massa terhadap muatan (m/z atau m/e)Sehingga muatan ion-ion tunggal
atau ganda yang bermuatan positif maupun negatif dapat diamati.
Dalam spektroskopi massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron
dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau
ion-ion induk) yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (fragmen). Lepasnya elektron
dari molekul menghasilkan radikal kation yang dinyatakan sebagai M à M+ (Crews, 1998).

THERMAL ANALISIS

Analisis termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat suatu materi sebagai fungsi
terhadap temperatur. Dalam prakteknya, istilah analisis termal digunakan hanya untuk
menutupi sifat-sifat spesifik tertentu. Sifat-sifat tersebut antara lain entalpi, kapasitas panas,
massa, dan koefisien ekspansi termal. Pengukuran koefisien ekspansi termal logam adalah
contoh sederhana dari analisis termal. Contoh lain adalah pengukuran perubahan massa dari
oksida garam atau garam terhidrat saat garam-garam tersebut terurai karena panas. Dengan
peralatan modern , materi dalam skala yang luas dapat dipelajari.
Apabila material dipanaskan dengan laju pemanasan tetap, terjadi perubahan kimia,
seperti oksidasi dan degradasi, dan atau perubahan fisika, seperti transisi gelas pada polimer,
konversi/inversi pada keramik dan perubahan fase pada logam. Analisis termal digunakan
sebagai pelengkap analisis difraksi sinar-X. Mikroskopi optik dan elektron digunakan untuk
pengembangan material baru dan untuk pengendalian produksi, kadang-kadang digunakan
untuk menetapkan perubahan temperatur dan energi berkaitan dengan perubahan struktural;
pada kesempatan lain digunakan secara kualitatif untuk menetapkan jejak ”sidik jari”
karakteristik material tertentu.
Berbagai tekhnik analisis termal digunakan untuk mengukur satu atau lebih sifat fisik
dari sampel sebagai fungsi temperatur. Gambar 1 menunjukkan salah satu metode analisis
termal yaitu DTA yang mengukur perubahan aliran energi. Pada metode tersebut dapat
dilakukan pemanasan dan pendinginan tepogram, akan tetapi pada umumnya operasi dilakukan
degan menaikkan temperatur secara perlahan-lahan. Ruang sampel dapat mengandung udara,
oksigen, nitrogen, argon dan lain-lain atau vakum. Sampel dalam jumlah beberapa puluh
miligram cukup memadai.

Gambar 1: metode dasar analisis termal → DTA

A. Analisis Termal Diferensial (Differential Thermal Analysis, DTA)


Salah satu tekhnik yang digunakan dalam analisis termal yakni analisis termal
diferensial (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur, ΔT, antara sampel dan material
pembanding yang inert sebagai fungsi waktu; untuk itu DTA digunakan untuk
mendeteksi perubahan panas. Temperatur sampel dan blanko harus sama hingga terjadi suatu
kondisi termal, seperti peleburan, dekomposisi, atau perubahan dalam struktur kristal, yang
terjadi dalam sampel, dimana dalam kasus ini dapat terjadi perubahan yang sifatnya eksotermik
atau pun endotermik.
Perbedaan temperatur dapat juga timbul di antara dua sampel yang inert ketika respon
keduanya terhadap pemanasan tidaklah sama. Sehingga dengan demikian, DTA dapat
digunakan untuk mempelajari sifat-sifat termal dan perubahan fase yang tidak menjurus pada
suatu perubahan di dalam entalpi. Garis dasar (base line) pada kurva DTA memperlihatkan
proses yang terputus (diskontinu) pada saat terjadinya transisi temperatur dan slope pada kurva
tersebut pada beberapa titik akan bergantung pada konstitusi mikrostruktural pada temperatur
tersebut.
Kurva DTA dapat digunakan sebagai sidik jari untuk tujuan identifikasi, sebagai
contoh, pada penelitian terhadap lempung dimana kesamaan stuktur dari pandangan wujud
difraksi yang berbeda sulit untuk diinterpretasikan. Daerah di bawah puncak (peak) DTA dapat
dirujuk pada suatu perubahan entalpi dan ini tidaklah dipengaruhi oleh kapasitas panas dari
sampel.
Instrument DTA komersial tersedia dengan skala temperatur -190 sampai 1600ºC.
Ukuran sampel biasanya kecil, beberapa miligram, karena akan lebih sedikit masalah dengan
gradient termal dalam sampel yang mungkin akan mengurangi sensitivitas dan akurasi.
Rangkaian DTA biasanya didesign dengan sensitivitas maksimum untuk perubahan termal,
tapi rangkaian ini seringkali kehilangan respon dari kalorimeter. Jika data kalorimetri
dibutuhkan, biasanya akan lebih baik dan lebih mudah untuk menggunakan Pembacaan
Diferensial Kalorimetri (DSC).
B. Peralatan DTA
Beberapa fitur kunci dari suatu analisis differential thermal adalah sebagai berikut
(Gambar 2):
Ø Wadah cuplikan yang di dalamnya terdapat termokopel, kontainer sampel dan blok logam
atau blok keramik.
Ø Tanur.
Ø Pengatur suhu.
Ø Sistem pencatat (rekorder).
Manfaat atau kegunaan utama dari tanur yaitu menyediakan kondisi atau daerah panas
yang stabil dan besar dan harus mampu menanggapi dengan cepat terhadap perubahan dari
pengatur suhu (temperature programmer). Pengaturan suhu sangatlah penting untuk
memperoleh laju pemanasan yang konstan. Sistim perekaman harus mempunyai suatu inersia
yang rendah untuk tetap tanggap terhadap variasi reproduksi di dalam percobaan (eksperimen)
yang bersifat membangun.

Gambar 2: skema ilsutrasi dari suatu sel DTA

Wadah cuplikan terdiri dari beberapa thermokopel, masing-masing untuk sampel yang
dianalisis dan untuk pembanding, yang dikelilingi oleh suatu blok untuk memastikan proses
distribusi panas. Sampel diletakkan pada cawan peleburan yang kecil dengan satu lekukan yang
dirancang pada bagian alasnya untuk memastikan peletakan yang pas dan nyaman di atas bead
termokopel. Cawan peleburan itu bisa dibuat dari bahan-bahan seperti Pyrex, silika, nikel atau
platinum, tergantung pada suhu dan sifat alami dari test/uji yang dilibatkan. Penempatan
termokopel-termokopel tersebut harusnya tidak boleh berkontakkan langsung dengan sampel
untuk menghindari kontaminasi dan degradasi sampel, meskipun sensitivitas dalam hal ini bisa
dikompromi.
Blok-blok logam bersifat sedikit lebih cenderung akan mengapung pada base-line (garis
dasar) jika dibandingkan dengan keramik yang memiliki porositas tertentu. Sebaliknya,
konduktivitas termalnya yang tinggi memberikan puncak (peak) yang lebih kecil.
Selama percobaan-percobaan pada range temperatur 200 sampai 500oC, permasalahan
yang ditemui yakni di dalam mentransfer panas yang bersesuaian dari benda uji. Ini bisa diatasi
dengan menggunakan thermokopel-thermokopel berbentuk cakram datar (flat discs) untuk
memastikan kontak optimum dengan alas datar dari kontainer sampel yang dibuat dari
aluminium atau platinum foil. Untuk memastikan reproduksibilitas, yang perlu dipastikan
kemudian yaitu termokopel dan kontainer sampel secara konsisten ditempatkan dengan
tanggapan satu sama lain.

Gambar 3: DTA-Measuring Part

DTA bekerja dengan software Proteus® pada MS windows®. Software Proteus®


memiliki segala yang dibutuhkan untuk membuat pengukuran dan menghitung data hasil.
Melalui kombinasi menus yang mudah dipahami dan rutinitas otomatis, suatu alat diciptakan,
yaitu yang sangat mudah digunakan, dan pada saat yang sama memungkinkan analisis yang
canggih. Software Proteus® dilisensikan dengan instrument dan tentu saja dapat diinstal pada
sistem komputer lain.
Pengontrol aliran gas untuk satu gas tersedia untuk aliran gas yang dapat dihasilkan
berulangkali. Ukuran yang luas dari wadah (dapat terbuat dari aluminium, platinum, alumina,
dll) tersedia untuk material dan aplikasi yang paling mungkin. Rangkaian lengkap dari standar
untuk wadah sampel metal (logam) dan keramik tersedia untuk kalibrasi temperatur dan nilai
entalpi.
o Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dalam Percobaan
Perlu diperhatikan beberapa paramater yang berpengaruh dalam suatu percobaan.
Sebagai contoh, pengaruh dari lingkungan spesimen, komposisi, ukuran dan permukaan hingga
perbandingan volume yang kesemuanya berpengaruh terhadap reaksi penguraian
(dekomposisi) bubuk. Sementara variabel-variabel tertentu tersebut mungkin saja tidak
berpengaruh terhadap perubahan fase dasar dari suatu material padat. Dalam beberapa keadaan,
tingkat evolusi panas bisa cukup tinggi untuk memenuhi tanggapan terhadap kemampuan
sistem pengukuran. Untuk pengukuran temperatur terhadap transformasi fase, sebaiknya
dipastikan agar suhu puncak tidak berbeda menurut ukuran contoh.
Ketajaman bentuk suatu puncak (peak) DTA bergantung pada berat sampel dan tingkat
pemanasan yang digunakan. Untuk menurunkan tingkat pemanasan melalui perkiraan secara
kasar setara dengan mengurangi berat atau beban sampel; keduanya merujuk pada ketajaman
peak dengan resolusi yang baik, meskipun hal tersebut hanya berguna jika signal pada
perbandingan noise tidak dikompromi. Pengaruh tingkat pemanasan pada bentuk peak dan
disposisi dapat menguntungan di dalam studi reaksi penguraian, tetapi untuk analisis kinetik
hal tersebut penting untuk mengurangi (meminimalisasi) gradien suhu melalui pengurangan
ukuran spesimen (material uji) atau tingkat pemanasan.
 Interpretasi dan Presentasi Data
Suatu contoh kurva DTA yang sederhana dapat terdiri dari bagian-bagian linier yang
dipindahkan dari absis karena kapasitas panas dan konduktivitas termal dari bahan uji dan
material referensi yang tidak sama, dan puncak-puncak yang sesuai untuk perubahan atau pun
penyerapan (absorpsi) panas mengikuti perubahan fisika maupun kimia di dalam bahan uji.
Terdapat beberapa kesulitan dengan pengukuran temperatur transisi menggunakan
kurva DTA. Permulaan dari peak DTA pada prinsipnya merupakan temperatur awal, tetapi ada
kemungkinan temperatur hanya tergantung pada penempatan termokopel dengan pengaruh
material pembanding (referensi) dan bahan yang diuji atau pun blok DTA. Oleh karena itu,
penting untuk mengkalibrasi peralatan dengan menggunakan material-material yang diketahui
dengan tepat titik lelehnya. Daerah peak (A), yang dihubungkan dengan perubahan entalpi di
dalam sampel uji, dilampirkan di antara puncak dan garis interpolasi. Hal ini dapat ditinjukkan
melalui persamaan A
Peralatan DTA dikalibrasi karena untuk entalpi melalui pengukuran area/daerah peak
pada sampel standar di atas range temperatur. Peneraan itu harus didasarkan sedikitnya pada
dua sampel yang berbeda, melalui proses pemanasan dan pendinginan.

C. Penerapan Dalam Berbagai Bidang Menggunakan Analisis Termal Diferensial


Metoda ini sudah digunakan sebagian besar untuk penentuan sistem senyawa
anorganik. Penggunaan DTA untuk penyelidikan sampel-sampel biologi masih sedikit, akan
tetapi ada beberapa laporan penggunaan DTA untuk penyelidikan sampel biologi yang berhasil
diperkenalkan, misalnya untuk keperluan penyelidikan panas yang mengakibatkan denaturasi
pada protein susu; penyelidikan panas pada transformasi senyawa organik tertentu dan juga
digunakan untuk mengetahui sifat-sifat karbohidrat.
Sebagian besar makanan diperlakukan dalam berbagai temperatur selama proses
produksinya, mulai dari proses pengangkutan, penyimpanan, preparasi hingga pada konsumsi,
misalnya pasteurisasi, sterilisasi, evaporasi, memasak, pendinginan/pembekuan, pengeringan
dan lain-lain. Perubahan suhu menyebabkan perubahan baik pada sifat fisika maupun sifat
kimia dari suatu komponen makanan yang tentunya berpengaruh pada keseluruhan sifat-sifat
dari produk akhir, misalnya rasa, tekstur, maupun stabilitas. Reaksi kimia seperti reaksi
hidrolisis, oksidasi, reduksi mungkin saja terjadi di dalamnya, atau perubahan fisika seperti
penguapan (evaporasi), pencairan, kristalisasi, agregasi atau gelasi mungkin juga terjadi.
Pemahaman yang lebih baik terhadap pengaruh suhu pada sifat-sifat makanan memungkinkan
produsen makanan untuk mengoptimalkan kondisi pengolahan dan meningkatkan kualitas
produk.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi ilmuwan makanan (scientists food) untuk memiliki
suatu tekhnik analitik yang tepat untuk dapat memonitoring perubahan-perubahan yang terjadi
dalam komponen-komponen makanan jika diperlakukan pada temperatur yang bervariasi.
Salah satu tekhnik yang dapat digunakan untuk memantau/menyelidiki perubahan-perubahan
tersebut ialah dengan menggunakan tekhnik analisis termal diferensial (Differential Thermal
Analysis, DTA).
Di dalam kimia organik, DTA merupakan suatu tekhnik untuk mengidentifikasi dan
menganalisa secara kuantitatif komposisi kimia dari suatu bahan melalui pengamatan terhadap
perilaku suhu bahan tersebut jika dipanaskan. Tekhnik ini didasarkan pada kenyataan bahwa
suatu bahan ketika dipanaskan, maka bahan tersebut akan mengalami reaksi dan perubahan
fase yang melibatkan absorpsi atau emisi energi (panas). Di dalam analisis dengan DTA, suhu
material uji diukur secara relatif dengan material pembanding inert disebelahnya. Suatu
termokopel dibenamkan pada material uji dan termokopel lainnya pada material pembanding,
kedua termokopel ini dihubungkan sehingga setiap perbedaan suhu yang dihasilkan selama
siklus pemanasan terekam secara grafik sebagai deretan puncak-puncak (peak) pada moving
chart. Jumlah panas yang dilibatkan maupun temperatur dimana perubahan-perubahan tersebut
berlangsung adalah karakteristik untuk masing-masing unsur/elemen maupun komponen
dalam bahan. Lebih dari itu, jumlah suatu senyawa yang hadir dalam sampel komposit akan
terhubung pada daerah di bawah puncak pada grafik. Dan jumlah ini dapat ditentukan dengan
membandingkan daerah pada puncak karakteristik dengan daerah deretan sampel standar yang
telah dianalisis dibawah kondisi yang sama. Tekhnik analisis DTA secara luas telah digunakan
untuk menyelidiki komponen-komponen mineral maupun campuran mineral.
Contoh lain: temperatur dari senyawa kalium sulfat (K2SO4) pada saat senyawa ini
mengalami perubahan dari bentuk kristal orthorombik menjadi sistem heksagonal pada 582oC.
Sementara energi yang dibutuhkan untuk perubahan struktur tersebut dpat ditentukan dengan
metode kuatitatif HDSC (High Temperature Differential Scanning Calorimetry).

Pengertian Kromatografi
Kromatografi secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu cromos yang berarti warna
dan graphos yang berarti tulis. Jadi, kromatografi merupakan suatu metode pemisahan fisik
senyawa organik dan anorganik, yang didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel
di antara dua fase.
Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fase, yaitu fase diam (stationary
phase) dan fase gerak (gerak phase atau fase mobil. Fase diam dapat berupa padatan atau
cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fase gerak
dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, atau gas pembawa yang inert. Gerakan fase
gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi differensial komponen-komponen dalam
sampel.kromatografi dibagi diklasifikasikan menjadi beberapa jenis bergantung pada jenis fasa
gerak yang terlibat, pasangan fasa gerak dan fasa diam, mekanisme pemisahan dan teknik kerja
yang digunakan.
1. B. Kromatografi Kertas (KKt)
Kromatografi kertas merupakan bentuk kromatografi yang paling sederhana, mudah dan
murah. Banyak digunakan untuk identifikasi kualitatif penemunya adalah Martri, Consden
dan Gordon.Fasa diam dalam kromatografi ini berupa air yang terikat pada selulosa kertas
sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organic nonpolar. Berdasarkan kedua hal itu
kromatografi kertas dapat digolongkan ke dalam kromatografi partisi. Dalam kromatografi
kertas fasa gerak merembes ke dalam kertas karena efek kapiler. Rembesan fasa gerak pada
kertas dapat dilakukan dengan teknik menaik ( ascending ) atau dengan teknik menurun
(descending). Pada teknik menaik rembesan fasa bergerak kea as sedangkan pada pada tekik
menurun rembesan fasa gerak bergerak ke bawah. Pada teknik menurun fasa gerak disamping
bergerak karena efek kapiler juga dibantu oleh efek gravitasi sehingga rembesan berjalan lebih
cepat.
Pelaksanaan teknik ini terbagi pada 3 tahap , yaitu :
1. Penotolan cuplikan
2. Tahap pengembangan
3. Identifikasi atau penampakan noda.
Pada tahap penotolan cuplikan, prertama-tama siapkan kertas kromatografi dengan ukuran
tertentu . buatlah garis awal dengan jarak 2-3 cm dengan salah satu ujung kertas dengan
menggunakan pensil ( karena pensil terdiri dari satu komponen yaitu kabon sehingga tidak
mengganggu migrasi dan pemisahan komponen sampel). Selanjutnya totolkan larutan cuplikan
dengan menggunakan mikropipet atau pipa kapiler pada garis awal tadi, kemudian keringkan.
Pada tahap pengembangan, ujung kertas kromatogram dekat garis awal berisi totolan cuplikan
dicelupkan ke dalam pelarut ( eluen ) yang terdapat di dalm bejana kromatografi . pencelupan
diusahakan tidak merendam totolan cuplikan atau garis awal. Biarkan eluen merembes melalui
totolan cuplikan. Komponen-komponen cuplikan akan terbawa oleh rembesan cuplikan.
Perbedaan kelarutan komponen-komponen cuplikan dalam eluen akan mengakibatkan
kecepatan bergerak komponen-komponen dalam kertas juga berbeda. Perbedaan kecepatan
bergerak komponen-komponen ini lebih umum disebut migrasi diferensial. Hasil pemisahan
akan Nampak sebagai noda-noda berwarna pada kertas dengan jarak yang berbeda-beda dari
garis awal. Noda-noda ini selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Perembesan eluen
dihentikan setelah eluen hamper mencapai ujung kertas. Pekerjaan selanjutnya adalah member
tanda batas gerakan eluen, dan kemudian kertas diangkat dari cairan pengelusi untuk seterusnya
dikeringkan. Pada tahap identifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf nya. Besaran ini (kependekan dari rate of flow)
menyatakan derajat retensi atau factor refensi. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh
oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen (fasa gerak). Rf = jarak yang
ditempuh komponen/jarak yang ditempuh eluen. Setiap komponen mempunyai harga Rf
sendiri-sendiri. Bila noda tidak berwarna dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyemprot kertas dengan pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium
kromat, ammonium sulfide dll.
2. Menyinari kertas dengan sinar ultraviolet
3. Mendedahkan kertas pada uap iodium
4. Menentukan harga Rf nya
Kromatografi kertas sangat berguna untuk pemisahan zat anorganik, organik dan biokimia
dalam jumlah yang sedikit. Sebagai fasa diam umumnya air yang terserap oleh pori-pori kertas.
Oleh Karena itu fasa diam bersifat sedikit polar. Bila diinginkan fasa diam yang lain, maka
biasanya kertas akan dikeringkan, kemudian menggunakan fasa diam seperti glikol, alcohol
dll. Jika kertas dilapisi dengan zat-zat hidrofobik maka kromatografi yang dilakukan adalah
kromatografi fasa terbalik ( reversed-phase-chromatography). Sistem ini berguna untuk
pemisahan asam-asam lemak, dan senyawa-senyawa non polar lainnya, yang mungkin akan
terelusi terlalu cepat jika digunakan fasa diam polar kelarutannya yang rendah.
1. C. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Menurut Rohman, Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi
kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam
karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan
dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan, dalam
kromatografi ini peralatan yang digunakan lebih sederhana.
Keuntungan kromatografi planar adalah:
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi,
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara
elusi 2 dimensi
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu adsorben yang disalutkan pada
suatu lempeng kaca sebagai fase stasionernya dan pengembangan kromatogram terjadi ketika
fase mobil tertapis melewati adsorben itu. Seperti dikenal baik, kromatografi lapis tipis
mempunyai kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan
cepatnya, ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi.
Prinsip kromatografi Menurut Stahl mengemukakan kaidah dasar kromatografi jerap yaitu
Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama sekali, karena itu ia bergerak paling cepat.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau
alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini biasanya dalam
pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan
isolasi pigment tanaman yangberwarna hijau dan kuningan.
Kromatogram
Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yangmerupakan
sebuah campuran dari beberapa zat pewarna.Contoh pelaksanaan kromatografi lapis tipis:
Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut
dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di
lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta,
pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.Ketika bercak dari
campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi
pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada
di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk
meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang
terbasahioleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan
pelarut.Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda
dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai
perbedaan bercak warna.
Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan
pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari
pelarut dan fase diam.

Fase Diam KLT


Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau
alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak
merupakanpelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan
adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -
OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
Fase Gerak KLT
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh
sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju
alir eluent dan jumlah umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran
pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben
alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik
pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).

Deteksi Bercak
Bercak pemosahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk
penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet.
Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat
bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya
akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam
sedang latar belakangnyaa akan kelihatan berfluoresensi.
Perhitungan nilai Rf
Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari
lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini
berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna
masing-masing.Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari
gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses
penguapan.
1. D. Kromatografi Gas (GC)
GC (Gas Chromatography) yang biasa disebut juga Kromatografi gas (KG) merupakan teknik
instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. GC merupakan metode yang
dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan
senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran Perkembangan teknologi yang
signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi
yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis
dengan resolusi yang meningkat.GC menggunakan gas sebagai gas pembawa/fase geraknya.
Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu :
1. Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu
pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam.
2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan kadang-kadang
berupa polimerik.
Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi lainnya, tapi memiliki
beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran dilakukan antara stasionary fase cair
dan gas fase gerak dan pada oven temperur gas dapat dikontrol sedangkan pada kromatografi
kolom hanya pada tahap fase cair dan temperatur tidak dimiliki.
Secara rinci prinsip kromatografi adalah udara dilewatkan melalui nyala hydrogen (hydrogen
flame) selanjutnya uap organik tersebut akan terionisasi dan menginduksi terjadinya aliran
listrik pada detektor, kuantitas aliran listrik sebanding dengan ion.
SISTEM PERALATAN KROMATOGRAFI GAS (GC)
1. 1. Fase gerak
Fase gerak pada GC juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk
membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat
gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh
pada detektor; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk
hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen).
1. 2. Ruang suntik sampel
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel ecara cepat dan efisien. Desain yang
populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum
karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena helium
(gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume cairan yang diinjeksikan (biasanya
antara 0,1-3,0 μL) akan segera diuapkan untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai
macam ukuran semprit saat ini tersedia di pasaan sehingga injeksi dapat berlangsung secara
mudah dan akurat. Septum karet, setelah dilakukan pemasukan sampel secara berulang, dapat
diganti dengan mudah. Sistem pemasukan sampel (katup untuk mengambil sampel gas) dan
untuk sampel padat juga tersedia di pasaran.
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:
1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan
dalam injector yang panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.
2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam
injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan
dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan
4. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan
langsung ke dalam kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah
menguap; karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan
akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau pirolisis.
1. 3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam.
Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada GC. Ada 3 jenis kolom pada GC
yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); dan kolom
preparatif (preparative column). Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler dtunjukkan
oleh gambar berikut :

Kolom Kemas Kolom Kapiler

Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium.
Panjang kolom jenis ini adalah 1–5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom kapiler
sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikanefisiensi yang tinggi (harga jumlah
pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan
sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.
Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar.
Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1;
SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase
diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19),
sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-
WAX; Carbowax-20M) (6).
1. 4. Detektor
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan
perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang
membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor
elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di
dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara
fase diam dan fase gerak.
Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang
keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa
komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-
komponen oleh GC disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu
tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas
puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah
dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan
instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam
bentuk lain.
Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas adalah sebagai berikut :

Kecepatan Alir (mL/menit)

Batas Gas
Jenis detektor Jenis Sampel Deteksi Pembawa H2 Udara

Hantaran Senyawa 5 – 100


Panas umum mg 15 – 30 – –

30
Ionisasi 10 – – 200 –
Nyawa Hidrokarbon 100 pg 20- 60 60 500

Halogen
Penangkap organik, 0,05 –
electron pestisida pg 30 – 60 – –

Nitrogen – Senyawa 0,1 – 10 1 – 700 –


Fosfor nitrogen g 20 – 40 5 100
organik dan
fosfat
organic

Fotometri Senyawa- 50
Nyala (393 senyawa 10 – – 60 –
nm) sulfur 100 pg 20 – 40 70 80

Fotometri Senyawa- 120


Nyala (526 senyawa 1 – 10 – 100 –
nm) fosfor pg 20 – 40 170 150

Senyawa
yang
terionisasi 2 pg
Foto Ionisasi dengan UV C/detik 30 – 40 – –

0,5 pg
C
Konduktivitas Halogen, N, 12 pg S
Elektrolik S 4 pg N 20 – 40 80 –

Fourier
Transform- Senyawa-
Inframerah senyawa
(FTIR) organic 1000 pg 3 – 10 – –

Sesuai untuk
Selektif senyawa 10 pg –
Massa apapun 10 ng 0,5 – 30 – –

Sesuai untuk
elemen
apapungas 0,1 – 20
Emisi Atom Pembasa pg 60 – 70 – –

1. 5. Komputer
Komponen GC selanjutnya adalah komputer. GC modern menggunakan komputer yang
dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detektor dan
mempunyai beberapa fungsi antara lain:
 Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas; suhu oven dan
pemrograman suhu; serta penyuntikan sampel secara otomatis.
 Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan grafik
berwarna.
 Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik.
 Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.
Cara Kerja
Gas pembawa dialirkan dari tangki bertekanan tinggi melalui alat pengatur tekanan yang dapat
menentukan kecepatan aliran gas pembawa yang akan mengalir ke komponen yang lain.
Sampel dimasukkan dalam injektor yang dipanaskan agar sampel berubah menjadi gas dan
mengalir ke dalam kolom. Pada kolom campuran zat penyusun mengalami pemisahan proses
partisi pada fase cair melalui detekor yang mengirimkan signal ke recorder setelah mengalami
amplifikasi. Bila sampel berupa cairan dapat dimasukkan dengan syringe, bila berupa gas
melalui katup. Sampel masuk kedala injektor mengalir dengan gas pembawa masuk kedalam
kolom.
Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Gas
 Kelebihan
1. Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tingga
2. Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang
tinggi
3. Gas mempunyai vikositas yang rendah
4. Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif
cepat dan sensitifitasnya tinggi
5. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat
beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.
 Kekurangan
1. Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap
2. Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram mungkin
dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika ada
metode lain.
3. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam
dan zat terlarut.
1. E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)
2. A. Prinsip Dasar HPLC
Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut : dengan bantuan pompa fasa gerak cair dialirkan
melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara
penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam.
Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu.
Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solute-solut tersebut
akan keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram
kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi
komponen dalam campuran. Computer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC
dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC.
B. Instrumentasi Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi
Instrumentasi Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi, yaitu:
1. 1. Fasa Gerak
Fasa gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelariut. Berbeda
dengan kromatografi gas, HPLC mempunyai lebih banyak pilihan fasa gerak, dibandingkan
dengan fasa gerak untuk kromatografi gas. Dalam kromatografi gas, fasa gerak hanya sebagai
pembawa solute melewati kolom menuju detektor. Sebaliknya dalam HPLC, fasa gerak selain
berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detektor, fasa gerak dapat
berinteraksi dengan solute-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.
Persyaratan fasa gerak HPLC
Zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak HPLC harus memenuhi beberapa persyaratan
berikut:
1) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan di analisis.
2) Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat
menganggu interpretasi kromatogram.
3) Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
4) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
5) Zat cair tidak kental.
6) Sesuai dengan detektor.
Jenis fasa gerak
Fasa gerak untuk kromatografi partisi, adsorpsi, dan penukar ion bersifat interaktif dalam arti
fasa gerak berinteraksi dengan komponen-komponen cuplikan. Akibatnya, waktu retensi
sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut. Sebaliknya fasa gerak untuk kromatografi eksklusi
bersifat non interaktif. Oleh karena itu, waktu retensi dengan kromatografi ini tidak bergantung
pada komposisi fasa gerak.
1. 2. Pompa
Pompa dalam HPLC dapat dianalogikan dengan jantung pada manusia yang berfungsi untuk
mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Pompa yang dapat
digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan :
1. Menghasilkan tekanan sampai 600 psi (pons/in2)
2. Keluaran bebas pulsa
3. Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
4. Bahan tahan korosi
Dikenal tiga jenis pompa yang masing-masing memiliki kenutungan dan kekurangannya yaitu
pompa reciprocating, displacement dan pneumatic.
1. Pompa reciprocating
Jenis pompa ini sekarang banyak dipakai. Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat
pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston mundur-maju yang dijalankan oleh
motor. Piston berupa batang gelas dan berkontak langsung dengan pelarut.
2. Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) terdiri dari tabung yang dilengkapi pendorong
yang digerakan oleh motor. Pompa ini juga menghasilkan aliran yang cenderung tidak
bergantung tekanan baik kolom dan viskositas pelarut. Selain itu, keluaran pompa ini bebas
pulsa. Akan tetapi pompa ini keterbatasan kapasitas pelarut (~250 mL) dan tidak mudah
untuk melakukan pergantian pelarut.
3. Pompa pneumatic
Dalam pompa ini pelarut di dorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah dan
bebas pulsa. Akan tetapi mempunyai keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan
(<2000 psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik
kolom.
3. Unit Sistem Penyuntikan atau Penginjeksian Sampel
Kadang kala, faktor ketidaktepatan pengukuran HPLC terletak pada keterulangan pemasukan
cuplikan ke dalam peking kolom. Masalahnya, kebanyakan memasukan cuplikan ke dalam
kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukkan harus
sekecil mungkin, beberapa puluh mikroliter. Selain itu, perlu diusahakan tekanan tidak
menurun ketika memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak. Berikut beberapa teknik
pemasukan cuplikan ke dalam sistem HPLC :
1. Injeksi Syringe
Alat yang paling dulu dan paling mudah untuk memasukkan cuplikan adalah syringe.
Syringe disuntikkan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe yang tahan
tekanan sampai 1500 psi. akan tetapi keterulangan injeksi syringe ini sedikit lebih baik dari
2-3 % dan sering lebih jelek.
1. Injeksi ‘stop-flow’
Injeksi stop-floe adalah jenis injeksi syringe kedua tapi di sini aliran pelarut dihentikan
sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan cuplikan disuntikan langsung ke dalam
ujung kolom. Setelah menyambungkan kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali.
1. Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk
memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu dua langkah: (a) sejumlah volume
cuplikan disuntikkan ke dalam loop dalam posisi ‘load’, cuplikan masih berada dalam loop,
(b) kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak
membawa cuplikan ke dalam kolom. Loop dapat diganti-ganti dan tersedia berbagai ukuran
volume dari 5 hingga 500μL. Dengan sistem pemasukan cuplikan ini memungkinkan
memasukkan cuplikan pada tekanan 7000 psi dengan ketelitian tinggi. Juga loop mikro
tersedia dengan volume 0,5 hingga 5 μL.
2. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang terbuat dari
gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fas diam, tempat terjadinya pemisahan
campuran menjadi komponen-komponennya.
3. Detektor
Berbagai detektor untuk HPLC telah tersedia, walaupun demikian detektor harus memenuhi
persyaratan berikut: (1) cukup sensitive; (2)stabilitas dan keterulangan tinggi;(3) respon linear
terhadap solute; (4) waktu respon pendek sehinggatidak bergantung kecepatan alir
;(5)realibilitas tinggi dan mudah digunakan; (6) tidak merusak cuplikan. Detektor HPLC
dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu: detektor umum memberi respon terhadap fasa gerak
yang dimodulasi dengan adanaya solute. Sebaliknya, detektor sepesifik memberi respon
terhadap beberapa sifat solute yang tidak dimiliki oleh fasa gerak. Terakhir, detektor yang
bersifat umum terhadap solute setelah fasa gerak dihilangkan dengan penguapan. Detektor
berdasarkan absorpsi UV merupakan detektor HPLC yang paling banyak di pake. Detektor
elektrokimia paling banyak dipakai terutama
dalam HPLC penukar ion.
1. C. Cara Kerja HPLC
Mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven ini dikemudian masuk ke dalam katup
injeksi berbutar, yang dipasang tepat pada sampel loop. Dengan pertolongan mikrosiring,
sampel dimasukan ke dalam sampel loop yang kemudian bersama-sama dengan solven masuk
ke dalam kolom. Hasil pemisahan dideteksi oleh detektor, yang penampakannya ditunjukan
oleh perekam (pencatat = recorder). Tekanan solven di atur dengan pengatur dan pengukur
tekanan. Pompa pemasuk solven pada tekanan konstan hingga tekanan kurang lebih 4500 psi
dengan laju alir rendah, yakni beberapa milliliter per menit.
Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu sampel.
Tahap pemekatan dengan ekstraksi solven dan penguapan untuk memperkecil volum sering
kali diperlukan sebelum pengerjaan sampel dengan HPLC. Hal ini terutama sering dilakukan
untuk analisis senyawa-senyawa hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH) atau residu pestisida
dalam makanan.
Sebagai alternative lain, sampel air dapat di absorpsi oleh suatu adsorben padat (C8 atau C18
yang terikat pada silica gel), diikuti dengan desorpsi dalam suatu solven yang kemudian
langsung dimasukan kedalam kolom. Suatu solven dengan polaritas rendah, misalnya CH3
berair yang secara bertingkat mengalami perubahan menjadi CH3OH murni, menjamin
pemisahan yang baik pada C-18 yang terikat pada silica gel.
D. Kelebihan HPLC
Dibandingkan dengan kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT atau HPLC
= High Performance Liquid Chromatography) mempunyai beberapa kelebihan. Beberapa
kelebihan KCKT diantaranya ialah
1. Dapat dilaksanakan pada suhu kamar.
2. Cepat dan mudah melaksanakannya.
3. Peka, detektor HPLC dapat divariasi dan unik.
4. Pelarut pengembang bisa dipakai berulang kali demikian juga dengan kolomnya.
5. Ideal untuk molekul besar dan ion.
6. Mudah memperoleh cuplikan.
7. Daya pisahnya baik.
8. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang di analisis.
9. HPLC juga dapat menganalisis senyawa yang tidak mudah menguap dan termolabil.
10. E. Aplikasi HPLC Dalam Kehidupan
HPLC juga cocok digunakan untuk memisahkan minyak atsiri. Minyak atsiri terdiri atas
campuran yang sangat rumit dan oleh karena itu HPLC berguna untuk memisahkan campuran
rumit menjadi golongan-golongan senyawa atau memisahkan golongan senyawa menjadi
komponen-komponennya.
HPLC digunakan untuk memisahkan golongan minyak, misalnya terpenoid tinggi, segala
senyawa jenis fenol, alkaloid, lipid dan gula. HPLC baik digunakan untuk senyawa yang dapat
dideteksi di daerah spekrum UV atau spectrum sinar tampak.
Kolom yang tersedia mempunyai banyak sekali pelat teori (lebih dari 100.000 untuk kolom
100 cm), dan kromatografi dilakukan dalam kondisi mendekati kondisi ideal demikian rupa
sehingga dapat diperoleh dalam beberapa menit dan ditafsirkan secara kuantitatif dengan
ketepatan yang lumayan. Cuplikan dapat dipisahkan secara preparatif.

Metode Analisis Kualitatif untuk Beberapa Kation dan Anion

Preparing an analytical standard (Photo credit: Sanofi


Pasteur)

Tiap jenis ion, positif maupun negatif mempunyai sejumlah sifat khas misalnya: ukuran,
bentuk, muatan dan warnanya. Tiap ion bereaksi secara khas baik dalam bentuk larutan maupun
padatan. Pengetahuan mengenai ion-ion menyebabkan kita dapat mengenal garamnya.
Beberapa sifat utama dari ion ialah reaksi-reaksi kimia yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi ion tersebut.

Dalam percobaan ini, kita akan mengidentifikasi secara langsung beberapa kation dan
anion dengan menggunakan pereaksi-pereaksi yang khas untuk ion-ion tersebut.
1. IDENTIFIKASI KATION

Tatakerja :

a) Ion Perak (Ag+)

Ÿ Ambil 1 ml larutan AgNO3 0,1 M dalam sebuah tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml
NaCl. Endapan yang terbentuk disaring dengan cara didekantasi dan dicuci dengan air yang
mengandung HCl.

Ÿ Tambahkan 1 ml NH4OH 6 M lalu dikocok endapan akan larut. Asamkan larutan ini
dengan menambahkan HNO3 6 M. Terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya ion
perak.

b) Ion Timbal (Pb2+)

Ÿ Ambillah 1 ml 0,1 M Pb(NO3)2 dalam sebuah tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml 0,1 M
NaCl. Biarkan endapan yang terbentuk turun lalu dekantasi, cucilah endapan dengan 2 ml
aquadest dan tambahkan 1 ml aquadest setelah endapan larut, panaskan agar seluruh endapan
larut dinginkan larutan tersebut dibawah aliran air kran, apakah yang anda amati?
Terbentuknya kristal-kristal jarum yang berwarna putih menandakan adanya ion
Pb2+.Panaskan lagi dan larutan dibagi dua.

Ÿ Larutan pada tabung pertama, ditambahkan beberapa tetes larutan KI , endapan kuning
jingga PbI2 menandakan adanya Pb.

Ÿ Larutan yang kedua ditambahkan 4 tetes K2CrO4 1 M, terbentuknya endapan yang


berwarna kuning dan dapat larut di dalam NaOH 6 M menyatakan adanya Pb2+.

c) Ion Seng (Zn2+)

Ÿ Dalam sebuah tabung reaksi ambil 1 ml Zn(NO3)2 0,1 M.


Ÿ Tambahkan 5 tetes larutan NH4Cl 6 M dan 1 tetes NH4OH 6 M. Guna penambahan
NH4Cl dan NH4OH adalah sebagai buffer untuk mengatur pH larutan.

Ÿ Pada larutan tersebut tambahkan 6 tetes Thioacetamida 1 M dan panaskan hati-hati


selama 1 sampai 2 menit. Thioaceamida akan bereaksi dengan air (hidrolisis) membentuk
H2S dan H2S bereaksi dengan Zn2+ membentuk endapan ZnS yang berupa gel berwarna putih,
bila tidak ada Thioacetamida, dapat diganti dengan H2S dalam Aceton.

d) Ion Besi (Fe2+ dan Fe3+)

Ÿ Dalam sebuah tabung reaksi, ambil larutan 0,1 M FeSO4 sebanyak 1 ml, kemudian
tambahkan 5 tetes larutan 0,1 M K3Fe(CN)6 (kalium heksa siano ferrat III), terbentuknya
endapan biru tua (biru Turnbull) menandakan adanya ion Fe2+.

Ÿ Dalam sebuah tabung reaksi, ambil larutan 0,1 M FeCl3 sebanyak 1 ml, kemudian
tambahkan 5 tetes larutan 0,1 M K4Fe(CN)6 (kalium heksa siano ferrat II), terbentuknya
endapan warna biru-terang (biru Berlin) menandakan adanya ion Fe3+.

e) Ion Tembaga (Cu2+)

Ÿ Dalam dua buah tabung reaksi, isilah masing-masing dengan larutan 0,1 M
CuSO4sebanyak 1 ml.

Ÿ Pada larutan CuSO4 ditabung pertama, tambahkan beberapa tetes larutan NH4OH 6 M
sampai larutan berwarna biru tua. Terbentuknya senyawa kompleks Cu(NH3)4SO4 yang
berwarna biru tua menandakan adanya ion Cu2+.

Ÿ Pada larutan ditabung kedua, tambahkan beberapa tetes larutan K4Fe(CN)6 0,1 M sampai
terbentuk endapan coklat tua. Terbentuknya senyawa kompleks Cu2[Fe(CN)6] yang berwarna
coklat menandakan adanya ion Cu2+.
Ÿ Lakukan test nyala untuk larutan CuSO4 0,1 M dengan cara seperti pada percobaan test
nyala pada logam Na. Terbentuknya nyala yang berwarna hijau-biru menandakan adanya
logam Cu2+.

f) Ion Barium (Ba2+)

Ÿ Dengan meggunakan sebuah tabung reaksi ambil 1 ml larutan Ba(NO3)2 0,1 M. Atur pH
larutan dengan cara menambahkan 5 tetes 6 M CH3COOH dan 5 tetes 6 M CH3COONH4.

Ÿ Kemudian tambahkan 3 tetes 1 M K2CrO4, bila larutan belum berwarna kuning,


tambahkan lagi. kemudian aduklah maka akan timbul endapan kuning dari BaCrO4.

Ÿ Dengan menggunakan kawat Ni-Cr, lakukan test nyala untuk larutan Ba(NO3)2,
terbentuknya nyala yang berwarna warna hijau-kuning menandakan adanya Ba2+.

g) Ion Kalsium (Ca2+)

Ÿ Dengan menggunakan sebuah tabung reaksi ambil 1 ml larutan Ca(NO3)2 0,1 M.

Ÿ Tambahkan beberapa tetes larutan Na2C2O4 0,1 M. Terbentuknya endapan putih dari
CaC2O4 menunjukkaadanya Ca2+.

Ÿ Lakukan juga test nyala terhadap 1 ml Ca(NO3)2 1 M yang sudah diasamkan dengan
beberapa tetes 6 M HCl. Terbentuknya nyala yang berwarna merah-bata menandakan adanya
Ca2+.

h) Ion Strosium (Sr2+)

Ÿ Lakukan test nyala untuk logam Sr2+ dengan cara yang sama seperti test nyala logam
yang lain. Ambil 1 ml larutan Sr(NO3)2 1 M asamkan dengan sedikit HCl.
Ÿ Terbentuknya nyala yang berwarna Merah-ungu atau magenta menandakan adanya
logam Sr2+.

i) Ion Natrium (Na+)

Ÿ Lakukan test nyala bagi Na+. Ambil 1 ml larutan 0,1 M NaNO3, asamkan dengan
beberapa tetes 6 M HCl. Penambahan HCl dimak- sudkan untuk membantu pembentukan
NaCl yang mudah menguap.

Ÿ Dengan menggunakan kawat Ni-Cr yang telah berkali-kali dibersihkan dengan HCl 6 M
dan dipijarkan, lakukan test nyala bagi Na.

Ÿ Terbentuknya nyala yang berwarna kuning terang menandakan adanya Na+.

j) Ion Kalium (K+)

Ÿ Tes nyala bagi K+ serupa dengan test nyala bagi Na. Ambil 1 ml 0,2 M KNO3, asamkan
dengan beberapa tetes HCl lalu laku- kan test nyala. Bila anda mempunyai suatu sampel
selain mengandung K+ juga mengandung Na+ maka perlu digunakan kaca kobalt untuk
menyaring nyala Na yang sangat terang.

Ÿ Terbentuknya nyala yang berwarna ungu terang menandakan adanya K+.

k) Ion Litium (Li+).

Ÿ Lakukan test nyala untuk logam Li+ dengan cara yang sama seperti test nyala logam yang
lain. Ambil 1 ml larutan LiNO3 1 M asamkan dengan sedikit HCl.

Ÿ Terbentuknya nyala yang berwarna Merah-darah menandakan adanya logam Li+.


l) Ion Magnesium (Mg2+)

Ÿ Ambillah 1 ml larutan MgCl2 kemudian tambahkan ½ ml larutan NH4OH 6 M dan ½ ml


larutan Na2HPO4 dan diamkan kira-kira 5 menit. Jika ada endapan putih
MgNH4PO4menunjukkan adanya Mg.

m) Ion Ammonium (NH4+)

Ÿ Ambil 2 ml larutan 0,1 M NH4NO3, tambahkan beberapa tetes 6 M NaOH. Basahi kertas
saring merah dan letakkan pada mulut tabung reaksi.

Ÿ Kemudian panaskan tabung reaksi dan goyangkan secara hati-hati, dan jangan sampai
mendidih. Kibaskan gas yang keluar dengan tangan kearah anda, cium baunya. Gas
ammoniak akan menyebabkan kertas lakmus menjadi biru.

n) Ion Kadmium (Cd2+)

Ÿ Ambilah 1 ml larutan CdCl2 tambahkan beberapa tetes H2S dalam aseton, kocoklah
terbentuknya endapan kuning jingga menandakan adanya Cd. Mungkin CdS mengendap
sebagai koloid sehingga larutan akan terlihat berwarna kuning atau jingga.

o) Ion Kobalt (Co2+)

Ÿ Ambil 1 mL larutan CoCl2 tambahkan beberapa butir NH4CNS dan kocoklah, kemudian
tambahkan beberapa tetes amil alkohol, bila terbentuk warna biru pada lapisan organik
menandakana adanya Co

p) Ion Nikel (Ni2+)


Ÿ Ambillah 1 mL larutan NiSO4 dan letakkan diatas kaca arloji, kemudian tambahkan 2
tetes NH4OH pekat aduklah, kemudian tambahkan 5 tetes dimetil glioksim. Jika terbentuk
endapan merah dari Ni-dimetil glioksim menandakan adanya Ni.

2. Identifikasi anion

a) Anion Klorida (Cl–)

Ÿ Ke dalam 1 ml larutan NaCl 0,1 M tambahkan beberapa tetes 0,1 M AgNO3. Ion Cl–
bereaksi dengan ion Ag+ membentuk endapan putih AgCl. Untuk meyakinkan endapan
tersebut benar-benar AgCl, larutkan kembali endapan itu dengan penambahan beberapa tetes
6 M NH4OH, kemudian asamkan dengan 6 M HNO3 maka endapan putih AgCl akan
terbentuk lagi.

b) Anion Yodida (I–)

Ÿ Ambil 2 ml KI dan asamkan dengan beberapa tetes HCl 6 M. Tambahkan 1 ml larutan 0,1
M FeCl3 untuk mengoksidasi I– menjadi I2. Tambahkan 1 ml CCl4 lalu kocok. Warna
“purple” dari lapisan CCl4 menunjukkan adanya Iodida.

c) Anion Bromida (Br–)

Ÿ Pada sebuah abung reaksi, ambil 2 ml larutan KBr 0,1 M. Tambahkan 1 ml larutan air
klor dan 1 ml CCl4 kocoklah. Warna lapisan CCl4 berubah menjadi coklat menunjukkan
adanya ion Bromida, karena Br– dioksidasi oleh Klor menjadi Br2.

d) Anion Sulfida (S2–).


Ÿ Ke dalam 2 ml larutan Na2S tambahkan 6 M HCl berlebih. Amati bau gas H2S yang
keluar. Untuk meyakinkan keluarnya gas tadi, letakkan pada mulut tabung reaksi, kertas
saring yang dibasahi dengan Pb(CH3COO)2.

Ÿ Panaskan tabung reaksi, noda berwarna hitam PbS, menunjukkan adanya Sulfida.

e) Anion Sulfat (SO42–).

Ÿ Dalam sebuah tabung reaksi yang bersih isilah dengan 2 ml larutan Na2SO4 0,1 M dan 2
ml larutan Ba(NO3)2 0,1 M.

Ÿ Terbentuknya endapan putih yang tidak larut ketika ditambah-kan 1 ml HCl 1 M


menandakan adanya ion sulfat.

f) Anion Nitrat (NO3–).

Ÿ Dalam sebuah tabung reaksi ambil 2 ml larutan NaNO3 0,1 M, asam kan dengan 1 ml
H2SO4 3 M dan tambahkan 1 ml larutan FeSO4 jenuh yang baru dibuat.

Ÿ Miringkan letak tabung reaksi kira-kira 45o , lalu masukkan perlahan-lahan 1 ml


H2SO4pekat melalui dinding tabung. Usahakan agar H2SO4 menempati bagian bawah tabung
dan jangan dikocok. Terbentuknya suatu cincin coklat dari senyawa Fe(NO)SO4 pada batas
kedua zat cair menunjukkan adanya NO3–.

g) Anion Karbonat (CO32–) dan Bikarbonat (HCO32–).

Ÿ Pengujian terhadap adanya ion CO32– dilakukan dengan memakai zat padatnya.
Kekhasannya terletak pada pembentukan endapan putih BaCO3.

Ÿ Pada sebuah tabung reaksi, masukkan sedikit Na2CO3 padat, lalu tambahkan dengan hati-
hati 6 tetes HCl 6 M. Amati terbentuknya gas CO2 dan cium baunya.
Ÿ Beberapa senyawa lain misalnya, sulfida dan sulfit akan menghasilkan gas yang berbau
pada penambahan HCl. Masukkan pengaduk yang telah dibasahi dengan larutan Ba(OH)2 ke
dalam tabung reaksi (jangan tercelup ke dalam larutan). Terbentuk- nya endapan putih
BaCO3 menandakan adanya ion karbonat.

Ÿ Suatu bikarbonat misalnya NaHCO3 juga memberikan hasil yang sama, jadi pengujian ini
berlaku juga untuk ion bikarbonat.

h) Anion Phosfat (PO43–)

Ÿ Ion Phosfat diuji dengan pembentukan endapan kuning dari senyawa Ammonium Phosfo-
molibdat [(NH4)3PO4.12MoO3].

Ÿ Ke dalam sebuah tabung reaksi ambil 1 ml larutan Na3PO4 0,1 M, tambahkan 1 ml larutan
HNO3 6 M dan 1 ml (NH4)3MoO3 0,5 M. Aduklah campuran tersebut, selanjutnya letakkan
tabung reaksi ke dalam beaker gelas yang berisi air mendidih.

Ÿ Setelah beberapa lama, maka akan terbentuk endapan yang berwarna kuning dari
Ammonium Phosfo-molibdat, menyatakan adanya phosfat.

i) Anion Oksalat (C2O43–)

Ÿ Ambil 1 ml larutan Na2C2O4 dalam sebuah tebung reaksi, kemudian tambahkan tetes
demi tetes larutan Ca-asetat 2 M sampai terbentuk endapan yang sempurna.
Lakukan sentrifugasi dan cuci endapan dengan aquadest, buang air cuciannya. Endapan
ditambahkan 10 tetes H2SO4 1,5 M dan panaskan dengan penangas air selama 1 menit dan
tambahkan 2 tetes larutan KMnO4 0,01 M . Hilangnya warna larutan KMnO4 menandakan
adanya ion oksalat.

Pembebasan Gas
• Suatu zat yang apabila dipanaskan membebasan gas-gas, digolongkan berdasarkan
pada sifat-sifat asam, basa, warna, dan bau dari gas (uap) yang ditimbulkan.
• Zat yang menghasilkan uap asam, diuji dengan menggunakan kertas lakmus biru. Zat
tersebut, antara lain: uap SO2 yang berasal dari garam-garam sulfit, sulfat, polisulfida,
belerang; uap HCl yang berasal dari garam-garam klorida yang berair hablur.
• Zat yang menghasilkan uap basa, diuji dengan menggunakan kertas lakmus merah. Zat
tersebut, antara lain: uap NH3 yang berasal dari garam-garam amonium, rodanida, atau
senyawaan organik bernitrogen.
• Zat yang menghasilkan uap berwarna kuning atau cokelat. Zat tersebut, antara lain: gas
Cl2 yang berasal dari garam-garam klorida bila diberikan oksidator, Br2 dari garam
bromida bila diberikan oksidator, dan gas NO2 dari nitrit atau nitrat (dapat membirukan
kertas KI-kanji).
• Zat yang menghasilkan uap ungu, yaitu: I2 dari garam iodida atau iodat yang tercampur
dengan zat asam.
• Zat yang menghasilkan uap yang tidak berwarna dan tidak berbau. Zat-zat tersebut,
antara lain:
o CO2 yang berasal dari garam-garam karbonat (diuji dengan air barit); CO dari garam-
garam oksalat atau format (diuji dengan pembakaran dan menghasilkan warna biru);
o O2 (diuji dengan pembakaran dan menghasilkan nyala kayu berpijar) dari oksida-
oksida tinggi, garam-garam perhalat, halat, permanganat, persulfat, nitrat, dan nitrit;
o H2 dari garam format (diuji dengan pembakaran dan dapat menghasilkan letusan);
o dan N2 dari amonium nitrat yang dapat memadamkan nyala.
• Zat yang menghasilkan uap tidak berwarna tapi berbau, misalnya: HCN atau (CN)2 yang
berasal dari garam-garam sianida (berbau pahit) dan H2S dari tiosianat atau sulfida serta
air (bila perlu diuji dengan Pb(CH3COO)2).

Anda mungkin juga menyukai