Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

X-RAY

Dosen Pengampu : Helina Helmy M.Sc

OLEH :
Fahira giyanti 2013551005
Faradilla maharani 2013351006
Hesi nirva diana 2013351007
Laila Atika Hsb 2013351008

SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN POLIKTEKNIK


KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG
2021
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang


Penentuan karakter struktural material, baik dalam bentuk pejal atau partikel,
kristalin atau amorf, merupakan kegiatan inti dalam ilmu material. Pendekatan
umum yang diambil adalah meneliti material dengan berkas radiasi atau partikel
berenergi tinggi. Radiasi bersifat elektromagnetik dan dapat bersifat
monokromatik maupun polikromatik. Dengan memanfaatkan hipotesa de Broglie
mengenai kualitas frekuensi radiasi dan momentum partikel, maka gagasan
tentang panjang gelombang dapat diterapkan dalam eksitasi elektron.
Sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ
= 400 – 800nm). Apabila elektron ditembak dengan cepat dalam suatu ruang
vakum maka akan dihasilkan sinar X. Radiasi yang dipancarkan dapat
dipisahkan menjadi dua komponen yaitu (a) spektrum kontinu dengan rentang
panjang gelombang yang lebar dan (b) spektrum garis sesuai karakteristik logam
yang ditembak.
Gejala interferensi dan difraksi adalah hal umum dalam bidang cahaya.
Percobaan fisika dasar standar untuk menentukan jarak antar kisi dilakukan
dengan mengukur sudut berkas difraksi dari cahaya yang diketahui panjang
gelombangnya. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah kisi bersifat periodik dan
panjang gelombang cahaya memiliki orde yang sama dengan jarak kisi yang akan
ditentukan.
Percobaan ini secara langsung dapat dikaitkan dengan penerapan sinar X
untuk menentukan jarak kisi dan jarak antar atom dalam kristal.pembahasan
difraksi kisi kristal dengan kisi-kisi tiga dimensional cukup rumit, namun Bragg
menyederhanakannya dengan menunjukkan bahwa difraksi ekivalen dengan
pemantulan simetris oleh berbagai bidang kristal, asalkan persyaratan tertentu
dipenuhi.
Pemanfaatan metode difraksi memegang peranan penting untuk analisis
padatan kristalin. Selain untuk meneliti ciri utama struktur, seperti parameter kisi
dan tipe struktur kristal, juga dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti
susunan berbagai jenis atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, ukuran butir
dan lain-lain.

1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengoperasian instrumen
difraksi sinar – X PHYWE dalam karakterisasi bahan dan menentukan ukuran
butir (grain size) kristal Lif dengan prinsip sinar-X.
BAB II

TINJAUAN
2.1 Dasar
Teori PUSTAKA

2.1.1 Dasar Produksi Sinar-X

Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar


200 eV sampai 1 MeV. Sinar-X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron
eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar-X memilki panjang
gelombang 10-5 – 10 nm, berfrekuensi 1017 -1020 Hz dan memiliki energi 103 -
106 eV. Panjang gelombang sinar-X memiliki orde yang sama dengan jarak antar
atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. Sinar-X dihasilkan
dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip
dasar ini, maka alat untuk menghasilkan sinar-X harus terdiri dari beberapa
komponen utama, yaitu : a. Sumber elektron (katoda) b. Tegangan tinggi untuk
mempercepat elektron c. Logam target (anoda) Ketiga komponen tersebut
merupakan komponen utama suatu tabung sinar-X. Skema tabung sinar-X dapat
dilihat pada gambar :

(chorkendroff,2003).
Salah satu cara untuk membangkitkan sinar-x adalah dengan cara
menembakan elektron yang berenergi kinetik (berkecepatan) tinggi pada
suatu target (anoda).
Pembangkit (sumber) sinar-x jenis ini berdasarkan keadaan target (anoda) dapat
dibedakan menjadi dua jenis sumber sinar-x, yaitu sumber sinar-x yang beranoda
diam (fixed anode x- ray source) dan sumber sinar-x dengan anoda berputar
(rotating anode x-ray source). Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka
intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal
ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh
atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada
yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan karena fasanya sama. Hukum Bragg merupakan perumusan
matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang
dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan
antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target (Kittel,1991).
2.1.2 Difraksi Sinar-X Oleh Kristal

Sinar-X dapat terbentuk bilamana suatu logam sasaran ditembaki dengan


berkas elektron berenergi tinggi. Dalam eksperimen digunakan sinar-X yang
monokromatis. Kristal akan memberikan hamburan yang kuat jika arah bidang
kristal terhadap berkas
sinar-X (sudut θ) memenuhi persamaan Bragg, seperti ditunjukkan dalam
persamaan berikut (Callister, 2003)
2d sin θ = nλ
dimana : d = jarak antar bidang dalam

kristal θ = sudut deviasi

n = orde (0,1,2,3,

…..) λ = panjang

gelombang

Difraksi sinar-X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer,


termasuk tentang keadaan amorf dan kristalin polimer. Polimer dapat mengandung
daerah kristalin yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram
sinar-X polimer kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam, sedangkan
polimer amorf cenderung menghasilkan puncak yang melebar (Iguchi, 1999). Pola
hamburan sinar-X juga dapat memberikan informasi tentang konfigurasi rantai
dalam kristalit, perkiraan ukuran kristalit, dan perbandingan daerah kristalin dengan
daerah amorf (derajat kristalinitas) dalam sampel polimer (Jenkins, 1995).
Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh
atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa
tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Berdasarkan persamaan
Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal
itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan
jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh
detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak
bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan
yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu
bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi
(Guinier,1963).

Gb : ilustrasi Hukum Bragg


Difraksi hanya terjadi ketika Hukum Bragg memenuhi kondisi untuk interferensi
kontruktif (sinar-x 1 & 2) dari bidang-bidang dengan jarak d (Guinier,1963).
2.1.3 Ukuran Butir Kristal

Ukuran butir kristal mempengaruhi sifat statistik yang berkaitan dengan


perilaku mekanik. Untuk mengetahui pengaruh ukuran pada kekasaran permukaan.
Perlu diketahui bahwa ukuran nyata tidak diperhitungkan karena model kristal
tidak mencerminkan ukuran sebenarnya. Pengenalan variabel yang lebih tinggi
seperti gradien regangan atau variabel nonlokal yang mencakup berbagai tertentu
jarak fisik adalah cara promissing untuk menangkap efek ukuran nyata dalam butir
kristal (smith,2006).
Batas butir adalah batas dua struktur kristalografi dari kristal tunggal baja dan
larutan padat. Paduan umumnya memiliki banyak kristal yang dapat diamati
dengan mikroskop. Baja berkristal BCC yang mengandung unsur paduan dalam
bentuk larutan padat disebut ferit. Struktur ferit pada dasarnya adalah besi murni
yang mengandung unsur paduan dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada fasa
tunggal bahan terdiri atas sejumlah kristal tunggal atau butir. Semua butir memiliki
struktur kristal dan komposisi kimia yang sama, perbedaan terletak pada orientasi
yang mengakibatkan terjadinya batas kristal atau lebih umum disebut batas butir
antar kristal atau batas butir. Susunan atom pada batas butir sangat tidak beraturan
bila dibandingkan dengan susunan atom dalam butir. Tampakan foto mikro 2
dimensi dari batas butir adalah sejumlah garis, tetapi dalam kenyataannya, batas
butir merupakan permukaan antar kristal. Pergerakan atom sepanjang batas butir
lebih cepat dibanding pergerakan atom melalui susunan kristal (French,1983).

Gb: pembentukan butir kristal


Besar butir tergantung pada laju pendinginan, pendinginan lambat
menghasilkan butir halus (banyak), pendinginan cepat butir kasar (sedikit).karena
batas butir berpengaruh atas material dalam berbagai hal, perlu diketahui besar
daerah batas butir persatuan volum, 𝑆𝑉.
𝑆𝑉 ditentukan dengan menarik suatu garis pada gambar struktur mikro, bila garis
tersebut memotong lebih banyak batas butir disebut berbutir halus sedangkan bila
lebih sedikit disebut berbutir kasar. Hubungan 𝑆𝑉 adalah :
𝑆𝑉 = 2 𝑃𝐿
Dimana PL adalah jumlah titik potong antara garis dengan panjang satuan dan
panjang butir(Bransden,1991)
BAB III

METODOLGI

3.1 Alat dan Bahan

Pada praktikum ini digunakan beberapa alat dan bahan. Bahan yang digunakan
adalah padatan kristal LIF. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain sebuah
instrumen diffraksi sinar-X PHYWE dan 3 jenis Kolimator yaitu kolimator kecil,
kolimator sedang dan kolimator bear.
3.2 Tata Laksana Percobaan

Percobaan difraksi sianar-X dimulai dengan menyalakan tombol power di


belakang sinar-X PHYWE. Selanjutnya setelah instrumen menyala, bagian jendela
dibuka dan sampel (padatan kristal LIF) dipasang dan dipasang juga kolimator di
sebelah kiri bagian dalam ruangan. Pada percobaan yang pertama digunakan terlebih
dahulu kolimator keci. Setelah sampel dan kolimator kecil telah dipasang, langkah
selanjutnya adalah jendela ditutup dengan rapat. Jendela harus ditutup rapat agar tidak
terjadi radiasi sumber sinar-X ke bagian luar ketika XRD dijalankan. Selain itu jika
jendela tidak ditutup rapat maka instrumen tidak akan bekerja memindai sampel.
Langkah berikutnya XRD dioperasikan melalui komputer dengan program “measure”.
Cara menjalankannya adalah klik start lalu klik measure. Dan komputer akan
menampilkan tampilan awal program kemudian klik ok. Selanjutnya klik file
kemudian klik Newmeasurement. Kemudian muncul tampilan di monitor lalu diisi
data sampel yang akan diuji yaitu kristal LIF, penggunaan daya, domain yang diukur
dan penggunaan kolimator atau filter. Pada percobaan yang pertama digunakan
kolimator kecil dan tidak menggunakan filter jadi pada monitor diklik no filter.
Kemudian starting angel detector diatur pada 20° dan stopping angel detektor diatur
pada sudut 60°. Setelah semuanya diisi dengan benar lalu klik Continue. Untuk mulai
pengukuran klik start measurement. Setelah selesai kemudian klik stop measurement.
Setelah pengukuran selesai, data yang diperoleh disimpan. Cara penyimpanan data
file.txt dengan cara klik measurement → export data → centang save to file lalu Ok.
Selanjutnya dilakukan percobaan yang kedua dengan mengganti kolimator sedang
dan percobaan yang terahir untuk kolimator besar. Langkah yang dilakukan sama
halnya dengan percobaan yang pertama.
4.1 Data Percobaan
4.1.2 Kolimator Sedang

4.1.1 Kolimator Kecil


10

20

30

40

50

60

10

15

20

25

30
0

5
0

20 20
21,4 21,4
22,8 22,8
24,2 24,2
25,6 25,6
27 27
28,4 28,4

ANALISA DAN PEMBAHASAN


29,8 29,8
31,2 31,2
32,6 32,6
34 34

BAB IV
35,4 35,4
36,8 36,8
38,2 38,2
39,6 39,6
41 41
42,4 42,4
43,8 43,8
45,2 45,2
46,6 46,6
48 48
49,4 49,4
50,8 50,8
52,2 52,2
53,6 53,6
55 55
56,4 56,4
57,8 57,8
59,2 59,2
4.1.3 Kolimator Besar
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

36

52
20
21,6
23,2
24,8
26,4
28
29,6
31,2
32,8
34,4

37,6
39,2
40,8
42,4
44
45,6
47,2
48,8
50,4

53,6
55,2
56,8
58,4
60
4.2 Perhitunga

n θ = θ2 –

θ1

λ = 54.18

pm k = 0,94
𝑘𝜆
𝐵=
𝐿
𝐿= 𝑐𝑜𝑠𝜃
𝑘𝜆

𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃
4.2.1 kolimator Kecil
θ = (39,6-38,2)o = 1,4o
B = 39,35-38,55 = 0,8o = 0,8° × (𝜋/180)𝑟𝑎𝑑 = 0,013968253 rad
𝑘𝜆
𝐿 = 𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃

0,94 𝑥 54,18
= 0,013968253 = 3647,16 pm
cos (1,4)

4.2.2 Kolimator Sedang

Puncak 1
θ = (38-37)o = 1o
B = 37,8-37,2 = 0,6o = 0,6° × (𝜋/180)𝑟𝑎𝑑 = 0,01047619 rad
𝑘𝜆
𝐿 = 𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃

0,94 𝑥
=
54,18 = 4862,16 pm
0,01047619
cos (1)

Puncak 2
θ = (39,8-38,1)o = 1,7o
B = 39,7-38,3 = 1,4o = 1,4° × (𝜋/180)𝑟𝑎𝑑 = 0,02444444 rad

𝑘𝜆
𝐿 = 𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃

0.94 𝑥
=
54.18 = 2084,385 pm
0,02444444
cos (1,7)
4.2.3 Kolimator Besar

Puncak 1
θ = (39,2-38,1)o = 1,1o
B = 38,9 – 38,4 = 0,5o = 0,5° × (𝜋/180)𝑟𝑎𝑑 = 0,00873016 rad
𝑘𝜆
𝐿 = 𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃

0,94 𝑥
=
54,18 = 5834,78 pm
0.00873016
cos (1,1)

Puncak 2
θ = (39,6-38,1)o = 1,5o
B = 39,4-38,5 = 0.9o = 0,9° × (𝜋/180)𝑟𝑎𝑑 = 0,015714285 rad

𝑘𝜆
𝐿 = 𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃

0.94 𝑥 54.18
= 0,015714285 = 3242,06 pm
cos (1,5)

4.3 Pembahasan

4.3.1 Analisa Prosedur

Pada percobaan kali ini digunakan instrumen diffraksi sinar-X PHYWE untuk
menentukan ukuran butir kristal LIF menggunakan prinsip sinar-X. Digunakan tiga
jenis kolimator yaitu kolimator kecil, kolimator sedang dan kolimator besar.
Penggunaan tiga jenis kolimator ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh ukuran kolimator yang digunakan terhadap hasil pengukuran ukuran butir
kristal yang diperoleh. Setelah dipasang sampel (padatan kristal LIF) dan kolimator
selanjutnya sebelum percobaan dimulai, jendela harus ditutup dengan rapat.
Perlakuan ini bertujuan agar tidak terjadi radiasi sumber sinar- X ke bagian luar
ketika XRD dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup rapat maka
instrumen tidak akan bekerja memindai sampel. Kemudian diatur sudut sampel
pada 20°. Perlakuan ini bertujuan agar sinar-X yang ditembakkan dapat mengenai
sampel karena jika sudut sampel 0° maka sinar-X akan lewat tanpa mengenai
sampel. Dan pada stopping angel detektor diatur pada sudut 60°, ini menunjukkan
bahwa proses pengukuran akan berhenti pada saat detektor dalam posisi 60° , agar
tidak terlalu lama. Digunakan kenaikan sudut 0.2°, artinya setiap sampel diputar
0.2° maka dilakukan pengukuran sampai detektor dalam posisi 60°. Saat detektor
dalam posisi 60° maka pengukuran akan berhenti.
4.3.2 Analisa Hasil

Berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan, dapat dilihat pada masing
masing jenis kolimator terdapat perbedaan baik secara grafik maupun
perhitungan. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kolimator kecil menghasilkan
grafik yang mempunyai perbedaan cukup signifikan dari grafik kolimator sedang
dan kolimator besar. Pada kolimator kecil, jarak antara puncak (paling tinggi)
dengan puncak lainnya berdekatan, tidak ada puncak kecil ditengahnya sehingga
setelah dilakukan smooting hanya terdapat satu puncak saja yang paling tinggi.
Sedangkan pada kolimator sedang dan kolimator besar, terdapat jarak antara
puncak (paling tinggi) satu dengan puncak paling tinggi lainnya. Diantara kedua
puncak tersebut terdapat puncak kecil. Setelah dilakukan smooting terdapat dua
puncak paling tinggi.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan
akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak
difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat
intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD
mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga
dimensi.
Berdasarkan hasil perhitungan untuk kolimator kecil hanya ada satu puncak
dan diperoleh nilai ukuran butir kristal 3647,16 pm. Sedangkan untuk kolimator
sedang pada puncak pertama nilai ukuran butir kristal 4862,16 pm dan untuk
puncak ke dua diperoleh 2084,385 pm. Untuk kolimator besar, pada puncak
pertama diperoleh nilai ukuran butir kristal 5834,78 pm dan pada puncak ke dua
diperoleh 3242,06 pm. Ukuran butir kristal yang diperoleh ini mungkin berbeda
dari analisa masing masing individu karena penarikan garis yang dilakukan tiap
individu pasti berbeda.
Penggunaan kolimator kecil akan menyebabkan intensitas berkas sinar-X
yang diterima detektor akan semakin rendah sehingga diperlukan waktu yang
lebih lama untuk mendapatkan data yang baik dibandingkan jika menggunakan
kolimator sedang atau besar intensitas berkas sinar-X yang diperoleh detektor akan
semakin tinggi namun semakin besar kemungkinan mengalami hamburan saat
sinar-X ditembakkan, sehingga tingkat keakurasian data yang diperoleh kurang
baik. Oleh karena itu disarankan menggunakan kolimator kecil dalam pengukuran
menentukan ukuran butir kristal
Lithium Fluoride (LiF) adalah bahan dengan transmisi UV paling tinggi
dari bahan apapun dan digunakan untuk optik UV khusus. Lithium fluoride
dapat mentransmisikan secara signifikan ke wilayah VUV di garis hidrogen
Lyman-alpha (121nm). Lithium fluoride juga digunakan untuk X-ray piring
monokromator dimana jarak kisi yang membuat analisis kristal paling berguna.
Lithium fluoride merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia LiF.
Senyawa ini berwarna bening, strukturnya padat, transisinya menjadi berwarna
putih dengan
mengurangi ukuran kristalnya. Meskipun tidak berbau, lithium fluoride memiliki
rasa pahit-garam. Strukturnya analog dengan natrium klorida, tetapi jauh lebih
sedikit larut dalam air. Hal ini terutama digunakan sebagai komponen dari garam
cair. Pembentukan LiF melepaskan salah satu energi tertinggi per massa reaktan.
Lithium Fluoride (LiF) memiliki indeks bias terendah dari semua bahan
inframerah pada umumnya. LiF juga memiliki transmisi UV tertinggi dari bahan
apapun. LiF sedikit larut dalam air, sementara larut dalam HDF dan asam lainnya.
Properti dari Lithium Fluoride (Lif)
Sifat Nilai
Kerapatan (g/𝑐𝑚3) 6.51
Titik Lebur (°C) 2310
Co-Efisien Ekspansi termal
(x10−6/°C) 37
Konstanta Dielektrik (Gpa)
9.1
Modulus Young 64.8
Indeks bias pada 1.0μm
1.3871
1

Lithium fluoride yang paling banyak digunakan sebagai fluks dalam produksi
keramik, seperti enamel, gelas dan glasir. Demikian juga digunakan dalam mematri
dan pengelasan fluks dan kimia garam cair dalam metalurgi. LiF juga digunakan
untuk X-Ray monokromator piring sebagai analisis kristal, bahan Panas sink dan
jendela transmisi UV.
BAB V

KESIMPULA

5.1 Kesimpulan

Pada percobaan ini digunakan XRD jenis PHYWE yang


memanfaatkan prinsip pembiasan cahaya untuk menentukan ukuran butir Kristal.
Ketika sinar X menumbuk kristal,sebenarnya elektron yang terdapat di sekeliling
atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya pemantulan. Makin banyak jumlah
elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas
pemantuklan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan akan mengakibatkan
makin jelasnya spot yang terekam. Ini digambarkan oleh trend grafik yang
mengalami penaikan serta penurunan yang signifikan. Penggunaan kolimator kecil
akan menyebabkan intensitas berkas sinar-X yang diterima detektor akan semakin
rendah sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan jika menggunakan
kolimator sedang atau besar intensitas berkas sinar-X yang diperoleh detektor akan
semakin tinggi namun semakin besar kemungkinan mengalami hamburan saat sinar-
X ditembakkan, sehingga tingkat keakurasian data yang diperoleh kurang baik.

5.2 Saran

Sebaiknya dipahami terlebih dahulu tata laksana percobaan sebelum


melakukan praktikum. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan
peraktikum.
DAFTAR
PUSTAKA

Callister, William. D. 2003. Fundamentals of Materials Science and Engineering. John


Wiley and Sons: New York

C, Kittel.1991. Introduction to Solid State Physics, 6th ed., John Wiley & Sons, Inc:New

York. French, D.N. 1983.Metallurgical Faikures in Fossil Fired Boilers. John Wiley &

Sons: New York.

Guinier, A. (1963), X-ray diffraction in crystals, imperfect crystals and amorphous


bodies, W.H. Freeman, San Francisco: New York

I.chorkendroff, J.W. Niemantsverdiet. 2003. Concepts of Modern Catalysis and Kinetics.


Wliey-VCH GmbH&Co:New York.
Smith,Leslie.dkk. 2006.Springer Handbook of Materials Measurement Methods. Springer
Science and Bussines Media,Inc: United State of America

Anda mungkin juga menyukai