Anda di halaman 1dari 8

ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

“NEW NORMAL” SEBAGAI MOMENTUM KEBANGKITAN EKOWISATA:


Sebuah Kajian Awal tentang Daya Dukung Lingkungan Pascapandemi Covid-19

Andreas Rudiyanto1, Eko Sugiarto2


1
Prodi D-3 Perhotelan, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo, Yogyakarta, Indonesia,
Email: rudiyanto_andreas@yahoo.com
2
Prodi S-1 Pariwisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo, Yogyakarta, Indonesia,
Email: ekostipram@gmail.com

ABSTRAK
Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal dalam kehidupan. Salah satu yang cukup menonjol adalah
perubahan perilaku. Istilah “new normal” kemudian menjadi sangat populer. Padanan terhadap istilah ini dalam
bahasa Indonesia kemudian bermunculan, antara lain “kenormalan baru”, “normal baru”, “tatanan kehidupan
baru”, dan masih banyak lagi yang semua mengacu kepada “keadaan normal yang baru”. Keadaan normal baru
ini antara lain (1) memakai masker ketika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya; (2) mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan
cairan antiseptik berbasis alkohol/handsanitizer; (3) menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain serta
menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan; serta (4) meningkatkan daya tahan tubuh dengan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Dalam konteks “menjaga jarak minimal satu meter dengan orang
lain serta menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan” inilah pembahasan tentang daya dukung
lingkungan di bidang pariwisata dibahas dalam artikel ini. Dengan demikian, tujuan penulisan artikel ini adalah
untuk memberikan sebuah perspektif terhadap penerapan konsep daya dukung lingkungan di destinasi pariwisata
pascapandemi Covid-19. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur terhadap dokumen
yang membahas tentang “new normal” dan ekowisata dikaitkan dengan kondisi kekinian. Berdasarkan hasil
kajian terhadap berbagai literatur tersebut, penulis menyimpulkan bahwa “new normal” merupakan sebuah
kondisi yang bisa dijadikan sebagai momentum kebangkitan ekowisata, khususnya terkait dengan penerapan
konsep daya dukung lingkungan di destinasi pariwisata.

Kata Kunci: New Normal; Ekowisata; Daya Dukung Lingkungan

NEW NORMAL AS A MOMENTUM OF ECOTOURISM RESURRECTION:


An Early Study on Carrying Capacity After Covid-19 Pandemic

ABSTRACT
Covid-19 pandemic has changed many things in life. One that is quite prominent is the behavior changing. The
term "new normal" then became very popular. Many equations of this term appear in Bahasa Indonesia, such as
“kenormalan baru”, “normal baru”, “tatanan kehidupan baru”, and many more which all refer to "a new
normal condition". These new normal conditions include (1) wearing a mask when leaving the house or
interacting with other people whose health status is unknown; (2) washing hands using soap with running water
or using an alcohol-based antiseptic liquid / hand-sanitizer; (3) keep a one-meter minimum distance from other
people and avoid a group of people, crowd, and crammed into a public space; and (4) increase endurance by
implementing clean and healthy living behaviors. Keeping a one-meter minimum distance from other people and
avoiding a group of people, crowd, and crammed into a public space is a discussion of carrying capacity of
tourism discussed in this article. Thus, the purpose of this writing is to provide a perspective about an
implementing concept of carrying capacity in tourism destinations after the Covid-19 pandemic. The method
used in collecting data in this study is a literature review on documents that discuss the "new normal" and
ecotourism associated with current conditions. Based on the results of those kinds of literature, the author

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
Doi: 10.36275/mws
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

concludes that "new normal" is a condition that can be used as a momentum for the rise of ecotourism,
especially related to the implementation of the concept of carrying capacity in tourism destinations.

Keywords: New Normal, Ecotourism, Carrying Capacity

I. PENDAHULUAN twitter Sekretariat Kabinet memperkenalkan


kembali istilah “new normal” sebagai
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia
“sebuah tatanan kehidupan baru” dengan
secara resmi menyatakan Covid-19 sebagai
menuliskan bahwa “PSBB tidak dicabut, tapi
pandemi pada 11 Maret 2020 (Valerisha dan
kita harus memiliki sebuah tatanan
Putra, 2020), upaya pencegahan dan
kehidupan baru (new normal) untuk bisa
pengendalian COVID-19 telah dilakukan
berdampingan dengan Covid-19.” (Habibi,
oleh berbagai negara. Menurut Menteri
2020).
Pariwisata dan Ekono mi Kreatif
Wishnutama Kusubandio (Redaksi Venue, Di tengah keterpurukan industri
2020), langkah yang diambil pemerintah pariwisata karena virus korona, era “new
Republik Indonesia dan pemerintah negara normal” yang disampaikan Presiden Joko
penyumbang wisatawan mancanegara yang Widodo memberi sedikit harapan bagi sektor
potensial berkunjung ke Indonesia dengan pariwisata. Beberapa daerah telah
cara menutup akses keluar-masuk negara mempersiapkan segala hal terkait dengan
masing-masing guna mencegah penyebaran rencana pembukaan destinasi pariwisata di
COVID-19 mengakibatkan banyak rute era “new normal” dengan menerapkan
penerbangan tidak beroperasi sehingga protokol kesehatan yang kemudian diatur
aktivitas pariwisata mandek. secara resmi dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia dengan
Catatan Badan Pusat Statistik
Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020
menunjukkan bahwa penurunan kunjungan
tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat
wisatawan mancanegara terjadi pada bulan
di Tempat dan Fasilitas Umum dalam
Maret 2020 sebesar 45,50 persen jika
Rangka Pencegahan dan Pengendalian
dibanding bulan Februari 2020, sementara
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang
jika dibanding bulan Maret 2019 turun
ditetapkan dan mulai berlaku tanggal 19 Juni
sebesar 64,11 persen (Redaksi Venue, 2020).
2020.
Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata
merupakan salah sektor yang paling Salah satu hal menarik yang patut
terdampak atas pandemi Covid-19. dicermati dalam Keputusan Menteri
Kesehatan tersebut adalah bahwa masyarakat
Presiden Joko Widodo mengadakan
punya peran penting dalam hal memutus
konferensi pers pada tanggal 31 Maret 2020
penularan COVID-19 agar tidak
untuk mespons pernyataan WHO tersebut
memunculkan sumber penularan baru di
dengan mengumumkan kepada publik
tempat yang terdapat pergerakan orang,
mengenai kebijakan yang dipilih Indonesia
terdapat interaksi antarmanusia, serta tempat
guna menyikapi COVID-19 sebagai pandemi
berkumpul orang. Dalam Keputusan Menteri
global berupa kebijakan Pembatasan Sosial
Kesehatan tersebut juga disebutkan bahwa
Berskala Besar (PSBB), yaitu pembatasan
meskipun dalam situasi pandemi COVID-19,
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
masyarakat harus dapat beraktivitas kembali
wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19
dengan melakukan adaptasi terhadap
sedemikian rupa untuk mencegah
kebiasaan baru yang lebih sehat, lebih bersih,
kemungkinan penyebarannya (Ristyawati,
dan lebih taat. Peran masyarakat untuk dapat
2020). Kebijakan ini kemudian diikuti
memutus mata rantai penularan COVID-19
dengan rencana pemberlakuan kebijakan lain
(baik risiko tertular maupun menularkan)
pada Akhir Mei 2020 dengan nama “new
normal”. Presiden Joko Widodo melalui akun harus dilakukan dengan menerapkan protokol
kesehatan (Biro Hukum dan Organisasi

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 75
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, II. HASIL DAN PEMBAHASAN


2020). 1. Permasalahan Daya Dukung Lingkungan
Penerapan protokol kesehatan yang dalam Ekowisata
menyangkut perlindungan kesehatan individu Definisi ekowisata menurut Masyarakat
dilakukan dengan menghindari masuknya Ekowisata Internasional (TIES) adalah
virus melalui hidung, mulut, dan mata. sebuah perjalanan yang bertanggung jawab
Tindakan yang disarankan antara lain adalah ke daerah-daerah yang masih alami dengan
dengan berusaha jaga jarak setidaknya satu cara mengonservasi lingkungan dan
meter dengan orang lain serta menghindari meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal
kerumunan. Hal ini menarik untuk (Nugroho, 2011; TIES, 2015). Konservasi
dibicarakan dalam konteks ekowisata, secara sederhana diartikan sebagai upaya
khususnya terkait konsep daya dukung untuk memelihara apa yang kita miliki.
lingkungan di destinasi pariwisata. Oleh Konservasi merupakan pengelolaan sumber
karena itu, penelitian ini mencoba menjawab daya secara bijaksana untuk menjamin
permasalahan tentang manfaat penerapan kesinambungan persediaannya dengan tetap
konsep “jaga jarak dengan orang lain serta memelihara dan meningkatkan kualitas
menghindari kerumunan, keramaian, dan nilainya (Sudarmadji dkk., 2011). Sumber
berdesakan” sebagai salah satu protokol daya di sini meliputi segala sesuatu yang ada
kesehatan pascapandemi Covid-19 dalam di sekitar manusia, baik itu unsur abiotik
konteks ekowisata, khususnya terkait konsep (termasuk di dalamnya tanah, air, udara, dan
daya dukung lingkungan di destinasi mineral), biotik (flora dan fauna), maupun
pariwisata. Dalam artikel ini daya dukung budaya.
lingkungan mengacu kepada daya dukung Upaya yang bisa dilakukan untuk
fisik (physical carrying capacity), yaitu menjaga kelestarian komponen fisik dan
jumlah maksimal wisatawan yang dapat hayati antara lain adalah dengan menerapkan
ditampung oleh luas area sebuah destinasi konsep daya dukung lingkungan di area
pariwisata. ekowisata. Dalam konteks kepariwisataan,
pengertian daya dukung lingkungan adalah
suatu kondisi di mana jumlah pengunjung
METODE
yang datang, durasi atau lama tinggal
Metode pengumpulan data yang pengunjung, serta pola perilaku pengunjung
digunakan adalah studi literatur terhadap di sebuah destinasi pariwisata dianggap
dokumen baik berupa buku, artikel jurnal, masih dalam batas aman dikaitkan dengan
maupun artikel di media massa dan internet dampak yang ditimbulkan baik kepada
yang membahas tentang “new normal” dan kepada masyarakat lokal, lingkungan,
ekowisata dikaitkan dengan kondisi kekinian. maupun perekonomian setempat sekaligus
Dengan demikian, jenis data yang digunakan tetap memungkinkan berkeberlanjutan untuk
adalah data sekunder. Hasil analisis terhadap kepentingan generasi yang akan datang
berbagai sumber pustaka tersebut digunakan (Sunaryo dalam Herlambang, 2016).
untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu
Daya dukung lingkungan sangat penting
bagaimana keterkaitan antara konsep “jaga
dalam ekowisata. Ekowisata yang
jarak dengan orang lain serta menghindari
menawarkan daya tarik utama komponen
kerumunan, keramaian, dan berdesakan”
hayati (biotik), misal pengamatan satwa
sebagai salah satu protokol kesehatan
seperti di Taman Nasional Way Kambas
pascapandemi Covid-19 dengan konsep daya
(Lampung), Taman Nasional Ujung Kulon
dukung lingkungan dalam ekowisata?
(Jawa Barat), Taman Nasional Baluran (Jawa
Jawaban atas pertanyaan ini kemudian
Timur), dan Taman Nasional Komodo
disimpulkan dan disajikan dalam bentuk teks
(NTT), harus memerhatikan daya dukung
naratif.
lingkungan karena jumlah wisatawan yang

76 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

berlebih pada lokasi-lokasi semacam ini kelangsungan perkembangan stalaktik dan


berpotensi mengganggu satwa yang ada di stalagmit sekaligus berisiko bagi wisatawan
lokasi tersebut sekaligus berpotensi merusak dan kelancaran penyusuran goa karena harus
tanaman yang ada di sana. Demikian juga berebut oksigen dengan biota yang ada di
halnya dengan ekowisata yang menawarkan dalam goa; (2) kerusakan pada fisik goa
daya tarik utama komponen fisik (abiotik), akibat tangan wisatawan yang sengaja
dalam kegiatan susur goa misalnya. Jumlah menyentuh maupun tidak sengaja
wisatawan yang melampaui daya dukung menyenggol stalaktik, stalagmit, dan relung
lingkungan berpotensi menimbulkan goa; serta (3) kebersihan air yang mengalir
kerusakan lingkungan fisik dan mengganggu menyusuri goa akan menjadi keruh dan
habitat satwa yang ada di sana sekaligus kotor.
mengganggu kenyamanan wisatawan karena Kondisi yang hampir sama juga terjadi
ruang gerak yang terbatas akibat berdesak- di Kebun Raya Cibodas yang ada di
desakan (Sugiarto, 2018). Kabupaten Cianjur (Jawa Barat).
Berdasarkan laporan penelitian Sasmita dkk.
Di beberapa destinasi pariwisata, daya
(2014), daya dukung lingkungan di tempat
dukung lingkungan menjadi permasalahan
ini ketika penelitian dilakukan masih bisa
yang serius. Jumlah wisatawan di Goa
menampung pengunjung sekaligus aktivitas
Pindul, Kabupaten Gunungkidul, DI
wisata yang mereka lakukan dengan baik.
Yogyakarta, yang melampaui daya dukung
lingkungan setiap akhir pekan (hari Sabtu Jika dilihat dari luas wilayah atau area
wisata, kebun raya ini mampu menampung
dan Minggu) dan pada saat masa liburan
549 wisatawan per hari dengan tetap
menimbulkan dampak negatif bagi destinasi
mempertimbangkan faktor biotik dan abiotik
pariwisata tersebut. Berdasarkan laporan
kawasan sekaligus kapasitas manajemennya.
penelitian Estheriani (2018), rata-rata jumlah
Berdasarkan kondisi aktual ketika penelitian
pengunjung tanpa mempertimbangkan masa
dilakukan, kunjungan tertinggi terjadi hari
low season dan peak season, Goa Pindul
Sabtu dan Minggu, hari libur nasional, serta
masih di bawah kapasitas daya dukung
libur panjang misal masa liburan sekolah
lingkungan, yaitu kurang dari 16.800
(Juni-Juli) dan libur Lebaran. Ketika hari
wisatawan per bulan. Meskipun demikian,
biasa, jumlah kunjungan wisatawan normal
jumlah pengunjung saat peak season per
dan tidak terlihat kepadatan.
bulan pada lima bulan pertama tahun 2017
Laporan Sasmita dkk. (2014) juga
mengalami peningkatan dan bahkan pada
menyebutkan bahwa pernah tercatat jumlah
bulan tertentu (Januari, April, dan Mei), daya
kunjungan tertinggi di Kebun Raya Cibodas
dukung lingkungan sudah melampaui.
yang menembus angka 17.000 wisatawan
Semestinya daya dukung lingkungan yang
dalam satu hari, yaitu ketika libur H+3
ideal adalah 16.800 wisatawan per bulan,
Lebaran tahun 2013, sementara angka
tetapi pada Januari mencapai 28.351
kunjungan terendah yang pernah terjadi
wisatawan (melebihi), Februari sebanyak
adalah 409 wisatawan dalam satu hari. Hal
15.805 wisatawan (mendekati), Maret
ini menunjukkan bahwa ketika masa puncak
sebanyak 15.574 wisatawan (mendekati),
musim liburan, kebun raya ini sudah
April mencapai 25.180 wisatawan
melebihi kapasitas daya dukung riilnya
(melebihi), dan Mei mencapai 27.040
sampai 28 kali lipat dari jumlah maksimal
wisatawan (melebihi).
yang diizinkan didasarkan kepada hasil
Menurut Pujani dan Sanjiwani (2017), perhitungan daya dukung lingkungan. Akan
kepadatan wisatawan pada hari-hari tertentu tetapi, ketika musim sepi liburan kebun raya
tersebut antara lain menyebakan (1) kadar ini masih mampu menampung wisatawan
gas karbondioksida lebih tinggi dengan baik karena jumlah wisatawan yang
dibandingkan kadar gas oksigen sehingga berkunjung masih berada di bawah batas
berakibat secara langsung terhadap maksimal jumlah wisatawan yang diizinkan.

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 77
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Keadaan yang jauh lebih baik terjadi di Menurut Fatubun (2020), “new normal”
Danau Batur, Kabupaten Bangli, Bali. semula merupakan istilah di dunia ekonomi
Laporan hasil penelitian Dewi (2020) dan bisnis yang merujuk kepada pembuat
menyebutkan ada beberapa penelitian yang kebijakan dunia bahwa ekonomi industri
mengindikasikan bahwa telah terjadi akan kembali ke “cara terbaru” pascakrisis
penurunan daya dukung lingkungan di keuangan tahun 2007-2008. Istilah ini
Danau Batur, akan tetapi tidak dirasakan diambil dari tulisan berjudul “Post-Subprime
oleh pengunjung. Salah satu penelitian yang Economy Means Subpar Growth as New
menunjukkan bahwa daya dukung Normal in U.S.” karya Rich Miller dan
lingkungan Danau Batur telah menurun Matthew Benjamin yang terbit tanggal 18
adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Mei 2008 di Bloomberg.
Pusat Pengendalian Pembangunan Istilah “new normal” kembali
Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, diperbincangkan setelah muncul dalam
Kementrian Lingkungan Hidup dan kolom opini yang ditulis Paul Glover
Kehutanan Republik Indonesia pada tahun Fatubun (2020). Tulisan Glover yang
2015 (dalam Dewi, 2020), yang berhasil ditayangkan tanggal 29 Januari 2009 di
mengidentifikasi permasalahan di Danau media daring Philadelphia Citypaper tersebut
Batur, antara lain berupa (1) kerusakan dan diberi judul “Prepare for the Best”. Menurut
penyempitan areal hutan; (2) alih fungsi Glover, sebagaimana ditulis Fatubun, istilah
lahan; (3) erosi dan sedimentasi; (4) “new normal” merupakan sebuah panduan
pencemaran air di danau; (5) pemanfaatan bagi penduduk Kota Philadelphia dalam
air yang berlebihan; serta (6) eutrofikasi. menghadapi isu pemanasan global. Dalam
Permasalahan yang berhasil diidentifikasi di konteks ini, “new normal” oleh Glover
atas menurut tim peneliti merupakan salah dianggap sebagai masa depan dunia yang
satu indikasi bahwa telah terjadi penurunan sangat memerhatikan isu lingkungan.
daya dukung lingkungan di Danau Batur. Lebih lanjut Fatubun (2020) menuliskan
Fenomena di Goa Pindul, Kabupaten bahwa istilah “new normal” semakin populer
Gunungkidul (DI Yogyakarta), Kebun Raya pada tahun 2010 setelah Mohamed A El-
Cibodas, Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Erian selaku Ketua PIMCO menyampaikan
dan Danau Batur, Kabupaten Bangli (Bali) kuliah umum berjudul “Navigating the New
adalah sedikit contoh tentang permasalahan Normal in Industrial Countries” tanggal 10
daya dukung lingkungan yang terjadi di Oktober 2010 yang disiarkan secara daring
destinasi pariwisata. Dalam konteks ke seluruh dunia. PIMCO adalah sebuah
kekinian, permasalahan tersebut menjadi lembaga manajemen investasi global yang
menarik jika dikaitkan dengan era “new fokus kepada manajemen pendapatan tetap
normal” pascapandemi Covid-19, khususnya aktif. El-Erian menyatakan bahwa istilah
terkait konsep “jaga jarak dengan orang lain “new normal” yang dia gunakan mengacu
serta menghindari kerumunan, keramaian, kepada artikel Rich Miller and Matthew
dan berdesakan” sebagai salah satu protokol Benjamin yang terbit di Bloomberg.
kesehatan pascapandemi Covid-19. Pascakuliah umum El-Erian, “new normal”
menjadi istilah yang sering digunakan media
2. Istilah “New Normal” Selayang Pandang besar seperti ABC News, BBC News, dan
Perubahan besar terjadi terhadap the New York Times dalam pemberitaan-
kehidupan manusia di seluruh dunia karena pemberitaan mereka. Istilah “new normal”
kemunculan virus Covid-19 yang memaksa bahkan dijadikan sebagai salah satu tema
munculnya kondisi baru dan pada akhinya dalam debat tahun 2012 antara calon
menciptakan suatu tatanan kehidupan sosial presiden Barack Obama dan Mitt Romney.
baru secara global (Habibi, 2020). Istilah Istilah “new normal”, seperti ditulis
“new normal” kemudian menjadi sangat Fatubun (2020), kembali ramai digunakan
populer. setelah Covid-19 menyebar ke seluruh dunia.

78 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Istilah “new normal” dalam konteks


pandemi Covid-19 awalnya digunakan oleh 3. “New Normal” dalam Konteks Daya
tim dokter di University of Kansas Health Dukung Lingkungan
System. Menurut tim dokter ini, pandemi Dalam era “new normal”, jaga jarak
Covid-19 telah menelan korban di seluruh dengan orang lain serta menghindari
dunia lebih dari 350.000 jiwa pada 27 Mei kerumunan, keramaian, dan berdesakan”
2020 dan hal ini bakal mengubah tatanan menjadi sesuatu yang sudah umum sebagai
hidup sehari-hari manusia, antara lain kontak salah satu upaya untuk pencegahan dan
fisik antarmanusia yang semakin dibatasi, pengendalian Covid-19. Jaga jarak menjadi
misalnya dalam hal berjabat tangan dan sebuah kebiasaan baru yang tanpa sadar telah
berpelukan. “disepakati” bersama oleh sebagian besar
Badan Pengembangan dan Pembinaan masyarakat. Menurut Habibi (2020),
Bahasa Kemendikbud Republik Indonesia “kesepakatan tanpa sadar” ini terjadi karena
menggunakan istilah “kenormalan baru” kebiasaan jaga jarak yang bisa terwujud
sebagai padanan istilah “new normal” yang sebagai akibat perubahan kehidupan sosial
mengacu kepada keadaan normal yang baru masyarakat selama terjadi pandemi Covid-
(Adit, 2020). Sementara Habibi (2020) 19. Jika Maltz menetapkan waktu 21 hari
menggunakan istilah “normal baru” yang untuk membentuk kebiasaan baru dan Lally
didefinisikan sebagai sebuah kondisi berdasarkan hasil kajiannya menetapkan
dan/atau kebiasaan sosial masyarakat atau waktu 66 hari guna mengubah pembiasaan
perilaku individu yang muncul setelah covid- menjadi kebiasaan baru (Habibi, 2020),
19 selesai. kebiasaan jaga jarak yang sebenarnya sudah
Kusnanto (2020) menuliskan bahwa dimulai sejak diberlakukan kebijakan PSBB
’normal baru’ (new normal) merupakan pada 31 Maret 2020 idealnya sudah lebih dari
aksentuasi kecenderungan sejak beberapa cukup karena jangka waktu seperti yang
tahun terakhir. Pandemi Covid-19 diungkapkan Maltz (21 hari) dan Lally (66
mengakselerasi perwujudan kecenderungan hari) tentu sudah terlampaui.
tersebut, dengan menghormati harkat dan
martabat manusia yang terancam oleh musuh Dalam konteks pariwisata, “jaga jarak
bersama dan melakukan langkah-langkah dengan orang lain serta menghindari
agar musuh bersama itu tidak menerkam diri kerumunan, keramaian, dan berdesakan”
sendiri atau orang lain. Melalui kebiasaan- selama ini memang belum menjadi
kebiasaan mendasar seperti cuci tangan, kebiasaan sehingga tidak mengherankan jika
pemakaian masker dan jarak fisik, sampai destinasi pariwisata di berbagai daerah pada
vaksin yang efektif dapat diberikan secara waktu-waktu tertentu (akhir pekan dan masa
massal kepada masyarakat. liburan, misalnya) selalu penuh sesak dijejali
Presiden Joko Widodo menggunakan wisatawan. Hal ini seperti yang terjadi antara
istilah “tatanan kehidupan baru” untuk lain di Goa Pindul, Kabupaten Gunungkidul
padanan “new normal”. Meskipun menurut (DI Yogyakarta), Kebun Raya Cibodas,
Baskoro (2020) pemunculan terminologi Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), dan Danau
“tatanan kehidupan baru” itu sendiri perlu Batur, Kabupaten Bangli (Bali), seperti yang
dikaji mendalam, dia menyatakan tidak sudah dibahas di bagian daya dukung
berlebihan jika Presiden Joko Widodo lingkungan di bagian lain tulisan ini.
menyebut “new normal” sebagai tatanan Fenomena semacam itu tentu akan
kehidupan baru karena “new normal” menimbulkan dampak negatif berupa
dimunculkan sebagai tindakan recovery kerusakan komponen biotik maupun abiotik
pandemi Covid-19 sebab yang harus ditata di destinasi pariwisata sekaligus mengurangi
baru lebih dari sekadar urusan teknis kenyamanan dan berpotensi mengancam
kesehatan seperti memakai masker, menjaga keselamatan wisatawan yang pada akhirnya
jarak, dan bersih-bersih. akan menjadi acaman bagi keberlanjutan

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 79
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

destinasi pariwisata yang bersangkutan. Oleh sangat umum karena baru sebatas kajian awal
karena itu, senyampang perilaku “jaga jarak” tentang daya dukung lingkungan di era “new
sudah menjadi kebiasaan hampir sebagian normal” pascapandemi Covid-19 dengan
besar masyarakat, tidak ada salahnya jika era sumber data sekunder. Penelitian lanjutan
“new normal” dijadikan sebagai momentum yang lebih detail dan berbasis data lapangan
untuk menerapkan konsep daya dukung tentang tema ini masih terbuka lebar untuk
lingkungan melalui pembatasan jumlah dilakukan.
pengunjung di destinasi pariwisata. Dengan
kata lain, era “new normal” bisa dijadikan REFERENSI
sebagai momentum kebangkitan ekowisata Adit, A. (2020). Ini Padanan Kata ‘New Normal’
yang berbasis konservasi. dari Badan Bahasa Kemendikbud.
Pembiasaan jaga jarak dengan orang lain https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/2
bisa dijadikan sebuah argumen bagi 6/152138171/ini-padanan-kata-new-
pengelola destinasi pariwisata untuk normal-dari-badan-bahasa-kemendikbud.
membatasi jumlah wisatawan yang Baskoro, H. (2020). Keistimewaan New Normal.
berkunjung ke sebuah destinasi pariwisata. Kedaulatan Rakyat, Tahun 75 (233), 11.
Meskipun demikian, keberhasilan upaya
Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal
pembatasan jumlah pengunjung ini hanya Kementerian Kesehatan. (2020). Keputusan
mungkin terwujud jika pengelola destinasi Menteri Kesehatan Republik Indonesia
pariwisata selaku winisatawan (host) dan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020
wisatawan (tourist) punya kesepahaman tentang Protokol Kesehatan bagi
bersama tentang konservasi. Dengan Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum
demikian, keberlanjutan destinasi pariwisata dalam Rangka Pencegahan dan
diharapkan bisa terealisasi sehingga Pengendalian Corona Virus Disease 2019
pariwisata selain dinikmati generasi sekarang (Covid-19). Jakarta.
sekaligus bisa diwariskan bagi kepentingan Dewi, R. I. (2020). Persepsi Masyarakat
generasi yang akan datang. terhadap Keunikan Alam Danau Batur,
Bali. JGG-Jurnal Green Growth dan
III. SIMPULAN Manajemen Lingkungan, Vol. 9 (1), 18--25.

Berdasarkan hasil kajian terhadap Estheriani, N. (2018). Analisis Dampak Ekonomi


berbagai literatur di atas, penulis dan Daya Dukung Kawasan Wisata Goa
Pindul, Gunungkidul, D.I. Yogyakarta.
menyimpulkan bahwa “new normal”
Skripsi. Bogor: Departemen Ekonomi
merupakan sebuah kondisi yang bisa Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas
dijadikan sebagai momentum kebangkitan Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
ekowisata, khususnya terkait dengan Bogor.
penerapan konsep daya dukung lingkungan
di destinasi pariwisata. Pembiasaan jaga Fatubun, A. (2020). Kapan Istilah New Normal
jarak dengan orang lain bisa dijadikan sebuah Pertama Kali Muncul? https://
ayobandung.com/read/2020/05/27/90702/ka
argumen bagi pengelola destinasi pariwisata
pan-istilah-new-normal-pertama-kali-
untuk membatasi jumlah wisatawan yang muncul.
berkunjung. Namun, keberhasilan upaya
pembatasan jumlah pengunjung ini hanya Habibi, A. (2020). Normal Baru Pasca Covid-19.
mungkin terwujud jika pengelola destinasi ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol.
pariwisata dan wisatawan punya 4 (1), 197--204.
kesepahaman bersama tentang keberlanjutan Herlambang, M. F. R., Wicaksono, A. D.,
destinasi pariwisata bagi kepentingan Hidayat, A. R. T. (2016). Kemampuan
generasi mendatang. Daya Dukung Lingkungan Wisata Tirta
Sebagai catatan penutup perlu penulis Nirwana Songgoriti. Jurnal Tata Kota dan
sampaikan bahwa tulisan ini masih bersifat Daerah, Vol. 8 (2), 57--62.

80 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Kusnanto, H. (2020). Memahami Era Normal


Baru. Kedaulatan Rakyat, Tahun 75 (232),
11.
Nugroho, I. (2011). Ekowisata dan
Pembangunan Bekelanjutan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pujani, L. P. K. dan Sanjiwani, P. K. (2017).
Eksploitasi Goa Pindul sebagai Speleo
Tourism di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Jurnal Analisis Pariwisata, Vol 17 (1), 17--
23.
Redaksi Venue. (2020). Triwulan Pertama 2020,
Kunjungan Wisman Turun 30,62%.
VENUE, Edisi 150, 8.
Ristyawati, A. (2020). Efektivitas Kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh
Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI
Tahun 1945. Administrative Law &
Governance Journal, Vol. 4 (2), 240--249.
Sasmita, E., Darsiharjo, dan Rahmafitria, F.
(2014). Analisis Daya Dukung Wisata
sebagai Upaya Mendukung Fungsi
Konservasi dan Wisata di Kebun Raya
Cibodas Kabupaten Cianjur. Jurnal
Manajemen Resort & Leisure Vol. 11 (2),
71--84.
Sudarmadji, Suprayogi, S., Widyastuti, M., dan
Harini, R. (2011). Konservasi Mata Air
Berbasis Masyarakat di Unit Fisiografi
Pegunungan Baturagung, Ledok Wonosari
dan Perbukitan Karst Gunung Sewu,
Kabupaten Gunungkidul. Jurnal
Teknosains, Vol. 1 (1), 42--53.
Sugiarto, E. (2018). Pengantar Ekowisata.
Cetakan Kedua. Yogyakarta: Khitah
Publishing.
The International Ecotourism Society/TIES.
(2015). TIES Announces Ecotourism
Principles Revision. https://www.
ecotourism.org/news/ties-announces-
ecotourism-principles-revision.
Valerisha, A. dan Putra, M. A. (2020). Pandemi
Global COVID-19 dan Problematika
Negara-Bangsa: Transparansi Data
sebagai Vaksin Socio-digital? Jurnal Ilmiah
Hubungan Internasional, Edisi Khusus
April 2020, 131--137.

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 81

Anda mungkin juga menyukai