Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) secara resmi menetapkan

Virus Corona atau yang disebut Covid-19 sebagai pandemi. Covid-19

mirip dengan penyakit sindrom pernafasan timur tengah (MERS-CoV) dan

sindrom pernafasan akut parah (SARS-CoV). Kasus terkonfirmasi Covid-

19 telah menjangkiti semakin banyak orang di dunia. Virus ini menyerang

sistem pernapasan dan bisa menyebabkan gangguan ringan pada

sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Worldometers, WHO menekankan bahwa penggunaan istilah pandemi

tidak berarti ada anjuran yang berubah. Semua negara tetap diminta untuk

mendeteksi, mengetes, merawat, mengisolasi, melacak, dan mengawasi

pergerakan masyarakat (Hamadi, Syarweni, 2020). Di sisi lain Covid-19

telah mengakibatkan angka kematian (mortality) yang tinggi (Taufik, Eka,

2020).

Angka kematian yang diakibatkan Covid-19 pada tanggal 5

September 2020 dalam skala global data menunjukkan sebanyak

26,310,505 terkonfirmasi Covid-19 dengan jumlah 868,810 meninggal dan

sekitar 17,525,973 orang dinyatakan sembuh. Di Indonesia menunjukkan

angka pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 190,665 dari

angka tersebut sebanyak 7,940 dinyatakan meninggal sedangkan 136,401

dinyatakan sembuh. Di Provinsi Jatim menunjukkan angka pasien yang

1
2

terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 34,278 dengan jumlah 2,425

orang meninggal sedangkan 26,777 dinyatakan sembuh. Dalam lingkup

yang lebih kecil yaitu kabupaten Banyuwangi menunjukkan angka pasien

yang terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 851, dengan jumlah 17 orang

meninggal sedangkan sebanyak 118 orang dinyatakan sembuh (Situs

Informasi dan Pantauan Covid-19 Banyuwangi, 2020).

Pemerintah telah memberikan himbauan-himbauan kepada

masyarakat dalam mengatasi pandemi ini agar cepat teratasi, masyarakat

Indonesia masih banyak yang tidak menerapkan protokol kesehatan

sehingga jumlah masyarakat yang terkonfirmasi Covid-19 setiap harinya

terus meningkat yang akhirnya membuat pemerintah menggambil langkah

new normal. “New normal” merupakan perubahan perilaku untuk tetap

menjalankan aktivitas normal namun ditambah menerapkan protokol

kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19 (Wahyudi,

2020).

Langkah pemerintah untuk menekan penyebaran pandemi Covid-

19 di era new normal salah satunya dengan menerapkan protokol

kesehatan di tempat umum atau fasilitas umum. Tempat dan fasilitas

umum yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut salah

satunya ialah lokasi daya tarik wisata (Kemenkes, 2020). Banyuwangi

merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang paling siap dalam

menerapkan era new normal untuk sektor pariwisata (DetikNews, 2020).


3

Jumlah kunjungan wisatawan domestik sejak tahun 2013 hingga

tahun 2019 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Tahun 2013

wisatawan domestik yang mengunjungi Kabupaten Banyuwangi sejumlah

1.057.952 orang dan di tahun 2019 jumlah wisatawan domestik yang

mengunjungi Kabupaten Banyuwangi menjadi 5.307.054 orang.

Keindahan Banyuwangi menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun

mancanegara. Terbukti dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di

Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 sebanyak 10.462 orang,

meningkat signifikan menjadi 101.622 orang di tahun 2019 (Disparbud

Banyuwangi, 2019).

Selama pandemi Covid-19 hingga penerapan era new normal pada

tahun 2020 terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara secara

drastis hingga 60 persen sedangkan untuk kunjungan wisatawan domestik

dilihat dari jumlah unit hotel yang sudah di pesan masih stabil hingga 90

persen (Merdeka, 2020). Dengan minat wisatawan di banyuwangi yang

cukup tinggi tersebut, mengharuskan wisatawan domestik maupun

wisatawan mancanegara untuk menerapkan protokol kesehatan secara

ketat (Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Banyuwangi, 2020).

Sebagaimana keputusan Menteri Kesehatan No.

HK.01.07/MENKES/382/2020, tentang Protokol Kesehatan Bagi

Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum. Menkes Terawan Agus

Putranto mengatakan tempat dan fasilitas umum merupakan area dimana

masyarakat melakukan aktifitas kehidupan sosial dan berkegiatan dalam


4

memenuhi kebutuhan hidupnya. Risiko pergerakan orang dan

berkumpulnya masyarakat pada tempat dan fasilitas umum, memiliki

potensi penularan Covid-19 yang cukup besar (Kemenkes, 2020).

Protokol New Normal saat berlibur di tempat wisata menekankan

konsep kebersihan, kesehatan, dan keselamatan (Cleanliness, Health, and

Safety atau disebut CHS). Konsep CHS merupakan strategi yang dirancang

oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) agar

pekerja sektor wisata tetap bisa produktif dan aman di tengah pandemi

(Pinemo, 2020). Protokol kesehatan berlaku bagi siapa saja yang terlibat

atau berada di tempat dan fasilitas umum. Prinsipnya protokol kesehatan

di tempat dan fasilitas umum harus memuat perlindungan kesehatan

individu seperti memakai masker, cuci tangan dengan sabun, jaga jarak

fisik dengan orang lain, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan

perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS (Kemenkes,2020).

Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia

dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi

oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor

di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri di

tentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi

(predisposing factors) faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

seseorang seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

dll. Faktor pendukung (enabling factors) faktor yang memfasilitasi

perilaku individu atau kelompok termasuk keterampilan meliputi


5

ketersedian fasilitas atau sarana kesehatan, dan faktor pendorong

(reinforcing factors) faktor yang mendorong sehingga memperkuat

terjadinya perilaku meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

(Notoatmodjo,2012).

Setelah dilakukan studi pendahuluan dari 58 wisatawan terdapat 46

yang masih tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan di lokasi

wisata Pulau merah Banyuwangi. Perlu adanya kesadaran diri dan sikap

disiplin setiap individu dalam menerapkan protokol kesehatan di era new

normal secara ketat dan menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS)

sehingga dapat menekan penyebaran pandemi Covid-19. Berdasarkan latar

belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Wisatawan Pulau

Merah terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 Era New Normal

di Kabupaten Banyuwangi”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Faktor apa saja yang

mempengaruhi Kedisiplinan Wisatawan Pulau Merah terhadap Penerapan

Protokol Kesehatan Covid-19 Era New Normal di Kabupaten

Banyuwangi?”
6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi

kedisiplinan wisatawan Pulau Merah terhadap penerapan protokol

kesehatan Covid-19 era new normal di Kabupaten Banyuwangi.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan faktor predisposisi meliputi pengetahuan dan

sikap wisatawan Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi.

b. Mendeskripsikan faktor pendukung meliputi ketersediaan fasilitas

dan sarana kesehatan meliputi tempat cuci tangan di Pulau Merah

Kabupaten Banyuwangi.

c. Mendeskripsikan faktor pendorong meliputi peran petugas tempat

wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi.

d. Mendeskripsikan penerapan protokol kesehatan Covid-19 era new

normal di Kabupaten Banyuwangi.

e. Menganalisis pengaruh faktor predisposisi kedisiplinan wisatawan

Pulau Merah meliputi faktor pengetahuan dan faktor sikap terhadap

penerapan protokol kesehatan Covid-19 era new normal di

Kabupaten Banyuwangi.

f. Menganalisis pengaruh faktor pendukung kedisiplinan wisatawan

Pulau Merah yaitu faktor tempat cuci tangan terhadap penerapan

protokol kesehatan Covid-19 era new normal di Kabupaten

Banyuwangi.
7

g. Menganalisis pengaruh faktor pendorong kedisiplinan wisatawan

Pulau Merah yaitu faktor peran petugas tempat wisata terhadap

penerapan protokol kesehatan Covid-19 era new normal di

Kabupaten Banyuwangi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan (Universitas Bakti Indonesia)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

salah satu referensi khususnya bahan bacaan di perpustakaan, dimana

nantinya bisa bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan bagi

mahasiswa di Universitas Bakti Indonesia.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah

satu media pembelajaran dan sumber informasi dalam mendukung

program pemerintah untuk meningkatkan kedisiplinan wisatawan

terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19 era new normal di

tempat wisata Kabupaten Banyuwangi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan

masukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Era New Normal

New normal merupakan sebuah perubahan budaya hidup yang

dibuat pemerintah agar masyarakat dapat terbiasa dengan tatanan hidup

normal yang baru untuk menghadapi penyebaran Covid-19. WHO telah

memberikan pedoman bagi negara-negara tentang penerapan New Normal.

Sebuah negara dapat melakukan new normal apabila pemerintah di suatu

negara harus membuktikan transmisi Covid-19 telah dikendalikan.

Kapasitas sistem kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit memadai

untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan

mengarantina pasien. Selanjutnya risiko penularan virus telah

diminimalkan, terutama pada lokasi dan kondisi masyarakat dengan

kerentanan tinggi. Jika sebuah negara tidak bisa memastikan pedoman

transisi tersebut terpenuhi, maka harus dikaji ulang sebelum memutuskan

melonggarkan pembatasan dan memasuki kondisi new normal. (Warta

Ekonomi, 2020).

Tatanan new normal saat pandemi adalah perilaku untuk tetap

menjalankan aktivitas secara normal, tapi ditambah dengan menerapkan

protokol kesehatan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya penularan

virus corona yang masih terus mencatatkan penambahan kasus setiap

harinya. Beberapa perilaku yang saat sebelum pandemi muncul merupakan

hal yang tidak umum, maka kini setiap orang harus beradaptasi
9

membiasakan hal tersebut menjadi pola kehidupan normal yang baru.

Mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 sangatlah penting

untuk kepentingan bersama, terutama bagi diri sendiri dan keluarga

tercinta. Mulai dari mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, lalu

tidak menyentuh wajah dengan tangan yang belum dicuci hingga benar-

benar bersih. Kemudian, jangan lupa untuk selalu mengenakan masker

ketika sedang beraktivitas terutama di tempat umum dan menerapkan

physical distancing atau menjaga jarak fisik dengan orang lain. (Sunchila,

2020)

Menurut Kemenkes (2020) terdapat beberapa Adaptasi kebiasaan

baru bagi pengelola tempat wisata, pekerja tempat wisata dan wisatawan

atau pengunjung tempat wisata, diantaranya :

1. Adaptasi kebiasaan baru pengelola tempat wisata :

a. Bersihkan dan beri disinfektan semua area atau peralatan yang

digunakan bersama.

b. Pastikan kebersihan kamar mandi/toilet

c. Sediakan fasilitas cuci tangan yang bersih , mudah dijangkau dan

memadai (sediakan sabun cuci tangan, hand sanitizer dan air

bersih)

d. Menjaga sirkulasi udara dan sinar matahari , serta bersihkan filter

AC.

e. Pasang media informasi wajib pakai masker, jaga jarak minimal 1

meter dan jaga kebersihan tangan.


10

f. Pastikan pekerja berperilaku hidup bersih dan sehat

g. Mengumumkan larangan masuk bagi pekerja/wisatawan yang

sakit.

h. Periksakan suhu tubuh di pintu masuk. Wisatawan atau pekerja

tidak bisa masuk jika suhu tubuh ≥37,30 C . Petugas pemeriksa suhu

memakai masker dan pelindung wajah (face shield).

i. Melarang masuk pekerja dan wisatawan yang tidak menggunakan

masker.

j. Membatasi jumlah pengunjung yang masuk

k. Mengatur jam operasional

l. Mengatur jarak antrian dengan memberi tanda di lantai

m. Mengatur alur pengunjung

n. Mengoptimalkan penggunaan ruang terbuka untuk mencegah

kerumunan

o. Batasi kapasitas lift. Beri tanda di lantai lift

p. Atur jarak di elevator dan tangga.

q. Gunakan partisi di meja atau counter untuk perlindungan tambahan

r. Utamakan metode pembayaran non tunai

s. Arahkan pekerja dan pengunjung ke fasyankes terdekat jika

didapati sakit(demam,batuk, sakit tenggorokan,sesak nafas).

t. Lokasi wisata yang rentan penularan covid-19 atau sulit

menerapkan protokol kesehatan tidak dioperasikan dahulu.


11

2. Adaptasi kebiasaan baru pekerja tempat wisata :

a. Pastikan tetap sehat sebelum bekerja

b. Di perjalanan dan selama bekerja tetap memakai masker, menjaga

jarak dan hindari menyentuh area wajah.

c. Semua pekerja aktif mengingatkan wisatawan untuk memakai

masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

d. Mandi dan ganti pakaian segera sampai rumah

e. Bersihkan handphone,kacamata,dan barang lainnya dengan

disinfektan.

f. Lakukan PHBS, seperti konsumsi gizi seimbang, aktivitas

fisik(minimal 30 menit sehari) dan istirahat yang cukup (tidur

minimal 7 jam) untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

3. Adaptasi kebiasaan baru wisatawan :

a. Pastikan dalam keadaan sehat sebelum keluar rumah

b. Menjaga jarak minimal 1 meter

c. Selalu pakai masker di perjalanan dan ditempat wisata

d. Sering mencuci tangan memakai sabun dan air mengalir atau hand

sanitizer

e. Hindari menyentuh wajah

f. Mandi dan ganti pakaian segera sampai dirumah

g. Bersihkan handphone,kacamata dan barang lainnya dengan cairan

disinfektan.
12

B. Covid-19

Corona virus atau yang biasa disebut Covid-19 merupakan

keluarga virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan.

Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan

mulai flu biasa hingga penyakit serius seperti Middle East Respiratory

Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS). Corona virus jenis baru yang ditemukan

pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Kota Wuhan, Provinsi

Hubei, Tiongkok (Kemenkes, 2020).

Pada bulan Desember 2019 corona virus jenis baru ditetapkan

sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret

2020 yang kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-COV2) dan menyebabkan penyakit Coronavirus

Disease-2019 (Covid-19). Hingga pada 23 April 2020 lebih dari 2.000.000

kasus Covid-19 telah dilaporkan di lebih dari 210 negara dan wilayah

seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja,

Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,

Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman. Sedangkan Covid-19 pertama

dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.

(Kemenkes, 2020).

C. Protokol Kesehatan

Protokol kesehatan merupakan aturan dan ketentuan yang perlu

diikuti oleh segala pihak agar dapat beraktivitas secara aman pada saat
13

pandemi Covid-19 ini (tirto.id, 2020). Penerapan protokol kesehatan era

new Normal di Kabupaten Banyuwangi berlandaskan pada PERBUP

(Peraturan Bupati) Banyuwangi Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Pedoman

Tatanan Kehidupan Baru pada Kondisi Pandemi Covid 19 di Kabupaten

Banyuwangi. Dalam PERBUP tersebut terdapat pedoman protokol

kesehatan yang wajib dilakukan oleh pengelola, pekerja dan pengunjung

tempat wisata/wisatawan. Pedoman tersebut khususnya pada Bidang

Pariwisata Pasal 26 yang menyebutkan bahwa peraturannya sebagai

berikut :

1. Desitnasi/obyek wisata

a. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib melakukan penyemprotan

menggunakan cairan disinfektan di seluruh area destinasi/obyek

wisata paling sedikit 2 kali sehari sebelum buka dan setelah tutup

di sore hari.

b. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib menyediakan wastafel/

tempat cuci tangan serta sabun cair dalam jumlah yang cukup atau

cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di depan pintu masuk.

c. Petugas/penjaga pintu masuk obyek wisata wajib menggunakan

masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face shield) serta

menyiapkan alat pemindai suhu tubuh (thermo gun) untuk

mengukur suhu badan para pengunjung.

d. Semua pengunjung wajib menggunakan masker dan dipastikan

dalam kondisi sehat dengan suhu badan tidak lebih dari 37,3ºc.
14

e. Petugas ticketing berada di ruang yang di sekat dengan tabir

transparan (kaca/akrilik dan lain-lain) dan wajib mengenakan

masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face shield).

f. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib menyediakan baju APD

(baju hazmat). dalam keadaan emergensi, saat melakukan

pertolongan pertama kepada wistawan yang mengalami gejala sakit

di destanisi, petugas wajib menggunakan baju apd lengkap (baju

hazmat), masker, sarung tangan dan alat pelindung wajah (face

shield).

g. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memiliki peralatan medis

dan obat-obatan untuk pertolongan pertama (tandu, tabung

kebakaran dan lain-lain).

h. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memiliki petugas/karyawan

yang telah mengikuti pelatihan penanggulangan gawat darurat dan

bersertifikat yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

i. Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memberlakukan

pembatasan pengunjung yang disesuaikan dengan kapasitas obyek

wisatanya serta melakukan pengaturan jarak supaya tidak terjadi

kerumunan.

j. Petugas destinasi wajib mengikuti rapid test secara berkala dan

hasilnya di informasikan ditunjukkan kepada pengunjung/

dipampang di destinasi wisata tersebut.


15

k. Rumah makan/warung di destinasi/obyek wisata mengikuti

protokol yang berlaku di restoran/rumah makan pada umumnya.

2. Hotel dan Homestay

a. Pengelola hotel/homestay wajib melakukan penyemprotan

menggunakan cairan disinfektan secara berkala paling sedikit 1

(satu) kali sehari.

b. Pengelola hotel/homestay wajib menyediakan wastafel/tempat cuci

tangan serta sabun cair dalam jumlah yang cukup atau cairan

pembersih tangan (hand sanitizer) di depan pintu masuk

hotel/homestay.

c. Petugas security/front office wajib menggunakan masker, sarung

tangan, alat pelindung wajah (face shield) serta menyiapkan alat

pemindai suhu tubuh (thermo gun) untuk mengukur suhu badan

para tamu hotel/homestay serta seluruh karyawan yang baru

sdatang.

d. Tamu hotel/homestay dan seluruh karyawan wajib menggunakan

masker dan cuci tangan sebelum masuk dan dipastikan dalam

kondisi sehat dengan suhu badan tidak lebih dari 37,3ºc. untuk

tamu hotel/homestay wajib membawa surat keterangan sehat dan

bebas covid-19 yang masih berlaku.

e. Petugas resepsionis berada di ruang/meja yang di sekat dengan

tabir transparan (kaca/akrilix dan lain-lain) dan wajib mengenakan

masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face shield).


16

f. Di kursi lobby di beri tanda pembatas jarak antar tamu hotel paling

sedikit 1 (satu) meter.

g. Di depan pintu lift di sediakan alat bantu/pelindung tangan untuk

menekan tombol lift (tusuk gigi/tisu/kondom jari dan lain-lain).

h. Chef dan waiters wajib menggunakan masker, sarung tangan, alat

pelindung wajah (face shield) dan khusus chef wajib menggunakan

topi koki.

i. Pengaturan/seting meja dan kursi di restorang harus ada pembatas/

pengaturan jarak antar tamu hotel yang makan serta ketentuan jarak

saat mengambil makanan.

j. Semua karyawan hotel wajib menjalani Rapid Test secara berkala

dan hasilnya di informasikan kepada tamu/dipampang di

media/papan infromasi yang dimiki hotel.

3. Restoran/rumah makan/warung makan/cafe dan tempat kuliner:

Kewajiban pengelola/pemilik usaha:

a. Wajib melakukan penyemprotan menggunakan cairan disinfektan

di seluruh area restoran paling sedikit 2 kali sehari sebelum buka

dan setelah tutup.

b. Wajib menyediakan wastafel/ tempat cuci tangan serta sabun cair

dalam jumlah yang cukup atau cairan pembersih tangan (hand

sanitizer) di depan pintu masuk.

c. Memprioritaskan layanan take–out/delivery order (pengiriman

makanan).
17

d. Mengurangi makanan dan menghentikan sementara model

prasmanan.

e. Security/petugas pintu masuk restoran/rumah makan wajib

menggunakan masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face

shield) serta menyiapkan alat pemindai suhu tubuh (thermo gun)

untuk mengukur suhu badan para tamu/pelanggan.

f. Semua tamu/pelanggan wajib menggunakan masker dan

melakukan cuci tangan serta sebelum masuk restoran dan

dipastikan dalam kondisi sehat dengan suhu badan tidak lebih dari

37,3º C.

g. Pengelola dan karyawan wajib menggunakan masker, sarung

tangan, alat pelindung wajah (face shield). Khusus chef wajib

menggunakan topi koki/ penutup rambut.

h. Menyediakan buklet menu sekali pakai (tidak dibagi dan dipakai

lagi).

i. Menyediakan tisu/cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di meja

untuk pelanggan dan atau dispenser sabun tanpa sentuhan langsung

di area mencuci.

j. Diupayakan menyediakan alat makan sekali pakai dan mencuci alat

makan non-sekali pakai dengan solusi sabun dan air hangat.

k. Petugas kasir berada di ruang/meja yang di sekat dengan tabir

transparan (kaca/akrilix dan lain-lain) dan wajib mengenakan

masker, sarung tangan dan alat pelindung wajah (face shield).


18

l. Tempat mencuci piring diupayakan menggunakan air panas

(steam) atau menggunakan open kering.

m. Wajib memberlakukan pembatasan pengunjung yang disesuaikan

dengan kapasitas restoran dan memberlakukan pengaturan jarak

antar meja dan kursi paling pendek 2 meter.

n. Menandai jarak aman dengan garis antrian.

o. Diupayakan secara bertahap menggunakan pembayaran non tunai.

p. melakukan kegiatan cairan disinfektan secara berkala paling

sedikitdua kali sehari (sebelum dan setelah buka) terutama pada

sarana yang sering disentuh.

q. Semua karyawan restoran/rumah makan wajib menjalani rapid test

secara berkala dan hasilnya di informasikan kepada tamu/

dipampang di media/papan infromasi yang dimiliki restoran/

rumah makan.

4. Kewajiban masyarakat/wisatawan :

a. Dalam kondisi sehat

b. Meyakini bahwa tempat yang akan dikunjungi mempunyai tanda

stiker layak dan sesuai ketentuan dari gugus Covid-19.

c. Menggunakan masker selama berada di area.

d. Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan

sabun atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer).

e. Menghindari kontak fisik.

f. Menjaga jarak minimal 1 meter.


19

5. Biro perjalanan wisata/travel agent dan pramuwisata/guide.

a. Travel Agent wajib menyediakan masker dan cairan pembersih

tangan (hand sanitizer) untuk para tamunya.

b. Semua tamu/wisatawan wajib menggunakan masker.

c. Pramuwisata/guide dan pengemudi wajib menggunakan masker,

sarung tangan dan kacamata pelindung.

d. Travel agent wajib melakukan pengukuran suhu badan kepada para

tamunya menggunakan alat pemindai suhu tubuh (thermo gun) dan

dipastikan para tamu dalam kondisi sehat dengan suhu badan tidak

lebih dari 37,3º C.

e. Wisatawan, guide dan pengemudi memiliki surat keterangan sehat

dan bebas dari covid-19 yang masih berlaku.

f. Dilakukan penyemprotan menggunakan cairan disinfektan tehadap

kendaraan sebelum digunakan.

g. Jumlah peserta/grup wisatawan maksimal hanya 70% (tujuh puluh

persen) dari total kapasitas tempat duduk dalam satu kendaraan.

6. Protokol memakai masker yang benar :

a. Menutup mulut, hidung dan dagu. Pastikan bagian masker yang

berwarna berada di bagian luar atau depan masker.

b. Menekan bagian atas masker supaya menutupi bentuk hidung dan

tarik ke belakang ke bagian bawah dagu.

c. Lepas masker yang digunakan dengan hanya memegang tali yang

ada di kedua telinga.


20

d. Mengganti masker secara rutin apabila kotor atau basah.

e. Cuci tangan memakai sabun setelah membuang masker ke dalam

tempat sampah.

7. Enam langkah mencuci tangan yang baik dan benar :

a. Basahi tangan, gosok sabun pada telapak tangan kemudian usap

dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah

memutar.

b. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian.

c. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih.

d. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling

mengunci.

e. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.

f. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

Bilas dengan air bersih dan keringkan.

Menurut michael joshua dari washington university school of

medicine menjelaskan tidak ada waktu yang pasti untuk durasi mencuci

tangan, tetapi mencuci tangan setidaknya 20 detik telah terbukti

menghilangkan banyak mikroba daripada mencuci tangan untuk periode

yang lebih singkat (medcom.id, 2020).

Menurut Ni Wayan Giri Adnyani pelaksanaan program CHS

karena pandemi covid-19 telah membuat perilaku manusia yang baru atau

yang disebut new normal. Wisatawan domestik maupun wisatawan asing

diminta untuk lebih peduli terhadap faktor kebersihan(Cleanliness),


21

kesehatan(Health), dan keamanan (safety) ketika mengunjungi destinasi

wisata. Faktor kebersihan merujuk pada keadaan bebas dari kotoran,

termasuk diantaranya debu, sampah, bau, virus, bakteri patogen, dan bahan

kimia berbahaya.

Faktor kesehatan merupakan layanan yang menerapkan aturan

atau ketentuan kesehatan terhadap manusia dan lingkungan melalui

kegiatan pencegahan, perawatan, pemantauan, dan pengendalian. Selain

itu, juga menjalankan peran dengan mempromosikan peningkatan

parameter lingkungan dan mendorong penggunaan teknologi, serta

perilaku yang ramah lingkungan dan sehat. Faktor keamanan seperti

keadaan bebas dari risiko, bahaya, pencemaran, ancaman, gangguan yang

bersifat permanen dan non-permanen. Kemudian fisik dan nonfisik di

suatu tempat dan waktu tertentu untuk mengelola, melindungi dan

meningkatkan kewaspadaan masyarakat, pengunjung dan kualitas

lingkungan (Kumparan, 2020).

D. Wisatawan

Wisatawan merupakan satu orang atau beberapa orang yang

melakukan suatu perjalanan wisata. Jika mereka tinggal kurang dari 24

jam disebut pelancong atau pengunjung. Apabila mereka tinggal di daerah

atau negara yang dikunjungi dengan waktu kurang dari 24 jam maka

mereka disebut pelancong (Maihendro, 2017). Wisatawan adalah


22

seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil)

dari rumahnya dengan tujuan rekreasi (Murahartawaty, Bayu, 2014).

Menurut Mattufajar, Novedha (2019), wisatawan adalah orang

yang melakukan kegiatan wisata atau orang yang melakukan perjalanan

untuk sementara waktu ke tempat atau daerah yang sama sekali masih

asing baginya. Menurut I Ketut Suwena dan I Gusti Ngurah Widyatmaja

jenis dan macam wisatawan, yaitu:

1. Foreign Tourist

adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang

memasuki wilayah negara lain yang bukan merupakan negara asalnya.

2. Domestic foreign tourist

adalah orang asing yang bertempat tinggal pada suatu negara yang

melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal.

3. Domestic Tourist

adalah seorang warga negara yang melakukan perjalanan wisata dalam

batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya.

4. Indigeneous Tourist

adalah warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau

jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan

melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.


23

5. Transit Tourist

adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu

negara tertentu, yang menumpang kapal udara atau kapal laut ataupun

kereta api, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan/

airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.

6. Bussines Tourist

adalah orang yang melakukan perjalanan (apakah orang asing atau

warga negara sendiri) yang mengadakan perjalanan untuk tujuan lain

bukan wisata, tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah

tujuannya yang utama selesai.

Berdasarkan status kewarganegaraanya, wisatawan dapat

dibedakan menjadi dua yaitu wisatawan nusantara dan wisatawan

mancanegara. Wisatawan nusantara (wisnus) adalah wisatawan yang

memiliki kewarganegaraan yang sama dengan destinasi yang sedang

dikunjunginya, oleh karena itu, wisatawan tadi disebut sebagai wisatawan

domestik. Sedangkan, wisatawan yang melakukan kunjungan wisata

dengan status kewarganegaraan yang berbeda dengan destinasi yang

sedang dikunjunginya disebut sebagai wisatawan internasional

(international tourist). Dalam terminologi kepariwisataan yang

berkembang di Indonesia, kategori wisatawan internasional tadi lazim

disebut sebagai wisatawan mancanegara (Sunaryo, 2013).


24

E. Kedisiplinan

1. Pengertian Kedisiplinan

Disiplin berasal dari akar kata “disciple” yang berarti belajar.

Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang

melakukan sesuatu menjadi lebih baik (Mustara, Abdul, 2019).

Pengertian lainnya disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan

perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan(Anas,

Irwanto 2013). Disiplin merupakan ketaatan seseorang terhadap tata

tertib atau kaidah-kaidah dalam hidupnya. Disiplin sangat penting

untuk pertumbuhan organisasi (swasta maupun pemerintah), di

gunakan terutama untuk memotivasi seseorang agar dapat

mendisiplinkan diri dalam melaksanakan aturan yang berlaku baik

secara perorangan maupun kelompok. Pengertian kedisiplinan lainya

ialah suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan

peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis (Nashar,

2015).

Disiplin juga dapat diartikan sebagai sikap mental yang ada

dalam diri seseorang maupun kelompok, di mana orang tersebut

memiliki kehendak untuk memahami dan mentaati segala aturan yang

telah di tetapkan sebelumnya baik oleh pemerintah maupun organisasi

tempat orang tersebut melakukan sesuatu kegiatan (Deismon, 2018).

Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan

kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak ketidakdisiplinan


25

masyarakat. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak

pemimpin suatu negara dalam rangka mendisiplinkan masyarakat

sebaiknya memberikan program orientasi kepada mereka yang baru

pada kegiatan-kegiatan mereka. Hal tersebut perlu dilakukan karena

masyarakat tidak dapat mematuhi peraturan dengan baik dan patuh,

apabila peraturan/prosedur atau kebijakan yang ada tidak di ketahui,

tidak jelas atau tidak di jalankan sebagaimana mestinya(Kartika, Suci,

2016).Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan

secara rinci peraturan yang sering di langgar, berikut rasional dan

konsekwensinya (Dohlia, 2018).

Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang

mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasian

kepada staf melalui diskusi aktif terhadap masyarakat. Tindakan

disipliner sebaiknya dilakukan apabila upaya pendidikan di berikan

telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu,

setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus belajar

dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan

dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang

berlaku menurut tingkat pelanggaran klasifikasinya. Hal tersebut yang

di kemukakan oleh Soegeng Prijodarminto yang menjelaskan bahwa

yang di maksud dengan disiplin adalah disiplin sebagai kondisi yang

tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang

menunjukan nilai-nilai ketaatan tersebut telah menjadi bagian perilaku


26

dalam kehidupannya, yang dimana perilaku itu tercipta melalui

keluarga, pendidikan dan pengalaman (Akhmad, 2019).

Disiplin tersebut hadir sebagai suatu kebiasaan yang akan

melekat dalam jiwa individu. Disiplin terbentuk dari adanya kesadaran

dan kesedian seseorang dalam mentaati semua aturan dan norma yang

telah di tetapkan. Hal ini berarti bahwa kedisiplinan terbentuk bukan

dari suatu keterpaksaan tetapi harus dari kesadaran seseorang sehingga

pelaksanaannya disiplin tidak hanya karena adanya hukuman bagi si

pelanggar namun terbentuk dari adanya rasa tanggung jawab yang di

miliki orang tersebut.

2. Tujuan Kedisiplinan

Pada dasarnya sikap disiplin yang dilakukan seseorang

bertujuan agar belajar hidup untuk mengontrol dirinya sendiri dengan

pembiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan juga

lingkungannya. Dengan sikap disiplin seseorang juga dapat melakukan

aktivitas dengan terarah, sesuai dengan peraturan yang berlaku (Sirait,

2008). Tujuan disiplin lainnya bukan untuk mengekang kebebasan,

tetapi justru untuk memberi kebebasan dalam lingkup yang aman

(Yudiantari, 2018).

3. Macam-macam Disiplin

Menurut Oteng Sutrisno(2010) Disiplin dapat dibagi menjadi 2

yaitu :
27

a. Disiplin Positif

Disiplin positif merupakan suatu sikap untuk mematuhi

peraturan-peraturan atas kemauannya sendiri. Mereka patuh pada

tata tertib karena mereka memahami, meyakini dan

mendukungnya. Dalam suatu organisasi baik masyarakat atau

pemerintahan yang telah menerapkan disiplin positif tidak

semuanya menjalankan peraturan tanpa suatu kesalahan atau

melanggar peraturan tersebut. Maka akibat yang ditimbulkan

adalah kewajiban dalam menetapkan suatu hukuman. Hukuman

yang diberikan bukan bermaksud untuk melukai akan tetapi yang

sesuai dengan prinsip disiplin positif.

b. Disiplin Negatif

Disiplin negatif merupakan suatu keadaan disiplin yang

menggunakan hukuman atau ancaman untuk membuat orang-orang

mematuhi perintah dan mengikuti peraturan hukuman. Pendekatan

pada disiplin negatif menggunakan hukuman pada pelanggaran

peraturan untuk menggerakkan dan menakutkan orang-orang

sehingga mereka tidak akan melakukan kesalahan yang sama.

Disiplin negatif ini memiliki banyak kekurangan akan tetapi pada

waktu tertentu disiplin negatif ini tetap diperlukan sebagai sikap

kekuatan dan kekuasaan apabila tidak ada cara lain agar tujuan

dapat tercapai serta berjalan dengan lancar.


28

F. Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Wisatawan

Faktor yang mempengaruhi kedisiplinan wisatawan pulau merah

terhadap penerapan protokol kesehatan covid-19 era new normal menurut

teori perilaku Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2012)

meliputi :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang seperti

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.

a. Pengetahuan

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa pengetahuan

merupakan hasil tahu yang terjadi setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain terpenting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, disingkat AIETA

diantaranya :

1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.


29

3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan

diantaranya :

1) Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari keseluruhan

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan sebagainya.

2) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Orang yang

telah paham terhadap materi harus dapat menjelaskan,


30

menyebutkan, contoh menyimpulkan dan meramalkan terhadap

objek yang dipelajari.

3) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari kepada situasi atau kondisi real

sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks

atau situasi yang lain.

4) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya dengan

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.


31

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek.Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.

b. Sikap

Sikap menurut Notoadmodjo (2012) merupakan reaksi atau

respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek. Sikap belum merupakan aktivitas akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap dapat dibagi dalam

berbagai tingkatan, antara lain :

a. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau

dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding), dapat berupa memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan.

c. Menghargai (Valuating), dapat berupa mengajak orang lain

untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible), atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya.

c. Kepercayaan

Kepercayaan adalah Sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau

menganggap sesuatu sebagai kebenaran, yang diyakini diaplikasi


32

dalam bentuk kelakuan, pengalaman yang mempengaruhi sifat

mental yang meyakininya(Firmansyah, 2017).

d. Keyakinan

Keyakinan merupakan harapan, asumsi yang ada pada diri

seseorang bahwa tindakan atau perilaku orang lain akan

menguntungkan atau setidaknya tidak akan merusak minat dirinya

(Pandyki, 2013).

e. Nilai-nilai

Nilai memiliki arti sebagai esensi yang melekat pada sesuatu yang

sangat berarti bagi kehidupan manusia,dimana sesuatu yang baik

atau yang buruk sebagai pandangan atau maksud dari berbagai

pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat (Kartawisastra,

2015)

2. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor yang memfasilitasi perilaku individu atau kelompok termasuk

keterampilan meliputi ketersedian fasilitas atau sarana kesehatan

seperti pos kesehatan wisata, tempat cuci tangan.

a. Pos Kesehatan Wisata

Pos kesehatan wisata merupakan pos di kawasan wisata yang

digunakan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan

berkaitan dengan kesehatan para wisatawan (Antaranews, 2020).

Pelayanan yang biasanya diberikan di pos kesehatan seperti

memberikan konsultasi terkait gejala umum gangguan kesehatan


33

yang dialami wisatawan, memeriksa tanda-tanda vital pasien, dan

untuk pasien yang berstatus gawat, tenaga kesehatan yang bertugas

biasanya melakukan cek kesadaran dan cek status pernafasan,

sirkulasi dan jalan nafas sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit

apabila kondisinya tidak memungkinkan (Iralia, 2017).

b. Tempat Cuci Tangan

Tempat cuci tangan merupakan fasilitas yang disediakan untuk

sarana masyarakat atau wisatawan untuk membasuh muka atau

mencuci tangan sebelum memasuki daerah wisata atau sesudah

keluar dari tempat wisata. Apalagi dalam era new normal ini,

tempat wisata diwajibkan menyediakan sarana tempat cuci tangan

bagi wisatawan untuk bentuk pencegahan penyebaran covid-19

(Kompas, 2020).

3. Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong sehingga memperkuat terjadinya perilaku

meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain

seperti peran petugas tempat wisata, peran keluarga yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

a. Sikap Petugas Kesehatan

Sikap tenaga kesehatan adalah sebuah tindakan atau respon yang

diberikan oleh tenaga kjesehatan itu sendiri kepada objek yaitu

masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan (Suratman,

2014).
34

b. Perilaku Petugas Kesehatan

Perilaku petugas kesehatan adalah sebuah kumpulan reaksi yang

ditunjukkan oleh petugas kesehatan ketika menghadapi pasien.

Perilaku dapat muncul dalam berbagai jenis yaitu simpati, empati,

marah, kesal dan lain-lain (Chaplin, 2014).

c. Peran Keluarga

Keluarga merupakan satu-satunya lembaga sosial yang diberi

tanggung jawab pertama kali untuk mengenalkan tingkah laku

yang dikehendaki, mengajarkan penyesuaian diri dengan

lingkungan sosialnya dan penyesuaian diri dengan perubahan

lingkungan yang terjadi. Keluarga merupakan salah satu agen

sosialisasi yang paling penting dalam mengajarkan anggota-

anggotanya mengenai aturan-aturan yang diharapkan oleh

masyarakat. Kemampuan keluarga mengendalikan individu secara

terus menerus, merupakan kekuatan sosial yang tidak dapat

ditemukan pada lembaga lainnya. Oleh karena itu kepatuhan-

kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan

COVID-19 sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial dalam

keluarga ( Dr Tin Herawati,2020).

Sesuai dengan Undang-undang no 52 tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,

keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan wadah

pengembangan karakter dan pendidikan budipekerti pertama bagi


35

seorang anak. Keluarga adalah bagian terkecil dari struktur

organisasi di masyarakat. Selain itu, keluarga juga memiliki peran

dalam membentuk sifat dan karakter seseorang untuk belajar dan

menerapkan norma perilaku. Peran penting inilah yang kemudian

membuat keluarga memiliki fungsi penting dalam mendukung

kebijakan Pemerintah untuk perubahan perilaku di era New

Normal saat ini (Melya Findi dan Wera Damianus, 2020).

d. Peran Petugas Tempat Wisata

Peran serta petugas tempat wisata dalam mengawasi dan

menjalankan protokol yang berlaku. Seluruh protokol yang telah

dibuat tersebut akan berhasil jika masyarakat, baik itu pihak

pengelola objek wisata, masyarakat di sekitar objek wisata, dan

wisatawan ikut serta dalam memberikan pengawasan dan

menjalankan protokol kesehatan di objek wisata (Eticon, 2020).

Ada beberapa dimensi peran petugas kesehatan dalam hal ini

petugas tempat wisata diantaranya :

a. Sebagai fasilitator

Peran sebagai seorang fasilitator dalam memberikan

kemudahan atau menyediakan fasilitas kesehatan.

b. Sebagai komunikator

Peran sebagai komunikator dalam menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak

lain yang menerima pesan tersebut dapat memberikan respon


36

terhadap pesan yang disampaikan. Petugas harus mampu

melakukan komunikasi untuk menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain sehingga dapat

menggerakkan dan melakukan kerjasama untuk mencapai

tujuan (Mundakir, 2006).

G. Kerangka Konsep

Faktor Kedisiplinan Wisatawan


Faktor predisposisi :

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai -nilai

Faktor pendukung :

1. Pos kesehatan wisata


Penerapan
protokol
2. Tempat cuci tangan
kesehatan

Faktor pendorong :

1. Sikap petugas
kesehatan
2. Perilaku petugas
Keterangan :
kesehatan
3. Peran keluarga : Variabel yang diteliti

4. Peran petugas tempat : Variabel yang tidak diteliti


wisata
5.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
37

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan suatu jawaban sementara atau

kesimpulan sementara dari apa yang menjadi permasalahan, kebenarannya

akan dibuktikan dengan fakta empiris dari hasil penelitian yang dilakukan

(Imron, 2014). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada Pengaruh antara Faktor Kedisiplinan Wisatawan Pulau Merah

terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 Era New Normal

di Banyuwangi.
38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancang - Bangun Penelitian

Desain penelitian merupakan kerangka acuan atau petunjuk bagi

peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian,

karena setiap penelitian pasti memiliki jenis dan rancang bangun penelitian

(Riyanto, 2011). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang bersifat

obyektif, mencakup pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta

menggunakan metode pengujian statistik (Notoatmodjo, 2010).

Rancangan penelitian yang digunakan adalah survei analitik.

Survei analitik merupakan survei atau penelitian yang mencoba menggali

bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo,

2010). Dalam penelitian survei analitik ini, penelitian tidak dilakukan

terhadap seluruh objek yang diteliti (populasi), tetapi hanya mengambil

sebagian dari populasi tersebut (sampel). Adapun pendekatan penelitian

yang digunakan adalah cross sectional, yaitu dalam penelitian seksional

silang, variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus terjadi pada objek

penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali

saja dalam satu kali waktu yang bersamaan, tidak ada follow up

(Notoatmodjo, 2010).

B. Frame Work
39

Frame work merupakan tahapan atau langkah-langkah kegiatan

penelitian yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang diteliti

untuk mencapai tujuan penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,

2010).

Adapun Frame Work dalam penelitian ini sebagai berikut :


Populasi
Seluruh Wisatawan Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi pada bulan
Agustus 2020

Sampel
140 wisatawan pulau merah yang sedang berkunjung ke
lokasi pada bulan Agustus 2020

Teknik Pengambilan Sampel


Quota sampling

Identifikasi Variabel

Variabel Independen Variabel Dependen


Faktor Kedisiplinan Penerapan Protokol
wisatawan pulau merah Kesehatan

Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi

Analisa Data
Regresi Ganda

Penyajian Hasil
Gambar 3.1 Frame Work faktor yang mempengaruhi kedisiplinan
wisatawan pulau merah terhadap penerapan protokol kesehatan
covid-19 era new normal di Banyuwangi

C. Variabel
40

1. Jenis Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan

nilai beda terhadap sesuatu, variabel juga merupakan konsep dari

berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

mengukur dan atau manipulasi suatu penelitian. Konsep yang dituju

dalam suatu penelitian bersifat konkrit dan secara langsung bisa diukur

(Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan

terdiri dari 2 variabel yaitu :

a. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

(Sugiyono, 2017). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

faktor yang mempengaruhi kedisiplinan wisatawan meliputi sikap,

pengetahuan, tempat cuci tangan, peran petugas tempat wisata.

b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah

Penerapan Protokol Kesehatan.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran


41

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena tertentu (Notoatmodjo,

2010). Dari pengertian definisi operasional tersebut peneliti membuat

sebuah definisi operasional dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.2
Definisi Operasional Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Wisatawan Pulau Merah terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Covid-
19 Era New Normal di Banyuwangi
Definisi Alat Skala
No Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur

Variabel bebas
Faktor Kedisiplinan Wisatawan
1 Pengetahua Pemahaman Kuesione Ordinal Pengetahuan
wisatawan r diukur dengan
n tentang penerapan 20 pertanyaan
protokol dengan
kesehatan ketentuan
“Benar” = 1,
Salah = 0
Penilaian
dilakukan
dengan rumus
jumlah nilai
yang benar
dibagi jumlah
nilai maksimal
dikali 100%
Kriteria
penilaian :
a. Baik, jika
nilainya ≥
76-100%
b. Cukup, jika
nilainya 56-
75 %
c. Kurang , jika
nilainya
≤55%
(Arikunto, 2013)

2 Sikap Reaksi atau Kuesione Ordinal Sikap diukur


respon wisatawan r dengan 11
42

Definisi Alat Skala


No Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur

terhadap pernyataan ,
penerapan masing-masing
protokol 6 pernyataan
kesehatan positif dan 5
(menerima,meres pernyataan
pon,menghargai negatif. Dengan
dan bertanggung ketentuan
jawab) pernyataan
positif:“Ya”=1
“Tidak”=0
Pernyataan
negatif “Ya = 0
“Tidak=1
Penilaian
dilakukan
dengan rumus
jumlah nilai
yang benar
dibagi jumlah
nilai maksimal
dikali 100%
Kriteria
penilaian :
a. Baik, jika
nilainya ≥
76-100%
b. Cukup, jika
nilainya 56-
75 %
c. Kurang , jika
nilainya
≤55%
(Arikunto, 2013)
3 Tempat Fasilitas yang Lembar Ordinal Tempat cuci
Cuci disediakan untuk observasi tangan diukur
Tangan mencuci tangan dengan 5
sebelum dan pernyataan
sesudah dengan
memasuki lokasi ketentuan
tempat wisata “Ya”=1
“Tidak”=0
Penilaian
dilakukan
43

Definisi Alat Skala


No Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur

dengan rumus
jumlah nilai
yang benar
dibagi jumlah
nilai maksimal
dikali 100%
Kriteria
penilaian :
a. Baik, jika
nilainya ≥
76-100%
b. Cukup, jika
nilainya 56-
75 %
c. Kurang , jika
nilainya
≤55%

(Arikunto, 2013)
4 Peran Peran serta Kuesione Ordinal Peran petugas
Petugas petugas tempat r tempat wisata
Tempat wisata dalam diukur dengan
Wisata mengawasi dan 10 pertanyaan
menjalankan dengan
protokol yang ketentuan “Ya”
berlaku = 1
“Tidak” = 0
Penilaian
dilakukan
dengan rumus
jumlah nilai
yang benar
dibagi jumlah
nilai maksimal
dikali 100%
Kriteria
penilaian :
a. Baik, jika
nilainya ≥
76-100%
b. Cukup, jika
nilainya 56-
44

Definisi Alat Skala


No Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur

75 %
c. Kurang , jika
nilainya ≤
55%

(Arikunto, 2013)
Variabel terikat

1 Penerapan Aturan dan Lembar Ordinal Penerapan


Protokol ketentuan yang observasi protokol
Kesehatan perlu diikuti atau kesehatan
diterapkan oleh diukur dengan
wisatawan agar 15 pernyataan
dapat beraktivitas dengan
secara aman pada ketentuan “Ya”=
saat pandemi 1
Covid-19 meliputi “Tidak” = 0
memakai masker, Penilaian
mencuci tangan dilakukan
dan menjaga dengan rumus
jarak. jumlah nilai
yang benar
dibagi jumlah
nilai maksimal
dikali 100%
Kriteria
penilaian :
a. Baik , jika
nilainya ≥
76-100%
b. Cukup , jika
nilainya56-
75%
c. Kurang, jika
nilainya
≤55%
(Arikunto,2013)

nilainya ≥ 76-
100%
jika nilainya 56-
7
45

D. Populasi

Sugiyono (2016) menyebutkan bahwa populasi merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh wisatawan pulau merah Kabupaten Banyuwangi yang berjumlah

216 pada bulan Agustus tahun 2020.

E. Sampel

Sampel merupakan subjek dari penelitian yang dijadikan bahan

pengukuran dalam suatu penelitian, diambil dari keseluruhan atau sebagaian

dari populasi. Penentuan besar sampel dapat dilakukan dengan cara

perhitungan statistik yaitu dengan menggunakan Rumus Slovin digunakan

untuk menentukan sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya yaitu

sebanyak 216 orang.

N
Rumus Slovin : n= 1+ N (e ²)

Keterangan :

S = Jumlah sampel

N = Populasi
46

e = Estimasi kesalahan

Berdasarkan rumus di atas, maka didapatkan :

N
n=
1+ N (e ²)

216
n= 2
1+ 216(0.05 )

216
n=
1+ 216(0.0025)

216
n=
1+ 0.54

216
n=
1.54

n = 140,25

n= 140

Dalam penelitian kesehatan, kriteria sampel tersebut meliputi

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan

dapat dan tidaknya sampel yang akan digunakan (Notoatmodjo, 2010).

Adapun kriteria inklusi dan kriteria ekslusi penelitian ini sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :

a) Wisatawan lokal yang bersedia dijadikan responden

b) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi dengan baik

c) Mengisi kuesioner dengan jelas dan lengkap

2. Kriteria ekslusi :

a) Wisatawan yang tidak dijumpai saat penelitian berlangsung

b) Wisatawan asing
47

c) Wisatawan dibawah umur 15 tahun

F. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, tujuannya adalah untuk memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Notoatmodjo,

2010). Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

quota Sampling. Quota Sampling merupakan teknik penentuan sampel dari

anggota populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai mencukupi

jumlah (quotum) yang telah ditetapkan (Arikunto, 2013).

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau merah Kecamatan Pesanggaran

Kabupaten Banyuwangi. Waktu penelitian dilaksanan dari bulan Agustus -

November 2020.

H. Instrumen Penelitian

1. Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data, instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner,

formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data dan sebagainya (Sugiyono, 2016). Instrumen dalam

penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian.

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang


48

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2013). Lembar

kuesioner yang dirancang terdiri dari pertanyaan atau pernyataan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan wisatawan

pulau merah terhadap penerapan protokol kesehatan era new normal di

Banyuwangi. Kuesioner yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan uji reliabilitas.

a. Instrumen kuesioner faktor kedisiplinan wisatawan

1) Kuesioner A, berisi tentang identitas responden yang meliputi :

Nama responden, usia, jenis kelamin, pendidikan.

2) Kuesioner B, berisi lembar pertanyaan dan pernyataan untuk

responden dan lembar observasi untuk peneliti. Hasil

pengukuran dengan skala guttman .

Bila jawaban benar diberi skor 1

Bila jawaban salah diberi skor 0

Bila pernyataan positif dengan jawaban Ya skor 1

Dan jawaban Tidak skor 0

Bila pernyataan negatif dengan jawaban Ya skor 0

Dan Tidak skor 1

3) Rumusan yang digunakan untuk mengukur presentase dari

jawaban yang didapat dari kuesioner menurut Arikunto (2013)

Jumlah nilai yang benar


presentase= ×100 %
jumlah nilai maksimal
49

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kuesioner

Variabel Indikator Pertanyaan Jumlah

Pengetahuan Pengertian 1, 3 2
SOP cuci tangan 6, 7, 10, 11, 18 5
SOP memakai
4, 9, 13, 15, 17,19 6
masker
SOP menjaga jarak
2, 12 2

SOP berwisata 5, 8, 14, 16, 20 5


Menerima
1, 3,8,9 4
Sikap (Receiving)
Merespon
6,7,10 3
(Responding)
Menghargai
11 1
(Valuating)
Bertanggung jawab
2,4,5 3
(responsible)
Tempat cuci Lokasi/letak 1,3 2
tangan Kondisi 2,5 2
Ketersediaan sabun 4 1
Peran petugas Sebagai fasilitator 1,3,5,7,8,9, 6
tempat wisata Sebagai komunikator 2,4,6,10 4
Penerapan Memakai masker 1, 2, 3, 4, 5 5
protokol 6,11, 12, 13, 14,
Mencuci tangan 6
kesehatan 15
Menjaga jarak 7, 8, 9, 10 4

b. Instrumen penerapan protokol kesehatan

Peneliti menggunakan pemeriksaan faktor kedisiplinan wisatawan

terhadap penerapan protokol kesehatan.

2. Uji kuesioner
50

Instrumen kuesioner dapat dipertanggungjawabkan atau tidak dengan

melakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya

suatu kuesioner (Sugiyono, 2016). Pertanyaan yang tidak valid

dilakukan validitas isi dengan cara memperbaiki pertanyaan yang

tidak jelas atau tidak sesuai, yaitu dengan membuat kalimat yang

singkat dan jelas yang disesuaikan pada isi atau makna pertanyaan

variabel dependen (penerapan protokol kesehatan) dan variabel

independen (sikap, pengetahuan, tempat cuci tangan, dan peran

petugas tempat wisata). Pengujian validitas yang digunakan dalam

penelitian dengan uji pearson correlation, dengan kriteria sebagai

berikut:

1) Jika r hitung ≥ r tabel atau nilai signifikansi ≤ 0,05 maka

pertanyaan atau item tersebut dikatakan valid.

2) Jika r hitung ≤ r tabel atau nilai signifikansi ≥ 0,05 maka

pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid.

Uji validitas untuk 30 responden dengan taraf 5% (0,05) dan r

tabel adalah 0,361.

b. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap


51

alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan

hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu. Selain

dilakukan Uji Validitas, instrumen penelitian yang berupa

Kuesioener juga diuji reliabilitasnya. Kriteria besarnya koefisien

reliabilitas dalam Suharsimi Arikunto (2013) adalah :

0,80 < r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi

0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas cukup

0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah

0,00 < r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah

I. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses yang dilakukan peneliti dalam

mencari hasil penelitian dengan menggunakan prosedur penelitian. Baik

dengan cara observasi, wawancara, maupun instrumen Keusioner.

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sebelum melakukan

penelitian, seorang peneliti biasanya telah memiliki dugaan berdasarkan

teori yang ia gunakan, dugaan tersebut disebut dengan hipotesis. Untuk

membuktikan hipotesis secara empiris, seorang peneliti membutuhkan

pengumpulan data untuk diteliti secara lebih mendalam (Arikunto, 2012).

1. Tahap pengumpulan data

Tahap pengumpulan data dalam penelitian sebagai berikut :


52

a. Meminta surat pengantar dari program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Universitas Banyuwangi untuk mengajukan

permohonan izin penelitian dan pengambilan data ke Pulau Merah

Kabupaten Banyuwangi.

b. Setelah mendapat surat pengantar dari program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Universitas Banyuwangi, peneliti mendatangai lokasi

penelitian untuk memberikan surat pengantar kepada pengelola

tempat wisata Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi.

c. Setelah mendapat surat izin penelitian, peneliti menentukan sasaran

dan populasi serta menentukan jumlah sampel.

d. Setelah itu peneliti menyusun kuesioner yang akan ditanyakan

pada responden saat dilakukan penelitian.

e. Dalam pelaksanaannya, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan

dan manfaat penelitian kepada responden.

f. Peneliti membagikan kuesioner, menjelaskan tentang cara

pengisian kuesioner dan setelah itu responden diminta untuk

memilih jawaban sesuai point yang ada.

g. Kemudian peneliti melakukan pemeriksaan kuesioner yang telah

diisi, guna mengantisipasi jika ada kesalahan dalam pengisian,

sehingga mudah untuk dilakukan perbaikan pengisian.

h. Setelah lembar kuesioner terkumpul semua lalu dilakukan

pengecekan akhir sebelum dijadikan sumber data penelitian.

2. Teknik Pengolahan Data


53

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah

dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik,

informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan

keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis (Notoatmodjo, 2010).

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah

menggunakan program SPSS. Dalam proses pengolahan data

menggunakan program komputer langkah yang harus ditempuh, yaitu :

a. Editing

Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data

yang telah diisi oleh responden, diantaranya kelengkapan pengisian

lembar identitas responden dan kelengkapan pengisian lembar

kuesioner. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data,

sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian atau kekurangan pada

pengisian data dapat dilengkapi dengan segera (Hidayat, 2013).

b. Pemberian Kode (Coding)

Coding yaitu peoses identifikasi dan klasifikasi dari setiap

pertanyaan yang terdapat dalam instrument pengumpulan data

menurut variabel-variabel yang diteliti (Hidayat, 2013).

1) Data umum

a) Usia

(1) 15 - 25 tahun : 1

(2) 26 – 35 tahun : 2

(3) 36 – 45 tahun : 3
54

(4) 46 – 55 tahun : 4

b) Jenis kelamin

(1) Laki – laki : 1

(2) Perempuan : 2

c) Pendidikan

(1) Tidak Sekolah : 1

(2) SD : 2

(3) SMP : 3

(4) SMA/SMK : 4

(5) Akademi/Perguruan tinggi : 5

2) Variabel independen :

a) Pengetahuan :

Baik : 1

Cukup : 2

Kurang : 3

b) Sikap

Baik : 1

Cukup : 2

Kurang : 3

c) Tempat cuci tangan

Baik : 1

Cukup : 2

Kurang : 3
55

d) Peran petugas tempat wisata

Baik : 1

Cukup : 2

Kurang : 3

3) Variabel dependen :

a) Penerapan protokol kesehatan

Ya : 1

Tidak : 2

c. Scoring

Bertujuan untuk memberikan penilaian pada responden

setelah kuesioner diediting kemudian diskoring dari masing-

masing responden(Hidayat, 2013).

1) Variabel independen :

a) Pengetahuan :

Jawaban benar skor 1

Jawaban salah skor 0

b) Sikap

Pernyataan positif :

Jawaban Ya skor 1

Jawaban Tidak skor 0

Pernyataan negatif :

Jawaban Ya skor 0

Jawaban Tidak skor 1


56

c) Tempat cuci tangan

Jawaban Ya skor 1

Jawaban Tidak skor 0

d) Peran petugas tempat wisata

Jawaban Ya skor 1

Jawaban Tidak skor 0

2) Variabel dependen :

a) Penerapan protokol kesehatan

Jawaban Ya skor 1

Jawaban Tidak skor 0

d. Entry data

Entry data merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam

perangkat computer dengan pengolahan data SPSS 16.

e. Cleaning

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak saat

memasukkan data di komputer.

f. Tabulating

Setelah entry data kemudian data tersebut dikelompokkan dan

tabulasikan sehingga diperoleh frekuensi masing-masing variabel.

J. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
57

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2013). Dalam melakukan

analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data

menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh

dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam

pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-

langkah yang harus ditempuh, diantaranya :

1. Analisa Univariat

Univariat adalah analisis data yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya, (Notoatmodjo, 2010).

Teknik penyajian data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi

karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan dan data dari masing-masing variabel.

Analisis ini menggunakan software Statistical Package for Social

Science (SPPS). adapun rumusnya ialah


f
P= x 100 %
N

Keterangan :

P : Prosentase

f : Frekwensi

N : Jumlah Responden

2. Analisis Bivariat
58

Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Apabila telah dilakukan

analisis univariat, maka hasilnya akan diketahui karakteristik atau

distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis bivariat

(Notoatmodjo, 2010).

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dua

variabel. Analisis bivariat dalam penelitian ini berfungsi untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan wisatawan

pulau merah terhadap penerapan protokol kesehatan covid-19 era new

normal. Dalam penelitian ini untuk memudahkan menguji data,

peneliti menggunakan Uji Regresi Ganda dengan program SPSS 16.

Uji Regresi Ganda merupakan perluasan dari teknik regresi apabila

terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk mengadakan prediksi

terhadap variabel terikat (Arikunto, 2013).

Rumus Regresi Ganda :

Y =a+b1 X 1 +b 2 X 2 +…+ bn X n

Dimana :

Y= Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)

X 1 , X 2 ,.. X n= Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y apabila X 1 , X 2 ,... X n = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan)

K. Etika Penelitian

Menurut Hidayat, (2010) macam-macam etika penelitian sebagai berikut :


59

1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang

bertujuan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta

dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia

diteliti maka harus menandatangani lembar perusetujuan, jika subyek

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap

menghomati hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak

mencantumkan nama akan tetapi menyamarkan nama responden ,pada

lembar penelitian hanya diberi nomor tertentu.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh

peneliti, hanya data yang dipaparkan untuk kepentingan analisa data

dan dari kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan maka peneliti

akan menjamin informasinya.


60

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Merah adalah wisata pantai yang berada di wilayah Perum

Perhutani Divisi Regional Jawa Timur, KPH Banyuwangi Selatan, RPH

Kesilir Baru dan RPH Pulau Merah BKPH Sukamade. Luas area yang

dimanfaatkan 6,9 hektar. Pulau Merah berada di Desa Sumberagung,

kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Desa Sumberagung

merupakan salah satu Desa di Kabupaten Banyuwangi yang memiliki

beragam potensi wisata dengan wisata unggulan yaitu wisata Pantai Pulau

Merah. Di pantai ini terdapat bukit setinggi 200 meter di tengah pantai.

Kawasan pantai ini berada dikaki Gunung Tumpang Pitu yang merupakan

kawasan hutan lindung. Di pulau ini juga terdapat pura yang sering

digunakan warga agama Hindu melaksanakan upacara Mekiyis setiap

tahunnya.

Pulau Merah ini berada di sebelah barat dari Pantai Rajegwesi (TN

Meru Betiri) dan timur TN Alas Purwo. Pulau Merah berjarak 100 km dari

Kota Jember. Menuju lokasi, pengunjung dapat melalui jalan nasional

Jember-Banyuwangi. Tepat di Kecamatan Genteng berbelok arah ke

selatan dengan jalan aspal. Sekitar 15 km dari Kecamatan Genteng akan


61

memasuki wilayah Gambiran. Dari sini pengunjung dapat memilih jalan

ke arah pantai selatan menuju kecamatan Pesanggaran dengan dipandu

rambu-rambu yang sangat jelas menuju Pulau Merah.

B. Hasil penelitian

1. Data Umum

a. Karatkteristik responden berdasarkan usia

TABEL 4.1
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN UMUR
WISATAWAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Umur Frequency Percent
15-25 Tahun 78 55,7
26-35 Tahun 46 32,9
36-45 Tahun 11 7,9
46-55 Tahun 5 3,5
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data frekuensi responden

berdasarkan umur yaitu sebagian besar responden sebanyak 78

orang (55,7%) dengan umur 15-25 tahun. Berumur 26-35 tahun,

sebanyak 46 orang (32,9%), dan yang berumur 36-45 tahun

sebanyak 11 orang (4,5%), serta yang berumur 46-55 tahun

sebanyak 5 orang (3,5%).

b. Karakteristik responden berdasakrakn jenis kelamin

TABEL 4.2
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN JENIS
KELAMIN WISATAWAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Jenis kelamin Frequency Percent
Laki-Laki 53 37,9
Perempuan 87 62,1
Total 140 100
62

Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh data frekuensi responden

berdasarkan yaitu sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan sebanyak 87 orang (62,1%) dan responden yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53 orang (37,9%).

c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

TABEL 4.3
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN PENDIDIKAN
WISATAWAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Pendidikan Frequency Percent
tidak sekolah 13 9,3
SD 22 15,7
SMP 35 25
SMA 50 35,7
Akademik/ PT 20 14,3
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat diketahui frekuensi

responden berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu hampir

setengahnya berpendidikan SMA sebanyak 50 orang (35,7%),

sebanyak 35 orang (25%) berpendidikan SMP dan sebagian kecil

lainnya sebanyak 20 orang (14,3%) berpendidikan akademi dan

sebagian kecil lagi sebanyak 22 orang (15,7%) bependidikan SD,

serta 13 orang (9,3%) tidak sekolah.

2. Data Khusus

a. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan

TABEL 4.4
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN TINGKAT
PENGETAHUAN WISATAWAN DI PULAU MERAH
63

TAHUN 2020
Tingkat Pengetahuan Frequency Percent
Baik 48 34,3
Cukup 62 44,3
Kurang 30 21,4
Total 140 100
Sumber :Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui frekuensi
Lembar Kuesioner

tingkat pengetahuan paling banyak adalah pada tingkat cukup

yakni sebanyak 62 orang (44,3%), disusul tingkat pengetahuan

baik sebanyak 48 orang (34,3%) dan tingkat pengetahuan kurang

sebanyak 30 orang (21,4%).

b. Karakteritik responden berdasarkan sikap

TABEL 4.5
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN SIKAP
WISATAWAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Sikap Frequency Percent
Baik 81 57,9
Cukup 49 35,0
Kurang 10 7,1
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui frekuensi sikap

paling banyak adalah skala baik yakni sebanyak 81 orang

(57,9%), disusul sikap wisatawan pada skala cukup sebanyak 49

orang (35%) dan sikap wisatawan pada skala kurang sebanyak 10

orang (7,1%).

c. Karakteritik responden berdasarkan tempat cuci tangan

TABEL 4.6
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN TEMPAT
CUCI TANGAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Tempat Cuci Tangan Frequency Percent
64

Baik 40 28,6
Cukup 75 53,6
Kurang 25 17,8
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui frekuensi

tempat cuci tangan paling banyak adalah pada skala cukup yakni

sebanyak 75 orang (53,6%), disusul skala baik sebanyak 40 orang

(28,6%) dan pada skala kurang sebanyak 25 orang (17,8%).

d. Karakteristik responden berdasarkan peran petugas

TABEL 4.7
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN PERAN
PETUGAS DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Sikap Frequency Percent
Baik 45 32,1
Cukup 80 57,1
Kurang 15 10,8
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat diketahui frekuensi

peran petugas tangan paling banyak adalah pada skala cukup

yakni sebanyak 80 orang (57,1%), disusul skala baik sebanyak 45

orang (32,1%) dan skala kurang sebanyak 15 orang (10,8%).

e. Karakteristik responden berdasarkan penerapan protokol

kesehatan

TABEL 4.8
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN PENERAPAN
PROTOKOL KESEHATAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Penerapan Protokol Kesehatan Frequency Percent
Baik 107 76,4
Cukup 28 20
65

Kurang 5 3,6
Total 140 100
Sumber : Lembar Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat diketahui frekuensi

penerapan protokol kesehatan, mayoritas wisatawan menerapkan

protokol kesehatan dengan baik, ditunjukan dengan tingkat

jawaban Ya berdasarkan observasi peneliti yakni sebanyak 123

orang (87,9%), dan yang tidak menerapkan protokol kesehatan

dengan baik sebanyak 17 orang (12,1%).

3. Tabulasi silang

a. Tabulasi silang tingkat pengetahuan dan penerapan protokol

kesehatan

TABEL 4.9
Protokol Kesehatan
No Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
N % N % N % N %
1 Baik 48 34,3 0 0 0 0 48 34,3
2 Cukup 59 42,1 3 2,1 0 0 62 44,3
3 Kurang 0 0 25 17,9 5 3,6 30 21,4
Jumlah 10 14 100
76,4 28 20 5 3,6
Sumber : Lembar Kuesioner 7 0
TABULASI SILANG ANTARA TINGKAT
PENGETAHUAN DAN PENERAPAN PROTOKOL
KESEHATAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
66

Berdasarkan tabel 4,9 di atas, menunjukan bahwa tingkat

pengetahuan wisatawan pada skala baik dan cukup menduduki tempat

paling banyak yakni skala baik sebanyak 48 orang (34,3%) dan skala

cukup sebanyak 59 orang (42,1%) Protokol Kesehatan


, sedangkan pada skala kurang
No Sikap Baik Cukup Kurang Total
N % N
terdpat 5 orang (9,3%) yang menerapkan. % N % N %
1 Baik 81 57,9 0 0 0 0 81 57,9
2 Cukup 26 18,6 23 16,4 0 0 49 35
3 Kurang 0 0 5 3,6 5 3,6 10 7,1
Jumlah 14 100
107 76,4 28 20 5 3,6
Sumber : Lembar Kuesioner 0

b. Tabulasi silang sikap dan penerapan protokol kesehatan

TABEL 4.10
TABULASI SILANG ANTARA SIKAP DAN PENERAPAN
PROTOKOL KESEHATAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
67

Berdasarakan tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa

mayoritas wisatawan dengan sikap yang baik sebanyak 81

orang (57,9%) menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

Begitupun wisatawan dengan sikap yang cukup sebanyak 26

orang (16,6%) menerapkan protokol kesehatan dengan baik

dan yang tidak menerapkan sebanyak 5 orang (3,6%).


c. Tabulasi silang tempat cuci tangan dan penerapan protokol
kesehatan
TABEL 4.11
TABULASI SILANG ANTARA TEMPAT CUCI TANGAN
DAN PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN
WISATWAN DI PULAU MERAH
TAHUN 2020
Protokol Kesehatan
No Tempat Cuci Tangan Baik Cukup Kurang Total
N % N % N % N %
1 Baik 40 28,6 0 0 0 0 40 28,6
2 Cukup 67 47,9 8 5,7 0 0 75 53,6
3 Kurang 0 0 20 14,3 5 3,6 25 17,9
Jumlah 14 100
107 76,4 28 20 5 3,6
Sumber : Lembar Kuesioner 0

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa tempat cuci

tangan memadai dalam kategori baik dan cukup berpengaruh pada

penerapan protokol kesehatan, begitupun sebaliknya tempat cuci

tangan yang tidak memadai atau dalam skala kurang berpengaruh

pada penerapan protokol kesehatan ditunjukan oleh tabel 4.11

diatas.

d. Tabulasi silang peran petugas dan penerapan protokol kesehatan

TABEL 4.12
TABULASI SILANG ANTARA PERAN PETUGAS DAN
PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN WISATWAN DI
PULAU MERAH
TAHUN 2020
Protokol Kesehatan
No Peran Petugas Baik Cukup Kurang Total
N % N % N % N %
1 Baik 45 32,1 0 0 0 0 45 32,1
2 Cukup 62 44,3 18 12,9 0 0 80 57,1
3 Kurang 0 0 10 7,1 5 3,6 15 10,7
Jumlah 14 100
107 76,4 28 20 5 3,6
Sumber : Lembar Kuesioner 0

68
69

Berdasarkan tabel 4.12 diatas, terlihat peran petugas di

pulau merah dalam rentang skala cukup sampai baik, hal tersebut

di buktikan oleh data yang disajikan pada tabel di atas.

C. Pembahasan

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus - 10

September 2020 tentang “Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Wisatawan Pulau Merah terhadap Penerapan Protokol Kesehatan Covid-

19 Era New Normal di Kabupaten Banyuwangi”, dengan jumlah 140

responden.

1. Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui frekuensi tingkat

pengetahuan paling banyak adalah pada tingkat cukup yakni sebanyak

62 orang (44,3%), disusul tingkat pengetahuan baik sebanyak 48

orang (34,3%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 30 orang

(21,4%).

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa pengetahuan

merupakan hasil tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain

terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman

dan penelitian terbukti bahwa perihal yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.
70

2. Sikap Wisatawan

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui frekuensi sikap paling banyak

adalah skala baik yakni sebanyak 81 orang (57,9%), disusul sikap

wisatawan pada skala cukup sebanyak 49 orang (35%) dan sikap

wisatawan pada skala kurang sebanyak 10 orang (7,1%).

Sikap menurut Notoadmodjo (2012) merupakan reaksi atau respon

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap belum merupakan aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan suatu perilaku. Sikap dapat dibagi dalam berbagai tingkatan,

antara lain :

a. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau

dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding), dapat berupa memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan.

c. Menghargai (Valuating), dapat berupa mengajak orang lain

untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible), atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya.

3. Tempat Cuci Tangan

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui frekuensi tempat cuci tangan

paling banyak adalah pada skala cukup yakni sebanyak 75 orang


71

(53,6%), disusul skala baik sebanyak 40 orang (28,6%) dan pada skala

kurang sebanyak 25 orang (17,8%).

Tempat cuci tangan merupakan fasilitas yang disediakan untuk

sarana masyarakat atau wisatawan untuk membasuh muka atau

mencuci tangan sebelum memasuki daerah wisata atau sesudah keluar

dari tempat wisata. Apalagi dalam era new normal ini, tempat wisata

diwajibkan menyediakan sarana tempat cuci tangan bagi wisatawan

untuk bentuk pencegahan penyebaran covid-19 (Kompas, 2020).

4. Peran Petugas

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui frekuensi peran petugas

tangan paling banyak adalah pada skala cukup yakni sebanyak 80

orang (57,1%), disusul skala baik sebanyak 45 orang (32,1%) dan

skala kurang sebanyak 15 orang (10,8%).

Peran serta petugas tempat wisata dalam mengawasi dan

menjalankan protokol yang berlaku. Seluruh protokol yang telah

dibuat tersebut akan berhasil jika masyarakat, baik itu pihak pengelola

objek wisata, masyarakat di sekitar objek wisata, dan wisatawan ikut

serta dalam memberikan pengawasan dan menjalankan protokol

kesehatan di objek wisata (Eticon, 2020). Ada beberapa dimensi peran

petugas kesehatan dalam hal ini petugas tempat wisata diantaranya :

a. Sebagai fasilitator

Peran sebagai seorang fasilitator dalam memberikan

kemudahan atau menyediakan fasilitas kesehatan.


72

b. Sebagai komunikator

Peran sebagai komunikator dalam menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak

lain yang menerima pesan tersebut dapat memberikan respon

terhadap pesan yang disampaikan. Petugas harus mampu

melakukan komunikasi untuk menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain sehingga dapat

menggerakkan dan melakukan kerjasama untuk mencapai

tujuan (Mundakir, 2006).

5. Penerapan Protokol Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui frekuensi penerapan protokol

kesehatan, mayoritas wisatawan menerapkan protokol kesehatan

dengan baik, ditunjukan dengan tingkat jawaban Ya berdasarkan

observasi peneliti yakni sebanyak 123 orang (87,9%), dan yang tidak

menerapkan protokol kesehatan dengan baik sebanyak 17 orang

(12,1%).

Protokol kesehatan merupakan aturan dan ketentuan yang perlu

diikuti oleh segala pihak agar dapat beraktivitas secara aman pada saat

pandemi Covid-19 ini (tirto.id, 2020). Penerapan protokol kesehatan

era new Normal di Kabupaten Banyuwangi berlandaskan pada

PERBUP (Peraturan Bupati) Banyuwangi Nomor 39 Tahun 2020

Tentang Pedoman Tatanan Kehidupan Baru pada Kondisi Pandemi

Covid 19 di Kabupaten Banyuwangi. Dalam PERBUP tersebut


73

terdapat pedoman protokol kesehatan yang wajib dilakukan oleh

pengelola, pekerja dan pengunjung tempat wisata/wisatawan. Pedoman

tersebut khususnya pada Bidang Pariwisata Pasal 26 yang

menyebutkan bahwa peraturannya sebagai berikut :

a. Desitnasi/obyek wisata

1) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib melakukan

penyemprotan menggunakan cairan disinfektan di seluruh area

destinasi/obyek wisata paling sedikit 2 kali sehari sebelum

buka dan setelah tutup di sore hari.

2) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib menyediakan wastafel/

tempat cuci tangan serta sabun cair dalam jumlah yang cukup

atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di depan pintu

masuk.

3) Petugas/penjaga pintu masuk obyek wisata wajib menggunakan

masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face shield) serta

menyiapkan alat pemindai suhu tubuh (thermo gun) untuk

mengukur suhu badan para pengunjung.

4) Semua pengunjung wajib menggunakan masker dan dipastikan

dalam kondisi sehat dengan suhu badan tidak lebih dari 37,3ºc.

5) Petugas ticketing berada di ruang yang di sekat dengan tabir

transparan (kaca/akrilik dan lain-lain) dan wajib mengenakan

masker, sarung tangan, alat pelindung wajah (face shield).


74

6) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib menyediakan baju APD

(baju hazmat). dalam keadaan emergensi, saat melakukan

pertolongan pertama kepada wistawan yang mengalami gejala

sakit di destanisi, petugas wajib menggunakan baju apd

lengkap (baju hazmat), masker, sarung tangan dan alat

pelindung wajah (face shield).

7) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memiliki peralatan

medis dan obat-obatan untuk pertolongan pertama (tandu,

tabung kebakaran dan lain-lain).

8) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memiliki

petugas/karyawan yang telah mengikuti pelatihan

penanggulangan gawat darurat dan bersertifikat yang

dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

9) Pengelola destinasi/obyek wisata wajib memberlakukan

pembatasan pengunjung yang disesuaikan dengan kapasitas

obyek wisatanya serta melakukan pengaturan jarak supaya

tidak terjadi kerumunan.

10) Petugas destinasi wajib mengikuti rapid test secara berkala dan

hasilnya di informasikan ditunjukkan kepada pengunjung/

dipampang di destinasi wisata tersebut.

11) Rumah makan/warung di destinasi/obyek wisata mengikuti

protokol yang berlaku di restoran/rumah makan pada

umumnya.
75

6. Korelasi Antar Variable

a. Korelasi antara tingkat pengetahuan dan penerapan protokol

kesehatan

Berdasarkan tabel 4,9 di atas, menunjukan bahwa tingkat

pengetahuan wisatawan pada skala baik dan cukup menduduki

tempat paling banyak yakni skala baik sebanyak 48 orang

(34,3%) dan skala cukup sebanyak 59 orang (42,1%) , sedangkan

pada skala kurang terdpat 5 orang (9,3%) yang menerapkan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Riyadi & Putri Larasaty di Direktorat Analisis dan Pengembangan

Statistik, menunjukan Variabel tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan

masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan dengan arah

hubungan yang positif. Dengan kata lain, seseorang dengan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki

kecenderungan akan selalu taat dan patuh pada penerapan

protokol kesehatan mengingat pengetahuan yang dimilikinya

terkait bahaya Covid-19 dan informasi mengenai pengendalian

penyebaran Covid-19.

Dari hasil penelitian diatas dan teori yang ada, dapat ditarik

kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan seseorang sangat

berpengaruh bagaimana seharusnya iya bersikap, hal tersebut juga

tercermin dalam penerapan protokol kesehatan, dengan


76

pengetahuan yang baik, mereka akan menyadari betapa

pentingnya penerapan protokol kesehatan di masa pandemi.

b. Korelasi antara sikap wisatwan dan penerapan protokol kesehatan

Berdasarakan tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa

mayoritas wisatawan dengan sikap yang baik sebanyak 81 orang

(57,9%) menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Begitupun

wisatawan dengan sikap yang cukup sebanyak 26 orang (16,6%)

menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan yang tidak

menerapkan sebanyak 5 orang (3,6%).

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Riyadi & Putri Larasaty di Direktorat Analisis dan Pengembangan

Statistik Tentang variabel tingkat kekhawatiran dan sikap

sesorang dalam menyikapi berita Covid-19 mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan masyarakat dalam

penerapan protokol kesehatan dengan arah hubungan yang positif.

Dengan kata lain, masyarakat yang memiliki kekhawatiran yang

tinggi dan sikap yang baik akan adanya pemberitaan Covid-19

mempunyai kecenderungan untuk selalu taat dan patuh pada

penerapan protokol kesehatan.

Dari hasil penelitian diatas dan teori yang ada, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sikap seseorang sangat berpengaruh

bagaimana seharusnya iya bersikap, hal tersebut juga tercermin

dalam penerapan protokol kesehatan, semakin baik sikap


77

seseorang semakin iya dapat mengahrgai dan saling menjaga

lingkungan sekitar dengan menerapkan protokol kesehatan.

c. Korelasi antara tempat cuci tangan dan penerapan protokol

kesehatan

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa tempat cuci

tangan memadai dalam kategori baik dan cukup berpengaruh pada

penerapan protokol kesehatan, begitupun sebaliknya tempat cuci

tangan yang tidak memadai atau dalam skala kurang berpengaruh

pada penerapan protokol kesehatan ditunjukan oleh tabel 4.11

diatas.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayatun

Nufus dan Teuku Tahlil dalam penelitian The Availability Of

Facilitiesand Handwashingbehavior Among Elementary School

Students menyatakan Berdasarkan hasil penelitian terlihat fasilitas

cuci tangan tidak lengkap/ kurang memadai, sebagian besar

responden (63%) menyatakan perilaku cuci tangan kurang baik.

Maria, Maryanti dan Hery dalam menjelaskan fasilitas yang baik,

terdapatnya ketesediaan fasilitas yang lengkap seperti kain lap

tangan, wadah wastafel, yang memadai ditiap kelas akan

membantu meningkatkan perilaku siswa/i dalam meningkatkan

sikap dalam melaksanakan cuci tangan sebelum makan.

Dari teori yang ada serta penelitian diatas dapat

disimpulkan bahwa tersedianya tempat cuci tangan yang memadai


78

juga turut berpengaruh pada penerapan protokol kesehatan di

lingkungan tempat wisata.

d. Korelasi antara peran petugas dan penerapan protokol kesehatan

Berdasarkan tabel 4.12 terlihat peran petugas di pulau

merah dalam rentang skala cukup sampai baik, hal tersebut di

buktikan oleh data yang disajikan pada tabel 4.12 dimana

mayoritas responden menyetakan petugas berperan serta dalam

menerapakan protokol kesehatan.

Dari hasil penelitian diatas, dan di dukung oleh teori yang

ada, dapat disimpulkan bahwa petugas tempat wisata turut

berperan dalam hal mengingatkan, menghimbau dan

mengarahkan serta mengawasi wisatawan dalam hal penerapan

protol kesehatan.

Dari ulasan hasil penelitian di atas dan berdasarkan korelasi

antar variable ditemukan faktor faktor kedisiplinan wisatawan

yang berpengaruh pada penerapan protokol kesehatan yakni

tongkat pengetahuan wisatawan, sikap wisatawan, tempat cuci

tangan dan peran petugas tempat wisata memiliki korelasi yang

signifikan, hal tersebut juga di buktikan dengan hasil analisa data

statistik dengan tehnik regresi ganda menggunakan uji t dan uji f

sepeseperti yang digambarkan dibawah ini ;


79

 Uji T
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .241 .082 2.947 .004
Tingkat_Pengetahua
.366 .096 .518 3.802 .000
n
Sikap .398 .065 .481 6.141 .000
Tempat_Cuci_Tang
.156 .104 .203 1.505 .135
an
Peran_Petugas -.305 .101 -.363 -3.026 .003
a. Dependent Variable:Penerapan_Protokol_Kesehatan

Berdasarkan hasil uji t dapat dianalisa ;

1) Tingkat pengetahuan dengan sig 0,000 < 0,05 dan t hitung 3,802 > t

tabel 1,977, sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh antara tingkat

pengetahuan wisatawan dan penerapan protokol kesehatan.

2) Sikap dengan sig 0,000 < 0,05 dan t hitung 6,141 > t tabel 1,977,

sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh antara sikap wisatawan dan

penerapan protokol kesehatan.

3) Tempat cuci tangan dengan sig 0,135 > 0,05 dan t hitung 1,505 < t tabel

1,977, sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh antara tempat

cuci tangan dan penerapan protokol kesehatan.

4) Peran petugas dengan sig 0,03 < 0,05 dan t hitung 3,026 > t tabel 1,977,

sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh antara peran petugas tempat

wisata dan penerapan protokol kesehatan.

 Uji F
80

ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 24.981 4 6.245 66.360 .000a
Residual 12.705 135 .094
Total 37.686 139
a. Predictors: (Constant), Peran_Petugas, Sikap, Tempat_Cuci_Tangan,
Tingkat_Pengetahuan
b. Dependent Variable: Penerapan_Protokol_Kesehatan
Berdasarkan hasil uji f dapat dianalisa ;

1) f : sig 0,000 < 0,05 dan f hitung 66,360 > f tabel 2,44, sehingga dapat

disimpulkan ada pengaruh antara varaible x terhadap variable y.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang

mengidentifikasi serta menganalisa Faktor faktor yang mempengaruhi

Kedisiplinan Wisatawan Pulau Merah terhadap Penerapan Protokol

Kesehatan Covid-19 Era New Normal di Kabupaten Banyuwangi Maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji t di dapatkan variable tingkat pengetahuan,

sikap, dan peran petugas memiliki pengaruh secara parsial terhadap

penerapan protokol kesehatan

2. Berdasarkan hasil uji f di dapatkan variable X memiliki pengaruh

secara simultan terhadap variable Y

3. Hasil uji statistik penelitian dapat disimpulkan dengan hasil uji SPSS

versi 16 didapatkan faktor faktor yang dianalisa oleh peneliti yakni

tingkat pengetahuan, sikap, tempat cuci tangan dan peran petugas

memiliki pengaruh terhadap kedisiplinan wisatawan dalam

menerapkan protokol kesehatan.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan/ Universitas Bakti Indonesia

Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan

refrensi khususnya bagi mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat

Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi.

81
2. Bagi Tempat Penelitian/ Pulau Merah

Diharapkan petugas tempat wisata agar mengambil gambaran

hasil penelitian ini yang menyatakan faktor faktor yang

mempengaruhi kedsiplinan wisatawan dalam menerapkan protokol

kesehatan. serta mendukung penatalaksanaan protokol kesehatan

dalam era new normal.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan agar peneliti yang akan datang lebih memperluas

pembahasan dalam penelitian, agar hasil penelitian secara teoritis

dapat memberikan solusi terhadap masalah kesehatan yang ada serta

menjadikan perkembangan ilmu kesehatan semakin berkembang.

82

Anda mungkin juga menyukai