Makalah Boraks Buk Denia
Makalah Boraks Buk Denia
Disusun Oleh:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pengujian
kafeinpada mata kuliah Analisa Makanan Dan Minuman ini dengan baik,lancar,dan
tepat waktunya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada dosen pengajar
Analisa Makanan Dan Minuman Denia Pratiwi M.Farm,Apt di Program Studi D-III
Aanalis Farmasi dan Makanan yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan.Oleh
karena,itu,saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan agar makalah yang kami susun selanjutnya akan lebih baik.
Penulis
A. ANALISIS KANDUNGAN BORAKS (Na2B4O7 10 H2O) PADA ROTI
TAWAR YANG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK YANG DIJUAL
DI KELURAHAN PADANG BULAN KOTA MEDAN TAHUN 2012
1. Latar Belakang
Pada umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan
untukmenghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk
mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya
dilakukan penambahan “bahan tambahan makanan (BTM)” yang disebut zat aktif kimia
(food additive) (Widyaningsih, 2006).
Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menjaga kualitas makanan
tersebut salah satunya adalah zat pengawet. Menurut Hermana (1991), pengawetan
dengan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah. Cara ini terutama
bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah menyediakan sarana penyimpanan pada
suhu rendah. Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan sifatnya adalah
penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena
itu populasi mikroba dari bahan
pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan seminimum mungkin dengan
cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Bahan kimia berbahaya yang bukan
ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan kedalam makanan misalnya boraks akan
sangat membahayakan konsumen (Buckle, 1987; Yuliarti, 2009).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Pramono dalam Nasution (2009),
tentang boraks pada makanan berupa mie basah, lontong, bakso, pempek dan kerupuk
udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung
Sawah, dan swalayan Bandar Lampung, dari 30 contoh mie basah, 84% positif
mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13
sampel pempek, 85% juga mengandung boraks, dari 12 sampel kerupuk udang, 100%
positif mengandung boraks. Penelitian yang dilakukan oleh Anisyah Nasution tentang
Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan
Tahun 2009, terdapat 62,5% pedagang lontong di Kelurahan Padang Bulan menjual
lontong yang mengandung boraks. Penggunaan boraks dalam waktu lama dan jumlah
yang banyak dapat menyebabkan kanker. Namun pelanggaran peraturan di atas masih
sering dilakukan oleh produsen makanan. Menurut Medikasari (2003), hal ini terjadi
selain karena kurangnya pengetahuan para produsen juga karena harga pengawet yang
khusus digunakan untuk industri relatif lebih murah dibandingkan dengan harga
pengawet yang khusus digunakan untuk makanan maupun minuman. Roti tawar
merupakan salah satu makanan yang mudah rusak. Menurut Kusuma (2008), tepung
terigu yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan roti mengandung pati dalam jumlah
yang relatif tinggi. Pati dapat dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh
mikroorganisme khususnya jamur, karena gula-gula sederhana merupakan sumber
nutrisi utama bagi mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan penambahan pengawet
ke dalam adonan roti untuk mencegah aktifitas mikroorganisme sehingga
mikroorganisme tidak tumbuh dan berkembang di permukaan roti. Boraks sebagai
pengawet dalam makanan dilarang penggunaannya sesuai dengan Permenkes RI No
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
2. Perumusan Masalah
Penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya pada makanan seperti
boraks masih banyak terjadi penyalahgunaan. Maka dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada roti tawar yang bermerek dan tidak
bermerek yang dijual di Kelurahan padang Bulan Kota Medan.
3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan
boraks pada roti tawar yang bermerek dan tidak bermerek yang dijual di Kelurahan
Padang Bulan Kota Medan, mengetahui lama masa simpan roti tawar sehingga terjadi
perubahan fisik pada roti tawar yang bermerek dan tidak bermerek yang dijual di
Kelurahan Padang Bulan Kota Medan.
4. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif, yaitu menganalisa ada tidaknya
kandungan boraks pada roti tawar yang bermerek dan tidak bermerek yang dijual di
Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Lokasi pengambilan sampel di Swalayan
Indomaret, swalayan Carrefour, swalayan Ananta, toko roti Majestyk, Pasar tradisional
Sore,dan penjaja roti di kelurahan Padang Bulan. Waktu penelitian dilakukan Bulan
Oktober 2012 sampai Januari 2013. Sampel Penelitian adalah 8 sampel yang terdiri dari
4 roti tawar bermerek yaitu: Sari Roti, Paparoti,roti tawar Majestyk, roti tawar Carrefour
dan 4 roti tawar tidak bermerek yaitu: roti tawar ngetop, Bandung, Quality food, dan
Chandra Bakrey. Roti tawar yang sudah dibeli langsung diperiksa di laboratorium di
bagian MMHP (Makanan Minuman Hasil Pertanian) Balai Riset dan Standarisasi
Industri Medan, secara kualitatif dengan metode reaksi nyala dan metode kurkumin
untuk melihat ada tidaknya kandungan boraks pada roti tawar bermerek dan tidak
bermerek.
5. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisa kandungan boraks yang peneliti lakukan terhadap 8 sampel roti
tawar di Balai Riset Standarisasi Industri Medan, disajikan dalam tabel 4.1 berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Roti Tawar Bermerek dan
Tidak Bermerek yang Dijual Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun
2012 dengan Metode Reaksi Nyala Api
6. Kesimpulan
Kandungan boraks pada 4 roti tawar yang bermerek yang dijual di Kelurahan
Padang Bulan Tahun 2012 adalah negatif, yang berarti memenuhi persyaratan kesehatan
menurut Permenkes No 1168 tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan dimana
tidak boleh ada bahan tambahan makanan berbahaya dalam makanan.Kandungan boraks
pada 4 roti tawar yang tidak bermerek yang dijual di Kelurahan Padang Bulan Tahun
2012 adalah negatif, yang berarti memenuhi persyaratan kesehatan menurut Permenkes
No 1168 tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan dimana tidak boleh ada bahan
tambahan makanan berbahaya dalam makanan. Kepada petugas kesehatan dan Balai
POM diharapkan untuk mensosialisasikan informasi bahan tambahan makanan yang
diperbolehkan dan yang dilarang penggunaannya kepada konsumen dan produsen agar
kedua belah pihak tahu dan mengerti tentang bahan tambahan makanan yang aman
untuk dikonsumsi. Produsen roti tawar yang tidak bermerek diharapkan mencantumkan
label tanggal kadaluarsa, izin Dinkes/BPOM, komposisi yang lengkap agar masyarakat
mengetahui informasi mengenai produk yang akan dibeli.
B. ANALISIS BORAKS PADA BAKSO DAGING SAPI A DAN B YANG
DIJUAL DI DAERAH KENJERAN SURABAYA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETRI
1. Pendahuluan
Boraks dilarang digunakan di dalam makanan, karena sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh diantaranya mengakibatkan demam, kerusakan ginjal, kanker,
kerusakan hati, bahkan dapat mengakibatkan kematian apabila dikonsumsi dalam
jangka panjang. Tetapi masih banyak digunakan dalam beberapa produk makanan
seperti mie kuning basah, bakso dan lontong.
Bahan tambahan pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Wisnu, 2006).
Tujuan penambahan zat tambahan makanan adalah untuk meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan serta mempermudah dalam penyiapan bahan pangan (Wisnu, 2006).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai
pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit.
Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan
menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan. Natrium borat atau yang
lebih dikenal dengan boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O7 merupakan serbuk
kimia berwarna putih yang terdapat di alam atau dari pembuatan pabrik. Boraks di
kalangan para pedagang bakso lebih dikenal dengan nama “pemutih pentol” atau
“pemutih” saja, dan merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang (Permenkes,
1998).
2. Metode penelitian
Untuk mengetahui kandungan boraks dalam makanan olahan yang dijual oleh
masyarakat, maka dilakukan penelitian terhadap bakso daging sapi yang tidak terdaftar.
Sampel bakso daging sapi A dan B yang diambil di daerah Kenjeran Surabaya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan boraks pada bakso daging sapi A
dan B yang diteliti.
Bahan-bahan yang digunakan boraks, ethanol p.a., larutan kurkumin 0,125%,
NaOH 10%, Asam Asetat p.a : Asam Sulfat p.a (1:1), methanol, Aquades.
Metode pengambilan sampel dilakukan secara random sederhana dengan
pengundian, yang diambil di daerah Kenjeran Surabaya.
Pemeriksaan Kualitatif yaitu Menimbang sampel ± 1,0 gram, memotong kecil-
kecil,ditambahkan MetOH + H2SO4 p, dibakar, mengamati nyala api berwarna hijau
Pembuatan Larutan Baku Kerja Boraks yaitu larutan baku induk Boraks 589 bpj,
diencerkan larutan baku kerja I (58,9 bpj), diencerkan larutan baku II (1,178 bpj) dipipet
1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml ditambah NaOH 10% sebanyak 1,0 ml,
dipanaskan 2,5 jam suhu 100ºC, kemudian dikeringkan suhu 100ºC selama 30’,
ditambah kurkumin sebanyak 3,0 ml dipanaskan sampai larut. Ditambah asam asetat :
asam sulfat (1:1) sebanyak 3,0 ml sampai warna kuning berubah menjadi ungu
ditambahkan etanol ke dalam labu ukur sampai tepat 25,0 ml,kemudian disaring dan 3
ml saringan pertama dibuang saringan berikutnya diamati pada spektrofotometri Vis
scaning pada panjang gelombang λ 700 nm – 500 nm. Diamati absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum, kemudian dicatat absorbansinya dan dibuat kurva baku.
Penetapan kadar boraks secara kuantitatif yaitu menimbang sampel ±10 g,
Mengeringkan hingga benar-benar kering pada suhu 60ºC di oven. Diabukan pada suhu
600ºC di furnace selama 8 jam. Melarutkan dengan air panas sampai 1000,0 ml dipipet
1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml. Ditambah NaOH 10% sebanyak 1,0 ml,
dipanaskan 2,5 jam suhu 100oC, kemudian dikeringkan 30’ suhu 100oC. Ditambah
kurkumin 0,125% sebanyak 3,0 ml, dipanaskan sampai larut. Menambah asam asetat :
asam sulfat (1:1) sebanyak 3,0 ml sampai warna kuning berubah menjadi ungu.
Ditambahkan etanol ke dalam labu ukur sampai tepat 25,0 ml, kemudian disaring dan 3
ml saringan pertama dibuang Saringan berikutnya diamati pada spektrofotometri Vis
scanning pada λ = 700 nm-500 nm. Diamati absorbansinya pada panjang gelombang λ =
550 nm dan dicatat absorbansinya. Penetapan kadar % recovery yaitu Ditimbang sampel
±10 g. Ditambahkan boraks sebanyak 5,0 ml (±1000 bpj). Dioven hingga benar-benar
kering pada suhu 600 C. Diabukan pada suhu 6000 C di Furnace selama 8 jam.
Dilarutkan dengan air panas sampai 1000,0 ml. Dipipet 0,5 ml. Ditambah NaOH 10%
sebanyak 1,0 ml, dipanaskan 2,5 jam suhu 1000C, kemudian dikeringkan pada suhu
1000C selama 30’. Ditambah kurkumin sebanyak 3,0 ml, dipanaskan sampai larut.
Ditambah asam asetat : asam sulfat (1:1) sebanyak 3,0 ml sampai warna kuning berubah
menjadi ungu. Ditambahkan etanol ke dalam labu ukur sampai tepat 25,0 ml,kemudian
disaring dan 3 ml saringan pertama dibuang. Saringan berikutnya diamati pada
spektrofotometri Vis scanning pada λ = 700 nm – 500 nm. Diamati absorbansinya pada
panjang gelombang λ = 550 nm hasil scanning, dicatat absorbansinya.
Penetapan kadar % recovery yaitu Ditimbang sampel ±10 g. Ditambahkan boraks
sebanyak 5,0 ml (±1000 bpj). Dioven hingga benar-benar kering pada suhu 600 C.
Diabukan pada suhu 6000 C di Furnace selama 8 jam. Dilarutkan dengan air panas
sampai 1000,0 ml. Dipipet 0,5 ml. Ditambah NaOH 10% sebanyak 1,0 ml, dipanaskan
2,5 jam suhu 1000C, kemudian dikeringkan pada suhu 1000C selama 30’. Ditambah
kurkumin sebanyak 3,0 ml, dipanaskan sampai larut. Ditambah asam asetat : asam sulfat
(1:1) sebanyak 3,0 ml sampai warna kuning berubah menjadi ungu. Ditambahkan etanol
ke dalam labu ukur sampai tepat 25,0 ml,kemudian disaring dan 3 ml saringan pertama
dibuang. Saringan berikutnya diamati pada spektrofotometri Vis scanning pada λ = 700
nm – 500 nm. Diamati absorbansinya pada panjang gelombang λ = 550 nm hasil
scanning, dicatat absorbansinya
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
sampel bakso daging sapi A dan B tidak mengandung boraks, telah memenuhi
persyaratan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/ 1988
tentang larangan penggunaan boraks pada makanan. Hasil validasi metode diperoleh
nilai Vxo = 2,61%. LLOD dan LLOQ untuk baku boraks yaitu 0,0092 bpj dan
0,0307 bpj. KV = 0,18% - 0,37%. Hasil %recovery pada sampel bakso daging sapi
sebesar 83% - 83,74%. Hasil ini telah memenuhi persyaratan validasi metode dengan
parameter selektifitas, akurasi, presisi.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang ingin
penulis sampaikan adalah perlu dilakukan analisis kadar boraks pada produk olahan
lain selain daging, seperti kerupuk puli, mie, dan gula merah.