Anda di halaman 1dari 13

LANGKAH 1

MEMBANGUN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

I. PENGERTIAN
Langkah pertama menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah
Membangun Budaya Keselamatan Pasien. Istilah Budaya Selamat
(Safety culture) digunakan untuk menjelaskan cara mengelola
“keselamatan” di tempat kerja, dan sering merefleksikan sikap,
kepercayaan, persepsi dan nilai keselamatan yang ditunjukkan
pegawai dalam bekerja (Cox and Cox, 1991). Budaya organisasi
merujuk pada bentuk yang signifikan dari nilai (value) organisasi (De
Cock et al., 1986).

Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai: “suatu pola


asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-
anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan
dan merasakan hal yang terkait dengan masalah-masalah tersebut”.

Advisory Committee on the safety of Nuclear Instalations (ACSNI),


mendefinisikan bahwa budaya selamat adalah: “Nilai (value), sikap,
persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang dihasilkan oleh
individual dan kelompok yang ditetapkan berdasarkan komitmen dan
gaya dari management organisasi kesehatan dan keselamatan
(organization’s health and safety management). Organisasi dengan
budaya keselamatan (safety culture) yang positif mempunyai
karakteristik yaitu adanya komunikasi yang saling percaya dengan

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
cara berbagi persepsi yang penting dari keselamatan dan percaya
pada pentingnya pencegahan”.

II. MENGAPA BUDAYA KESELAMATAN PASIEN PENTING?


Safety culture sangat penting diterapkan pada organisasi kesehatan.
Keuntungan dari safety culture adalah (NPSA, 2004):
1. Organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan
terjadi atau jika kesalahan telah terjadi.
2. Meningkatnya laporan insiden yang dibuat dan belajar dari
insiden yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian
yang sama berulang kembali dan keparahan dari keselamatan
pasien.
3. Kesadaran akan keselamatan pasien yaitu bekerja untuk
mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan atau
insiden dapat mengurangi cedera pada fisik dan mental pasien.
4. Berkurangnya staff yang merasa tertekan, bersalah, malu dan
berkurangnya turnover pasien karena pasien yang pernah
mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami
perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan
akan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.
5. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh pengobatan akibat
incident dan penambahan therapy.
6. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani
keluhan dan tuntutan pasien.
7. Mengurangi pengeluaran financial dan sosial yang diakibatkan
oleh insiden pasien safety termasuk kehilangan waktu kerja
dan kecacatan.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Safety culture yang baik adalah dimana staff dalam suatu organisasi
secara aktif dan konstan menyadari potensial terjadinya insiden dan
dapat mengidentifikasi serta mengetahui insiden/kesalahan yang
telah terjadi, belajar dari kesalahan dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki kesalahan tersebut untuk meningkatkan keselamatan
pasien (NSPA, 2006).

III. ELEMEN SAFETY CULTURE


Pada saat Rumah Sakit (RS) membangun Safety Culture berarti RS
tersebut harus membangun organisasi yang terbuka (open), adil
(Just), dan informative (informed) dimana melaporkan insiden yang
terjadi (reporting) dan belajar dari insiden tersebut (learning) adalah
norma/kebiasaan pada organisasi tersebut (NHS, 2009).

Institute of Medicine (2000) dalam laporannya menggaris bawahi “to


Err is Human” adalah bagian yang sangat penting pada safety
culture, dengan membuat pernyataan bahwa organisasi kesehatan
harus membangun budaya selamat (safety culture) seperti pada
setiap proses dari tugas-tugas organisasi harus difokuskan pada
kepercayaan dan keselamatan dalam merawat pasien.

Elemen Safety
Karakteristik
Culture
Staf merasa nyaman berdiskusi tentang insiden
Budaya
Patient Safety dan membicarakan isu
Keterbukaan
keselamatan (safety issue) dengan kolega dan
(Open culture)
senior manajer.
Staf dan pasien diperlakukan dengan adil,
Budaya adil (Just empati dan perhatian ketika mereka terlibat
culture) dalam insiden patient safety atau peristiwa
yang mencuatkan isu patient safety.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
• Staff mengetahui dan merasa yakin dengan
system laporan insiden yang berlaku dan
menggunakannya untuk memberitahu
leader/manajer mengenai insiden yang
terjadi, termasuk nearmiss.
Budaya
• Hambatan untuk laporan insiden telah
melaporkan
diidentifikasi dan di hilangkan:
(Reporting
> Staff tidak disalahkan dan dihukum ketika
culture)
mereka membuat laporan insiden.
> Staff mendapatkan feedback yang
membangun setelah laporan insiden
diberikan.
> Proses laporan insiden dibuat lebih mudah.
Rumah sakit:
• berkomitmen untuk mempelajari pelajaran
Budaya belajar keselamatan (safety lesson).
(Learning • mengkomunikasikannya pada kolega/staff.
culture) • mengingat hasil yang didapat dari pelajaran
tersebut untuk diterapkan sehingga insiden
yang sama tidak berulang.
Organisasi telah belajar dari pengalaman
sebelumnya dan mempunyai kemampuan
Budaya Informasi untuk mengidentifikasi dan mengurangi
(Informed dampak insiden yang akan datang karena telah
culture) mendapat pelajaran dari kejadian/insiden yang
telah terjadi berdasarkan laporan insiden dan
investigasi.

IV. KETERBUKAAN DAN ADIL


Menurut National Patient Safety Agency (NSPA) 2006, keterbukaan
dan adil (being open and fair) adalah salah satu elemen dari safety
culture pada organisasi kesehatan. Keterbukaan dan adil berarti
semua pegawai/staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka
mengenai insiden yang terjadi. Ini sangat vital untuk petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan pada pasien maupun untuk
pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya yang
selamat (culture of safety) adalah meyakinkan bahwa organisasi
memiliki “keterbukaan dan adil” (being open and fair). Ini berarti
bahwa (NSPA, 2004):
• Staff yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk
menceritakan insiden tersebut atau terbuka tentang insiden
tersebut;
• Staff dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang
diambil;
• Staff merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi
kepada teman sejawat dan atasannya;
• Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien. Jika
terjadi insiden, staff dan masyarakat akan mengambil pelajaran
dari insiden tersebut;
• Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi.

Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil, kita perlu


menghilangkan 2 (dua) mitos:
1. Mitos kesempurnaan (the perfection myth):
Jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan
membuat kesalahan.
2. Mitos hukuman (the punishment myth):
Jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan,
maka kesalahan yang terjadi akan berkurang; tindakan remedial
dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya
motivasi.

Terbuka dan adil tidak berarti absen dari tanggung jawab. Banyak
bentuk tanggung jawab yang mempengaruhi keputusan yang dibuat
oleh petugas kesehatan setiap hari termasuk ketika insiden terjadi.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Tanggung jawab pada patient safety berarti terbuka dengan pasien,
menjelaskan ke pasien tindakan yang diambil dan pelajaran yang
diperoleh dari insiden yang terjadi (NSPA, 2004).

Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staff tidak akan
membuat laporan insiden jika mereka yakin kalau laporan tersebut
akan menyebabkan mereka atau koleganya kena hukuman atau
tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu
staff untuk yakin membuat laporan insiden yang bisa menjadi
pelajaran untuk memperbaiki patient safety.

V. PENDEKATAN SISTEM UNTUK PATIENT SAFETY


Semua insiden patient safety mempunyai empat komponen dasar.
Tiap komponen merupakan pendekatan sistem untuk safety (NPSA,
2004):
1. Faktor Penyebab (Causal factors): Faktor ini berperan penting
dalam setiap insiden. Menghilangkan factor ini dapat mencegah
atau mengurangi kemungkinan terulangnya kejadian yang sama.
Faktor penyebab dapat digolong kan atas:
a) Kegagalan Aktif (Active failures): Ini adalah tindakan yang
sering disebut sebagai ‘tindakan yang tidak safe’ (unsafe
acts). Tindakan ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang
langsung berhubungan dengan pasien. Kegagalan aktif ini
termasuk kekhilafan, kesalahan atau pelanggaran prosedur,
guideline atau kebijakan, stress, training yang tidak adekuat,
supervise yang buruk dan beban kerja yang terlalu banyak.
b) Kondisi laten (Latent system conditions): Sistem yang kurang
tertata yang menjadi predisposisi terjadinya error, misalnya:
SOP tidak jelas; tata ruang yang tidak jelas; termometer yang
hanya punya satu untuk banyak pasien.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
c) Pelanggaran (Violation): Ini terjadi ketika individual dan grup
dengan sengaja tidak mengikuti prosedur atau memilih untuk
tidak mengikuti prosedur yang baku karena alasan tertentu,
termasuk: kemungkinan tidak mengetahui SOP; situasi
tertentu yang mengakibatkan penyimpangan dari
SOP/kebijakan yang ada; karena kebiasaan; SOP/kebijakan
tidak ditemukan pada saat pekerjaan akan dilakukan; prosedur
yang dilakukan secara berlebihan tapi tidak dituliskan pada
prosedur yang berlaku.
d) Faktor-faktor yang mengkontribusi (Contributory factors):
Faktor-faktor yang mengkontribusi terjadinya insiden adalah:
• Pasien
Pasien bisa menjadi faktor yang mengkontribusi terjadinya
insiden seperti umur atau perbedaan bahasa.
• Individual
Faktor individual termasuk faktor psikologis, faktor
kenyamanan, dan hubungan kerja.
• Komunikasi (Communication)
Komunikasi termasuk komunikasi tertulis, verbal dan non
verbal. Komuikasi bisa mengkontribusi terjadinya insiden
jika komunikasi tidak efektif, tidak adekuat,
membingungkan atau komunikasi terlambat. Faktor-faktor
ini berkaitan antar individual, dalam atau antar organisasi.
• Team dan faktor sosial
Yang termasuk dalam faktor-faktor ini adalah: komunikasi
dalam satu tim; gaya manajemen; struktur hierarki
tradisional; kurang menghargai anggota senior dalam tim;
dan persepsi staff terhadap tugas/tanggung jawab.
• Pendidikan dan Pelatihan (Education and training)

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Ketersediaan dan kualitas pelatihan untuk staff sangat
berpengaruh pada kemampuan staff melakukan
pekerjaannya atau untuk merespon pada situasi
darurat/emergency.
• Peralatan dan sumber daya (Equipment and resources)
Yang termasuk pada faktor peralatan adalah apakah
peralatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya; apakah
staf mengetahui cara menggunakan alat tersebut; dimana
menyimpannya dan seberapa sering peralatan diperiksa.
• Faktor lingkungan (environment factors) dan kondisi
kerja (Working conditions): hal ini mempengaruhi
kemampuan staff untuk bekerja, termasuk gangguan dan
interupsi dalam bekerja seperti: suhu ruangan yang tidak
menyenangkan; penerangan yang tidak adekuat; keributan
dan ruang kerja yang sempit.
2. Waktu (Timing): Faktor waktu ini adalah kombinasi antara
faktor penyebab dengan kegagalan pada system (pencegahan
atau control) yang merupakan penyebab insiden terjadi.
3. Konsekuensi (Consequences): Ini adalah akibat atau dampak
dari insiden yang bisa terjadi, yaitu: level rendah (low), level
menengah (moderate), level parah (severe) dan kematian
(death).
4. Faktor yang mengurangi akibat insiden (Mitigating factors):
Beberapa faktor, baik kejadian yang merupakan kesempatan atau
keberuntungan, kemungkinan mempunyai faktor yang bisa
mengurangi akibat insiden yang lebih serius. Sangat penting jika
faktor-faktor ini dijabarkan pada saat investigasi sehingga faktor
tersebut bisa mendukung praktek keselamatan (Safety Practice).

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Kenyataan yang paling sulit tapi sangat penting pada safety culture
adalah fakta bahwa orang, proses dan peralatan mempunyai
kemungkinan untuk gagal/error. Oleh karena itu organisasi harus
fokus pada perubahan dan membuat pencegahan dan contingency
plan untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul. Menemukan
kegagalan pada sistem, bukan mencari kesalahan individual, akan
membantu organisasi belajar dari kegagalan/insiden dan
berpotensial menghentikan kegagalan/insiden yang sama terjadi
kembali.

VI. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN SAFETY CULTURE


Untuk membangun budaya patient safety di Rumah Sakit,
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian tentang budaya safety yang ada saat ini.
2. Melakukan pelatihan mengenai Patient Safety.
3. Identifikasi masalah-masalah keselamatan pasien.
4. Bangun kerjasama yang baik antar unit.
5. Pelajari kejadian/insiden setiap bulan.
6. Melakukan pengkajian kembali mengenai safety culture.

VII. SURVEY BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


Langkah pertama yang harus dilakukan untuk penerapan safety
culture adalah dengan melakukan penilaian terhadap tingkat/level
budaya keselamatan pasien (Patient Safety Culture) yang ada pada
organisasi saat ini. Penilaian (Assessment) budaya keselamatan
pasien ini dengan melakukan survey kepada seluruh pegawai yang
bekerja di rumah sakit baik yang langsung berhubungan dengan
pasien maupun tidak.

Manfat survey budaya keselamatan pasien adalah:

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
• Dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun program
kegiatan keselamatan pasien di rs.
• Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan saat
melakukan evaluasi program kegiatan keselamatan pasien
dikemudian hari.
• Dapat mengetahui aspek yang perlu ditindaklanjuti
berdasarkan profesi sehingga lebih tepat sasaran dan berhasil
guna.

Survey budaya Patient Safety RS didesain untuk mengukur hasil


budaya Patient Safety secara keseluruhan, yaitu:
1. Mengetahui persepsi budaya keselamatan pasien di tingkat
unit (7 aspek, 24 item):
a. Ekspektasi & tindakan supervisor/manajer dalam
mengembangkan budaya Keselamatan Pasien;
b. Pembelajaran organisasi — continous improvement;
c. Tim kerja dalam Unit di RS;
d. Keterbukaan komunikasi;
e. Umpan balik/feedback dan komunikasi tentang error;
f. Respon tidak menghukum terhadap error;
g. Ketenagaan (Staffing).
2. Mengetahui persepsi budaya keselamatan pasien tingkat
manajemen RS (3 aspek, 11 item):
a. Dukungan Manajemen RS untuk Keselamatan Pasien;
b. Teamwork di unit RS;
c. Transisi atau hand-off di RS .
3. Mengetahui outcome keselamatan pasien (4 Aspek, 9 Item):
a. Persepsi Keselamatan Pasien secara umum;
b. Frekuensi Pelaporan Insiden;
c. Level Keselamatan Pasien (dariUnit di RS) ;

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
d. Jumlah pelaporan insiden.
4. Tingkatan/level budaya patient safety secara keseluruhan.

Menurut Manchester Patient Safety Assessment Tool (MaPSaT) ada 5


(lima) tingkat kematangan dari Budaya Patient Safety, yaitu:
1. Pathological : ciri-ciri pada level ini adalah
a. Informasi di sembunyikan,
b. Pelapor di “bunuh”,
c. Pertanggung-jawaban dielakkan,
d. Koordinasi dilarang,
e. Kegagalan ditutupi,
f. Ide-ide baru di “hancurkan”.
2. Reactive : pada level ini, kita berbuat sesuatu jika terjadi
insiden.
3. Bureaucratic : ciri-cirinya adalah
a. sudah ada system untuk mengelola resiko/insiden yang
teridentifikasi
b. Informasi diabaikan,
c. Pelapor ditoleransi,
d. Pertanggung jawaban terkotak-kotak,
e. Koordinasi diijinkan tapi disia-siakan,
f. Ide-ide baru menimbulkan masalah.
4. Proactive: selalu waspada akan resiko-resiko yang akan
timbul.
5. Generative: manajemen resiko merupakan bagian integral dari
semua kegiatan yang dikerjakan, ciri-cirinya adalah
a. Informasi secara aktif dicari,
b. Pelapor diberi dukungan,
c. Berbagi pertanggung-jawaban,
d. Koordinasi dihargai (rewarded),

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
e. Penyebab kegagalan diselidiki,
f. Ide-ide baru diterima.

VIII. KESIMPULAN
Penting untuk diingat bahwa membentuk budaya organisasi
membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat dibentuk secara
instan. “Organisasi seperti adaptasi organism” (Reason, 1998).
Perubahan menuju safety culture dapat digunakan sebagai bukti
bahwa penerapan program patient safety berjalan dengan efektif.
Pada konteks ini, perubahan budaya merupakan kriteria hasil yang
biasanya berhubungan dengan ukuran langsung keberhasilan
patient safety seperti berkurangnya jumlah error dan hasil klinis.

IX. REFERENSI
Reason JT. Organizational accidents: the management of human and
organizational factors in hazardous technologies. Cambridge:
Cambridge University Press, 1997.
Institute of Medicine. Crossing the quality chasm: a new health
system for the 21st century. Washington, DC: National
Academy Press, 2001.
Singer J S, et al. The culture of safety: results of an organization-
wide survey in 15 California hospitals. Quality Safety Health
Care 2003;12:112–118
International Nuclear Safety Advisory Group: Safety Culture, Safety
Series No. 75-INSAG-4. Vienna: IAEA, 1991.
Ashcroft, D.M.C. Morecroft, D. Parker and P.R, Noyce. Safety Culture
Assessment in Community Pharmacy: Development, Face
Validity, and Feasibility of the Manchester Patient Safety
Assessment Framework. Quality and Safety in Healthcare
14(6):417-21, 2005.

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety
Fleming, Mark. Wentzell, Natasha. Patient Safety Culture
Improvement Tool: Development and Guidelines for Use.
Healthcare Quaterly Vol. 11 Special Issue, 2008.
Sorra J, et al. Safety culture assessment: a tool for improving patient
safety in healthcare organizations. Qual Saf Health Care
2003;12(Suppl II):ii17–ii23. Internet access: http://
www.qshc.com
Douglass A, et al. Safety Culture: A Concept In Chaos? Human
Factors and Ergonomics Society. Santa Monica, 2002.
Guldenmund F.W. The nature of safety culture: a review of theory
and research. Safety Science 34 (2000) 215 - 257. Internet
access: http://www.elsevier.com/locate/ssci
Flin, Rona. Developing a Safety in Healthcare. VMIA, Melbourne,
September 2009
Westat, Rockville, MD et al., Hospital Survey on Patient Safety
Culture. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ).
U.S. Department of Health and Human Service. AHRQ
Publication No. 04-0041, September 2004. Internet access:
http://www.ahrq.gov

2
Seri : 7 (tujuh) Langkah Menuju Patient Safety

Anda mungkin juga menyukai