Anda di halaman 1dari 20

KONFLIK LAHAN PEMBANGUNAN PENDESTRIAN ANTARA

MASYARAKAT JALAN RA KARTINI KELURAHAN KUNDEN DENGAN


DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BLORA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS

Dosen Pembimbing Andi Setiawan S.IP , M.Si.

Disusun Oleh :

Aditya Pratama J.W 145120601111071 / Ilmu Pemerintahan

PEMINATAN INOVASI PEMERINTAHAN

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
KONFLIK LAHAN PEMBANGUNAN PENDESTRIAN ANTARA
MASYARAKAT JALAN RA KARTINI KELURAHAN KUNDEN DENGAN
DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BLORA

Aditya Pratama Jaya Wardani 145120601111071 Mahasiswa Ilmu


Pemerintahan Angkatan 2014
ABSTRACT

The development of infrastructure to support community activities is a task for


local governments. Local authority development planners fully delegated to the
government officials through joint planning of local government. Through
technical development Bappeda then transferred to the department of public
works. Pedestrian is a special area that was built as a special lane for
pedestrians. By law setting limits of the territory belongs to the State is already
regulated under the law. However, due to the less there is a deep
understanding making some insist the plan to build pedestrian. In this case then
takes the role of the parties to resolve the problems which can then trigger a
prolonged conflict.Keywords: pedestrian, Regional State, Development, Conflict

ABSTRAK

Pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas masyarakat adalah


tugas bagi pemerintah daerah. Wewenang perencana pembangunan daerah
sepenuhnya dilimpahkan kepada Bappeda melalui perencanaan bersama
pemerintah daerah. Melalui Bappeda kemudian teknis pembangunan
dilimpahkan kepada dinas pekerjaan umum. Pendestrian merupakan wilayah
khusus yang dibangun sebagai jalur khusus untuk pejalan kaki. Secara hukum
pengaturan batas wilayah kekuasaan milik Negara sudah diatur didalam
undang-undang. Namun akibat kurang ada pemahaman yang mendalam
membuat beberapa bersikukuh dengan rencana pembangunan pendestrian.
Dalam hal ini kemudian diperlukan peran beberapa pihak untuk menyelesaikan
permasalahan yang kemudian dapat memicu konflik yang berkepanjangan.

Kata Kunci : Pendestrian , Wilayah Negara , Pembangunan , Konflik


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemajuan sebuah wilayah dapat dilihat dari infrastruktur yang sudah


dibangun. Dalam mendukung hal tersebut pembangunan daerah merupakan
sebuah rencana strategis yang harus dilakukan.

Pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar


manusia , baik secara individual maupun kelompok , dengan cara-cara
yang tidak menimbulkan kerusakan , baik terhadap kehidupan sosial
maupun lingkungan alam.Demikian Johan Galtung dalam sebuah
kesempatan memaparkan definisi pembangunan yang sangat kaya
makna itu.1
Mulai terkenalnya sebuah kota tentu akan mendukung banyaknya
wisatawan baik domestic maupun asing mendatangi kota tersebut. Mereka
datang untuk sekedar mengahbiskan waktu libur mereka dengan berpariwisata.
Dengan hal inilah maka selain menghasilkan pendapatan bagi daerah yang
banyak dikunjungi wisatawan itu sendiri , juga berdampak kepada penghasilan
masyarakat sekitar yang mencoba menjajakan barang atau jasa yang mereka
miliki.Untuk mengimbangi hal tersebut supaya kota yang sudah terkenal
mampu mempertahankan eksistensinya perlu diadakan pembangunan sarana
dan prasarana yang bisa semakin membuat para wisatawan betah dan juga
merasa ingin kembali lagi di kota tersebut untuk berpariwisata.

Dalam menyikapi kondisi tersebut, tentu pemerintah berkewajiban dalam


menciptakan iklim yang kondusif dalam suatu lingkungan kota, mengupayakan
inovasi-inovasi percepatan pembangunan sarana prasarana dan menjadi
operator pembangunan.Salah satu pembangunan yang dibutuhkan adalah
tempat tinggal ataupun tempat tinggal sementara seperti losmen atapun hotel,
melalui pembangunan sarana tempat tinggal sementara ini , para wisatawan
akan betah untuk berkunjung dikota tersebut lebih lama lagi. Isu tentang penata

1
Lambang.Trijo.2007.Pembangunan Sebagai Perdamaian.Jakarta.Yayasan Obor Indonesia hlm. 3
kota juga menjadi kesepakatan bersama dalam pencapaian di Millenium
Development Goal’s (MDG’s) yang ditargetkan selesai pada tahun 2015 ,
dimana salah satu aspek yang disoroti adalah terkait dengan perbaikan kondisi
lingkungan perumahan dan kawasan permukiman serta keberadaan
pendestrian di kota.

Pembangunan pendestrian dan dapat optimalnya penggunaannya


merupakan salah satu conntoh bahwa sebuah kota sedang mengalami
kemajuan. Sedangkan pendestrian sendiri secara umum merupakan tempat
untuk berjalan kaki.

Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas memberikan


bahwa Pejalan Kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan
untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik di
pinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun
menyeberang jalan. Untuk melindungi pejalan kaki dalam berlalulintas,
pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyebrang pada
tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki. 2
Blora merupakan sebuah daerah kabupaten yang secara administratif
berada di Jawa Tengah. Menurut sejarahnya kota ini merupakan sebuah
daerah sudah mulai maju.

Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram Kabupaten Blora


merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini
disebabkan karena Blora terkenal dengan hutan jatinya. Blora mulai
berubah statusnya dari apanage menjadi daerah Kabupaten pada hari
Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11
Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI
JADI KABUPATEN BLORA.Adapun Bupati pertamanya adalah
WILATIKTA.3
Selain memiliki sejarah yang kental kota merupakan kota yang mulai
padat industry. Dengan adanya beberpa perusahaan besar seperti PT.
Pertamina , Exxon Mobile , PT. Gendhis Multi Manis. Maka tidak menjadi

2
Meyta.Kumala.Sari.2015. Analisis Tingkat Pelayanan Pedestrian Dan Perparkiran Kawasan Pasar
Pembangunan Kota Pangkalpinang.Jurnal Fropil Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015 Hlm 56
3
Admin.2014.Sejarah Blora.Diakses dari http://www.blorakab.go.id/index.php/ct-menu-item-19/ct-
menu-item-23 pada 30 Desember 2016 pukul 18.00 WIB
sebuah hal yang berlebihan apabila pembangunan pendestrian di kota ini
sangat diperluhkan.

Pembangunan pendestrian sendiri juga merupakan amanat dari


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011 tentang
pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan. Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal
2 ayat 1 dan 2.

(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah


kabupaten/kota, perencana, dan pihak terkait dalam perencanaan,
penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota rencana tata
kawasan strategis kabupaten/kota, rencana tata bangunan dan
lingkungan, detailed engineering design.4

(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkanjaringan pejalan


kaki di kawasan perkotaan yang aman, nyaman, dan manusiawi
sehingga mendorong masyarakat untuk berjalan kaki dan
menggunakantransportasi publik.5

Namun didalam pelaksanaan sebuah progam kebijakan adanya sebuah


konflik bukanlah hal yang baru. Fokus pembangunan yang dilakukan oleh
pemkab Blora merupakan wilayah-wilayah yang sangat strategis. Tetapi pada
daerah Jalan RA Kartini Kelurahan Kunden Kecamatan Blora mengalami
sebuah konflik. Konflik tersebut dipicu oleh adanya perusakan lahan milik
masyarakat yang ada pada proyek pembangunan pendestrian tersebut. Dalam
tulisan ini melalui data lapangan dan studi literatur akan mencoba menjelaskan
mekanisme penyelesaian konflik yang ada di daerah tersebut.

4
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011 tentang Pedoman Perencanaan,
Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan Hlm. 3
5
Ibid.Hlm 3
1.2 RUMUSAN MASALAH

Melalui latar belakang yang sudah disampaikan , maka timbulah sebuah


pertanyaan mendasar yang selanjutnya digunakan sebagai focus penulisan.
Fokus masalah tersebut adalah :

Bagaimana mekanisme penyelesaian konflik antara masyarakat JL. RA


Kartini Kelurahan Kunden Kecamatan Blora dengan pihak pelaksana
pembangunan ?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 LANDASAN TEORI

Restorative Justice

Dalam mengatasi beberapa konflik terdapat beberapa pilihan


yang kemudian dapat digunakan sebagai penyelesaian. Dalam dunia
hukum terdapat sebuah istilah pendekatan restorative justice.

Konsep pendekatan restorative justice adalah suatu pendekatan


yang lebih memfokuskan pada kondisi terciptanya keadilan dan
keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.
Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu
pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya
keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta
korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana
yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog
dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian
perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban
dan pelaku.6
Prinsip restorative justice adalah dimana restorasi atau perbaikan
merupakan jalan alternatif untuk menjembatani pelaku pelanggaran,
korban serta masyarakat.7 Dalam prosesnya peradilan restoratif
melibatkan dialog dan negosiasi. Dalam peradilan restoratif, tingkah laku
kriminal masih dipandang sebagai pelanggaran hukum, tetapi yang
utama juga dilihat sebagai pelanggaran terhadap norma masyarakat, di
mana terdapat hubungan yang rusak antara pelaku, korban dan
masyarakat.

6
Jecky.Tengens.2011. Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana Indonesia Oleh: Jecky
Tengens, SH. Diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e25360a422c2/pendekatan-
irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia-broleh--jecky-tengens--sh- pada 30 Desember 2016
pukul 18.30 WIB
7
Desi.Tamarasari.2002.Pendekatan Hukum Adat Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Pada Daerah
Otonom. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No. I Januari 2002 : 37 – 47 hlm 40
Penggantian kerugian itu adalah dengan melibatkan partisipasi korban
dan masyarakat, keduanya juga memiliki peran dan tanggung jawab dalam
peradilan restoratif. Pendekatan restoratif tepat pada waktunya akan
memberikan campur tangan dalam pemulihan dan konsekuensi yang dapat
memuaskan orang-orang, bahwa keadilan telah berkerja dengan baik dalam
mengem-balikan keseimbangan masyarakat yang diakibatkan oleh kejahatan.

Ada bermacam jenis dari pendekatan peradilan restoratif yang dapat


digunakan di berbagai tingkat dalam proses sistem peradilan pidana, sebelum
keputusan dibuat untuk mengabulkan tuntutan korban sampai pada saat
seluruh proses pemberian hukuman kepada pelaku telah ditetapkan oleh
hakim.

Polisi sebagai jalur pertama dari Sistem peradilan pidana memegang


peranan penting dalam proses mediasi tersebut. Dengan kewenangan diskresi
yang dimilikinya, polisi dapat menjadi fasilitator dari mediasi antara korban
pelaku dan masyarakat. Sedangkan mediator ditunjuk dari kesepakatan antara
polisi dan lembaga adat. Mediator dapat juga didatangkan dari pengadilan,
sehingga pihak pengadilan juga terlibat dalam proses mediasi yang dilakukan di
luar pengadilan tersebut. Penunjukan pihak ketiga sebagai mediator dapat
terjadi karena :8

1. Kehendaknya sendiri (mencalonkan diri sendiri);

2. Ditunjuk oleh penguasa (misalnya tokoh adat);

3. Diminta oleh kedua belah pihak.

2.2 ANALISIS MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK

2.2.1 Sumber Masalah

Sebagai usaha untuk memperbaiki infrastruktur pemkab Blora


melakukan pembangunan.

8
Ibid hlm 40
Pemerintah Kabupaten Blora melalui Bidang Kebersihan dan Tata
Kota Dinas Pekerjaan Umum (DPU) mulai melakukan penataan
pedestrian (trotoar) serta perbaikan drainase kawasan Alun-alun
Kota. Sudah seminggu lebih kegiatan renovasi yang dilakukan
rekanan, PT.Dwi Karya dilakukan dengan membongkar lantai
pedestrian lama dan membuat saluran drainase.Sesuai dengan
informasi yang tertera di papak proyek, pekerjaan yang didanai
dengan anggaran APBD Blora tahun 2015 ini dijadwalkan akan
selesai 28 Agustus 2015. Adapun besar anggaran
pembangunannya adalah Rp 629.723.600,- dengan alokasi waktu
pengerjaan 90 hari.9
Menurut pantauan langsung penulis dilapangan terdapat
beberapa titik perbaikan pendestrian yang dilaksanakan yaitu :

1. Jalan Alun-alun
2. Jalan Pemuda
3. Jalan RA. Kartini
4. Jalan Dr. Sutomo
5. Jalan A. Yani

Melalui pembangunan ini diharapkan kemudian mampu


memberikan akses bagi pejalan kaki secara maksimal.

Pada saat proses pembangunan terdapat sebuah masalah yang


berujung konflik antara masyarakat dan pelaksana. Dalam hal ini Bapak
Sukowo yang merupakan penduduk asli didaerah Jalan RA. Kartini
sekaligus pemilik usaha tukang cukur rambut disana , melakukan sebuah
protes. Hal ini terjadi karena untuk memperluas pendestrian tempat
usaha milik bapak sukowo harus dibongkar / dipindahkan. Selain itu
rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Bapak Sie Jien Hay
atau Bapak Ooh , juga harus menerima kerusakan karena proses
pembangunan pendestrian tersebut. Bapak Ooh kehilangan sebagian
teras rumah yang sudah dia bangun. Berawal dari kasus inilah Bapak
Sukowo dan Bapak Ooh mengadakan protes kepada pelaksana. Pada
9
Infoblora.com.2015.Renovasi Pedestrian dan Drainase Alun-alun Blora Telan Dana Rp 629 Juta.Diakses
dari http://www.infoblora.com/2015/06/renovasi-pedestrian-dan-drainase-alun.html pada 31
Desember 2016 pukul 12.00 WIB
tanggal 10 Oktober 2016 mereka mendatangi langsung mandor yang
berada di lokasi pembangunan. Selain ada mandor dari PT.Dwi Karya
dan juga kebetulan dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora
sedang melakukan pengawasan. Bapak Sukowo dan Bapak Ooh pun
melontarkan kekesalan mereka dengan protes kepada mereka.

2.2.2 Pihak Yang Terlibat

Pihak yang terlibat konflik terdapat dua kubu yang pertama adalah
koalisi penduduk asli Jalan RA Kartini Kelurahan Kunden Kecamatan
Blora Jawa Tengah antara Bapak Sukowo dan Bapak Ooh. Beliau
berdua merupakan pihak yang merasa dirugikan. Dengan koalisi
pelaksana pembangunan yaitu PT. Dwi Karya dan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Blora Jawa Tengah. Mereka merupakan terdakwa
yang diduga merugikan masyarakat.

2.2.2 Mekanisme Penyelesaian Konflik

A. Model Penyelesaian

Dalam penyelesaian konflik ini akhirnya kedua belah pihak


setuju untuk membicarakan masalah ini melalui musyawarah di
balai kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa Tengah. Prinsip
restorative justice digunkan dalam pemecahan konflik ini. Dalam
prosesnya peradilan restoratif melibatkan dialog dan negosiasi.
Dalam peradilan restoratif, tingkah laku kriminal masih dipandang
sebagai pelanggaran hukum, tetapi yang utama juga dilihat
sebagai pelanggaran terhadap norma masyarakat, di mana
terdapat hubungan yang rusak antara pelaku, korban dan
masyarakat.

Menggunakan mediator sebagai penengah adanya konflik


ini dipilih oleh kedua belah pihak. Pemilihan metode ini dilakukan
karena kejelasan akan apa yang sudah terjadi ingin segera
mendapatkan hasil. Selain itu balai kelurahan Kunden Kecamatan
Blora Jawa Tengah dipilih karena merupakan tempat paling aman
dan tidak mengganggu ketertiban masyarakat lainnya. Hal ini juga
dipilih karena melihat mulai padatnya keramaian warga yang
menonton adegan dimana bapak Sukowo dan Bapak Ooh
melakukan protes. Adanya kerumunan ini ditakutkan akan
menjadi sebuah kerusuhan melihat mulai adanya teriakan dari
beberapa warga yang tidak bertanggung jawab dengan menjadi
seorang provokator.

Melalui proses negosiasi ini diharapkan kedua belah pihak


mampu mendapat kejelasan. Kejealasan yang dimaksud adalah
adanya pernyataan secara terang tentang apa yang dirasakan
oleh penduduk asli. Selain itu penjelasan dari pelaksana
pembangunan , yang kemudian dari hal ini mampu menghasilkan
sebuah kesepakatan.

B. Mediator

Penunjukan pihak ketiga sebagai mediator dapat terjadi


karena :10

1. Kehendaknya sendiri (mencalonkan diri sendiri);

2. Ditunjuk oleh penguasa (misalnya tokoh adat);

3. Diminta oleh kedua belah pihak.

Dalam konflik ini mediator dihadirkan karena diminta oleh


kedua belah pihak. Orang yang ditunjuk oleh kedua belah pihak
adalah Sekretaris Kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa
Tengah Ibu Pujiningsih SSos. Tempat yang digunkan adalah balai
kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa Tengah , yang

10
Op.Cit Desi.Tamarasari hlm 40
beralamat di Jalan RA Kartini No.39 Kelurahan Kunden
Kecamatan Blora Jawa Tengah.

C. Proses Penerapan Mekanisme

Dalam menganalisis proses penerapan mekanisme ini


penulis akan menganalisis melaui batna , reservation price , zopa
dari pihak penduduk kepada pelaksana.

1. Batna
Best Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA), adalah
langkah-langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan
oleh seorang negosiator bila negosiasi tidak mencapai
kesepakatan. Dalam hal ini altenatif yang diberikan kepada
pelaksana oleh penduduk adalah menghentikan pembangunan
, atau bisa melanjutkan tetapi harus memberikan ganti rugi
atas kerusakan terhadap bangunan yang mereka miliki.
Sedangkan dari pihak pelaksana sendiri memberikan pilihan
tetap melanjutkan karena bangunan yang mereka miliki
memang menyalahi aturan yang seharusnya bangunan harus
dibangun 5 Meter menjauh dari jalan raya , atau pemberian
ganti rugi minimal.
2. Reservation Price
Reservation price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang
dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.
Memberikan ganti rugi atas kerusakan terhadap bangunan
yang mereka miliki. Sedangkan dari pihak pelaksana sendiri
pemberian ganti rugi minimal.

3. Zopa
Zone of Possible Agreement atau disingkat ZOPA, yaitu suatu
zona atau area yang memungkinkan terjadinya kesepakatan
dalam proses negosiasi. Dalam hal ini pemberian ganti rugi
merupakan pilihan yang mungkin diambil dari kedua belah
pihak.

Selama proses negosiasi disini dari pihak mediator juga


memberikan penjelesan kepada warga tentang pembangunan
yang dilakukan. Pihak penduduk merasa dirugikan karena
merasakan ketidaknyamanan dan kerusakan atas bangunan yang
dimiliki. Secara garis besar nampaknya memang posisi pelaksana
pembangunan lebih kuat karena memang hal ini sesuai dengan
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung Pasal 13. Hal ini karena bangunan yang mereka miliki
sudah melanggar Garis Sempadan Bangunan. Garis Sempadan
ini menetapkan jarak antara jalan dengan bangunan terluar atau
lebih dikenal dengan Garis Sempadan Jalan (GSJ). Ada pula
Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang mengatur jarak antara
satu bangunan ke bangunan lain. 11 Namun agar tidak memicu
konflik akhirnya diambil jalan tengah dengan pemberian ganti rugi
minimal.

D. Hasil

Berawal dari adanya pembangunan dan kerusakan yang


dialami oleh warga yang berujung pada konflik. Melalui adanya
penyelesaian konflik melalui prinsip Restorative Justice , dimana
diadakannya sebuah negosiasi yang ditengahi oleh moderator
disni sebagai moderator adalah ibu Pujiningsih S.Sos selaku
sekretaris kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa Tengah.
Dengan pihak pertama yang berkonflik adalah penduduk asli
Jalan RA Kartini kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa
11
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Tengah , yaitu bapak Sukowo dan Bapak Ooh. Pihak kedua
adalah pelaksana pembangunan yaitu PT Dwi Karya dan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Blora Jawa Tengah.

Secara aturan perundang-undangan memamng tindakan


yang dilakukan oleh pemkab tidak menyalahi aturan. Tetapi
karena alas an kemanusiaan warga yang merasakan kerugian
seperti Bapak Ooh yang harus rela kehilangan teras yang dia
bangun dengan uang pribadinya , dan bapak Sukowo yang harus
memindahkan tempat usahanya ke tempat lain dan pastinya
harrus membongkar dan menutup sementara usahanya. Memicu
timbulnya konflik walaupun bisa dikatakan ini adalah sebuah
konflik yang kecil karena hanya melibatkan pihak yang kecil saja.

Alasan kemanusian yang diberikan , akhirnya diadakan


sebuah kesepakatan yang mengharuskan kedua belah pihak
menyetujuinya , yaitu :

1. Pemberian ganti rugi sebesar Rp. 100.000 kepada


pihak yang dirugikan.
2. Pihak pelaksana tidak lagi menerima protes terhadap
kasus yang sama.
3. Pihak pelaksana bersama pihak pemerintah kelurahan
melakukan sosialisi kembali kepada warga yang berada
di sekitar lokasi pembangunan untuk bisa meredakan
konflik batin yang terjadi disana.

Dengan adanya persetujuan ini pembagunan bisa kembali


dilaksanakan. Harapan dari pembangunan ini adalah
mempermudah akses para pejalan kaki. Dengan hal ini keindahan
kota yang dapat memicu kenyamanan dan keamanan kota dapat
diraih dengan maksimal. Selain itu dengan adanya pembangunan
drainase dan pendestrian memang diharapkan mampu
mendorong industri pariwisata yang sedang gencar dilakukan oleh
pemerintah daerah. Selain itu hal ini juga akan kembali bisa
mendorong ekonomi masyarakat yang berada disekitar lokasi
pembangunan pendestrian dan drainase.

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pembangunan merupakan sebuah jalan untuk meraih kemajuan. Tetapi


pembangunan juga harus memperhatikan beberapa aspek tentang
kemanusiaan. Konflik sangatlah rentan terjadi didaerah pembangunan. Hal ini
wajar untuk mengembangkan sebuah wilayah bangunan haruslah mengambil
sebagian wilayah. Warga masyarakat yang tidak paham pada undang-undang
yang mengatur tentang bangunan akan merasa rugi. Penyelesaian konflik yang
dilakukan oleh pihak pertama yang berkonflik adalah penduduk asli Jalan RA
Kartini kelurahan Kunden Kecamatan Blora Jawa Tengah , yaitu bapak Sukowo
dan Bapak Ooh. Pihak kedua adalah pelaksana pembangunan yaitu PT Dwi
Karya dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora Jawa Tengah. Merupakan
sebuah proses negosiasi dengan mekanisme yang cukup baik. Hal ini karena
seluruh pihak yang terkait bisa saling mendengarkan apa yang terjadi
sesungguhnya.

3.2 SARAN

Dari masalah konflik ini seharusnya bisa dijadikan bahan evaluasi juga
bagi pemerintah daerah. Pengetahuan warga masyarakat tentang peraturan
perundangan harus lebih ditingkatkan kembali. Hal ini perlu dilakukan karena
pemahaman yang kurang akan hukum yang berlaku tentunya akan mampu
menghadirkan sebuah konflik.

DAFTAR PUSTAKA
Trijo.Lambang.2007.Pembangunan Sebagai Perdamaian.Jakarta.Yayasan
Obor Indonesia

Kumala.Sari.Meyta.2015. Analisis Tingkat Pelayanan Pedestrian Dan


Perparkiran Kawasan Pasar Pembangunan Kota Pangkalpinang.Jurnal
Fropil Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015

Admin.2014.Sejarah Blora.Diakses dari http://www.blorakab.go.id/index.php/ct-


menu-item-19/ct-menu-item-23 pada 30 Desember 2016 pukul 18.00 WIB

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011 tentang


Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan

Tengens.Jecky.2011. Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana


Indonesia Oleh: Jecky Tengens, SH. Diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e25360a422c2/pendekatan-
irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia-broleh--jecky-
tengens--sh- pada 30 Desember 2016 pukul 18.30 WIB

Tamarasari.Desi. 2002.Pendekatan Hukum Adat Dalam Menyelesaikan Konflik


Masyarakat Pada Daerah Otonom. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 No.
I Januari 2002 : 37 – 47

Admin.2015.Renovasi Pedestrian dan Drainase Alun-alun Blora Telan Dana Rp


629 Juta.Diakses dari http://www.infoblora.com/2015/06/renovasi-
pedestrian-dan-drainase-alun.html pada 31 Desember 2016 pukul 12.00
WIB
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1

Transkip Wawancara

Judul Kegiatan : Wawancara dengan Bapak Sukowo (Tukang Cukur


Rambut Sekaligus Penduduk Asli Jalan RA Kartini
Kelurahan Kunden Kabupaten Blora Jawa Tengah)
Tempat, hari,tgl : : Tempat Potong Rambut Bang Kowo, Rabu, 30
Desember 2016
Peserta/narasumbe : Bapak Sukowo (Tukang Cukur Rambut Sekaligus
r Penduduk Asli Jalan RA Kartini Kelurahan Kunden
Kabupaten Blora Jawa Tengah)
Pewawancara : Mega Ega Wardani
Nama transkriptor : Aditya Pratama Jaya Wardani Ilmu Pemerintahan
FISIP-Universitas Brawijaya

No. Nama Wawancara


1 Mega Pak namane siapa ya ?
2 Pak Sukowo Pak kowo mbak , kenopo mbak ?
3 Mega Ini pak saya disuruh kakak saya nanya nanya ke bapak ,
boleh napa mboten pak
Pak Sukowo Arep takon opo nduk ? (Mau nanya apa mbak)
Mega Dadi ngenten (Jadi gini) Dulu bapak kan pernah eee…
berkonflik dengan pelaksana ee.. pembangunan trotoar
niki lo pak hmm.. hla itu bagaimana penyelesaiannya ?
(Lirih)
Pak Sukowo Oalaaahhh eheemm (batuk) Iya mbak emmm dulu terae
(memang) sempet ono konflik , soale yo ngunu mbak
sampeyan tonton toh.. niki panggonanku (tempatku)
eheemm (batuk) ntek (Habis) mbak kemakan trotoar
semua. Heeemmm dulu sampai sempet tutup aku mbak
soale kudu (harus) mindahke panggonanku. Hla kuwi
ngarepan (depan) Pak Ooh yo kelangan teras ee (ya
kehilangan terasnya. Terus toh akhire aku mbe (dan)
Pak Ooh protes lah , hla iku ngepas ono mandor mbe
(dan) dari Dinas Pekerjaan Umum ninjau lokasi. Terus
akhire kene protes , walah ramee mbakk iku eheeemm..
(Batuk) Nganti (sampai) pada teriak-teriak ngunu. Akhire
soyo ora (semakin tidak) kondusif , kene (kita) milih nang
(ke) Balai deso kunden kunu , nang kunu ketemu mbe
bu carik e (Balai kelurahan kunden sana , disana ketemu
sama ibu sekretaris lurah) ditengahi podo ngomong opo
sing dirasakno (pada ngomong apa yag dirasakan) .
Terus akhire aku mung oleh ganti rugi duwit satus ewu.
Mbe nak mengko ono kasus maneh pelaksana kuwi wes
moh nompo protes maneh soale jarene kene nglanggar
undang-undang mbangun nang kene tapi diumbarno
(terus akhirnya aku hanya dapat ganti rugi uang Rp.
100.000. Dan kalo ada kasis lagi pelaksana itu tidak mau
menerima protes lagi soalnnya katanya kita nglanggar
undang-undang bangun bangunan disini tapi kita
dibiarkan) eheemm… (batuk)
Mega Eeemmm…(lirih) Hla itu pemerintah sendiri apa tidak
melakukan sosialisasi dulu.
Pak Sukowo Hla iku mbak duhh lali aku mauu… Dadi kita ya minta
kesepakatan kalo pelaksana karo kelurahan kudu gawe
sosialisasi nang wargane maneh

Lampiran 2

Dokumentasi Lokasi
Foto 1 Lokasi Terbaru Tempat Usha Potong Rambut Bapak Sukowo

Foto 2 Kondisi Terbaru Rumah Bapak Ooh

Anda mungkin juga menyukai