Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

DIAGNOSA PNEUMONIA DI RUANG PERI


RSU AISYIYAH PONOROGO

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Pertama Departemen


Keperawatan Anak Profesi Ners FIK Unmuh Ponorogo
DI RSU AISYIYAH PONOROGO

Disusun oleh :
Arshal Furqoni Widodo (20650202)

PRODI PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
JL.Budi Utomo No. 10 Telp (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796
PNEUMONIA PADA ANAK

A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian
bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 15-20% ditemukan
pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan gejala
batuk dan disertai dengan sesak nafas (WHO, 1989). Definisi lainnya adalah
pneumonia merupakan suatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.

B. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asingdari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa
mekanisme:
1. filtrasi partikel dar hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah
besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi
menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan
saturasi oksigen dan hiperkapnia.

C. Klasifikasi
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang
terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.
Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA
virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat.
Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan
malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk
biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau
krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di
musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi
hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik
umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala,
malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan,
batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels
krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-
organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya
tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita
sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri
dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke
abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia
2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5
tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah
dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
dan tidak ada nafas cepat.

D. Tanda dan gejala


1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan
dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang
eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan
yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan
akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai
derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit,
seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusu pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap
infeksi.
9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi
bukti hanya selama faase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per
oral.
E. Faktor risiko pneumonia pada anak
1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia pada
anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB.
Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik
maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta
respon imun dan reflek batuk.
2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir
( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI
merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung
protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung
kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia.
3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem
imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas
fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan
daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi
mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.
4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak
dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia,
karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan
pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus
pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi
pneumonia.
5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit
mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas
(bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara
biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi
paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak.
6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit
infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap
penyakit infeksi termasuk pneumonia.
7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat
meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah
dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit
dsaluran pernafasan.
8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan
keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.
Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum
darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus
jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi
pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian
memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan
hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

G. Terapi
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau
penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga,
misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa
umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan
lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding
plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan
efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie
in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi,
peningkatan sekresi, nyeri.
3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
4. Risiko infeksi b.d adanya organisme infektif.

I. Rencana asuhan keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Pola nafas tidak respiratory status: Mechanical ventilatory weaning
efektif b.d ventilasi  Beri posisi yang nyaman
proses inflamasi Klien menunjukkan  Posisikan untuk ventilasi yang
fungsi pernafasan maksimum (pertahankan
normal. peninggian kepala sedikitnya 30
Kriteria hasil: derajat)
pernafasan tetap  Periksa posisi anak dengan
dalam batas normal, sering, untuk memastikan
pernafasan tidak sulit, bahwa anak tidak merosot.
anak istirahat dan  Hindari pakaian atau gedong
tidur dengan tenang. yang terlalu ketat.
 Tingkatkan istirahat dan tidur
dengan penjadualan yang tepat.
 Dorong teknik relaksasi.
 Ajarkan pada anak dan keluarga
tentang tindakan yang
mempermudah upaya
pernafasan (misal: pemberian
posisi yang tepat).
2 Bersihan jalan Status respirasi: airways suctioning
nafas tidak kepatenan jalan nafas.  Posisikan anak pada kesejajaran
efektif b.d Klien dapar tubuh yang tepat.
obstruksi mempertahankan jalan  Hisap sekresi jalan nafas sesuai
mekanis, nafas paten. kebutuhan.
inflamasi, Kriteria hasil: jalan  Bantu anak dalam mengeluarkan
peningkatan nafas tetap bersih, sputum.
sekresi, nyeri. anak bernafas dengan  Beri ekspektoran sesuai
mudah, pernafasan ketentuan.
dalam batas normal.  Lakukan fisioterapi dada.
 Puasakan anak.
 Berikan penatalaksanaan nyeri
yang tepat.
 Bantu anak dalam menahan atau
membebat area insisi atau
cedera
3 Intoleransi endurance Menejemen energi
aktivitas b.d Klien  Kaji tingkat toleransi anak.
proses mempertahankan  Bantu anak dalam aktivitas
inflamasi, tingkat energi yang hidup sehari-hari yang mungkin
ketidakseimbang adekuat. melebihi toleransi.
an antara suplai Kriteria hasil: anak  Berikan aktivitas pengalihan
dan kebutuhan mentoleransi yang sesuai dengan usia,
oksigen peningkatan aktivitas. kondisi, kemampuan, dan minat
anak.
 Beri periode istirahat dan tidur
yang sesuai dengan usia dan
kondisi.
 Instruksikan anak untuk
beristirahat jika lelah.
4 Risiko infeksi Risk contol dan status Proteksi Infeksi
b.d adanya imun.  Pertahankan lingkungan
organisme Klien tidak aseptik, dengan menggunakan
infektif. menunjukkan tanda- kateter penghisap steril dan
tanda infeksi teknik mencuci tangan yang
sekunder. baik.
Kriteria hasil: anak  Isolasi anak sesuai indikasi.
menunjukkan bukti  Beri antibiotik sesuai
penurunan gejala ketentuan.
infeksi.  Berikan diit bergizi sesuai
kesukaan anak dan kemauan
untuk mengkonsumsi nutrisi.
 Ajarkan fisioterapi dada yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008.
Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri:
Mosby Elsevier.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik  Asuhan Keperawatan Pada Anak .
Jakarta: Sagung Seto. Ngastiyah. 1997.
Perawatan Anak Sakit  . EGC.Mansjoer, Arif, dkk. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. MediaAesculapius.Sudoyo,Aru
W,dkk.2006.

Anda mungkin juga menyukai