Disusun oleh :
Arshal Furqoni Widodo (20650202)
A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian
bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 15-20% ditemukan
pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan gejala
batuk dan disertai dengan sesak nafas (WHO, 1989). Definisi lainnya adalah
pneumonia merupakan suatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.
B. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asingdari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa
mekanisme:
1. filtrasi partikel dar hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah
besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi
menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan
saturasi oksigen dan hiperkapnia.
C. Klasifikasi
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis
pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang
terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.
Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA
virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat.
Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan
malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk
biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau
krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di
musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi
hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik
umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala,
malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan,
batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels
krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-
organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya
tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita
sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri
dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke
abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia
2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5
tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah
dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
dan tidak ada nafas cepat.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.
Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum
darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus
jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi
pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian
memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan
hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
G. Terapi
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau
penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga,
misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa
umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan
lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding
plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan
efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie
in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA