Anda di halaman 1dari 18

Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul

"Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal


dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.

Apresiasi Sastra Anak-Anak Secara Reseptif

S audara, pengertian apresiasi sastra anak-anak telah Anda pahami dengan


baik, bukan! Sekarang, bagaimana mengapresiasi sastra anak-anak secara
reseptif ? Pemahaman dan penguasaan tentang hal tersebut sangat fungsional
dan menujang pelaksanaan tugas dan tangung jawab Anda dalam
menyukseskan amanat amanah Kurikulum yang berkaitan dengan apresiasi
sastra. Tentu kita sepaham bahwa kualitas apresiasi sastra anak didik di SD
antara lain ditentukan oleh taraf pemahaman dan pengalaman apresiasi sastra
yang Anda miliki sebagai guru kelas. Oleh karena itu, perlu Anda kaji dan
berlatih tentang berbagai pende-katan yang dapat diterapkan dalam
mengapresiasi sastra anak-anak secara reseptif. Untuk memperoleh pemahaman
dan pengalaman bermakna tentang berbagai pendekatan tersebut, silakan baca
dengan sungguh-sungguh uraian berikut.

Pendekatan Emotif
Sebelum kita bahas pengertian pendekatan emotif, perlu kita mengajukan
beberapa pertanyaan. Apakah Anda merasa senang pada saat membaca puisi
atau membaca karya sastra lainnya? Kalau ya, bagaimana bentuk keindahan
yang Anda rasakan itu? Tentu kita berharap bahwa Anda merasa senang saat
membaca atau mendengarkan pembacaan puisi/karya sastra lainnya sekaligus
dapat mengungkapkan bentuk kidahan yang dirasakan.
Apa yang melatarbelakangi lahirnya pendekatan emotif? Tidak lain
karena karya sastra adalah salah satu bagian dari karya seni yang sarat berbagai
nilai-nilai estetis. Nilai estetis tersebut diharapkan dapat dinikmati oleh
masyarakat luas termasuk murid SD dalam berbagai media cetak dan elektronik
agar mereka dapat memperoleh hiburan yang mendidik.
Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca
untuk mampu menemukan dan menikmati nilai keindahan (estetis) dalam suatu
karya sastra tertentu, baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Kaitannya
dengan pendekatan emotif, Aminuddin (2004:42) mengemukakan bahwa:

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 3


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

“Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha


menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan
pembaca. Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan
penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan
dengan isi atau gagasan yang lucu atau menarik”

Sebagai contoh penerapan pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra


ank secara reseptif, kita perhatikan puisi berikut.

Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penu seluruh
...........................................

Jika kita cermati dan resapi larik demi larik puisi di atas akan terasa
nilai keindahan bentuknya, kususnya dari segi persamaan bunyi akhirnya.
Selanjutnya, kita cermati keindahan penggalan puisi W.S. Rendra yang
berjudul Sajak Sebatang Lison berikut.
...........................................
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi suatu jalan panjang.
tanpa pilihan
tanpa pepohonan.
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya.
.............................................

Penggalan puisi Rendara di atas dapat membersitkan keindahan irama


(nada, tempo, tekanan), keindahan diksi, gaya bahasa repetisi, dan keindahan
pengungkapan rasa iba-pilu melihat derita 8 juta kanak-kanak Indonesia yang
tak diketahui kapan berakhir.
Contoh ketiga, kita ambil larik terakhir puisi Chairil Anwar yang
berbunyi “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Keindahan yang dapat kita
rasakan adalah keindahan isi yang dikandungnya. Larik tersebut bukan
mendorong kita untuk mau hidup dengan gaya egoisme-materialisme selama 1
abad melainkan mendorong kita untuk hidup dengan semangat idealisme yang

8 - 4 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

tinggi; kita harus memiliki ide-ide yang tidak cukup 100 –200-300 tahun untuk
merampungkannya melainkan 1000 tahun lamanya, alangkah akbar dan
tingginya ide itu!
Anda sudah pahami materi di atas, bukan? Kalau sudah, baca puisi
berikut lalu kemukakan nilai keindahan (emotif) yang Anda rasakan sebagai
latihhan untuk mempermantap pemahaman Anda tentang penerapan pendekatan
emotif.

DESAKU
Hagu
Sebuah nama selalu merdu
Di telingaku
Di relung qalbuku
Setiap waktu

Alammu
Nyiurmu
Pantaimu
Memanggil daku selalu
Agar selamanya dekat di sisimu

Di pagi dan siang


Kuayun kaki menuntut ilmu
Bersama teman-temanku
lewat jalan berliku
Dinaungi pepohonan rindang

Karena itu kubertekad


Akan selalu memeliharamu
Akan selalu menjagamu
Akan selalu melindungi
Selama nafas dalam jasad
(Pedoman Rakyat, 2002 oleh Nurfikri)

Rambu-rambu pengerjaan latihan


Untuk megerjakan latihan ini, Andu perlu membaca bait demi bait
secara berulang-ulang sambil meresapi dan membuka mata hati terhadap nilai

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 5


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

keindahan yang berkaitan keindaan bentuk (rima, irama, diksi) dan


pengungkapan makna yang dikandungnya.

Pendekatan Didaktis
Mengapa ada pendekatan didaktis?” Pertanyaan itu mungkin muncul
dalam hati Anda, bukan! Pendekatan tersebut ada karena mutu karya sastra
antara lain ditentukan oleh ada tidaknya nilai kemanfaatan didaktis yang
terkandung di dalamnya. Semakin banyak mengandung nilai kemanfaatan
didaktis-humanistik semakin tinggi pula mutu karya sastra itu .
Pendekatan didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai
amanat, petuah, nasihat atau pandangan keagamaan yang sarat dengan nilai-
nilai yang dapat memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Aminuddin
(2004:47) mengemukakan bahwa:

“Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha


menemukaan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif maupun
sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun
sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu
pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mampu
memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.”

Sebagai contoh penerapan pendekatan didaktis dalam mengapresiasi


sastra anak-anak di sekolah Dasar kita perhatikan dan baca penggalan bait puisi
berikut secara saksama.
..................
Pada hari Sabtu sore
Sesudah salat bersama ayah, ibu, nenek
Saya dan kawan-kawanku
Pergi main layang-layang
Di tanah lapang

Nasihat apa yang dapat diperoleh setelah membaca puisi di atas? Paling
kurang ada tujuh macam: (1) sebagai anak sekolah hendaknya bermain-main
pada pada Sabtu sore bukan Rabu sore, supaya semua PR dapat terselesaikan
dengan baik, (2) hendaknya pergi bermain sesudah salat ashar, (3) kalau shalat
diupayakan berjamaah dengan seisi rumah, (4) kalau pergi bermain jangan
sendiri tetapi bersama kawan-kawan agar lebih asyik dan jika mengalami

8 - 6 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

kecelakaan ada yang menolong, (5) biasakan hidup kebersamaan jangan


biasakan hidup jalan sendiri (egois), (6) sebagai anak-anak perlu bermain jangan
hanya belajar supaya perkembangan jiwanya normal, dan (7) jika bermain
layangan kiranya di tanah lapang, bukan di jalan raya, berbahaya.

Latihan.
Bacalah puisi berikut lalu kemukakan minimal 5 pesan yang terkandung di
dalamnya!

KAKEKKU
Carollah Indah C.
Kakekku
Aku sayang padamu
Aku suka dongengmu
Aku senangi penampilanmu
Aku bangga kepribadianmu

Tapi itu dulu


Kini tak kudengar lagi
Semua dongengmu
Tawa candamu
Kini yang kulihat
Hanya batu nisan yang kokoh
Sekokoh dirimu

Ya Allah, ya Rabbi
Ampunilah dosa kakekku
Balaslah amal ibadahnya
Dengan surgamu-Mu

Rambu-rampu pengerjaan latihan


Untuk mengarjakan latihan ini, Anda perlu membaca puisi itu secara
berulang-ulang lalu mencermati bait demi bait, larik demi larik lalu
memaknainya sesuai esensi yang dikandungnya. Jangan lupa mengaitkan
dengan nilai etis, agamis, sosial, budaya, dan sebagainya bila dianggap belum
sempurna.

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 7


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Pendekatan Analitis
Salah satu pendekatan yang perlu Anda pahami supaya dalam
mengapresiasi sastra anak semakin baik dan komprehensif adalah Pendekatan
Analitis. Pendekatan ini membimbing Anda untuk memahami secara lebih
lengkap dibanding pendekatan emotif dan didaktis. Aminuddin (2004:44)
mengungkapkan bahwa:
“Pendekatan analitis merupakan pendekatan yang berupaya
membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang
menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur instrinsik dan
hubungan antara elemen itu sehingga dapat membentuk
keselarasan dan kesatuan dalam rangka terbentuknya totalitas
bentuk dan maknanya.

Namun demikian, penerapan pendekatan analitis dalam pembelajaran


sastra di SD tidaklah berarti harus selengkap seperti yang dipaparkan di atas.
Telah memadai, jika telah dapat mengungkapkan unsur-unsur yang membangun
karya sastra yang dibaca, dan dapat menujukkan hubungan antarunsur yang
saling mendukung/saling bertentangan, serta mampu memaparkan pesan-pesan
yang dapat memperkaya pengalaman rokhaniah.
Yang mana unsur-unsur yang membangun karya sastra prosa tersebut
dan bagaiaman esensi unsur tersebut? Aminuddin (2004) mengemukakan
bahwa unsur dalam prosa atau cerita fiksi adalah tema, latar, alur, penokohan,
dan titik pandang, dan gaya. Keenam unsur itulah yang dimanfaatkan oleh
pengarang untuk membangun suatu cerita yang menyenangkan dan bermakna.

1. Tema cerita
Sebagai langkah awal yang harus ditempuh oleh pengarang dalam
mencipta-kan sebuah karya sastra prosa adalah menentukan tema. Hal ini
karena tema oleh Sumardjo (1984:57) adalah pokok pembicaraan dalam
sebuah cerita”. Tentu saja pokok pembicaraan artau ide tersebut melandasi
lahirnya karya sastra mulai dari awal sampai akhir.
Apabila kita memperhatikan dengan cermat, dalam sebuah karya
sastra prosa, maka akan nampak pada kita dengan jelas bahwa tema tersebut
akan terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman awal hingga
akhir. Dengan demikian, tema cerita dapat dikatakan bahwa tema adalah
permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita

8 - 8 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

dan sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang


dalam karyanya.

2. Alur Cerita (plot)


Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan plot atau alur cerita. Untuk
memperoleh jawaban pertanyaan tersebut , mari kita cermati berbagai definisi
plot yang dipaparkan Tirtawirya (1995:79) dalam bukunya Apresiasi Puisi
dan Prosa sebagai berikut.
Rene Wellek mengatakan bahwa plot adalah struktur
penceritaan. Sedangkan Hudson mengatakan bahwa plot adalah
rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal-hal yang diderita
oleh pelaku-pelaku sepanjang roman/nover berasangkutan. Dan
akhirnya Oemarjati mengambil kesimpulan bahwa plot adalah
struktur penyusunan kejadian-kejadian dalam cerita tapi disusun
secara logis.”

Berdasarkan kutipan tersebut dapatlah kita menyatakan bahwa plot


merupakan cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara berentetan
dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga membentuk suatu
kesatuan cerita yang yang utuh dan padu. Artinya peristiwa terdahulu
menjadi sebab munculnya peristiwa kemudian dan peristiwa yang muncul
kemudian merupakan akibat peristiwa terdahulu
Plot dilihat dari segi sifatnya terbagi atas plot rapat dan plot longgar.
Plot rapat adalah plot yang seluruh peristiwa yang ditampilkan setiap
pelaku hanya berpusat pada satu alur, misalnya. Sedang plot longgar adalah
plot yang setiap pelakunya mempunyai alur peristiwa tersendiri; di dalamnya
ada beberapa alur cerita seperti dalam Kisah Mahabrata. Dilihat dari segi
bentuknya, plot terdiri atas beberapa macam seperti plot/alur maju, mundur
dan alur maju mundur. Alur mundur (flashback) yang dimulai menceritakan
peristiwa bagian akhir lalu kembali menceritakan bagian awal dan bagian
tengah tenagah. sedangkan alur maju (kronologis) adalah alur cerita yang
menceritakan peristiwa berdasarkan urutan waktu kejadiannya dari awal,
tengah, lalu menuju ke bagian akhir kejadian cerita. Adapun alur campuran
atau maju mundur adalah alur yang menceritakan sesuatu ketika berada pada
kejadian, di tengah cerita kembali lagi menceritakan peristiwa pada awal
cerita, misalnya saat sekolah di SMU dia bercerita ketika di masih di SD
kelas 4.

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 9


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Plot atau rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita menurut


Aminuddin (2004) bahwa alur cerita dapat dikelompokkan atas lima
tahapan: (1) eksposis pengenalan masalah dengan memperkenalkan konflik
pada bagi-an awal cerita., (2) komplikasi, yakni pelaku menghadapi masalah
tertentu yang berupaya untuk dipecahkan pada bagian tengah cerita, (3)
klimaks, yakni konfliks memuncak yang diharapkan dapat terselesaikan pada
menjelang bagian-bagian akhir cerita , (4) denoument masalah yang terdapat
pada bagian akhir cerita.
.
3. Penokohan (character)
Penokohan merupakan pelaku yang dapat berbentuk manusia atau
binatang yang terlibat dalam rangkaian peristiwa cerita. Pelaku dan sifat-
sifatnya merupakan unsur yang penting karena merupakan ciri utama sebuah
cerita dan pengalaman penulis dikreasikan kepada pembaca terpusat pada
pelaku dan sifatnya. Pengarang mengembangkan karakter dalam cerita
melalui keadaan pelaku, (penampilan), prilaku yang ditampilkan (lakuan),
dari apa yang diucapkan (dialog), dari apa yang dipikirkan (monolog).
Secara umum, pelaku dapat dikelompokkan atas pelaku utama dan
pelaku tambahan. Pelaku utama adalah pelaku yang paling menonjol
perannya, terlibat secara penuh dari awal hingga akhir peristiwa dalam cerita.
Sedang pelaku tambahan adalah pelaku yang hanya muncul pada peristiwa
tertentu.
Di samping itu, ada cerita tertentu yang mempunyai tiga macam
pelaku, yakni (a) pelaku protogonis yakni pelaku menampilkan berbagai
sifat yang baik misalnya, bijaksana, penolong, dermawan, pemaaf dan
sebagainya, (b) pelaku antagonis yakni pelaku yang aktif dalam beberapa
peristiwa dengan menampilkan sifat-sifat yang berlawanan dengan sifat
pelaku utama atau sifat jahat, misalnya misalnya: licik, khianat, bohong,
serakah, dan sebagainya, (c) pelaku tritogonis adalah pelaku yang berfungsi
melerai perseteruan antara pelaku antagonis dan pelaku protogonis.
Kaitannya dengan penetuan nama pelaku, Liothe (1991) berpendapat
bahwa memilih dan menentukan nama pelaku sangatlah penting terutama
untuk memberikan gambaran yang hidup tentang tokoh cerita. Dengan
demikian, memilih nama pelaku hendaknya selaras dengan watak tokoh,
corak cerita, keadaan zaman, dan lokasinya.

8 - 10 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

4. Latar Cerita (setting)


Setiap peristiwa atau perbuatan selalu berlangsung pada waktu, dan
tempat tertentu. Waktu dan tempat berlangsungnya peristiwa disebut latar,
baik berupa latar fisik maupun berupa latar sosial. Penggambaran latar yang
rinci dalam narasi dapat membantu penyusunan alur, memperjelas pelaku
narasi, dan memudahkan pembaca menangkap amanat atau pesan yang
disampaikan oleh penulisnya. Namun demikian, kadangkala ada cerita yang
tidak dapat diketahui secara jelas waktu kejadiannya tetapi latar fisik dan
latar sosial masayarakat tempat terjadinya peristiwa dapat diketahui dengan
jelas.
Latar cerita tidak hanya berkaitan dengan tempat kejadian perisitwa
tetapi juga dengan waktu dan suasana saat peristiwa yang terjadi peristiwa
tersebut. Waktu terjadinya peritiwa dapat dibagi atas: siang-malam (time of
day), priode waktu sekarang, yang akan datang, atau waktu yang telah lalu
(time of period). Penentuan latar waktu yang tepat akan mendukung
gambaran suasana cerita yang menarik. Misalnya suasana cerita yang
menakutkan (horor) akan lebih tepat memilih waktu malam “Jumat Kliwon”.
Lain halnya untuk jenis cerita fantasi biasanya merujuk pada latar waktu
lampau sehingga digunakan “pada zaman duhulu”.

5. Sudut Pandang (point of View)


Cara penulis menyajikan peristiwa dalam cerita banyak ditentukan
oleh sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang adalah posisi penulis
dalam cerita yang ditulisnya. Secara garis besar ada dua sudut pandang yang
digunakan dalam menulis cerita (a) sudut pandang orang pertama atau gaya
saya (aku atau kami) dan (b) sudut pandang orang ketiga atau gaya dia (
manusia atau binatang). Sudut pandang gaya saya atau aku, penulis
melibatkan dirinya dalam peristiwa yang disampaikan baik sebagai pelaku
utama maupun sebagai pelaku tambahan. Adapun sudut pandang gaya dia,
penulis menghadirkan orang lain atau nama lain sebagai pelaku untuk
menggambarkan idenya atau gagasannya .
Pada umumnya cerita menggunakan gaya dia dibandingkan dengan
cerita yang bergaya aku. Hal ini gaya aku cenderung menggurui pembaca
dan kelihatan lebih tahu segala-galanya. Sedangkan gaya dia relatif
dipandang wajar sebagai suatu peristiwa yang menyenangkan, mendidik , dan
memberi makna yang menarik.

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 11


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

6. Gaya Pengungkapan
Gaya merupakan teknik pengarang menyampakain gagasanya lewat
cerita dengan untaian kalimat atau kata- kata yang khas. Pengungkapan
tersebut dengan jelas tercermin pada pengolahan persoalan yang ditampilkan,
tema yang dicairkan dalam cerita. Gaya tersebut relatif tidak ditemukan pada
pengarangan yang lain.
Berbicara tentang gaya pengarang dalam bercerita, ada yang bersifat
lemah lembut, kata-kata yang indah, rangkaian kalimat yang penuh cinta
kasih. Sebaliknya, ada pula yang bergaya keras, pemberontakan terhadap hal
yang telah ada, ingin melihat perubahan sesuatu secara cepat atau secara
revolusioner. Di samping itu, ada pula yang bergaya moderat, tidak terlalu
lembut dan tidak terlalu keras dalam menyampaikan gagasannya. Intinya
gaya merupakan teknik penyampaian gagasan pengarang tertentu dalam
bercerita sebagai karakteristik tersendiri bagi dirinya yang tidak ditemukan
pada pengarang yang lain.

KESABARAN PUN ADA BATASNYA

Anak anak kelas enam SD Utama Karya sempat terheran-heran


melihat sikap Dedet sejak hari pertama masuk, ia sudah dikerjain oleh
Danang yang terkenal berandalnya. Pertama tas Dedet disembunyikan
Bondan dan Agil, komplotan Si Danang, tapi Dedet tak marah. Kemarin
pun ketika bajunya dikotori oleh Danang, ia malahan tersenyum. Ah
cuma noda lumpur, masih bisa dibersihkan!” Demikian katanya kepada
teman mereka saat itu.
Tanpaknya kesabaran Dedet justeru membuat penasaran dan
panas hati Danang serta komplotannya .Sebaliknya, teman-teman yang
lain semakin simpati pada Dedet karena dia juga suka membantu
temannya. Oleh karena itu, mereka menasihati Dedet agar hati-hati
menghadapi Danang serta komplotannya yang tidak bosan mengganggu
teman-temannya, maka ketika melihat Dedet menjadi penghuni baru
kelas 6, sasarannya beralih kepadanya..
“Wah, sialan. Ini pasti ulah si anak baru itu1” Kata Danang
suatu ha ri setelah menghadap Bu Dita untuk mempertanggung-jawabkan
perbuatannya atas perlakuannya terhadap Dedet
“Benar, dia pasti telah meng-adukannya kepada Bu Dita!”
sambung Bondan.

8 - 12 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

“Anak itu harus diberi pelajaran, biar dia tahu sia kita,”kata Agil
menambah.
“Teng...teng...!” lonceng tanda pulang telah berbunyi, anak-anak
pun bersorak kegirangan. Mereka segera berhamburan dari kelas
masing-masing setelah memberi penghormatan kepada guru. Danang
dan komplotannya pun tak ketinggalan, mereka segera melesat
meninggalkan temannya. Kelihatannya ada suatu yang akan dilakukan
oleh mereka.
Di tengah jalan, Dedet yang diwarnai canda ria bersama
temannya saat itu mendadak berhenti. Tiba-tiba Danang dan
komplotannya sudah ada di depan Dedet.
“Hei pengecut!” Kau mengadu kepada Bu Dita, ya?” kata Agil
sambil menarik kerah baju Dedet de-ngan keras.
“Dasar banci! Berani-berani-nya kamu mengadukan kami ke Bu
Dita, ha!” Danang menimpali.
“Mengadu apa? Aku tak katakan apa-apa pada Bu Dita,
sungguh!” kata Dedet meyakinkan Danang dan komplotannya. Dan
memang Dedet tak mengadukan apa pun ke Bu Dita. Mungkin temannya
yang telah mengadukannya. Mungkin saja temannya tak tega melihat
Dedet terus dipermainkan oleh Danang dan komplotannya.
“Alasan!” Baru kali ini ada orang yang berani kepada kami. Ayo
teman segera kita beresin!” kata Agil sambil menendang tubuh Dedet.
Dedet terhunyung-hunyung ke belakang. Baru saja akan berdiri tegak
Dedet menerima lagi sebuah tendang dari Danang yang bersarang di
perutnya. Dedet menjadi limbung lalu tersungkur jatuh.
“Anak-anak yang melihat kejadian itu hanya terpaku bagai
patung. Mereka tidak berani melerai, karena takut ancaman dari Danang
dan komplot-annya. Sementara itu, Dedet yang tadi tersungkur kini
sudah berdiri tegap.
“Kesabaran seseorang ada batasnya! Kalian ini memang perlu di
beri pelajaran!” Dedet berkata demikian sambil bersikap kuda-kuda.
“Hei kawan! Lihat dia mau berlagak!” Seru Bondan
“Udah sana pulang, cuci kaki dan tidur!” Agil menambahi.
“Mungkin ia ingin pil pengantar tidur! Nih pil tidurnya!” Bondang
yang sedari tadi tadi belum berperan, kini berusaha melayangkan
tinjunya ke tubuh Dedet. Pukulan Bondang yang keras itu dengan mudah
dapat dielakkan oleh Dedet. Sambil mengelak, Dedet sempat juga

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 13


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

mengirimkan tendang taekwondonya ke tubuh Bondang. Rupanya


tendangn Dedet cukup keras, sampai-sampai Bondang sempoyongan dan
menabrak tubuh Agil. Kedua anak tersebut terjatuh bersama-sama.
Melihat temannya jatuh, Danang segera menyerang Dedet. Nasib
Danang pun sama dengan Bondan dan Agil. Dia terpaksa mencium
tanah yang kotor. Beberapa saat kemudian tiga anak tersebut bangun.
Mereka kemudian menyerang secara bersama-sama. Dedet terpaksa
bekerja keras untuk meladeni Danang dan komplotannya itu. Tak sis-
sialah ia berlatih selama dua tahun selama ini.
Danang dan kawan-kawannya kini benar-benar kena batunya.
Walaupun mereka bertiga, toh mereka kewalahan juga menghadapi
kelincahan Dedet yang hanya seorang diri. Semua pukulan yang mereka
lancarkan dengan mudah dapat ditangkis oleh Dedet. Sebaliknya,
pukulan Dedet membuat ketiga anak tersebut jatuh bangun. Dan kini
mereka tak berkutik lagi. Mereka hanya bisa mengerang kesakitan
dengan badan terkapar di tanah.
Melihat lawannya tak berkutik lagi Dedet pun menghentikan
serangannya. Setelah beberapa saat menghadapi ketiga anak yang
terkapar itu, memandangi ketiga anak yang terkapar itu, Dedet lalu
berjalan menghampiri mereka. Bukannya untuk memukul lagi, tetapi
Dedet malah membimbing mereka satu satu untuk bangun
“Maaf teman-teman, aku terpaksa melakukan ini. Sebelumnya aku
tak mau melukai kalian!” kata Dedet sambil mengulurkan tangannya
untuk berjabat tangan dengan ketiga-nya setelah semuanya berdiri.
“Kami Det, yang seharusnya meminta maaf kepadamu” selama ini
kami telah mengganggumu!” kata Danang dengan menundukkan
kepalanya.
“Det, mungkin hari akhir dari keberandalan kami, kini kami
benar-benar sadar,” kata Bondang sambil menundukkan kepalanya.
“Det, kamu mau kan memaafkan kami?” Agil berkata sambil
menjabat tangan Dedet.
“Tentu! Syukurlah kalian mau mengubah sikap! Eh...... sudah
siang nih! Perutku sudah keroncongan.” Yo kita pulang bersama-sama.”

Setelah membaca cerita “Kesabaran Ada Batasnya “ dapat dianalisis


unsurnya sebai berikut.

8 - 14 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

KESABARAN PUN ADA BATASNYA


(1) Tema cerita
Perlu sikap berani dan sabar dalam menyadarkan orang yang nakal.
(2) Latar cerita
Cerita ini berlangsung di Sekolah Dasar yang berada di pinggiran kota.
Seko-lah tersebut berada pada lingkungan masyarakat yang masih jauh
dari kehidupan kota yang modern.
(3) Plot cerita.
Plot cerita ini bersifat maju dan tungal dengan rangkaian peristiwa sebagai
berikut:
(a) Pengenalan masalah: Dedet sebagai murid baru SD kelas VI sejak
hari pertama dan kedua diganggu oleh Komplotan Bondang dkk.
dengan menyembunyikan tasnya dan melempari lumpur bajunya.
Namun Dedet tetap sabar atau tidak marah
(b) Permasalahan: Bondan dkk dihukum oleh Bu Dita karena itu beserta
komplotannya karena itu Dedet dituduh oleh Bondang dkk mengadu
kepada Bu Dita.
(c) Klimaks: Dedet melawan Bondan, Agil, dan Danang. Mereka dihajar
oleh Dedet de-ngan tendangan taekwondo dan tinjunya hingga
mereka tidak berkutik.
(d) Penyelesaian masalah: Dedet memaafkan kesalahan Bondang dkk.
setelah mereka meminta maaf dan akhirnya mereka dapat bersahabat
dengan baik. Dilihat dari segi bentuk alurnya, cerita di atas
menggunakan alur maju karena peristiwa demi peristiwa beranjak
terus-menerus ke depanSedangkan dilihat dari segi sifat alurnya,
cerita menggunakan alur rapat karena seluruh peristiwa yang
ditampilkan pelaku berpusat pada satu alur.
(4) Penokohan
(a) Pelaku utama ( protogonis) dan sifatnya. Dedet dan sifatnya:
penyabar, pemaaf, pengasih, senang berteman, suka menolong,
pemberani, tidak sombong.
(b) Pelaku antagonis dan sifat-sifatnya. Bondang, Agil, dan Danang.
Ketiganya senang mengganggu teman seke-lasnya, pemarah, dan
nakal.
(c) Pelaku tambahan. Bu Dita, guru yang penuh perhatian kepada
seluruh siswanya.

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 15


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

(d) Pelaku dinamis adalah Bondan bondan dan kawan-kawan karena


mengalami perubahan dari sifat, dari yang kurang baik menjadi
baik.

(5) Gaya Penyampaian


Gaya pengarang dalam menyajikan cerita menggunakan gaya yang
berimbang atau moderat. Pengarang tidak hanya menggambarkan sesuatu
secara keras melalui toko Bondan dan kawan kawan, tetapi juga
menggambrkna sesuatu yang dengan penuh lemah lembut melalu tokoh
Dedet.
Anda sudah pahami materi di atas, bukan? Kalau sudah, baca cerita
berikut lalu analisis/kemukakan unsur instrinsiknya. Latihan ini bertujuan
untuk mempermantap pemahaman Anda tentang penerapan pendekatan
analitis dalam mengapresiasi sastra.

Kartini Oh Kartini
Mama kaget luar biasa ketika Ocha mengutarakan keinginannya
meng-ikuti Pemilihan Putri Kartini Cilik ‘97 di Super Market terbesar di
Bandung. Bukan lantaran tajkut tidak menang, tetapi lebih karena
pembawa-an Ocha yang tomboy.
“Kamu hanya bercanda, kan?” tanya Mama masih terkaget-kaget.
“Ya, enggak dong, Ma. Ocha sudah menginginkannya dari tahun ke-
marin. Lagi pula Ocha sudah belajar berjalan di atas cat walk pada Sisil.”
Jawabnya.
“Sisil yang mana? Tanya Mama lagi.
“Putri Bu Dewi, yang rumahnya di Blok P. Dia kerap menang lom-ba
putri-putrian sampai jadi bin-tang iklan segala,” Ocha berusaha
meyakinkan.
“Tap kamu.....”Mama meng gantungkan kalimatnya. “Ah, sudah-lah,
lupakan pemilihan itu”” Mama menepis tangan.
“Tapi, ma, meskipun tomboy, Ocha juga ingin sesekali tampil lemah
lembut!” Ocha tetap ngotot.
Mama terdiam beberapa jenak. Ocha yang jago Tae Kwondo,
pmegang ban hitam, sering mengan di kejuaraan karate, dan paling suka
pakai celana dibanding rok, mau ikut pemilihan putri-putrian? Apa tidak
salah dengar?

8 - 16 Unit 8
Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

“Ma biar jago tea kwondo, tapi ocha bisa tampil lemah lembut kalau
mama mengizinkan”, Ucap ocha membaca pikiran Mama. “Kata Sisil,
Ocha sudah punya modal keperca-yaan diri, tinggal belajar
membawakannya sebaik mungkin,” lanjutnya.
Melihat kesungguhan yang ter-pancar dari mata putri semata wa-
yangnya, akhirnya Mama mengiyakan. Hari itu juga, dia mengajak Ocha
mendaftar ketempat persewaan pakaiaan tradisional yang tidak jauh dari
rumah. Ocha memilih pakaian adat daerah Jawa Tengah.
Ternyata, kertika Ocha mendaftar, Selly, teman sekolahnya yang
selalu tampil cantik dan se-ring mengikuti pemilihan putri-put-rian itu juga
mendaftar. Di sekolah diceritakan pada teman-temannya.
“Orang tomboy ikut pemilihan putri-putrian? Apa tidak salah de-
ngar?” Sindir Oni, saat Ocha berjalan di depan mereka.
“Kalau pun tidak salah de-ngar, pasti dia sudah tidak waras!” kali ini
suara Teni, sipembuat ulah dan pembual besar.
Karuan membuat telinga Ocha merah. “kamu bilang apa?” tanya
Ocha mendekati mere-ka. Keempat teman Ocha yang memang jago
ngerumpi dan ngomongin orang itu langsung diam.
“Hei, anak-anak manis, kalau ngo-mong jangan sembarangan, ya.
Kena batunya baru tahu rasa!” ujar Ocha memperingatkan, sebelum masuk
ke-las dan membiarkan mereka bungkam.
Hari yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Peserta Pemilihan Puti
Kartini Cilik 97 itu ternyata banyak sekali. Ocha, yang duduk di kelas IV
mnasuk kategori C. antara kelas IV sampai kelas VI SD.
Di daerah bangku tengah, Mama melihat penampilan Ocha dengan
haru campur senang. Sesekali dia mengisap mata yang tiba-tiba lembab
dengan sapu tangan.
Yang dikatakan Ocha memang benar. Dia bisa berjalan di atas pentas
dengan luwes, seperti layaknya putri Solo. Tidak sia-sialah dia belajar
berjalan selama sebulan lebih pada Sisil.
“Itu putri Ibu?” tunjuk seorang penonton yang duduk di samping
Mama Ocha. Mama mengangguk.
“Penampilannya sempurna se-kali. Saya yakin, dia pasti dapat salah
satu juara,” komentar penon-ton tadi.
Mama semakin haru. Dan, keharuan mama berubah jadi tangis
kegembiraan yang teramat sangat, ketika para pemenang diumumkan. Ocha

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 17


Materi ini dikutip seluruhnya dari buku berjudul "Kajian Bahasa Indonesia SD" (2008) oleh Muh. Faisal dan Abd. Halik.
Diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

terpilih sebagai The Best Putri Kartini Cilik ‘97, sementara Silly hanya
meraih juara harapan.
Selamat, ya” salah seorang penonton memberikan ucapan selamat
pada Mama Ocha.
Ternayata dia seorang wartawan. Dia tanya macam-macam pada
Mama Ocha. Saat sedang asyik nya difoto, dari arah belakang tiba-tiba ada
seorang ibu yang berteriak minta tolong. Dia kecopetan.
Secepat kilat, Ocha meng-angkat kain tinggi-tinggi, lantas tanpa
menghiraukan penampilannya me-nerjang seorang laki-laki bertopi yang
ditunjuk Ibu yang berteriak-teriak tadi.
Laki-laki itu terjengkang dan seketika ditangkap Pak Satpam. Tapi
konde Ocha ikut juga terjeng-kang, lepas dari rambutnya. Orang- yang
sedang belanja dan melihat kejadian itu tertawa cekikikan..
“Aduh, konde kamu, Ocha” jerit Mama terus memungutnya. Ocha
tidak merasa malu atau merasa ditertawakan. Dengan cueknya, dia
meminta mamanya membetulkan konde-nya seperti semula.
Om wartawan geleng kepala. “Ocha-Ocha, kamu memang Kartini
zaman sekarang” gumamnya pelan.

Rambu-rambu pengerjaan latihan


Untuk mengerjakan latihan Anda perlu membaa cerita tersebut minimal
dua kali lalu mencermati setiap unsur dan hubungan antar unsur serta sikap
setiap pelaku untuk mengemuekakan pesan cerita. Dan jangan lupa
menganalisis persoalan inti uyang mendasari rangkaian peristiwa untuk
menentukan tema cerita.

Rangkuman

Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengantar pembaca untuk dapat


menikmati dan menunjukkan nilai-nilai keindahan yang terjandung dalam suatu
karya sastra. Sedang pendekatan didaktis merupakan pendekatan mengarahkan
anak untuk dapat memetik berbagai pesan atau amanat yang terdapat suatu
karya sastra. Adapun pendekatan analitis adalah pendekatan yang dapat
membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur instrinsik yang membangun
suatu karya hubungan antar unsur tersebut sebagai suatu kesatuan yang utuh.

8 - 18 Unit 8
Glosarium

reseptif : bersifat menerima atau memahami suatu gagasan secara tepat dan komprehensif

apresiasi : Penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu


sastra : Suatu karya yang mengandung nilai keindahan dan nilai
kegunaan
puisi : karya sastra yang berbentuk untaian bait demi bait
prosa : Karya sastra yang bentuk rangkaian paragraf dalam ngungkapkan gagasan atau perasaan
kepada orang lain

drama : Karya sastra yang menggunkan dialog antar pelaku dalam


menyampaikan gagasan atau perasaan kepada orang lain.
amanat : hal-hal yang baik untuk dilakukan atau hal yang negatif untuk tidak dilaksanakan yan terdapat
dalam karya sastra

produktif : bersifat menghasilkan sesuatu yang bermakna

apresiasi : penilaian atau penghargaan positif terhadap karya sastra


merevisi : mengubah isi atau bentuk karya sastra
menyunting : memperbaiki aspek mekanik / bahasa
instrinsik : unsur yang membangun suatu karya sastra seperti latar, alur tema
penokohan amanat.

8 - 38 Unit 8
Daftar Pustaka

Aminuddin. 1988. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Y.A.3 Malang

Antara, I.G.P. 1985. Apresiasi Puisi.Denpasar: CV. Kayu Mas.

Badriyah, Ratu. 2000. Apresiasi Puisi dan Cerita Anak secara Produktif.. Jakarta:
Universitas Terbuka

Liothe, Wimanjaya. 1991. Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak. Jakarta: Balai
Pustaka.

Rendra. W.S. 1980. Potret Pembangunan dalam Puisi. Jakarta Lembaga Studi
Pembangunan

Pramuki, Esti. 2000. Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif. Jakatra. Universitas
Terbuka.

Situmorang, B.P. 1980. Sistem Pengajaran Puisi. Flores: Nusa Ende

Sumardjo, Yakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung. Penerbit Alumni.

Tarigan, H.G. 1989. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa
Tirtawirya, Putu Arya. 1983. Apresiasi Puis dan Prosa. Flores NTT: Nusa Indah

Wardani. 1980. Pengajaran Sastra. Jakarta: Depdikbud

Kajian Bahasa Indonesia di SD 8- 39

Anda mungkin juga menyukai