Anda di halaman 1dari 228

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BALAI BAHASA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2017

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia i


Yogyakarta dalam Perubahan
Antologi Esai
Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia
Siswa SLTA Kota Yogyakarta

Penyunting
Tirto Suwondo

Pracetak
Tarti Khusnul Khotimah
W. Ari Widyawan
Dini Citra Hayati
Agung Tamtama
Pargiyono

Penerbit
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BALAI BAHASA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224
Telepon: (0274) 562070, Faksimile: (0274) 580667

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Yogyakarta dalam Perubahan: Antologi Esai Bengkel Bahasa dan
Sastra Indonesia Siswa SLTA Kota Yogyakarta, Tirto Suwondo.
Yogyakarta: Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2017
xiv + 212 hlm., 14,5 x 21 cm.
ISBN: 978-602-6284-69-3

Cetakan pertama, Juni 2017

Hak cipta dilindungi undang-undang. Sebagian atau seluruh isi buku


ini dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis
dari penerbit.

Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis.

ii Yogyakarta dalam Perubahan


PENGANTAR
KEPALA BALAI BAHASA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Masih dalam kerangka mendukung program literasi yang


sedang digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuda-
yaan yang beberapa ketentuannya telah dituangkan dalam
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015, pada tahun ini (2017) Balai
Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
kembali menyusun, menerbitkan, dan menyebarluaskan buku-
buku kebahasaan dan kesastraan. Sebagaimana dilakukan pada
tahun-tahun sebelumnya, buku-buku yang diterbitkan dan di-
sebarluaskan itu tidak hanya berupa karya ilmiah hasil penelitian
dan/atau pengembangan, tetapi juga karya-karya kreatif yang
berupa puisi, cerpen, cerita anak, dan esai baik itu berasal dari
kegiatan penulisan oleh para sastrawan DIY maupun melalui
kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa. Hal ini
dilakukan tidak lain sebagai realisasi program pembinaan dan/
atau pemasyarakatan kebahasaan dan kesastraan kepada para
pengguna bahasa dan apresiator sastra, terutama kepada anak-
anak, remaja, dan generasi muda.
Sebagaimana diketahui bahwa isu utama yang berkembang
belakangan adalah kemampuan baca (literasi) anak-anak kita
(pelajar kita) tertinggal selama 4 tahun dibandingkan dengan
kemampuan baca anak-anak di negara maju. Hal itu terjadi selain
disebabkan oleh berbagai faktor yang memang tidak terelakkan
(sosial, ekonomi, geografi, jumlah penduduk, dan sebagainya),

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia iii


juga disebabkan oleh fakta bahwa di Indonesia memang tradisi
(budaya) baca-tulis (literasi) dan berpikir kritis serta kreatif be-
lum ter(di)bangun secara masif dan sistemik. Itulah sebabnya,
sebagai lembaga pemerintah yang memang bertugas melaksana-
kan pembangunan nasional di bidang kebahasaan dan kesastra-
an, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta turut serta dan senan-
tiasa menyumbangkan peranannya dalam upaya mengembangkan
kemampuan literatif dan kecerdasan anak-anak bangsa. Salah satu
dari sekian banyak upaya itu ialah menyediakan bahan (materi)
literasi berupa buku-buku kebahasaan dan kesastraan.
Buku berjudul Yogyakarta dalam Perubahan ini tidak lain juga
dimaksudkan sebagai upaya mendukung program pengembang-
an kemampuan literatif sebagaimana dimaksudkan di atas. Buku
ini memuat 33 karya esai yang ditulis oleh para siswa SLTA (SMA,
MA, dan SMK) Kota Yogyakarta, baik negeri maupun swasta, pada
saat mereka mengikuti kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra
Indonesia bagi siswa SLTA yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa
Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 26 Maret—11 Juni 2017.
Selain itu, di dalam buku ini juga dimuat tulisan dua orang tutor
(Tirto Suwondo dan Budi Sardjono) sebagai sekadar petunjuk atau
pedoman bagaimana cara atau teknis menulis (mengarang) esai.
Diharapkan tulisan (karya-karya esai) yang dimuat dalam buku
ini menjadi pemantik dan sekaligus penyulut api kreatif pembaca,
terutama anak-anak, remaja, dan generasi muda.
Akhirnya, dengan terbitnya buku ini, Balai Bahasa Daerah
Istimewa Yogyakarta menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tulus kepada para penulis, penyunting, panitia,
dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam menghantarkan buku
ini ke hadapan pembaca. Selamat membaca dan salam kreatif.

Yogyakarta, Juni 2017

Dr. Tirto Suwondo, M.Hum.

iv Yogyakarta dalam Perubahan


CATATAN PENYUNTING

Mengarang (menulis) itu gampang. Begitulah kata (ungkapan)


sastrawan (dan jurnalis) kondang Arswendo Atmowiloto. Ung-
kapan itu boleh jadi benar, boleh jadi tidak benar. Sebab, fakta-
nya, mengarang itu tidak segampang seperti yang diucapkan
atau dipikirkan. Bahkan, diyakini, kalau mau jujur, tidak ada
seorang pun yang mengaku bahwa mengarang itu benar-benar
gampang. Kalaupun kemudian ada seseorang menjadi terkenal
karena karangan-karangan atau buku-bukunya, orang itu pasti
tidak akan mengatakan bahwa mengarang itu benar-benar gam-
pang. Kalaupun Arswendo Atmowiloto berani mengatakan itu,
sebenarnya ia hanyalah bermaksud memberi semangat kepada
siapa pun agar dunia karang-mengarang tetap hidup dan terus
berkembang. Dan kita yakin, ketika dulu Arswendo Atmowiloto
masih dalam tahapan belajar, ia pun pasti banyak mengalami
kesulitan. Hanya saja, karena dalam hidupnya ia konsisten dalam
memegang prinsip bahwa mengarang harus dilandasi banyak mem-
baca dan tekun berlatih, jadilah ia seperti sekarang ini.
Begitulah kiranya suatu hal yang selalu ditekankan dalam
sebuah kegiatan pelatihan mengarang atau menulis. Demikian
juga dengan kegiatan pelatihan mengarang (menulis) esai bagi
siswa SLTA Kota Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Balai
Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta tahun ini (2017). Karena
terbukti bahwa seluruh peserta pelatihan pada akhirnya mampu
menghasilkan sebuah karangan (esai) dan terbit dalam buku ini,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia v


hal itu berarti bahwa mengarang itu memang gampang. Hanya
saja, persoalannya tidaklah sesederhana itu. Sebab, walaupun
mereka telah dilatih sedemikian rupa dan mereka telah pula me-
lakukan proses kreatif (10 kali pertemuan) dengan mengerahkan
tenaga dan pikiran yang ada, tetap saja hasilnya belum sampai
kepada wujud karya yang matang. Namun, semua itu wajib diang-
gap wajar karena memang mereka masih dalam tahapan belajar
dan esai-esai yang pada akhirnya dimuat dalam buku ini pun
hanya merupakan sebagian dari wujud hasil belajar.
Karena pada awalnya esai-esai ini hanya merupakan sebagian
dari wujud hasil belajar, wajar pula kalau kemudian diperlukan
keterlibatan penyunting lebih dalam. Hanya saja, keterlibatan
penyunting lebih dalam ini bersifat sangat relatif karena sebenar-
nya fungsi penyunting tidak lebih dari sekedar “membetulkan”
dari sisi penggunaan bahasa dan/atau “meluruskan” dari sisi
logika yang dibangun penulis. Yang jelas, penyunting tidak me-
miliki hak untuk mengubah apa yang dimaksudkan penulis. Itu-
lah sebabnya, seperti dapat dibaca pada karangan-karangan dalam
buku ini, masih ada sebagian karangan yang tidak termasuk ke
dalam kategori (jenis) esai. Padahal, pelatihan yang diseleng-
garakan ini adalah pelatihan penulisan esai dan buku ini dimak-
sudkan sebagai buku antologi esai. Hal ini menunjukkan bahwa
mengarang memang tidak gampang, dan itu terbukti sebagian
penulis dalam buku ini belum memahami benar apa itu esai.
Karenanya, wajarlah kalau dalam buku yang berlabel antologi
esai ini masih ada karangan yang bukan berbentuk esai. Bisa
dimaklumi kalau esai-esai dalam buku ini mirip dengan artikel
karena memang perbedaan esai dan artikel demikian tipis. Akan
tetapi, kalau sudah sampai pada bentuk karangan feature, hal itu
jelas bukan yang dimaksudkan oleh kegiatan dan juga buku ini.
Kendati demikian, ada hal menarik yang perlu dikemukakan
dalam catatan ini. Meskipun para penulis (siswa-siswa SLTA Kota
Yogyakarta) dalam buku ini masih dalam tahapan belajar, ada
beberapa yang memang memiliki kemampuan menulis (menga-

vi Yogyakarta dalam Perubahan


rang). Hal itu tampak pada kekayaan perbendaharaan kata dan
logika atau cara berpikirnya. Kekayaan perbendaharaan kata me-
nyebabkan karangannya tidak terkesan monoton dan mengulang-
ulang kata dan kalimat yang sama, sedangkan cara berpikir yang
logis membuat karangan mudah dipahami maksudnya. Walau-
pun masih tampak khas sebagai hasil pelatihan dan/atau pem-
belajaran, setidaknya esai “Smartphone dan Kita” karya Khoirun-
nisak, “Penjajahan Toponimi Asing di Kota Yogyakarta” karya
Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus, “Menyikapi Kemero-
sotan Karya Sastra” karya Han Revanda Aditya Putra, dan bebe-
rapa lagi telah menunjukkan hal itu.
Sebagai catatan akhir penyunting, permasalahan terbesar
yang dihadapi oleh remaja (siswa-siswa SLTA Kota Yogyakarta)
yang karangannya dimuat dalam buku ini adalah permasalahan
kemampuan berbahasa. Masalah kemampuan berbahasa ini tidak
berarti mereka tidak mampu menggunakan bahasa, tetapi yang
terjadi ialah ketidaksadaran bahwa mereka harus berbahasa
ragam tulis. Bahasa ragam tulis adalah bahasa yang digunakan
tanpa kehadiran (pertemuan) penulis (pembicara) dan pembaca
(pendengar) sehingga dituntut lengkap dan jelas agar komunikasi
terjadi mendekati sempurna. Dan, yang terjadi, seperti tampak
pada karangan-karangannya semula, sebagian besar penulis dalam
buku ini cenderung menulis dengan konsep bahasa lisan. Karena-
nya, mereka masih harus belajar dan belajar lagi. Banyak-banyaklah
membaca dan terus berlatih. *** (Tirto Suwondo)

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia vii


viii Yogyakarta dalam Perubahan
PENGANTAR PANITIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai lembaga


pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan pembinaan
penggunaan bahasa dan sastra masyarakat, pada tahun 2017 kem-
bali menyelenggarakan kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indo-
nesia bagi Siswa SLTA (SMK, SMA, MA). Kegiatan ini merupakan
salah satu wujud kepedulian Balai Bahasa Daerah Istimewa Yog-
yakarta terhadap kompetensi menulis siswa.
Kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa
SLTA Kota Yogyakarta diwujudkan dalam bentuk pelatihan
penulisan cerpen dan esai. Kegiatan dilaksanakan selama sepuluh
kali pertemuan, setiap hari Minggu, tanggal 26 Maret – 11 Juni
2017, bertempat di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Kegiatan
ini diikuti oleh 73 siswa, yang terbagi dalam dua kelas, yakni kelas
cerpen berjumlah 38 siswa dan kelas esai berjumlah 35 siswa.
Peserta pelatihan dibimbing oleh para praktisi, akademisi, dan
tenaga teknis Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Nara-
sumber kelas esai adalah Dr. Tirto Suwondo, M.Hum. dan Budi
Sardjono. Narasumber kelas cerpen adalah Drs. Herry Mardianto
dan Evi Idawati.
Buku berjudul Yogyakarta dalam Perubahan ini memuat 33 esai
karya siswa. Tulisan-tulisan tersebut tidak hanya membicarakan
hal-hal yang berkenaan dengan dunia remaja, tetapi juga ber-
bagai problem sosial dan kemanusiaan yang ada di sekeliling

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia ix


mereka. Buku ini juga dilampiri dua makalah yang ditulis oleh
narasumber.
Dengan diterbitkannya buku ini mudah-mudahan upaya
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta dalam meningkatkan
keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia, khususnya
keterampilan menulis esai bagi siswa SLTA, dapat memperkukuh
tradisi literasi para remaja.
Buku ini tentu saja masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan
di masa mendatang.

Yogyakarta, Juni 2017

Panitia

x Yogyakarta dalam Perubahan


DAFTAR ISI

PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................................... iii
CATATAN PENYUNTING ........................................................... v
PENGANTAR PANITIA ............................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................... xi

Smartphone dan Kita


Khoirunnisak, SMA Negeri 5 Yogyakarta ............................... 1

Menyikapi Kemerosotan Karya Sastra


Han Revanda Aditya Putra, SMA Negeri 9 Yogyakarta ........ 8

Masih Pantaskah Yogyakarta Disebut Kota Pelajar?


Fadia Nisya Prasanti, SMA Negeri 1 Yogyakarta ................. 16

Tari Bedhaya dan Generasi Muda


Annisa Saraswati, SMA Santa Maria Yogyakarta ................. 24

Stroke Mengancam Usia Remaja


Ayu Andira Nababan, SMA Sang Timur, Yogyakarta .......... 32

Yogyakarta: Istimewa Hotelnya


Azzahra Fadhlila A.N., SMA Negeri 8 Yogyakarta .............. 38

Pentingnya Waktu dalam Dunia Kerja Berbasis Patiseri


B. Aurelita A. R., SMK Negeri 4 Yogyakarta ....................... 45

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia xi


Dampak Forum Online bagi Pelajar
Balqis Alyamayadita Rahman, MAN 1 Yogyakarta ............... 50

Nilai Budaya di Mata Remaja


Calysta Indira Premorga W., SMA Negeri 2 Yogyakarta ..... 56

Kata dan Remaja


Damar Abhinawa, SMA Negeri 3 Yogyakarta ....................... 63

Peran Komunitas bagi Kota Yogyakarta


Dandi Rizki Zulfansyah, SMK Negeri 3 Yogyakarta ............ 69

Puisi Remaja: Haruskah Bertema Cinta?


Daniel Ariyanto W.W., SMA Budya Wacana Yogyakarta ... 75

Pendidikan Karakter Selamatkan Bangsa


Dhea Annisa, SMK Kesehatan Insan MuliaYogyakarta ...... 79

Menikmati Puisi: Perlu Kerja Sama Penyair dan Pembaca


Dina Oktaferia, SMA Negeri 8 Yogyakarta ........................... 85

Pantai Kukup: Sepetak Surga Tersembunyi


Elvira Apriani D.K., SMA PIRI 1 Yogyakarta ....................... 91

Yogyakarta: Negeri 1001 Angkringan


Faadila Khoirunnisa, SMK Negeri 6 Yogyakarta ................... 96

Kesadaran Memulai Hidup Sehat


Indhira Nurayuning Tyas, SMA Taman Madya Ibu
Pawiyatan ................................................................................ 100

Lunturnya Budaya Sopan Santun


Jovita Febrianti, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ...................... 105

Pendidikan Membangun Karakter Generasi Muda


M. Happy Alhaq Sahara, MAN 2 Yogyakarta ...................... 111

Obesitas Kini Telah Mengintai Remaja


Maria Lintang Restu Semesta, SMA Negeri 4 Yogyakarta . 117

xii Yogyakarta dalam Perubahan


Melinting: Harus Dihindari
Muhammad Haidar Lazuardi, SMA Negeri 3 Yogyakarta .. 123

Pendidikan Karakter Berbasis Moral


Nadia Arina Ilma, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ... 126

Menyikapi Pengaruh Tayangan Televisi


Noviana Lestari, MAN 1 Yogyakarta .................................... 131

Mengintip Lebih Jauh Kurikulum 2013


Oktafina Noor Ulfa, SMA Negeri 7 Yogyakarta ................. 137

Pelajar yang Harus Diajari


Prameitha Ayu W., SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta .. 143

Sinta yang Sirna


Rizqy Ar Royyan Primadani, SMA Negeri 6 Yogyakarta ... 148

Batik Bukan Busana Antik


Rosi Kharisa, SMK Negeri 1 Yogyakarta ............................. 157

Kuliner Yogyakarta: Akankah Tetap Terjaga?


Sada Arihta Berutu, SMK BOPKRI 2 Yogyakarta ............... 162

Tradisi Bullying di Sekolah


Siti Nabila, SMK Negeri 5 Yogyakarta ................................ 166

Tidak Boleh Dibiarkan Perilaku Buruk Menjadi Budaya


Syafika Nuring F., SMA Negeri 2 Yogyakarta ................... 172

Sampah, Realita di Tempat Wisata


Henrietta Elmarthenez, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta .......... 179

Penjajahan Toponimi Asing di Kota Yogyakarta


Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus, SMA Negeri 5
Yogyakarta .............................................................................. 185

Mengenal Klithih dan Eksesnya bagi Yogyakarta


Rindiani Amelia, SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta ..... 192

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia xiii


Proses Kreatif Penulisan Esai
Tirto Suwondo
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta ....................... 198

Menulis Esai Itu Gampang


Budi Sardjono ........................................................................... 203

BIODATA PANITIA ................................................................... 210

xiv Yogyakarta dalam Perubahan


Smartphone dan Kita
Khoirunnisak
SMA Negeri 5 Yogyakarta
ninis.khoirunnisa21@yahoo.com

Bisakah kita menghitung berapa lama orang berkutat dengan


smartphone? Apakah kita bisa sehari saja tidak menyentuh smart-
phone? Kita percaya bahwa mayoritas orang saat ini tidak bisa
lepas dari teknologi canggih tersebut. Mengapa? Padahal orang–
orang terdahulu bisa bertahan hidup walau tanpa alat–alat itu.
Namun, coba perhatikan sejenak orang di sekitar kita atau bahkan
diri kita sendiri. Setiap saat tidak berhenti menatap layar smart-
phone. Bagai obat psikotropika yang menyebabkan efek candu,
smartphone telah mengendalikan manusia modern saat ini.
Seiring berkembangnya zaman, perusahaan-perusahaan
besar di bidang informasi dan telekomunikasi berlomba–lomba
untuk menjadi yang terbaik dan disukai oleh jutaan pengguna.
Berbagai macam media sosial (medsos) saat ini saling bersaing
untuk menjadikan mereka satu–satunya media sosial yang di-
pakai masyarakat. Sebut saja instagram, dulu medsos ini hanya
mempunyai fitur upload foto dan video saja namun sekarang
kita juga bisa mengabadikan momen kehidupan kita melalui
aplikasi snapgram yang mengadopsi fitur yang sudah dahulu
ditawarkan oleh aplikasi snapchat. Hanya saja, filter yang ada
pada snapgram tidak sekomplit snapchat. Kemudian disusul oleh
WhatsApp yang baru–baru ini telah meluncurkan tampilan baru-
nya yang dilengkapi status dengan gaya yang juga mengadopsi

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 1


snapchat. Biasanya kita dapat mengabadikan foto, video, atau
hanya tulisan-tulisan yang hanya bisa dilihat oleh teman–teman
kita selama dua puluh empat jam dari waktu upload.
Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Infor-
matika tahun 2013, pengguna internet di Indonesia mencapai 65
juta orang dan 95 persennya menggunakan internet untuk jeja-
ring sosial yang sering kita sebut medsos. Masyarakat Indonesia
paling banyak mengakses jejaring sosial twitter dan facebook .Tak
tanggung–tanggung kita menempati peringkat keempat dunia
sebagai pengguna facebook dan peringkat kelima pengguna twitter
terbanyak.
Pada tahun 2016 berdasar survei APJII, terdapat tiga media
sosial yang sering dikunjungi oleh masyarakat Indonesia yaitu
facebook (54%), instagram (15%), dan youtube (11%). Mirisnya, saat
ini Indonesia hanya sebagai pengekor dari penemuan–penemuan
luar tersebut. Bayangkan saja, kita hanya menggunakan jejaring
tersebut untuk upload foto, mengomentari atau membagikannya
kepada teman lain yang akhirnya juga untuk dikomentari.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) me-
lakukan survei yang melibatkan 1600 responden untuk melaku-
kan survei terkait penetrasi pengguna. Tahun 2016 pengguna
internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang. Peningkatan
yang sangat tajam, bukan? Ingat, kita mengakses internet untuk
membuka medsos memerlukan pulsa yang sering kita sebut
kuota internet. APJII juga melakukan survei mengenai perilaku
pengguna yang termasuk di antaranya untuk mengetahui berapa
GB kuota yang dihabiskan yang melibatkan 2000 responden.
Didapatkan hasil bahwa ada sekitar 41,2 juta pengguna meng-
habiskan data sebanyak 2 GB, lalu sebanyak 27,9 juta dan 19,9
juta pengguna mengakses internet dengan kuota masing-masing
3 GB dan 1,5 GB. Sedangkan yang menghabiskan data masing-
masing 1 GB dan 4 GB berjumlah 13,8 juta dan 12,4 juta pengguna.
Media sosial datang begitu saja tanpa disadari bahwa sesung-
guhnya kita belum siap menghadapi perubahan tersebut. Bukti-

2 Yogyakarta dalam Perubahan


nya, manusia sekarang banyak yang lupa akan hakikat kehidupan
sosial yang sebenarnya. Kehidupan sosial bukanlah sekedar
menyapa para penghuni dunia maya. Seakan–akan orang telah
lupa untuk bersosialisasi dengan tetangga sebelah atau mungkin
kepada saudara dan orang tua kita sendiri. Sangat menyedihkan
bukan?
Media sosial akhir-akhir ini hanya menjadi tempat yang di-
gunakan para pelajar untuk berkomunikasi dengan teman–
temannya. Memang, membuat chat group sangat membantu kita
baik dalam mengerjakan tugas ataupun berdiskusi mengenai
suatu hal. Namun, sering juga kita hanya menggunakannya un-
tuk meluapkan emosi sesaat kita. Mengeluarkan kata–kata kasar
di dalam medsos menjadi hal yang lumrah saat ini. Makna kebe-
basan bagi pengguna internet telah disalahartikan.
Dampak dari merajalelanya media sosial hampir sama di
setiap daerah di Indonesia. Dari kalangan anak-anak, remaja,
dewasa, atau bahkan orang tua mengalami dampak yang ter-
bilang sama. Mulai dari lunturnya kepekaan sosial, munculnya
tindak kriminal, perilaku menyimpang, dan masih banyak lagi
dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan dari
media sosial khususnya di kalangan pelajar. Indonesia saat ini
dihuni oleh lebih dari dua ratus lima puluh juta jiwa. Seperlima-
nya adalah pelajar. Seperti diketahui bahwa usia pelajar adalah
usia paling rawan. Usia saat mereka mencari jati diri masing-
masing. Sifat belum stabil wajar dimiliki oleh mereka. Oleh
karena itu, pada esai kali ini lebih ditekankan bagaimana dampak
sosial media terhadap pelajar karena dewasa ini pelajar dengan
sikapnya yang masih labil tersebut sering kurang bijaksana dalam
menggunakan internet, khususnya media sosial.
Pelajar SMA adalah remaja tanggung yang berusia sekitar
lima belas tahun hingga sembilan belas tahun. Mereka tak hanya
belajar dan duduk manis di bangku sekolah. Tapi seperti yang
diketahui, pelajar SMA khususnya di Yogyakarta memiliki
kegiatan yang sangat beragam. Baik itu positif maupun negatif,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 3


di bidang akademik maupun nonakademik. Belum lagi mereka
juga belajar berorganisasi dengan menjadi anggota OSIS, MPK,
organisasi keagamaan, dan organisasi–organisasi eksternal lain-
nya. Banyak sekali rangkain kegiatan yang terkadang mengalih-
kan pandangan pelajar akan budaya yang dimilikinya.
Contohnya saja, saat ini sebagian besar pelajar lebih tertarik
untuk menonton di bioskop atau konser musik modern saat ini
daripada melihat pagelaran wayang ataupun pagelaran seni tra-
disional. Atau mungkin setiap hari Kamis Pahing seharusnya
menggunakan baju adat gagrak Ngayogyakarta sebagai usaha
untuk pelestarian budaya. Namun, respon para pelajar sendiri
terhadap hal tersebut justru membuat repot. Tak jarang mereka
lebih memilih untuk menggunakan kebaya atau surjan dengan
jarik yang sudah siap pakai, bukan menggunakan jarik dengan
wiru yang dibuat sendiri. Seenaknya saja mereka berpakaian,
tidak memperhatikan bagaimana sebenarnya hakikat dan fungsi
memakai gagrak.
Dengan segala kecanggihan aplikasi yang ada pada smart-
phone, sering membuat kita lupa akan budaya yang ada di tengah
masyarakat. Seiring berlalunya hari, berlalu juga budaya dan nor-
ma yang seharusnya kita jaga dan pertahankan. Tidak cukupkah
budaya kita yang justru dipelajari dan dicintai oleh warga asing.
Saat ini sudah banyak sekali warga negara asing yang tertarik
untuk menguasi bahasa dan kesenian Indonesia. Mereka mahir
berbahasa Jawa dan memainkan gamelan atau bahkan berperan
sebagai sinden yang kita tahu bahkan pelajar di Yogyakarta saja
sedikit peminatnya. Hanya saja kita bersyukur masih banyak
sekolah seni yang sangat berperan dalam pelestarian budaya
kita.
Masalah akan lebih rumit lagi jika kenyatannya sekarang
frekuensi penggunaan internet meningkat. Degradasi moral akan
terjadi. Bagaimana bisa? Hal ini sama saja dengan para pengguna
narkoba. Pengguna medsos juga mengalami kecanduan saat ini.
Seakan-akan mereka tidak bisa berkutik jika tidak ada internet

4 Yogyakarta dalam Perubahan


di smartphone-nya. Hal ini menyebabkan kecenderungan orang,
khususnya remaja atau pelajar yang belum bisa mendapatkan
uang sendiri, memaksa orang tuanya memberikan uang. Ketika
semakin sering anak meminta uang, orang tua pasti akan bosan
dan enggan memberikan uang kepada anaknya jika hanya untuk
dibelikan kuota. Aksi pencurian dan pemaksaan pun pasti tidak
akan terhindarkan.
Tidak hanya itu, sering kali kita juga membahayakan diri
kita sendiri dengan berfoto di tempat-tempat yang tidak seha-
rusnya hanya karena mereka menganggap hal tersebut unik dan
hits. Mereka rela untuk berfoto di tengah-tengah tempat penye-
berangan jalan, di atas bukit curam, bahkan mereka rela berguling-
guling demi mendapatkan foto agar tetap eksis di medsos. Belum
lagi pelajar saat ini juga sering lupa menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan. Memetik bunga saat mereka ke taman
atau merusak alam ketika mendaki gunung sering sekali dilaku-
kan. Belum lagi sampah-sampah yang ditingalkan. Pada akhir-
nya, lingkungan justru menjadi rusak karena ulah pelancong yang
ingin berfoto tanpa melihat lingkungan sekitar yang sepatutnya
dijaga.
Keinginan seseorang untuk diakui dan terkenal oleh teman–
teman medsos menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Seolah–
olah eksistensi mereka harus diketahui oleh banyak orang,
bahkan dengan adanya fitur semacam snapgram memungkinkan
seseorang untuk mengumbar hal–hal yang sangat bersifat privasi.
Seperti di mana dia sekarang, jam berapa, bersama siapa, dan
kegiatan yang sedang dilakukan bisa dengan mudah diketahui
orang lain. Meskipun hal tersebut dipandang lumrah dan biasa,
ketahuilah bahwa ada banyak penjahat yang mengintai keber-
adaan kita yang bisa sewaktu–waktu menghampiri dengan ada-
nya postingan yang kita unggah.
Belum lagi fenomena yang yang membuktikan bahwa media
sosial memungkinkan orang untuk saling pamer. Baik itu berupa
foto, video, maupun hanya berbentuk tulisan. Tanpa kita sadari

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 5


hal yang kita unggah menimbulkan rasa kecemburuan bagi orang
lain yang melihatnya. Rasa iri saat melihat unggahan orang lain
atau misalkan saja rival kita lebih bagus, lebih menarik, dan lebih
banyak likersnya saat ini sudah menjadi hal biasa. Justru hal sepele
tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan sosial kita. Bayangkan
saja, hanya karena masalah followers atau likers seseorang bisa
saling membenci. Berbagai cara dilakukan agar media sosial yang
dimiliki terlihat lebih bagus, ramai oleh follower sehingga likes
yang diperoleh lebih banyak. Peristiwa kasat mata tersebut sudah
mendarah daging di kalangan masyarakat, terlebih para remaja
yang memang masih berpikiran singkat dan haus akan popu-
laritas.
Namun, lambat laun orang mulai menyadari perubahan-per-
ubahan yang terjadi pada dirinya dan juga bagaimana hubungan
dengan orang lain. Seiring berjalannya waktu, orang mulai ber-
pikir dan melihat kembali apa yang sudah berubah sejak mereka
menggunakan medsos. Pelan tapi pasti mereka mulai mencopot
aplikasi media sosial dari smartphone. Karena setelah disadari,
media sosial hanya memperalat dan menjadikan mereka budak
arus perkembangan zaman yang semakin ke sini semakin kacau
balau.
Maju tidaknya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi bagai-
mana kualitas para pelajar. Masa depan negeri ini sangat tergan-
tung bagaimana kelak para pemuda khususnya pelajar memim-
pin Indonesia. Ketika pelajar saat ini lebih asyik bermain medsos
daripada belajar kehidupan yang sesungguhnya menjadi beban
tersendiri. Namun, jika pelajar bisa memanfaatkan media sosial
dengan bijaksana, dunia bisa digenggam dengan mudah. Kece-
patan mengakses informasi melalui media sosial mendukung
pelajar dalam belajar dan memahami hal-hal yang tidak didapat-
kan baik di sekolah, rumah, maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Kehadiran media sosial memang memiliki segudang manfaat,
namun ada pula dampak buruknya. Bermanfaat atau tidaknya
media sosial tergantung kita yang memakainya. Oleh karena

6 Yogyakarta dalam Perubahan


itu, kepada para pelajar khususnya di Yogyakarta, marilah kita
renungkan sejenak apa yang telah kita lakukan demi eksistensi
kita di medsos. Memang, tidak semua yang ada padanya itu
negatif, kita bisa belajar untuk lebih menjaga diri dan menyaring
informasi. Tidak mudah terprovokasi oleh berita baru yang
belum pasti dan juga membuat postingan yang tidak layak yang
bisa menimbulkan kericuhan. Berhati–hatilah menggunakan
medsos. Jangan lupakan budaya leluhur kita dan gunakan
medsos sebijaksana mungkin. Ingat, pelajar adalah masa depan
bangsa. Berjuanglah! ***

Khoirunnisak. Lahir di Temanggung, 21 September


1998. Siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta ini mempu-
nyai hobi menyanyi. Saat ini tinggal di Pondok Pe-
santren Putri Nurul Ummahat, Prenggan, Kotagede,
Yogyakarta. Ponsel: 089530633695.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 7


Menyikapi Kemerosotan
Karya Sastra
Han Revanda Aditya Putra
SMA Negeri 9 Yogyakarta
proliteratural@gmail.com

“Jika pikiran bisa mengorupsi bahasa, bahasa pun bisa mengorupsi


pikiran.”
—George Orwell

Setiap pengarang adalah anak zaman. Karya yang lahir dari


tangannya tidak bakal lepas dari pengaruh sorak-sorai dan ge-
muruh zaman yang ia tinggal di dalamnya. Pengaruh dari per-
gerakan zaman terhadap karyanya ini secara kasat mata meram-
bah ke dua segi: isi dan bentuk. Melalui isi, yang kita singgung
adalah tema cerita. Pengarang, dalam konsep ini, bakal memba-
has atau menyinggung kehidupan masyarakat di sekitar ia ting-
gal. Olehnya diceritakan bagaimana mereka hidup, bagaimana
mereka berpikir, dan bagaimana pikiran mereka itu akhirnya
melahirkan tindak-tanduk sedemikian rupa sebagai manusia
seutuhnya. Sedang dalam bentuk, menjadi pokok pembahasan
adalah kemasan dari karya-karya tersebut. Bahasa yang diguna-
kan, diksi, istilah-istilah yang termaktub, sudah barang tentu
selalu berubah sebagai bahasa masyarakat dalam rutinitas sehari-
hari, dan itu disesuaikan dengan idealnya masing-masing penga-
rang punya sikap.
Apabila semakin dalam kita menggali khazanah kesusastra-
an Indonesia dewasa ini, dengan mencolok kita dapati berubah-

8 Yogyakarta dalam Perubahan


nya penggunaan bahasa (bentuk) yang cenderung menjurus ke
arah dekadensi. Hal itu dapat dilihat semisal dari permunculan
karya itu sendiri yang paling awal: judul. Semakin zaman me-
rangsek ke depan semakin kita dapati menjamurnya karya-karya
sastra yang mengambil judul berbahasa Inggris, sedang dalam
isi karya itu sendiri sama sekali tidak berkaitan dan tidak dapat
menjelaskan pertanyaan yang paling mendasar: mengapa mesti
berbahasa Inggris.
Kedalaman bahasa yang dipergunakan pengarang dalam
bertutur itu pun patut dikritisi. Memarak di abad ini adalah karya-
karya yang begitu ringan dalam bercerita. Mereka pergunakan
bahasa masyarakat sehari-hari. Betul tindakan ini pun tiada
salahnya. Namun, menjadi masalah ketika jumlah karya yang
demikian jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan karya
yang isinya menggunakan bahasa yang lebih sastrawi.
Keadaan demikian semestinya membikin kita prihatin. Sastra
dewasa ini seakan telah dikotori oleh tidak bakunya kehidupan
berbahasa dalam kegiatan interaksi sosial. Ia tidak lagi betul-betul
merupakan perwujudan yang suci dari seni berbahasa. Apabila
bahasa yang demikian dipergunakan dalam kehidupan sehari-
hari tentu tidak menjadi masalah. Namun, penggunaannya dalam
karya sastra, yang setiap kata dan bahasa di dalamnya mesti
digali terlebih dahulu, semestinya patut dipertanyakan.
Akibat dari kemerosotan itulah kemudian dianggap wajar
kini apabila aliran yang paling diminati masyarakat adalah apa
yang disebut “teenlit” dan “chicklit”. Aliran pertama merupakan
penggambaran dari kehidupan remaja (khususnya perempuan)
yang sudah barang tentu guna menarik pembaca dari kalangan
tersebut dibuat satu permunculan sebuah karya yang betul-betul
remajawi. Mulai dari judul, sampul, jenis dan ukuran huruf, dan,
tentu saja, bahasa. Aliran kedua tidak jauh bedanya dengan yang
pertama, hanya tema yang diambil lebih dewasa.
Mari kita perbandingkan fenomena tersebut dengan dunia
kesusastraan abad yang lalu. Awal abad dua puluh merupakan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 9


fase awal lahirnya kesusastraan Indonesia. Ia masih demikian
lugu dan senantiasa mencari-cari bentuknya yang ideal. Perintis-
nya agak sukar ditetapkan, namun sebagian kritikus sepakat
bahwa tonggak berdirinya kesusastraan Indonesia sebagaimana
kita kenal sekarang ini ada pada Angkatan Balai Pustaka. Para
pengarang angkatan ini, semisal Merari Siregar dan Marah Rusli,
menghasilkan buah karya yang lagi-lagi isi di dalamnya tidak
lepas dari pengaruh zamannya. Masyarakat di sekitar pengarang
pada zaman tersebut masih teramat tradisional. Maka sebagian
besar karya pada masa ini cenderung “sekadar” berkisah tentang
kampung halaman nan tak lekang oleh panas tak lapuk oleh hujan.
Bahasa yang dipergunakan kental sekali pengaruh bahasa Me-
layu. Indah kedengarannya dan mendayu-dayu. Bahasa demi-
kian memerlukan sedikit pemerasan otak bagi orang awam buat
menangkap maksud apa yang hendak disampaikan pengarang.
Namun, masyarakat pada masa itu rata-rata telah memiliki ke-
mampuan dan selera berbahasa yang tinggi sehingga mampu
menghayati karya sastra dengan bahasa demikian.
Setelah Angkatan Balai Pustaka padam, muncul pengganti-
nya, segar-bugar dan sarat akan idealisme: Angkatan Pujangga
Baru. Angkatan yang ini lahir dan menjalani hidupnya yang
singkat pada tahun 1930-an, ditandai dengan terbitnya sebuah
majalah kesusastraan dengan nama yang sama. Ia merupakan
pembaharu kesusastraan Indonesia pada masa itu, terutama
sekali di dalam segi tema dan bahasa. Peranannya membuat sajak
di surat-surat kabar dan roman yang beredar tidak lagi “sekadar”
membincang persoalan kawin paksa atau hubungan sentimental
manusia dengan kampung halamannya. Namun, ia cenderung
menggambarkan cita-cita akan hari depan Indonesia yang cerah
dan gilang-gemilang.
Angkatan ini mulai tiada terdengar gaung-gemanya lagi
pasca masa pendudukan Jepang. Karena itu, pada masa tersebut
muncul lagi satu angkatan yang benar-benar menjadi pembaharu
kesusastraan Indonesia hingga bentuknya macam kita kenal

10 Yogyakarta dalam Perubahan


sekarang ini: Angkatan ’45. Chairil Anwar, melalui sajak-sajak-
nya yang bombastis dan penuh akan vitalitas, menengarai ber-
dirinya angkatan ini. Namanya kemudian menjadi agung dan
menjadi sebuah dosa apabila memperbincang sejarah sastra
Indonesia tanpa menyebut namanya.
Selepas berdiri angkatan ini, kesusastraan Indonesia meng-
alami kemajuan yang teramat pesat. Karya para pengarang
Indonesia mulai mendapatkan tempatnya di dunia internasional.
Polemik-polemik pun senantiasa mengiringi kemajuan ini. Sastra
menjadi erat kaitannya dengan dunia politik. Salah seorang
sastrawan besar Indonesia yang hidup pada masa ini — namun
menolak dimasukkan dalam kotak-kotak tersebut— adalah
Pramoedya Ananta Toer. Ia pernah berpendapat, ketika politik
seakan tidak lagi mampu menyelesaikan sesuatu persoalan, sastra
hadir sebagai penyelamat. Oleh karenanya, ia berniat mengarah-
kan sastra Indonesia pada masa itu ke arah sastra revolusioner.
Hal tersebut mengindikasikan betapa krusialnya peran sastra
dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu. Ia menjadi
salah satu komponen pembangunan dan perjuangan mencari
kebebasan. Maka, bahasa yang dipergunakan dalam misi yang
demikian pun menjadi tidak main-main.
Sekarang mari kembali berkaca pada kenyataan masa kini,
pada masa sastra kebanyakan berfungsi sebagai hiburan belaka.
Sudah barang tentu kita patut bersyukur oleh karena kuantitas
karya yang terus meningkat. Namun, kuantitas ini tidak di-
barengi dengan minat baca yang sepadan. Maka, yang menjadi
populer ketika orang memperbincang masalah kesastraan
Indonesia adalah minat baca masyarakat yang terlampau rendah
ini. Menyoal tentang ini orang bisa melihat data-data statistik
minat baca per daerah dan peringkat persentase masyarakat
Indonesia di dunia internasional. Karenanya di dalam apatisme
orang terhadap literasi ini muncul kesan bahwa membaca, biar
pun tidak berapa banyak dan isinya betapa ringan, adalah sudah
sangat baik — daripada tidak membaca sama sekali. Ini tentu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 11


merupakan satu penurunan standar yang mestinya harus di-
cegah.
Sebetulnya, apakah penyebab kemerosotan kesusastraan
Indonesia yang demikian? Apa penyebab peralihan fungsi sastra
dan pengaruh yang ditimbulkannya dalam masyarakat? Dan apa
pula penyebab peralihan penggunaan bahasa di dalam karya
sastra?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, yang harus dikerjakan
adalah melakukan tinjauan terhadap masyarakat, baik yang
menaruh minat atau pun tidak terhadap karya tersebut. Mestilah
kita perhatikan bahasa yang mereka pergunakan dalam kehidup-
an sehari-hari, lantaran pada perbincangan sehari-hari mereka
itulah tertanam pemicu dari minat masyarakat terhadap karya
sastra pada umumnya. Pengarang tentu bakal mengarang apa
yang diinginkan pembacanya. Pertimbangan dalam tindakan ini
adalah nilai jual karya dari pengarang tersebut. Tentu bakal lebih
tinggi oleh karena peminat semakin banyak, kendati tetap ter-
gantung oleh kualitasnya pula. Dewasa ini apa yang pembaca
ingin baca adalah apa yang menyangkut dengan kehidupan me-
reka. Apabila pembacanya adalah remaja, yang juga merupakan
mayoritas pembaca di Indonesia, minat akan karya sastra yang
mereka taruh adalah pada novel-novel “teenlit” dan “chicklit”
atau karya sastra remajawi pada umumnya. Karya sastra ber-
aliran demikianlah yang akhirnya mencuat lantas sukses.
Rumusnya sejak dahulu memang demikian, bahwa karya
sastra yang meledak di pasaran adalah karya sastra yang dapat
mewakili kehidupan pembacanya. Tidak berubah sejak abad yang
lalu. Namun kini, yang mengarahkan kesusastraan Indonesia
ke arah dekadensi adalah bahasa yang digunakan masyarakat,
remaja khususnya, dalam kehidupan sehari-hari. Mereka campur
adukkan bahasa Indonesia, baku dan tidak baku, dengan kosa-
kata bahasa asing (Inggris). Alasannya adalah karena tindakan
tersebut membuat mereka lebih percaya diri dan punya citra
intelektual dalam interaksi sosial, dalam pergaulan sehari-hari.

12 Yogyakarta dalam Perubahan


Hal ini pun merembet kepada karya-karya pengarang yang
sezaman. Maka, menjadi lazim beredar dalam masyarakat novel-
novel yang isinya ditulis dengan bahasa Indonesia, namun meng-
ambil judul berbahasa Inggris, lantaran hal itu bakal lebih me-
narik minat para pembaca.
Bukan saja judul, di dalam isinya pun, kebanyakan pengarang
sekarang ini senang sekali menyisipkan istilah-istilah asing ken-
dati sudah ada padanan istilahnya dalam bahasa Indonesia. Maka,
menjadi terang bahwa kesalahan tidak hanya pada pengarang,
juga pembaca punya andil dalam kemerosotan ini. Merekalah
yang menjadi pemantik dari apa yang hendak ditulis pengarang:
bagaimana tema dan bahasanya. Semestinya anggapan bahwa
menggunakan bahasa asing ketika berbicara bahasa Indonesia
adalah keren itu patut dihilangkan. Bukan saja pada kesastraan
Indonesia, penyisipan bahasa asing ini memarak juga dalam
penulisan karya jurnalistik. Tidak lagi bisa terhitung berapa ba-
nyak berita atau artikel di media massa, terutama media massa
daring, yang membuat kerancuan di dalam tulisan mereka
dengan pencampuradukan bahasa ini. Alasannya jelas, dengan
cara demikian ini para pembaca, yang mayoritas memang masih
remaja, akan bisa menaruh minat dan merasai tulisan mereka
enak dibaca.
Penyebab dari kegiatan pembaca yang memberikan penga-
ruh terhadap gaya bahasa pada karya sastra tidak hanya penggu-
naan bahasa asing yang mereka sisipkan dalam interaksi sehari-
hari, tetapi juga bahasa dari mereka sendiri sebagai bahasa gaul
dalam artian bahasa Indonesia yang tidak baku. Dalam banyak
hal diperlencengkan, atau sengaja diperlencengkan dan dibikin
jutaan akronim untuk berbagai hal. Juga hal ini pun berdampak
pada gaya bahasa dalam karya sastra pada zaman sekarang ini.
Lantas mengapa segala persoalan ini menjadi begitu krusial
dan kita harus memberi perhatian? Sudah barang tentu karena
nilai-nilai sentimental dan rasa nasionalisme yang turut meluntur
seiring berubahnya gaya bahasa dalam karya sastra, semestinya

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 13


membikin kita prihatin dan was-was. Juga karya sastra yang
menggunakan gaya bahasa yang demikian ini tentu kurang men-
dapat perhatian dan apresiasi dari panitia berbagai penghargaan
kesusastraan internasional.
Apabila kita menengok kembali ke masa lalu, bakal kita da-
pati bahwa karya sastra yang mendapat apresiasi dengan pem-
berian penghargaan dalam kancah internasional, tidak pernah
merupakan karya sastra yang ringan dengan bahasa teramat
lugas dan tidak baku. Juga tidak pernah merupakan karya sastra
yang berfungsi sebagai hiburan belaka. Ia selalu merupakan karya
sastra yang serius, berbobot, dan mempergunakan bahasa yang
indah dan baku. Bukan bahasa yang telah dikotori oleh penyi-
sipan bahasa asing dan bukan pula bahasa kampungan yang ber-
lebihan serta akronim-akronim yang tidak perlu seperti bikinan
anak-anak muda zaman sekarang. Apalagi karya sastra yang di
dalam temanya sekadar bercerita seputar gue suka sama elu, tapi
elunya suka sama dia, dan akhirnya elu mati, gue dan dia sama-sama
nggak dapetin elu.
Sama sekali tidak ada maksud untuk menarik satu simpulan
atau kemutlakan bahwa karya sastra yang demikian ringan seba-
gai penjabaran di atas adalah buruk dan mesti ditumpas sama
sekali. Toh salah satu fungsi sastra memang sebagai hiburan
belaka. Tapi harus diusahakan menjadi hiburan plus. Tidak rele-
van pula apabila bahasa yang dipergunakan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari mesti diubah secara drastis. Hanya saja,
dewasa ini justru semarak karya sastra sebagai sejenis itu. Bagai-
mana pun, karya sastra yang berbobot mestinya lebih utama
dan menduduki tempat yang lebih tinggi serta mendapatkan
minat masyarakat yang lebih baik ketimbang karya-karya sastra
picisan, atau karya-karya kekanak-kanakan atau remajawi seba-
gai “teenlit”, “chicklit”, dan sebagainya.
Oleh karena itu, mestinya kita menumbuhkan bacaan yang
tidak saja terpaku pada sesuatu aliran, apalagi aliran yang demi-
kian ringan. Karya sastra mestilah tetap menjadi satu perwujudan

14 Yogyakarta dalam Perubahan


yang suci dari seni berbahasa. Sehingga dalam penafsiran itu,
bahasa yang indah, tema cerita yang menarik, serta pesan yang
dalam serta konkret, dapat berpadu membentuk satu karya
sastra yang ideal. ***

Han Revanda Aditya Putra. Lahir di Magelang, 3


Oktober 2000. Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta ini
memiliki hobi membaca buku-buku Pramoedya
Ananta Toer dan mendengarkan lagu-lagu Iwan Fals.
Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara
III Lomba Menulis Pengalaman di Perpustakaan yang
diselenggarakan oleh BPAD DIY 2015 dan Juara III
Lomba Menulis Nasional Tingkat SMP/SMA yang
diselenggarakan oleh Perpustakaan Pramoedya
Ananta Toer Anak Semua Bangsa (PATABA) Blora
2016. Alamat rumah: Murangan VII, Triharjo, Sleman.
Ponsel: 085729222953.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 15


Masih Pantaskah Yogyakarta
Disebut Kota Pelajar?
Fadia Nisya Prasanti
SMA Negeri 1 Yogyakarta
fadia.nisya2001@gmail.com

Jogja Istimewa. Slogan yang tepat untuk menggambarkan


kekhasan dan keunikan dari setiap sisi Kota Yogyakarta. Apa sih
yang membuat Yogyakarta begitu dielu-elukan baik oleh warga
aslinya sendiri maupun oleh para pelancong? Pertama kali meng-
injakkan kaki di kota ini akan terasa dan terlihat budaya Jawa yang
belum luntur. Kraton yang masih kokoh berdiri, batik di sana-
sini, andhong dan becak, aksara Jawa di setiap papan nama jalan,
tenda-tenda angkringan di tiap sudut kota, dan masih banyak
lagi. Tidak ketinggalan pula aksen Jawa khas Yogyakarta yang
kental dituturkan setiap warganya, mulai dari anak-anak, pelajar,
tukang becak, para pedagang, sampai para sesepuh. Keistimewaan
Yogyakarta tidak hanya terbatas pada kebudayaannya, tetapi juga
sumber daya manusianya. Terbukti dengan masih banyaknya
penutur bahasa Jawa dari berbagai kalangan warga Yogyakarta
yang terkenal dengan sopan santun dan keramahannya.
Banyak julukan disematkan bagi Kota Istimewa ini. Beberapa
di antaranya adalah Kota Gudeg, Kota Seni dan Budaya, Kota
Pelajar, Kota Wisata, dan Kota Batik. Kalau mendengar sebutan
Kota Pelajar, tentu saja semua orang tidak akan kaget. Akan te-
tapi, yang menjadi pertanyaan, apakah orang-orang tahu bagai-
mana dan kenapa Yogyakarta disemati julukan tersebut?

16 Yogyakarta dalam Perubahan


Sebutan Kota Pelajar pastilah memiliki pengertian yang luas.
Hal itu bisa dilihat dari jumlah sekolah dan lembaga pendidikan
yang cukup banyak, jumlah pelajar dan mahasiswa baik nasional
maupun internasional, akreditasi lembaga pendidikan, kualitas
lulusan, dan sebagainya. Memang Yogyakarta banyak menerima
pelajar dari seluruh Indonesia dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan negara. Lebih dari 20 persen penduduk produktif
daerah ini adalah pelajar.
Sejak awal perkembangan pendidikan di Indonesia, Yog-
yakarta telah memiliki peran yang sangat penting. Bapak Pen-
didikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pada 3 Juli 1922 men-
dirikan sekolah bercorak nasional pertama di Indonesia. Sekolah
itu bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) yang bertempat di Yogyakarta. Melalui
perguruan ini beliau mengajarkan dan menanamkan rasa kebang-
saan dan cinta tanah air serta memperjuangkan kemerdekaan.
Perguruan Tamansiswa memiliki ciri dan dasar yang khas, yaitu
Pancadarma: kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebang-
saan, dan kemanusiaan yang berdasar Pancasila. Semboyan Ki
Hajar Dewantara yang masih bergaung keras sampai hari ini ialah
Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri
Handayani.
Kota Yogyakarta dijuluki sebagai Kota Pelajar karena kuali-
tas pendidikannya yang bagus. Survei Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada April
2017 menunjukkan bahwa dari 302 responden, 145 menyatakan
bahwa kualitas perguruan tinggi di Yogyakarta baik sekali, 115
baik, 26 cukup baik, dan 16 kurang baik. Lalu, dari sisi mana
melihat kualitas pendidikan di Yogyakarta? Hal itu dipertimbang-
kan dari berbagai faktor, di antaranya adalah akreditasi sekolah
dasar sampai perguruan tinggi, hasil ujian nasional, kualitas
tenaga pengajar, kualitas lulusan, dan lain-lain.
Data statistik BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa
di Yogyakarta jumlah perguruan tinggi yang berada di bawah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 17


Kementerian Agama pada tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 15 (1
perguruan tinggi negeri dan 14 perguruan tinggi swasta). Angka
tersebut sudah terhitung institut, politeknik, sekolah tinggi, dan
akademi. Untuk jumlah mahasiswa pada tahun ajaran 2014/2015
sebanyak 24.696 (17.871 di perguruan tinggi negeri dan 6.825 di
perguruan tinggi swasta). Data tersebut juga menunjukkan jumlah
tenaga kerja edukatif yang menyentuh angka 828 orang. Angka-
angka tersebut bukanlah hitungan penuh jumlah perguruan tinggi
di Yogyakarta karena hanya terbatas pada perguruan tinggi di
bawah Kementerian Agama.
Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Kementerian Tinggi
menunjukkan bahwa di DIY terdapat 131 perguruan tinggi (43
akademi, 8 politeknik, 59 sekolah tinggi, 6 institut, dan 25 univer-
sitas). Karena itu, tidak heran jika jumlah mahasiswa di DIY pada
tahun 2015 mencapai 300.000 orang. Namun, bagaimanakah kuali-
tas lembaga-lembaga pendidikan tersebut?
Dilansir dari situs Badan Akreditasi Nasional Sekolah/
Madrasah (BAN-SM), pada tahun 2016 BAN-SM telah melakukan
akreditasi terhadap 622 lembaga pendidikan di Yogyakarta mulai
dari jenjang SD hingga SMA/SMK dengan rincian 426 SD/MI, 130
SMP/MTs, 13 SMA/MA, dan 63 SMK. Akreditasi sendiri merupa-
kan proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan
satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam
bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dike-
luarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional (BAN,
2016). Hasil yang diperoleh adalah 325 SD mendapat akreditasi A
dan 101 sisanya mendapat akreditasi B. Pada jenjang SMP/MTs
diperoleh hasil 108 sekolah dengan akreditasi A, 21 akreditasi B,
dan 1 akreditasi C. Pada jenjang SMA/MA diperoleh hasil 6 sekolah
berakreditasi A dan 7 sekolah berakreditasi B, serta untuk SMK
diperoleh hasil 36 sekolah dengan akreditasi A dan 17 akreditasi
B. Data ini menunjukkan bahwa rata-rata sekolah di Yogyakarta
sudah memiliki kualitas pendidikan dan pengajaran yang baik.

18 Yogyakarta dalam Perubahan


Pada jenjang pendidikan tinggi, Direktorat Jendral Pendi-
dikan Tinggi (DIKTI) merilis peringkat 100 perguruan tinggi
terbaik di Indonesia pada tahun 2015. Dari daftar tersebut Institut
Teknologi Bandung (ITB) menempati urutan pertama dengan skor
total 3.743 disusul oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan
skor total 3.690 dan di urutan ketiga Institut Pertanian Bogor
(IPB) dengan skor total 3.490. Penilaian yang dilakukan meliputi
berbagai aspek, antara lain kualitas sumber daya manusia, kualitas
manajemen, kualitas kegiatan mahasiswa, serta kualitas penelitian
dan publikasi. Dari 100 daftar tersebut, 11 perguruan tinggi di
Yogyakarta berhasil masuk. Selain UGM, perguruan tinggi yang
masuk, antara lain, Universitas Negeri Yogyakarta (14), Universitas
Sanata Dharma (24), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (43),
Institut Seni Indonesia (50), Universitas Islam Indonesia (51), Institut
Sains dan Teknologi Akprind (63), Universitas Atma Jaya
Yogyakarta (66), STIKES Aisyiyah Yogyakarta (72), STMIK Amikom
(79), dan Akademi Kebidanan Yogyakarta (87).
Prestasi membanggakan berhasil dicapai oleh salah satu uni-
versitas di Yogyakarta, yakni UGM. Menurut Quacquarreli Symonds
(QS) World University Rankings pada tahun 2015/2016, perguruan
tinggi negeri yang didirikan pada 19 Desember 1949 ini berhasil
menempati urutan ke-551 dalam daftar universitas terbaik di
dunia. Di kawasan Asia, pada tahun 2016 UGM bertengger pada
posisi 105. Peringkat UGM tersebut naik 32 posisi dari tahun 2015.
Hanya saja, di balik prestasi itu, pernahkan terpikir tentang
sisi lain dari pendidikan di Yogyakarta? Sebab, faktanya, di ka-
langan pelajar dan mahasiswa terdapat fenomena sosial yang
mungkin belum diketahui oleh masyarakat luar Yogyakarta,
bahkan oleh masayarakat Yogyakarta sendiri. Yogyakarta yang
dikenal sebagai Kota Pelajar ternyata memiliki masalah serius
dalam hal pendidikan moral sebagian pelajarnya. Seperti hal yang
cukup lumrah melihat pelajar-pelajar sekolah bahkan yang masih
duduk di bangku SMP berkumpul di dekat area sekolah atau di
tempat-tempat nongkrong pinggir jalan hanya sekadar kumpul

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 19


dengan tujuan tidak jelas. Yang membuat semakin miris adalah
mereka melakukan hal-hal tersebut dengan masih mengenakan
seragam sekolah.
Geng-geng pelajar di Yogyakarta banyak jumlahnya, bahkan
hampir setiap sekolah menengah mempunyai geng dan tak
terkecuali sekolah swasta. Bukannya melakukan kegiatan positif,
geng pelajar ini lebih condong melakukan hal-hal negatif, seperti
merokok, minum miras, tawuran, vandal, hingga melakukan
kekerasan. Tidak memandang lawannya, siapa pun yang berani
mencari masalah dengan mereka bahkan guru mereka berani
melawan. Perilaku mereka ini sangat bertolak belakang dengan
status mereka sebagai seorang pelajar yang berpendidikan.
Vandalisme atau kegiatan corat-coret sembarangan seakan
menjadi sebuah tradisi geng-geng pelajar di Yogyakarta. Kita bisa
lihat hampir tidak ada tembok di sudut kota Yogyakarta yang
bebas dari tangan-tangan nakal mereka. Umumnya vandalisme
oleh geng pelajar dilakukan dengan menuliskan nama geng
mereka. Meskipun bukan semua aksi vandalisme di Yogyakarta
dilakukan oleh kalangan pelajar, mereka tetap berkontribusi besar
terhadap tulisan-tulisan grafiti di sudut-sudut kota Yogyakarta.
Dilansir dari laman Tribun Jogja, polisi menangkap 6 orang pelaku
vandalisme di salah satu toko di Jalan Brigjen Katamso pada Rabu
(10/6/2015) malam. Lima dari keenam pelaku tersebut adalah
pelajar dari berbagai sekolah di Yogykarta. Masih banyak lagi
kasus vandalisme yang dilakukan oleh kalangan pelajar.
Tawuran antarpelajar juga merupakan hal yang lumrah terjadi
di kota-kota besar tidak terkecuali di Yogyakarta. Mereka menye-
rang sekolah lain, merusak properti, mengibarkan bendera ke-
banggaan masing-masing sambil meraung-raungkan motor modif
mereka. Tawuran ini sering terjadi, bahkan hanya disebabkan
oleh hal sepele. Mereka juga dapat menyerang tanpa ada provokasi
dari pihak lawan dengan alibi ‘musuh bebuyutan’. Ibaratnya harga
diri sampai mati. Menurut catatan kepolisian Yogyakarta, kasus
tawuran antarpelajar terus meningkat setiap tahunnya.

20 Yogyakarta dalam Perubahan


Salah satu contoh kasus tawuran antarpelajar di Yogyakarta
telah dilansir oleh Harian Jogja. Tawuran itu terjadi antara siswa
SMP swasta di Ngampilan dengan siswa SMP swasta di Jetis yang
terjadi di Alun-alun Utara (4/10/2016). Kejadian bermula saat
siswa dari SMP di Ngampilan datang ke salah satu sekolah di
Jetis sambil meraungkan bunyi knalpot motor mereka. Mereka
juga melempari sekolah tersebut dengan batu sambil meneriak-
kan kata-kata provokasi. Aksi pun berlanjut dengan kejar-kejaran
motor hingga ke Alun-alun Utara Yogyakarta. Mereka juga sempat
melakukan baku hantam di atas motor sebelum akhirnya diaman-
kan oleh pihak kepolisian.
Kasus lain terjadi di Pakem, Sleman, pada Senin (13/6/2016).
Dilansir dari detik.com, Polres Sleman berhasil mengamankan dua
geng pelajar SMA yang sedang melakukan tawuran dengan
menggunakan senjata tajam. Polisi menyita puluhan barang bukti
berupa senjata tajam, seperti pedang, celurit, cakram, pemukul
besi, gir, dan gergaji. Rata-rata pelaku merupakan pelajar berusia
17 tahun.
Tawuran antarpelajar sebenarnya bukan masalah baru di Yog-
yakarta. Soeprapto, seorang sosiolog dari Universitas Gadjah Mada
yang meneliti kriminalitas usia remaja di Yogyakarta sejak 2007,
mengatakan bahwa tawuran sudah ada sejak lama, tetapi aksinya
tidak seberani sekarang. Dia mengatakan bahwa dahulu tawuran
hanya dilakukan dengan adu mulut yang paling parah berakhir
dengan baku hantam tanpa senjata. Hal itu berbeda dengan seka-
rang yang berani membawa dan memakai berbagai jenis senjata
tajam.
Pada tahun 2016, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan
meninggalnya seorang siswa SMA swasta di Yogyakarta karena
dibacok oleh segerombol geng pelajar. Peristiwa ini disebut oleh
masyarakat lokal Yogyakarta dengan klithih. Klithih dapat didefi-
nisikan sebagai kegiatan ‘jalan-jalan’ tanpa tujuan. Namun, seka-
rang aksi klithih identik dengan kekerasan, seperti pembacokan,
penusukan, dan pengeroyokan. Mereka dapat menyerang siapa

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 21


saja, bahkan orang yang sekadar lewat pun dapat mereka serang.
Mirisnya lagi ialah sebagian besar pelaku dan korban dari klithih
itu, sekali lagi, adalah pelajar.
Sebenarnya, apakah motivasi para pelajar itu melakukan
tindak kekerasan? Soeprapto menjelaskan bahwa aksi melukai
orang lain merupakan salah satu upaya mempertahankan eksis-
tensi diri terhadap teman-teman sebaya. Seakan mereka merasa
bangga jika sudah berhasil membuat orang lain terluka. Selain
itu, ini merupakan salah satu upaya untuk mendapat pengakuan
dari kelompok-kelompok besar preman. Memang aksi kekerasan
oleh pelajar, seperti klithih ini dapat dilatarbelakangi oleh banyak
motif. Tak hanya sebagai wujud eksistensi dan loyalitas, tetapi
juga bisa bersumber dari rasa kecewa, broken home, putus cinta,
masalah di lingkungan sekolah dan pergaulan, dan sebagainya,
yang mereka luapkan dengan cara yang salah.
Lalu bagaimana dengan mahasiswa-mahasiswa di Kota Batik
ini? Seperti halnya mahasiswa pada umumnya, mereka belajar,
nongkrong, berorganisasi, dan lain-lain. Namun, di balik sisi ke-
mahasiswaan mereka, terkuak sebuah fakta mengejutkan yang
belum banyak diketahui orang. Seperti dilansir oleh Kompasia-
na, pada tahun 1999—2002 Lembaga Studi Cinta dan Kemanusia-
an serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH)
pernah melakukan studi kasus keperawanan pada 1.660 respon-
den dari kalangan mahasiswi PTN dan PTS di Yogyakarta. Hasil-
nya ialah 97,05 persen mengaku sudah hilang keperawanannya.
Yang lebih mengenaskan lagi, mereka melakukan hubungan seks
itu atas dasar suka sama suka dan tidak ada paksaan.
Penelitian senada juga dilakukan oleh Sahabat Remaja, se-
buah cabang LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) pada tahun 1999. Penelitian itu menunjukkan hasil 26 persen
dari 359 remaja di Yogyakarta mengaku telah melakukan hubungan
seks. Informasi yang mengalir deras dari berbagai media massa
diduga memengaruhi para remaja untuk melakukan praktik
seksual yang tidak sehat, perilaku seks pranikah, dengan satu

22 Yogyakarta dalam Perubahan


atau berganti pasangan. Perkembangan industri seks terbuka,
seperti Pasar Kembang di Yogyakarta serta pertumbuhan dunia
hiburan pub, diskotik, kafe, dan karaoke semakin merangsang
terjadinya transaksi seks terselubung yang melibatkan pelajar dan
mahasiswa. Meskipun tidak semua mahasiswa melakukan hal
terlarang tersebut, rasanya tetap miris melihat fakta di Yogyakarta
yang selama ini tidak terpikirkan itu.
Diakui memang Yogyakarta termasuk unggul dalam hal pen-
didikan dibandingkan dengan daerah lain. Banyak sekolah me-
nengah dan perguruan tinggi yang berkualitas berdiri di Yogya-
karta. Dengan jumlah pelajar lebih dari 100.000 siswa dan 300.000
mahasiswa membuat Yogyakarta pantas menjadi kotanya para
pelajar. Namun, julukan Kota Pelajar mestinya diimbangi dengan
baiknya perilaku para pelajar.
Predikat Yogyakarta sebagai Kota Pelajar sebaiknya tidak
hanya dilihat dari segi kuantitas, tetapi juga dari kualitas pelajar
itu sendiri. Kemampuan akademik yang hebat akan percuma
tanpa disertai dengan keberhasilan pendidikan moral. Karena itu
diperlukan keterlibatan dan kerja sama semua pihak untuk me-
ngembalikan citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar. Memang benar,
setiap orang memiliki pandangan sendiri terhadap Yogyakarta
dan Kota Pelajar. Namun, melebarkan pandangan secara menye-
luruh merupakan hal bijak dalam menyikapi suatu hal. Karena-
nya, jawaban atas pertanyaan “masih pantaskah Yogyakarta di-
sebut kota pelajar” bergantung pada bagaimana kita memandang
dan menyikapinya. ***

Fadia Nisya Prasanti. Lahir di Yogyakarta, 2 Juni


2001. Siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta ini mempunyai
hobi membaca dan menonton. Alamat rumah: Perum
Bangunjiwo Sejahtera B-11, Sribitan, Bangunjiwo,
Kasihan, Bantul. Ponsel: 082135990533.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 23


Tari Bedhaya dan Generasi Muda
Annisa Saraswati
SMA Santa Maria Yogyakarta
anisaraswati15@gmail.com

Sakral, hening, dan magis. Begitulah aura yang terpancar saat


melihat pertunjukan tari pada suatu hari. Para penari yang
gemulai menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan gending
gamelan yang mengiringi setiap gerakannya. Setelah menyele-
saikan tariannya, mereka lantas undur diri dengan sopan.
Sesaat setelah pukulan terakhir gamelan dibunyikan, terdengar
riuh suara tepuk tangan penonton. Terpukau sekaligus terharu
akan penampilannya.

Suasana itu merupakan salah satu dari sekian penampilan


tari yang dipentaskan di Yogyakarta. Sebagai kota yang dikenal
akan banyak hal, hingga kini Yogyakarta tetap mempertahankan
eksistensi adat istiadat dan kebudayaannya yang telah diwaris-
kan oleh para leluhur sejak puluhan abad lalu. Satu hal yang
masih mencuri perhatian baik wisatawan lokal maupun manca-
negara adalah kebudayaannya. Meskipun harus beradaptasi
dengan kebudayaan modern, budaya Jawa tetap tumbuh subur
dan terus dilestarikan.
Pertunjukan-pertunjukan budaya menjadi salah satu agenda
wajib baik pemerintah maupun seniman dalam bidangnya
masing-masing. Mulai dari pawai budaya, pameran kesenian,
pagelaran wayang kulit, pementasan teater, dan sebagainya. Hal-

24 Yogyakarta dalam Perubahan


hal demikianlah yang membuat kesenian dan kebudayaan di
Daerah Istimewa Yogyakarta masih mendapat ruang di tengah
hiruk-pikuk arus globalisasi yang kian pesat.
Dari sekian banyak produk kesenian dan kebudayaan yang
ada, dapat dilihat bahwa ada satu hal yang hampir selalu hadir
di dalamnya, yakni tarian. Pengertian umum tari ialah gerak
tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu
tertentu untuk keperluan pergaulan, pengungkapan perasaan,
maksud, dan pikiran. Tari sebagai produk kesenian yang lahir
dari sebuah kebudayaan telah menjadi salah satu ritual dan
pertunjukan sejak masa kerajaan di Jawa sedang dalam masa
kejayaan. Tarian digunakan sebagai media perantara antara
dunia nyata dengan dunia lain yang tak kasat mata. Selain itu,
tarian juga menjadi lambang perwujudan tertinggi tatanan ke-
hidupan manusia dengan makna di setiap aspeknya.
Di Yogyakarta, tari-tarian dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar, yakni tari klasik dan tari kreasi baru. Tari klasik
merupakan tarian tradisional yang belum mengalami banyak
perubahan dari paugeran (aturan) saat pembuatannya. Biasanya
tari klasik digelar dalam acara resmi atau yang berhubungan
dengan kraton. Sementara, tari kreasi baru adalah tarian yang
sudah mengalami perkembangan baik dari gerakan, riasan, mau-
pun pementasannya sesuai perkembangan zaman.
Di tengah modernisasi seperti saat ini tari klasik masih dapat
bertahan dan terus dipertunjukkan pada acara-acara penting dan
paling sering di lingkungan Kraton Yogyakarta. Salah satu tarian
yang masih kerap dipentaskan adalah tari Bedhaya. Sebenarnya,
tari Jawa klasik tidak hanya Bedhaya, tetapi juga Srimpi, Gam-
byong, dan sebagainya. Namun, jika dilihat dari sejarahnya, tari
Bedhaya mempunyai hal-hal menarik yang tidak hanya dapat
dilihat sebagai tarian, tetapi juga filosofi dan nasihat-nasihat yang
baik untuk kehidupan.
Dalam perspektif masyarakat Jawa tari Bedhaya tidak hanya
memberi makna pada kaum bangsawan, tetapi juga kaum petani.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 25


Di lingkungan kraton, tari Bedhaya dikenal sebagai tarian putri
Jawa yang merefleksikan tingkat keteraturan, keselarasan, ke-
halusan budi, dan pengendalian diri yang tinggi. Sementara, di
kalangan masyarakat petani, tarian ini menyimbolkan keadaan
yang halus.
Hal yang menarik ialah penamaan Bedhaya di kalangan
ningrat dan petani tidak semata-mata hanya sebagai pembeda
bentuk, struktur, atau gerakannya, tetapi juga bentuk komitmen
akan keindahan dan filosofi di balik setiap gerakan dan aspeknya.
Sudah tentu ini bukan diartikan dasar-dasar estetika antara tari-
an kraton dan tarian rakyat berbeda, mengingat latar belakang
budaya, tradisi, dan cara berpikir masyarakatnya pun berbeda.
Menurut sejarah, tari Bedhaya merupakan salah satu keseni-
an Jawa yang sudah sangat tua. Salah satu tarian Bedhaya tertua
ialah Bedhaya Semang ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwana I
pada tahun 1759 dengan cerita perkawinan Sultan Agung dari
Mataram dengan Ratu Kidul dari pantai selatan. Pelambangan
tari Bedhaya dianggap sakral karena perkawinan tersebut diang-
gap hubungan suci. Berkat kesakralannya itulah Bedhaya Semang
menjadi pusaka kraton yang dikeramatkan.
Sebagai sebuah genre tari, spesifikasi Bedhaya antara lain di-
tarikan oleh sembilan penari yang memakai riasan dan baju kembar.
Selain itu, tarian ini juga digunakan sebagai referensi penyusunan
gerak tari putri kraton dan referensi gerak halus-kasar dalam
tarian Jawa. Pemilihan sembilan penari ini bukan tanpa alasan.
Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya menggambarkan
sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa
yang disebut dengan Nawasanga. Versi lain menyebutkan bahwa
jumlah penari yang sembilan orang ini merupakan lambang dari
Sembilan Wali atau Wali Songo.
Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dipe-
nuhi oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang
gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid, penari tetap
diperbolehkan menari tetapi harus minta izin kepada Kanjeng

26 Yogyakarta dalam Perubahan


Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar (berkomunikasi
dengan roh halus) di Panggung Sangga Buwana, Kraton Sura-
karta. Syarat selanjutnya adalah suci secara batiniah. Hal ini
dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang
pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan kare-
na konon Kanjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para
penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlang-
sung.
Selain tentang jumlah penari, hal-hal yang harus diikuti se-
suai paugeran adalah tentang busana dan lagu yang mengiringi-
nya. Contohnya pada tari Bedhaya Ketawang. Busana yang di-
gunakan saat penampilan tari ini adalah dodot ageng atau disebut
juga basahan, yang biasanya digunakan oleh pengantin perem-
puan Jawa. Penari juga menggunakan gelung bokor mengkurep,
yaitu gelungan (sanggul) yang berukuran lebih besar daripada
gelungan gaya Yogyakarta.
Sebagai aksesori, terdapat perhiasan yang terdiri atas cen-
thung, garudha mungkar, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan
tiba dhadha (rangkaian bunga melati yang digunakan di gelungan
yang memanjang hingga dada bagian kanan). Busana penari
Bedhaya Ketawang ini sangat mirip dengan busana pengantin
Jawa dan didominasi oleh warna hijau yang menunjukkan bahwa
Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan
kisah asmara antara Kanjeng Ratu Kidul dan raja-raja Mataram.
Pada awalnya, tarian ini dipertunjukkan selama dua setengah
jam. Akan tetapi, sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengu-
rangan hingga akhirnya hanya berdurasi satu setengah jam.
Gendhing atau musik yang digunakan untuk mengiringi Bedhaya
Ketawang ialah Gendhing Ketawang Gedhe yang bernada pelog
(nada minor/sedih dalam gamelan). Perangkat gamelan yang
digunakan untuk membawakan gending ini terdiri atas lima jenis,
yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak yang
sangat mendominasi keseluruhan irama gending.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 27


Tarian Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga adegan (ba-
bak). Di tengah-tengah tarian, laras (nada) gending berganti
menjadi nada slendro (nada mayor/gembira pada gamelan)
sebanyak dua kali. Kemudian nada gending kembali lagi ke laras
pelog hingga tarian berakhir. Pada bagian pertama tarian diiringi
dengan tembang Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya.
Pada saat mengiringi jalannya penari masuk ke Prabasuyasa,
alat gamelan ditambah dengan rebab, gender, gambang, dan
suling. Ini semua dilakukan untuk menambah keselarasan sua-
sana.
Muatan makna simbolis dan filosofis yang begitu kuat dan
mendalam menjadikan tari ini sebagai salah satu tarian penting
di Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kraton Kasunanan Sura-
karta. Tarian ini bahkan disebut sebagai salah satu atribut raja,
yang pada gilirannya juga berfungsi melegitimasi kekuasaan dan
kewibawaan baik para sultan maupun sunan. Niat setiap pertun-
jukan ini ialah untuk kepentingan ritual, yakni selalu ditujukan
untuk membangun kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan
negara, kelangsungan raja, dan semakin meningkatnya kewiba-
waan dan kemasyuran.
Sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwana I hingga kini (Sri
Sultan Hamengku Buwana X), tradisi memiliki pelembagaan
Bedhaya terus dilakukan. Masing-masing sultan saat memerintah
menciptakan dan mementaskan pelembagaan tari itu, bukan
semata-mata untuk kepentingan pertunjukan, tetapi juga pengu-
kuhan kewibawaan dan lebih kepada kepentingan ritual. Ciri-
ciri tersebut dapat dilihat dari, misalnya, tempat pementasan di
Bangsal Kencana dan digunakan pada saat upacara penting, mi-
salnya ulang tahun, penobatan, dan atau ulang tahun penobatan
raja. Sultan sebagai saksi utama, dan cerita atau tema utama
yang dibawakan pun memiliki nilai atau isi tertentu.
Setelah diketahui sejarah dan makna tersirat dan tersurat-
nya, hal lain yang tak kalah penting dari sebuah tarian ialah
subjek yang menarikan (penari). Sebagai tarian putri, tarian ini

28 Yogyakarta dalam Perubahan


tidak lepas dari sosok perempuan. Tampak jelas saat pagelaran
berlangsung, mereka sangat menghayati setiap gerakan, lang-
kah, dan ketukan gamelan yang mengiringinya. Akan tetapi,
melihat rumitnya gerakan dan paugeran yang harus ditaati, per-
nahkah kita berpikir bagaimana perjalanan mereka dalam proses
latihan hingga pementasan? Mengingat hampir semua penarinya
berasal dari generasi muda, adakah tantangan dan kesulitan
yang dihadapi?
Setiap orang yang berkecimpung di dunia seni memiliki jalan
hidup, cerita perjalanan, dan jiwanya masing-masing. Bagi se-
orang penari, gerak tubuh, sorot mata, dan langkah adalah
ekspresi kebebasan jiwanya. Dengan menari, ia seolah-olah
berada di dalam “dunianya” dan merasa lebih hidup. Selain itu,
ada perasaan seperti bakti yang ia persembahkan kepada dunia-
nya. Ia menari dengan jiwanya.
Begitu juga dengan penari Bedhaya. Tari Bedhaya seolah
memanggilnya untuk menjadi penarinya. Pada dasarnya, di du-
nia kesenian, khususnya tari, tidak ada paksaan bagi siapa saja
untuk masuk ke dalamnya karena semua itu lebih merupakan
panggilan hati. Suatu hal menarik saat pertama kali melihat dan
tertarik untuk menekuninya.
Semua orang tahu bahwa menari bukan hal yang sulit jika
telah menekuni dengan ulet. Para penari Bedhaya juga merasa-
kan hal yang sama. Masa-masa berat saat latihan membuat jiwa
dan mental mereka terasah. Mereka dapat peka terhadap keada-
an dirinya, keadaan sekitar, bertambah sabar, serta rendah hati.
Melalui dunia tari mereka diajarkan untuk belajar dengan sabar,
setahap demi setahap, tidak terburu-buru, mempertimbangkan
setiap keputusan, serta kerja sama dan kesetiakawanan. Dengan
demikian, apa yang telah mereka perjuangkan selama latihan
akan nampak hasilnya saat pementasan. Begitu tutur seorang
teman yang telah menekuni dunia tari sejak lama dan pernah
mementaskan tari Bedhaya.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 29


Dari sekian hal yang telah dijabarkan, masih ada hal lain
yang menarik dari tari Bedhaya. Meski dikenal sebagai tarian
sakral dan kaya akan makna, tidak serta merta tarian ini dikenal
luas oleh masyarakat dewasa ini. Perkembangan kebudayaan
yang kian modern menjadikan salah satu warisan budaya leluhur
ini mulai tersingkir. Bukan karena frekuensi pementasan yang
tidak rutin, melainkan karena perhatian dan empati kita terha-
dapnya kurang. Selain itu, pola pikir kolot dengan meletakkan
budaya daerah sebagai sesuatu yang kuno sebaiknya dikaji ulang
agar tidak menimbulkan salah paham dan hal-hal yang tidak
diinginkan.
Melihat realita tersebut, sudahkah kita menyadari bahwa
selama ini terdapat kesenjangan antara kebudayaan daerah dan
kebudayaan modern? Terkadang kita menutup mata atau bahkan
tidak menyadarinya. Kita memang telah mengupayakan dengan
berbagai cara, tetapi belum berhasil. Oleh karena itu, kita, warga
negara Indonesia, diingatkan kembali untuk senantiasa mem-
pertahankan dan melestarikan apa yang telah leluhur wariskan
kepada kita (generasi selanjutnya).
Beberapa hal penting yang perlu dilakukan generasi muda
ialah merintis kecintaan pada kesenian dan kebudayaan sedari
muda, melakukan langkah kecil untuk terus mempertahankan
kebudayaan leluhurnya. Tentu dengan cara dan pada bidangnya
masing-masing. Selain itu, melalui hal tersebut, secara tidak
langsung semua pihak yang terlibat mencoba berproses dalam
mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dan meng-
amalkan Pancasila. Memang itu memerlukan waktu yang tidak
sebentar, tetapi jika dilakukan secara bersama-sama dan berkesi-
nambungan, kelak pasti akan membuahkan hasil yang diingin-
kan.
Belajar dari banyaknya makna yang terkandung dalam tari-
an Bedhaya, sebagai generasi muda kita diharapkan selalu me-
nyadari dari mana kita berasal, apa yang kita punyai, sehingga
semua itu dapat kita gunakan sebagai bekal untuk kehidupan di

30 Yogyakarta dalam Perubahan


masa yang akan datang. Budaya tidak selamanya sulit dipahami
dan dipelajari. Karena itu, bebaskan diri dan jiwa kita untuknya
agar dapat merasuk di dalam kalbu. Jika tidak kita mulai dari
sekarang, lalu kapan lagi? Kalau bukan kita, lantas siapa lagi
yang akan melestarikannya? ***

Daftar Bacaan
http://www.negerikuindonesia.com/2015/05/tari-bedhaya-
ketawang-tarian.html
http://yulsiaprahaniss.blogspot.co.id/
https://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-
keraton-yogyakarta/

Annisa Saraswati. Lahir di Bantul, 15 Agustus 1999.


Siswa SMA Santa Maria Yogyakarta ini memiliki
hobi membaca dan menulis. Alamat rumah: Perum
Nogotirto Regency B-8, Nogotirto, Gamping, Sleman.
Ponsel: 085643213025.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 31


Stroke Mengancam Usia Remaja
Ayu Andira Nababan
SMA Sang Timur, Yogyakarta
ayuandira102@gmail.com

Kesehatan merupakan bagian utama dari suatu kehidupan


sehingga sangat penting bagi setiap orang. Siapa di antara kita
yang tidak mau sehat? Pasti setiap orang mau sehat karena de-
ngan kondisi tubuh yang sehat kita dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari dengan baik. Akan tetapi, di zaman modern ini, ke-
napa banyak orang yang mudah terganggu kesehatannya? Se-
perti kita ketahui bahwa gangguan kesehatan dapat terjadi oleh
banyak hal dan dapat menimpa siapa saja, termasuk remaja (usia
muda). Salah satunya adalah stroke yang bisa menjadi penyebab
kematian.
Sebenarnya, apakah stroke itu? Stroke ialah serangan otak
yang terjadi akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak. Hal ini disebabkan oleh aliran darah ke otak mengalami
gangguan bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga memati-
kan sel-sel dan fungsinya pada sebagian area di otak. Stroke ter-
masuk penyakit serius yang membutuhkan penanganan dengan
cepat. Pada remaja, biasanya stroke dipicu oleh kelainan pem-
buluh darah otak yang disebut  aterio venous malformation (AVM)
dan anuerisma (penggelembungan pembuluh darah di otak).
Stroke bisa menimbulkan kecacatan permanen bahkan kematian.
Salah satu penyebab stroke pada remaja adalah AVM yang me-
nyebabkan aliran darah tidak berjalan dengan normal, dan ke-

32 Yogyakarta dalam Perubahan


lainan itu tidak disertai dengan gejala. AVM dapat diobati
melalui operasi tetapi ini hanya sekedar mencegah terjadinya
stroke di kemudian hari.
Tanpa kita sadari, stroke bukan hanya terjadi pada orang
tua dan orang lanjut usia, melainkan juga pada remaja. Kebanyak-
an remaja mempersepsikan bahwa penyakit berat seperti
stroke tidak mungkin terjadi padanya karena stroke tidak mung-
kin muncul pada usia yang masih tergolong muda. Faktanya,
tidak ada rentang usia yang membatasi seseorang terkena stroke.
Perlu diketahui bahwa remaja ternyata memiliki peluang besar
terkena stroke. Kenapa bisa begitu?
Tahun 2012 WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia me-
nyatakan bahwa stroke merupakan penyebab nomor 5 kematian
di Indonesia pada kelompok usia 15—59 tahun. WHO juga mem-
prediksikan akan terjadi peningkatan kematian sekitar 2 juta
orang dari tahun 2010 sampai 2030 akibat stroke. Dalam data
riset kesehatan tahun 2008 dikatakan bahwa dalam populasi
sekitar 211 juta jiwa, terdapat 1,7 juta penderita stroke di Indone-
sia. Sampai saat ini persentase remaja terserang stroke sudah sam-
pai pada angka 30%. Contoh remaja Indonesia yang terserang
stroke adalah Gayatri Waillissa. Ia adalah remaja asal Ambon yang
dikenal karena mampu menguasai 14 bahasa secara otodidak.
Karena keahlian yang dimilikinya dia menjadi Duta ASEAN di
bidang anak yang mewakili Indonesia. Sayangnya, Gayatri me-
ninggal akibat stroke yang disebabkan pembuluh darahnya pecah
akibat kelelahan olah raga. Ia sempat dioperasi dan dirawat di
ICU selama 4 hari dan akhirnya meninggal pada 23 Oktober
2014 di Jakarta dalam usia 19 tahun. Contoh lainnya adalah se-
orang anak usia 13 tahun. Ia terserang stroke karena setiap hari,
sepulang sekolah, menghabiskan waktu untuk bermain play-
station. Ia juga sering memakan makanan yang berkarbohidrat
tinggi.
Gaya hidup yang tidak baik menjadi faktor utama penyebab
tubuh kita mengalami stroke. Gaya hidup bisa dilihat dari

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 33


kebiasaan kita sehari-hari, pergaulan, kesehatan, dan lainnya.
Sebagian besar remaja di zaman modern ini lebih banyak me-
mentingkan pergaulan dibandingkan kesehatan. Maka, pergaul-
an yang kurang sehat itulah yang membuat gaya hidup menjadi
tidak sehat. Mengapa demikian? Jawabannya ialah karena remaja
sekarang lebih banyak mengikuti trend modern yang berasal dari
luar negeri sehingga mereka mengikuti gaya hidup negara lain.
Padahal gaya hidup negara lain dengan gaya hidup di Indonesia
sangatlah berbeda. Contoh dari gaya hidup modern adalah
makanan. Kebanyakan remaja lebih memilih makanan cepat saji
yang ternyata hanya memiliki sedikit kandungan nutrisi. Dari
situlah muncul bibit penyakit dalam tubuh.
Contoh penyebab stroke pada remaja di antaranya pola ma-
kan tidak sehat dan terlalu sering mengonsumsi junk food sehing-
ga tidak mempedulikan kandungan dan kadar dalam makanan
tersebut. Salah satu kandungan junk food yang berpengaruh pada
tubuh adalah Monosidum Glutamat (MSG) buatan atau yang dikenal
dengan vestin atau micin. Kandungan ini bisa menyebabkan
diabetes bahkan penyakit komplikasi. Malasnya tubuh untuk
melakukan aktivitas juga menjadi pemicu lain. Sebab, jika tubuh
kita sedikit melakukan aktivitas yang produktif dapat menyebab-
kan peredaran darah, kinerja otak, dan detak jantung tidak stabil.
Lalu pemicunya juga bisa dari alat komunikasi yang paling
sering kita gunakan. Handphone menimbulkan radiasi yang besar
bagi tubuh dan bisa menyebabkan penggumpalan darah karena
radiasi tersebut mengarah ke otak kita. Selain itu, hipertensi
atau tekanan darah tinggi juga bisa menimbulkan stroke karena
hipertensi membuat tekanan darah naik dan bisa memecahkan
pembuluh darah di otak dengan tiba-tiba tanpa kita rasakan
gejala awalnya. Faktor lain penyebab stroke adalah trauma ke-
pala, terlalu sering begadang, merokok, mengonsumsi alkohol
dan narkoba, serta lelah dan stress berlebih. Kalau hal-hal kecil
seperti itu saja bisa menumbuhkan stroke di dalam tubuh kita,
bagaimana dengan hal yang besar?

34 Yogyakarta dalam Perubahan


Untuk menghindari faktor penyebab stroke, terlebih dahulu
kita perlu mengenal gejala-gejala awal dari stroke. Awalnya
stroke memang tidak menunjukkan gejala-gejala. Tetapi stroke
ternyata dapat kita lihat dari segi kesehatan kita sendiri. Sebagian
besar dari kita sering mengalami beberapa gangguan kesehatan.
Tetapi, apakah kita sadar bahwa itu mungkin merupakan tanda
gejala awal terjadinya stroke? Karena itu, kita harus berhati-
hati dan jangan menganggap remeh gangguan kesehatan yang
sering kita alami. Gejala awal stroke yang benar-benar harus
diperhatikan ialah sering lemas, pingsan secara tiba-tiba, sakit
kepala yang berkepanjangan, sulit mengoordinasikan tangan dan
lengan, pandangan tiba-tiba kabur, kebingungan mendadak,
sulit memahami sesuatu, keseimbangan terganggu, kesulitan saat
berbicara, sesak napas, dan detak jantung tidak normal. Apabila
kita mengalami beberapa gejala tersebut lebih baik kita meme-
riksakan diri ke dokter untuk memastikan dan mencegah terjadi-
nya stroke.
Jika kita terserang stroke akan ada dampak yang terjadi pada
tubuh. Dampak tersebut dapat berupa perubahan pada fisik dan
mental kita. Beberapa dampak dari stroke adalah mengalami
kelumpuhan dalam jangka pendek dan panjang, mati rasa pada
beberapa bagian tubuh (wajah, tangan, kaki, bahkan setengah
bagian tubuh), kesulitan berbicara, kesulitan untuk makan dan
minum (sulit menelan), bermasalah dalam berpikir dan meng-
ingat, sulit membedakan kanan dan kiri, dan depresi. Jika kita
mengalami hal-hal tersebut aktivitas sehari-hari kita pun akan
terhambat.
Untuk itulah, sebagai remaja kita perlu mencegah terjadinya
stroke apalagi di hitungan usia yang masih tergolong muda. Apa-
kah hal ini sulit? Sebenarnya tidak. Jika kita memiliki kemauan
yang tinggi untuk menjaga kesehatan dan menghindari diri dari
penyakit, kita bisa melakukannya dengan baik. Kita tidak perlu
memulai dari hal yang besar tetapi bisa memulai dengan meng-
ubah gaya hidup sehari-hari kita.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 35


Pertama, membatasi mengonsumsi makanan tertentu. Hin-
dari terlalu banyak mengonsumsi garam, makanan berlemak,
makanan yang mengandung banyak gula dan makanan cepat
saji. Perbanyak konsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, dan ma-
kanan yang mengandung vitamin. Kedua, olah raga secara teratur.
Olah raga dapat menjaga keseimbangan lemak di dalam tubuh
dan membuat peredaran darah kita lancar. Lakukan olah raga
yang cukup dengan berjalan kaki, senam, dan renang. Jangan
melakukan olah raga yang berat karena dapat memicu peningkat-
an darah di otak. Ketiga, istirahat yang cukup. Dengan istirahat,
otak dan tubuh kita bisa menjadi lebih santai dan rileks. Tetapi
ingat, jangka waktu istirahat yang cukup. Jangan sampai berlebih-
an sehingga membuat badan kita kurang beraktivitas. Keempat,
kendalikan tingkat emosi dan stres. Perbanyak menghibur diri
dan jangan terlalu terbebani dengan banyak pikiran. Hal itu dapat
membuat otak tetap seimbang dan mencegah terjadinya gang-
guan saraf. Kelima, menghindari diri dari merokok. Merokok
diartikan baik aktif maupun pasif karena bahan kimia yang ada
pada rokok dapat mengganggu pembuluh darah yang mengalir
baik ke jantung maupun otak. Keenam, hindari mengonsumsi
alkohol yang berlebih dan jangan mengonsumsi atau mengguna-
kan narkoba. Ketujuh, perbanyak minum air putih. Air putih da-
pat menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dan menghindari
dehidrasi sehingga aliran darah dan oksigen ke otak dapat meng-
alir dengan baik. Kedelapan, jangan terlalu banyak mengonsumsi
obat-obatan. Konsumsilah obat-obatan yang sesuai dengan sakit
yang diderita dan sesuai dengan resep dokter untuk meng-
hindari overdosis.
Tidak sulit bukan? Dengan hal-hal sederhana itu kita bisa
menghindari stroke dengan perlahan-lahan. Stroke dapat menye-
rang kita saat kita sedang beraktivitas atau sedang istirahat (tidur).
Jadi, jika kita mengalami beberapa tanda gejala stroke pada diri
kita, segeralah periksa ke dokter untuk mengetahui dan atau
mencegah terjadinya stroke.

36 Yogyakarta dalam Perubahan


Perlu diketahui bahwa walaupun suatu saat seorang remaja
akan terkena stroke, mereka akan mengalami stroke ringan ter-
lebih dahulu. Jadi, stroke yang dialami remaja tidak langsung
kepada stroke yang berat. Oleh karena itu, masih ada kesem-
patan untuk menghambat munculnya stroke pada diri kita. Tetapi,
bagi kita yang pernah terkena stroke ringan harus berhati-hati
karena sangat besar risikonya.
Berkait dengan hal itu, mulai dari sekarang kita (para remaja)
harus mampu mengubah gaya hidup menjadi lebih baik dan lebih
memperhatikan kesehatan. Gaya hidup yang baik akan men-
ciptakan hidup yang sehat dan bebas dari penyakit. Walaupun
belum menemukan tanda-tanda stroke pada diri masing-masing,
kita harus tetap waspada karena kita tidak tahu kapan penyakit
itu datang. Jangan sampai di usia yang masih remaja ini kita meng-
alami stroke. Apakah kita akan merusak masa depan kita? Tentu
saja tidak! Sebagai generasi muda kita harus lebih menghargai
hidup. Ingatlah bahwa tindakan mencegah lebih baik daripada
mengobati. ***

Ayu Andira Nababan. Lahir di Karawang, 28 Juli


2000. Siswa SMA Sang Timur Yogyakarta ini
memiliki hobi fotografi. Pernah meraih prestasi
sebagai peserta semifinal Lomba Penulisan Artikel
Bertema “Prestasi Yes, Narkoba No” di Universitas
Kristen Duta Wacana, Yogyakarta. Saat ini tinggal
di Asrama Putri SMA Sang Timur, Yogyakarta.
Ponsel: 085780247207.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 37


Yogyakarta: Istimewa Hotelnya
Azzahra Fadhlila A.N.
SMA Negeri 8 Yogyakarta
zahrafadhlila@yahoo.com

Teringat sebuah vandal di Jalan Batikan yang bertuliskan


Jogja ora didol ‘Jogja tidak dijual’ dan Jogja udu kota hotel? ‘Jogja
bukan kota hotel?’ Vandal itulah yang membuat kita penasaran.
Seperti apa kondisi Yogyakarta sebelum hotel bertebaran? Hal
itu pula yang menimbulkan banyak pertanyaan. Jika ingin tahu
jawabannya, pertanyaan itu perlu pula kita ajukan kepada orang
tua kita. Mengapa orang tua kita? Sebab, mereka adalah bagian
dari penduduk yang hidup di era ketika space yang luas masih
hadir di sela-sela kota Yogyakarta yang sekarang sudah mulai
sempit.
Rasa penasaran itu pula yang membuat kita perlu mencari
tahu tentang keadaan Yogyakarta sebelum banyak berdiri hotel.
Berdasarkan penelusuran melalui Mbah Google, diketahui bahwa
dulu Yogyakarta terasa lebih luas karena masih banyak lapangan
yang bisa digunakan baik untuk bermain maupun sekadar untuk
bercengkrama. Bahkan bisa menjadi sumber penghidupan bagi
beberapa orang di Yogyakarta. Tentu saja, kondisinya telah ber-
beda dengan Yogyakarta sekarang. Pertumbuhan apartemen dan
hotel bak jamur di musim hujan.
Kondisi yang berbeda tersebut jelas menimbulkan kesan
yang berbeda atau menimbulkan dampak yang bermacam-
macam dalam berbagai aspek. Mulai dari aspek yang sederhana

38 Yogyakarta dalam Perubahan


seperti keindahan sampai kepada aspek yang rumit seperti eko-
nomi. Memang dampak yang muncul terdiri dari dua macam,
yakni positif dan negatif.

Lingkungan
Menurut artikel yang dimuat di tirto.id, saat ini di Yogya-
karta sudah ada 55 bangunan bertingkat di atas enam lantai
bahkan mencapai 18 lantai. Lima puluh lima bangunan ini
didominasi oleh hotel dan restoran. Ditambah lagi dengan 25
bangunan bertingkat di atas delapan lantai yang masih dalam
tahap pembangunan. Kemudian, ada 16 bangunan yang tingginya
mencapai 10-16 lantai yang sedang dalam tahap proses proposal.
Jadi, total di kota yang dulu dikenal sebagai kota sepeda ini
akan ada 96 bangunan yang nyaris bersandingan dengan awan.
Berdasarkan data di atas, bisa dibayangkan berapa luas space
yang harus dialokasikan untuk pembangunan hotel dan bangunan-
bangunan tersebut. Jelas hal ini akan berdampak pada berku-
rangnya daerah resapan air hujan. Semakin sedikit lahan yang
bisa menyerap air hujan berarti air hujan yang turun bukannya
diserap oleh tanah seharusnya melainkan justru akan mengalir
ke daerah yang lebih rendah dan langsung bermuara ke sungai-
sungai yang ada di sekitar. Jika kedalaman sungai yang menjadi
tempat penampungan air hujan tidak sebanding dengan volume
air yang masuk, yang terjadi adalah banjir. Banjir yang terjadi
membawa lebih banyak dampak negatif seperti penyakit kulit
yang disebabkan oleh air yang kotor, lingkungan yang kotor
karena sampah bertebaran di mana-mana, hingga akhirnya bisa
menyebabkan penyakit diare.
Selain banjir, pembangunan hotel dan bangunan tinggi lain-
nya juga menyebabkan krisis air. Mengapa bisa demikian? Air
sumur di sekitar warga mulai mengering karena adanya peng-
ubahan arah muara air tanah menuju hotel-hotel tersebut. Per-
mukaan air tanah pun ikut menurun 15-50 cm per tahun akibat
berkurangnya lahan-lahan untuk menyerap air hujan. Hal ini

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 39


juga terjadi karena perbandingan konsumsi air warga dengan
konsumsi air hotel cukup membuat timbangan anjlok sebelah.
Bagaimana tidak? Satu kamar hotel membutuhkan 380 liter air
sedangkan satu rumah tangga warga hanya membutuhkan 300
liter air. Padahal, satu hotel memiliki beratus-ratus kamar. Per-
bandingan penggunaan air hotel dan penggunaan air masyarakat
tidak pantas lagi disebut dengan kata seimbang.
Kebutuhan lahan yang luas untuk membangun hotel dan
bangunan-bangunan tinggi juga berarti mengurangi lahan hijau
yang ada di Yogyakarta. Berkurangnya lahan hijau juga memberi
dampak kepada lingkungan sekitar. Semakin sedikit lahan hijau
yang tersedia akan semakin sedikit pula alat alami yang dicipta-
kan Tuhan untuk melakukan filtrasi udara: pohon. Pohon yang
berperan menyerap CO2 dan mengolahnya hingga menjadi O2
semakin menipis jumlahnya. Seiring dengan peristiwa ini, O 2
yang merupakan gas yang sangat penting untuk seluruh makhluk
hidup di dunia ini juga otomatis ikut berkurang.
Sementara itu, CO2 semakin banyak bertebaran di luar sana
dan bisa menutupi lapisan ozon sehingga sinar matahari ter-
halang masuk ke bumi. Hal ini akan membawa dampak domino.
Tumbuhan yang tidak dapat berfotosintesis untuk memperoleh
makanan pada akhirnya akan mati. Jika tumbuhan mati, hewan
yang termasuk golongan herbivora akan kehilangan sumber
makanan sehingga lambat laun populasinya ikut berkurang.
Berkurangnya populasi hewan akan menyebabkan sumber ma-
kanan manusia berkurang pula dan pada akhirnya akan menye-
babkan ketidakseimbangan ekosistem.
Tidak hanya masalah lingkungan itu saja yang dapat ditim-
bulkan. Meningkatnya risiko bencana juga termasuk masalah
yang akan timbul seiring dengan maraknya pembangunan hotel
dan bangunan-bangunan tinggi lainnya. Mengapa semua itu bisa
terjadi? Lalu risiko macam apa yang akan ditimbulkannya?
Menurut BMKG, Yogyakarta secara tektonik tercatat sebagai
wilayah yang aktivitas kegempaannya cukup tinggi. Hal ini

40 Yogyakarta dalam Perubahan


terjadi karena Yogyakarta adalah daerah yang berdekatan de-
ngan zona tumbukan lempeng di Samudra Indonesia. Bayangkan
saja, dengan aktivitas gempa yang lumayan tinggi dan banyak-
nya hotel serta bangunan tinggi, apa yang akan terjadi bila Yog-
yakarta diguncang gempa besar seperti yang terjadi pada tahun
2006? Jika gempa serupa terulang lagi, hotel dan gedung-gedung
itu bisa saja ambruk dan tentu saja kerugian yang terjadi akan
lebih besar. Kerugian properti tentu tidak bisa dihindari dan
bencana tidak jarang menelan ribuan korban jiwa.
Memang benar pembangunan gedung-gedung tinggi itu
memiliki standar tersendiri. Akan tetapi, dengan banyaknya hotel
dan gedung-gedung yang bermekaran, tidak menutup kemung-
kinan ada beberapa oknum yang tidak mengacuhkan standar pem-
bangunan sehingga bisa saja saat terjadi gempa akan menimbulkan
kerugian yang besar.

Sosial
Selain masalah lingkungan, masalah sosial pun menjadi salah
satu dampak yang terjadi akibat pembangunan hotel dan gedung-
gedung tinggi. Krisis air yang sudah dipaparkan di atas pastilah
menyulut sumbu amarah beberapa warga yang tinggal di sekitar
pembangunan tersebut. Miliran dan Gowongan adalah dua dari
sekian banyak tempat di Yogyakarta yang mengalami krisis air
akibat maraknya pembangunan hotel yang populernya seperi
trend potongan undercut pada tahun 2016. Hal ini jika tidak segera
ditangani oleh pemerintah akan memberikan dampak berkepan-
jangan dan bisa memicu perpecahan antarwarga.
Warga bisa saja menjadi radikal atau bahkan anarkis apabila
hak yang mereka dapat sebelumnya berkurang drastis. Mereka
bisa saja melakukan boikot kepada pihak hotel, pemblokiran
akses menuju hotel, perusakan fasilitas, dan masih banyak lagi.
Konflik sosial yang terjadi ini tidak menutup kemungkinan pihak
hotel akan menimbulkan perpecahan antarwarga dengan meng-
ajak tokoh-tokoh masyarakat menjadi sekutu mereka. Jika sudah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 41


begini, aspirasi warga semakin kecil volumenya didengar oleh
pemerintah karena yang menjadi perantara antara warga dan
pemerintah justru dibungkam oleh hubungan persekutuan itu.
Ini bisa membuat dua golongan di dalam masyarakat dan bisa
menimbulkan perselisihan yang berujung pada tindakan sepa-
ratisme.

Ekonomi
Berbeda dengan dampak lingkungan dan sosial yang me-
ngandung banyak hal negatif, pembangunan hotel secara eko-
nomi seharusnya memberi keuntungan untuk pemerintah dan
masyarakat sekitarnya. Pembangunan hotel ini akan memberikan
dampak ekonomi kepada Pendapatan Asli Daerah. Menurut teori
ekonomi, Pendapatan Asli Daerah memiliki 3 struktur, yaitu
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Kekayaan Daerah (yang
dipisahkan dari pendapatan-pendapatan lain yang sah). Pem-
bangunan hotel berdampak pada struktur yang pertama yaitu
Pajak Daerah. Pajak Daerah akan semakin tinggi selaras dengan
pembangunan hotel yang semakin marak. Dengan banyaknya
hotel di Yogyakarta, pajak yang didapat akan semakin banyak
dan akhirnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Pada gilirannya, pembangunan hotel juga memberikan dam-
pak terhadap lapangan pekerjaan. Munculnya lapangan pekerja-
an ini terjadi saat pembangunan dan pasca pembangunan. Pada
saat pembangunan dibutuhkan tenaga kerja untuk membuat
kontruksi hotel, dan pada pasca pembangunan juga dibutuhkan
pekerja-pekerja untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan
mereka. Hanya saja, kecil kemungkinannya seorang manager
diambil dari warga sekitar karena setiap hotel sudah memper-
siapkan manager yang berkapabilitas tinggi. Bukti penyerapan
tenaga kerja di Yogyakarta ini telah ditunjukkan oleh data Badan
Pusat Statistik (BPS) bahwa tingkat pengangguran turun pada
Februari-Agustus 2016. Pada bulan Februari 2016 persentase
pengangguran terbuka mencapai 2,81% yang berarti 59.000 orang

42 Yogyakarta dalam Perubahan


dari seluruh penduduk Yogyakarta. Sementara, tingkat pengang-
guran terbuka di Yogyakarta pada Agustus 2016 hanya 2,72%
dari jumlah penduduk atau sebanyak 57.040 orang dari sekitar
2,099 juta penduduk.
Dibangunnya satu hotel besar bisa memicu berkembangan
dan pertumbuhan wilayah di sekitar hotel. Hal itu juga akan
terjadi apabila banyak hotel dibangun. Eksistensi hotel ini akan
memicu pertumbuhan wilayah dengan munculnya usaha-usaha
seperti kedai fotocopy, warung makan, dan sebagainya. Hal de-
mikian membuktikan bahwa hotel berkontribusi menumbuhkan
ekonomi masyarakat sekitar.
Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Begitu nasihat
klasik seorang ibu kepada anaknya ketika sedang terjadi masalah.
Demikian juga kita kalau menghadapi masalah seperti yang telah
dijelaskan di atas. Pasti ada cara untuk menanggulanginya. Untuk
masalah lingkungan, sebagai masyarakat sudah sepatutnya kita
sadar akan lingkungan. Dengan maraknya pembangunan hotel,
kita bisa secara aktif memanfaatkan lahan kosong yang tersisa
untuk dijadikan taman kota. Pihak hotel juga seharusnya sudah
menyiapkan lahan hijau di hotelnya dan juga tidak lupa untuk
mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang. Peme-
rintah juga diharapkan lebih tegas dalam mengontrol pem-
bangunan hotel agar sesuai dengan standar bangunan yang aman
ketika terjadi bencana.
Konflik sosial yang timbul juga bisa diselesaikan secara
diplomasi atau dengan cara win win solution. Pemerintah diharap-
kan mampu memberikan rambu-rambu yang jelas kepada pihak
hotel untuk mengambil SDM di sekitarnya. Terakhir, meskipun
pembangunan hotel memiliki sumbangsih yang besar bagi
ekonomi masyarakat, tetap tidak dibenarkan jika hanya terfokus
pada pembangunan hotel. Membangun housefam untuk para turis
asing dan domestik juga tidak ada salahnya dengan lebih me-
maksimalkan SDM dan infrastuktur yang sudah tersedia sejak
awal. Turis-turis juga pasti akan senang karena mereka akan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 43


mendapat informasi tentang Yogyakarta langsung dari pen-
duduk asli di sekitar housefam tersebut.
Sebagai catatan akhir, satu hal yang perlu dikatakan ialah
bahwa faktanya di Yogyakarta kini telah dan sedang berdiri
sekian banyak hotel. Tentu saja semua itu memiliki dampak baik
negatif maupun positif. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Yog-
yakarta, kita diharapkan dapat meningkatkan dampak positifnya
dan meminimalisasi dampak negatifnya. Dengan begitu, mudah-
mudahan, Yogyakarta tidak hanya akan menjadi istimewa kota-
nya, tetapi juga istimewa hotelnya. ***

Azzahra Fadhila Aulia Nisa. Lahir di Bantul, 3


Desember 2000. Siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta
ini memiliki hobi membaca, menulis puisi, dan me-
nyanyi. Pernah meraih prestasi sebagai Juara I Ikrar
dan Puitisasi Alquran FASI 2011 (Tingkat Nasional).
Alamat rumah: Kertopaten RT 01/50, Wirokerten,
Banguntapan, Bantul. Ponsel: 082137233620.

44 Yogyakarta dalam Perubahan


Pentingnya Waktu
dalam Dunia Kerja Berbasis Patiseri
B. Aurelita A. R.
SMK Negeri 4 Yogyakarta
brigittanoveladel@gmail.com

Tidak semua orang tahu apa itu patiseri. Patiseri dalam ke-
pariwisataan lebih dikenal sebagai teknik-teknik memasak, meng-
olah, menghias, mendekorasi, dan mengemas makanan seperti
kue, roti, puding, dan masih banyak lagi. Patiseri berasal dari
bahasa Prancis “pâttiserie” yang berarti kue-kue. Dengan demi-
kian, dapat dikatakan bahwa patiseri adalah ilmu yang mem-
pelajari banyak hal tentang kue baik itu kontinental maupun
oriental dari persiapan, pengolahan, hingga penyajian.
Patiseri berkaitan erat dengan waktu dalam dunia kerja.
Jika diterapkan di rumah sendiri mungkin tidak menjadi masalah.
Akan tetapi, jika diterapkan di dunia kerja, apalagi yang berbasis
patiseri, hal itu akan jadi masalah besar. Entah itu dari tamu
yang komplain karena kinerja kita lamban atau karena persiapan
kita yang kurang dalam pembuatan produk saat melayani pe-
sanan tamu.
Dalam proses pengolahannya, patiseri terdapat banyak tek-
nik khusus yang belum diketahui seperti teknik melipat adonan,
au bain marie, knock back, dan sebagainya. Terdapat beberapa
tahap selama proses pembuatan produk patiseri, yaitu persiapan,
proses pengolahan, pengemasan, dan penyajian.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 45


Persiapan
Persiapan yang dimaksud itu ialah mulai dari pakaian yang
akan dikenakan dalam pengolahan produk di dapur patiseri
hingga persiapan fisik. Selama melakukan pengolahan di dapur,
setidaknya ada 4 hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus
mengenakan topi khusus atau yang disebut topi chef. Topi ini
berfungsi menjaga rambut agar tidak jatuh ke dalam produk atau
makanan yang akan disajikan pada tamu. Kedua, mengenakan
baju dapur atau baju chef. Baju tersebut untuk menjaga badan kita
dari panas api selama kita mengolah produk makanan. Ketiga,
mengenakan celana kerja. Selama mengolah makanan di dapur,
kita harus mengenakan celana kerja warna hitam agar tidak
tampak jelas apabila kotor. Keempat, mengenakan sepatu kerja.
Selama di dapur, diusahakan memakai sepatu yang tidak licin
sehingga mengurangi kecelakaan kerja. Dalam hal persiapan diri
ini diusahakan agar tidak terlalu lama sehingga tidak memotong
waktu yang sebenarnya dapat digunakan untuk hal-hal lain.
Selain persiapan seperti yang telah dijelaskan di atas, hal
yang tidak kalah penting adalah kesiapan dan persiapan bahan.
Apakah bahan yang akan diolah menjadi makanan telah siap?
Apakah bahan pengganti sudah siap pula bila bahan yang di-
gunakan tergolong langka? Dalam persiapan bahan ini kita harus
teliti, timbangannya harus tepat sesuai dengan resep. Sebab, kalau
tidak, kemungkinan besar akan menjadi produk gagal. Selain
itu, resep juga harus sudah dikuasai agar kita lebih menghemat
waktu secara efektif.
Hal lain yang juga sangat penting adalah kesiapan alat. Apa-
kah peralatan yang akan kita gunakan dalam pengolahan di dapur
sudah siap? Apakah alat itu nantinya akan terpakai berkali-kali
atau hanya sekali pakai? Apakah alat itu masih dalam keadaan
baik atau sudah buruk? Dalam kaitan ini, kita harus mampu mem-
perkirakan alat apa saja yang bisa digunakan secara efektif. Ter-
lalu banyak peralatan juga menjadi masalah karena bisa jadi akan
mempersempit tempat atau ruangan.

46 Yogyakarta dalam Perubahan


Pengolahan, Pengemasan, dan Penyajian
Andaikan saja kita mendapat pesanan kue ulang tahun remaja
perempuan. Hal yang harus dilakukan ialah persiapan, baik per-
siapan diri maupun persiapan bahan dan alat. Setelah semuanya
siap, barulah mulai pembuatan pesanan kue ulang tahun. Hal
pertama yang akan kita buat ialah body cake/badan kue. Kedua,
apabila kita akan menutup atau menghias kue menggunakan
buttercream, kita juga harus siap bahan untuk penutup atau peng-
hias kue. Ketiga, kemasan. Kita juga harus menyiapkan kemasan
untuk kue yang nantinya kita kirim kepada konsumen.
Adapun bahan-bahan yang perlu kita siapkan ialah tepung
terigu, telur, gula pasir, margarin, baking powder, emulsifier/peng-
emulsi, susu bubuk, dan pasta vanilla. Caranya ialah, pertama,
masukkan ke dalam satu tempat: gula, telur, dan pengemulsi/
ovalet. Setelah itu kocok campuran tadi menggunakan mixer
hingga mengembang kaku. Siapkan tepung terigu yang sudah
diayak. Matikan mixer, lalu masukkan secara langsung tepung
terigu tadi lalu aduk dengan teknik melipat menggunakan spatula
plastik hingga tercampur rata. Cairkan margarin, sisihkan. Tung-
gu margarin hingga agak dingin agar adonan tidak langsung
mencair. Lalu masukkan margarin leleh tadi secara perlahan lalu
aduk dengan teknik melipat dari bawah ke atas agar udara dalam
adonan tidak keluar dan agar volume adonan tetap terjaga. Lalu
siapkan loyang yang sudah diolesi dengan margarin atau men-
tega hanya bagian bawah saja, dan dialasi dengan kertas roti.
Mengapa hanya mengolesi loyang di bagian bawah saja?
Karena, margarin atau mentega hanya berperan sebagai anti-
lengket sehingga di dasar loyang adonan tidak lengket. Apabila
bagian samping loyang kita olesi juga dengan margarin, kemung-
kinan besar adonan menurun saat dipanggang karena margarin
atau mentega bersifat menyerap tepung sehingga yang tadinya
adonan sudah mencapai 3/4 tinggi loyang menjadi menetap atau
bahkan menurun hingga 1/2 tinggi loyang. Lalu masukkan loyang
tadi ke dalam oven dengan suhu 1500C-1750C. Jangan terlalu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 47


panas agar bagian atas kue tidak pecah karena suhu yang terlalu
tinggi dan agar adonan matang merata. Lalu panggang selama
kurang lebih 25-30 menit.
Selama memanggang kue, lebih baik kita membuat bahan
yang nantinnya akan digunakan untuk menutup dan menghias
kue yaitu buttercream. Bahan yang nantinya akan digunakan ialah
mentega putih, gula pasir, air, susu kental manis, dan pasta
vanilla. Pertama, kita harus membuat Simple syrup terlebih dahulu
dengan cara memasukkan gula dan sedikit air ke dalam panci
pegangan. Hidupkan api sedang, diamkan hingga mendidih,
jangan diaduk-aduk. Setelah mendidih dan gula sudah larut,
matikan api dan diamkan hingga mengental seperti sirup pada
umumnya. Lalu, menggunakan mixer, kocok mentega putih dan
susu kental manis hingga mengembang. Setelah sirup gula tadi
agak dingin, masukkan secara perlahan ke dalam campuran men-
tega putih, lalu kocok kembali hingga kaku dan ringan. Setelah
adonan matang, tunggu hingga adonan menjadi dingin agar me-
mudahkan kita dalam membuat lapisan pada kue. Setelah dingin,
gunakan pisau roti, potonglah kue menjadi 3 lapis secara horison-
tal sehingga membentuk seperti lempengan kue sebanyak 3 buah.
Untuk tumpukan pertama, siram kue dengan sirup gula yang
cair, lalu isi dengan isian (bisa menggunakan buttercream tadi),
lakukan hingga lapisan atas, lalu tutup dengan lempengan kue
terakhir.
Setelah selesai mengisi lapisan kue, dengan menggunakan
pisau palet tutup/lapisi kue itu dengan buttercream dari atas hing-
ga samping-sampingnya rata. Jangan sampai berantakan karena
nantinya akan terlihat oleh konsumen. Setelah selesai menutup
kue dengan buttercream, dengan menggunakan spuit dan pipping
bag buatlah hiasan untuk kue ulang tahun sesuai dengan desain
yang dipesan konsumen. Setelah selesai menghias atau mende-
korasi kue, kue siap kita antarkan dan sajikan kepada konsumen.
Beberapa tahapan tadi merupakan langkah dalam pembuatan
pesanan makanan yang termasuk ke dalam dunia kerja Patiseri

48 Yogyakarta dalam Perubahan


yang erat kaitannya dengan waktu. Apabila kita mengerjakan
hal-hal tadi tidak memerhatikan waktu, bisa jadi waktu kita habis
hanya untuk belanja, menimbang bahan, dan lain-lain. Apabila
tidak memerhatikan waktu saat pemanggangan kue, bisa jadi
kue yang kita panggang akan gosong. Apabila bahan bakar habis,
kue akan bantat, dan sebagainya.
Dalam dunia kerja berbasis patiseri atau berbasis kitchen
sangat diperlukan orang yang teliti, sabar, dan perhatian. Sebab,
apabila kita tidak peduli lingkungan sekitar, kemungkinan besar
kita akan menghasilkan produk yang gagal. Selain waktu, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu karakteristik bahan-
bahan yang akan digunakan. Sebab, tanpa mengenal dengan baik
karakteristik bahan-bahan yang akan digunakan, bisa jadi se-
orang chef akan kehilangan banyak waktu yang akibatnya menim-
bulkan masalah-masalah lainnya.
Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik sebuah simpulan
bahwa jika ingin masuk ke dalam dunia kerja berbasiskan dapur
baik itu di hotel, restoran, bar, maupun catering dan sebagainya,
kedisiplinan (waktu dan lain-lain) merupakan hal yang harus
diperhatikan. Hanya saja, memang kedisiplinan seseorang ber-
gantung pada sikap dan niat orang itu sendiri. Apabila seseorang
telah nyaman dan menyukai pekerjaan yang ia kerjakan, dipasti-
kan ia akan menjadi terbiasa. Kalau sudah terbiasa, pekerjaan
apa pun akan dengan mudah dapat dilakukan, tidak terkecuali
di dunia kerja berbasiskan dapur baik itu dapur boga maupun
dapur patiseri. ***

B. Aurelita A.R. Lahir di Yogyakarta, 10 Januari


2001. Siswa SMK Negeri 4 Yogyakarta ini memiliki
hobi memasak, berenang, dan menonton film. Ala-
mat rumah: Jalan Mangunnegaran Wetan K-39,
Yogyakarta. Ponsel: 087739353189.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 49


Dampak Forum Online bagi Pelajar
Balqis Alyamayadita Rahman
MAN 1 Yogyakarta
balqisalmaytarahman@gmail.com

Teknologi Informasi (TI) yang dalam bahasa Inggris disebut


Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi
apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengelola,
mengubah, menyimpan, mengomunikasikan, dan menyebarkan
informasi. Teknologi tidak hanya terbatas pada teknologi kom-
puter, tetapi juga terknologi sejenis lainnya. Secara umum TI
atau IT mudah menyebar di kalangan masyarakat, tidak terkecuali
di kalangan remaja (pelajar), dan memberikan berbagai dampak,
baik negatif maupun positif.
Salah satu contoh perkembangan IT yang mudah diterima
pelajar adalah forum online. Forum adalah tempat pertemuan
untuk membicarakan kepentingan bersama atau bertukar pikiran
secara bebas. Forum juga mempunyai tujuan tertentu, yaitu me-
mudahkan komunikasi, membentuk jaringan, mendapatkan infor-
masi, saling mengisi dengan support dan tanya jawab, dan mem-
bantu sukses bersama antarpenggunanya, serta akan selalu update
sesuai dengan perkembangannya. Sementara, kata online dalam
bahasa Indonesia disebut jaringan atau yang biasa disingkat da-
ring. Jadi, forum online adalah sebuah tempat atau sarana komu-
nitas di internet yang dibentuk dengan tujuan untuk membahas
topik yang disukai masing-masing pengguna dan bertukar pikir-
an secara bebas.

50 Yogyakarta dalam Perubahan


Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, forum
online sangat diminati para pelajar. Data dalam salah satu situs
di internet mencatat bahwa minat pelajar dalam menggunakan
forum online sebanyak 48.40% pada tahun 2016. Minat peng-
gunaan forum online tersebut cukup tinggi dibandingkan minat
penggunaan forum online oleh ibu rumah tangga, pedagang,
wiraswasta, dan pekerja lainnya. Sementara bentuk forum online
itu pun beragam, di antaranya WhatsApp, BBM, Line, dan Facebook.
Bahkan juga dapat berupa applikasi berbayar seperti Quipper
dan applikasi tidak berbayar seperti Brainly dan Google Schooler.
Seperti telah dikatakan bahwa forum online memberikan
banyak manfaat atau dampak baik positif maupun negative. Bagi
pelajar, dampak itu dapat dilihat pada berbagai aspek, misalnya
aspek ekonomi, sosial, bahkan juga aspek pendidikan pelajar
itu sendiri.

Aspek Ekonomi
Penggunaan forum online dapat menolong pelajar untuk lebih
mudah mengakses segala informasi ilmu pengetahuan di bidang
matematika, kimia, fisika, bahasa, dan lainnya. Memang benar
bahwa menggunakan forum online tidak terlepas dari penggu-
naan internet yang membutuhkan kuota data. Hal tersebut men-
jadikan pelajar harus membeli kuota data dengan harga sekitar
tiga puluh ribu rupiah per bulan. Namun, dilihat dari jumlah
uang saku pelajar masa kini, hal itu akan jauh lebih murah.
Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan sekali mem-
beli buku pelajaran dengan harga satu buku sekitar tiga puluh
sampai empat puluh ribu rupiah. Jika dikalkulasikan, jika misal-
nya membeli dua puluh buku, uang yang harus dikeluarkan men-
capai enam ratus sampai delapan ratus ribu rupiah. Padahal jumlah
uang sebesar itu dapat dibelikan dua puluh sampai dua puluh
enam kuota data. Pembelian kuota data sebanyak dua puluh
sampai dua puluh enam itu dapat digunakan untuk satu sampai

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 51


dua tahun. Hal itu sangat membantu pelajar yang tidak mampu
membeli buku agar tidak ketinggalan materi pembelajaran.
Selain dampak positif seperti tadi, penggunaan forum online
memang juga berdampak negatif bagi pelajar. Sebab, para pelajar
harus secara rutin mengeluarkan uang setiap bulan untuk mem-
beli kuota. Padahal, kebutuhan pelajar setiap bulan tidak hanya
pada kuota internet, tetapi juga uang saku untuk jajan selama di
sekolah atau di luar sekolah dan membayar iuran jika ada event
kegiatan. Belum lagi untuk membeli barang lain yang diinginkan
sesuai dengan keberadaan mereka di lingkungan pelajar lainnya.

Aspek Sosial
Pesatnya perkembangan teknologi masa kini menuntut para
pelajar dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan
sosial mereka yang sangat dibutuhkan di zaman seperti sekarang
ini. Mereka akan belajar bagaimana cara beradaptasi secara sosial
pada masa perkembangan teknologi ini. Salah satunya yaitu
penggunaan forum online yang memberikan pengaruh terhadap
keadaan sosial pelajar.
Dengan jejaring sosial penggunaan forum online dapat me-
nambah jaringan pertemanan yang luas sehigga akan membentuk
sebuah komunitas. Komunitas yang terbentuk tersebut akan mem-
berikan konstribusi yang bermanfaat bagi pelajar. Baik dalam
hal pendidikan saat mereka saling bertukar ide, mengemukakan
pendapat mereka secara bebas, maupun mencari informasi ja-
waban tugas. Juga untuk berkomunikasi dengan teman baru di
forum tersebut.
Memperluas pertemanan akan menjadikan pelajar mudah
mengenal dan berteman dengan pelajar lain di seluruh dunia
tanpa batasan waktu dan tempat. Hal itu akan memotivasi para
pelajar untuk terus belajar mengembangkan diri melalui teman-
teman yang mereka jumpai secara online. Sebab, di dalam forum
online tersebut mereka akan berinteraksi, saling menerima res-
pon satu sama lain. Interaksi yang dimaksud dalam forum ter-

52 Yogyakarta dalam Perubahan


sebut bisa terjadi pada saat tanya jawab antarpengguna atau
hanya sekedar bertukar informasi dan pengalaman pribadi yang
dapat memberikan pesan moral bagi kehidupan pelajar.
Tidak hanya pengaruh positif, secara sosial penggunaan
forum online juga menimbulkan pengaruh negatif bagi pelajar.
Keaktifan pelajar hanya dalam forum online menjadikan kurang-
nya interaksi sosial secara nyata terhadap lingkungan sekitarnya.
Padahal bisa saja saat mereka bertanya pada orang-orang di
sekitarya, mereka justru mendapat informasi lebih dibandingkan
saat mereka hanya bertanya di forum online. Bagaimanapun juga
pengalaman pribadi dan pengalaman orang-orang di sekitar me-
reka jauh lebih dapat dicerna dengan baik daripada hanya me-
lalui forum online.
Selain itu, pertemanan tanpa batas di forum online bisa saja
menjerumuskan pelajar ke hal-hal yang belum tentu baik. Seperti
contoh, mereka mendapatkan kenalan yang berasal dengan fo-
rum online, kemudian terjadilah interaksi antara mereka. Melalui
jaringan online itu bisa saja kenalan baru tersebut mengirim hal-
hal yang berbau pornografi atau kriminal. Hal itu dapat saja
menjadikan pelajar terpengaruh untuk terjun ke hal-hal yang
sama, dan itu tentu sangat berbahaya bagi perkembangan pelajar.

Aspek Pendidikan
Di zaman sekarang ini, saat dunia berubah menjadi serba
digital, popularitas buku menjadi menurun. Sekarang pelajar
tidak perlu repot-repot lagi pergi ke perpustakaan untuk mem-
baca buku dan menghabiskan uang saat membeli buku untuk
mendapatkan informasi, ataupun membawa tas berat berisi buku
tebal. Mereka cukup dengan membawa handphone, dan dengan
modal kuota internet mudah mendapatkan banyak informasi.
Namun, di balik itu semua terdapat akibat positif dan negatif.
Akibat positip penggunaan forum online itu ialah pelajar mu-
dah mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan akan men-
dapatkan jauh lebih banyak informasi yang mereka butuhkan.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 53


Sebab, informasi yang mereka peroleh tidak hanya berasal dari
satu sumber, tetapi juga dari berbagai sumber. Itu akan menjadi-
kan tugas para pelajar cepat terselesaikan dengan mudah. Hanya
saja, penggunaan forum online di internet juga mengganggu
pelajar dalam proses belajar. Sebagai contoh, saat mereka sedang
belajar, bisa saja tiba-tiba ada notification chatting dari temannya
dan kemudian yang terjadi justru hanya ngobrol hal-hal yang
tidak terkait dengan pelajarannya. Hal ini akhirnya menjadikan
waktu belajar mereka tersita.
Kecepatan memperoleh informasi lewat forum online men-
jadikan pelajar malas untuk membaca buku dan lebih memilih
menggunakan forum online. Saat pelajar sudah mulai malas untuk
membaca buku, otak tidak terpancing lagi untuk berpikir. Pelajar
justru akan lebih suka memilih suatu hal yang instan. Minat baca
pelajar yang menurun kian hari dapat menjadikan pengunjung per-
pustakaan berkurang dan akhirnya perpustakaan akan ditinggalkan
oleh pelajar. Mereka mengganggap membaca buku itu tidak
praktis dan membutuhkan waktu lama.
Menjaga kesehatan indra manusia sangat diperlukan, ter-
utama bagi pelajar yang masih memiliki jalan hidup yang panjang.
Salah satu indra manusia yang harus dijaga adalah mata. Terlalu
lama menatap layar handphone atau laptop akan menjadikan mata
cepat rusak karena radiasi. Hal ini berbeda dengan ketika pelajar
membaca buku. Membaca buku tidak akan menjadikan mata ru-
sak, asalkan membaca di tempat yang tidak gelap.
Meski informasi yang didapat dari forum online lebih banyak
daripada dari buku, bagaimana pun informasi yang valid adalah
informasi yang ada di buku. Hal itu terjadi karena, di satu sisi,
buku sengaja dirancang untuk proses pembelajaran sesuai dengan
kurikulum pendidikan yang berlaku, dan di sisi lain, informasi
di forum online seringkali hanya berisi opini penulis yang belum
tentu benar.
Akhirnya, dari seluruh paparan di atas, dapat ditarik suatu
simpulan bahwa, benar forum online memberikan informasi yang

54 Yogyakarta dalam Perubahan


bermanfaat bagi pelajar. Namun, karena informasi via online tidak
dapat dipastikan kebenarannya daripada informasi di buku, akan
lebih baik jika, selain tetap melalui jaringan online, pelajar juga
harus tetap mencari informasi melalui membaca buku. Kata
cerdik pandai, buku adalah jendela untuk melihat dunia. Semakin
sering kita membuka jendela, semakin sering kita membaca buku,
akan semakin luaslah wawasan dan pengetahuan kita. Karena
itu, marilah kita (para remaja) menjadikan “membaca buku” ini
sebagai budaya. ***

Balqis Alyamayadita Rahman. Lahir di Sleman, 7


Januari 2000. Siswa MAN 1 Yogyakarta ini memiliki
hobi membaca buku, menari, mendengarkan dan
bermain musik. Alamat rumah: Cokrowijayan RT
04, RW 18, Banyuraden, Gamping, Sleman. Ponsel:
082136016947.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 55


Nilai Budaya di Mata Remaja
Calysta Indira Premorga W.
SMA Negeri 2 Yogyakarta
calystndrpw31@gmail.com

Sumber: mottvisualsweddingsblog.com

“Kebudayaan itu memancarkan keindahan. Dengan menjaga


kebudayaan, Indonesia akan lebih harmonis dan seimbang.”
— Susilo Bambang Yudhoyono.

Budaya merupakan salah satu dari berbagai aspek kehidup-


an manusia. Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan kata ter-
sebut yang kerap kali muncul di berbagai pembahasan. Tidak hanya
sekadar katanya saja, tetapi kehadiran budaya juga sudah me-
lebur menjadi satu dengan setiap kegiatan dalam kehidupan.

56 Yogyakarta dalam Perubahan


Budaya telah menjadi tanah tempat kita berpijak dan menguasai
seluruh lingkungan. Lalu bagaimana dengan tanggapan orang-
orang atas eksistensi budaya ini?
“Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah
tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam ke-
hidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya
dengan belajar.” Begitulah pengertian budaya menurut Koentja-
raningrat. Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta ‘buddhayah’
yang berarti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akal
dan budi manusia. Secara harfiah, budaya ialah cara hidup yang
dimiliki sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun-
temurun kepada generasi berikutnya.
Menurut Koentjaraningrat, secara universal ada tujuh unsur
kebudayaan, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasya-
rakatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tekno-
logi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan sistem
kesenian.
Kebudayaan yang dimaksudkan dalam esai ini ialah seluruh
kebudayaan tersebut kecuali pada sistem mata pencaharian hi-
dup. Sebab, budaya-budaya non-bendawi tersebutlah yang paling
sering dihadapi oleh masyarakat, tidak terkecuali para kaum
remaja masa kini.
Berbicara tentang budaya, tepat kiranya jika berhubungan
dengan negara Indonesia. Bagaimana tidak? Negara dengan lebih
dari 1000 budaya ini dapat tetap berdiri kokoh menjadi satu
kesatuan. Hal itu sesuai dengan semboyan kebanggaannya, yakni
‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang berarti ‘Berbeda-beda tetapi tetap
satu jua’. Sungguh luar biasa warga negara Indonesia yang telah
mempertahankan budaya daerah dan kesatuan nasional sekali-
gus.
Akan tetapi, tanpa disadari, lambat laun budaya Indonesia
ternyata mulai luntur. Minat generasi muda yang seharusnya
melanjutkan dan melestarikan budaya dirasakan semakin kurang.
Jangankan melanjutkan, mengapresiasi saja sudah kurang. Pada-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 57


hal, tanggapan-tanggapan mengenai pelestarian budaya ini sangat-
lah penting adanya. Apalagi bagi kaum remaja yang nantinya akan
menjadi penerus bangsa.
Apresiasi budaya ialah penghargaan dan pemahaman atas
hasil seni atau budaya. Kegiatan ini harus ditumbuhkan, diting-
katkan, dan diapresiasi secara terus-menerus, mulai dari melihat,
mendengar, mengagumi, menikmati, memuji, mempelajari, dan
sebagainya. Hal-hal sederhana seperti itulah yang akan memacu
seseorang untuk mulai melestarikan budayanya,
Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini? Apakah benar bah-
wa budaya lokal mulai luntur? Sesungguhnya, budaya lokal ini
tidaklah sepenuhnya luntur. Hanya saja, keorisinalan dari suatu
budaya kian lama kian mengabur dan goyah. Hal itu juga karena
seiring berjalannya waktu telah terjadi perubahan-perubahan
pada budaya itu sendiri. Banyak sekali penyebabnya, mulai dari
proses difusi, akulturasi, asimilasi, revolusi, inovasi, dll. Adanya
globalisasi dan canggihnya teknologi tentu juga sangat berpenga-

58 Yogyakarta dalam Perubahan


ruh pada hal ini. Budaya juga perlu berkembang untuk dapat
tetap bertahan dalam arus waktu. Memang, tidak selamanya
perubahan itu buruk. Akan tetapi, kita juga harus selalu waspada
dalam setiap perubahan tersebut.
Proses globalisasi sangatlah berpengaruh pada kebudayaan
yang ada. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata
menimbulkan kecenderungan yang mengarah pada pudarnya
nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (transportasi,
telekomunikasi, dan teknologi) mengakibatkan berkurangnya
keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri. Kehidupan
yang serba praktis dan menarik telah mengalihkan pandangan
manusia dari hal-hal tradisional yang patut dibanggakan. Seba-
gai contoh, saat ini, banyak orang yang terpaku pada layar smart-
phone miliknya dan mengabaikan lingkungan sekitar.
Pengaplikasian budaya Indonesia yang ramah-tamah ini pun
semakin berkurang. Banyak pula anak-anak yang kini meng-
habiskan waktu mereka dengan bermain game hingga tidak me-
ngenal lagi berbagai permainan tradisional yang merupakan
sebagian dari budaya kita. Minat untuk mempelajari tarian tradi-
sional bahkan hampir hilang, dan kalaupun ada hanya dapat di-
saksikan di tempat-tempat tertentu saja. Budaya Barat pun mulai
masuk dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan
remaja. Cara berpakaian, penggunaan bahasa, gaya hidup, dan
berbagai daya tarik kini telah mengarah dengan jelas pada budaya
Barat. Ditambah lagi, pandangan para remaja kini berubah. Mereka
menganggap bahwa seseorang tidak dapat disebut gaul jika ia
belum mendengarkan lagu-lagu pop barat yang sedang trending,
menonton film-film produksi luar negri, atau sekadar nongkrong
di restoran/kafe yang berasal dari luar negri. Ironis, bukan?
Berdasarkan survei terhadap remaja usia 15-17 tahun menge-
nai pandangan remaja terhadap budaya local ditemukan bebe-
rapa pengakuan mengejutkan dan semua itu telah mereka sadari.
Pertama, para remaja itu mengaku masih mencintai dan bangga
akan budaya Indonesia yang sangat beragam ini. Pemahaman

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 59


terhadap cara-cara mengapresiasi budaya pun sudah cukup ba-
gus. Hanya saja, pengaplikasiannya dirasa kurang. Sebagai siswa
(remaja), tentu akan lebih banyak menghabiskan waktu di ling-
kungan sekolah karena sekolah merupakan rumah kedua dan
tempat pembelajaran. Oleh karena itu, tempat yang bertanggung
jawab untuk mengembangkan siswa dan lingkungannya adalah
sekolah.
Perkembangan tersebut juga termasuk pada budaya dan
pengaplikasiannya. Akan tetapi, berdasarkan survei yang dilaku-
kan, pengaplikasian budaya di lingkungan sekolah adalah 3,6%
lebih dari cukup, 50% cukup, dan 46,4% tidak cukup. Bisa dilihat
bahwa selisih antara cukup dan tidak cukup hanyalah sedikit.
Ini membuktikan bahwa pengaplikasian budaya di lingkungan
sekolah menengah hanya berbatas pada kata ‘cukup’ yang hanya
selisih sedikit dengan ketidakcukupan.
Seberapakah standar cukup yang dimaksudkan? Sekolah
merupakan tempat anak-anak menghabiskan waktu lebih dari 8
jam sehari. Akan lebih baik jika pengaplikasian budaya seperti
sastra, unggah-ungguh, kesenian, nilai sosial, dan lainnya diterap-
kan setiap hari dalam setiap kegiatan dan perkataan di sekolah.
Lalu, jika realitanya pengaplikasian budaya itu hanya terjadi ke-
tika para siswa menghadapi mata pelajaran tertentu yang berdu-
rasi 40-80 menit dalam seminggu, apakah itu dapat dikatakan
cukup? Sekolah terkadang justru menjadi tempat para siswa
memamerkan hasil westernisasi yang terjadi pada diri mereka
masing-masing. Seharusnya, waktu seminggu di sekolah diman-
faatkan sebaik-baiknya untuk pengaplikasian dan pelestarian
budaya lokal, paling tidak sampai dengan kisaran 75% agar dapat
dikatakan cukup.
Lalu bagaimana pendapat para remaja terhadap budaya
Indonesia? Berbagai jawaban muncul dari mereka, yakni rasa
bangga dan kagum terhadap budaya nasional ini. Akan tetapi,
jawaban tersebut tidak berhenti hanya pada tingkat rasa bangga.
Ada pula lanjutan dari pendapat mereka, misalnya seperti ‘ku-

60 Yogyakarta dalam Perubahan


rang terpelihara’, ‘namun perlahan punah’, ‘tapi sudah pudar’,
‘banyak remaja yang tidak tahu’, dan sebagainya. Hal ini mem-
buktikan bahwa sebagian remaja telah menyadari dan merasakan
pudarnya nilai serta pengaplikasian budaya Indonesia.
Terakhir, sehubungan dengan pertanyaan mengenai bagai-
mana hubungan remaja masa kini dengan budaya lokal, diper-
oleh jawaban cukup mengejutkan. Sebanyak 48,3% menganggap
hubungan tersebut buruk, 20,7% sangat buruk, 27,6% baik, dan
3,4% menjawab lainnya. Di sini dapat diketahui bahwa tidak
ada seorang pun yang memilih jawaban ‘sangat baik’. Inilah ke-
adaan hubungan remaja kini dengan budaya lokal yang terbilang
‘buruk’.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengatasi masalah-


masalah ini, ada baiknya jika kita menyadari dan menyadarkan
orang-orang di sekitar kita akan pentingnya sebuah aksi dan apre-
siasi dalam pelestarian budaya lokal. Penanaman nilai nasionalisme
dan pengaplikasian budaya di sekolah juga sangat dibutuhkan
dan harus selalu ditingkatkan. Kita percaya bahwa tidak semua
pengaruh kemajuan dan perubahan globalisasi itu buruk, tetapi
tinggal bagaimana kita menyaringnya. Kita juga percaya bahwa
tidak semua remaja masa kini melunturkan budaya, tetapi banyak
pula yang sedang menjalankan kewajibannya untuk bangsa,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 61


kewajiban melestarikan budaya di setiap daerahnya. Tidak
hanya sekadar melestarikan, tetapi juga menguasai dan mencintai
berbagai kebudayaan tersebut, budaya Indonesia. ***

“Kalau mereka tidak berakar pada tradisi mereka sendiri, mereka


tak akan mampu menghargai kebudayaan orang lain.”
— Barack Obama

Daftar Bacaan
http://www.spengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-
menurut-para-ahli-lengkap.html
http://paristadp.blogspot.co.id/2015/06/pengaruh-globalisasi-
terhadap-budaya.html
http://topfamousquotes.com/quotes-about-budaya/
h t tps : / / d oc s . goo gle . c om / f o rm s / d / 1 5 m GL jR J tP yx b v
VXAAJxBPy2ejlRllDrKlYgMuyolMy0/edit#responses
http://estetika-indonesia.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-
kebudayaan-menurut-menurut.html
http://harritsrizqi.blogspot.co.id/2015/03/indonesia-negeri-
ragam-intan-budaya.html

Calysta Indira Premorga Wanitatama. Lahir di Yog-


yakarta, 31 Desember 2000. Siswa SMA Negeri 2
Yogyakarta ini memiliki hobi membaca, menulis,
menggambar, menari, dan bermain musik. Berbagai
prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara III
Lomba Penulisan Cerpen Tingkat Kota Yogyakarta,
Juara Harapan II Raja dan Ratu Buku 2011, dan
Juara Harapan II FLS2N Cerpen Tingkat Kabupaten.
Alamat rumah: Griya Saka Permai A-15, Plumbon,
Ngaglik, Sleman. Ponsel: 085290367111;
0895388528835.

62 Yogyakarta dalam Perubahan


Kata dan Remaja
Damar Abhinawa
SMA Negeri 3 Yogyakarta
abinawa007@gmail.com

Kata merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari ke-


hidupan. Kalimat yang sesuai dengan kaidah kebahasaan dan
dengan pemilihan kata yang tepat akan memudahkan seseorang
menyampaikan maksudnya. Lawakan seorang komedian, tugas
laporan kimia, ungkapan cinta remaja memerlukan wawasan
kebahasaan yang bagus dan diksi yang luas untuk mendapatkan
hasil yang terbaik. Dengan penyusunan kalimat yang indah dan
baik, penonton paham pesan yang dimaksud si komedian sehing-
ga mereka tertawa. Guru memberikan nilai lebih baik kepada si
murid. Pujaan hati si remaja kasmaran itu pun akan terpikat pada-
nya.
Hal ini dapat terjadi karena mereka yang luas kosakatanya
memiliki kemampuan untuk memilih kata yang tepat dalam
menyampaikan pesannya. Pesan itu pun dapat tersampaikan
dengan benar dan tidak ambigu. Pemilihan kosakata yang indah
juga membuat penerima semakin tertarik. Sebaliknya, mereka
yang miskin kosakata akan kesulitan dalam menyampaikan mak-
sud yang ingin disampaikan, dan penerima akan merasa cepat
bosan.
Kurangnya wawasan kosakata dan kaidah kebahasaan men-
jadikan warga Indonesia kesulitan mengungkapkan isi hatinya.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 63


Padahal komunikasi merupakan hal penting untuk manusia yang
membutuhkan orang lain. Komunikasi yang rusak karena wa-
wasan yang kurang menimbulkan kesalahpahaman yang ber-
ujung banyak permasalahan. Tulisan yang salah dalam kaidah
dan kurang diksi menyebabkan pembaca tidak bisa memahami
yang dimaksudkan penulis. Oleh karena itu, wawasan kebaha-
saan yang baik sangat diperlukan manusia dalam berkehidupan
di masyarakat.
Dewasa ini, mayoritas remaja masih kurang akan hal ter-
sebut. Dapat kita lihat percakapan dan komentar di media-media
sosial atau ulasan perangkat lunak di pasar online. Tulisan-tulisan
yang dibuat terlihat sangat tidak tepat dan sulit untuk menang-
kap pesan yang ingin disampaikan. Remaja saat ini bila disuruh
untuk bertanya dan memberikan tanggapan juga sulit. Hal ini
disebabkan antara lain kurangnya kepercayaan diri akan tanggap-
an yang hendak diucapkan karena takut salah dalam berbicara.
Mengapa hal ini terjadi?
Tengoklah para remaja ketika sedang menunggu sesuatu.
Hal pertama yang terlihat pastilah kepala yang menunduk ke
bawah dan memegang batang besi bersinar dan yang dilakukan
kebanyakan kegiatan yang tidak butuh berpikir. Apabila seluruh
besi bersinar itu diberikan aplikasi pengukur berapa lama waktu
yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut, hasilnya bisa melebihi
empat jam. Beberapa teman sesama remaja pun ada yang lebih
dari tujuh jam. Itu sama saja dengan waktu yang kita gunakan
untuk hidup di dunia nyata hanyalah sepertiganya, karena seper-
tiga untuk tidur dan sepertiga lagi untuk membuka handphone.
Tentu ini menyebabkan kurangnya waktu kita untuk membaca.
Padahal, membaca adalah cara terpopuler dalam menuntut ilmu.
Hal itu sama saja dengan selain kewajiban belajar kita tidak
terpenuhi, wawasan kosakata kita juga tidak akan bertambah.
Memang, handphone berisi banyak tulisan yang dapat me-
nambah wawasan. Namun, bila kita tilik secara seksama, perban-

64 Yogyakarta dalam Perubahan


dingan aplikasi literasi digital dengan kegiatan lain akan lebih
sedikit. Buku tetap merupakan sumber ilmu yang paling efisien.
Meskipun tidak sepraktis handphone, dengan membaca buku kita
akan lebih terfokus dan mendapat suasana yang lebih nyaman.
Selain pengaruh teknologi, penyebab utama kurangnya
wawasan kebahasaan adalah generasi terdahulu yang belum giat
menggalakkan program literasi. Secara teknis, sudah ada rencana
untuk meningkatkan minat baca siswa. Namun, rencana ini belum
terlaksana dengan baik. Waktu yang seharusnya digunakan
untuk kegiatan literasi belum dimanfaatkan dengan benar oleh
kaum muda atau remaja. Akibatnya, kaum muda kekurangan
kesadaran untuk membaca. Hal itu membuahkan miskinnya
kosakata pada remaja.
Pada dasarnya, proses perluasan wawasan kosakata pada
manusia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap kanak-kanak,
tahap remaja, dan tahap dewasa.
Perluasan kosakata pada masa kanak-kanak masih berlang-
sung lambat. Hal ini disebabkan masih adanya perkembangan
fisik dan psikologi pada anak kecil sehingga menghambat mereka
dalam memperluas kosakata. Selain itu, anak-anak hanya belajar
kata baru melalui apa yang diajarkan dan dikatakan oleh orang
tuanya. Mereka masih belum bisa mencerna kata-kata baru dari
orang yang kurang dikenalnya. Anak-anak juga yang belum bisa
membaca sehingga penambahan kosakata yang mayoritas dari
membaca belum mereka dapatkan.
Pada tahap remaja, seorang anak sudah mendapatkan banyak
sumber untuk perluasan kosakata. Selain dari apa yang diajarkan
dan didengar orang tua, remaja bisa belajar dari proses belajarnya
di sekolah dan mengenali lingkungan sekitar. Secara psikologis,
masa remaja paling efisien dalam memperluas kosakata. Remaja
dapat memperluas wawasan kosakatanya dari hal-hal tersebut.
Penambahan kosakata tersebut menyebabkan mereka bisa men-
diskusikan bermacam masalah dan perihal yang belum mereka

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 65


pahami sebelumnya. Penambahan kosakata berarti perluasan
ilmu kita juga. Karena, semakin luas wawasan kosakata akan
semakin banyak hal yang bisa dipelajari. Namun, unsur yang
paling efektif dalam proses penambahan kosakata ini justru
belum disebutkan. Unsur terpenting itu adalah membaca.
Mengapa lagi-lagi membaca dianakemaskan? Jika kita ber-
pikir secara sederhana, jumlah kata yang kita dapatkan dari men-
dengar dan membaca dalam satu menit itu berbeda. Tentu lebih
banyak kita dapatkan dari membaca. Selain itu membaca bisa
kita lakukan di banyak tempat dan banyak waktu. Lain halnya
dengan mendengarkan atau mengamati lingkungan sekitar yang
hanya bisa kita dapatkan di beberapa waktu saja. Maka dari itu,
hilangnya kegiatan membaca pada remaja sama dengan hilangnya
wawasan kebahasaan dan kosakata. Oleh karena itu, membaca
merupakan kegiatan sangat penting bagi remaja.
Pada tahap dewasa, manusia mulai mendapatkan kepercaya-
an dari masyarakat sehingga secara otomatis interaksi sosial me-
reka meluas. Proses penambahan kosakata ini berlangsung lebih
intensif karena manusia akan lebih banyak beraktivitas dengan
kata-kata. Namun, secara psikologis daya menyerap informasi
pada masa dewasa lebih lemah dibandingkan sebelum-sebelum-
nya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masa
remaja merupakan waktu paling efektif dalam mengembangkan
wawasan kosakata. Membaca adalah kegiatan terpenting untuk
membantu proses tersebut. Oleh karena itu, remaja perlu me-
ningkatkan minat bacanya supaya dipermudah dalam setiap
kegiatan yang berhubungan dengan kata. Ada beberapa kegiatan
penting yang berperan dalam penambahan kosakata.
Pertama, dari kegiatan belajar. Kita yang sejak kecil sudah
mengenyam pendidikan mulai dari bangku SD pastilah selalu
menemukan mata pelajaran bahasa Indonesia. Ada beberapa
orang yang menganggap remeh pelajaran ini. Padahal mulai dari

66 Yogyakarta dalam Perubahan


sinilah kita bisa mempelajari mata pelajaran yang lain. Dari
pelajaran bahasa Indonesia kita dapat mengetahui kebahasaan,
ilmu-ilmu linguistik, cara menulis dengan baik dan benar, bahkan
mengambil ilmu dari suatu teks.
Kedua, dengan rajin menilik kamus. Dari kamus kita bisa
memahami pengertian dari suatu kata sehingga tepat dalam
menggunakannya. Tentu guru bahasa Indonesia kita sejak seko-
lah dasar selalu menyuruh kita untuk rajin membuka kamus. Me-
mang kamus berperan besar dalam pembelajaran sastra maupun
bahasa.
Ketiga, dengan mengaktifkan kosakata. Tentu ada kata yang
sering digunakan dan jarang digunakan. Ada kata yang cepat
untuk kita cerna dan lambat untuk kita cerna. Ada yang cepat
menimbulkan reaksi dan lambat menimbulkan reaksi. Apabila
kita sering menggunakan kata yang jarang, tentu akan memper-
kaya ingatan kita mengenai kata tersebut dan menambah wa-
wasan pada orang lain juga.
Keempat, memaknai kata sesuai dengan konteks. Konteks
adalah suatu uraian yang mendukung kejelasan makna. Sebagai
contoh, ‘ibu menggunakan sepatu hak tinggi’, ‘buruh menuntut
haknya sebagai manusia’. Kedua kalimat tersebut sama-sama
menggunakan kata ‘hak’. Namun, arti dari keduanya berbeda.
Dengan memahami hal tersebut, pengetahuan kita mengenai
penggunaan kosakata akan lebih berkembang.
Kelima, gunakan teknologi dengan sebaik-baiknya. Adanya
telepon pintar memudahkan kita untuk mencari ilmu penge-
tahuan meski suasana yang terasa tidak sebaik di buku. Namun,
apabila kita dapat menggunakan teknologi dengan baik, kita
bisa mendapatkan banyak sekali hal yang berguna. Jangan sampai
kita yang diperbudak oleh teknologi, gunakanlah sebenar-
benarnya.
Masih banyak hal lain yang bisa membantu kita dalam me-
ngembangkan wawasan kebahasaan. Akan tetapi, tetaplah kita

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 67


kembali pada membaca. Membaca merupakan proses paling
efektif dalam menambah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, kita
sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban untuk
banyak-banyak membaca sebagai bekal untuk hidup kita kelak.
***

Damar Abhinawa. Lahir di Yogyakarta, 15 Januari


2001. Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta ini mempu-
nyai hobi membaca buku dan bermain gadget.
Pernah meraih prestasi sebagai Juara I Lomba Pidato
FLS2N Nasional 2012. Alamat rumah: Griya Irona-
yan Asri, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Ponsel:
082227761345.

68 Yogyakarta dalam Perubahan


Peran Komunitas
bagi Kota Yogyakarta
Dandi Rizki Zulfansyah
SMK Negeri 3 Yogyakarta
dandirizki009@gmail.com

Gemah Ripah Loh Jinawi menggambarkan bahwa Kota Yog-


yakarta mempunyai kesan tenteram dan makmur serta sangat
subur tanahnya. Orangnya yang sopan santun dalam bertutur
kata membuat pendatang dari luar daerah merasa nyaman untuk
singgah. Kota Yogyakarta dikenal dengan kehidupan bersosial-
nya. Namanya saja makhluk sosial sehingga harus hidup saling
menolong. Berkehidupan sosial itu membuat hidup menjadi
akur, guyub, dan rukun dalam bertetangga atau bermasyarakat.
Apakah berkehidupan sosial itu penting? Jelas bahwa hal itu
sangat penting karena melaluinya kita akan mempunyai banyak
teman dan bisa merasakan indahnya hubungan persaudaraan.
Banyak cara yang dilakukan warga masyarakat Yogyakarta untuk
bisa lebih mempererat kehidupan bersosial. Salah satunya ialah
dengan membentuk sebuah komunitas. Seperti diketahui bahwa
Kota Yogyakarta memiliki banyak komunitas.
Dalam esai ini hendak dipaparkan tentang sebuah komu-
nitas. Apakah itu komunitas? Setidaknya ada tiga pengertian
yang telah dijelaskan oleh para ahli. Pertama, komunitas adalah
struktur interaksi sosial yang terdiri atas berbagai dimensi fung-
sional yang ditandai adanya hubungan timbal-balik dan saling
menguntungkan (Soenarno, 2002). Kedua, komunitas adalah ke-
lompok sosial yang mempunyai habitat lingkungan dan ke-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 69


tertarikan yang sama dalam ruang lingkup kepercayaan ataupun
yang lainnya (Wenger, 2002). Ketiga, komunitas adalah kelompok
sosial yang nyata yang terdiri atas individu-individu dengan
berbagai peran dan latar belakang yang mempunyai tujuan
tertentu (Hendro Puspito). Sementara, komunitas mempunyai
beberapa manfaat, yaitu sebagai media penyebaran informasi,
sebagai tempat terbentuknya jalinan atau hubungan, dan sebagai
sarana untuk saling membantu.
Seperti diketahui bahwa di dunia ini terdapat banyak ikatan
komunitas. Tidak kalah dengan negara-negara lain, Indonesia
juga mempunyai banyak ikatan komunitas. Di tiap-tiap daerah
terdapat ikatan komunitas yang berbeda-beda. Komunitas yang
berbeda-beda itu di antaranya ialah (1) komunitas religius, (2)
komunitas seni, (3) komunitas kendaraan, dan (4) komunitas
sosial masyarakat.
Komunitas pertama: komunitas religius. Komunitas religius
adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan atas
motif keagamaan. Dari segi teknis sosiologis sebutan komunitas
tersebut dibenarkan karena fakor teritorial yang merupakan
kriteria penting memang ada. Hanya saja, sebagai pemersatu teri-
torial komunitas itu kurang memainkan peran sehingga diganti
dengan faktor lain yang bersifat religius. Jadi, dasar komunitas
ini bernilai empiris. Macam-macam komunitas religius ini di
antaranya ialah komunitas biarawan/biarawati, komunitas biksu,
dan komunitas pondok pesantren. Tiap-tiap komunitas mempu-
nyai ciri khas yang berbeda, salah satunya ialah mereka menerap-
kan norma-norma agama sesuai dengan kepercayaan mereka
masing-masing.
Komunitas kedua: komunitas seni. Komunitas seni adalah
komunitas tempat berkumpulnya orang-orang yang memiliki
kesamaan minat dalam bidang seni. Komunitas seni biasanya ter-
diri atas kelompok seni rupa, seni musik, seni teater, seni tari,
seni kerajinan tangan, seni berwawasan teknologi, dan sejenis-
nya. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas seni pada umumnya

70 Yogyakarta dalam Perubahan


bertujuan (1) menyiapkan pendidikan yang sejajar, (2) mengem-
bangkan pengetahuan berbagai budaya, (3) memberikan nilai
masyarakat, (4) mengenalkan budaya dalam dunia pendidikan,
dan (5) membantu pendidik dan terdidik mengembangkan per-
spektif multibudaya.
Komunitas ketiga: komunitas kendaraan. Komunitas ini
terbentuk karena mereka (anggota komunitas) memiliki hobi
yang sama. Hobi yang sama itu ialah hobi memiliki kendaraan.
Setiap komunitas kendaraan ini memiliki ciri khas yang berbeda-
beda, dan biasanya dalam setiap komunitas kendaraan ini memi-
liki kendaraan yang sama. Misalkan dalam suatu komunitas ber-
isikan motor hurley semua, motor ninja semua, motor vespa
semua, motor RX-King semua. Tidak hanya komunitas motor,
komunitas mobilpun juga ada.
Komunitas keempat: komunitas sosial masyarakat. Komu-
nitas sosial masyarakat ialah komunitas yang anggotanya memi-
liki kesadaran jenis dan hubungan satu dengan yang lain. Man-
faatnya pun banyak sekali, salah satunya ialah masyarakat me-
rasa lebih terbantu dengan kehadiran komunitas sosial masyara-
kat ini.
Di antara empat komunitas di atas, di Kota Yogyakarta ter-
dapat satu komunitas yang sangat menarik, yaitu komunitas ICJ.
Komunitas ICJ termasuk ke dalam komunitas kendaraan sekali-
gus komunitas sosial masyarakat. Apa itu ICJ? Dalam hal ini ICJ
bukan Ikatan Cowboy Junior, melainkan Info Cegatan Jogja. ICJ
adalah sebuah komunitas yang muncul di media sosial, yaitu di
Facebook dan Instagram. Awalnya komunitas ini hanya berfung-
si sebagai sarana untuk saling bertukar informasi tentang adanya
razia lalu lintas (cegatan). Akan tetapi, pada perkembangannya
kemudian, ICJ juga sebagai sarana membagikan informasi tentang
kecelakaan lalu lintas, berita kehilangan, info-info yang berhu-
bungan dengan tindak kriminal, bahkan juga untuk mengenalkan
objek wisata di Kota Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 71


Kehadiran ICJ sebagai sebuah komunitas memang sudah
sepantasnya diapresiasi oleh para pengguna jalan. Sebab, dengan
adanya organisasi ICJ ini, para pengendara motor bisa tahu
keadaan lalu lintas dengan berbagai permasalahannya di jalanan
Kota Yogyakarta. Dengan adanya ICJ kita juga bisa lebih update
tentang info-info yang berhubungan dengan tindak kriminal.
Jika ada suatu kejadian yang berhubungan dengan tindak krimi-
nal, biasanya ICJ segera memosting gambar atau video di facebook
atau instagram sehingga berita itu cepat menyebar. Maksud dari
semua itu ialah agar anggota komunitas lebih berhati-hati.
Tidak hanya itu, bagi orang yang kehilangan sesuatu juga
merasa terbantu dengan adanya komunitas ICJ. Misalnya kita
kehilangan dompet. Kita tinggal menghubungi member ICJ, orga-
nisasi ICJ akan langsung memosting di facebook atau instagram.
Bagi para pengunjung dari luar Kota Yogyakarta yang ingin
menikmati objek wisata di Yogyakarta juga tidak perlu khawatir.
Sebab, hanya dengan melihat postingan di ICJ mereka bisa me-
lihat letak-letak dan keindahan destinasi tempat wisata di Yogya-
karta. Komunitas ICJ juga bermanfaat bagi pihak kepolisian. Sebab,
komunitas ini sering membagikan info-info penting yang bisa
membantu pihak kepolisian. Jika diperhatikan, dapat dikatakan
bahwa organisasi ICJ memiliki peran yang tidak kalah dengan
NTMC Polri.
Apakah itu NTMC? NTMC adalah singkatan National Traffic
Management Center. NTMC Polri sendiri merupakan bagian atau
subsistem dari Sistem Manajemen Teknologi Kepolisian
(SIMTEKPOL). Seluruh informasi aktual tentang lalu lintas yang
merupakan output dari NTMC dikumpulkan, diolah, dan disam-
paikan kepada pihak yang berkepentingan dan dikoordinasikan
sebagai bahan kendali penanganan masalah. Hal ini sesuai de-
ngan apa yang ditegaskan pada pasal 247 ayat 3 UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa Korps Lalu
Lintas Polri adalah Pembina, Pengelola, dan Penanggung Jawab
dari Pusat Kendali Sistem Informasi dan Komunikasi, Lalu Lintas,
dan Angkutan Jalan secara Nasional.

72 Yogyakarta dalam Perubahan


Kehadiran NTMC merupakan salah satu wujud Reformasi
Birokrasi Polri dalam hal pelayanan kepada masyarakat yang
memungkinkan personel polantas dapat bekerja secara trans-
paran, cepat, dan akurat dalam merespons (quick respon) setiap
permasalahan yang ada di lapangan. NTMC merupakan bagian
tak terpisahkan dari upaya mewujudkan keamanan, keselamat-
an, ketertiban, dan kelancaran (kamseltibcar) lalu lintas.
Barangkali kita heran, kenapa komunitas ICJ berani bersaing
dengan NTMC Polri? Tentu saja kata “bersaing” ini tidak dalam
pengertian negatif, tetapi yang positif. Berdasarkan hasil penelu-
suran diketahui bahwa ternyata ada beberapa alasan kenapa
komunitas ICJ berani bersaing dengan NTMC Polri. Pertama,
pendiri ICJ selalu mengingatkan membernya untuk selalu taat
dalam berlalu lintas. Kedua, member ICJ punya kebiasaan ber-
tegur sapa ketika berada di jalan. Dengan bertegur sapa kita
terkadang tak sadar bahwa saling menyapa adalah salah satu
bentuk kehidupan bersosialisasi. Ketiga, ICJ itu cinta damai.
Keempat, tugas NTMC Polri bisa sedikit terbantu dengan adanya
ICJ. Ini bisa terjadi karena member ICJ selalu berbagi informasi
tentang lakalantas atau tindak kriminal. Terakhir, komunitas
ICJ juga membuka posko lalu lintas selama terjadi peristiwa
mudik lebaran.
Dalam kaitan dengan hal terakhir, sebagai wujud partisipasi
menjaga kelancaran berlalu-lintas, komunitas ICJ membuka pos-
ko di dua titik perbatasan Jawa Tengah dan DIY, tepatnya di depan
Candi Prambanan dan di Jalan Wates Km 7, Balecatur, Gamping,
Sleman. Menurut Antok, ketua ICJ, tujuan didirikannya posko
ini didasari oleh keinginan anggota untuk memantau situasi dan
kondisi arus lalu lintas.
Dari paparan di atas akhirnya dapat dikatakan bahwa suatu
komunitas, salah satunya adalah komunitas ICJ di Yogyakarta,
memiliki peran penting bagi kebaikan bersama. Oleh karena itu,
kita harus bisa menghargai, mengapresiasi, dan bangga padanya.
Kita akan lebih berbangga jika kehadiran komunitas seperti ICJ

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 73


ini disambut baik oleh daerah-daerah lain. Hanya saja, agar ko-
munitas ICJ lebih memiliki peran yang besar lagi, sebaiknya tidak
hanya membernya saja yang berperan aktif, tetapi juga seluruh
anggota, bahkan juga seluruh warga yang tinggal di Yoyakarta.
Harapannya adalah agar Kota Yogyakarta semakin tenteram,
makmur, dan predikat sebagai kota yang istimewa segera menjadi
kenyataan. ***

Daftar Bacaan
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-
komunitas-dan-contohnya/.
http://febrifikunipdu.blogspot.co.id/2016/06/komunitas-
sosial.html.
https://prezi.com/8z947ucqw6zs/manajemen-komunitas-seni/.
https://anomsanurianita.wordpress.com/macam-macam-seni/.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial.
http://ngadem.com/7-alasan-kenapa-info-cegatan-jogja-icj-
berani-bersaing-dengan-ntmc-polri/.
https://id.wikipedia.org/wiki/NTMC_Polri.

Dandi Rizki Zulfansyah. Lahir di Sumut, 11 Juli


2000. Siswa SMK Negeri 3 Yogyakarta ini mempu-
nyai hobi olahraga sepak bola. Alamat rumah:
Pakuningratan, JT 2/33, Rt 09, RW 02, Yogyakarta.
Ponsel: 085743295351.

74 Yogyakarta dalam Perubahan


Puisi Remaja:
Haruskah Bertema Cinta?
Daniel Ariyanto W.W.
SMA Budya Wacana Yogyakarta
daniel.ariyantoww@gmail.com

Dalam dunia sastra, puisi adalah karya sastra yang penulis-


annya didasari oleh perasaan sang penyair, entah itu rasa senang,
sedih, kecewa, dan lain-lain. Hal itu dapat pula berupa pendes-
kripsian benda, suatu kejadian, atau hal yang lain yang semua itu
sifatnya imajinatif. Pada kalangan remaja, puisi kerap digunakan
untuk menyatakan cinta pada pasangannya, atau untuk
menggambarkan perasaan hati yang sedang dialami. Karena itu,
para remaja, kalau menulis puisi cenderung memilih tema cinta.
Sebenarnya banyak sekali tema yang dapat diambil untuk
keperluan penulisan puisi. Misalnya saja tema yang berkaitan
dengan masalah agama, pendidikan, orang tua, sosial, kepahla-
wanan, budaya, dan sebagainya. Namun, yang menjadi pertanyaan,
mengapa remaja selalu memilih tema cinta ketika menulis puisi?
Padahal, bisa saja mereka memilih tema lain di luar tema cinta seperti
yang telah disebutkan. Akan tetapi, hal itu mungkin wajar karena
masa remaja adalah masa ketika mereka sedang memahami arti
cinta atau masa yang sering dilanda cinta.
Lalu apa hubungan puisi dengan remaja? Sebelum menjawab
pertanyaan itu ada baiknya tahu lebih dahulu siapa yang boleh
dikategorikan sebagai remaja. Usia remaja adalah masa peralihan
manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang usianya 11

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 75


sampai 21 tahun. Pada masa ini manusia tidak dapat disebut dewasa
tetapi tidak pula disebut anak-anak.
Pada umumnya, para remaja, terutama remaja yang menyukai
karya sastra, sering mengekspresikan dirinya dengan meng-
ungkapkannya ke dalam bentuk puisi. Kadang-kadang mereka
hanya sekedar iseng-iseng, tetapi kemudian menjadi kecanduan.
Dan tampak dari penjiwaannya, majas-majas yang digunakannya,
atau suasana yang digambarkannya, puisi-puisi yang ditulisnya
mengarah kepada puisi yang berisi mengenai cinta.
Pada dasarnya, cinta yang dialami remaja adalah cinta monyet.
Perasan yang timbul di hatinya seringkali hanya sesaat atau dapat
disebut perasaan malu-malu. Wajar saja hal ini terjadi karena pada
masa ini remaja baru pertama kali merasa suka terhadap lawan
jenis. Dan dalam keadaan seperti inilah para remaja, khususnya
remaja yang suka menulis puisi, sering menulis puisi yang
bertemakan cinta. Ada beberapa pandangan mengapa remaja
menyukai menulis puisi yang bertemakan cinta.
Pertama, karena mudah menulisnya. Memang, masa remaja
adalah masa yang sedang larut-larutnya dalam jatuh cinta. Kare-
nanya, jika disuruh menulis puisi, pasti mereka akan mengarah
pada cinta dengan alasan mudah menulisnya. Mengapa mudah
menulisnya? Karena, memang itu sesuai dengan keadaan dan
perasaannya sebagai remaja.
Kedua, untuk menyalurkan perasaan yang mereka alami. Jadi,
ketika remaja seusia SMP, misalnya, disuruh membuat puisi, pasti
ia akan mengambil tema cinta. Karena, seorang remaja SMP akan
berpikiran bahwa puisi yang ditulisnya mewakili perasaan yang ia
alami. Entah si remaja SMP itu sedang galau ataupun sedang
gembira karena cintanya diterima.
Ketiga, karena asyik. Ada beberapa remaja SMP yang ketika
ditanya mengapa lebih memilih membuat puisi bertema cinta,
jawaban mereka adalah karena asyik saja. Mereka berpikir, jika
membuat puisi tentang cinta, ibaratnya seperti membahas berita
terkini atau seperti sedang membahas hal-hal yang mereka sukai.

76 Yogyakarta dalam Perubahan


Keempat, karena mereka ingin belajar banyak tentang cinta.
Jadi, dengan mereka membuat puisi bertema cinta, hal itu berasal
dari peraaan mereka sendiri. Ketika suatu saat mereka membaca
puisi itu kembali, mereka akan merasa flashback, belajar dari
pengalaman cinta (monyet) mereka.
Lalu apa dampaknya jika remaja hanya menulis puisi bertema
cinta? Apa akibat jika remaja hanya berkutat pada cinta ketika
menulis puisi?
Pertama, ide yang dihasilkan hanya itu-itu saja. Karena sering
menulis puisi cinta, akibatnya kejadian yang dijabarkan hanya
memutar seperti roda, hanya pada hal-hal cinta itu saja, kata-kata
yang dipilih juga hanya itu-itu saja. Ini akan berbeda jika tema yang
dipilih adalah sosial atau yang lain. Ide yang dikeluarkan pun dapat
lebih banyak, bervariasi, dan pilihan kata dan bahasanya pun bisa
lebih kaya.
Kedua, membosankan pembaca. Karena tema cinta tidak me-
mungkinkan dilakukan penggunaan bahasa dan kata-kata yang
lebih kaya, hal itu jelas akan membosankan pembaca. Karena itu,
jika ingin pembacanya tidak bosan, remaja yang suka menulis puisi
diharapkan tidak hanya menulis puisi cinta, tetapi juga puisi yang
bertema lain. Kalaupun masih ingin menulis puisi cinta, mestinya
tidak hanya itu-itu saja, tetapi juga yang lebih mengejutkan. Ibarat
ada beberapa pedagang menjajakan es coklat yang sama, jika ingin
laku keras ia harus menemukan terobosan baru. Maka, sebagai
remaja, jika ingin menulis puisi, haruslah puisi yang mampu
menggugah para pembaca agar mau menikmati puisi buatan kita.
Ketiga, kehabisan kata-kata. Ada hal yang lebih parah jika kita
sudah bertekad menulis puisi cinta dengan imajinasi yang luar biasa
dan dengan semangat yang menggebu-gebu, yaitu kehabisan kata-
kata. Kadang semangat sudah ada, imajinasi sudah setinggi langit,
namun kata-kata malah membisu seketika. Hal itu bisa terjadi
karena sudah terlalu banyak kata yang sudah kita gunakan untuk
menulis puisi dengan tema yang sama, yaitu cinta. Itulah mengapa
pengetahuan bahasa yang digunakan harus terus bertambah.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 77


Kata orang puisi itu indah jika dilihat dari bahasa yang di-
gunakannya. Tanpa disadari, saat menulis puisi bertema cinta,
sebenarnya itu memaksakan diri untuk menambah pengetahuan
tentang bahasa, agar kata-kata yang dirangkai terdengar indah
dan menarik. Namun, terkadang bagi para penulis yang penge-
tahuan bahasanya kurang, dapat menjadi beban tersendiri. Kare-
na itu, seorang calon penyair harus mempelajari banyak bahasa.
Jika tidak, habis sudah. Jadi, hasilnya pun akan dinilai kurang.
Mengapa? Karena para pembaca menginginkan gebrakan bahasa
yang indah dan penuh makna.
Keempat, kita (para remaja) terpaku pada penulisan puisi cinta.
Akibat terpaku pada penulisan puisi cinta, kita akan menjadi seperti
diam di tempat, tidak mau mencoba keluar dari zona nyaman kita.
Lalu apa yang harus dilakukan? Cobalah untuk membuat puisi
dengan tema lain. Percaya diri bahwa kita juga dapat membuat
puisi dengan tema kritik sosial atau apa pun. Perbanyaklah
membaca buku. Terutama buku yang berkaitan dengan tema puisi
yang akan kita tulis. Itu akan memperkaya bahasa sastra kita.
Akhirnya, dalam esai pendek ini, saya berharap, janganlah kita
menganggap puisi cinta itu merupakan puisi yang paling mudah
ditulis. Kadang, kita menganggap remeh bahwa puisi A lebih mudah
ketimbang puisi B atau C. Padahal, pada dasarnya semua itu sama,
memiliki kesulitan dan kemudahannya sendiri-sendiri. Karena itu,
mari kita kembangkan kegiatan menulis puisi, tidak hanya puisi
cinta, tetapi juga puisi lain yang bertema lain (sosial, budaya, agama,
ekonomi, dll.) agar sastra kita tidak mati, tetapi tetap bernilai dan
tetap dihargai. ***

Daniel Ariyanto Wahyu Wibowo. Lahir di Sleman,


6 Desember 2000. Siswa SMA Budya Wacana Yogya-
karta ini mempunyai hobi menulis puisi. Pernah me-
raih prestasi sebagai Juara II Puisi Akrostik di Uni-
versitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Alamat rumah:
Perum Nogotirto III, Jalan Dieng 107, Yogyakarta.
Ponsel: 081226357894.

78 Yogyakarta dalam Perubahan


Pendidikan Karakter
Selamatkan Bangsa
Dhea Annisa
SMK Kesehatan Insan MuliaYogyakarta
dhea.annisa0044@yahoo.com

Sebagai salah satu aspek pendidikan karakter, kecerdasan


moral merupakan kunci utama dan menjadi modal untuk ber-
sosial di masyarakat. Di samping itu, kecerdasaran moral juga
menjadi modal untuk bersaing di era global. Jelas bahwa kecer-
dasan moral berperan penting dalam memajukan peradaban
bangsa karena kecerdasan itu bersifat menjunjung tinggi inte-
gritas nilai dan kemanusiaan.
Pendidikan bermutu sangat dibutuhkan oleh generasi pene-
rus bangsa. Pendidikan yang baik dan tepat akan menghasilkan
sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan berkualitas bu-
kan hanya terfokus pada kecerdasan akademik, melainkan juga
pada pembentukan watak atau kepribadian. Sebab, kepribadian
sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan yang makin
berat di era global. Jika ditengok sejarahnya, perkembangan
negara maju didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas
secara moral dan karakter yang kuat. Itulah sebabnya, mereka
memiliki pemikiran yang matang dan kritis.
Pembentukan karakter sebaiknya diajarkan kepada anak sedari
kecil. Sebab, masa anak-anak adalah masa ketika mereka lebih
suka meniru setiap keadaan di lingkungan sekitar, dan mereka
lebih mudah menangkap dan mengikuti segala hal yang mereka
hadapi. Pada gilirannya, ketika masa remaja tiba, mereka akan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 79


lebih mudah dalam menguatkan pola pikir dan kepribadian
sehingga tidak bersikap labil. Dengan begitu, mereka akan lebih
terarah dalam bersosialisasi, bergaul, dan mencari jati diri me-
reka yang sesungguhnya.
Seperti diketahui bahwa karakter memiliki cakupan arti yang
luas, yakni sebagai pola pikir, perilaku, dan kepribadian baik yang
berasal dari keturunan maupun dari lingkungan sosial. Semen-
tara, pendidikan karakter mempunyai arti yang hampir sama,
yakni pendidikan yang menekankan atau mengacu pada proses
pembentukan kepribadian, moral, dan akhlak yang kuat pada
peserta didik. Pendidikan karakter berperan sangat penting da-
lam dunia pendidikan di negeri ini. Sebab, keadaan negera
Indonesia saat ini sedang mengalami krisis akibat peningkatan
jumlah kriminalitas dan bertumbuhsuburnya tindak korupsi.
Beberapa contoh itu merupakan realita dari kehidupan bangsa
ini yang harus segera ditindaklanjuti. Karena itu, penanaman
pendidikan moral perlu diutamakan karena hal itu dapat men-
cegah dan menanggulangi hal-hal negatif yang akan terus ber-
kembang.
Pendidikan karakter telah ditekankan dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menteri
Pendidikan telah memberlakukan Kurikulum 2013 yang memuat
tentang penerapan pendidikan karakter dan membentuk budi
pekerti peserta didik. Dalam kebijakan budi pekerti ini yang
ditekankan adalah peserta didik memiliki sikap jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
bertanggung jawab.
Walaupun pendidikan karakter telah diberlakukan sebagai
kebijakan utama pemerintah, terbukti masih banyak sekolah
yang kurang mengapresiasi dan tidak berperan aktif di dalam-
nya. Hal tersebut sungguh memprihatinkan ketika moralitas
tidak lagi dipedulikan dan lebih mengedepankan kecerdasan

80 Yogyakarta dalam Perubahan


intelektual. Permasalahan tersebut merupakan persoalan yang
penting bagi bangsa ini karena hanya pendidikan karakterlah
yang akan mampu menyelamatkan dan memajukan negeri.
Pendidikan karakter bukan serta-merta hanya menjadi tang-
gung jawab sekolah dan pemerintah, melainkan juga menjadi
tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pihak keluarga me-
rupakan pondasi awal yang kuat dalam menentukan langkah
anak karena keluarga merupakan media utama bagi seorang
anak. Dalam konteks ini pemberian bimbingan mengenai akhlak
dan agama sangat dibutuhkan sebagai benteng bagi anak. Ketika
seseorang telah mendapat bimbingan moral dan agama sedari
kecil, mereka akan cenderung terbiasa dan turut menerapkannya
dalam bersosial yang lebih luas. Ironinya, saat ini masih banyak
orang tua yang tidak memberikan pendidikan moral dan agama
pada anak akibat sibuk dengan urusan pekerjaan; dan mereka
lebih memilih untuk menitipkan anak kepada pengasuh.
Pembentukan karakter anak di sekolah bukan hanya dapat
dilakukan dengan memberikan pengarahan dan bimbingan saja,
melainkan juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh atau
teladan. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih banyak tenaga
pendidik di negara ini yang tidak mampu menjadi contoh. Pada-
hal, mestinya seorang guru dapat menerapkan pesan singkat
Bapak Pendidikan Nasional (Ki Hadjar Dewantara) yang bunyi-
nya: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri
handayani. Artinya, seorang pendidik berada di depan harus
memberi teladan, berada di tengah harus membangun keinginan,
dan berada di belakang harus memberi semangat atau kekuatan.
Kualitas seorang murid sangatlah ditentukan oleh kualitas
gurunya. Akan tetapi, mengapa masih banyak guru yang kurang
memahami makna profesinya? Dikatakan demikian karena pada
kenyataannya masih banyak guru yang berpenampilan tidak
senonoh atau melakukan tindak korupsi, entah korupsi waktu
atau korupsi keuangan. Akibatnya, yang terjadi adalah muncul-
nya berbagai kasus yang memprihatinkan. Tentu saja, contoh-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 81


contoh ini tidak pantas dilakukan oleh tenaga pendidik. Selain
itu, peran masyarakat juga sangat diperlukan sebagai tindakan
pengawasan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan pula bahwa
yang terjadi masyarakat justru bersikap membiarkan anak-anak
ketika mereka bersikap tidak santun. Karena tindakan itu dibiar-
kan, akibatnya anak-anak merasa bahwa tindakannya itu sudah
benar.
Pemberlakuan kebijakan tentang pendidikan karakter di se-
kolah tentu ada tujuan dan maksudnya. Antara lain ialah untuk
mengatasi terjadinya kenakalan remaja yang saat ini sedang ma-
rak, di samping untuk membentuk sumber daya yang berkualitas
dan berkarakter. Kenakalan remaja telah meresahkan masyarakat
karena sering berubah menjadi tindak kriminal. Ironinya, pelaku
kriminal itu masih bersatus pelajar. Dalam persoalan itu memang
terdapat banyak faktor yang melatarbelakanginya. Akan tetapi,
apa pun faktor penyebabnya, kenakalan remaja dapat dicegah
dengan membentuk pribadi yang berkarakter. Kasus kriminal
remaja yang kerap ditemui adalah: peristiwa tawuran, pergaulan
bebas, dan masih banyak lagi lainnya. Ketidakhadiran pribadi
yang baik dan bertanggung jawab dalam diri remaja juga terlihat
dalam beberapa kasus di sekolah. Misalnya, kasus bullying antar-
siswa, menyontek saat ujian, ketidakdisiplinan, dan lain-lain.
Ketika hal tersebut terjadi, siapakah yang pantas disalahkan?
Apakah pihak keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, atau-
kah individu yang melenceng dari norma hukum dan agama? Tentu
tidak ada yang dapat disalahkan karena hal tersebut merupakan
kelalaian dari semua pihak.
Pada akhirnya pengawasan dan pengarahan kepribadian
remaja harus diperhatikan lebih jauh agar mereka tidak mudah
terjerumus ke hal-hal negatif. Terlebih lagi dengan perkembang-
an dan kemajuan teknologi informasi saat ini dapat menjadikan
sebuah persoalan yang lebih serius dalam membentuk serta
mengarahkan kepribadian remaja. Ketika keluarga, sekolah, dan
masyarakat lalai melakukan pengawasan terhadap mereka, tentu

82 Yogyakarta dalam Perubahan


hal itu akan menimbulkan dampak negatif. Ketika seseorang
tidak bijak dalam menggunakan teknologi atau media sosial
lainnya, tentu mereka akan dengan mudah terjerumus ke hal-
hal yang negatif.
Mengapa demikian? Karena di media itu banyak konten
yang mengandung pornografi. Konten seperti itu sekarang tak
dapat dihindarkan lagi sehingga sebagian generasi muda kita
terjerumus ke dalam pergaulan bebas akibat tontonan yang sama
sekali tidak mendidik itu. Hal tersebut terbukti dengan marak-
nya kehamilan pranikah dengan status pelajar. Sungguh mempri-
hatinkan memang, ketika pergaulan bebas sudah menjadi hal
yang wajar. Akan dibawa ke mana negara ini jika sumber daya
manusia tidak berkarakter dan tidak berkualitas? Akankah nega-
ra ini selalu berada di belakang dan selamanya menjadi negara
berkembang?
Sebagaimana diketahui bahwa pembentukan karakter peser-
ta didik dapat dilakukan dengan cara, antara lain, menekankan
pendidikan agama dan toleransi sesama manusia, melatih bekerja
sama dan bekerja keras, memasang slogan di sekolah mengenai
budi pekerti dan tindakan karakter, mengadakan acara kesenian
guna melatih dan menuangkan kreativitas, memberikan peng-
hargaan kepada siswa baik yang cerdas secara akademik maupun
yang disiplin dan kreatif. Selain itu, juga memberikan contoh
untuk menjadi orang yang berjiwa dan berkarakter kuat, meng-
adakan kegiatan positif yang bermanfaat guna mencegah terjadi-
nya kenakalan remaja, dan memberikan sanksi yang tegas bagi
siswa yang tidak mematuhi aturan sekolah. Cara-cara itulah yang
hendaknya diterapkan di setiap sekolah sehingga para siswa
bisa menjadi lebih terarah dalam membentuk dan menguatkan
karakter mereka.
Akhirnya, pendidikan karakter akan tercapai apabila men-
dapat dukungan dari semua pihak, tidak hanya dari pihak seko-
lah tetapi juga keluarga dan masyarakat. Sementara itu, pendidik-
an karakter dikatakan berhasil apabila semua tujuannya tercapai.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 83


Tujuannya ialah menjadikan manusia mempunyai karakter yang
kuat, memiliki kemampuan sosial yang tinggi, mempunyai rasa
empati dan simpati terhadap sesama, memiliki kepribadian yang
baik, dan mampu menjadi manusia unggul yang siap bersaing
di era global. Kalau semua itu telah tercapai, tentu akan selamat-
lah bangsa ini. ***

Dhea Annisa. Lahir di Gunungkidul, 15 Januari 2000.


Siswa SMK Insan Mulia Yogyakarta ini memiliki hobi
menulis. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara
lain, Juara I Lomba Menulis Cerpen (penerbit Ernest),
Juara I Lomba Menulis Artikel 2016, dan Juara I
Lomba KTI Kesehatan Reproduksi 2016. Saat ini ting-
gal di Kost Putri Sahara, Jalan Gambiran, Yogyakarta.
Ponsel: 087846807144.

84 Yogyakarta dalam Perubahan


Menikmati Puisi:
Perlu Kerja Sama Penyair
dan Pembaca
Dina Oktaferia
SMA Negeri 8 Yogyakarta
dinaoktaferia@gmail.com

Diyakini bahwa banyak di antara kita (pembaca) yang menga-


gumi karya-karya puisi Sapardi Djoko Damono. Kenapa? Karena,
kata-kata dan frase yang digunakan dalam puisinya sangat tepat
dan tema yang dipilih pun sangat beragam. Ada tiga topik pen-
ting yang ingin dibicarakan di sini, yaitu pertama adalah bentuk
dan isi puisi itu sendiri; kedua adalah tema yang sering dipilih
penyair; dan ketiga adalah pembaca.
Meski di dalam pendidikan formal diajarkan bahwa puisi
adalah karya sastra yang mempunyai unsur imaji (sesuatu yang
dibayangkan dalam pikiran; bayangan), diksi (pilihan kata yang
tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga diper-
oleh efek tertentu), bait (satu kesatuan dalam puisi yang terdiri
atas beberapa baris, seperti pantun yang terdiri atas empat baris),
rima (bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata
dalam larik), bait (persamaam bunyi dalam puisi), dan sebagai-
nya, pada realitanya puisi yang beredar di kalangan luas tidak
selalu seperti itu. Pengertian puisi menjadi sangat relatif dan
aturan sudah tidak lagi menjadi masalah selama si penyair mam-
pu mengguggah perasaan pembaca. Tentu saja ini adalah hal
yang baik karena penyair dapat menuangkan imajinasinya meng-
gunakan kata sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tetapi,
apakah unsur sastranya menjadi berkurang?

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 85


Sekarang banyak ditemukan puisi-puisi yang ditulis oleh
penyair luar negeri yang menuai kritik pedas dari para pembaca.
Ambil contoh salah satu puisi karangan Amanda Lovelace di
bukunya yang berjudul ‘The Princess Saves Herself From This One’:

“i hope you
treat her better
than you
ever
treated me.
- you can have my forgiveness, but you can’t have me.”

Mungkin puisi di atas dapat menggelitik beberapa pembaca,


mungkin beberapa orang akan menganggap bahwa puisi di atas
sangat akurat dan relevan terhadap perasaan kekasih yang baru
mengakhiri hubungannya. Itu tidak masalah. Setiap pembaca mem-
punyai opini masing-masing, termasuk pembaca yang mempunyai
kritik untuk puisi di atas. Termasuk saya. Saya sedikit heran
apakah si penyair terinspirasi oleh kutipan-kutipan emosional
yang bersliweran di Tumblr atau dia benar-benar berniat untuk
membuat puisi? Apakah ini yang bisa ditawarkan untuk sastra
masa kini?
Tentu ada alasan mengapa saya memberi komentar demi-
kian. Saya rasa puisi tersebut terlalu sempit dan tidak memberi-
kan pembaca ruang untuk berimajinasi mengenai pesan yang ingin
disampaikan penyairnya. Pemenggalan katanya juga terlihat
tidak cocok sehingga terkesan memaksa. Puisi ini terkesan seperti
salah satu bentuk kutipan yang sering terlihat di media sosial
dan penyair memutuskan untuk berkata “Wah, mengapa tidak
kumasukkan ke buku antologiku saja?” karena bagaimanapun
juga, penyair tahu bagaimana cara memanipulasi perasaan pem-
baca dengan cara yang mudah.
Bentuk puisi yang kian menyusut dan terkesan ogah-ogahan
—terlepas dari fakta unik bahwa tulisan Ikranagara yang hanya

86 Yogyakarta dalam Perubahan


berisi kata “Belum” dalam puisinya yang berjudul “Merdeka”
pernah dimuat di rubik puisi (Horison, Juni 1998) beberapa tahun
silam dan sukses mengguggah perasaan bangsa Indonesia kala
itu— membuat saya pribadi sangsi setiap ingin membaca puisi
yang baru diterbitkan.
Memasuki topik yang kedua adalah mengenai tema. Tidak
dapat dipungkiri bahwa tema yang paling sering diangkat di
sebuah antalogi adalah mengenai percintaan. Jika puisi penyair
luar negeri, Lang Leav, dibandingkan dengan politikus Indone-
sia, Rieke Diah Pitaloka, akan terlihat perbedaan yang mencolok.
Bisa saja salah satu faktornya karena Rieke adalah seorang
politikus dan ia lebih berpengalaman dalam bidangnya sehingga
ia dapat menyajikan berbagai puisi yang menyerempet topik
mengenai politik yang ditulis di bukunya, ‘Ups’. Sedangkan Lang
Leav, meski puisi karyanya cukup menawan dan segar, ‘Love
and Misadventures’, ‘Lullaby’, dan ‘The Universe of Us’ selalu
mengangkat topik percintaan yang membuat beberapa pengulas
di Goodreads bosan.
Di lain sisi, ada penulis yang berani dengan mengangkat
tema feminisme dan rasisme di puisi-puisinya. Bisa kita sebut
beberapa nama, seperti Rupi Kaur, bahkan Rieke sendiri di
zamannya. Penulis yang masih pemula dan belum menerbitkan
bukunya juga sangat gamblang dalam mendeskripsikan hal ini.
Wattpad dipenuhi puisi mengenai gangguan mental, kekerasan
pada anak, sindiran pada pimpinan, dan hal lainnya. Terkadang,
justru inilah yang membuat saya bingung, mengapa dengan
banyaknya potensi penulis di media, justru mereka tidak men-
dapat apresiasi yang cukup?
Mengapa tema percintaan begitu mengguggah dan menarik
perhatian? Apa karena kaum muda sekarang memprioritaskan
suatu hubungan lebih daripada pandangan mereka terhadap
permasalahan sosial? Apakah karena sekarang sudah muncul
LGBT dan buku-buku yang menceritakan bahwa seorang
penderita penyakit gangguan mental dapat disembuhkan karena

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 87


kekuatan cinta? Topik mengenai pertemuan, tahap menjalin
hubungan, dan perpisahan tidak lagi realistis di beberapa tulisan.
Tanpa bermaksud menggeneralisasi, setiap penulis harus lebih
berani untuk menantang diri mereka masing-masing untuk keluar
dari zona nyaman mereka. Mereka harus dapat mengangkat
topik yang sekiranya tidak manipulatif, tidak mengandung unsur
kebohongan, dan dapat diserap oleh pembaca yang penasaran
dengan mudah meski puisi mereka tentu bersifat subjektif.
Ambillah contoh salah satu puisi Sapardi berjudul “Perahu
Kertas”:

“Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas


dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang


lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,


“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”

Meski puisi di atas berbentuk prosa dan tidak mempunyai


rima yang jelas, makna puisi tersebut dapat tertangkap. Puisi ini
mempunyai unsur ketuhanan yang kuat, unsur moral, dan unsur
kebaikan hati. Tentu bukan jenis puisi yang kerap berseliweran
di halaman-halaman Tumblr yang terlalu emosional. (Bukan
berarti Tumblr adalah situs yang buruk, hanya saja, banyak orang
yang mempunyai apresiasi sastra tinggi menggunakan Tumblr
sebagai sarana penyampaian ide. Dari sana, banyak plagiarisme
yang terjadi karena biasanya di Tumblr, hak cipta tidak seketat
situs Wattpad.)

88 Yogyakarta dalam Perubahan


Topik yang ketiga adalah pembaca itu sendiri. Apakah tuju-
an dari seseorang membaca puisi? Apakah puisi yang sering
dipasang di status-status official account di media sosial hanya
berfungsi sebagai pengaduk-aduk perasaan saja? Pembaca di-
harapkan dengan membaca puisi dapat setidaknya mulai berpikir
kritis. Puisi dengan tema nasionalisme akan membukakan mata
mereka mengenai perjuangan yang belum selesai hingga saat
ini, puisi mengenai krisis ekonomi akan mengingatkan mereka
mengenai Negara Kenya dan anak-anaknya yang menjadi buruh
karena tidak sanggup sekolah, dan puisi mengenai perbedaan
kepercayaan akan mendorong mereka untuk ambil bagian seba-
gai orang-orang dengan pemikiran krusial yang mengubah dunia
menjadi tempat yang lebih baik.
Pemikiran yang terbangun dibutuhkan di zaman sekarang.
Dengan kedua pihak, baik pembaca maupun penulis, berusaha
menampilkan dan mempelajari topik yang jauh dari kata konser-
vatif, diharapkan dapat saling belajar mengenai fenomena-feno-
mena yang telah terjadi belakangan ini. Pembaca diharapkan
terinspirasi dari puisi yang berbobot dan dapat mengimplemen-
tasikan nilai-nilai kebaikan yang terdapat di dalamnya.
Dalam puisi, penyair mempunyai fleksibilitas tinggi, mereka
dapat berpihak dan dapat mempertahankan posisi netral. Selain
penulis harus pintar-pintar menyusupkan ide-ide kreatif, mereka
harus mempunyai sesuatu yang menarik dan persuasif agar pem-
baca ingin lebih tahu mengenai topik pembahasan. Selain puisi
diciptakan sebagai apresiasi karya sastra, diharapkan pembaca
dapat terdidik karenanya. Pembaca dituntut untuk menjadi sese-
orang yang cerdas, banyak membaca, dan berpengetahuan luas
karena dengan begitu mereka akan dapat menjadi penulis resensi
karya sastra yang baik. Bila pendapatnya termasuk dalam kate-
gori minoritas, di situlah tantangan bagi pembaca untuk men-
jamah secara detail dan mendeskripsikan bagian apa saja yang
dikiranya kurang relevan dan mengapa karya sastra yang dimak-
sud mempunyai nilai lebih rendah dari parameter yang telah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 89


ditetapkan. Namun, dapat dilihat dari beberapa ulasan mengenai
puisi di Goodreads, pembaca akan sangat senang apabila penulis
dapat merepresentasikan keadaannya dalam nuansa yang diingin-
kan secara singkat dan padat. Ini membuat pembaca menjadi malas
untuk mengeksplorasi mengenai kosa kata baru dan maknanya.
Inilah salah satu aspek yang perlu diubah.
Demikianlah beberapa ulasan singkat mengenai karya sastra
di zaman modern ini. Tentu tidak semua puisi makin ke sini
makin memburuk, ada banyak puisi yang berani dan harus
dieksplorasi. Pengarang harus memberanikan diri untuk men-
coba hal-hal baru meski butuh observasi yang cukup lama. Sama
halnya dengan pembaca, mereka ditantang untuk membaca hal
yang baru dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi untuk
dapat mengapresiasi karya puisi dengan cara mereka sendiri.
Jangan sampai keduanya kelelahan untuk menciptakan dan
menikmati karya sastra. ***

Dina Oktaferia. Lahir di Banyumas, 27 Oktober


2000. Siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta ini memiliki
hobi menulis puisi dan membaca novel. Berbagai
prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara II Lom-
ba Short Story Esda-Speech & Writing Competition
FBS,UNY dan Juara I Lomba Menulis Puisi of English
Days 2016: Creative Writing Comp. (Poetry) 2016.
Alamat rumah: Pogung Kidul SIA XVI, RT 06, RW
49, Nomor 9, Sinduadi, Mlati, Sleman. Ponsel:
089637813537; 085213902355.

90 Yogyakarta dalam Perubahan


Pantai Kukup:
Sepetak Surga Tersembunyi
Elvira Apriani D.K.
SMA PIRI 1 Yogyakarta
viaelvira6@gmail.com

Indonesia adalah surga tersembunyi. Bagaimana tidak?


Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai peman-
dangan yang sangat exotic. Hal ini dibuktikan dengan adanya
ribuan objek wisata baik baik wisata budaya maupun wisata
alam. Sementara, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Yogya-
karta adalah daerah yang mempunyai daya tarik wisata tersen-
diri. Yogyakarta dikenal juga dengan julukan kota pelajar. Di
balik julukannya sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga kaya akan
macam-macam wisata alam. Salah satunya adalah wisata pantai
yang terletak di daerah Wonosari, Gunung Kidul, Daerah Istime-
wa Yogyakarta.
Seperti diketahui bahwa Wonosari, Gunungkidul, oleh ma-
syarakat umum, terutama oleh orang-orang dari luar Yogyakarta,
sering disebut sebagai daerah yang gersang, tandus, krisis air,
dan makanan khasnya gaplek atau tiwul. Bahkan tidak hanya itu,
orang—orang di luar DIY beranggapan Gunungkidul memiliki
stereotipe atau identik sebagai surganya para pembantu rumah
tangga. Sebab, tidak dipungkiri kebanyakan pembantu rumah
tangga berasal dari Gunungkidul. Selain itu, letak Gunungkidul
juga terpencil, akses jalannya pun begitu curam dan ekstrem.
Namun, di balik kekurangannya itu, Gunungkidul menyimpan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 91


banyak kekayaan alam yang tak terduga, salah satunya adalah
wisata pantai.
Menurut situs https://id.m.wikipedia.org, Kabupaten
Gunungkidul memiliki puluhan pantai indah dan eksotis di pesisir
selatan. Tidak kurang dari lima puluh pantai berjajar dari ujung
Barat hingga ujung Timur. Salah satu pantai yang menggoda
dan memiliki daya tarik tersendiri adalah Pantai Kukup. Selain
Pantai Kukup, ada juga Pantai Baron, Krakal, Sundak, Indrayanti,
Siung, Drini, Nglambor, dan masih yang lain lagi. Pantai-pantai
itu juga memilki daya tarik tersendiri.
Pantai Kukup terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tan-
jungsari, Kabupaten Gunung Kidul. Pantai ini menyuguhkan
pemandangan yang indah dan menakjubkan. Bukan hanya itu,
Pantai Kukup kerap disebut sebagai akuarium laut. Sebab, di
Pantai Kukup terdapat banyak biota laut warna-warni yang
menghiasi terumbu karang. Selain keindahan alam yang luar
biasa, Pantai Kukup juga memilki pasir putih yang terbentuk
dari pecahan batu gamping serta air lautnya yang jernih. Wilayah
pantai ini cukup luas dengan membentangnya pasir putih dari
Timur hingga Barat, serta dikelilingi bukit-bukit menjulang
tinggi nan indah.
Ada satu hal yang sangat menarik. Ketika air laut sedang
dalam kondisi surut kita dapat melihat berbagai macam terumbu
karang yang cantik. Sesekali, jika sedang beruntung, kita dapat
menjumpai biota laut seperti rumput laut, bulu babi, bintang
laut, dan ikan-ikan hias kecil lainnya. Terkadang banyak ikan
kecil lain yang bersembunyi di balik karang. Hanya saja, kita
perlu berhati-hati dengan keberadaan bulu babi yang kerap
bersembunyi di antara karang. Sebab, bulu babi itu dapat mem-
bahayakan dan melukai kaki.
Selain dapat melihat aneka macam biota laut, kita pun dapat
bermain-main air meski hanya di bibir pantai. Air laut di pinggir
pantai ini cukup tenang karena ombak yang datang telah terpecah
oleh karang-karang yang ada di sana. Sebab, terdapat banyak

92 Yogyakarta dalam Perubahan


karang kokoh di ujung pantai yang berperan sebagai batas de-
ngan laut lepas.
Karena permukaan karang tidak rata, kita perlu berhati-hati
jika tidak ingin terluka. Namun, kita tetap harus waspada bila
bermain di pantai karena akhir-akhir ini banyak terdapat biota
laut beracun. Karena fasilitas keselamatan yang disediakan belum
memadai, para pengunjung diminta untuk tidak bermain saat
terjadi pasang naik. Untuk itu, semua aturan yang ada harus
dipatuhi.
Tidak hanya itu, Pantai Kukup juga mempunyai ciri khas
lain. Di sana ada sebuah pulau karang yang letaknya di sebelah
timur pantai. Menurut warga setempat, nama pulau karang itu
ialah Pulau Juminho. Pulau Juminho tampak seperti replika Tanah
Lot di Bali. Hal itu tentu menambah keindahan Pantai Kukup.
Pulau karang ini pun letaknya tidak begitu jauh dari tebing
pantai.
Satu lagi yang tidak kalah menarik adalah sebuah bangunan
di atas pulau karang yang fungsinya sebagai gardu pandang.
Gardu pandang itu bisa dinikmati oleh para pengunjung. Dari
sana dapat dilihat pemandangan pantai secara keseluruhan.
Selain itu dapat dilihat pula pemandangan birunya air laut. Gardu
pandang ini cocok dijadikan sebagai tempat untuk menikmati
sunrise (terbitnya matahari) dan sunset (terbenamnya matahari).
Tempat ini juga cocok dijadikan spot-spot untuk selfie. Tidak hanya
itu. Di sana kita juga dapat menikmati suasana pantai dengan
menyewa tikar sambil menikmati es kelapa muda yang begitu
segar. Harga sewa tikar pun cukup murah.
Untuk menikmati keindahan alam Pantai Kukup wisatawan
dikenai biaya retribusi sebesar 10 ribu. Fasilitas lain yang disedia-
kan sudah cukup lengkap dan memadai. Ada area parkir cukup
luas, musala, toilet umum, rumah makan, penginapan, dan tem-
pat para pedagang menjajakan cinderamata yang khas.
Kelebihan lain di Pantai Kukup adalah penataan tempat
parkir yang sangat rapi. Pengunjung disediakan lahan yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 93


sangat luas untuk tempat parkir bis, mobil, dan sepeda motor.
Untuk keamanan tidak perlu diragukan lagi karena area parkir
ini banyak dijaga oleh pengelola parkir setempat.
Bila ingin mengoleksi berbagai macam pernak- pernik dan
hiasan dari kerang, kita dapat membelinya di sepanjang jalan
menuju Pantai Kukup. Pernak-pernik yang ditawarkan cukup
banyak modelnya mulai dari hiasan yang paling kecil sampai
hiasan yang besar. Harga yang ditawarkan pun beragam tergan-
tung pada tingkat kesulitan pada proses pembuatannya. Kita
tidak perlu khawatir, harganya cukup terjangkau sesuai dengan
hasil karyanya yang unik. Selain itu, di sana juga terdapat tempat
penjualan berbagai macam olahan seafood yang sudah matang
seperti udang goreng tepung, kepiting, ikan, cumi, peyek ikan,
rumput laut crispy, dan lain-lain. Harga yang ditawarkan pun
cukup terjangkau.
Hanya saja, di balik keeksotisannya, sangat disayangkan
keindahan surga yang ada di Desa Kemadang ini tidak disertai
sikap konservasi masyarakat sekitar. Sangat disayangkan karena
masih banyak dijumpai sampah yang berserakan di sekitar jalan
menuju pantai. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran
pengunjung. Tentu hal ini sangat merugikan. Sebagai masyarakat
yang cinta akan lingkungan, tentu diperlukan kerja sama semua
pihak untuk mengatasi masalah sampah tersebut.
Dari seluruh paparan di atas, akhirnya dapat dinyatakan
dua hal berikut. Pertama, daerah Gunungkidul bukanlah daerah
kering yang tandus atau daerah dengan stereotipe-nya yang minus.
Buktinya daerah Gunungkidul mempunyai surga tersembunyi
yang belum banyak diketahui orang, salah satunya Pantai Kukup.
Kedua, disadari bahwa tempat-tempat wisata di Gunungkidul
memang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, siapa
pun juga, termasuk masyarakat Gunungkidul, tidak terkecuali
generasi muda, harus turut serta mendukung dan mengembang-
kannya. Dukungan yang dapat diberikan adalah, misalnya,
dengan selalu menjaga kebersihan, selalu mematuhi aturan, tidak

94 Yogyakarta dalam Perubahan


merusak lingkungan, dan sejenisnya. Kalau semua itu sudah
dilakukan, niscaya cita-cita dan keinginan Gunungkidul untuk
menjadi daerah tujuan wisata yang sukses akan dapat tercapai.
***

Elvira Apriani Dyan Kartika. Lahir di Tarakan, 21


April 1999. Siswa SMA PIRI 1 Yogyakarta ini memi-
liki hobi membaca, memasak, dan olahraga bulu
tangkis. Alamat rumah: Kumendaman MJ II/516,
RT 25, RW 07, Suryodiningratan, Mantrijeron,
Yogyakarta. Ponsel: 082136679906.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 95


Yogyakarta:
Negeri 1001 Angkringan
Faadila Khoirunnisa
SMK Negeri 6 Yogyakarta
faadila011@gmail.com | smkn6yk@yahoo.co.id

Banyak orang bilang Yogyakarta adalah “negeri” 1001 ang-


kringan. Mengapa dibilang begitu? Karena, di kota Yogyakarta
banyak terdapat penjual yang disebut angkringan. Angkringan
banyak muncul di mana-mana barangkali berkaitan dengan
“kedamaian” yang memang selalu tercipta di kota ini. Hal ini
sesuai dengan arti kata ayodhya yang berarti “kedamaian (tanpa
perang)” yang melekat pada nama Yogyakarta.
Kedamaian yang identik dengan kota Yogyakarta itulah yang
menjadi salah satu unsur yang diperhitungkan oleh wisatawan
untuk berkunjung ke Yogyakarta. Selain itu, memang Yogyakarta
telah mencanangkan diri sebagai daerah tujuan wisata dengan
tujuh unsur sapta pesonanya, yaitu aman, tertib, bersih, nyaman,
indah, ramah tamah, dan kenangan. Selain itu pula, di mata wisa-
tawan, Yogyakarta juga memiliki banyak julukan, yaitu sebagai
Kota Budaya, Kota Pelajar, Kota Seniman, Kota Gudeg, Kota
Museum, Kota Batik, Kota Istimewa, Kota Kraton, dan City of
Tolerant. Julukan-julukan itulah yang membangun citra positif
bagi wisatawan ketika berkunjung ke Yogyakarta.
Di samping julukan-julukan tersebut, ada satu julukan lagi bagi
Kota Yogyakarta, yaitu Kota Angkringan. Angkringan di Yog-
yakarta memang terdapat di mana-mana, antara lain di sekitar
ruas jalan, di desa dan kota, di tempat wisata, bahkan juga di

96 Yogyakarta dalam Perubahan


mall. Angkringan memiliki sebutan berbeda-beda di setiap
daerah. Misalkan di Yogyakarta, selain disebut angkringan, di-
sebut pula warkob (warung koboi). Sementara, di Sala angkring-
an disebut dengan nama “hik” (hidangan istimewa a la kam-
pung). Selain hik, mereka juga menyebutnya wedangan.
Nama angkringan berasal dari bahasa Jawa ‘angkring’ yang
berarti alat atau tempat jualan makanan keliling yang pikulannya
berbentuk melengkung ke atas. Menurut Wikipedia Indonesia,
angkring artinya ialah sebuah gerobag dorong untuk menjual
berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di
setiap pinggir ruas jalan. Biasanya angkringan beroperasi mulai
sore hari dan penerangan yang digunakan masih tradisional,
yaitu senthir (lentera) sederhana tanpa kaca semprong. Tentu saja,
ia juga dibantu oleh terangnya lampu jalan. Hal itu pula yang
menjadi salah satu center of interest bagi para wisatawan, baik man-
canegara maupun wisatawan setempat (domistik).
Makanan yang biasa dijual di angkringan meliputi nasi ku-
cing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan
lain-lain. Minuman yang dijual pun beraneka macam seperti teh,
jeruk, kopi, tape, wedang jahe, dan susu. Semua dijual dengan
harga yang sangat terjangkau. Dari lima ratus rupiah hingga
sepuluh ribuan rupiah. Apa lagi saat ini banyak wisatawan yang
dibuat tercengang dengan salah satu menu minuman yang ada
di beberapa angkringan, yaitu kopi jos. Kopi jos bukan sekadar
kopi biasa, melainkan kopi yang dapat mengeluarkan suara “jos”.
Hal itu sering membuat wisatawan tertawa keheranan. Kopi
yang dalam penyajiannya dicampur dengan arang membara itu
dapat menjadi cinta pertama bagi penikmat kopi manapun.
Selain makanan yang dibandrol dengan harga terjangkau,
ada sesuatu yang membuat wisatawan betah hang out di ang-
kringan. Hal itu disebabkan oleh konsumen yang datang ke
angkringan bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangun-
an, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, pejabat dan eksekutif,
turis domestik hingga mancanegara. Antara pembeli dan penjual

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 97


juga sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana
penuh kekeluargaan.
Angkringan juga dikenal sebagai tempat egaliter karena
bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan
strata sosial. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengo-
brol hingga larut malam meskipun sebelumnya tak saling kenal.
Materi yang mereka bicarakan bisa berbagai hal atau terkadang
mereka berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Hal tersebut
membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat
persinggahan untuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah.
Keakraban membuat nama angkringan tidak hanya merujuk
ke suatu tempat, tetapi juga ke suasana. Sebagai bukti, ada bebe-
rapa acara yang mengadopsi kata angkringan untuk menggam-
barkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani per-
bedaan. Namun, disayangkan, ada beberapa angkringan ping-
giran jalan yang dalam menjajakan dagangannya kurang higienis.
Misalnya, sendok dan gelas hanya dicuci sekali bilas tanpa di-
sabun, tulang dan tusuk sate pun hanya dibuang di bawah bangku.
Hal itu yang menjadi salah satu pandangan negatif terhadap
angkringan.
Pelatihan hygiene dan sanitasi angan agaknya perlu dilakukan
sebagai salah satu cara untuk mengatasi dampak negatif tersebut.
Selain itu, jika ada kerja sama antara penjual dan pembeli dalam
upaya menjaga kebersihan bersama, semua kekurangan dan
pandangan negatif itu pasti dapat dikurangi. Dengan begitu pe-
nikmat angkringan dan pengelolanya sama-sama merasa puas
dan bahagia.
Beberapa warung koboi atau angkringan kondang yang men-
jadi tujuan wisata kuliner di Yogyakarta antara lain Angkringan
Lik Man dengan kopi jos yang legendaris, Angkringan KR (Pak
Jabrik), Angkringan Wijilan, Angkringan Pak Jack, Angkringan
Bonbin, Angkringan Nganggo Suwe (Lik Adi), Angkringan Kle-
bengan, Angkringan Pak Satari, Angkringan Sendang, Ang-
kringan JAC (Pendopo Dalem), dan masih banyak lagi.

98 Yogyakarta dalam Perubahan


Ada sepenggal lagu yang sering dialunkan seperti ini.

“Pulang ke kotamu,
ada setangkup haru dalam rindu.
Masih seperti dulu.
Tiap sudut menyapa bersahabat,
penuh selaksa makna.
Terhanyut aku akan nostalgia.”

Sepenggal lagu dari Kla Project inilah yang sering menemani


penikmat angkringan yang kebetulan sedang pulang kampung
atau sekadar bernostalgia. Dengan keeksotisan, kedamaian, ke-
bersamaan, dan kenangan yang hangat dalam bernostalgia mem-
buat angkringan menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa pun.
Seperti ungkapan Jawa yang berbunyi: sego kucing ilang kareté,
jangan mengaku pernah datang ke Yogya kalau belum ke ang-
kringan. Memang, Yogyakarta adalah kota atau “negeri” 1001
angkringan. ***

Faadila Khoirunnisa. Lahir di Sleman, 22 Mei 2000.


Siswa SMK Negeri 6 Yogyakarta ini pernah meraih
prestasi sebagai Best Essay FKIP UAD DIY-Jateng
2016. Alamat rumah: Jalan Wonosari Km. 8,5,
Gandu Baru, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Ponsel:
081283841812.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 99


Kesadaran Memulai Hidup Sehat
Indhira Nurayuning Tyas
SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan

Kini kesehatan telah menjadi masalah baik di lingkungan


sekolah maupun masyarakat. Kurangnya kesadaran individu
adalah faktor utama yang menyebabkan masalah kesehatan
mengancam orang banyak. Masalah yang paling banyak kita
temui yaitu kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Kita
lihat di berbagai sudut kota, selalu terdapat tumpukan sampah,
sungai-sungai yang penuh dengan berbagai sampah baik sampah
organik maupun sampah anorganik. Tindakan membuang sam-
pah tidak pada tempatnya itulah yang menimbulkan bau yang
tidak sedap dan mengganggu kesehatan pernapasan dan meng-
undang banyak serangga, juga bakteri yang pasti akan meng-
ganggu kesehatan. Sampah juga menyumbat aliran sungai se-
hingga mengakibatkan banjir. Banjir air sekaligus banjir sampah!
Munculnya gedung-gedung tinggi yang menutup daerah
resapan air juga bisa menjadi penyebab banjir. Di kota-kota besar
pembangunan pabrik meraja lela, bahkan juga sudah muncul di
pedesaan. Udara menjadi kotor akibat terkena polusi, hal itu
sangat mengganggu kesehatan. Pembuangan limbah pabrik ke
sungai mengakibatkan kehancuran ekosistem sungai dan meng-
akibatkan bau busuk yang menganggu kesehatan warga sekitar.
Jika pabrik terus-menerus membuang limbah secara sembarang-

100 Yogyakarta dalam Perubahan


an, hal itu sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat sekitar,
juga akan merusak lingkungan hidup di muka bumi ini.
Berbagai upaya harus kita lakukan untuk menjaga kesehatan
diri dan kesehatan masyarakat. Ada dua kesadaran yang ber-
peran penting dalam memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat
saat ini, yaitu kesadaran dari diri sendiri dan kesadaran dari
pemerintah.
Kita mulai dari kesadaran diri sendiri terlabih dahulu. Dari
kesadaran diri sendiri kita bisa mengajak orang lain untuk sadar
akan hidup sehat. Pertama, ubah kebiasaan kita membuang sam-
pah pada tempatnya. Hindari membuang sampah di sembarang
tempat, muisalnya di pinggir jalan, sungai, atau di lingkungan
bersih. Jika memiliki sampah rumah tangga, kumpulkan lalu
buanglah ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kedua, setelah
terbiasa membuang sampah di tempatnya terapkan kebiasaan
3R (reduse, reuse, recycle) dalam hidup sehari-hari. Reduse, meng-
gunakan barang-barang yang ramah lingkungan. Misalnya, ketika
rekreasi bersama keluarga, dari rumah sudah membawa bekal
sendiri dengan menggunakan tempat makan yang bisa dipakai
berulang kali, membawa kantong belanja sendiri. Berikut adalah
beberapa contoh untuk melakukan 3R.
Pilihlah wadah, kantong, atau benda yang dapat digunakan
beberapa kali atau berulang-ulang, misalnya pergunakan serbet
kain daripada menggunakan tissu, menggunakan baterai yang
dapat dicharge berkali-kali. Gunakan kembali wadah atau kemas-
an yang telah kosong untuk fungsi yang sama atau yang lainnya.
Misalnya botol bekas minuman digunakan kembali menjadi
tempat minyak goreng. Gunakan alat-alat penyimpan elektronik
yang dapat dihapus dan ditulis kembali. Gunakan sisi kertas
yang masih kosong untuk menulis kembali. Gunakan e-mail
(electronic mail) untuk berkirim surat. Jual atau berikan sampah
yang terpilah kepada pihak yang memerlukan.
Pilih atau gunakan pruduk yang dapat didaur ulang. Guna-
kan produk yang dapat diisi ulang. Misalnya alat tulis yang dapat

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 101


diisi ulang kembali. Kurangi menggunakan bahan sekali pakai.
Hindari membeli dan memakai barang kurang perlu. Pilih pro-
duk yang mudah terurai. Olah sampah kertas menjadi kertas kem-
bali atau karton. Lakukan pengolahan sampah organik menjadi
kompos. Buatlah sampah anorganik menjadi barang yang ber-
manfaat. Misalnya botol yang bisa dijadikan tempat pensil warna.
Menjaga lingkungan agar tetap bersih dengan cara bergotong
royong bersama masyarakat. Dengan begitu kita bisa menghin-
darkan berbagai macam penyakit terutama serangan nyamuk
Aedes Aegypti. Adapun cara-cara untuk mencegah gigitan nya-
muk Aedes Aegypti yaitu dengan cara: kuras tempat penyim-
panan air (bak mandi/wc,drum, dan lain-lain) sekurang-kurang-
nya satu minggu sekali. Gantilah air di vas bunga, tempat minum
burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya satu
minggu sekali. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air,
seperti tempayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat itu. Kubur atau buanglah pada tem-
patnya barang-barang bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain
yang dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat ber-
kembang biaknya nyamuk. Potongan bambu, tempurung kelapa,
dibakar bersama sampah lainnya. Tutuplah lubang-lubang pagar
pada pagar baabu dengan tanah atau semen. Jangan menggatung
pakaian, lipat saja agar tidak menjadi sarang nyamuk terutama
pakaian yang gelap karena nyamuk sangat suka bersarang di
pakaian yang berwarna gelap.
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit
dikuras, taburkan bubuk abate ke dalam genangan air tersebut.
Lakukan hal ini setip 2-3 bulan sekali. Gunakan kamper atau kapur
barus yang merupakan cara mencegah DBD untuk membuat
nyamuk menjauh. Bakar kapur barus di sebuah ruangan dan
tutup semua jendela dan pintu kurang lebih 15 menit. Gunakan
obat nyamuk lotion atau obat nyamuk bakar untuk mencegah
gigitan nyamuk, gunakan di siang hari maupun malam hari.

102 Yogyakarta dalam Perubahan


Cara berikutnya yaitu dengan meletakkan tanaman tulasi
di dekat jendela-jendela rumah. Tanaman ini memiliki beberapa
sifat yang mampu mencegah nyamuk berkembang biak. Pastikan
jendela dan pintu rumah tidak memiliki lubang kecil sehingga
memberi jalan masuk bagi nyamuk dan pastikan pula ventilasi
yang ada di rumah memiliki penyaring untuk mencegah keluar
masuknya nyamuk aedes aegypti.
Untuk menjaga kelestarian makhluk hidup dengan terus me-
nanam pohon dan menjaga hutan agar tidak rusak. Fungsi dari
pohon adalah untuk menyerap air hujan agar tidak menyebabkan
banjir. Pohon-pohon berfungsi sebagai paru-paru kita yaitu
menghasilkn udara bersih. Terapkan menanam pohon lingkung-
an di sekitar rumah agar udara menjadi segar dan bersih serta
jauh dari polusi udara yang menggangu kesehatan kita.
Setelah kesadaran diri sendiri untuk menjaga kesehatan di-
terapkan, rasanya kurang adil jika pemerintah juga tidak ikut
andil dalam masalah ini. Berikut harapan partisipasi pemerintah
dalam program kesehatan masyarakat. Pertama, pemerintah ikut
memberikan fasilitas kepada masyarakat khususnya tempat pem-
buangan akhir (TPA) serta tenaga kerja dan alat pengangkutnya.
Dengan adanya TPA ini, masyarkat sangat terbantu agar tidak
lagi membuang sampah sembarangan dan tidak lagi menjadikan
sungai untuk TPA. Kedua, sosialisasikan kembali dalam penerapan
3R dan 3M di masyarakat, terkadang masyarakat lupa untuk me-
nerapkannya kembali. Jika lupa berarti sampah yang akan dihasil-
kan akan selalu bertambah. Sosialisasi dilakukan kepada segala
aspek, mulai dari sosialisasi di sekolah, di kantor-kantor, di ma-
syarakat/RT, di pasar/mall, dan lain-lain. Intinya adalah, sosiali-
sasi menyeluruh kepada masyarakat kalangan bawah, menengah,
dan atas.
Pemerintah juga harus berani memberikan sanksi yang tegas
yang bisa membuat pelaku menjadi jera dan tidak melakukan
perbuatannya lagi. Karena dengan sanksi yang tegas artinya
menjaga kelestarian lingkungan hidup atau ekosistem. Selain itu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 103


juga pemerintah membuat kebijakan tentang pendirian bangunan
baru agar pembangunan tidak sembarangan dan menutupi resap-
an air. Mengadakan program penanaman pohon dan pembuatan
hutan kota agar udara kota menjadi segar. Pembuatan aturan
yang tegas dalam pembangunan pabrik atau industri. Mengatur
pembuatan limbah padat, cair, maupun gas juga program pabrik
peduli lingkungan sekitar. Membuat lokasi hijau di daerah di
sekitar pabrik agar pekerja dan masyarakat sekitar bisa merasa-
kan udara segar. Itulah beberapa cara yang dapat dijadikan pe-
doman kita semua untuk menyadari dan memulai hidup sehat.
***

Indhira Nurayuning Tyas. Lahir di Kutai Karta-


negara, 12 September 1999. Siswa SMA Taman
Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta ini mempunyai
hobi membaca, bernyanyi, berenang, dan meman-
cing. Alamat rumah: Jogonalan Lor, Tirtonirmolo,
Kasihan, Bantul. Ponsel: 082137594067;
085250768747.

104 Yogyakarta dalam Perubahan


Lunturnya Budaya Sopan Santun
Jovita Febrianti
SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
febriantijovi14@gmail.com

Budaya merupakan suatu hal yang penting untuk masyara-


kat, bahkan untuk negara. Sebenarnya apa arti dari budaya itu
sendiri? Menurut KBBI, budaya adalah sesuatu yang sudah men-
jadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Akan tetapi, benarkah
budaya itu sukar diubah? Sebab, pada kenyataannya, yang ter-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 105


jadi, budaya itu, khususnya budaya sopan santun di Yogyakarta,
kini telah berubah dan luntur.
Perubahan tersebut tampak, misalnya kini rasa saling meng-
hormati telah merosot, menghilang, bahkan budaya kekerasan
kini sering muncul dan mengancam masyarakat. Kota yang mem-
buat kita was-was, mungkin itulah istilah yang cocok untuk men-
deskripsikan kota Yogyakarta. Lunturnya budaya kesopanan
di kota Yogyakarta menjadi suatu masalah yang serius. Pemuda
dan pemudi generasi X lahir di tahun yang berbeda dengan gene-
rasi Z. Tentunya kebudayaannya juga pasti berbeda. Pemuda
dan pemudi di Yogyakarta kini cenderung kehilangan sifat ke-
Yogyakarta-annya. Seperti apakah sifat ke-Yogyakarta-an itu?
Misalnya pada waktu orang tua sedang berbicara, lalu kita lewat
di depannya, mestinya kita harus membungkukkan badan se-
bagai tanda hormat.
Masalah lunturnya kebudayaan di Yogyakarta ini tidak hanya
karena ulah masyarakat, tetapi juga karena adanya budaya-
budaya asing yang masuk, juga dampak para pendatang yang
membawa bekal budaya daerahnya masing- masing. Setidaknya
ada 7 permasalahan yang memengaruhi perubahan budaya di
kota Yogyakarta ini.
Pertama, hilangnya unggah-ungguh. Menurut data yang di-
peroleh dari Kompas.com, beberapa ketua RW gelisah terkait
dengan Kota Yogyakarta. “Sekarang Jogja kehilangan kejogjaan-
nya. Misalnya, soal unggah ungguh (sopan santun) anak muda,
simbol-simbol budaya itu sudah mulai luntur,” ucap Sugeng
Sumiyoto selaku Ketua RW 01 Golo, Pandean, Umbulharjo,
Minggu.
Kedua, sikap permisif dan materialistis. Yogyakarta membu-
tuhkan seorang pemimpin yang tidak pasif dan harus inovatif.
Tujuannya adalah agar pemimpin dan masyarakatnya mampu
mengembalikan kota Yogyakarta ke masa ketika kota ini benar-
benar memiliki dan menghargai sopan santun. Menurut pandang-
an warga, Kota Yogyakarta seakan lebih menampilkan sikap

106 Yogyakarta dalam Perubahan


yang permisif dan materialistis. Sikap permisif dan materialistis
itu seperti pembangunan hotel dan mall yang tidak terkontrol.
Ketiga, bangga dengan budaya orang lain. Remaja generasi
X kebanyakan tidak bisa memilah-milah informasi tentang bu-
daya. Mereka cenderung meniru budaya yang kebarat-baratan,
bahkan mereka bangga dengan budaya orang lain. Mereka seolah
merasa lebih nyaman dengan budaya yang kebarat-baratan ter-
sebut. Karena, dengan mengikuti kemajuan budaya yg semakin
pesat seperti itu, membuat mereka lebih keren. Mereka ingin
dicap sebagai remaja yang tidak kuno dan gaptek. Padahal,
dengan kita mengerti, memelajari, memahami, dan mendalami
budaya asli kita, kita sudah tergolong sebagai remaja dengan
sifat yang berbudaya. Bukankah seharusnya sebagai remaja kita
lebih senang dan bangga dengan budaya kita? Semakin ke sini
budaya kebarat-baratan sudah mulai menjajah budaya asli. Se-
benarnya tidak hanya dari segi sifat dan peninggalan-peninggal-
an saja yang tersingkirkan, tetapi juga jenis musik tradisional
yang merupakan ciri khas kota Yogyakarta kini juga mulai ter-
singkirkan.
Keempat, munculnya klithih. Masalah yang akhir-akhir ini
muncul di kota Yogyakarta, selain corat-coret baju SMA, juga
aksi klithih. Menurut data dari Satreskrim Polresta Yogyakarta,
aksi klithih kini kembali terjadi. Korban yang dituju dari aksi
ini, sebagai satu contoh, adalah siswa dengan inisial I yang masih
duduk di bangku SMP. Apakah dengan budaya seperti itu Kota
Yogyakarta menunjukkan kesopanannya antarsesama pelajar?
Tentu saja tidak. Itu sama sekali tidak mencerminkan Kota Yog-
yakarta sebagai kota yang berpendidikan dan berbudaya. Seha-
rusnya kita malu, budaya kesopanan kita luntur begitu saja karena
ulah remaja-remaja masa kini yang tidak memiliki wawasan yang
baik.
Kelima, kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang se-
makin pesat bisa menggeser kebudayaan asli. Misalnya saja
dengan hadirnya gadget. Mengapa gadget dapat dibilang sebagai

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 107


masalah utama? Karena, dengan hadirnya gadget, kita mampu
mengeksplorasi semuanya. Apalagi tentang budaya. Pada dasar-
nya dengan kita mengeksplor sesuatu kita akan menemukan
berbagai informasi baik yang positif ataupun negatif. Bagi mereka
yang bisa memilah-milah informasi itu akan baik-baik saja, tetapi
bagi mereka yang hanya menyerap informasi tanpa melihat baik
atau buruknya, tentu akan terpengaruh hal yang negatif.
Keenam, masuknya jenis musik lain. Masuknya jenis musik
EDM (Electronic Dance Music) atau yang sejenisnya, mestinya
tidak menyingkirkan posisi musik tradisional. Jenis musik seperti
itu boleh saja masuk, tetapi jangan sampai menggeser kedudukan
musik tradisional. Itu yang menjadi salah satu masalah yang
terjadi di kota Yogyakarta. Kota yang disebut-sebut sebagai kota
pelajar malah menunjukkan sikap yang tidak terpelajar. Memang
tidak semua orang melakukan hal seperti ini, tetapi pada
kenyataannya banyak juga siswa dan siswi yang melakukan aksi
yang tidak senonoh itu.
Ketujuh, masuknya tempat dugem. Dengan masuknya tempat-
tempat dugem juga membuat Yogyakarta sama seperti kota lain.
Dugem membuat Kota Yogyakarta menjadi kebarat-baratan,
seperti tidak memiliki ciri khas tersendiri. Tidak sepatutnya
remaja masa kini seperti itu. Sebagai remaja seharusnya kita tetap
mempertahankan budaya lama kita. Walaupun kita tidak lahir di
zaman ketika kesopanan merupakan ikon dari Kota Yogyakarta,
sudah sepatutnya kita mengetahui itu dari orang tua kita.
Pada dasarnya, sekali lagi, semua budaya boleh saja masuk
ke Kota Yogyakarta. Hanya saja, sebagai anggota masyarakat di
Kota Budaya ini, sudah sepatutnya kita dapat memilah-milah dan
menjaga agar kebudayaan asli kita tidak tergeser. Yang mengan-
dung unsur negatif dapat dibuang dan ditinggal jauh, sedangkan
kebudayaan yang mengandung unsur positif harus dipertahan-
kan. Lalu bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Setidaknya
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, di antaranya sebagai
berikut.

108 Yogyakarta dalam Perubahan


Pertama, mengeksplorasi budaya asli. Dengan mengeksplo-
rasi budaya asli membuat kita menjadi lebih bangga dengan bu-
daya sendiri. Karena, hanya dengan begitu kita mampu menge-
tahui kekhasan dari budaya asli kita sendiri seperti sekarang ini.
Infromasi yang terbaru tentang kebudayaan Yogyakarta ialah mu-
lai tersingkirnya rumah joglo. Bukankan hal itu sangat mengancam
kebudayaan kita? Satu demi satu, sedikit demi sedikit, budaya
asli kita hilang, tersingkir dengan inovasi-inovasi baru. Seperti
adanya hotel dan mall. Budaya baru boleh masuk tetapi hendak-
nya jangan sampai kita biarkan budaya baru itu menggeser ke-
dudukan budaya asli kita sendiri.
Kedua, ikut mengabadikan budaya sendiri. Sebagai remaja
sebaiknya kita turut serta mengabadikan kebudayaan kota Nga-
yogyakarta. Contohnya seperti Mas Fery. Walaupun masih muda,
dia tetap melestarikan kebudayaan Yogyakarta, yaitu dengan
ikut menjadi salah satu abdi dalem di Kraton Yogyakarta. “Saya
memang dari kecil sudah tertarik untuk mengabdi pada kraton.
Salah satu caranya yaitu dengan menjadi seorang abdi dalem.”
Demikian pengakuan Fery, seorang sarjana S1 seni karawitan.
Ketiga, menerapkan sikap santun zaman dulu di masa seka-
rang. Sepertinya kita sebagai remaja membutuhkan time machine.
Untuk apa? Agar kita bisa kembali ke masa lalu dan melihat
bagaimana budaya itu benar-benar dilakukan. Agar kita bisa
membawa atau melakukan budaya kesopan-santunan yang dulu
pernah ada untuk dibawa ke masa sekarang.
Keempat, mempelajari budaya asli kita. Di masa-masa seperti
ini sebaiknya sebagai remaja kita mempelajari lebih lanjut tentang
kebudayaan asli Kota Yogyakarta, memilah-milah informasi yang
ada, mampu menilai kebudayaan itu baik dan buruknya. Mak-
sudnya adalah jika kebudayaan itu tidak layak untuk dicontoh,
hendaknya kita cukup tahu saja dan tidak menirunya. Demikian
antara lain cara-cara yang dapat dilakukan.
Bukankah cara-cara di atas cukup mudah dilakukan? Me-
mang mudah dilakukan jika kita mempunyai niat yang besar.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 109


Semua ini tergantung pada niat kita. Jika kita memiliki niat yang
besar pastilah kita mampu melaksanakan cara-cara di atas. Inti-
nya, mari kita bangun Kota Yogyakarta sebagai kota yang me-
miliki pendirian. Yang tidak mengubah sifat lamanya. Musik,
fashion, tempat, dan sifat. Kita harus benar-benar menjaga semua
itu. Karena, hanya dengan cara itulah harta karun yang terdapat
di kota paling handal untuk membuat para pelancongnya rindu
menginjakkan kakinya ini tetap terjaga. Buatlah Kota Yogyakarta
menjadi kota yang terkenal dengan ciri khasnya.
Akhirnya, dari seluruh paparan di atas, dapat disimpulkan,
seiring dengan berjalannya waktu, sudah sepatutnya kebuda-
yaan yang positif dipertahankan dan yang membawa pengaruh
negatif ditinggalkan. Sebagai generasi penerus dan generasi
pembaharu bangsa sudah sepatutnya kita lebih bangga terhadap
budaya sendiri. Kita harus mempertahankan budaya asli agar
tidak tersingkir oleh budaya asing. Salah satunya yang penting
adalah budaya sopan santun ini. ***

Jovita Febrianti. Lahir di Bogor, 14 Februari 2001.


Siswa SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ini mempunyai
hobi menulis dan fotografi. Alamat rumah: KLitren
Lor, GK III/555, Yogyakarta. Ponsel: 082144043112.

110 Yogyakarta dalam Perubahan


Pendidikan Membangun Karakter
Generasi Muda
M. Happy Alhaq Sahara
MAN 2 Yogyakarta
happyalhaq2@gmail.com

Pembangunan pendidikan di suatu negara sangatlah penting


karena melalui pendidikan masyarakat yang hidup di negara itu
dapat maju dan berkembang. Begitu pula dengan negara Indo-
nesia. Melalui pembangunan pendidikan di Indonesia, masyarakat
Indonesia juga akan mengalami kemajuan dan perkembangan.
Apalagi sekarang ini Indonesia masih termasuk negara berkem-
bang sehingga wajar kalau pembangunan pendidikan menjadi
prioritas yang utama.
Seperti diketahui bahwa Indonesia mempunyai 34 provinsi.
Hanya saja pembangunan pendidikan di tiap-tiap provinsi itu
berbeda-beda. Ada provinsi yang pendidikannya sudah maju
dan ada pula provinsi yang pendidikannya kurang maju. Karena
itu, di Indonedia akses pendidikan belum merata sehingga masih
terjadi kendala. Kendala itu terjadi terutama di berbagai provinsi
yang ada di daerah perbatasan. Karenanya di daerah-daerah ter-
sebut masih banyak terdapat anak-anak yang tidak berpendidik-
an. Kalaupun ada, umumnya pendidikan mereka masih rendah.
Lain halnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di
provinsi ini pendidikan sudah jauh berkembang. Malahan Yogya-
karta disebut sebagai kota pelajar karena memang di kota ini
terdapat banyak sekolah dan perguruan tinggi. Hanya saja, yang
menjadi persoalan, khususnya di Yogyakarta, bukan banyak atau

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 111


sedikitnya sekolah dan perguruan tinggi, melainkan masalah yang
berkaitan dengan karakter. Itulah sebabnya pemerintah sekarang
ini lebih memfokuskan perhatian kepada karakter bangsa, terma-
suk karakter generasi muda. Mengapa demikian, karena pendi-
dikan tanpa karakter hanyalah akan melahirkan generasi yang
tidak akan mampu bersaing di dunia global.
Dalam kerangka mengembangkan karakter bangsa, terma-
suk karakter generasi muda, pemerintah melakukan berbagai
upaya, salah satunya adalah dengan memperbaharui kurikulum.
Misalnya saja Kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum 2006.
Kurikulum yang terakhir itu menekankan pada pendidikan ka-
rakter. Sebab di dalam kurikulum baru yang sekarang sudah di-
revisi itu anak-anak (siswa) dituntut untuk lebih aktif dan kreatif,
berbeda dengan penekanan pada Kurikulum 2006.
Hanya saja Kurikulum baru itu juga menimbulkan masalah
tersendiri karena masih banyak sekolah dan guru yang belum
mau berubah. Mereka masih mengandalkan cara dan pola lama
sehingga belum dapat sepenuhnya menerapkan kurikulum baru.
Namun sudah banyak pula sekolah dan guru yang merasa senang;
dan mereka beranggapan kurikulum tersebut bisa menjadikan
generasi muda atau pelajar lebih aktif dan kreatif dan melek
terhadap program pendidikan yang ada di Indonesia sehingga
generasi muda menjadi cerdas, aktif, dan berwawasan luas.
Dari situlah kita harus sadar bahwa pendidikan itu sangatlah
penting untuk kehidupan sekarang dan masa depan. Pendidikan
itu ibarat perisai yang mampu melindungi kita dari ancaman
marabahaya; dan perisai itu ialah ilmu pendidikan dan budi
pekerti. Hanya saja, semua itu tidak mungkin hanya diperoleh
dari pendidikan formal (SD, SMP, SMA, dan PT), tetapi harus
didukung oleh pendidikan keluarga dan masyarakat.
Telah dikatakan bahwa pendidikan tidak hanya didapat dari
sekolah, tetapi juga didapat dari lingkungan keluarga dan masya-
rakat. Karena, yang pertama kali mengajarkan unggah-ungguh
atau tata krama adalah lingkungan keluarga. Pelajaran unggah-

112 Yogyakarta dalam Perubahan


ungguh yang didapat di lingkungan keluarga juga harus dipraktik-
kan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, lingkungan
keluarga, maupun masyarakat.
Di lingkungan sekolah, pendidikan karakter juga dapat diper-
oleh melalui mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok). Khususnya
di Jawa, termasuk di Yogyakarta, pelajaran tata krama atau
unggah-ungguh diajarkan melalui pelajaran Muatan Lokal Bahasa
Jawa. Karena bahasa Jawa mengajarkan tingkatan berbahasa,
yaitu ngoko dan karma, diharapkan anak-anak (siswa) dapat
memiliki karakter yang baik karena tingkatan berbahasa itu me-
nunjukkan adanya unggah-ungguh. Unggah-ungguh adalah
tingkatan berbahasa yang menekankan pada pola perilaku yang
baik.
Di era globalisasi ini generasi muda harus mampu bersaing
untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Men-
cerdaskan kehidupan bangsa harus didukung oleh pendidikan
karakter. Pendidikan karakter itu tidak hanya diperuntukkan
bagi anak usia dini dan remaja saja, tetapi juga usia remaja bahkan
dewasa. Mengapa semua siswa juga perlu mendapatkan pendi-
dikan karakter? Karena mereka memerlukannya untuk kelang-
sungan bangsa ini dengan menumbuhkan pendidikan karakter
dalam kehidupan sehari-hari.
Penumbuhan karakter dimulai dari diri kita pribadi. Karak-
ter itu hendaknya selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Setelah memiliki karakter yang baik diharapkan mereka
dapat menjadi pelopor atau teladan untuk semua orang. Dari
situlah muaranya mengapa pendidikan karakter sangat perlu
untuk diberikan pada saat usia anak-anak hingga dewasa.
Pendidikan karakter itu dilakukan melalui dua jalur, yaitu
jalur pendidikan formal dan nonformal. Contoh dalam pendi-
dikan formal yaitu dalam hal pelajaran, guru selalu memberikan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 113


tambahan pelajaran tentang attitude. Dari situlah seorang murid
akan mempunyai kepribadian yang kreatif, inovatif, dan kritis
dalam hal pemikiran. Lalu, dalam pendidikan non-formal di-
mulai dari lingkungan keluarga itu sendiri ketika orang tua mem-
berikan pelajaran attitude agar anak-anaknya mampu menerapkan
pendididikan tersebut dengan sepenuh hati dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan karakter itu sangat penting. Mengapa demikian?
Karena, pendidikan karakter akan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Bayangkan jika anak-anak muda khususnya, tidak
terkecuali anak muda dan generasi muda di Yogyakarta, dalam
pelajarannya tidak mendapatkan pendidikan karakter. Apa yang
akan terjadi? Yang terjadi adalah anak-anak usia remaja tidak
mempunyai tata krama atau unggah-ungguh kepada orang yang
lebih tua. Apalagi di Yogyakarta, jika di kota ini generasi muda
tidak memperoleh pendidikan karakter, tentu Kota Yogyakarta
sebagai kota pelajar akan luntur dan hilang.
Yogyakarta sebagai kota pelajar perlu dilestarikan dan dikem-
bangkan secara terus-menerus. Lalu siapa yang harus melestarikan
Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar? Tidak lain ialah kita semua
sebagai pelajar Yogyakarta.
Pendidikan karakter tidak hanya didapat dari pendidikan
formal dan non-formal, tetapi juga dari upaya pengembangan
diri siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dari situlah pendi-
dikan karakter tumbuh dengan sendirinya melalui ekstrakuri-
kuler tersebut. Ekstrakurikuler yang didapatkan oleh siswa ini
diharapkan bisa membentuk karakter kepribadian yang lebih
baik untuk masa depan ketika memasuki usia dewasa. Contoh
dari ekstrakurikuler yang bisa menjadi pembangunan pendidikan
karakter ialah kegiatan pramuka, bela diri, dan sebagainya.
Peran orang tua juga sangat penting dalam pembangunan
pendidikan karakter. Peran orang tua dalam membangun anak-
anaknya agar lebih baik lagi ialah dengan cara mengedukasi anak-

114 Yogyakarta dalam Perubahan


anak mereka agar terbentuk karakter dengan sendirinya. Selan-
jutnya membina anak-anak untuk mampu menjadi insan yang
berguna bagi keluarga, agama, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Selain itu, orang tua juga menerapkan delapan fungsi keluarga
untuk pembangunan karakter untuk anggota keluarganya.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional), keluarga memiliki delapan fungsi. Pertama,
fungsi agama. Dari sinilah keluarga membina atau mengedukasi
anggota keluarga dengan memperkenalkan dan mengajarkan
kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, fung-
si sosial. Dalam hal ini keluarga harus mengedukasi anggota
keluarga dengan mengajarkan norma-norma social. Ketiga, fungsi
cinta kasih. Dalam suatu keluarga diharapkan ada rasa saling
memberikan cinta dan kasih agar menjadi keluarga yang harmo-
nis. Keempat, fungsi perlindungan. Dalam kaitan ini diharapkan
keluarga menjadi tempat untuk memberikan perlindungan yang
aman, nyaman, tenteram, dan sejahtera.
Kelima, fungsi ekonomi. Fungsi ini tidak akan lepas dari fung-
si yang lainnya. Fungsi ini bertujuan mencari sumber-sumber
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keenam,
fungsi pendidikan. Di sini keluarga sebagi tempat pendidikan
karakter yang pertama kali bagi anak-anaknya. Ketujuh, fungsi
pelestarian lingkungan. Dalam fungsi ini, keluarga memberikan
pengetahuan atau norma-norma terhadap lingkungan agar anak-
anaknya nanti lebih santun dan mempunyai unggah-ungguh
terhadap alam dan lingkungan. Kedelapan, fungsi reproduksi.
Dalam fungsi ini khususnya orang tua harus mengedukasi putra-
putrinya tentang kesehatan reproduksi karena merekalah yang
kelak melanjutkan keturunan yang baik.
Dari seluruh paparan di atas akhirnya dapat dikatakan bah-
wa pendidikan merupakan sarana utama pendidikan karakter
generasi muda. Pendidikan karakter itu tidak hanya dilakukan
di sekolah, tetapi juga dalam keluarga dan lingkungan masyara-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 115


kat. Agar generasi muda kita mampu bersaing di era masa depan
yang semakin sulit, diharapkan generasi muda senantiasa ber-
usaha keras untuk mengikuti pendidikan dengan baik, pendidik-
an yang berkarakter. ***

M. Happy Alhaq S. Lahir di Yogyakarta, 18 Februari


2000. Siswa MAN 2 Yogyakarta ini mempunyai hobi
membaca. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara
lain, Duta Remaja Genre Kota Yogyakarta 2017, Juara
I Pidato Bahasa Arab Putra Tingkat DIY 2013, dan
Karya Tulis yang dimuat dalam majalah Teratai,
Alamat rumah: Grojogan, Wirokerten, Banguntapan,
Bantul. Ponsel: 085643551787.

116 Yogyakarta dalam Perubahan


Obesitas Kini Telah
Mengintai Remaja
Maria Lintang Restu Semesta
SMA Negeri 4 Yogyakarta
lintangmaria.semesta19@gmail.com

Kebanyakan anak-anak memiliki pipi tembam karena fisik-


nya yang gemuk. Tidak hanya anak-anak, banyak pula remaja
yang melampaui berat badan ideal. Apakah hal tersebut dapat
dikatakan sehat?
Penumpukan lemak yang berlebihan di dalam badan atau
kegemukan yang berlebih disebut obesitas. Obesitas ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Tanda-tanda klinis pada penderita obesitas adalah, antara lain,
wajahnya yang membulat, perut gendut, dan banyak lipatan
lemak. Saat penderita obesitas menunduk, dagunya tidak bisa
mencapai dada.
Komplikasi dapat timbul akibat dari obesitas seperti diabetes
mellitus atau kencing manis, peningkatan kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) yang disebut juga kolesterol jahat, dan
penurunan jumlah kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) atau
disebut kolesterol baik. Hal tersebut yang menyebabkan ter-
bentuknya kerak dalam pembuluh darah yang disebut anteros-
klerosis. Anterosklerosis mempersempit ukuran diameter pem-
buluh darah sehingga bisa mendatangkan penyakit jantung
koroner dan serangan stroke, timbunan lemak yang menekan
saluran pernapasan dapat menyebabkan sleep apnea , yaitu napas
yang terhenti saat tidur.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 117


Obesitas tidak hanya berakibat pada fisik penderitanya,
tetapi juga psikologi penderita, khususnya anak-anak. Anak-anak
yang kelebihan berat badan merasa tidak percaya diri akan kon-
disi fisiknya karena sering diejek oleh teman-teman sebayanya.
Penderita obesitas cenderung susah bergaul sehingga menjadi
pendiam dan lebih sering menghabiskan waktu di rumah. Pa-
dahal, dengan lebih sering menghabiskan waktu di rumah, tubuh
menjadi kurang gerak. Penderita obesitas juga mengeluarkan
biaya sehari-hari yang lebih besar untuk keperluan pribadi,
misalnya pakaian.
Obesitas dapat disebabkan oleh faktor keturunan (genetik).
Penderita mengidap obesitas karena orang tuanya pun penderita
obesitas. Namun, obesitas juga dapat disebabkan oleh kebiasaan
sehari-hari, antara lain pola makan yang tidak teratur, terlalu
sering mengonsumsi fast food dan soft drink, dan kurang ber-
olahraga.
Dewasa ini obesitas menyerang anak-anak dan remaja. Data
kesehatan tahun 2008 menunjukkan sebesar 35% populasi dewasa
di dunia menderita obesitas, sedangkan di tahun 2010 sebanyak
6,7% populasi anak di dunia mengalami obesitas dan overweight.
Diperkirakan obesitas akan terus meningkat dan mencapai 9,1%
atau 60 juta orang yang mengidap obesitas di tahun 2020. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 juga menunjukkan
sebanyak 18,8% anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat
badan dan 10,8% menderita obesitas.
Tahun 2016 di Indonesia banyak terjadi kasus anak atau re-
maja yang meninggal karena penyakit obesitas. Kasus-kasus ter-
sebut antara lain seorang anak berumur sepuluh tahun bernama
Arya asal Karawang, Jawa Barat, meninggal dengan berat badan
190 kg. Kasus yang serupa, yaitu Wahid Zaenanda, remaja berusia
19 tahun asal Tegal, meninggal saat tidur karena penyumbatan
saluran pernapasan akibat obesitas (sleep apnea).
Pada kasus pertama, awalnya korban (Arya) tumbuh seperti
pada umumnya, tetapi semua berubah sejak korban gemar

118 Yogyakarta dalam Perubahan


mengonsumsi minuman dalam kemasan. Tidak hanya minuman
dalam kemasan, korban kerap kali mengonsumsi mie instan
sebagai pengganti nasi sehingga berat badan korban naik secara
drastis. Korban sering mengonsumsi minuman dalam kemasan
karena kesulitan tidur (Tribun Jateng, 2016).
Anak-anak muda sering kali nongkrong di warung—warung
yang buka 24 jam seperti warung makan mie instan untuk makan
atau hanya sekadar ngemil. Mereka lebih memilih warung makan
mie instan dengan alasan malas untuk memasak sendiri. Setelah
selesai makan, karena sudah tidak ada kegiatan lagi, mereka
langsung tidur. Kelihatannya hanya hal sepele, namun hal-hal
sepele seperti itulah yang bisa mendatangkan penyakit obesitas.
Saat ini, makanan dan minuman ringan, fast food, minuman
bersoda, dan sebagainya telah mendominasi di kalangan remaja.
Fast food atau makanan cepat saji memang memiliki kenikmatan
tersendiri saat mengonsumsinya, tetapi di balik rasanya yang
menggugah selera makanan cepat saji dapat merugikan tubuh.
Kandungan garam dan gula yang berlebihan pada makanan cepat
saji berdampak menimbulkan penyakit obesitas. Minyak dan
bahan pengawet yang terkandung dalam makanan cepat saji
membuat tubuh sulit untuk mengurai lemak.
Dilihat dalam kehidupan sehari-hari, remaja lebih senang
memilih makanan atau minuman tersebut dengan berbagai
alasan, yaitu lebih praktis, terlihat lebih bersih pengemasannya,
lebih lezat, dan sebagainya. Di sekolah, jarang sekali remaja yang
membawa bekal ke sekolah. Remaja justru sering memesan ma-
kanan lewat aplikasi yang tersedia pada smartphone. Kebanyakan
makanan yang dipesan adalah fast food atau soft drink. Jika ditanya
alasannya, banyak yang menjawab malas membawa bekal, geng-
si pada teman-temannya, dan lebih praktis. Perubahan gaya hidup
yang serba praktis memang mempermudah berbagai kegiatan,
salah satunya makan. Namun, disadari atau tidak, kemudahan
ini juga mendatangkan masalah baru seperti memicu datangnya
penyakit obesitas.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 119


Selain itu kegemaran remaja yang lain adalah menonton film
untuk mengisi waktu luang. Kebanyakan saat sedang menonton
film, cemilan merupakan salah satu hal yang tidak dilupakan.
Saat ngemil sambil menonton film secara tidak sadar karena
terlalu asyik, porsi cemilan menjadi lebih banyak dari biasanya.
Tidak disiplin dalam mengatur pola makan juga memicu
datangnya penyakit obesitas. Makanan memang merupakan salah
satu kebutuhan primer manusia. Namun, apabila tidak disiplin
dengan pola makan juga tidak baik bagi kesehatan. Akan lebih
baik apabila mengatur jadwal makan dan mengendalikan diri
untuk mematuhi jadwal makan yang sudah diatur. Seperti misal-
nya, ketika sudah lewat pukul sembilan malam, jangan makan
lagi. Salah satu pola makan yang sehat yaitu dengan membiasa-
kan sarapan.
Penyebab obesitas yang lain yaitu kurangnya berolahraga.
Dulu, masyarakat sering berpergian dengan berjalan kaki atau
naik sepeda, tetapi saat ini dengan adanya transportasi modern
yang berkembang pesat, berpergian dapat dilakukan dengan
mudah dan tidak perlu jalan kaki. Remaja juga lebih sering meng-
habiskan waktu di rumah daripada kegiatan di luar rumah. Alasan
remaja kurang berminat untuk berolahraga antara lain karena
di sekolah masing-masing sudah ada pelajaran olahraga, tidak
sempat untuk berolahraga, sudah lelah bersekolah, dan sebagai-
nya.
Obesitas dapat dicegah dengan berbagai cara. Pertama, di-
siplin terhadap pola makan. Jangan terlambat atau berlebihan
makan, membiasakan diri untuk sarapan, dan mengurangi porsi
makan malam. Jangan biarkan makanan yang mengatur diri sen-
diri, melainkan diri kita yang mengatur pola makan. Kedua,
menghindari fast food dan soft drink. Fast food dan soft drink memang
nikmat di lidah, tetapi belum tentu sehat untuk tubuh. Tidak
perlu merasa gengsi kalau tidak mengonsumsi makanan dan
minuman tersebut. Kalau perlu, ajak teman-teman untuk hidup
sehat dengan menghindarinya pula.

120 Yogyakarta dalam Perubahan


Ketiga, mengonsumsi makanan yang dapat membantu tubuh
agar terhindar dari obesitas seperti sayur, buah, tahu, dan tempe.
Sayur dan buah sudah dipercaya dari dulu memiliki khasiat yang
baik untuk tubuh. Kuo Chin Huang, Presiden Asean Oceania
Association for the Study of Obesity (AOASO), menjelaskan bahwa
mengonsumsi buah dan sayuran secara teratur dapat membantu
mencegah obesitas. Buah dan sayur dapat mempercepat pem-
bakaran lemak tanpa menambah banyak kalori. Contoh sayur
dan buah yang dapat membantu mencegah obesitas antara lain
brokoli yang kaya akan serat, bayam yang mengandung zat besi,
jeruk yang mengandung vitamin C, apel yang rendah kalori,
dan lain-lain. Tidak hanya buah dan sayur, mengonsumsi tempe
dan tahu dapat membantu mencegah penyakit obesitas karena
tahu dan tempe kaya akan serat dan protein, serta rendah kalori.
Keempat, memperbanyak minum air putih. Air putih dapat
mencegah obesitas karena air putih membantu melarutkan lemak
dalam tubuh. Secara normal remaja dan dewasa perlu minum
air putih delapan gelas per hari atau setara dengan dua liter.
Kelima, membiasakan membawa bekal ke sekolah bagi pelajar.
Membawa bekal dari rumah sudah jelas terjamin kebersihan dan
kesehatannya. Selain sehat dan bersih, membawa bekal dari
rumah juga lebih hemat. Lebih baik menabung uang daripada
menabung penyakit. Keenam, memperbaiki teknik mengolah
makanan. Mengolah makanan yang baik dapat dilakukan dengan
tidak terlalu sering menggoreng melainkan lebih sering merebus,
mengukus, memanggang, agar kandungan unsur lemak tidak
terlalu banyak.
Selanjutnya untuk mencegah obesitas dapat dilakukan dengan
rajin berolahraga. Olahraga tidak harus dilakukan dengan olah-
raga yang berat. Olahraga dapat dilakukan dengan sederhana
seperti lari pagi, jalan kaki, bersepeda, dan sebagainya. Olahraga
dapat dilakukan di sela kesibukan dan akan lebih baik bila dilaku-
kan secara teratur. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah
daripada mengobati. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk men-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 121


cegah penyakit obesitas, asalkan mau melakukannya dengan
teratur. Mencegah obesitas berarti telah menjaga tubuh agar tetap
sehat. Benar kata Mahatma Gandhi, kekayaan sejati adalah ke-
sehatan, bukan emas atau perak. ***

Maria Lintang Restu Semesta. Lahir di Sleman, 19


Januari 2002. Siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta ini
mempunyai hobi menulis, membaca, dan men-
dengarkan musik. Alamat rumah: Bejen 01/41,
Caturharjo, Sleman. Ponsel: 083840925090.

122 Yogyakarta dalam Perubahan


Melinting: Harus Dihindari
Muhammad Haidar Lazuardi
SMA Negeri 3 Yogyakarta
lichrazor22@gmail.com

Masa remaja sering dikatakan sebagai masa yang menen-


tukan jalan hidup seseorang. Kenapa bisa begini? Hal ini terjadi
karena masa remaja adalah fase perkembangan dari masa anak-
anak menuju dewasa. Masa remaja adalah fase yang paling me-
nentukan perkembangan diri anak di masa dewasa. Mereka cen-
derung memiliki keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti hal-
hal yang baru, dan meniru apa yang dilakukan orang-orang di
sekitarnya. Mungkin remaja tidak pernah tahu bahwa apa yang
dilakukan pada masa ini bisa menghilangkan masa-masa emas
yang dimiliki di masa depan. Kenapa?
Masa ini adalah masa saling tiru-meniru. Mereka banyak yang
meniru semua hal yang ada di sekitar mereka tanpa mempertim-
bangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Di pikiran mereka
hanya ingin terlihat dewasa seperti yang lainnya. Seperti halnya
saat mereka merokok. Mereka tidak tahu bahwa apa yang dilaku-
kan itu dapat merusak masa depan mereka, dan dapat merusak
generasi baru bangsa kita.
Apakah mereka hanya ingin terlihat kuat dan keren? Atau
ingin disembah-sembah bak raja, ratu, dan sejenisnya? Apa pun
memang dapat disediakan untuk mereka. Tetapi, apakah mereka
tahu apa yang sudah dilakukan itu merupakan pengkhianatan
kepada negara sendiri? Generasi muda adalah generasi pendiri

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 123


dan pencetus-pencetus baru yang bisa memajukan bangsa. Tetapi,
dengan tingkah laku yang seperti itu, berarti mereka telah bunuh
diri akibat tindakannya sendiri yang hanya karena ingin terlihat
kuat dan keren. Betapa pintar mereka melakukan hal-hal seperti
itu di hadapan mereka. Tanpa memikirkan apa yang dilakukan-
nya mereka bisa merusak kita semua.
Awalnya mereka tidak tahu apa yang dilakukan itu baik atau
tidak. Tetapi, mereka percaya bahwa yang dilakukan orang-orang
seperti itu pasti baik bagi diri mereka sendiri. Mereka bagaikan
seekor hewan yang tersesat di pedalaman hutan. Mereka akan
mencari ke segala arah untuk keluar dari hutan itu.
Setelah melihat tingkah-tingkah itu dari mereka, mungkin
mereka akan mencoba untuk meniru apa yang dilakukan. Dimulai
dari satu hisapan (lintingan) saja akan mengubah masa depan
mereka semua. Mereka mulai mencoba dan mencoba hingga
akhirnya lintingan itu bagaikan kekasih tercintanya. Mereka akan
mulai sulit untuk terlepas darinya. Memang inilah yang namanya
cinta. Yang namanya cinta itu sulit dilepaskan. Sekali cinta pasti
akan mencintai dan mencintai hingga akhir yang menentukan.
Pada masa-masa itulah dimulai pengrusakan anggota tubuh
karena mencontoh tingkah laku mereka. Dimulai dari gigi me-
reka, tenggorokan mereka, paru-paru mereka, otak mereka, suara
mereka, bahkan hati mereka. Setelah itu masa depan mereka
menjadi hilang begitu saja. Memang tidak menghilangkan semua
kesempatan yang ada, tetapi menghilangkan sebagian besar yang
ada. Contoh saja bila mereka ingin menjadi polisi, tentara, pemain
olah raga, pegawai negeri sipil, dan sebagainya. Di sana mereka
akan dites kesehatan dan pasti mereka tidak akan diterima.
Karena fisik mereka sudah dirusak oleh asap-asap dari lintingan
itu. Apakah masih tetap akan menghisap lintingan itu?
Kita pasti sering membaca ungkapan yang ada di wadah
lintingan itu. Bahkan ungkapan itu juga ada di iklan-iklan televisi.
Apa kita tahu apa ungkapan itu? Ungkapan itu adalah “Merokok
Membunuhmu!” Banyak orang bertanya kepada kita. Apakah

124 Yogyakarta dalam Perubahan


kita tidak bisa membaca? Apakah kita tidak punya mata? Apakah
kita sengaja mengabaikannya?
Bila kita sekali-kali ingin mencoba aktivitas yang mem-
bahayakan itu, segera hilangkan sebelum terlambat. Memang
bukan hal mudah untuk melepas kecanduan yang disebabkan
oleh lintingan itu.
Hasil wawancara membuktikan bahwa banyak remaja yang
sulit melepas kebiasaan itu setelah ia mencobanya. Mereka me-
rasa ada sesuatu yang tidak enak dan aneh apabila tidak melaku-
kannya. Sungguh ini yang menjadi hal yang tidak baik bila
mereka merasa ingin mencobanya. Kita juga sudah tahu bahaya-
bahaya yang ditimbulkannya bukan? Oleh karena itu, hentikan
keinginan untuk mencoba lintingan ini.
Jangan rusak segala sesuatu yang ada di sekitar dengan peri-
laku kita yang tidak baik itu. Pasti yang didapat nanti hanya ke-
rugian dan penyesalan. Sudah banyak orang yang menjadi korban.
Apakah kita (dan kalian) mau menjadi salah satunya? Tidak. ***

Muhammad Haidar Lazuardi. Lahir di Yogyakarta,


23 Agustus 2001. Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta
ini mempunyai hobi menggambar. Alamat rumah:
Taman KT 1/370, Yogyakarta. Telepon/Ponsel:
(0274) 373330; 089637843568.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 125


Pendidikan Karakter
Berbasis Moral
Nadia Arina Ilma
SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
nadiaarina7@gmail.com

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampil-


an, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari gene-
rasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang
lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
UNESCO menyebutkan bahwa “education is now engaged is
preparinment for a tife society which does not yet exist” atau pendidik-
an sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu
tipe masyarakat yang belum ada. Konsep sistem pendidikan
mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value).
Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendi-
dikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu, sekarang, dan masa datang.
Dalam pendidikan, karakter seseorang sangatlah berpenga-
ruh. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat
agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pem-
belajaran yang sesuai adalah metode keteladanan,  metode
pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang

126 Yogyakarta dalam Perubahan


dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter memiliki nilai-
nilai tertentu yaitu relagius, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, ber-
sahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial dan, tanggung jawab. Pemerintah telah menetapkan ke-
bijakan dalam bidang pendidikan yaitu dengan adanya program
wajib belajar 12 tahun. Tetapi, apakah program tersebut telah
mampu menjadikan anak bangsa ini memiliki karakter yang
diharapkan?
Yogyakarta adalah kota yang dijuluki sebagai kota pelajar.
Kota ini dipadati oleh ribuan pelajar dan mahasiswa dari berba-
gai daerah di seluruh Indonesia. Mereka berusaha masuk ke
sekolah atau perguruan tinggi yang diinginkan, bersaing dengan
ribuan pelajar dan mahasiswa lainnya. Di Yogyakarta tedapat
kurang lebih 108 SMA, 492 SMP, dan 130 perguruan tinggi.
Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ini tentu telah banyak
meluluskan siswa dan mahasiswanya. Akan tetapi, yang menjadi
masalah bukan kelulusannya, melainkan apakah setelah lulus
mereka memiliki karakter seperti yang diharapkan.
Seperti diketahui bahwa masih banyak anak-anak bangsa
yang jauh dari karakter yang diharapkan. Para pelajar seharusnya
memiliki kesadaran dalam menempuh pendidikan, bukan men-
jadi siswa yang gemar dengan tawuran, klithih, anarkisme, bullying,
dan sebagainya. Aktifitas itu sudah merenggut nyawa beberapa
pelajar dan melukai belasan pelajar. Awalnya mereka menunjuk-
kan eksistensi terkait geng sekolah mereka ke sekolah lain, tetapi
akhirnya hal itu memakan korban.
Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya aksi tawuran antar-
pelajar di Yogyakarta seperti yang terjadi sepanjang tahun 2016.
Pada 2016 terjadi sebanyak 43 kasus. Tindakan Polda DIY untuk
menyelesaikan kasus-kasus seperti itu bermacam-macam. Dan
anak-anak dengan kategori usia 14 sampai 18 tahunlah yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 127


marak dijumpai. Usia yang terbilang muda saja sudah mampu
melakukan tindakan yang dapat melanggar hukum, lalu bagai-
mana karakter mereka jika sudah dewasa nanti? Apakah akan
semakin menjadi?
Tidak hanya terjadi di Yogyakarta, kasus-kasus pelajar yang
melenceng dari nilai-nilai karakter pendidikan juga terjadi di
beberapa daerah lain di Indonesia, tepatnya di kota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kurang lebih tercatat 301
kasus tawuran. Menurut ICW (Indonesian Corruption Watch), 84%
anak Indonesia telah mengalami kekerasan di sekolahnya.
Sering dituduhkan bahwa pelajar yang berkelahi berasal dari
sekolah kejuruan atau dari keluarga dengan ekonomi yang
lemah. Di ibukota, data tersebut tidaklah mendukung. Dari 275
sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah
sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya,
yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang berasal dari ke-
luarga mampu. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah
yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral
yang baik, juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis
dan sering tidak berada di rumah.
Penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Ter-
utama di kota-kota besar. Masalahnya sebenarnya sedemikian
kompleks, misalnya dipengaruhi oleh faktor sosiologis, budaya,
psikologis, dan kebijakan pendidikan. Melakukan hal-hal yang
tidak berguna seperti di atas hanya akan menjadi suatu permasa-
lahan, lebih baik berfokus pada pendidikan karakter yang ter-
bentuk.
Banyak orang belum memahami peran sekolah yang se-
benarnya. Sebagian orang menilai bahwa sekolah adalah tempat
anak harus belajar. Mereka menilai bahwa kesuksesan sebuah
sekolah dilihat dari keberhasilan dalam mencetak siswa-siswi
yang berprestasi. Kita seharusnya menyadari peran sekolah
dalam pendidikan karakter anak sangatlah penting.

128 Yogyakarta dalam Perubahan


Memang benar, pengajaran, teladan, dan kepedulian guru
sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter siswa. Tetapi,
jika anak-anak itu sendiri tidak memperhatikan apa yang bisa
dipelajari dari guru, hal itu tidak akan bisa mengubah pelajar
menjadi memiliki karakter seperti yang diharapkan. Karenanya
seorang guru harus respek pada kemampuan setiap anak yang
memiliki keunikan masing-masing.
Sekolah menjadi tempat bagi para siswa untuk bebas ber-
ekspresi, bukan hanya di ruang kelas, tetapi juga dalam kegiatan
luar seperti ekstakulikuler dan organisasi. Mengikuti kegiatan
seperti itu menjadikan mereka memiliki kepribadian yang baik.
Organisasi juga merupakan tempat untuk menemukan bakat,
mengajarkan persahabatan, dan belajar untuk lebih menghargai.
Pada dasarnya pendidikan dapat mengangkat harkat dan
martabat manusia sekaligus membangun peradaban bangsa.
Dengan pendidikan kita memanusiakan seluruh rakyat karena
pendidikan yang baik akan membuahkan kebajikan, kecerdasan,
kematangan karakter, dan integritas yang tinggi.
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika
dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika di-
besarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika dibesar-
kan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Dan jika
dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Sebaliknya,
jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika
dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika dengan
rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika dengan dukung-
an, ia belajar menyenangi diri. Dan jika dibesarkan dengan kasih
sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam
kehidupan.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa untuk mampu bersaing
di dunia global kita harus meningkatkan kualitas, produktif,
dan tangguh. Itu semua adalah tugas para guru sejak dulu sampai
kapan pun. Selain itu, hal tersebut juga menjadi tugas kita semua.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 129


Bahkan faktor internal keluarga dan lingkungan merupakan
faktor utama dalam pembentukan karakter yang diharapkan.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu
melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks.
Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan,
budaya, tingkat ekonomi, dan semua hal dari lingkungan yang
makin lama makin beragam dan banyak. Karena itu, di sini ke-
hadiran Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah penting. Keha-
diran BK berfungsi menyelesaikan permasalahan siswa dengan
cara atau standar yang ditentukan. Cara yang dilakukan biasa-
nya tidak dengan pemberian sanksi, tetapi lebih pada upaya
meningkatkan kualitas hubungan interpsersonal antara konselor
dan siswa. Dalam upaya inilah pesan-pesan moral oleh konselor
diharapkan dapat masuk ke dalam diri siswa sehingga tercipta
suatu karakter seperti yang diharapkan. ***

Nadia Arina Ilma. Lahir di Brebes, 23 Mei 2000.


Siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini me-
miliki hobi menggambar, membaca, dan melukis.
Alamat rumah: Jalan Pemuda 25, Ciampel, Kersana,
Brebes, Jawa Tengah. Ponsel: 087702058215.

130 Yogyakarta dalam Perubahan


Menyikapi Pengaruh
Tayangan Televisi
Noviana Lestari
MAN 1 Yogyakarta
novianaa.9b19@gmail.com

Acara televisi yang ditayangkan di Indonesia akhir-akhir


ini memang memprihatikan. Apabila diamati banyak tayangan
televisi yang hanya memiliki sedikit manfaat bahkan sama sekali
tidak memiliki manfaat. Televisi yang seharusnya menjadi salah
satu media hiburan kini menjadi pengendali perilaku masyarakat.
Di Indonesia sendiri lebih dari 15 stasiun televisi nasional di-
kelola oleh swasta dan pemerintah dengan berbagi progam acara
baik itu hiburan, berita, maupun yang lainnya.
Menurut Lily Rofil, televisi adalah media massa berlatar
belakang sebagai perangkat sosial yang berpengaruh besar pada
masyarakat. Kehidupan sosial masyarakat yang semula tradisio-
nal berubah cepat menjadi modern akibat modernisasi yang
dibawa oleh televisi. Tayangan program televisi seperti reality
show, infotainment, sinetron, film, bahkan iklan sekalipun turut
serta mengatur dan mengubah life style di masyarakat.
Salah satu yang banyak disoroti adalah penayangan iklan.
Bagi masyarakat yang kurang berpendidikan iklan bisa menjadi
sangat berpengaruh bagi mereka. Karena pola pikir mereka yang
sederhana dan kurang kritis sehingga mudah untuk dipengaruhi.
Namun, bukan berarti bagi masyarakat yang berpendidikan tidak
bisa terpengaruh oleh iklan, hanya saja mereka kurang selektif.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 131


Akibat yang timbul dari pengaruh iklan ini adalah perilaku kon-
sumeris.
Data menunjukkan rata-rata anak melihat lebih dari 40.000
iklan televisi setiap tahun, yang sebagian besar berdurasi antara
lima belas sampai dengan tiga puluh detik. Anak-anak merupa-
kan target pasar dari para pengiklan karena kelompok ini mem-
berikan kontribusi ekonomi yang cukup besar.  Bahkan data
tahun 1998 menunjukkan bahwa anak-anak menghabiskan US$ 24
juta dan berhasil mempengaruhi keluarga mereka untuk menge-
luarkan uang sebesar US$ 188 untuk keperluan mereka.
Hasil studi menunjukkan, 80% dari semua iklan bagi anak-
anak bisa dikategorikan dalam empat produk, yaitu sereal, per-
men, mainan, dan makanan cepat saji.  Pola ini sudah muncul
sejak 1970 dan masih sama pada beberapa tahun terakhir ini. 
Kebanyakan tema atau pendekatan yang digunakan anak-anak
dihubungkan dengan produk yang berkaitan dengan bermain
dan bergembira serta tidak dilekatkan dengan informasi yang
penting terkait dengan produk yang dijual. Iklan yang digunakan
sebagai selingan pada saat acara utama memang tidak bisa kita
hindari, apalagi perusahaan pertelevisian menggunakan iklan
sebagai salah satu sumber pendapatan mereka. Kita sebagai
masyarakat harusnya lebih kritis terhadap iklan-iklan yang kita
tonton setiap harinya di televisi. Jangan sampai kita terjerat
dengan iklan dan menghabiskan uang kita hanya untuk membeli
barang atau menikmati hal yang belum tentu kita butuhkan.
Selain dampak menonton televisi yang terbukti secara ilmiah
dapat terkena risiko diabetes, obesitas, dan kerusakan otak,
dampak secara psikologis lebih dapat diamati dan terlihat secara
nyata. Misalnya pergeseran budaya dalam berkomunikasi. Pada
zaman dahulu lelucon secara verbal dan kasar seperti meng-
umpamakan sesuatu yang tidak pantas untuk menyebut atau
memanggil orang lain konsekuensinya adalah dinasihati bahkan
dijauhi. Beda dengan masa kini yang malah ditertawai. Sebagai
generasi muda dan agen perubahan, baiknya kita tidak menelan

132 Yogyakarta dalam Perubahan


mentah-mentah informasi yang tersedia dari televisi. Kita juga
memiliki tindakan konkret seperti membuat laporan jika ada
program yang tidak pantas ke KPI dan tidak menonton progam
acara tersebut sehingga memiliki rating rendah.
Salah satu program yang tidak pantas dilihat adalah program
berbau pornografi. Kasus yang pernah dilaporkan adalah pena-
yangan film semi porno yang diduga dilakukan salah satu stasiun
televisi. Warga melaporkan kasus tersebut ke kepolisian hingga
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Polisi bahkan sudah
menurunkan tim reserse dan kriminal (reskrim).
Pornografi beberapa tahun ini menjadi permasalahan yang
cukup serius di Indonesia. Bahkan karena tingkat pornografi
cukup tinggi, undang-undang yang mengatur pornografi mulai
dibuat. Undang-undang yang secara tegas mengatur pornografi
adalah UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Porno-
grafi). Pengertian pornografi menurut pasal 1 ayat 1 adalah:

“… gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,


gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak
tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai ben-
tuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka
umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

Beberapa acara televisi di Indonesia sekarang ini sudah banyak


yang menampilkan pornografi baik secara terang-terangan mau-
pun tidak. Misalnya saja acara musik yang ditampilkan secara
langsung banyak menampilkan pornoaksi dari penyanyi ataupun
dari banyaknya film yang harusnya belum lulus sensor tetapi
sudah ditayangkan.
Pengawasan dan pendampingan dari orang tua kepada
anak-anaknya saat menonton televisi sangat dibutuhkan meng-
ingat banyaknya risiko anak melihat tayangan yang seharusnya
belum pantas mereka lihat. LSF (Lembaga Sensor Film) seharus-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 133


nya lebih ketat terhadap film-film yang diedarkan di Indonesia.
Akan menjadi generasi seperti apa jika anak-anak sudah menon-
ton tayangan yang berbau pornografi?
Selain sifat konsumerisme dan bahaya pornografi, hal lain
yang harus menjadi perhatian adalah timbulnya kekerasan.
Beberapa tahun lalu sempat muncul berita tentang tewasnya anak
karena mereka berkelahi. Ternyata mereka berkelahi karena
mereka melihat tayangan smack down. Dari pengalaman tersebut
kita seharusnya belajar untuk lebih berhati-hati dan tidak mem-
biarkan anak menonton televisi tanpa pendampingan.
Pemerintah seharusnya bertindak lebih aktif dalam peng-
awasan tayangan-tayangan televisi agar akibat-akibat buruk
seperti di atas dapat dikurangi. Lembaga-lembaga keagamaan
juga dapat ikut berpartisipasi dalam hal ini. Surat teguran kepada
stasiun televisi yang menampilkan acara-acara yang tidak baik
juga dapat dilakukan apabila diperlukan. Diharapkan dunia per-
televisian Indonesia mempunyai sistem kontrol yang kuat agar
tidak kebablasan dan memikirkan keuntungan mereka sendiri.
Contoh tayangan lainnya seperti acara musik. Tema lagu-
lagu yang diputar pun tidak jauh dari tema percintaan. Banyak
lirik lagu yang kurang tepat untuk dinyanyikan dan didengar
oleh remaja yang umumnya bertindak tanpa berpikir panjang.
Selain itu, acara musik yang ditayangkan umumnya menampilkan
secara langsung artis-artis penyanyi dengan gaya dan pakaian
yang sengaja dibuat berbeda dari yang biasanya dan mencolok
agar banyak yang tertarik untuk melihat. Inilah yang ditiru oleh
kebanyakan remaja sekarang. Remaja di mana pun memang ingin
dan butuh perhatian. Mereka mencari segala cara agar bisa me-
narik perhatian banyak orang sehingga mereka bahkan tidak
malu-malu meniru gaya artis-artis idola mereka. Anehnya, tujuan
utama mereka cenderung tertuju pada lawan jenis. Jika orang
tua yang memperhatikan dan mengomentari gaya dan pakaian
mereka, tak sedikit dari mereka justru marah bahkan melawan.

134 Yogyakarta dalam Perubahan


Selanjutnya program televisi lain adalah berita. Berita ber-
tujuan memberikan informasi dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi baik di Indonesia maupun luar negeri. Namun, berita
sekarang banyak yang terpaku pada segi negatif. Meskipun pada
kenyataannya berita yang disajikan memang fakta. Kebanyakan
orang memang cenderung lebih mendahulukan melihat dan
membaca hal-hal yang negatif daripada yang positif. Contohnya
saja seperti judul berita pada sebuah acara. Penonton akan ter-
tarik menonton acara yang judulnya memuat hal-hal negatif
terbaru seperti “Pemerkosaan Seorang Siswi SMP oleh Gurunya”
dibandingkan dengan “Jalan Simanjuntak yang Rusak Perlu
Perbaikan”.
Meskipun pada dasarnya masyarakat memang lebih menyu-
kai hal-hal baru yang dikemas secara ringan seperti acara berita,
ada baiknya bila penyajian berita diimbangi dengan peristiwa
positif. Seperti siswa dan mahasiswa berprestasi, pegawai tela-
dan, pengusaha yang sukses, peluang berbisnis dan berwira-
usaha, dan sebagainya agar penonton pun bisa terinspirasi untuk
menjadi lebih baik.
Memang tidak semua tayangan yang ada sekarang ini tidak
baik, hanya saja masih banyak perbaikan-perbaikan yang harus
dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tayangan televisi juga
memberikan dampak positif bagi para penonton. Beberapa di
antaranya adalah televisi merupakan media yang dapat mem-
berikan informasi secara cepat kepada masyarakat luas. Hal ter-
sebut dikarenakan hampir seluruh masyarakat memiliki televisi
sehingga jika suatu informasi diberikan di televis, hampir seluruh
masyarakat mengetahui secara cepat.
Selanjutnya, beberapa penelitian mengatakan, seorang anak
yang lebih sering menonton televisi memiliki wawasan yang
lebih luas dibanding anak-anak yang tidak menonton televisi.
Pernyataan itu sangatlah masuk akal karena tidak sedikit acara
televisi yang edukatif dan informatif. Lalu, acara-acara yang
kreatif bisa mengajak remaja ikut kreatif. Dengan acara kreatif

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 135


para remaja akan mendapat ide atau konsep baru. Oleh karena
itu, diperlukan usaha bersama dari orang tua, masyarakat, sta-
siun televisi, dan pemerintah untuk menghindari dampak buruk
yang mungkin dihadapi. Baiknya tayangan televisi sekurang-
kurangnya tidak membawa pengaruh negatif yang besar bagi
masyarakat, dan lebih baik lagi apabila mempunyai nilai-nilai
pendidikan yang mencerdaskan masyarakat.
Akhirnya, kejelian memilah tayangan televisi yang layak
ditonton sangat diperlukan agar penonon dapat mengambil
manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kebutuhan masing-
masing. Orang tua juga dapat mengawasi, mendampingi, dan
membimbing anak-anaknya agar menonton bukan hanya sekedar
kegiatan yang menyia-nyiakan waktu. Jangan sampai masyarakat
kita tidak berkembang atau maju pola pikirnya karena pengaruh
progam televisi yang lebih mengedepankan progam seperti reality
show pengungkap skandal atau acara gosip. Karena itu, ada baik-
nya bila masyarakat, pemerintah, dan pelaku industri televisi
bersinergi untuk membangun dan meningkatkan kualitas
program-programnya. ***

Noviana Lestari. Lahir di Bantul, 22 November 1999.


Siswa MAN 1 Yogyakarta ini mempunyai hobi
membaca novel. Pernah meraih prestasi sebagai Juara
II Lomba Baca Puisi Bahasa Perancis di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Alamat rumah: Cungkuk, RT
08, RW 09, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Ponsel:
089693791224.

136 Yogyakarta dalam Perubahan


Mengintip Lebih Jauh
Kurikulum 2013
Oktafina Noor Ulfa
SMA Negeri 7 Yogyakarta
oktafinanoorulfa@gmail.com

Dalam memasuki era globalisasi yang penuh persaingan


diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan
nyata saat ini untuk para penerus bangsa. Agar Indonesia menjadi
negara yang semakin maju dengan kecerdasan pelajar-pelajar-
nya, untuk itu pemerintah mencetuskan kurikulum yang tepat
pada sasarannya, yaitu Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 (K13) adalah kurikulum terbaru yang disah-
kan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2013
lalu untuk menggantikan kurikulum sebelumnya, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau biasa disebut Kurikulum
2006. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang di dalamnya
mengutamakan pemahaman, kemampuan, serta tingkah laku
siswa dalam kesehariannya terutama di wilayah sekolah. Siswa
dituntut agar memahami materi yang sedang dipelajari, aktif da-
lam kegiatan belajar mengajar (KBM) seperti mencari atau searching
seluas mungkin materi pembelajaran, meneliti suatu objek, dan
atau mempresentasikan hasil kerjanya agar siswa lebih percaya
diri tampil di depan umum dan juga antarsiswa pun dapat ber-
bagi informasi mengenai materi yang sedang dikaji.
Pemerintah prihatin atas para penerus bangsa yang moral
dan karakternya semakin tidak menjanjikan. Di sini tidak berarti
memberi kesan buruk terhadap seluruh pelajar di Indonesia,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 137


tetapi tidak sedikit pelajar yang karakternya perlu dibenahi
sebelum masalah ini menular kapada pelajar-pelajar lainnya.
Misalnya saja, si A pandai dalam nilai akademiknya, melainkan
sikap terhadap gurunya kurang sopan, dan hal ini tentu saja
kurang sedap dilihat. Maka dari itu, pemerintah tidak hanya
menuntut penilaian pengetahuan tetapi juga penilaian sikap.
Contoh lainnya, Joni adalah seorang siswa SMA yang men-
dapat ranking 1 di kelasnya. Akan tetapi, ia salah dalam memilih
pergaulan hingga akhirnya bersikap kurang baik. Misalnya ia
selalu berpesta dan berjudi setiap malam Minggu. Hal ini juga
tidak patut dicontoh, meskipun dirinya seorang yang pandai,
moral dan atittude tetap diutamakan.
Penilaian sikap yang dimaksud tidak hanya sikap sopan ter-
hadap guru dan teman-teman, atau contoh di atas, tetapi juga
bagaimana siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasannya
sehingga teman-teman sepembelajarannya juga memahaminya.
Di sini, siswa dituntut agar bersikap aktif dan kritis dalam meng-
kaji materi pembelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator, jadi
siswa sebaiknya berperan aktif dalam mencari informasi-infor-
masi, menuangkan ide gagasan, serta menyampaikan kepada
orang lain. Karena banyak juga siswa yang pemalu dan pendiam
merasa tidak percaya diri dalam mempresentasikan atau tampil
di depan umum, sehingga pada Kurikulum 2013 ini siswa diberi
waktu lebih luas untuk berperan aktif dalam sharing ataupun
presentasi pada umumnya di depan kelas.
Pada Kurikulum 2013 siswa juga diberi waktu lebih luas
mengenai praktik saat pembelajaran. Tidak hanya seolah-olah
siswa diberi asupan materi oleh guru, tetapi siswa juga bisa
menunjukkan serta mengembangkan kemampuannya. Hal ini
merupakan kelebihan Kurikulum 2013 karena siswa lebih banyak
terlatih untuk bergerak dan bertindak, tidak hanya mendengar-
kan materi yang disampaikan guru. Semisal praktik dalam mata
pelajaran Seni Budaya yaitu menari. Jika pada KTSP, siswa hanya
diberi materi mengenai tari, asal usulnya, macam-macamnya,

138 Yogyakarta dalam Perubahan


dan lain-lain. Akan tetapi, pada Kurikulum 2013, siswa diwajib-
kan untuk berpraktik tari yang juga sebagai penilaian. Dengan
demikian, siswa diharapkan menjadi lebih aktif.
Dalam Kurikulum 2013 khususnya jenjang SMA/SMK, siswa
sudah diwajibkan memilih satu jurusan sejak kelas X, yang di
dalamnya terdapat mata pelajaran wajib yakni mata pelajaran
yang ada di seluruh jurusan dan mata pelajaran pilihan yang
sesuai dengan jurusannya. Di jenjang SD dan SMP hal ini belum
diberikan mengingat umur dan psikologi siswa belum mencu-
kupi. Sebagai contoh, di bawah umur 15 tahun anak-anak masih
memiliki kelabilan yang cukup tinggi dalam hal menentukan
sesuatu (jurusan).
Pada Kurikulum 2006, saat melanjutkan ke jenjang SMA, ada
masa penjurusan siswa IPA/IPS pada kelas 11. Dengan pendini-
an, yakni penjurusan sejak kelas 10, diharapkan siswa mampu
lebih fokus terhadap pilihannya dan lebih terarah untuk meng-
gapai cita-citanya di masa depan.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 banyak menjadi perdebatan
di kalangan pelajar. Tidak sedikit yang menolak, tetapi tidak
sedikit pula yang mendukung. Sebagai patokan yang relatif baru,
Kurikulum 2013 akan menghadapi berbagai masalah dan tan-
tangan dalam implementasinya, baik di tingkat nasional maupun
dalam tatanan lokal. Ketika uji publik misalnya, pengembangan
kurikulum ini sudah mendapat penolakan dari beberapa kelom-
pok masyarakat peduli pendidikan. Demikian halnya dalam
tatanan lokal, banyak guru, kepala sekolah, dan pengawas yang
belum/tidak siap mengikuti perubahan tersebut.
Masalahnya, apabila perubahan dalam bidang pendidikan
yang telah beberapa kali diupayakan oleh pemerintah kandas
di tengah jalan, bagaimana akhirnya nasib Kurikulum 2013? Ja-
waban atas pertanyaan tersebut sangat bergantung pada pema-
haman pelaksana di lapangan dalam mengimplementasikan
perubahan. Untuk itu, diperlukan pemahaman yang mendalam

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 139


dari para pelaksana dan yang berkepentingan dengan imple-
mentasi kurikulum sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Mengenai berlanjut atau tidaknya Kurikulum 2013 itu sudah
dibuktikan hingga saat ini, yaitu masih berlanjut. Setelah Menteri
Pendidikan sebelumnya, Anies Baswedan, digantikan oleh
Muhadjir Effendy, Kurikulum 2013 pun direvisi akan kekurangan-
kekurangannya sehingga muncul kurikulum terbaru yakni
Kurikulum 2013 Revisi.
Adapun kekurangan dalam Kurikulum 2013 di antaranya
seperti berikut. Pertama, guru banyak salah kaprah. Mereka ber-
anggapan dengan Kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan
materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran
yang harus tetap dijelaskan oleh guru. Kedua, banyak guru yang
belum siap secara mental dengan Kurikulum 2013 karena kuri-
kulum ini menuntut guru lebih kreatif. Pada kenyataannya me-
mang hanya sedikit para guru yang seperti itu sehingga mem-
butuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka cakrawala
berpikir guru, dan salah satunya dengan diklat agar mengubah
paradigma guru sebagai pemberi materi menjadi guru sebagai
motivator siswa agar kreatif. Ketiga, kurangnya pemahaman guru
dengan konsep pendekatan scientific. Keempat, kurangnya ke-
terampilan guru merancang RPP. Kelima, guru tidak banyak yang
menguasai penilaian autentik. Keenam, tugas menganalisis SKL,
KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya dikerjakan
oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat da-
lam kasus ini. Ketujuh, tidak pernahnya guru dilibatkan langsung
dalam proses pengembangan kurikulum karena pemerintah
cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang
sama. Kedelapan, tidak adanya keseimbangan antara orientasi
proses pembelajaran dan hasil dalam Kurikulum 2013 karena
UN masih menjadi factor penghambat. Terakhir, terlalu banyak
materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi
bisa tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang
kurang berdedikasi terhadap mata pelajaran yang diampu.

140 Yogyakarta dalam Perubahan


Selain itu, beban belajar siswa dan guru terlalu berat sehingga
waktu belajar di sekolah terlalu lama.
Dengan kekurangan-kekurangan di atas, bukan berarti Kuri-
kulum 2013 tidak mempunyai kelebihan. Beberapa kelebihan
Kurikulum 2013 ialah berikut. Pertama, dengan adanya pendidik-
an karakter sekaligus sebagai penilaiannya, siswa menjadi lebih
sopan, menghormati, dan ber-atittude baik. Kedua, siswa dituntut
untuk bersikap aktif sehingga banyak siswa yang pendiam
menjadi lebih baik di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung.
Ketiga, pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa dapat
berdiskusi dan menggali ilmu seluas mungkin serta seaktif
mungkin. Keempat, guru sebagai fasilitator sehingga siswa dapat
bertanya materi lebih mendetail jika kiranya masih kurang paham
dengan materi yang telah dikumpul/dicarinya. Kelima, siswa
diberi waktu lebih luas untuk berdiskusi sehingga antarsiswa
dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat meminimalisasi
angka individualisme di sekolah. Keenam, siswa lebih dituntut
untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masa-
lah yang mereka hadapi di sekolah. Dan yang terakhir, ketujuh,
siswa dituntut agar suka membaca/literasi.
Pada zaman sekarang banyak remaja kita tidak suka mem-
baca, baik cerpen, koran, berita, artikel, dll. Penelitian Human
Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk
melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110
dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat
menjadi 111 di tahun 2009. Berdasarkan data CSM, yang lebih
menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa
SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat,
jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul, Belanda 30
judul, Prancis 30 judul, Jepang 22 judul, Swiss 15 judul, Kanada
13 judul, Rusia 12 judul, Brunei 7 judul, Singapura 6 judul,
Thailand 5 judul, dan Indonesia 0 judul/buku (https://
go ogl e w e b l igh t. c om / ? l it e _ u rl= h t tps : / / s a h a b a tg ur u.
wordpress.com/2012/08/29/fakta-minat-baca-di-indonesia/).

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 141


Sungguh miris jika didengar, oleh sebab itu Kurikulum 2013 ini
mengajak siswa untuk lebih membiasakan diri membaca, baik
itu novel, cerpen, berita, artikel, dll.
Kabar Kurikulum 2013 di SMA Negeri 7 Yogyakarta berjalan
dengan baik. Setelah sebelumnya sebagian guru merasa kecewa
karena adanya Kurikulum 2013 Revisi. Hal ini tentu perlu kita
garis bawahi, terutama mengenai pencetakan buku revisi. Tentu
untuk mendapat buku-buku revisi terbaru sekolah harus me-
nyiapkan dana yang tidak sedikit. Buku pegangan siswa dan guru
sebelum revisi pun dinilai sia-sia, karena buku-buku itu tertumpuk
rapi di pojok perpustakaan. Hal ini artinya buku-buku itu tidak
digunakan semestinya, padahal sekolah juga sudah membelinya.
Semoga tidak ada Kurikulum 2013 Revisi Edisi 2. ***

Oktafina Noor Ulfa. Lahir di Yogyakarta, 25 Oktober


2000. Siswa SMA Negeri 7 Yogyakarta ini memiliki
hobi menulis dan olahraga bulu tangkis. Alamat
rumah: Jalan Glagah UH IV/272, Yogyakarta.
Telepon/ponsel: (0274) 489978; 085868282806.

142 Yogyakarta dalam Perubahan


Pelajar yang Harus Diajari
Prameitha Ayu W.
SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta
ithawulan274@gemail.com

Pendidikan merupakan hal penting untuk semua orang. Pen-


didikan adalah investasi jangka panjang yang harus dipersiapkan
sedini mungkin dengan sarana dan prasarana yang baik. Dari
pendidikan kita berharap mendapatkan generasi penerus yang
berkompetensi.
Berbicara tentang pendidikan pasti berhubungan dengan
penilaian, pengetahuan, cara berpikir seseorang, dan sikap atau
perbuatan seseorang. Apa yang dimaksud dengan penilaian?
Menurut Asmawi Zainul, penilaian adalah suatu proses untuk
mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggu-
nakan tes maupun nontes. Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud
dengan sikap? Sikap adalah perasaan, pikiran, kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen dan meninggal-
kan aspek-aspek tertentu dalam lingkungan.
Berkaitan dengan persoalan sikap, sekarang pelajar Indone-
sia khusus di Yogyakarta sudah banyak yang memiliki sikap
temperamental. Banyak pelajar kota Yogyakarta yang melakukan
aksi nekad di luar batas dengan sikap kemarahannya dan ke-
egoisannya. Aksi nekad mereka itu dinamakan dengan kenakalan
remaja. Kenakalan remaja? Lalu apa yang dimaksud dengan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 143


remaja? Remaja adalah perpindahan usia dari anak-anak menuju
dewasa.
Usia remaja adalah usia yang paling rawan dalam pergaulan.
Di usia remaja mereka berpotensi untuk ingin tahu tentang apa
yang belum dia ketahui. Kenakalan remaja itu terjadi karena
adanya banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor
yang sudah terbukti adalah perkembangan teknologi dan penga-
ruh dari budaya barat. Pasti banyak orang yang bertanya, apa
hubungan perkembangan teknologi dan pengaruh dari budaya
barat yang membuat remaja di Indonesia khususnya Yogyakarta
masih sulit diatasi?
Hal itu tentu bisa terjadi karena dengan adanya teknologi
canggih remaja mudah mencari informasi tentang apa yang ingin
dia ketahui lewat gadget yang ia miliki. Pengaruh dari budaya
barat sendiri memiliki peran dalam kenakalan remaja. Selain itu,
orang tua juga berperan penting dalam mencegah terjadinya ke-
nakalan remaja. Karena, kasih sayang dan perhatian orang tua
akan lebih berpengaruh dan bisa mengendalikan terjadinya
kenakalan remaja.
Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan orang tua ketika
melihat terjadinya kenakalan remaja. Bisa jadi orang tua sudah
mendidik anaknya dalam hal yang positif, tetapi itu semua ter-
gantung pada sang anak. Atau malah bisa jadi anak yang diper-
hatikan orang tua terlalu ketat sehingga merasa dikekang yang
akibatnya menjadi despresi. Pada dasarnya anak yang terlalu
dikekang menjadikan mental anak rendah dan hal itu akan mem-
buat anak menjadi memberontak yang bisa menyebabkan ter-
jadinya kenakalan remaja. Kenakalan Remaja juga bisa terjadi
karena faktor lingkungan sekitar.
Jika remaja tinggal di lingkungan yang kurang baik pasti
mereka akan mengikuti aksi yang kurang baik juga. Wajar saja
sang anak lebih memiliki daya ingat yang kuat dan daya ingin
tahu yang lebih. Jadi, orang tua harus lebih berhati-hati dalam
mendidik anaknya untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja.

144 Yogyakarta dalam Perubahan


Kenakalan remaja sendiri memiliki banyak macamnya, di antara-
nya pergaulan bebas, klithih, narkoba, tawuran, dll. yang semua
ini juga terjadi di Yogyakarta.
Di siaran televisi atau radio kita sudah tidak asing lagi dengan
istilah pergaulan bebas, klitih, narkoba, dan tawuran antar-
pelajar. Apa sih pergaulan bebas itu? Pergaulan bebas ialah salah
satu bentuk perilaku menyimpang yang melewati batas dari
kewajiban, tuntutan, aturan, syarat, dan perasaan malu. Pergaul-
an bebas sendiri memiliki banyak faktor, seperti rendahnya taraf
pendidikan keluarga, keadaan keluarga yang tidak stabil (broken
home), orang tua kurang perhatian, lingkungan setempat kurang
baik, kurang berhati-hati dalam berteman, dan sebagainya. 
Pergaulan bebas juga memiliki dampak yang buruk bagi remaja,
misalnya seks bebas, ketergantungan obat, menurunnya tingkat
kesehatan, meningkatkan kriminalitas, atau merenggangkan
hubungan keluarga.
Selain pergaulan bebas, akhir-akhir ini berita yang sedang
hangat dibicarakan ialah klithih. Banyak remaja sekarang salah
bergaul dan melakukan tindakan yang dilarang oleh hukum. Di
televisi pasti kita sudah sering mendengar aksi klithih di kalang-
an pelajar khususnya di Kota Yogyakarta. Lalu apa sih klithih
itu? Klithih adalah sebuah tindakan nekad yang kebanyakan
dilakukan oleh anak-anak remaja yang masih labil jiwanya, yang
konon katanya masih mencari jati diri. Apa sih penyebab terjadi-
nya klitih? Sebabnya ialah kurangnya pengawasan orang tua,
pengaruh kuat kelompok sepermainan ke arah perilaku kekeras-
an, dan atau kurang mampu mengendalikan diri sendiri.
Sekarang ini klithih sering terjadi, entah itu pagi, siang, sore,
ataupun malam. Adapun sasarannya yaitu anak sekolah yang
menjadi musuh dan yang sekarang berkembang ke siapa saja.
Aksi klithih ini membuat orang tua yang memiliki anak remaja
menjadi resah. Banyak warga Yogyakarta yang mengeluhkan
tentang aksi klithih ini. Kenyamanan warga Jogja benar-benar
terusik dengan ulah kriminal para remaja. Bukan hanya memu-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 145


kuli dengan tangan atau benda dari yang tumpul hingga tajam,
namun hingga merenggut nyawa korban.
Dalam sebuah artikel pernah dijelaskan, jika kasus tawuran
diberitakan di media masa, aksi nekat remaja itu akan lebih ber-
kelanjutan. Apakah mungkin jika klithih diliput oleh media juga
akan semakin banyak yang ingin mencoba bergabung dengan
aksi anarkinya? Selain tawuran pelajar sekarang pelajar kota Jogja
sudah banyak yang mengonsumsi narkoba. Akhir-akhir ini nar-
koba sudah merajalela di kalangan pelajar. Menurut data Badan
Narkotika Nasional (BNN), jumlah korban yang disebabkan oleh
barang haram itu meningkat hingga dua kali lipat dari tahun
sebelumnya. Narkoba dapat menghancurkan generasi muda
Indonesia. Karena narkoba dapat membunuh ratusan juta orang
yang salah mengartikan kegunaan narkoba. Narkoba adalah nar-
kotika dan obat-obatan atau bahan berbahaya yang telah beredar
di masyarakat perkotaan maupun pedesaan, termasuk bagi
aparat hukum. Banyak sekali zat-zat berbahaya beredar di
Indonesia.
Narkoba memiliki dampak negatif dalam fisik, psikis, dan
ligkungan sosial. Pertama, gangguan dalam sistem saraf seperti
kejang-kejang, imajinasi, dan halusinasi. Kedua, gangguan pada
jantung dan pembuluh darah. Ketiga, gangguan pada paru-paru.
Keempat, sering sakit kepala, mual-mual, suhu tubuh meningkat.
Kelima, kerja lambat dan ceroboh. Keenam, agresif, menjadi
ganas dan tinkah laku yang brutal. Ketujuh, gangguan mental,
dan lain-lain.
Sementara itu, faktor yang melatarbelakangi pemakain nar-
koba di kalangan remaja setidaknya ada tiga, yaitu (1) hilangnya
makna hidup: remaja selalu ingin dianggap eksis di tengah
pergaulan sehingga seringkali mengikuti trend serta gaya hidup
lingkungan tempat mereka bergaul; (2) minimnya komunikasi
dalam keluarga maupun masyarakat sekitar: hal negatif dari
hubungan antartetangga yang tidak harmonis akan menjadikan
kesepian di tengah keramaian; dan (3) munculnya rasa bosan

146 Yogyakarta dalam Perubahan


menjalani hidup: pelajar yang masih usia remaja memiliki rasa
tekanan batin berupa bosan dalam pelajaran ataupun memiliki
masalah dalam hidupnya, dan pada akhirnya rasa bosan ini mem-
bawa mereka untuk lari dari kenyataan hidup dengan mengon-
sumsi narkoba ataupun obat-obatan lainnya.
Dari paparan tersebut akhirnya perlu ditegaskan bahwa
memang kenakalan remaja semakin populer dan menjadi masalah
serius di era modern ini. Kenakalan remaja semakin sulit ditang-
gulangi jika sudah terbiasa dan dibiarkan tanpa solusi. Untuk
menindaklanjuti kenakalan remaja, aturan hukum memang harus
ditegakkan. Namun, sebagai pelajar kita harus memiliki visi dan
misi yang jelas menolak dan antikenakalan remaja. Keluarga
sebagai awal tempat pendidikan harus mampu membentuk pola
pikir yang baik. Guru sebagai pendidik diharapkan juga bisa
menjadi instruktur yang baik dalam pendidikan kepribadian
siswa. Remaja harus diberi pengarahan oleh orang yang lebih
dewasa agar mampu memilih teman yang baik, menghindari
pergaulan bebas, mengatakan tidak pada narkoba, dan menghin-
dari kenakalan remaja lainnya. Jadi, intinya, yang masih harus
diajari adalah pelajar (remaja), bukan yang lain. ***

Prameitha Ayu W. Lahir di Gunungkidul, 29 Mei


2001. Siswa SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini
memiliki hobi membaca. Alamat rumah: Rejo-
winangun RT 25, RW 08, Kotagede, Yogyakarta.
Ponsel: 087839086621.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 147


Sinta yang Sirna
Rizqy Ar Royyan Primadani
SMA Negeri 6 Yogyakarta
raprimadani17@gmail.com

Semilir angin di pedesaan Ngayogyakarta


Kicau kenari mengiringi pagi
Senyum dan sapa hangat menyambut pagi
Pesan semangat tersampai dari bunga desa cantik
Indahnya pagi Indonesia yang asri

Indah adalah suatu kata yang cocok untuk mendeskripsikan


daerah yang istimewa ini. Kalian tak menyetujui itu? Apakah ka-
rena debu kotor yang menghiasi sepanjang jalan kota di Yogya-
karta? Asap rokok sudah biasa terlepas bebas di udara. “Kurun
waktu 3 tahun saja, terjadi peningkatan pencemaran lingkungan
hidup di DIY, hingga di atas 250 persen,” ujar Kepala BPS DIY,
Bambang Kristianto, dalam Laporan Statistik Lingkungan Hidup
DIY tahun 2015/2016. Tak heran apabila bayangan indah Indo-
nesia hilang dari benak. Bagai disayat sembilu hati ini menyak-
sikannya.
Yogyakarta pagi ini ibarat Rama tanpa Sinta. Menurut kisah
Ramayana dalam kitab Walmiki, Sinta adalah pasangan Rama.
Ia merupakan sosok indah penyejuk hati. ‘Keindahan’ itu seakan
mulai sirna dari kehidupan. Saling sapa memudar di pertemuan.
Masing-masing individu abad 21 selalu sibuk, didesak oleh jad-
wal kesibukan.

148 Yogyakarta dalam Perubahan


Keramahan yang menjadi ciri khas Yogyakarta lambat laun
mulai pudar. Dari hasil salah satu penelitian budaya, ketidak-
pedulian masyarakat menyebabkan lunturnya budaya yang me-
lekat di jiwa suatu masyarakat. Alangkah sedihnya ketika kehi-
dupan manis di pedesaan berangsur memudar. Kehidupannya
cenderung tebal muka, bak Rahwana yang tak peduli apa-apa
selain dirinya.

Ragam Budaya
Yogyakarta adalah daerah yang istimewa. Ia memiliki bera-
gam budaya, baik budaya tangible (fisik) maupun intangible (non-
fisik). Budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya
dan benda yang menghiasi cagar budaya. Potensi budaya intangible
antara lain seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni,
dan perilaku sosial dalam masyarakat. Budaya Yogyakarta ter-
sebut merupakan hal yang sangat unik.
Kebudayaan yang berwujud fisiknya adalah budaya yang
lebih mudah untuk dikenal. Bak ikan di samudera banyaknya
jumlah kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Daerah yang isti-
mewa ini memiliki tidak kurang dari 515 bangunan cagar budaya.
Bangunan-bangunan itu tersebar di 13 kawasan cagar budaya.
Kraton Yogyakarta sebagai institusi warisan adiluhung keber-
adaannya apik lestari. Keberadaaanya menjadi spirit budaya
intangible di masyarakat Yogyakarta. Dengan itu, dinamika kehi-
dupan dalam masyarakat tumbuh dan terjaga. Adat dan tradisi
hidup beriring dengan terjaganya warisan budaya tangible yang
elok.
Budaya intangible tumbuh kuat dalam benak masyarakat
Yogyakarta. Meskipun tak terlihat secara fisik, budaya ini me-
lekat dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Nilai dan norma
diajarkan turun-temurun oleh leluhur. Karya seni terjaga apik
dalam suguhan tradisional yang menggelora. Lingkungan sosial
pun terjalin indah dalam balutan sopan santun tata krama Yog-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 149


yakarta. Akan tetapi, pernahkah kita merasa keterikatan antar-
budaya yang elok ini mulai sirna dari kehidupan?
Yogyakarta memiliki nilai dan norma yang apik dalam
tatanan masyarakatnya. Yogyakarta yang merupakan bagian dari
Jawa mengajarkan bahasa ibu yang rumit nan elok. Ngoko, krama,
krama inggil adalah hal yang tak asing bagi pemuda-pemudi Jawa.
Ketiganya merupakan tingkatan bahasa Jawa. Tata bahasa Jawa
dengan unggah-ungguhnya menghiasi perbincangan di sudut-
sudut Yogyakarta. Namun, apakah kita dapat merasakan kental-
nya keramahan dan sopan santun bahasa hari ini?
Bahasa sangat erat hubungannya dengan perilaku. Tindak-
tanduk sehari-hari adalah cerminan diri. Sudah sepantasnya
pemuda-pemudi Yogyakarta menampilkan tatanan perilaku yang
elok dan rapi dalam kehidupan sehari-hari. Bak roti kukus yang
baru matang, manis, dan hangat. Namun, yang terjadi tidaklah
seindah itu. Roti kukus yang yahud terlanjur hangus.
Bahasa, perilaku, norma adalah hal yang tercipta dari sosial.
Memang begitu adanya manusia dengan sifatnya. Sifat sosial
akan melahirkan beragam hal yang menarik. Tak hanya itu, social
pun menghasilkan seni. Seni yang terolah rapi dengan menam-
pilkan musisi-musisi yang dipandang jernih. Karya seni yang
terlahir di Yogyakarta adalah hasil paduan agama. Berbagai upa-
cara seperti Sekaten dan Grebeg Maulud terlaksana rutin di
negeri ini. Terangkai pula tarian yang elok dipandang seperti
Jathilan dan Sendratari Ramayana.

Sendratari Ramayana
Sendratari Ramayana merupakan salah satu kesenian yang
paling populer di Yogyakarta. Sendratari merupakan salah satu
daya pikat terhadap turis. Hal ini terjadi karena Sendratari Rama-
yana memiliki keistimewaan tersendiri. Kisahnya mengajarkan
nilai yang amat penting dalam kehidupan. Ramayana dikisahkan
dalam empat episode, yaitu Hilangnya Dewi Sinta, Hanoman
Duta, Kumbokarno Leno, dan Api Suci.

150 Yogyakarta dalam Perubahan


Bak terbawa ke alam kaca ketika menyaksikan Sendratari
Ramayana. Penyuguhan pentasnya teramat memesona, tetapi se-
akan bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dalam kisahnya.
Dalam dunia itu, disuguhkanlah tokoh baik dan buruk. Tokoh
baik itu berasal dari negeri Ayodya, Sri Rama namanya. Ia akan
melawan sifat jahat dari seorang tokoh yang bengis. Asalnya dari
negara Alengka. Ia adalah Maharaja Angkara Murka yang terjelma
dalam diri seorang Rahwana. Tak asing bagi kita mencerna
perlawanan antara baik dan buruk. Suguhan sendratari ini mem-
bawa pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi perma-
salahan yang akrab dalam hidup ini.
Sendratari Ramayana dipentaskan di panggung terbuka dan
tertutup. Pagelaran sendratari ini diadakan secara rutin. Akan
tetapi, tidak semua bulan dalam satu tahun mendapat jatah
secara terbuka untuk unjuk kelihaian sendratari ini. Sendratari
diadakan pada bulan Mei sampai Oktober. Lumayan kan untuk
mengisi waktu libur kenaikan kelas?
Pementasan Sendratari Ramayana digelar di beberapa tempat
di Yogyakarta. Pada umumnya, turis akan mengenal salah satu
tempat di timur Yogyakarta. Letaknya yang berada di perbatas-
an Klaten-Jogja membuatnya menjadi point pertama yang akan
menarik wisatawan untuk berkunjung. Dikolaborasikan dengan
bangunan khas Yogyakarta menambah ketertarikan tempat ini.
Candi-candi yang tersusun rapi membangun suasana Ngayogya-
karta yang kental dipadukan dengan corak khas Hindu. Tempat
itu tiada lain adalah Candi Prambanan.

Awal Mula
Lahirnya suatu mahakarya Sendratari Ramayana bermula
dari ide G.P.H. Djatikoesoemo. Beliau terinspirasi dari pertun-
jukan Royal Ballet of Cambodia. Pertunjukan tersebut digelar di
Angkor Wat. Setelah kunjungannya ke negara-negara sahabat,
Djatikoesoemo berniat untuk mementaskan sebuah drama dalam

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 151


bentuk drama tanpa dialog. Gagasan tersebut kemudian dikemas
apik dalam pertunjukan Sendratari Ramayana.
Tak semulus dan sehalus pipi bayi perjalanan dalam mewu-
judkan Sendratari Ramayana. Terlibat banyak pihak dalam pro-
sesnya. Proyek tersebut ditangani oleh Kementerian Perhu-
bungan Darat, Pos, dan Telekomunikasi. Proyek sendratari ini
juga termasuk dalam proyek nasional. Alokasi dana untuk ini
pun tak tanggung-tangung, yaitu 20 juta rupiah. Tentunya angka
yang cukup hebat pada era tahun 1961.
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Seperti
pepatah itulah perjuangan untuk mewujudkan pertunjukan
pertama Sendratari Ramayana. Sebelum tampil perdana, para
aktor menjalani gladi resik selama tiga malam. Hal itu dilak-
sanakan berturut-turut pada tanggal 23, 24, dan 25 Juli 1961.
Pada saat itu, penduduk di sekitar Prambanan diperkenankan
untuk menyaksikan secara cuma-cuma.
Sendratari Ramayana bersifat kolosal. Tak hanya puluhan
yang terlibat dalam pertunjukan itu. Di era awal pagelaran,
Sendratari Ramayana melibatkan 865 orang termasuk panitia,
keamanan, dan petugas kesehatan. Jumlah yang fantasitis, bu-
kan? Penari utama berjumlah 55 orang. Tiap tokohnya diperan-
kan 3 sampai 4 orang agar satu penari tidak perlu menari ber-
turut-turut tiap malamnya. Penari tarian massal berjumlah 400
orang, penabuh gamelan pelok 33 orang, penabuh gamelan
slendro 33 orang, penggerong 60 orang, perias 27 orang, peran-
cang kostum 11 orang, dan pelayan sesaji 7 orang. Mereka ter-
gabung dalam suatu acara yang hebat dalam pertunjukan seni
Indonesia. Tentunya bukan suatu hal yang mudah seperti mem-
balikkan telapak tangan untuk menyatukan 865 kepala. Gotong
royong merupakan modal penting dalam pelaksanaan event
kolosal. Kerapian dalam tatanan sosialnya pun penting untuk
menyukseskan pertunjukan ini.

152 Yogyakarta dalam Perubahan


Hasil tidak akan mengkhianati usaha. Kerja keras dan jerih
payah semua pihak yang terlibat terbayar tuntas pada saat
pertunjukan perdana. Pementasan dilaksanakan pada tanggal
26 Juli 1961. Dengan kapasitas teater 2000-3000 penonton, karcis
ludes terjual. Pertunjukan diresmikan oleh Menteri Perhubungan
Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata (PDPTP), Mayor
Jenderal G.P.H. Djatikusumo. Peresmian dihadiri oleh tamu
undangan penting seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
Gubernur Jawa Tengah Mochtar. Acara pun disusun dengan
meriah. Pementasan diawali dengan pidato dari Prof. Dr. Soeharso
selaku panitia penyelenggara dan merangkap sebagai sutradara.
Balet Ramayana Prambanan adalah satu percobaan (good
effort) untuk membawa seni-pentas Indonesia ke taraf yang lebih
tinggi. Begitulah pesan dari Presiden Soekarno yang terlukis pada
prasasti. Suasana luar biasa menghiasi kelanjutan dari proyek
sendratari ini. Bung Karno menghadiri pementasan Sendratari
Ramayana pada tanggal 25 Agustus 1961. Pada saat itu diundang
50 tamu VIP termasuk Charlie Chaplin. Tak terbayang begitu
meriah suasana saat itu. “Bila dunia tahu akan Festival Ramayana
ini, para pengunjung tentu akan datang berbondong-bondong
ke Indonesia. Akan saya ceritakan kepada dunia, bahwa di Jawa
Tengah terdapat kesenian yang mengagumkan yang membuat
saya amat terkesan.”, ungkap Charlie Chaplin.

Kisah Cinta
Serat Rama mengisahkan cerita Ramayana versi sastra Jawa
baru. Serat ini adalah serat yang paling popular di masyarakat.
Sendratari Ramayana menggunakannya sebagai sumber cerita.
Menurut Poerbatjaraka, Serat Rama menghilangkan atau meng-
ganti bagian-bagian dari kisah Ramayana. Hal ini dikarenakan
penulis Serat Rama dianggapnya kurang menguasai bahasa Jawa
Kuna. Akan tetapi, beliau juga berpendapat bahwa Serat Rama
macapat merupakan kitab Jawa yang terbaik di era ini.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 153


Pementasan sendratari disuguhkan dengan rangkaian cerita
yang apik. Awal mula cerita dimulai dari Prabu Janaka meng-
adakan sayembara dalam rangka menentukan pendamping
putrinya, Dewi Sinta. Sayembara tersebut dimenangkan oleh
Rama Wijaya. Cerita berlanjut dengan petualangan Rama, Sinta,
dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka.
Di hutan itulah mereka bertemu dengan Rahwana yang ingin
memiliki Sinta. Sinta dianggapnya sebagai titisan wanita yang
telah lama dicari, Dewi Widowati.
Rahwana memutuskan untuk menculik Sinta. Untuk menarik
perhatiannya, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang
bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil, Sinta terpikat
dan meminta Rama untuk memburunya. Setelah lama tak kun-
jung kembali, Laksama mencari Rama. Sinta ditinggalkan seorang
diri dalam perlindungan berupa lingkaran magis. Akan tetapi,
perlindungan itu gagal karena Sinta berhasil diculik Rahwana.
Di akhir cerita, Sinta berhasil direbut kembali dari Rahwana
oleh Hanoman. Ia adalah sosok kera yang lincah dan perkasa.
Akan tetapi, ketika Sinta kembali, Rama justru tak mempercayai
Sinta. Rama menganggap bahwa Sinta telah ternoda. Untuk
membuktikan kesucian diri, Sinta diminta untuk membakar raga-
nya dalam Api Suci Sinta. Kisahnya ditutup dengan manis dengan
terbuktinya kesucian Sinta karena raganya tak terbakar sedikit
pun, justru Sinta digambarkan dengan paras yang bertambah
cantik dan menawan.
Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik,
mengagumkan, dan sulit tertandingi. Kisahnya yang elok mem-
bekas di benak. Amanat pun terolah dalam otak dan bersemayam
di lubuk hati. Pertunjukan ini menyatukan ragam kesenian Jawa.
Kesenian tersebut berupa tari, drama, dan musik yang terangkai
dalam satu panggung. Unsur pertunjukan pun dipersiapkan de-
ngan matang. Ekspresi tersalurkan dengan jelas untuk menggam-
barkan peranan tokoh. Riasan tokoh dan penari pun sangat men-

154 Yogyakarta dalam Perubahan


dukung cerita sehingga penonton mampu memahami cerita
meski melihat drama yang bisu tanpa dialog.
Tak hanya sekedar sendratari biasa, Sendratari Ramayana
menyuguhkan aksi-aksi menakjubkan. Terdapat beberapa ade-
gan yang hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu
saja. Adegan api disajikan dengan permainan bola api. Permainan
bola api dapat disaksikan pada saat adegan yang menceritakan
Hanoman dan Sinta. Selain itu, disajikan pula aksi-aksi akrobat
yang dapat dijumpai ketika adegan peperangan.
Sendratari Ramayana adalah suatu seni yang sangat ber-
harga. Sebagai harapan bangsa, sudah semestinya kita semua
meneruskan kelestariannya, kelestarian budaya Jawa. Tak hanya
budaya yang tergambar jelas fisiknya, tetapi juga budaya sosial.
Budaya yang menjadi ciri khas Ngayogyakarta. Tak perlu muluk-
muluk memulainya. Mulailah dengan langkah awal menebar sapa
dan kesopanan.
Seiring dengan perkembangan zaman di abad 21 ini, kepe-
dulian akan menjaga budaya terus tergerus. Harapan utuhnya
unggah-ungguh kian pupus. Generasi ini mulai kehilangan sosok
Sinta yang halus. Norma dan nilai dalam interaksi terabaikan
terus-menerus. Lalu, apakah kelak generasi mendatang hanya
berakhir pada cerita Ramayana yang terputus?

Daftar Bacaan
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/arts-
and-culture/ramayana-ballet/
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161023224728-20-
167372/pencemaran-lingkungan-di-yogyakarta-meningkat-
250-persen/
https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta
#Kebudayaan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 155


https://id.wikipedia.org/wiki/Sendratari_Ramayana_Pram-
banan
http://jendelamasimas.blogspot.co.id/2012/12/lunturnya-
budaya-indonesia.html diakses pada tanggal 18 April 2017.

Rizqy Ar Royyan Primadani. Lahir di Klaten, 17 April


2000. Siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta ini memiliki
hobi membaca dan menulis. Pernah meraih prestasi
sebagai Juara III Lomba Siaga Bencana PMR Wira
Jawa Tengah-DIY. Alamat rumah: Perumahan Griya
Arsita Pugeran B-2, Jalan Pangeran Puger III, Magu-
woharjo, Sleman, Yogyakarta. Ponsel: 087839908649.

156 Yogyakarta dalam Perubahan


Batik Bukan Busana Antik
Rosi Kharisa
SMK Negeri 1 Yogyakarta
kharisarosi9@gmail.com

Di zaman sekarang, kita pasti sudah tidak asing lagi men-


dengar kata busana. Di dalam ajaran agama pun, kita juga pasti
sudah sering diajarkan tentang berbusana yang baik dan benar.
Menurut kalian arti busana itu apa sih? Dalam KBBI, busana
diartikan sebagai pakaian atau baju. Dan, busana itu sendiri ber-
asal dari bahasa sansekerta yaitu bhusana. Di Indonesia, busana
sering diartikan sebagai pakaian, yang sebenarnya terdapat
perbedaan di antara mereka. Busana itu mempunyai cakupan
yang lebih luas dibandingkan dengan pakaian. Busana meliputi
semua yang kita kenakan, baik dari ujung kepala sampai ke ujung
kaki, dan kalau pakaian itu hanyalah bagian dari busana itu
sendiri.
Sebaliknya guyss, zaman dahulu itu manusia pra aksara
belum mengenal apa itu busana. Yang mereka tahu hanyalah
harus berusaha menghindari ataupun melindungi diri mereka
sendiri dari bahaya maupun cuaca pada waktu itu. Pada masa
itu, mereka menjadikan kulit hewan, kulit batang pohon, serta
daun untuk menutupi bagian tertentu pada tubuhnya itu. Sema-
kin bertambahnya zaman, manusia mulai mengenal teknologi
dan semakin banyak pula perkembangan busananya. Bahkan,
sekarang sudah sampai bermacam-macam, baik dari bentuknya,
bahannya, warnanya, aksesorisnya, dan lain-lain.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 157


Nah, karena sekarang zaman telah berkembang sangat cepat,
banyak pabrik baju yang berlomba-lomba untuk membuat busana
yang diminati para masyarakat, baik lokal maupun nonlokal.
Mereka akan membuat baju yang sedang trend akhir-akhir ini.
Mereka mendesain baju itu semenarik mungkin agar produknya
banyak disukai dan diminati dari berbagai kalangan. Mereka
juga pandai dalam hal mempromosikan berbagai produknya.
Banyak cara bagi mereka untuk menawarkan dan menjual pro-
duknya, salah satunya dengan membuat situs atau blog dan me-
nampilkan foto seorang model yang mengenakan hasil produk-
nya tersebut, atau menjualnya lewat toko-toko online.
Dalam arus globalisasi ini, konsumen mulai hanyut dengan
busana yang sedang trend akhir-akhir ini. Bagi berbagai kalangan
remaja atau dewasa ingin terlihat sebagai orang kekinian. Apalagi
sekarang didukung oleh internet. Mereka bisa mengetahui bu-
sana apa yang sedang hits. Kemudian membeli baju apa saja yang
ia inginkan tanpa susah payah mencari di semua toko. Di toko-
toko online, mereka hanya langsung memilih produk yang di-
inginkan dan menekan kata beli untuk mendapatkannya. Mereka
akan melakukan apa saja untuk terlihat seperti orang hits. Di
balik itu semua, ada beberapa faktor yang membuat mereka
mengikuti arus globalisasi ini.
Faktor yang pertama adalah gengsi. Gensi menyebabkan
kita malu terhadap lingkungan di sekitar dan memikirkan hal-
hal yang terjadi jika kita tidak mengikuti apa yang sedang nge-
trend akhir-akhir ini. Mereka terlalu terpacu oleh omongan orang
lain yang seakan-akan menjadi hal mutlak bagi dirinya. Jika
mereka tidak mengikuti trend yang ada, mereka akan malu di-
katakan sebagai orang yang ketinggalan zaman, ih kok jadul sih,
kamu nggak keren, dasar cupu, dan lain sebagainya. Jadi mereka
akan melakukan apa saja untuk membuat ia tidak kelihatan
“jadul” di mata semua orang.
Faktor selanjutnya adalah karena mereka ingin mendapatkan
perhatian lebih dari semua orang. Mereka juga akan melakukan

158 Yogyakarta dalam Perubahan


apa saja untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang. Dan
faktor selanjutnya adalah karena keinginan untuk dipuji. Orang
yang seperti ini biasanya haus akan sanjungan. Mereka ingin
dibilang sebagai orang yang kekinian dan semuanya memujinya,
baik karena kecantikannya atau ketampanannya, atau dari hal
lain.
Faktor yang terakhir itu agaknya hanya berlaku untuk se-
bagian orang, yakni untuk mengikuti jejak orang yang kita
kagumi atau sering disebut sebagai idola. Jika kita menyukai dan
mengagumi seorang artis di luar sana, kita pasti akan mencari
tahu tentang orang tersebut. Dan tidak sedikit kita akan meniru
gayanya, baik dalam kehidupannya, bahasa bicaranya, busana-
nya, dan lain-lain.
Tetapi, di samping semua itu, sadarkah jika salah satu budaya
kita dilirik negara lain dan terancam? Contohnya dalam hal busa-
na yaitu batik. Batik milik kita ini telah diklaim oleh negara lain.
Mengapa mereka melakukan itu? Karena mereka tertarik untuk
melestarikan dan mengembangkan budaya kita yang indah ini.
Tidak hanya batik, budaya kita banyak yang telah diklaim oleh
negara lain. Penyebab budaya Indonesia bisa diklaim oleh negara
lain adalah karena kurangnya kesadaran pada generasi muda akan
pentingnya menjaga budaya kita, generasi muda yang meng-
anggap budaya sebagai hal yang kuno, kurangnya pembelajaran
pada generasi muda atas pentingnya budaya kita, pemerintah
yang kurang dalam menjaga kelestarian budaya kita, tidak ada-
nya peraturan perundang-undangan untuk menjaga kelestarian
budaya kita, kurang adanya sosialisasi dalam media langsung
dan tidak langsung tentang pentingnya melestarikan budaya
asli kita, dan masih banyak lagi.
Sekarang, memang hanya beberapa budaya kita yang diklaim,
tetapi jika dibiarkan lama-kelamaan akan berdampak buruk bagi
bangsa Indonesia. Lama-lama bangsa ini akan kehilangan seluruh
warisan budaya dan kekayaan Indonesia. Yang seharusnya men-
jadi kebanggaan bangsa ini akan menjadi kebanggaan bangsa

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 159


lain. Jika itu benar terjadi, bangsa ini akan malu karena menjadi
bangsa yang sudah kehilangan warisan budaya.
Maka dari itu, kita semua juga harus melestarikan budaya,
baik dari masyarakanya ataupun dari pemerintah. Caranya ialah
dengan membuat peraturan undang-undang tentang warisan
budaya, memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa men-
jaga dan melestarikan warisan budaya itu penting, memberikan
pelajaran tentang budaya pada anak usia dini, menyelengga-
rakan pagelaran seni budaya agar generasi muda tertarik untuk
berpartisipasi, dan lain sebagainya.
Sebelum kembali ke materi awal, apa kita pernah bertanya,
“Mengapa para produsen baju tidak membuat atau mengem-
bangkan batik menjadi sebuah busana yang akan diminati masya-
rakat dan mengenalkannya pada turis?” Dulu sempat berpikir
seperti itu. Seharusnya, menteri pariwisata bisa bekerja sama
dengan pabrik-pabrik baju untuk membuat busana modern yang
berkolaborasi dengan batik. Para pemandu wisata juga tidak
lupa menggunakan produk busana batik agar mereka menawar-
kan dan mengenalkan salah satu budaya kita yang indah itu
kepada para pengunjung lokal maupun nonlokal.
Ide dengan cara menyatukan menteri pariwisata dengan
pabrik-pabrik pembuat baju itu sangat bagus untuk mengenalkan
dan melestarikan salah satu budaya kita itu kepada dunia. Bagai-
mana tidak, oleh para pemandu wisata, wisatawan pasti akan
dikenalkan oleh budaya-budaya tempat wisata itu sendiri dan
lingkungannya. Sementara itu, para produsen yang mendesain
busana modern yang berpadu dengan batik daerah dengan krea-
tif. Setelah diluncurkan di pasaran, produk itu juga akan dikenal-
kan oleh si pemandu wisata. Tak lupa dengan mereka si pemandu
wisata juga mengenakan busana batik asal daerah tersebut. Jadi,
para wisatawan akan semakin tertarik dengan budaya batik kita.
Apalagi dengan busana modern yang berpadu dengan batik itu.
Berbeda dengan yang itu, jika para wisatawan tidak meng-
gunakan jasa pemandu wisata, mereka pasti akan tetap berlibur

160 Yogyakarta dalam Perubahan


dan membeli oleh-oleh dari tempat yang akan dibawa ke tempat
asalnya. Produk yang telah diluncurkan pasti akan dijual di dekat
tempat wisata yang sering dikunjungi. Saat mereka sedang jalan-
jalan di sekitar tempat wisata, mereka akan melihat produk itu
dan tertarik kemudian membelinya.
Jadi, batik kita itu bukanlah hal yang kuna, batik juga tidak
harus dipakai saat acara formal atau acara penting. Batik merupa-
kan budaya busana kita yang penting. Di balik batik kita yang
indah itu, terdapat beberapa sejarah yang disampaikan nenek
moyang kita dalam membuatnya. Mereka mengapresiasikan pe-
rasaan, tutur kata, sikap, dan tradisi mereka ke dalam batik. Jadi,
kita harus mempertahankan budaya batik kita itu. Jika kita tetap
menjaga dan melestarikannya, nenek moyang kita pasti akan
tersenyum di alam sana. ***

Rosi Kharisa. Lahir di Bantul, 9 Mei 2001. Siswa SMK


Negeri 1 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca.
Alamat rumah: Jeruk Legi RT 13, RW 35, Nomor 522
H, Banguntapan, Bantul. Ponsel: 081325108022.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 161


Kuliner Yogyakarta:
Akankah Tetap Terjaga?
Sada Arihta Berutu
SMK BOPKRI 2 Yogyakarta
sada.berutu@gmail.com

Bicara soal kuliner, Indonesia memiliki banyak kuliner yang


terkenal. Tidak hanya terkenal di Indonesia tetapi juga di luar
negeri. Selain itu, kuliner Indonesia memiliki ciri khas yang bisa
memikat banyak pengunjung yaitu dari rasa, warna, penyajian,
fungsi, nama, dan lain lain. Sebelum masuk pada inti permasa-
lahan, tidak ada salahnya jika kita mengetahui apa sebenarnya
kuliner itu. Kuliner adalah olahan atau masakan yang diolah
menjadi masakan yang terbuat dari beberapa bumbu dan rempah
serta sayuran yang nantinya akan dijuat pada para konsumen.
Di dalam esai ini tidak akan dibahas semua kuliner yang ada
di Indonesia, tetapi hanya khusus kuliner di Yogyakarta. Ada
berapa macamkah kuliner di Yogyakarta? Faktor apa saja yang
menyebabkan lunturnya kuliner di Yogyakarta? Bagaimana cara
mengatasi lunturnya kuliner di Yogyakarta? Dan, yang terpen-
ting, masih adakah kuliner sehat di Yogyakarta?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita mulai dengan
penjelasan mengenai macam kuliner di Yogyakarta.
Pertama, tumpeng. Tumpeng merupakan masakan yang ter-
diri atas nasi kuning lengkap dengan ubarampe-nya yaitu telur,
ayam goreng, tomat, cabai, wortel, seledri, oseng tempe kering,
dan lain lain. Keunikan yang dimiliki tumpeng itu sendiri ialah
dari cara penyajian yang berbentuk kerucut dan juga gerabahnya

162 Yogyakarta dalam Perubahan


diberi alas daun pisang serta lipatan daun pada sisi-sisi gerabah
tersebut. Selain itu tumpeng juga memiliki ciri khas yang menarik
yaitu dari warna dan rasa. Tumpeng memiliki warna kuning
karena dimasak menggunakan kunyit dan memiliki rasa yang
gurih.
Kedua, lotek. Masakan ini merupakan kombinasi dari sayuran
mulai dari kubis, kecambah, bayam, ketupat, bumbu kacang,
serta pelengkapnya yaitu bakwan. Masakan ini memiliki ciri khas
yaitu dari rasa asam manis dan pedas. Selain itu, lotek juga me-
miliki banyak fungsi yaitu sebagai pengganti sayur atau lauk
dan dari vitamin yang terkandung di dalamnya.
Ketiga, gudeg. Masakan yang berbahan dasar nangka muda
ini sangat digemari oleh masyarakat terutama Yogyakarta. Ma-
kanan ini memiliki rasa yang manis, gurih, dan memiliki warna
kecoklatan dengan pelengkap yaitu telur. Makanan ini memiliki
fungsi yaitu untuk menggantikan makanan pokok yaitu nasi dan
juga untuk acara-acara tertentu.
Keempat, jajanan pasar. Yogyakarta memiliki banyak jajanan
pasar seperti gethuk, tiwul goreng, cenil, onde-onde, jenang,
dan lain lain. Biasanya jajanan ini banyak ditemukan di pasar
yang memiliki rasa manis dan warna yang unik untuk memikat
banyak orang.
Kelima, bakmi Jawa. Dari seluruh kuliner yang da di Yog-
yakarta, bakmi ialah makanan yang paling terkenal di antaranya.
Masakan ini berbahan dasark mi telur. Selain itu, bakmi Jawa
juga memiliki banyak variasi olahan yaitu mulai dari yang kuah
sampai yang kering.
Dari kuliner di atas, dapat dijelaskan bahwa Yogyakarta
memiliki banyak jenis kuliner dan juga bernilai gizi tinggi. Lotek
misalnya. Lotek yang berbahan dasar sayuran dapat menyehat-
kan badan dengan vitamin yang terkandung dalam sayuran ter-
sebut. Bayam mengandung B6 yang dapat menambah hemo-
globin darah. Sayuran ini baik dikonsumsi oleh penderita darah
rendah untuk meningkatkan jumlah hemoglobin darah. Di

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 163


Gunungkidul kita bisa menjumpai banyak kuliner. Sebenarnya
kuliner Gunungkidul sama dengan kuliner yang ada di Yogya-
karya, dan yang membedakan hanyalah rasa dan warna selain
itu semuanya sama.
Di Kota Yogyakarta tahu dan tempe bacem rasanya manis
namun tidak terlalu manis dan memiliki warna yang tidak begitu
kecoklatan; sedangkan tahu dan tempe bacem yang ada di
Gunungkidul memiliki rasa yang sangat manis dan warna yang
kecoklatan. Selain itu, Gunungkidul juga memiliki keunikan lain
yaitu mengkonsumsi belalang, ulat jati, dan kepompong ulat jati
atau dalam bahasa Jawa disebut ungkrung. Biasanya serangga
tersebut diolah dengan dibacem atau digoreng untuk lauk dan
juga lalapan. Daging belalang memiliki protein dua kali lebih
banyak dibandingkan dengan daging sapi. Namun, bagi yang
alergi makan serangga, biasanya akan mengalami gejala mual,
pusing, susah BAB, atau gatal di tubuh.

164 Yogyakarta dalam Perubahan


Di balik semua itu, fakta juga menunjukkan, di Yogyakarta
banyak makanan-makanan ala luar negeri. Misalnya KFC, makan-
an cepat saji seperti hamburger, dan lain-lain. Akibatnya, kuliner
di Yogyakarta mulai terdampak, mulai luntur akibat desakan
kuliner yang lebih praktis dan menarik. Agar kuliner di Yogya-
karta diharapkan tetap eksis menyertai eksisnya Kota Yogyakarta,
setidak ada dua hal yang dilakukan. Pertama, membuat restoran
besar yang khusus menyajikan kuliner Yogyakarta, dan kedua,
mengadakan festival kuliner setiap tahun agar kuliner Yogya-
karta tetap terjaga. ***

Sada Arihta Berutu. Lahir di Gunungkidul, 29


September 2000. Siswa SMK BOPKRI 2 Yogyakarta
ini memiliki hobi membaca. Alamat rumah: Rekso-
negaran, GK V/1291 Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 165


Tradisi Bullying di Sekolah
Siti Nabila
SMK Negeri 5 Yogyakarta
sitinabila485@gmail.com

Jika kita melihat anak-anak berseragam sekolah pasti identik


dengan kaum terpelajar karena keluhuran ilmu dan ketinggian
akhlak. Namun, kini citra pelajar itu kian memudar seiring dengan
munculnya tindakan kekerasan di sekolah. Hampir setiap hari
kita mendengar atau melihat berita tentang kekerasan di antara
pelajar melalui televisi atau media sosial lainnya. Istilah kekerasan
di kalangan pelajar lebih dikenal dengan istilah bullying. Fenomena
sosial bullying sekarang sangat sering terjadi di Indonesia. Mung-
kin kita melakukannya semata-mata hanya untuk bercanda atau
bersenang-senang tanpa memikirkan apakah itu menyakiti orang
lain atau tidak.
Kata bully artinya perundungan. Penggunaan kata perun-
dungan sangat jarang dan asing terdengar di telinga masyarakat
awam. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya orang, media,
atau berita yang menggunakan kata tersebut. Menurut KBBI
edisi ke-5, kata rundung memiliki arti mengganggu, mengusik
terus menerus, menyusahkan. Definisi bullying menurut PeKA
(Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan agresi dengan tujuan
untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental.
Jenis-jenis bullying, antara lain, bullying fisik, bullying verbal,
bulllying relasi sosial, dan bullying cyber.

166 Yogyakarta dalam Perubahan


Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetiono (Jurnal Psikologi
Sosial 12 (01)) school bullying atau bullying yang terjadi di sekolah
merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh
seseorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap
siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti
orang tersebut. Maraknya kasus bullying di sekolah menjadikan
pendidikan norma sosial sangat memprihatinkan. Padahal, di
sekolah, kita mempelajari bahwa setiap makhluk hidup khususnya
manusia mempunyai hak untuk hidup aman dan nyaman. Namun,
kasus kali ini sangat menyimpang dari yang sudah diajarkan di
sekolah. Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia
muda, dengan melakukan teror secara emosional atau intimidasi
psikologis. Hal ini terjadi karena berbagai alasan untuk mencari
perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga
karena merasa penting dan merasa memegang kendali. Bullying
di sekolah banyak juga dipacu karena meniru tindakan orang
dewasa atau program televisi.
Di Indonesia sendiri lebih dari 3,2 juta orang menjadi korban
bullying setiap tahunnya. Setiap 7 menit seorang anak menjadi
korban bully. Bahkan setiap hari sekitar 160.000 terjadi kasus
bullying. Bullying pada anak terjadi pada periode puncak saat si
anak duduk di bangku SMA. Dalam dunia remaja bullying lebih
beresiko terjadi pada remaja gay karena 3 kali lebih besar untuk
dibully dan berkemungkinan 80% lebih kecil untuk membully
orang lain.
Jumlah pelaku bullying di sekolah mengalami kenaikan dari
67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015. Anak sebagai pelaku
tawuran juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi
103 kasus di 2015. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, data naiknya jumlah
anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah menunjukkan adanya
faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi perlindungan anak.
“Faktor keteladanan yang kurang, serta internalisasi semangat

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 167


tanggung jawab dan kewajiban anak belum optimal,” ujarnya
di kantor KPAI, Rabu (30/12).
KPAI menilai ada pilar masyarakat dan pemerintah. Marak-
nya tayangan yang mengekploitasi kekerasan melahirkan sifat
permisif terhadap kekerasan pada diri anak, dan meneladankan
penyelesaian masalah dengan cara kekerasan. Menurut dia, pela-
ku usaha media penyiaran harus menyadari tanggung jawabnya
untuk melindungi anak-anak. “Di samping aspek profit ekono-
mis, pelaku usaha perlu memperhatikan aspek etis agar tidak me-
ngorbankan anak-anak dengan tayangan sampah hanya karena
rupiah,” kata Ni’am.
Pem-bully-an yang sering terjadi di sekolah bak tradisi sekolah
adalah antara junior dan seniornya. Kasus seperti ini sangat ma-
rak terjadi pada saat penerimaan murid baru. Pembullyan ini
disebabkan oleh para senior yang sering dianggap berkuasa di
sekolah. Dalam hal ini senior berlagak galak agar juniornya takut
dan mau melakukan apa yang diperintahkan olehnya. Walaupun
yang senior suruh itu tidak masuk akal atau tidak berguna, tapi
mau tidak mau junior harus melakukannya agar tidak dihukum
oleh seniornya. Bahkan kekerasan fisik pun sering terjadi dalam
kasus ini dan kekerasannya pun tidak tanggung-tanggung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying adalah
hubungan keluarga dan teman sebaya. Maraknya kasus ini masih
sering terjadi karena belum adanya pasal ataupun hukuman un-
tuk anak di bawah umur, kurangnya pengawasan dan bimbingan
etika dari para guru dan petugas sekolah, terdapat kesenjangan
antara siswa kaya dan miskin, serta adanya bimbingan yang tidak
layak dan peraturan yang tidak konsisten.
Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana mengatakan, salah satu
penyebab kekerasan anak marak terjadi di lembaga pendidikan
adalah lantaran pihak terkait membiarkan kekerasan sebagai
proses kewajaran. Selain itu kurangnya rasa memiliki pada masa-
lah di antara pemangku negeri juga menjadi problem utama.

168 Yogyakarta dalam Perubahan


“Salah satunya pendidik membiarkan dan menganggap keke-
rasan sebagai proses yang wajar dan biasa. Pemerintah juga tidak
bekerja sama dan cenderung bekerja sendiri-sendiri,” terang
Diena.
Berikut adalah kasus-kasus pem-bully-an yang terjadi di seko-
lah. (1) 30 Senior SMA 82 Jakarta aniaya Ade Fauzan, November
2009, Ade Fauzan dipukuli 30 kakak kelas hingga dilarikan ke
UGD RSPP setelah tidak sengaja melewati lorong yang hanya
boleh dilewati para senior dengan sebutan “Koridor Gaza.” (2)
Kepala Junior SMAN 3 Setiabudi Jakarta dijadikan Asbak – April
2016, Enam siswi kelas XII menjadikan kepala adik kelas sebagai
asbak rokok dan menumpahkan minuman. Aksi kekerasan itu
diunggah dalam video berdurasi 37 detik dalam akun instagram
@momoviyana. Mereka juga memerintahkan junior merokok
dengan bra di luar seragam.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Ratna Juwita, yang me-
lakukan penelitian ini, mengatakan, tingginya kasus bullying di
Yogyakarta belum diketahui sebabnya. Menurut Ratna, dirinya
belum dapat memastikan betul apa yang menjadi penyebab tinggi-
nya persentase bullying di Yogyakarta. Anehnya, Ratna juga me-
ngatakan bahwa di Yogyakarta juga ditemukan sekolah yang
tingkat bullying-nya terendah, terutama di daerah pinggiran.
Kasus yang pernah terjadi di Yogyakarta adalah penganiayaan
yang dilakukan oleh siswi SMA yang diduga akibat tato hello
kitty. Sangat memprihatinkan bukan? Hanya karena hal sepele
seperti itu bisa mengakibatkan seseorang celaka.
Biasanya korban pem-bully-an adalah orang yang dianggap
cupu, bodoh, atau pendiam. Mereka dianggap lemah karena ku-
rang bisa membela dirinya sendiri. Anak yang rentan menjadi
korban bullying biasanya memiliki tentramen, pencemas, cende-
rung tidak menyukai situasi sosial (social withdrawal), atau memi-
liki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat
pada anak-anak lain, seperti warna rambut, kulit yang berbeda,
atau kelainan fisik lainnya. Sangat jarang orang yang di-bully

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 169


melaporkan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman
bully-nya kepada orang tua atau gurunya. Mereka tidak berani
untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap
penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan.
Banyak guru dan orang tua siswa yang cenderung tidak
mengadukan kekerasan di sekolah karena khawatir akan menjadi
pihak yang disalahkan. Dewan Pertimbangan Federasi Serikat
Guru Indonesia (FSGI) Doni Koesema mengatakan, guru harus
punya peran penting dalam menangani kasus kekerasan anak
di sekolah. Mereka juga harus berani memberi sanksi tegas pada
siswa yang melanggar atau melakukan tindak kekerasan maupun
bullying.
“Guru tidak boleh takut memberi sanksi pada siswanya jika
berbuat salah. Klau ada 1 anak melakukan kekerasan atau bullying
tidak diberi sanksi, besok akan ditiru banyak temannya,” ujar
Doni dalam diskusi bertema ‘Stop Kekerasan dan Ciptakan
Sekolah Ramah Anak’ yang dielenggarakan Forum Musyawarah
Guru Jakarta (FMGJ) di Jakarta, Sabtu (14/3/2015).
Kasus ini terus berlanjut dan menyebabkan banyak korban
yang meninggal karena kasus pem-bully-an ini. Sebagian orang
pasti tidak kuat menghadapi pem-bully-an, bisa saja mereka men-
coba untuk bunuh diri atau mogok sekolah dan belajar karena
tekanan di lingkungan sekolahnya. Semua masalah pem-bully-an
akan menjadi lebih komplek ketika menyebabkan seseorang yang
di-bully menjadi anak yang pendiam, tertutup, dan tidak mau
mencurahkan isi hatinya kepada teman dekat atau orang tuanya.
Ada juga hal-hal berikut ini bisa menjadi indikasi awal bahwa
anak mungkin sedang mengalami bullying di sekolahnya: gelisah,
muram, menarik diri dalam pergaulan atau merasa malu, barang
miliknya sering mengalami kerusakan, takut pergi ke sekolah,
tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan, menangis sebelum atau
sesudah bersekolah, tidak tertarik pada aktivitas sosial yang
melibatkan murid lain, sering mengeluh sakit sebelum berangkat
sekolah, dan prestasi akademiknya menurun.

170 Yogyakarta dalam Perubahan


Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak ke-
kerasan di kalangan remaja, diperlukan peran dari semua pihak
yang terkait dengan lingkungan kehidupan remaja. Dorong anak
untuk mengembangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-
kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru
jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari
sekolah. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan
dan keterampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi
bullying. Dan orang tua harus mengajarkan anak-anak mereka
untuk mengabaikan penggangu. Jika setelah melakukan pen-
cegahan namun kasus ini masih ada, kita bisa menangani kasus
ini dengan cara membuat kebijakan dan tindakan terintegrasi
yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, ke-
pala sekolah, sampai orang tua, yang bertujuan untuk menghenti-
kan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
Jadi, kita sebagai generasi muda juga bisa berperan penting
untuk mengurangi dan menghentikan tradisi bullying di sekolah.
Kita menguranginya dengan berpikir sebelum bertindak agar
tidak menyebabkan resiko bullying yang sudah sudah terjadi di
Indonesia. Sebab, jika bukan kita, lalu siapa lagi? Ayo cegah
bullying agar tidak terjadi di sekolah kita. ***

Siti Nabila. Lahir di Yogyakarta, 30 April 2000. Siswa


SMK Negeri 5 Yogyakarta ini mempunyai hobi mem-
baca dan menggambar. Alamat rumah: Prawirodirjan
GM 2/288, RT 20, RW 007, Yogyakarta. Ponsel:
089675531307.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 171


Tidak Boleh Dibiarkan
Perilaku Buruk Menjadi Budaya
Syafika Nuring F.
SMA Negeri 2 Yogyakarta
marsupilaminf@gmail.com

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dimiliki


bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi
ke generasi (wikipedia.org). Menurut Koentjaraningrat, ada tujuh
unsur kebudayaan, salah satunya adalah sistem kemasyarakatan
atau organisasi sosial yang meliputi sistem kenegaraan dan ke-
satuan hidup. Di dalam esai ini hendak dibahas permasalahan-
permasalahan yang sering terjadi pada sistem kesatuan hidup
akibat dari kebiasaan buruk yang berkembang.
Sampai saat ini Indonesia masih berstatus sebagai negara
berkembang. Salah satu sebabnya adalah sifat masyarakatnya
yang kurang mandiri. Selain itu, sebagian dari mereka juga masih
berperilaku seenaknya sendiri dan seringkali tidak mematuhi
aturan-aturan yang ada. Pernahkah kita mendengar “Kronologi
Penembakan Mobil Satu Keluarga oleh Polisi di Lubuklinggau?”
Kasus tersebut merupakan salah satu kasus sebagai akibat dari
pelanggaran aturan (lalu lintas). Mungkin sebagian orang meng-
anggap bahwa kasus itu tidak adil karena pelanggaran yang
dilakukan tidaklah seberapa. Akan tetapi, ternyata respon dari
aparat penegak hukum terlalu berlebihan.
Pada hakikatnya aturan lalu lintas harus ditegakkan demi
keselamatan dan keamanan para pengguna jalan. Indonesia telah
mencanangkan aturan tersebut sejak lama dan telah sekian lama

172 Yogyakarta dalam Perubahan


pula banyak pengguna jalan yang tidak mematuhinya sehingga
banyak korban kecelakaan. Maka, harus kita sadari, dampak
dari perbuatan tersebut sungguh merugikan. Bayangkan apabila
masyarakat melakukan pelanggaran sementara pemerintah tetap
bersikap ‘lembut’. Semua itu pasti akan membuat kriminalitas
dan ketidaktertiban menjamur di mana-mana. Itulah sebabnya
pemerintah membuat aturan. Sayangnya kesadaran masyarakat
akan hukum hanya sepercik saja. Mereka melanggar aturan hanya
karena tidak ada petugas yang mengawasi atau orang yang me-
lihat. Mereka pun sudah sering melalaikan sanksi, bahkan sudah
berani bermain-main dengan sanksi itu sendiri.
Aturan yang dilanggar oleh masyarakat tidak hanya itu saja,
tetapi masih banyak yang lain. Misalnya, aturan berupa tanda
dilarang memutar balik arah saat mengemudi, membuang sam-
pah sembarangan, berjualan di trotoar pinggir jalan, atau dilarang
parkir. Akan tetapi, apakah semua aturan itu telah dipatuhi?
Jawabnya adalah belum. Sebab, faktanya, pelanggaran tersebut
masih banyak dijumpai di sekitar kita.

Tidak Patuh
Sebenarnya apa yang membuat masyarakat cenderung tidak
patuh pada aturan? Apakah aturan itu salah? Tentu saja tidak.
Kebiasaan merupakan alasan utama masyarakat tidak mematuhi
aturan. Mereka lebih nyaman dan terbiasa dengan kebiasaan
lama. Mereka lebih memilih untuk tidak keluar dari zona aman.
Ini adalah sebuah mindset. Dengan mindset itu mereka meng-
anggap akan baik-baik saja walaupun perilakunya tidak sesuai
dengan aturan yang ada.
Meniru perilaku orang lain yang dianggap lebih praktis juga
merupakan kebiasaan yang sering dilakukan. Contohnya, banyak
pengguna jalan melanggar lampu rambu lalu lintas dengan alasan
mereka meniru pengguna jalan lain yang telah melakukan pe-
langgaran tetapi tidak mendapatkan sanksi.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 173


Kurangnya sanksi yang tegas juga menjadi penyebab masya-
rakat tidak patuh pada aturan. Dewasa ini kerap terlihat banyak
aparat penegak hukum yang lemah akan suap dan tertipu oleh
oknum. Sungguh ini merupakan suatu penyakit yang perlu
dibumihanguskan dari tanah air kita.
Seringkali peraturan dianggap tidak berpengaruh jika di-
lakukan atau tidak dilakukan sehingga peraturan tersebut me-
nuai protes dari masyarakat. Misalnya, aturan mengenai peng-
hapusan subsidi BBM premium agar rakyat beralih mengguna-
kan pertamax atau pertalite. Masyarakat awam menilai bahwa
aturan tersebut hanya menguntungkan perusahaan asing dan
membungtungkan masyarakat. Padahal, sebenarnya, aturan itu
diberlakukan karena pemerintah berupaya menghemat bahan
bakar minyak di negeri ini dan sebagian dana yang diperoleh
darinya akan digunakan untuk pembuatan Kartu Indonesia Sehat.

Dampak Negatif
Banyak sudah imbasnya akibat dari pelanggaran aturan.
Karena itu, tidak boleh diremehkan aturan-aturan yang ada.
Aturan adalah mengikat tindakan kita. Tidak hanya denda, pidana,
dan penjara tetapi juga nyawa taruhannya. Anjuran dan gertakan
kini sudah tidak ada lagi artinya. Sanksi itu ada agar si pelanggar
jera, agar tidak mengulangi perbuatannya. Pidana atau penjara
tentu akan mencoret nama baik.
Apakah pantas, misalnya, seorang pelajar bergelar narapidana
hanya karena perbuatannya melanggar aturan? Lingkungan pun
akan enggan menerima. Bagi pelajar yang masih menjadi tanggung
jawab orang tua, tugasnya adalah membanggakan dan mem-
bahagiakan mereka, bukan sebaliknya. Dan soal nyawa, tidak
ada kesempatan kedua apabila kita tidak baik-baik menjaganya.
Presiden pun tidak dapat membeli nyawanya. Maka, sayangilah
nyawa sebagai anugerah dari Sang Pencipta.
Berita kini mudah dibaca. Sudah banyak berita yang telah
menyiarkan dampak negatif akibat dari pelanggaran aturan.

174 Yogyakarta dalam Perubahan


Malangnya segenap dari kita menutup mata dan telinga akan
aturan yang ada walaupun kita tahu apa dampaknya.

Koreksi Diri
Kita tidak boleh berdiam diri ketika terjadi situasi kritis.
Perubahan baik demi masa depan harus selalu kita ciptakan.
Perubahan itu tentu harus dimulai dari diri sendiri. Apabila
ditelusuri, segala permasalahan yang ada pada bangsa ini adalah
masalah yang timbul dari individunya. Karena itu, hendaknya
kita mengoreksi diri.
Apakah kita telah menjadi masyarakat yang tertib pada
aturan? Apakah kita tidak lagi melakukan pelanggaran? Apakah
kita telah mengajak orang di sekitar untuk patuh pada aturan?
Jika belum, sekaranglah saatnya untuk meninggalkan kebiasaan-
kebiasaan buruk kita. Patuhi aturan dan tinggalkan rasa malas.
Ajak kawan, keluarga, dan orang-orang sekitar. Walaupun
manfaat patuh terhadap aturan tidak selalu kita rasakan setelah-
nya, yakinlah bahwa suatu saat hal itu akan terbukti juga.

Berpikir Kritis
Pada hakikatnya aturan itu ada karena kita. Suatu aturan
dibuat untuk mengatur masyarakat di dalamnya. Dari berbagai
macam peraturan yang ada, tentu tidak semua bernilai positif.
Kadang ada aturan yang memiliki kelemahan dan harus dibenahi
bersama. Dalam mengeluarkan aturan pun pemerintah harus
mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Kita (rakyat Indonesia)
berhak pula menyeleksi rancangan aturan yang ada. Aspirasi
kita penting untuk menentukan masa depan. Kita harus bersikap
kritis dan selektif terhadap berbagai aturan yang ada. Apabila
aturan masih memiliki banyak kelemahan, kita perlu ikut andil
dalam memberikan masukan-masukan.
Berikut adalah tips menjadi masyarakat yang selektif. Apa-
bila aturan masih dalam bentuk wacana, cari informasi lebih
lanjut mengenai aturan tersebut. Cari pula contoh aturan yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 175


sama apabila telah ditegakkan di negara lain dan bagaimana
dampaknya terhadap negara tersebut. Apabila aturan itu telah
ada dan telah berjalan, kita perlu turut mengawasi pelaksanaan
aturan tersebut. Apakah sudah sesuai dengan tujuannya dan
apakah telah membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Berikan saran dan masukan melalui lembaga-lembaga perwakil-
an. Bahkan kini melalui media sosial pun kita dapat memberi
saran dan masukan kepada pemerintah terkait dengan peraturan-
peraturan baik yang sudah berlaku maupun yang akan berlaku.

Negara Maju
Apabila membahas negara maju, Jepang menjadi salah satu
negara maju yang berada di kawasan Asia Tenggara. Walaupun
memiliki masa lalu yang kelam dengan negara Jepang karena
telah menjajah Indonesia selama sekitar 3,5 tahun, kini negara
Indonesia memiliki hubungan erat dengan Jepang di berbagai
bidang, termasuk bidang ekonomi. Jepang adalah negara yang
bidang perekonomiannya sangat maju dan patut dicontoh karena
memiliki suatu kunci utama yaitu kedisiplinan.
Di Jepang kedisiplinan sangat ditegakkan kapan pun dan di
mana pun. Pemimpin dan masyarakatnya memiliki etos kerja
yang sangat disiplin. Pengajaran dan pengenalan kedisiplinan
ditegakkan sedari kecil. Contohnya anak-anak yang masih belia
diajarkan etika dalam makan siang pada sekolah dasar. Murid-
murid tersebut diajarkan untuk bertugas, membagi makanan,
menyikat gigi, membuang sampah sisa-sisa makanan, dan me-
ngembalikan tempat makanan sampai menyisakan waktu sekitar
20 menit untuk membersihkan sekolah.
Selain itu, di Jepang mereka diajarkan pula untuk menjadi
pribadi yang mandiri. Tidak jarang anak-anak yang masih du-
duk di sekolah dasar berjalan kaki sendirian untuk pergi ke
sekolah. Jika sudah remaja, mereka akan menaiki bus untuk pergi
ke sekolah dan yang paling mengherankan, di Jepang pengemudi
mobil tidak boleh mendahului kendaraan yang berada di depan-

176 Yogyakarta dalam Perubahan


nya. Mereka akan terkena sanksi berupa denda apabila melaku-
kan hal tersebut. Biaya parkir kendaraan bagi setiap penduduk
pun terbilang cukup mahal sehingga mayoritas penduduk meng-
gunakan kereta sebagai alat transportasi.
Masyarakat Jepang juga dikenal dengan ketertiban dalam
mengantri. Walaupun tidak ada perintah untuk mengantri, mereka
akan dengan sendirinya membentuk barisan antrian pada situasi-
situasi tertentu dan mereka akan merasa malu apabila melanggar
antrian. Bahkan di negara Jepang, escalator terbagi menjadi dua
jalur, yaitu jalur lambat dan jalur cepat. Jalur kiri digunakan untuk
jalur lambat, sementara jalur kanan biasanya dikosongkan dan
dipergunakan untuk orang-orang yang sedang terburu-buru.
Bentuk kedisiplinan mereka juga tercermin pada saat mereka
bekerja. Mereka akan memaksimalkan waktu mereka bekerja
untuk bekerja dan waktu istirahat untuk benar-benar beristirahat.
Para pekerja di Jepang juga memiliki waktu untuk tidur siang
selama 30 menit dan setelah itu mereka akan memaksimalkan
kerja mereka sampai habis jam kerja. Mereka sangat rajin bekerja,
sampai-sampai mereka akan merasa malu bila pulang awal saat
bekerja.
Terakhir, masyarakat Jepang sangatlah disiplin terhadap hal-
hal kecil. Apabila melihat sampah di jalan mereka akan meng-
ambilnya dengan tangan kosong (tanpa alat) dan membuangnya,
tidak peduli milik siapa sampah tersebut. Apabila telah melihat
sampah, mereka merasa memiliki kewajiban untuk membuangnya.
Berkaca dari kebiasaan masyarakat di negara maju haruslah
tergugah kesadaran kita untuk ikut memperbaiki diri agar menjadi
lebih baik. Buang kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak ada
manfaatnya. Agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan
mendapat predikat maju, kita harus mengubah kebiasaan disiplin
ini sebagai kebiasaan modern. Semua perubahan dapat dimulai
dari diri sendiri. Berpegang teguhlah pada prinsip kebaikan
untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih baik. Kita tidak
perlu terpengaruh oleh perbuatan atau kebiasaan buruk orang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 177


lain. Hendaknya kita mampu mengubah kebiasaan buruk men-
jadi kebiasaan baik. Tidak boleh dibiarkan perilaku buruk men-
jadi budaya.***

Syafika Nuring Fadiyah. Lahir di Sleman, 25 Mei


2000. Siswa SMA Negeri 2 Yogyakarta ini memiliki
hobi olahraga. Alamat rumah: Pajeksan GT I/600,
Sosromenduran, Gedongtengen, Yogyakarta. Ponsel:
081804287703.

178 Yogyakarta dalam Perubahan


Sampah, Realita di Tempat Wisata
Henrietta Elmarthenez
SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
henriettainez@gmail.com

Apa yang pertama kali terpikir ketika berbicara mengenai


tempat wisata? Menarik atau nyaman? Ya, tentu saja setiap orang
memiliki pandangannya sendiri. Tapi bagaimana jika pandangan
kita tak sesuai keadaan? Pasti mengecewakan bukan? Realita yang
kita temui memang belum tentu sesuai kehendak kita. Sama saja
jika kita membahas permasalahan mengenai tumpukan sampah yang
terus bertambah, khususnya di berbagai tempat wisata di Indonesia.
Sudah menjadi tugas besar masyarakat Indonesia agar masa-
lah ini dapat segera diatasi khususnya di berbagai daerah wisata.
Seperti halnya sampah yang dihasilkan penduduk, pengelola
wisata, hingga wisatawan, sampah di Bali kini sudah mencapai
5.000 hingga 10.000 ton per hari dengan nilai lebih dari 4 triliun
per tahun. Survei didapat berdasarkan data tahun 2016 (CNN
Indonesia, 22 Mei 201). Berdasarkan fakta tersebut dapat dirasa-
kan betapa mirisnya perkembangan tempat wisata Indonesia yang
kerap kali tak diiringi kesadaran pengunjung untuk menjaganya.
Setiap orang yang berkunjung ke tempat wisata ingin merasa
nyaman dan bahagia. Tetapi apakah semua pengunjung dapat
merasakan kenyamanan itu jika semakin banyak sampah yang
menumpuk? Bagaimana jika tingkat kunjungan para wisatawan
ke berbagai tempat wisata di Indonesia menurun? Apa tindakan
yang akan diambil pemerintah?

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 179


Sebagian besar tempat wisata di Indonesia sudah banyak yang
rusak akibat sampah yang berserakan. Jika ditanya dari mana
sampah itu berasal, ada satu hal yang dapat menjawabnya. Sampah
itu berasal dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang membuang
sampah seenaknya sendiri. Bagi masyarakat Indonesia hal itu
sudah lumrah terjadi, tetapi bagaimana dengan wisatawan asing?
Tentu saja mereka merasa tidak nyaman dan kecewa.
Salah satu bukti adalah peristiwa di Bali pada Desember 2016
lalu. Setiap libur Natal di tahun-tahun sebelumnya, Pantai Kuta
selalu ramai pengunjung, baik dari wisatawan lokal maupun
mancanagera. Tetapi di tahun 2016 lalu berbeda. Kunjungan turis
sangat sepi akibat sampah melimpah. Banyaknya sampah yang
berserakan itu dituding berasal dari kiriman air laut saat musim
hujan yang juga merupakan akibat dari ulah manusia di berbagai
penjuru Nusantara (Merdeka, 25 Desember 2017).
Seperti kata Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya. “Sam-
pah menjadi tantangan pengembangan pariwisata di Indonesia.”
Oleh karena itu, mau tidak mau pemerintah dan masyarakat harus
bijak dalam menghadapi tantangan tersebut. Jika tidak segera
diatasi, Indonesia akan semakin malu untuk bersaing di kancah
Internasional dalam bidang pariwisata maupun bidang lainnya.
Hal ini juga berdampak pada kemajuan bangsa dan tanggapan
wisatawan asing dari berbagai negara terhadap kualitas wisata
di Indonesia.
Di samping itu, karena semakin sepinya kunjungan para
wisatawan asing dari mancanegara, cadangan devisa negara juga
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena wisatawan asing
adalah salah satu sumber pendapatan Indonesia untuk memper-
oleh mata uang asing sebagai cadangan devisa negara. Jika ca-
dangan devisa negara melemah dan menurun, pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pun akan melambat dan tidak merata. Hal
ini akan cukup merugikan seluruh warga Indonesia.
Seperti penjelasan yang telah dijabarkan di atas, memang
begitulah kenyataannya. Berawal dari kebiasaan buruk masya-

180 Yogyakarta dalam Perubahan


rakat Indonesia yang tidak dapat diubah dapat membawa dam-
pak buruk dalam berbagai bidang. Kualitas pariwisata Indonesia
pun lama kelamaan akan kalah bersaing dengan negara-negara
yang banyak dijadikan destinasi pariwisata dari berbagai pen-
juru dunia. Bahkan Indonesia saja masih kalah bersaing dengan
negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand
yang banyak dikunjungi wisatawan asing. Oleh karena itulah,
baru-baru ini Kementerian Pariwisata Indonesia bertindak dan
mengumumkan program baru yang dapat dijadikan jalan penye-
lesaian dari masalah ini. Untuk mengatasinya mereka menawar-
kan proyek pengelolaan sampah ke Amerika Serikat (Kompasiana,
11 April 2017). Hal ini dimaksudkan untuk menuntaskan persoalan
pengelolaan sampah terutama di kawasan pengembangan pari-
wisata.
Berdasarkan laporan yang dirilis World Economic Forum,
peringkat Indonesia dari sisi kebersihan dan kesehatan selalu
menempati peringkat di bawah 100 dari 141 negara yang disurvei
tahun 2017. Oleh karena itu, nantinya kerja sama antara Indonesia
dan AS ini akan lebih diarahkan ke 10 destinasi Bali sehingga
diharapkan pengembangan pariwisata untuk menuntaskan per-
soalan sampah lebih merata.
Program ini juga sesuai dengan permintaan Menteri Koordi-
nator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. Beliau me-
minta agar sampah yang berada di tempat pariwisata di Bali dan
NTT segera dibersihkan. Seperti yang dikatakan Pak Luhut,
memang perlu dilakukan operasi secara bersama-sama dengan
melibatkan semua pihak yakni pemerintah dan masyarakat.
Di samping itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudji-
astuti, pada Februari 2017 lalu ikut mendukung dalam memini-
malisasi sampah-sampah tersebut dengan mengambil beberapa
upaya. Beliau memaparkan mengenai programnya. Salah satu
caranya adalah meningkatkan sosialisasi terutama kepada peme-
rintah daerah untuk mengurangi sampah plastik. Pemerintah juga
akan menutup mulut sungai yang berada di tepi laut dengan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 181


jaring. Hal itu dimaksudkan agar sampah yang berasal dari darat
tidak terbawa aliran sungai ke laut.
Langkah yang diambil berbagai pihak kementerian Indone-
sia untuk menuntaskan masalah sampah di tempat pariwisata
memang sudah baik. Tetapi hal ini tidak akan berhasil apabila
masyarakat Indonesia tidak ikut serta mengatasinya. Pemerintah
memang harus bisa menyadarkan masyarakat dan menggencar-
kan aksi membuang sampah pada tempatnya. Namun, mengapa
pemerintah lebih memilih untuk bekerja sama dengan AS? Pada-
hal lebih mudah kita bisa mencontoh Kota Oslo yang merupakan
ibukota negara Norwegia. Kota tersebut saat ini menduduki pre-
dikat pertama sebagai kota terbersih di dunia. Hal ini disebab-
kan karena peraturan yang sangat tegas dari pemerintahnya dan
kesadaran masyarakatnya terhadap kebersihan yang sangat kuat.
Lebih baik lagi jika Indonesia bisa mencontoh strategi kota
tersebut untuk menjaga kebersihan. Pemerintah dapat memulai-
nya dengan lebih mempertegas peraturan mengenai sampah
terutama di kawasan wisata. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah ketetapan sanksi tentang membuang sampah semba-
rangan menjadi lebih berat. Dengan sanksi yang lebih berat
setidaknya masyarakat dapat lebih tersadar. Sosialisasi mengenai
sanksi tersebut dapat dilakukan melalui media cetak dan elektro-
nik ataupun secara langsung oleh pemerintah daerah.
Memang sosialisasi ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah
daerah maupun pusat di berbagai wilayah sebelumnya. Namun,
tetap saja banyak masyarakat yang tidak menanggapi dengan baik.
Pemerintah memang diharapkan dapat lebih kreatif untuk mem-
buat berbagai sosialisasi tersebut. Walaupun begitu hal ini bukan
sepenuhnya kesalahan pemerintah, masyarakat pun juga diharap-
kan bisa lebih menghargai upaya yang dilakukan pemerintah.
Selain dengan aksi tersebut, pemerintah juga dapat mengajak
warga budayakan sedia tempat sampah pribadi jika di suatu
tempat wisata kurang tersedia tempat sampah. Setidaknya rakyat
Indonesia dapat memulai aksi perencanaan ini sebelum ke-

182 Yogyakarta dalam Perubahan


bingungan mencari tempat sampah. Jika tidak begitu, nantinya
justru membuat masyarakat malas membuang sampah dan se-
enaknya membuang di tempat yang tidak seharusnya.
Di samping dengan meningkatkan kesadaran dari masya-
rakatnya sendiri, pemerintah juga harus peka dengan kebutuhan
masyarakat yang membutuhkan lebih banyak tempat sampah.
Seperti misalnya dengan menyediakan tempat sampah di tiap lima
meter jalan di kawasan tempat wisata. Selain di kawasan tempat
wisata, pihak pengelola tempat wisata juga bisa menyediakan tem-
pat sampah di berbagai tempat parkir di kawasan wisata tersebut.
Sungguh mengenaskan jika kita bisa melihat sendiri justru di
luar pintu masuk kawasan wisata pun sudah banyak yang kotor
akibat sampah berserakan. Hal inilah yang justru menyebabkan
berkurangnya daya tarik tempat-tempat wisata di Indonesia.
Tempat wisata yang identik dengan kenyamanan dan keindahan-
nya justru saat ini menjadi tak enak untuk dipandang bahkan
dikunjungi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah
dapat lebih memperbanyak berbagai spanduk besar berisi him-
bauan untuk membuang sampah pada tempatnya di berbagai
sudut kawasan wisata. Dengan begitu masyarakat yang semula
berniat membuang sampah sembarangan batal melaksanakan
niatnya tersebut.
Jika sudah begitu, tinggal bagaimana cara pemerintah me-
ngelola sampah-sampah tersebut. Namun, untuk mempermudah
pengelolaan sampah, pemerintah dapat menyediakan berbagai
tempat sampah dengan jenisnya yang berbeda-beda. Memang
program ini sudah dilaksanakan di beberapa kawasan wisata di
Indonesia. Namun, ada pula beberapa kawasan wisata seperti pantai
yang kekurangan tempat sampah. Oleh karena itu, pihak pengelola
kawasan wisata dan pemerintah harus bisa bekerja sama dengan
baik menyediakan dana untuk memperbanyak tempat sampah.
Jangan hanya diberi keterangan tertulis saja, tetapi juga diberi
keterangan gambar sampah agar nantinya para pengunjung dapat
membedakan jenis sampah-sampah tersebut dengan lebih mudah.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 183


Untuk tahap terakhir, pemerintah memerlukan tim khusus
yang menangani masalah sampah di kawasan wisata. Sejauh ini
pemerintah sudah melaksanakannya, tetapi karena masalah ke-
kurangan pegawai dan sanksi yang tegas justru membuat kita
kekurangan para pekerja kebersihan. Upah yang tidak setimpal
menjadi salah satu faktor penyebabnya. Setiap pemerintah daerah
memang tidak boleh pelit memberi upah. Jangan sampai tingkat
kesejahteraan mereka menurun sehingga kita kekurangan para
pekerja kebersihan.
Setelah dibentuk tim khusus yang mengatasi masalah keber-
sihan ini di berbagai tempat wisata, diharapkan pemerintah pusat
dapat lebih mudah mengawasi dan mengoordinasikannya. Dengan
begitu manajemen penanganan sampah di Indonesia dapat ter-
wujud dengan lebih baik. Melalui solusi tersebut, pemerintah
secara perlahan semakin mengubah pola pikir masyarakat dan
memajukan kualitas mental mereka. Diharapkan nantinya seluruh
masyarakat dapat tergerak hatinya untuk mau ikut serta menjaga
kearifan tempat-tempat wisata di Indonesia. Di samping itu, juga
dapat memajukan pariwisata Indonesia hingga semakin dikenal
di kancah Internasional.
Siapa yang tidak mau pariwisata Indonesia semakin maju dan
bebas sampah? Setiap orang pasti menginginkannya bukan? Oleh
karena itu, berhasil atau tidaknya program tersebut, semua itu
tergantung dari kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.
Apakah mereka dapat segera mengubah masyarakat? Ataukah
sebaliknya? Ya atau tidaknya jawaban itu, semua tergantung dari
pribadi kita masing-masing. ***

Henrietta Elmarthenez. Lahir di Bandarlampung,


20 Juni 2001. Siswa SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ini
mempunyai hobi membaca novel dan menonton
film. Pernah meraih prestasi sebagai Juara Lomba
Penulisan Artikel UKDW 2016.Alamat rumah: Jalan
Garuda 17, Demangan Baru, Yogyakarta. Ponsel:
082175007033.

184 Yogyakarta dalam Perubahan


Penjajahan Toponimi Asing
di Kota Yogyakarta
Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus
SMA Negeri 5 Yogyakarta
muhgalangramadhan@gmail.com

Begitu seseorang lahir di bumi, hal yang pertama diberikan


oleh orang tuanya adalah “nama diri” (antroponim). Dengan
nama ini mulailah terbangun suatu jaringan komunikasi antara
orang tua dan anaknya sepanjang masa. Hal lain yang melekat
pada antroponim adalah “tempat lahir (toponimi). Kedua nama
tersebut akan melekat terus pada setiap orang sampai meninggal
dan dipakai untuk identitas diri, baik dalam KTP, SIM, Paspor
dan semua bukti identitas diri lainnya, termasuk di batu nisan-
nya. Orang mengatakan pribadi dapat kehilangan apa saja, harta
benda, dll, tetapi tidak nama diri dan tempat lahir.
Nama unsur geografi atau disingkat “nama geografik” di-
sebut “toponimi”. Secara harfiah berarti “nama tempat”. Nama
tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat
tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat
(daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb.
(Rais, 2000).
Nama unsur geografi umumnya diberikan dengan berdasar
pada apa yang dilihat di daerah tersebut, misalnya Sawojajar, Ti-
moho, atau Tegal Kemuning. Banyak nama geografik diciptakan
dari legenda rakyat, seperti legenda Sangkuriang untuk Gunung
Tangkuban Perahu di Jawa Barat dan Gunung Batok di Jawa
Timur.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 185


Nama-nama generik dari unsur geografi pun juga menarik
karena dari nama generik tersebut dapat ditelusuri suku-suku
bangsa yang pertama kali mendiami wilayah tersebut dan me-
nyebut nama generik dari unsur geografik dalam bahasanya.
Seperti contoh “sungai” dalam bahasa Indonesia, di daerah
Lampung disebut dengan istilah “wai” seperti Wai Seputih. Wai
untuk suku Maori dan Hawai artinya “air”. Lalu di Jawa Barat
“ci” berarti air atau sungai yang memiliki arti sama dengan kata
“chi” dalam bahasa Cina
Dengan kata lain, nama-nama unsur geografi bukan hanya
sekadar nama, tetapi di belakang nama tersebut adalah sejarah
yang panjang dari pemukiman manusia (a long history of human
settlement). Dari nama-nama geografik ini dapat dilacak per-
jalanan yang panjang dari suku bangsa ini (Kadmon, 2000). Lebih
menarik lagi orang Jawa khususnya Yogyakarta memaknai tem-
pat seperti ini.

Dhasar Nagari panjang punjung


Pasir wukir, gemah ripah loh jinawi
Ngengkeraken Pagunungan kinapitan benawi
Ngeringaken pategalan
Nengenaken pasabinan
Ngayunaken bandaran agung

“Sungguh negeri yang masyhur lagi mulia,


bersamudera bergunung, sejahtera nan subur
Bukit di belakang diapit sungai
tegalan di kirinya
sawah di kanannya
menghadap bandar besar.”

Begitulah kira kira arti dari janturan para dalang dalam meng-
awali pentas wayang setelah serangkaian mantra diucap diiringi
gendhing ayak ayak pathet nem yang dibunyikan dengan pelan.

186 Yogyakarta dalam Perubahan


Suatu negeri impian harus dipaparkan terlebih dahulu sebelum
tokoh apa pun dapat tampil.
Suatu tempat selayaknya menyandang makna atau masya-
rakat haruslah dapat menghayatinya sebagai bermakna sebelum
dapat berkediaman di atasnya. Penghayatan akan makna tempat
inilah yang menyebabkan masyarakat dapat merasa menyatu
dengan tempat yang ditinggali. Penghayatan adalah ungkapan
rasa syukur terhadap anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha
Kuasa karena telah diberi kesempatan untuk tinggal dan mencari
penghidupan atas izin-Nya.

Bapak Pocung
Pasar Mlathi kidul Denggung
Kricak lor negara
Pasar Gedhe loring loji
Menggok ngetan kesasar neng Gondomanan

Tembang macapat di atas menggambarkan wilayah Kota


Yogyakarta dahulu betapa masyarakat sangat menghargai wila-
yahnya dan menghargai tempatnya bermukim dengan memasuk-
kannya dalam sebuah lelagon. Namun, Yogyakarta sebagai kota
budaya kelas dunia sepertinya belum banyak orang yang menya-
dari, bahkan warga kotanya sendiri. Kesadaran bahwa lingkung-
an menghirup udara, bertempat tinggal, mencari penghidupan
ini merupakan kawasan yang dipenuhi sejarah kebudayaan ber-
kelas dunia. Tentunya merupakan modal bagi warganya untuk
mengembangkan kota tercinta ini. Hal-hal ini dapat dimulai dari
hal yang sederhana seperti mengetahui nama daerah di Yogya-
karta .
Pemukiman penduduk atau perkampungan pada kota-kota
kuna itu dapat dilacak keberadaannya dari toponimi yang berarti
nama tempat. Toponimi itu sendiri masing-masing mempunyai
arti, misalnya di kota Yogyakarta antara lain ada Sayidan yang
berarti pemukiman orang Arab, Gerjen berarti pemukiman pen-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 187


jahit, Siliran berarti pemukiman abdi dalem (silir = urusan lampu),
Gamelan berarti pemukiman abdi dalem gamel ( gamel = pemelihara
kuda), Mangkubumen berarti tempat tinggal Pangeran Mangku-
bumi, Wijilan berarti tempat tinggal Pangeran Wijil, dan Bugisan
berarti pemukiman abdi dalem Prajurit Bugis. Toponimi-topo-
nimi di Kota Yogyakarta menggambarkan keanekaan profesi,
asal, dan lapisan masyarakat penduduk pada masa lalu. Selain
itu, dari keberadaan toponimi-toponimi tersebut dapat dilacak
distribusi pemukiman di Kota Yogyakarta. Menarik perhatian
bahwa toponimi-toponimi di banyak kota, termasuk di Kota
Yogyakarta, masih terabadikan sampai saat ini.
Tetapi, bagaimanakah ketika masyarakat tidak peduli dan
mengacuhkan tempat yang ditinggali? Kehilangan jati diri jawab-
annnya. Tak diundang tak terelakkan penjajahan pun masuk.
Penjajahan di sini tidak seperti semasa kolonial Belanda, Inggris,
apalagi Jepang. Penjajahan ini bukan dari fisik tapi dari identitas.
Coba lihat nama-nama daerah di sekeliling Yogyakarta. Se-
makin lama semakin asing. Seakan-akan orang menjadi tersesat
dalam kampung yang asing. Kompleks-kompleks perumahan
yang berada di kampung-kampung dan di perkotaan, khususnya
dalam konteks ini Yogyakarta tiba-tiba diberi nama yang sama
sekali asing, tidak berakar dari khazanah lokal tempat perumah-
an itu berdiri.
Nama-nama perumahan pada mulanya menggunakan nama-
nama lokal yang berkaitan dengan nama daerah. Lalu pada per-
kembangannya, nama-nama perumahan menggunakan nama-
nama merek perusahaan pengembang perumahan atau bank
yang bekerja sama dengan pengembang, tetapi masih meng-
gunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Lalu pada tahun
1990-an, penggunaan nama-nama asing untuk penamaan perumah-
an mulai marak. Puncaknya, pada beberapa tahun terakhir, pena-
maan perumahan dengan menggunakan nama asing semakin
marak (Jaelani, 2014). Hal hal ini dapat dilihat di perumahan baru
yang ada, nama-nama yang menggunakan kata asing seperti

188 Yogyakarta dalam Perubahan


regency, kluster, residence, royal, village, townhouse, garden, grand.
Nama-nama ini menjadi embel-embel dan dapat dilihat di semua
kompleks perumahan baru yang ada di Yogyakarta.
Penggunaan nama-nama asing untuk kompleks perumahan
sesungguhnya adalah sebuah cara untuk membuat pemisah atau
jurang di dalam masyarakat kota. Sadar atau tidak dengan ada-
nya nama-nama asing ini secara tidak langsung terbentuk gap,
pengembang perumahan sengaja membuat suatu kelas sosial
yang membedakan antara kampung lama dengan nama asli yang
cenderung digambarkan sebagai suatu kampung yang kumuh
dan tidak tertata dengan kompleks perumahan bernama “asing”
yang digambarkan sebagai kelas yang lebih tinggi dari kampung
biasa.
Dengan kata lain, penamaan kompleks dengan nama asing
ini dihadirkan untuk membuat perbedaan di antara masyarakat
penghuninya dengan masyarakat yang ada di luar kompleks
tersebut. Ada perbedaan antara ‘aku’ (yang tinggal di rumah
dengan nama asing) dengan ‘engkau’ (yang melihat/atau tinggal
di luar kompleks tersebut) bahwa aku adalah pemilik status
tertentu, aku penghuni kompleks perumahan kelas tertentu, aku
berbeda dengan kalian (yang tinggal di kampung lama dengan
nama asli).
Penamaan istilah asing pada kompleks perumahan ini diikuti
dengan konsep perumahan yang hampir sama, yakni perumahan
sistem kuldesak, dijaga dengan keamanan 24 jam, sistem satu
gerbang, eksklusif, jumlah rumah setiap klaster terbatas, dan
seterusnya. Hal ini merupakan usaha untuk menciptakan kom-
pleks perumahan yang ekslusif dari lingkungan sekitarnya. Untuk
perumahan yang besar atau cukup besar, biasanya perumahan
tersebut dilengkapi dengan fasilitas olah raga, gedung pertemu-
an, sekolah, sarana ibadah, minimarket, dan sarana penunjang
lainnya. Tentu saja dengan fasilitas yang sudah lengkap tersebut
orang akan semakin enggan untuk keluar dari lingkungan me-
reka.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 189


Pasal 36 Undang-Undang 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mewajib-
kan penggunaan bahasa Indonesia untuk nama geografi. Demi-
kian pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan daerah dalam
konteks penataan daerah untuk melakukan penyesuaian daerah,
salah satunya melalui pemberian nama dan perubahan nama
bagian rupabumi di wilayahnya. Menurut Pergub Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 39 Tahun 2015 tentang pedoman pemberian
nama rupabumi unsur buatan dijelaskan bahwa nama rupabumi
unsur buatan merupakan identitas lokal yang dapat mencer-
minkan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta karena dibaca,
dilafalkan, ditulis, dan diingat oleh masyarakat. Dalam peratur-
an ini cukup jelas bahwa pengembang harus menggunakan istilah
lokal dan nasional dalam penentuan nama tempat. Jika tidak
memang melanggar hukum dan perlu ditindaklanjuti. Mari
tunggu saja bagaimana implementasi dari pergub tersebut.
Memang, pemerintah mempunyai andil dalam mengatur.
Namun, permasalahan ini merupakan tanggung jawab bersama.
Masyarakat perlu merefleksikan kembali bagaimana memaknai
tempat tinggal. Hal yang kadang dianggap remeh ini justru meng-
ubah pribadi masyarakat. Dari pribadi yang menerima perbe-
daan, mencintai lingkungan tempat tinggal, sederhana, gotong-
royong menjadi pribadi yang sentralistik, acuh tak acuh, hedonis,
dan kurang peduli dengan lingkungan. Namun, hal yang paling
penting dalam permasalahan ini ketika gap di antara wilayah-
wilayah kampung lama dengan nama asli yang heterogen dan
kompleks perumahan yang ekslusif ini sudah terlalu lebar, hanya
masalah waktulah konflik sosial akan muncul.
Lantas apa yang dapat diperbuat? Marilah kenali dan maknai
toponimi lingkungan sekitar. Tidak ada batasan baik anak-anak,
orang tua, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, desa, kota. Betapa
naifnya, ternyata banyak pribadi tidak memahami secara dalam
arti pepatah yang bahkan semua orang pernah dengar ‘apalah

190 Yogyakarta dalam Perubahan


arti sebuah nama’, atau pepatah yang sering dijadikan olok-olok
‘Tak kenal maka tak sayang’. Pepatah ini bukan sekadar olok-
olok, tetapi mengajak semua insan memaknai nama yang terlekat
dalam diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sehingga peduli
dan menyikapi dengan bijaksana perbedaan nama. Maka, apakah
rela jati diri dan persaudaraan kita dijajah oleh nama asing? ***

Daftar Pustaka
Jaelani, Jejen., dkk. 2014. “Mitos Nama Asing di dalam Penamaan
Kompleks Perumahan di Wilayah Perkotaan”. Dalam jurnal
Sosioteknologi, Volume 13, Nomor 3, hlm.239–249.
Kadmon, N. 2000. Toponymy: The Lore, Laws and Language of
Geographical Names. New York: Vantage Press
Rais, Jacub., 2000. “Arti Penting Penamaan Unsur Geografi
Definisi, Kriteria dan Peranan PBB dalam Toponimi”, hlm.1–
25. Dalam http://www.univpgri-palembang.ac.id.

Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus. Lahir


di Tanggamus, 27 November 1999. Siswa SMA Negeri
5 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca dan
travelling. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara
lain, Peringkat III OSK Geografi 2016 dan Peringkat
III NGC (National Geographic Competition) 2016.
Alamat rumah: Jalan Tohpati 47, RT 05, RW 02, Golo,
Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta. Ponsel:
085868562837.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 191


Mengenal Klithih dan
Eksesnya bagi Yogyakarta
Rindiani Amelia
SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta
rindianiamelia77@gmail.com

Klithih adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Jawa. Da-
hulu makna klithih berarti kegiatan seseorang yang ke luar rumah
di malam hari tanpa tujuan yang jelas. Klithih juga dialihbahasakan
ke kosa kata bahasa Indonesia yang artinya keluyuran. Tetapi,
saat ini klithih berubah makna menjadi tindakan menggunakan
senjata tajam yang dilakukan oleh para pelajar.
Membayangkan Kota Yogyakarta, hal yang akan muncul di
benak adalah budaya yang bersahaja dan tutur kata yang sopan.
Namun, saat ini, bisa dilihat tayangan yang begitu memprihatin-
kan di kota yang disebut-sebut sebagai kotanya pelajar. Akhir-
akhir ini sering terdengar singgungan mengenai Yogyakarta se-
bagai kota klithih. Banyaknya aksi anarki yang dilakukan pelajar
telah mencoreng citra Yogyakarta dan menunjukkan intregitas
pelajar telah mengalami kemunduran signifikan.
Aksi klithih yang kian meresahkan masyarakat tidak semerta-
merta dibiarkan karena pihak sekolah dan keamanan telah me-
lakukan berbagai upaya agar dapat menciptakan kenyamanan
kembali suasana Yogyakarta. Selain itu, dilakukan pula cara
memulihkan karakter pelajar melalui program-program yang
telah terealisasikan agar dapat menghentikan aksi klithih yang
mulai tidak terbendung lagi.

192 Yogyakarta dalam Perubahan


Pada tahun 2016, puluhan kasus klithih terjadi di Daerah Isti-
mewa Yogyakarta. Salah satunya adalah pembacokan yang dilaku-
kan sekelompok pelajar SMA terhadap siswa SMP hingga tewas.
Kata klithih terdengar asing bagi masyarakat luar, tapi sangat
familiar bagi masyarakat Yogyakarta. Sudah banyak terdengar
anggapan buruk dari kalangan luar ataupun di wilayah Yogya-
karta. Masyarakat Yogyakarta merasa bahwa slogan Yogyakarta
Berhati Nyaman telah berubah menjadi Yogyakarta Berhenti
Nyaman. Bagaimana tidak? Klithih sudah sangat meresahkan dan
pelaku klithih tidak jemu-jemunya menampilkan aksi mereka yang
menimbulkan korban jiwa. Berkat klithih yang semakin merajalela,
perlu kiranya ditengok bagaimana sisi pelaku dan lingkungannya.
Banyak terdengar pengakuan bahwa aksi mereka dilatarbelakangi
oleh solidaritas, rasa dendam, broken home, dan lingkungan yang
buruk.
Yogyakarta adalah salah satu kota berkualitas di Indonesia.
Ia dikenal sebagai kota pendidikan. Yogyakarta juga memiliki
kualitas dan fasilitas pendidikan yang lebih memadai dibanding
kota-kota lainnya. Oleh sebab itu, banyak pelajar datang dan ber-
bondong-bondong hendak menempuh pendidikan di Yogyakarta.
Karena pelajar datang dari berbagai wilayah yang memiliki adat
dan budaya yang berbeda-beda, akhirnya Yogyakarta pun menjadi
kota yang multietnis.
Berangkat dari permasalahan tersebut, akhirnya muncul
permasalahan adaptasi yang memicu terjadinya pemberontakan
dari para pelajar pendatang. Hal tersebut menimbulkan mudah-
nya terpancing emosi di tengah warna-warni kehidupan kota
dan perbedaan yang sangat kental adanya. Maka, aksi klithih ini
muncul bukan serta-merta karena pelajar Yogyakarta sudah tidak
berkarakter lagi.
Bukan hanya sekedar persoalan perbedaan, masalah umpat-
an pun mampu mengundang aksi klithih di kalangan pelajar.
Contoh klithih yang dipicu oleh umpatan ini ialah kasus tewasnya
salah seorang siswa SMP pada 12 Maret 2017. Polresta Yogyakarta

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 193


mengatakan bahwa aksi itu didasari adanya umpatan dari kor-
ban yang diterima oleh pelaku sehingga memicu pelaku untuk
melakukan pembacokan bersama segerombalan temannya
sehingga menewaskan korban.
Dewasa ini solidaritas di kalangan remaja dianggap begitu
penting. Di usia yang masih labil, tindakan senonoh itu dinya-
takan sebagai solidaritas yang dilakukan untuk membela, men-
dukung, dan melindungi teman. Klithih pun menjadi perwujudan
para sekelompok pelaku anarki tersebut. Walaupun, sempat
diungkapkan aksi klithih timbul karena adanya inisiasi untuk
membentuk kelompok gengster, kemudian dipupuk oleh adanya
rasa dendam terhadap pihak lain. Solidaritas kini telah salah
diartikan oleh sebagian remaja di Indonesia.
Bermula dalam bentuk geng, mereka mengungkapkan geng
adalah satu kesatuan yang padu. Apabila salah satu terdapat
konflik dengan lainnya, tanpa ragu-ragu geng mereka bersama-
sama akan menyelesaikan masalah tersebut dengan kekerasan.
Keangkuhan dan keegoisan mereka acapkali ditmbulkan karena
rasa iri dan dendam terhadap sekolah lain, sehingga menjadi
salah satu penyebab terjadinya klithih. Faktanya, klithih dilakukan
oleh segerombolan geng terhadap pelajar dari sekolah lain.
Diakui para geng klithih bahwa tindak aksi kriminalitas
mereka didasari rasa tidak suka melihat status sekolah pihak
lain terkesan lebih unggul, lebih menarik, dan sebagainya.
Mereka memulai aksinya dengan cara meminta seragam korban
secara paksa, bahkan hingga melukai korban apabila korban
tidak mau memberikan seragam. Setelah berhasil mendapat
seragam sekolah korban, pelaku akan membuat ulah di dalam
masyarakat untuk mencoreng citra sekolah pihak yang dituju.
Faktor lain terjadinya klithih yang paling sering disoroti ada-
lah keluarga. Fungsi keluarga adalah menjadi pondasi penguat
dan panasihat terbaik agar jalan yang ditempuh anak dapat
selaras dengan nilai dan norma. Klithih menjadi salah satu akibat
dari adanya keluarga yang mengabaikan karakter anak. Hal itu

194 Yogyakarta dalam Perubahan


terjadi karena pada usia remaja adalah usia ketika mereka ingin
melakukan apa yang mereka anggap benar, mencari jati diri,
mengenal dan memahami berbagai macam masalah. Namun,
sebaliknya, kasus-kasus perceraian dan ketidakharmonisan ke-
luarga yang saat ini semakin merajalela juga semakin mendorong
meningkatnya penurunan moralitas yang utamanya adalah
klithih.
Pelaku klithih mengakui, rumah dan keluarga sudah bukan
lagi tempat yang nyaman untuk melepaskan kejenuhan dan me-
nyelesaikan berbagai masalah. Hal-hal ini mendorong mereka
melampiaskan kekesalan kepada orang lain dengan cara yang
salah. Inilah yang menimbulkan aksi anarki sebagai bentuk
pelampiasan segala masalah yang mereka hadapi. Mengapa
dengan cara melakukan aksi krimanlitas? Kurangnya pendidikan
dari keluarga itulah yang mengarahkan pola pikir mereka men-
jadi brutal, tidak peduli salah atau benar.
Kondisi lingkungan yang tidak mendukung juga sangat
mempengaruhi bagaimana seorang anak bertindak dan berperi-
laku. Bagaimana perilaku seorang anak tidak rusak jika masyara-
kat tempat tinggalnya gemar bermabuk-mabukan, merampok,
berjudi, dan berkelahi? Sebab, pada dasarnya anak akan meng-
ikuti apa yang dilihat dan dirasakan, kemudian ingin melakukan-
nya. Hal ini juga sangat mendukung terjadinya klithih. Dari be-
berapa faktor tersebutlah, aksi klithih menjadi semakin marak.
Banyaknya kasus klithih yang disebabkan oleh berbagai fak-
tor telah menggoyahkan citra Yogyakarta sebagai kota pelajar.
Faktanya, sudah banyak menggema komentar dari masyarakat
luar Jawa bahwa Yogyakarta telah kehilangan pelajarnya yang
sopan dan santun. Masyarakat berpendapat, bahwa Yogyakarta
adalah kota yang sopan dan santun, tetapi menurut pandangan
mereka saat ini, Yogyakarta menjadi bertolak belakang dengan
maraknya klithih. Keistimewaan pelajar Yogyakarta yang telah
melahirkan banyak pelajar kompeten menjadi tercoreng akibat
aksi anarki beberapa pelajar.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 195


Klithih yang sudah menelan banyak korban jiwa menimbulkan
kekhawatiran bagi para orang tua di luar Jawa. Mereka berpikir,
apabila anak-anak mereka kelak jauh dari mereka, bagaimana jika
para gang klithih ini mencari mangsa? Bagaimana jika anak-anak
mereka akan menjadi korban aksi klithih? Kepercayaan para orang
tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke Yogyakarta pun
semakin tipis, bahkan bisa jadi mengurungkan niatnya itu. Hal
ini tentu merusak kualitas pelajar Yogyakarta di mata masyarakat
luar Jawa.
Fakta lainnya, salah seorang siswa yang hijrah menuntut
ilmu di Yogyakarta, akhirnya menerima bullying dari sebagian
masyarakat tempat tinggalnya. Masyarakat menganggap bahwa
hijrahnya siswa menuntut ilmu di Yogyakarta hanya akan mem-
pengaruhi siswa agar turut menjadi nakal. Bagi mereka image
Yogyakarta telah berubah menjadi tidak seberetika yang dulu.
Inti dari ekses klithih bagi Yogyakarta ialah mengubah pan-
dangan sebagian kalangan masyarakat mengenai Yogyakarta.
Menganggap pelajar Yogyakarta mengalami penurunan moralitas
yang sama sekali tidak menunjukkan budaya Yogyakarta. Dengan
maraknya klithih di kalangan pelajar, menumbuhkan harapan
yang besar dari masyarakat agar dapat terwujud keseimbangan
antara pengetahuan dan moral pelajar. Tidak hanya menitik-
beratkan pada pengetahuan, tetapi juga memiliki landasan dalam
berpengatahuan. Mengamalkan pengetahuan menjadi sebuah
tindakan nyata yang terpuji. Jika pengetahuan dapat disertai nilai-
nilai agama, moral, dan etika, akan terintegrasikanlah kesempur-
naan ilmu.
Untuk membangun akhlakul karimah di kalangan pelajar
sangat diperlukan figur yang dapat mendukung dan mewujud-
kan cita-cita bersama. Tidak ada manusia yang dapat hidup
sendiri, selamanya akan membutuhkan pertolongan orang lain.
Karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini, kita memerlukan
dukungan dan kerja sama yang baik satu sama lain. Melalui kerja
sama yang baik antara sekolah, keluarga, masyarakat, pihak yang

196 Yogyakarta dalam Perubahan


berwajib, dan remaja itu sendiri, niscaya Yogyakarta akan lepas
dari permasalahan klithih. Hanya persoalannya, apakah kita
semua memiliki kesadaran tentang itu? Jawabannya adalah ada
pada kita semua. ***

Rindiani Amelia. Lahir di Batu Meranti, 06 Maret


2001. Siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta ini
memiliki hobi menonton film kartun. Pernah meraih
prestasi sebagai Best Presentation dalam Lomba Esai.
Saat ini tinggal di Asrama Khodijah SMA Muhamma-
diyah 2 Yogyakarta. Ponsel: 082211446878.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 197


Proses Kreatif Penulisan Esai
Tirto Suwondo
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta

Esai bukanlah merupakan karangan ilmiah, bukan pula ka-


rangan sastra. Pada karangan ilmiah, subjek cenderung (bahkan
harus) diabaikan dan objek diutamakan. Sebaliknya, pada ka-
rangan sastra, objek cenderung diabaikan dan subjek diutama-
kan. Sementara itu, pada karangan esai, subjek dan objek sama-
sama hadir menjadi hal penting dan tidak boleh diabaikan.
Karangan ilmiah (makalah, skripsi, tesis, disertasi) ditulis
berdasarkan kaidah penulisan ilmiah, demikian juga karangan
sastra ditulis berdasarkan kaidah penulisan sastra (novel, cerpen,
puisi, drama). Sementara itu, karangan esai justru ditulis tanpa
kaidah apa-apa. Esai dapat ditulis dengan mengabaikan kaidah
atau aturan penulisan yang baku. Itu berarti esai ya dan tidak
objektif dan subjektif. Kalau karangan ilmiah bersifat positivistik,
karangan sastra bersifat idealistik, sedangkan karangan esai
bersifat fenomenologik.
Dalam penulisan esai, penalaran yang digunakan adalah pe-
nalaran lateral, sebuah penalaran yang merupakan alternatif bagi
penalaran vertikal yang logis. Dengan penalaran lateral, seseorang
(penulis) dapat bermain-main dengan gagasan, objek, data,
eksperimen, dan sebagainya. Penalaran lateral justru akrab dengan
logika anekdot dan membuka ruang yang cukup lebar bagi para-
doks yang umumnya dihindari dalam karangan ilmiah yang ber-
tumpu pada penalaran vertikal.

198 Yogyakarta dalam Perubahan


Setiap esai pada hakikatnya berisi upaya untuk memberi
peyakinan tentang sesuatu. Oleh karena itu, jenis karangan yang
digunakan dalam esai adalah argumentatif-persuasif. Jenis ka-
rangan ini memang yang paling fleksibel dan dapat memanfaat-
kan jenis karangan lain untuk kepentingannya membuat pe-
yakinan.
Kenyataan menunjukkan, ada esai yang tampak formal, ada
pula yang tampak tidak formal. Semua itu disebabkan oleh
kepribadian dan subjektivitas penulisnya. Kalau seorang penulis
yang dalam hidup sehari-harinya bersifat formal dan melihat
segala sesuatu dari seginya yang formal, ketika menulis esai
tentang sesuatu yang mestinya santai pun cenderung bersikap
formal. Sebaliknya, seorang yang santai dan kocak, dalam menu-
liskan persoalan serius pun akan cenderung santai dan kocak.
Contoh paling tepat untuk hal ini adalah Umar Kayam.
***
Pada prinsipnya, esai tidak berbeda dengan artikel, bahkan
tidak berbeda pula dengan feature. Selama ini para ahli gagal mem-
berikan batasan yang pasti tentang masing-masing jenis karangan
itu. Beberapa jenis karangan itu sering hanya disebut sebagai
tulisan lengkap dalam surat kabar atau majalah. Oleh karena itu,
sebagai (calon) penulis, kita tidak perlu memperdebatkan masalah
itu.
Hanya saja, kalau dicermati, dalam sebuah tulisan (esai, arti-
kel, feature) memang ada elemen-elemen tertentu yang ditonjol-
kan yang sekaligus mengacu pada jenis tertentu. Sebagai misal,
esai/artikel tentang tokoh-tokoh sukses disebut sketsa tokoh;
esai/artikel yang ditulis dalam bentuk tanya-jawab disebut wa-
wancara; esai/artikel yang diawali dengan paparan sebuah kisah
disebut naratif; esai/artikel yang berisi upaya membongkar suatu
peristiwa disebut penyingkapan; esai/artikel yang berisi kisah
nyata (true story) disebut pengakuan; esai/artikel yang merupakan
ekspresi personal disebut kolom; esai/artikel yang berisi kritik
disebut ulasan; dll.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 199


***
Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
tulisan/ karangan (esai, artikel, dll)? Dua hal ini tidak boleh diabai-
kan, yakni “banyak membaca” dan “tekun berlatih”. Membaca
dalam hal ini tidak hanya membaca tulisan (majalah, koran, buku,
dll), tetapi juga “membaca kehidupan”. Artinya, kita senantiasa
“membaca” apa yang dapat kita lihat, dengar, raba, dan sebagai-
nya di sekitar kita. Dengan cara ini kita tentu akan tahu banyak
hal, akan peka terhadap berbagai peristiwa, akan dapat memaha-
mi berbagai kejadian, akan dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain, dan sebagainya.
Karena ruang memori di otak/kepala kita terbatas, terbatas
pula ingatan kita. Oleh karena itu, agar memori terpancing ke-
luar, diperlukanlah alat bantu. Alat bantu paling sederhana dan
baik adalah catatan. Oleh sebab itu, (calon) penulis yang baik
selalu memiliki catatan (tentang sesuatu yang dianggap penting
dan menarik). Dan tentu saja catatan ini tidak boleh hilang, tetapi
harus disimpan/dirawat dengan baik. Mungkin dalam jangka
waktu tertentu (bulan, tahun) kita mencatat beberapa peristiwa
yang sama, atau minimal berkaitan, sehingga kita dapat mengait-
kaitkan peristiwa itu dan siap pula menyusun tulisan.
Kalau kita telah dapat memilih dan mengaitkan peristiwa-
peristiwa itu, dan dengan demikian berarti kita telah mempunyai
ide (gagasan) yang akan kita sampaikan kepada orang lain, lang-
kah berikutnya adalah menentukan tujuan (untuk apa, siapa) dan
memilih jenis bentuk karangan apa (artikel, esai, feature, dll, atau
bahkan cerpen atau puisi). Kalau kita ingin menulis bentuk artikel
(opini) dan ingin artikel itu dimuat di KR, misalnya, hal yang
tidak boleh dilupakan adalah pelajari dan bacalah artikel-artikel
(opini) yang telah dimuat di KR. Dari situ kita dapat belajar dan
memahami bagaimana corak, gaya, panjang-pendek artikel-
artikel tersebut sehingga artikel yang kita tulis berpeluang untuk
dimuat di KR. Hal ini juga sekaligus berarti kita memahami

200 Yogyakarta dalam Perubahan


bagaimana selera redaksi. Mengapa hal ini harus dilakukan?
Sebab, selera setiap media massa berbeda-beda.
Hanya saja, yang sering menjadi kendala adalah ketika kita
sudah duduk di depan mesin ketik atau komputer. Ide di kepala
sudah mendesak-desak minta ditulis, tetapi lead pada paragraf
pertama terus-menerus gagal ditulis. Karena itu, buatlah kerang-
ka (outline). Tentang judul, boleh ditulis di awal atau di akhir;
namun yang paling baik adalah ditulis di awal baru kemudian
direvisi di akhir. Sebab, judul akan mengendalikan arah dan
fokus. Tetapi, terkadang, ketika sedang menulis, ide-ide peleng-
kap muncul mendadak, sehingga judul seringkali harus diubah
atau diganti.
Setelah menentukan judul (sementara), kerangka yang kita
susun mula-mula berupa gagasan-gagasan besar yang mendu-
kung judul. Gagasan-gagasan itu kita tuangkan dalam bentuk
kalimat-kalimat. Jika perlu kalimat-kalimat yang berisi gagasan-
gagasan besar itu kita pecah lagi menjadi beberapa gagasan yang
lebih kecil, dan seterusnya, sampai kita merasa sudah cukup leng-
kap dan kuat untuk menyampaikan/mendukung ide tulisan. Bagi
penulis yang sudah jadi, kerangka tetap penting artinya, walaupun
seringkali mereka tidak menuangkannya dalam bentuk kalimat-
kalimat, tetapi tertata dalam pikiran.
Hal terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah, setelah jadi,
tulisan jangan langsung dikirim ke media sesuai keinginan kita,
tetapi bacalah dulu atau bahkan simpan dulu (masa inkubasi)
baru dibaca lagi besok atau lusa. Pada saat membaca tulisan itu,
janganlah kita merasa bertindak sebagai penulis, tetapi sebagai
pembaca (tulisan orang lain). Baca dan kritiklah tulisan itu. Dengan
cara begitu kita akan dapat melihat celah-celah di mana keku-
rangan dan kelemahannya. Lalu, edit-lah, revisi-lah, dan kalau
perlu tulis ulang. Dan akan lebih baik kalau tulisan hasil revisian
itu disodorkan kepada orang lain untuk dibaca dan dikritik.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 201


Nah, selamat berkarya (menulis artikel, esai, feature, kolom,
berita, advertorial, dan atau apa saja). Jangan bosan. Pembosan
sangat dibenci Tuhan.

Tirto Suwondo. Lahir 1962 di Purwodadi (Gro-


bogan), Jawa Tengah. Pendidikan terakhir Program
Pascasarjana (S-3) UNS (2015). Jabatan fungsional
peneliti utama. Sejak 2007 menjadi Kepala Balai
Bahasa DIY. Pernah menjadi wartawan Detik, Media
Indonesia, dan majalah wanita Kartini. Tulisannya
(esai, artikel, feature) tersebar di media lokal, nasio-
nal, dan regional (Brunei Darussalam). Pernah aktif
menjadi editor di beberapa penerbit di Yogyakarta.
Beberapa kali menjuarai berbagai lomba penulisan
esai sastra. Telah menulis dan menerbitkan 12 buku
esai/kritik sastra. Telah menyadur dan menerbitkan
6 buku cerita/bacaan anak.

202 Yogyakarta dalam Perubahan


Menulis Esai Itu Gampang
Budi Sardjono

Dalam industri pers cetak, di samping ada berita (news),


opini, feature, media massa cetak seperti koran harian, tabloid,
dan majalah juga menyajikan tulisan jenis esai bagi pembacanya.
Jika esai dipercayakan kepada orang dalam, biasanya ditunjuk
seorang jurnalis senior yang sudah matang. Namun pada umum-
nya pengelola media (redaktur) lebih senang menerima tulisan
itu dari luar. Jadi, tulisan jenis esai ini (di samping karya fiksi),
bisa menjadi “ladang” bagi khalayak umum untuk ikut berpar-
tisipasi di dalam jagad pers.
Jika berita cepat basi, seperti digambarkan oleh wartawan
senior Rosihan Anwar, menulis berita ibarat menulis di dalam
air. Berita hari ini esok sudah dilupakan. Bahkan karena budaya
digital, hanya dalam hitungan menit (detik) berita sudah diang-
gap basi. Apa yang terjadi di ujung dunia, hanya dalam hitungan
detik sudah kita ketahui. Kemajuan industri IT memungkinkan
jarak teritorial bukan lagi jadi penghalang bagi kita untuk menge-
tahui hiruk pikuk peristiwa dunia.
Jika berita menjadi cepat basi, ada beberapa jenis tulisan yang
bisa bertahan lama. Antara lain feature, karya sastra, dan esai.
Cerpen atau puisi yang dimuat media massa tahun lalu masih
relevan dan menarik kita baca sekarang. Begitu juga esai.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 203


Seorang penulis esai (seperti halnya penulis fiksi) tidak perlu
memiliki id card tertentu seperti layaknya seorang jurnalis yang
harus mengantongi kartu pers dan kartu tanda anggota profesi
jurnalis. Seorang penulis esai bisa berasal dari kalangan akade-
mis, praktisi, dan bahkan dari kalangan mana pun. Jika mereka
sering menulis esai dan dimuat di berbagai media, tulisan-tulisan-
nya dianggap cukup berbobot, maka orang itu sering mendapat
predikat seorang esais.
Esai atau artikel, tulisan, karangan, sering didefinisikan seba-
gai sebuah karangan singkat yang berisi pendapat atau argumen
penulis tentang suatu topik. Tentu saja penulis esai tersebut harus
tahu persis topik yang dipilih dan ia menguasainya. Sehingga
jika nanti muncul argument tandingan dari penulis lain, ia siap
menjawab dan menyodorkan argumennya yang falid (hal itu yang
disebut polemik).
Terlalu riskan misalnya, seseorang yang awam di bidang
farmasi lalu membuat esai yang topiknya tentang dunia obat-
obatan. Untuk mendukung argumennya ia hanya mengandalkan
tulisan-tulisan yang ada di internet yang belum tentu bisa diper-
tanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi, bagi seorang penulis esai
yang ingin memberikan pendapat terhadap suatu persoalan atau
fenomena yang terjadi dalam masyarakat, haruslah menguasai
persoalan masyarakat tersebut.
Karena keterbatasan halaman atau kolom, maka sebuah esai
biasanya dibatasi panjang atau jumlah karakternya. Masing-masing
media mempunyai patokan sendiri. Ada yang memberi syarat
bahwa esai maksimal 5 halaman kuarto dobel spasi, ada juga yang
memberi batasan jumlah karakter 6000 dengan jenis huruf Times
New Roman.
Karena itu bagi penulis pemula, ada baiknya mempelajari
betul persyaratan-persyaratan tersebut. Jangan berandai-andai bah-
wa toh nanti redakturnya bisa edit, memotong atau menyunting-
nya! Lupakan itu. Karena Redaktur zaman sekarang berbeda di-
banding zaman dulu. Zaman dulu banyak Redaktur yang ber-

204 Yogyakarta dalam Perubahan


peran sekaligus sebagai pembimbing penulis pemula. Maka me-
reka sering memberi toleransi. Tetapi sekarang karena tuntutan
tugas, mereka lebih memilih untuk menyeleksi tulisan yang tidak
memerlukan banyak sentuhan dan menguras energinya. Jadi,
jangan heran jika yang muncul di media, ya, penulisnya itu itu
saja!
Sebuah esai, struktur penulisannya berbeda dengan tulisan
lain, karena struktur esai terbagi dalam tiga bagian (paragraf).
Paragraf pertama adalah pendahuluan, penulis memberikan
pengantar yang cukup dan relevan untuk topik esai yang ia tulis.
Bagian itu sering disebut sebagai kalimat tesis (thesis statement)
yang berfungsi sebagai gagasan pengontrol (controlling idea)
untuk bagian isi nanti.
Bagian kedua berisi paragraf-paragraf yang merupakan pen-
jabaran atau pembahasan lebih lanjut dari gagasan yang ingin
disampaikan. Jumlah paragraf tergantung dari jumlah gagasan
utama yang hendak disampaikan. Dan bagian terakhir adalah
paragraf penutup, bisa berupa kesimpulan, atau ringkasan dari
gagasan yang telah disampaikan.
Karena esai dibatasi jumlah halaman (karakter, huruf), maka
penulis diharapkan tidak memakai kalimat panjang. Redaktur
(mewakili pembaca) lebih senang menampilkan esai dengan
kalimat-kalimat pendek namun bernas. Dengan tuntutan sema-
cam itu maka seorang penulis esai harus selektif memilih kata
dan menghindari bunga-bunga kalimat yang tidak perlu.   
Di bawah ini ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan
sebelum menulis esai.

a. Memilih Topik
Bila topik telah ditentukan, pikirkan terlebih dahulu tipe
naskah yang akan Anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum,
atau analisis topik secara khusus? Jika hanya merupakan tinjauan
umum, Anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya.
Tapi bila Anda ingin melakukan analisis khusus, topik Anda

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 205


harus benar-benar spesifik. Jika topik masih terlalu umum, Anda
dapat mempersempit topik. Sebagai contoh, topik tentang ’Yogya-
karta’, ini topik yang masih sangat umum. Jika tujuan Anda
menulis adalah menyampaikan gambaran umum (overview) tentang
Yogyakarta, maka topik ini sudah tepat. Namun, bila ingin mem-
buat analisis singkat, kita dapat mempersempit topik ini menjadi
“Keistimewaan Kota Yogyakarta” atau “Yogyakarta sebagai Kota
Budaya.” Setelah yakin akan apa yang akan ditulis, Anda bisa
melanjutkan ke langkah berikutnya. Bila topik belum ditentukan,
tugas Anda jauh lebih berat.

b. Menentukan Tujuan
Tentukan terlebih dahulu tujuan esai yang akan kita tulis.
Sekadar meyakinkan orang agar mempercayai apa yang kita
sampaikan, menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu,
menjelaskan kepada pembaca tentang suatu peristiwa, seseorang,
ide, tempat atau sesuatu? Apapun topik yang kita pilih harus
sesuai dengan tujuannya.

c. Gagasan
Jika tujuan sudah kita tetapkan, tulis beberapa gagasan yang
menarik. Semakin banyak gagasan akan semakin baik. Sebelum
kita pilih salah satu gagasan yang menarik dan relevan, kita
bisa adu argumentasi dengan diri sendiri. Apanya yang menarik,
di mana kelemahannya, masih relevankah dengan zaman?

d. Membuat Outline (Kerangka Esai)


Kerangka esai kita buat tujuannya untuk meletakkan gagasan-
gagasan tentang topik dalam sebuah format yang terorganisir.
Dengan adanya kerangka, hal itu akan mendisiplinkan pikiran
kita agar tidak melenceng dari topik yang akan kita tulis. Misal-
nya kita akan menulis esai tentang “Yogyakarta Sebagai Kota
Budaya”, lalu kita masukkan sejarah candi Borobudur, jelas itu
melenceng jauh.

206 Yogyakarta dalam Perubahan


e. Menulis dan Menguji Tesis
Tesis adalah pernyataaan yang dirumuskan dalam kalimat
pernyataan yang memuat gagasan utama esai. Pernyataan tesis
mencerminkan isi esai dan poin-poin penting yang akan disampai-
kan oleh pengarangnya. Kita telah menentukan topik esai, seka-
rang harus melihat kembali outline yang telah kita buat dan memu-
tuskan poin penting apa yang akan kita sampaikan. Tapi sebelum
kita yakin dengan tesis atau pernyataan tersebut, ada baiknya
kita uji dulu dengan berbagai referensi. Misalnya, layakkah Yog-
yakarta disebut kota budaya? Unsur-unsur apa saja yang men-
jadi pendukung pernyataan itu. Kelemahannya apa, misalnya di
kota ini juga sering terjadi tindak kekerasan, dsb.

f. Tubuh Esai
Pada bagian inilah kita bisa menjelaskan, menggambarkan,
dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang
telah kita tentukan. Setiap gagasan penting yang kita tulis pada
outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh esai anda. Masing-
masing paragraf memiliki struktur yang serupa. Mulailah dengan
menulis ide utama Anda dalam bentuk kalimat. Pada setiap ga-
gasan, kita bisa memperluasnya tanpa melenceng dari topik.
Sebagai penulis kita bisa bernafas lega karena setelah menuliskan
tubuh tesis, kita tinggal menulis pendahuluan dan kesimpulan.

g. Pendahuluan
Jika di dalam feature lead sangat penting untuk menarik
minat pembaca, maka dalam menulis esai bab pendahuluan juga
sangat penting. Karena ini untuk menarik perhatian pembaca.
Bagi penulis professional (senior) pasti sudah tahu apa yang akan
ia tulis di awal esai. Kita bisa memulai paragraf pendahuluan
dengan informasi yang menarik, bisa berdasar dari fakta yang
lagi aktual. Misalnya peristiwa perubahan Malioboro yang terjadi
sekarang untuk menulis esai tentang Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 207


h. Kesimpulan
Ingat, bahwa sebuah kesimpulan adalah rangkuman dari
poin-poin yang telah kita kemukakan. Dan maksud dari kesim-
pulan untuk memberi perspektif akhir kepada pembaca.

i. Sentuhan Akhir
Jika paragraf pendahuluan untuk menarik minat pembaca,
maka paragraf terakhir untuk ‘menyentuh’ atau ‘menggelitik’ hati
pembaca. Karena itu buatlah paragraf terakhir itu sebuah sen-
tuhan yang membuat pembaca selalu ingat apa yang kita paparkan
di dalam tubuh esai. Meski sudah selesai membaca, tetapi pembaca
masih mengingat-ingat apa yang kita tulis pada bagian akhir itu.
Bisa saja berupa sebuah anekdot, atau kutipan pendapat dari
seorang tokoh terkenal yang ucapannya masih ada benang merah
dengan topik esai yang kita tulis.
Sebagai contoh: “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi
jika ia tidak menulis, maka akan dilupakan oleh sejarah dan ma-
syarakat. Sebab menulis adalah pekerjaan keabadian.” Pendapat
itu ditulis oleh Pramudya Ananta Toer.***
(dari berbagai sumber)

Budi Sardjono. Lahir di Yogyakarta, (diperkirakan)


6 September 1953. Penulis otodidak. Memulai me-
nulis karya-karya fiksi (cerpen, novelet, novel, nas-
kah sandiwara, dll). beberapa kali memenangkan
sayembara mengarang cerpen dan novelet majalah
Femina, Kartini, Sarinah, dll. Memenangkan sayem-
bara mengarang naskah sandiwara remaja yang
diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta.
Buku kumpulan cerpennya yang sudah terbit, antara
lain, Topeng Malaikat (Labuh, 2005) dan Dua Kado
Bunuh Diri (Labuh, 2005). Kumpulan noveletnya
Rembulan Putih (Labuh, 2005). Cerpen-cerpennya
juga masuk dalam beberapa antologi cerpen.

208 Yogyakarta dalam Perubahan


Novelnya, antara lain, Ojo Dumeh (Nusatama, 1997),
Selendang Kawung (Gita Nagari, 2002), Angin Kering
Gunungkidul (Gita Nagari, 2005), Kabut dan Mimpi
(Labuh, 2005), Sang Nyai (Diva Press, 2010), Kembang
Turi (Diva Press, 2011), Api Merapi (Diva Press, 2012),
dan Roro Jonggrang (Diva Press, 2013). Juga menulis
buku cerita untuk anak-anak. Tahun-tahun terakhir
banyak menulis buku motivasi dan rohani.
Novel Sang Nyai memperoleh penghargaan Sastra
2012 dari Balai Bahasa DIY. Saat ini menjadi pemim-
pin redaktur majalah Adiluhung dan redaktur maja-
lah Sabana.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 209


BIODATA PANITIA
BENGKEL BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SISWA SLTA KOTA YOGYAKARTA
TAHUN 2017

Tarti Khusnul Khotimah. Lahir di Sleman, 28


Desember 1971. Saat ini bekerja di Balai Bahasa
Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Jalan
Wonosari Km. 8.5, Gandu RT 04, RW 07, Sen-
dangtirto, Berbah, Sleman. Ponsel: 085868221414.

W. Ari Widyawan. Lahir di Yogyakarta, 22 Aguatus


1975. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah
Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Gedongkiwo,
MJ I/93, RT 50, RW 10, Yogyakarta. Ponsel:
081226387894.

Dini Citra Hayati. Lahir di Jakarta, 18 Januari 1976.


Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa
Yogyakarta. Alamat rumah: Perum Bumi Sidoarum
Indah B-9, Godean, Sleman. Ponsel: 08170869082.

210 Yogyakarta dalam Perubahan


Agung Tamtama. Lahir di Yogyakarta, 6 Oktober
1960. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah
Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Kadipaten
Kulon KP I/70, Yogyakarta. Ponsel: 085729778960.

Pargiyono. Lahir di Sleman, 9 Februari 1960. Saat


ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yog-
yakarta. Hobi: olahraga. Alamat rumah: Semingin,
Moyudan, Sleman. Ponsel: 085640416371.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 211

Anda mungkin juga menyukai