Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Lembaga Peradilan Hukum dan
Kewenangannya” ini tepat pada waktunya yang mana makalah ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Mahmuzar, M.Hum, selaku Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum
2. Ayah dan Ibu selaku orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan materil
3. Serta semua pihak yang telah membantu hingga makalah ini terselesaikan

Sebagai manusia biasa, penulis tentunya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih ada banyak hal yang merupakan suatu kekurangan yang mungkin saat ini belum
dapat penulis sempurnakan, maka dari itu dengan penuh keikhlasan penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak yang mana bertujuan untuk menjadi suatu pelengkap
makalah ini dimasa yang akan datang.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya, karena dengan
membaca saja itu merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi penulis. Dan semoga dengan
adanya makalah ini para pembaca lebih terpacu untuk mengembangkan potensi diri yang ada.

Pekanbaru, 10 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
1.4 Sistematika Penulisan.......................................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN.........................................................................................................2
2.1 Pengertian Lembaga Peradilan.........................................................................................2
2.2 Macam-macam Lembaga Peradilan.................................................................................4
2.2.1 Mahkamah Agung................................................................................................4
2.2.2 Mahkamah Konstitusi........................................................................................12
2.2.3 Komisi Yudisial.................................................................................................13
2.3 Fungsi dan Wewenang Lembaga Peradilan...................................................................13
BAB III: PENUTUP...............................................................................................................16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................16
3.2 Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menganut prinsip Trias Politica atau pembagian
kekuasaan, yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Dan setiap lembaga memiliki wewenang
dan wilayah yang berbeda, seperti halnya yudikatif. Yudikatif merupakan lembaga yang
berfungsi sebagai pengawas daripada eksekutif dan legislatif, dikatakan dengan bahasa lain
yudikatif itu bisa dikatakan lembaga peradilan.

Lembaga peradilan sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi setiap warga negara
merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan otonom. Oleh karenanya peradilan di
Indonesia perlu dilakukan pengkajian baik dari segi structural maupun secara fungsionalnya.
Makalah yang berjudul “Lembaga Peradilan Hukum dan Kewenangannya” akan membahas
definisi dari lembaga peradilan, kedudukan lembaga peradilan di Indonesia dan juga wilayah
wewenang dari lembaga peradilan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan lembaga peradilan hukum?


1.2.2 Apa-apa saja lembaga peradilan hukum yang ada di Indonesia?
1.2.3 Apa-apa saja wewenang lembaga peradilan hukum yang ada di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
1.3.2 Mengetahui pengertian dari lembaga peradilan hukum
1.3.3 Mengetahui apa-apa saja lembaga peradilan hukum yang ada di Indonesia beserta
dengan kewenangannya

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I (Pendahuluan) : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan


sistematika penulisan.

1
BAB II (Pembahasan) : Pengertian lembaga peradilan, macam-macam lembaga
peradilan, wewenang lembaga peradilan.
BAB III (Penutup) : Kesimpulan dan Saran.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lembaga Peradilan

Lembaga peradilan adalah alat perlengkapan negara yang bertugas mempertahankan tetap
tegaknya hukum nasional. Jika terjadi pelanggaran hukum maka pelaku pelanggaran hukum
harus dihadapkan ke muka pengadilan. Pengadilan atau badan peradilan merupakan satu
lembaga penegakan hukum di Indonesia. Dengan kata lain, proses penegakan hukum dan
lembaga yang melaksanakannya biasa disebut peradilan dan pengadilan. Pengertian antara
peradilan dan pengadilan memiliki perbedaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dinyatakan bahwa:

1) Peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara peradilan


2) Pengadilan adalah dewan atau majelis yang mengadili perkara

Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio (Subekti:1973), pengertian peradilan dan


pengadilan adalah sebagai berikut:

1) Peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara menegakkan
hukum dan keadilan,
2) Pengadilan adalah lembaga yang melakukan proses peradilan, yaitu memeriksa dan
memutuskan sengketa-sengketa hukum dan pelanggaran-pelanggaran hukum atau
undang-undang.

Pengadilan menurut UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah badan
atau pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Menurut UU No. 4 Tahun 2004 Pasal
1, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang berdasarkan Pancasila dan demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Penyelenggara kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lembaga peradilan adalah badan atau organ yang
melaksanakan peradilan. Peradilan adalah tugas atau fungsi yang dijalankan oleh pengadilan
(lembaga peradilan). Lembaga peradilan mempunyai tugas menjalankan peradilan dengan

2
seadil-adilnya. Tugas pokok badan-badan peradilan adalah menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang melanggar hukum dan diajukan
kepadanya.

LEMBAGA PERADILAN SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN

(Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 18 UU 48/2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman)

MAHKAMAH
\\ AGUNG MAHKAMAH KONSTITUSI KOMISI YUDISIAL
(UU 14/1985 jo UU 5/2004 (UU 24/2003 jo UU 8/2011) (Pasal 24B UUD 1945)
jo UU 3/2009)

PERADILAN UMUM
Peradilan Anak
Pengadilan Negeri
Peradilan Niaga

Pengadilan Tinggi
Peradilan Hak Asasi Manusia

Pengadilan Khusus
Peradilan Tindak Pidana Korupsi
PERADILAN AGAMA

Pengadilan Agama Peradilan Hubungan Industrial

Pengadilan Tinggi Agama


Peradilan Perikanan

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Khusus

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Peradilan Pajak

3
PERADILAN MILITER

Pengadilan Militer
2.2 Macam-macam Lembaga Peradilan

2.2.1 Mahkamah Agung

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan
agama,lingkungan peradilan militer,lingkungan peradilan tata usaha negara,peradilan
Hubungan Industri dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (Pasal 18 Undang-Undang No.48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)

Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari badan pengadilan yang
mempunyai kewenangan:

1. Mengadili pada tingkat Kasasi terhadap keputusan yang di berikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung.
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
3. Kewenangan lainya yang diberikan undang-undangan.

Keputusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian


dapat diambil,baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun
berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.

Organisasi, administrasi dan financial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ketentuan mengenai
organisasi, administrasi dan financial badan peradilan untuk masing-masing lingkungan
badan peradilan tersebut, diatur dalam undang-undang tersendiri sesuai dengan kekhususan
lingkungan peradilan masing-masing.

Di samping menjalankan tugas-tugas kehakiman, Mahkamah Agung dapat memberikan


keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga
pemerintahan. Mahkamah Agung dikepalai oleh seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua dan
Ketua Muda Mahkamah Agung, yang dipilih oleh Hakim Agung dan ditetapkan oleh
Presiden.Keputusan presiden mengenai penetapan Ketua,Wakil ketua Mahkamah Agung dan
Ketua Muda Mahkamah Agung dilakukan paling lama 14(empat belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal pengajuan nama calon diterima presiden.(pasal 8 UU No. 3 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

4
2.2.1.1 Peradilan Umum

A. Pengadilan Negeri

Pegadilan Negeri adalah peradilan umum yang berwenang memeriksa,mengadili,


dan memutuskan perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan yang mengatur tentang pengadilan negeri adalah
Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan umum.

Pengadilan Negeri dipimpin oleh seorang Ketua dan Wakil Ketua yang yang
diangkat dari Hakim yang telah berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun
sebagai Hakim pengadilan Negeri. Selain Ketua,Wakil Ketua pada Pengadilan Negeri
ada jabatan Hakim, Panitera dan panitera penganti serta wakil sekretaris.

B. Pengadilan Tinggi

Pengertian Pengadilan tinggi adalah pengadilan banding, yang mengadili lagi pada
ingkat kedua (tingkat banding) sesuatu perkara perdata dan/atau perkara pidana, yang
telah diadili/ diputuskan oleh Pengadilan Negeri pada tingkat pertama. Pemeriksaan
disini hanya atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja kecuali bila Pengadilan Tinggi
merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak yang berperkara.

Pengertian Pengadilan Tinggi adalah merupakan sebuah lembanga pengadilan di


lingkungan Pengadilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebaga
Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan
Negeri. Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir
mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan
daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan
(Ketua dan seorang Wakil Ketua), Hakim Anggota, Parnitera dan Sekretaris.

Pengadilan Tinggi sebagai salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman di


lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan weweanng sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undnang RI Nomor 8 Tahun 2004, dan yang kedua dengan Undang-
Undnag RI Nomor 49 Tahun 2009, di mana dalam pasal 51 dinyatakan bahwa:

a) Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara
perdata di Tingkat Banding.
b) Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama dan
terakhir sengketa kewenangan megadili antar Pengadilan Negeri daerah hukumnya.

C. Peradilan Khusus

5
a) Peradilan Anak
Peradilan Anak adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara anak. Batas umur anak yang dapat diajukan
ke Pengadilan Anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai
umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Pengadilan Anak merupakan salah satu
Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum yang disahkan
pada tahun 2012 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.

b) Peradilan Niaga
Peradilan Niaga adalah peradilan khusus pada peradilan umum (pengadilan
negeri) yang akan menyelesaikan masalah permohonan kepailitan seorang
pengusaha. Kepailitan berasal dari kata dasat pailit.yang dimaksud dengan pailit
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti
membayar utatang-utang debitur yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitur
yang mempunyai dua orang atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar satu
atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Yang tergolong debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan pailit adalah: (Zaeni
Asyhadie, 2012:342)
 Siapa saja/setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan
perusahaan;
 Badan hukum, baik yang berbentuk Perseoran Terbatas, Firma Koperasi,
Perusahaan Negara dan badan-badan hukum lainya;
 Harta warisan dari seseorang yang meningal dunia, dapat dinyatakan pailit,
apabila orang yang meningal dunia itu semasa hidupnya berada dalam
keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisanya pada saat
meninggal dunia sipewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya;
 Setiap wanita bersuami (si istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu
perkerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.

c) Peradilan HAM
Pasal 1 angka 3 menentukan bahwa yang yang dimaksud dengan Pengadilan Hak
Asasi Manusia atau Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap
pelanggaran HAM yang berat. Apa yang dimaksud dengan pengadilan HAM
tersebut belum begitu jelas, meskipun penjelasan Pasal 1 menyebutkan ”cukup
jelas”.
Jika apa yang dimaksud dengan Pengadilan HAM seperti yang ditentukan di
dalam Pasal 1 angka 3 dikatkan dengan Pasal 2 yang menentukan bahwa
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
Peradilan Umum, dan Pasal 4 yang menentukan bahwa Pengadilan Ham bertugas
dengan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang
berat, maka menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan Pengadilan HAM adalah

6
pengadilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum yang hanya bertugas dan
berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran Ham yang
berat saja.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud dengan kalimat “ di
lingkungan Peradilan Umum” dalam Pasal 2. Yang dimaksud dengan kalimat “ di
lingkungan Peradilan Umum” Pasal 2 tersebut adalah di lingkungan Peradilan
Umum seperti yang dimaksud oleh pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970.
Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan Peradilan HAM adalah peradilan
yang merupakan pengkhususan (diferensiasi/spesialisasi) dari peradilan di
lingkungan Peradilan Umum yang tugas dan wewenangnya hanya memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran HAM yang sangat berat.

d) Peradilan Tindak Pidana Korupsi


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) adalah Pengadilan
Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Saat ini Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi telah dibentuk di setiap Pengadilan Negeri yang
berkedudukan di Ibukota Provinsi.

e) Peradilan Hubungan Industrial


Peradilan Hubungan Industrial merupakan peradilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan
memutuskan.
 Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul
antara pekerja/buruh dengan pengusaha karena tidak dipenihinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau peafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
 Di tingkat pertama perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan
yang timbul karenan tidak adanyakesesuaian pendapat antara pekerja/buruh
dengan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak.
 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja (antara pekerja/buruh dengan pengusaha) karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan perubahan syarat-syarat kerja
yang diterapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
 Di tingkat pertama dan terakhir perselisihan antar serikat pekerja/serikat burh
dalam satu perusahaan, yaitu perselisihan antara serikat pekerja/ serikat burh
dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan,

7
karena tidak adanya penyesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
hak, dan kewajiban keserikat-pekerja.

f) Peradilan Perikanan
Pengadilan Perikanan adalah Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan umum
yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang
perikanan. Pengadilan Perikanan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2.2.1.2 Peradilan Agama

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan


menyelesaikan perkara di tingkat pertama diantara orang-orang beragama islam dibidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infak, shadaqah dan ekonomi syariah.
( Pasal 49 Undang-Undang No 3 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang No 7
Tahun 1989 tentang peradilan agama).

Peradilan Agama yang bernaung di bawah Mahkamah Agung terdiri dari dua
tingakatan, tingkatan pertama berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten /kota. Sedangkan tingkatan kedua (tingkatan
banding) disebut pengadilan tinggi agama yang berkedudukan di ibukota provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

A. Hakim Pengadilan Agama dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama

Untuk dapat diangkat sebagai calon pengadilan agama, seseorang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:

1) Warga Negara Indonesia


2) Beragama islam
3) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4) Setia kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
5) Sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum islam
6) Sehat jasmani dan rohani
7) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela
8) Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai komunis indonesia termasuk
organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30
September/Partai komunis indonesia

Kemudian untuk bisa diangkat sebagai hakim pengadilan agama harus pegawai negeri
yang berasal dari calon hakim dan berumur paling rendah 25 tahun. Sedangkan untuk
dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama,seorang hakim harus memenuhi

8
syarat sebagai hakim pengadilan agama, berumur paling rendah 40 tahun, berpengalaman
paling singkat 5 tahun sebagai ketua, wakil ketua pengadilan agama, atau 15 tahun sebagai
hakim pengadilan agama dan lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Ketua dan wakil ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena:

1) Permintaan sendiri
2) Sakit jasmani dan rohani terus menerus
3) Telah berumur 62 tahun bagi pengadilan agama dan 65 tahun bagi pengadilan tinggi
agama
4) Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya

Ketua, wakil ketua, dan Hakim diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
dengan alasan:

1) Dipidana karena bersalah melakukan tindakan pidana kejahatan


2) Melakukan perbuatan tercela
3) Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas kewajibannya
4) Melanggar sumpah jabatan
5) Melanggar larangan merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik, pengusaha,
penasihat hukum dan juru sita.

B. Panitera Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama

Syarat panitera pengadilan agama sebagai berikut:

1) Warga Negara Indonesia


2) Beragama islam
3) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4) Setia kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
5) Berijazah serendah rendahnya sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai
hukum islam
6) Berpengalaman paling singkat 3 tahun sebagai wakil panitera, 5 tahun sebagai
panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi
agama, dan
7) Sehat jasmani dan rohani.

Syarat panitera pengadilan tinggi agama sebagai berikut:

1) Syarat sebagai panitera pengadilan agama


2) Berijazah serendah rendahnya sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai
hukum islam
3) Berpengalaman paling singkat 3 tahun sebagai wakil panitera, 5 tahun sebagai
panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi
agama.

9
2.2.1.3 Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan tata usaha negara adalah peradilan yang berwenang memeriksa, mengadili,
memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas
undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut undang
undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara adalah:

1) Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.


2) Pengaturan yang bersifat umum.
3) Keputusan masih memerlukan persetujuan.
4) Keputusan dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang hukum pidana dan
undang-undang hukum acara pidana atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5) Keputusan dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
6) Keputusan mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia.
7) Keputusan komisi pemilihan umum baik di pusat maupun daerah mengenai hasil
pemilihan umum.

Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tata usaha negara, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Warga Negara Indonesia


2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3) Setia kepada pancasila dan Undang undang dasar 1945
4) Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai komunis indonesia, termasuk
organisasi massanya atau bukan seorang yang terlibat langsung ataupun tak
langsung dalam “gerakan kontra revolusi”.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini, terdapat peradilan khusus yaitu Peradilan
Pajak. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari
keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah
sengketa yang timbul di bidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau
Gugatan kepada Pengadilan Pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-Undang penagihan dengan surat paksa.

2.2.1.4 Peradilan Militer

10
Mahkamah militer yang sekarang disebut Peradilan Militer (UU No.31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer), berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara
tindak pidana militer dan mengadili perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

Tindak Pidana Militer maksudnya adalah untuk tindak pidana yang dilakukan oleh
para anggota militer, sedangkan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha angkatan bersenjata antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia. Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha
Angkatan Bersenjata adalah:

1) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang merupakan perbuatan hukum


perdata.
2) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang digunakan dalam bidang operasi
militer.
3) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang digunakan di bidang keuangan dan
perbendaaharaan.
4) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang dikeluarkan atas dasar hasil
pemeriksaan badan peradilan.
5) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undangHukum Acara Pidana
atau ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana,
hukum pidana militer, dan hukum disiplin prajurit.
6) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang merupakan pengaturan yang bersifat
umum.
7) Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang masih memerlukan persetujuan.

Sengketa Tata Usaha Negara tidak akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Militer jika
keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan: (a) dalam waktu perang, keadaan bahaya,
keadaan bencan alam atau keadaan luar biasa yang membahayakan, dan (b) dalam keadaan
mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan ketentuan peraturan peundang-undangan
yang berlaku.

Selain apa yang dikemukakan diatas dalam pasal 9 dari UU No.31 Taahun 1997
diteentukan, bahwa pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:

1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan
tindak pidana adalah:
a. Prajurit
b. Seseorang yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit
c. Anggota suatu golongan atau jawaban atau badan yang dipersamakan atau
dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang
d. Seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan c tetapi atas
keputusan panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh
suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
11
2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan
atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak
pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut
dalam satu putusan.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer dalam undang-undang peradilan


militer dilaksanakan oleh:

A. Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer yang terdiri dari:


1) Pengadilan Militer yang merupakan pengadilan tingkat pertama untuk perkara
pidana yang terdakwanya berpangkat kapten ke bawah
2) Pengadilan Militer Tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding untuk
perkara pidana yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer.
Pengadilan Militer tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama untuk:
 Perkara pidana yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya berpangkat
Mayor ke atas
 Gugatan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3) Pengadilan Militer Utama yang merupakan pengadilan tingkat banding untuk
perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diputus pada
tingkat pertama oleh Peengadilan Militer Tinggi;
B. Pengadilan Militer Pertempuran yang merupakan pengadilan tingkat pertama dan
terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah
pertempuran, yang meupakan pengkhususan (diferensiasi/spesialisasi) dari
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pengadilan itu merupakan organisasi
kerangka yang baru berfungsi apabila diperlukan dan disertai pengisian pejabatnya.

Badan-badan peradilan tersebut pada huruf a dan huruf b, semua berpuncak pada
Mahkamah Agung sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan dalam Undang-undang
pokok Kehakiman.

2.2.2 Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, disamping


Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. hal ini Mahkamah Konstitusi
terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas
dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konsstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesian Tahun 1945 berwenang untuk:

1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
2) Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

12
3) Memutuskan pembubaran partai politik
4) Memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau Wakil Presiden
diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Konstitusional mempunyai 9 (Sembilan) orang anggota hakim konstitusi


yang di tetapkan dengan keputusan Presiden. Dan Mahkamah konstitusi terdiri atas
seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi untuk masa jaanatan selama 3 (tiga) tahun.

2.2.3 Komisi Yudisial

Berkaitan dengan Kekuasaan kehakiman pemerintah mengadakan suatu


lembaga/badan yang disebut Komisi Yudisial berdasarkan UU No.22 Tahun 2004, yang
diubah dan diganti dengan UU N0.18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Dalam penjelasan Umum UU No. 22 Tahun 2004 dikemukakan bahwa “Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar. Ditegaskan pula
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu subtansi penting perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi
Yudisial tersebut merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewnang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim.

Pasal 24B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan hukum
yang kuat bagi reformasi bidang hukum yakni dengan memberikan kewenangan kepada
Komisi Yudisial untuk mewujudkan cheks and balances. walaupun Komisi Yudisial bukan
pelaku kekuasaan kehakiman, namun fungsinya bertkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

Pasal 1 angka 1 UU No.18 Tahun 2011 menentukan, bahwa yang dimaksud dengan
Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial yang berkedudukan di
ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai 7 (tujuh) orang yang terhitung atau
dianggap sebagai pejabat negara dengan dibantu oleh seeseorang Sekretaris Jenderal
keanggotaannya tersebut terdiri dari atas:

1) Dua orang mantan hakim


2) Dua orang praktisi hukum

13
3) Dua orang akademisi hukum
4) Satu orang anggota masyarakat.

2.3 Fungsi dan Wewenang Lembaga Peradilan

Selain fungsi dan wewenang yang telah disebutkan pada point-point lembaga
peradilan di atas, berikut ini beberapa fungsi dan wewenang lainnya dalam lembaga
peradilan:

2.3.1 Mahkamah Agung

1) Fungsi
 Merupakan lembaga pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan
peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang
bersangkutan
 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan di seluruh Indonesia dan menjaga upaya peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya
 Mengawasi dengan cermat semua perbuatan-perbuatan para hakim di
semua lingkungan pengadilan
 Untuk kepentingan negara dan keadilan MA memberi peringatan, teguran,
dan petunjuk yang dipandang perlu

2) Wewenang
 Mengadili semua perkara yang dimintakan kasasi
 Meminta keterangan dari semua pengadilan di lingkungan peradilan

2.3.2 Pengadilan Negeri

1) Fungsi
Memeriksa tentang sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang
diajukan tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya kepada ketua Pengadilan
dengan menyebutkan alasan-alasannya.
2) Wewenang
Memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU.

2.3.3 Pengadilan Tinggi

1) Fungsi

14
 Merupakan pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam wilayah
hukumnya
 Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di daerah hukumnya
dan menjaga supaya diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya
 Mengawasi dan meneiliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di
daerah hukumnya
 Untuk kepentingan negara dan keadilan. Pengadilan Tinggi dapat memberi
peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan
negeri dalam daerah hukumnya.

2) Wewenang
 Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding
 Memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk
diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan para hakim

2.3.4 Mahkamah Konstitusi

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang Mahkamah


Konstitusi adalah:

 Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum
 Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

2.3.5 Komisi Yudisial

Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
mempunyai wewenang:

 Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung


kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
 Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung
 Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan
yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan
menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum. Pengadilan dalam istilah Inggris
disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang
melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Badan
Peradilan yang tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Sedangkan Badan Peradilan yang lebih rendah yang
berada di bawah Mahkamah Agung adalah:

1. Badan Peradilan Umum


 Pengadilan Tinggi
 Pengadilan Negeri
2. Badan Peradilan Agama
 Pengadilan Tinggi Agama
 Pengadilan Agama
3. Badan Peradilan Militer
 Pengadilan Militer Tinggi
 Pengadilan Militer
4. Badan Peradilan Tata Usaha Negara
 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
 Pengadilan Tata Usaha Negara

16
3.2 Saran

3.2.1 Setiap hakim dalam lembaga peradilan harus memutus dan memeriksa perkara
pidana atau perdata dengan jujur dan adil

3.2.2 Setiap masyarakat harus mengetahui kekuasaan kehakiman dan peran lembaga
peradilan agar memperoleh keadilan yang sebenarnya

3.2.3 Setiap lembaga peradilan harus mampu bersifat terbuka dalam setiap perkara
pidana sampai ke tingkatan kasasi

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 1992. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Asyhadie, Zaeni. 2009. Peradilan Hubungan Industrial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Asyhadie, Zaeni, Arief Rahman. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Bisri, Cik Hasan. 2000. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Fauzan, Achmad. 2005. Perundang-undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan


Khusus, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Kencana

Rahman, Aulia. 2017. Politik Hukum Pencegahan dan Penanggulangan Judicial Coruption
Lembaga Peradilan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Saidi, Muhammad Djafar. 2013. Hukum Acara Peradilan Pajak. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Wiyono, Wiyono. 2006. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia Edisi Kedua. Jakarta:
Kencana

17

Anda mungkin juga menyukai