Anda di halaman 1dari 16

ISLAM DI INDONESIA

MAKALAH

Makalah ini disusun sebagai syarat memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Politik Islam di Indonesia

DISUSUN OLEH

DEWI NUR AZIZAH 11870521932

DIRA YEFRI AMALIA 11870521757

FAIZULLAH 11870512476

VONYCA SHYNDRI PRATAMI 11870522087

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


KOTA PEKANBARU

2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam di Indonesia” ini tepat pada
waktunya yang mana makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Politik
Islam di Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Mashuri S.Ag, M.A., selaku dosen mata kuliah Politik Islam Indonesia
2. Ayah dan Ibu selaku orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan materil
3. Serta semua pihak yang telah membantu hingga makalah ini terselesaikan

Sebagai manusia biasa, penulis tentunya menyadari bahwa dalam penyusunan


makalah ini masih ada banyak hal yang merupakan suatu kekurangan yang mungkin saat ini
belum dapat penulis sempurnakan, maka dari itu dengan penuh keikhlasan penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang mana bertujuan untuk menjadi suatu
pelengkap makalah ini di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya, karena
dengan membaca saja itu merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi penulis. Dan semoga
dengan adanya makalah ini para pembaca lebih terpacu untuk mengembangkan potensi diri
yang ada.

Pekanbaru, 30 Maret 2020

i
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Sejarah Islam di Indonesia.....................................................................................3
2.2 Politik Islam Sebelum Kemerdekaan....................................................................5
2.3 Politik Islam Masa Kemerdekaan..........................................................................7
2.4 Kegagalan Politik Islam di Indonesia....................................................................9
BAB III: PENUTUP...............................................................................................................11
3.1 Simpulan..............................................................................................................11
3.2 Saran....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah
akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan
oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata
“Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif
yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat
dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk
melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia
biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan
tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya
untuk mencapai tujuan tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan
masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat,
kemudian untuk bangsa dan negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau dengan
ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat
identik dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan
sehari- hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai
suatu cara tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat
manusia. Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu politik,
maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika
agama tidak menggunakan suatu politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan
sampai pada tujuannya. Kalaupun pada kenyataannya banyak yang tidak berhasil,
mungkin cara yang digunakan belum sempurna dan perlu menambahan ilmu.

1.2 Rumusan Masalah

1
Dari beberapa uraian yang penulis kemukakan pada bagian latar belakang, maka
penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana sejarah Islam di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana politik Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan?
1.2.3 Bagaimana politik Islam di Indonesia setelah kemerdekaan?
1.2.4 Apa saja kegagalan politik Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan penulisan


sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana sejarah Islam di Indonesia


1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana politik Islam sebelum kemerdekaan
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana politik Islam setelah kemerdekaan
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja kegagalan politik islam di indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Islam di Indonesia

2.1.1 Sejarah Singkat Islam di Indonesia


Terdapat tiga teori yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Indonesia,
yaitu:
1. Teori Gujarat (India) Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang
Gujarat (India) yang beragama Islam pada sekitar abad ke- 13 M.
2. Teori Persia berkeyakinan, masuknya Islam ke Indonesia melalui peran
pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah di Gujarat sebelum
ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
3. Teori Makkah menyebutkan, Islam tiba di Indonesia dibawa langsung oleh
para pedagang Muslim yang berasal dari Timur Tengah sekitar abad ke- 7 M.

Masuknya agama Islam di Indonesia banyak diceritakan dalam sejarah, bahwa


awal-awal masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia tidak terlepas
dari para pedagang-pedagang muslim dari tanah Arab dan lainnya. Dan secara
garis besar penyebaran agama Islam di Indonesia melalui beberapa faktor,
diantaranya:

1. Perdagangan
Sejak abad ke- 7 – ke- 16 M, pedagang muslim dari Arab, Persia dan
India yang datang ke Indonesia telah ikut ambil bagian dalam kegiatan
perdagangan. Pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin lama
makin banyak sehingga membentuk pemukiman yang disebut Pekojan. Dari
Pekojan inilah mereka berinteraksi, dan berasimilasi dengan warga lokal
sembari menyebarkan agama Islam.
2. Perkawinan
Saudagar muslim yang masuk ke Indonesia banyak yang menikah
dengan warga lokal. Sebelum perkawinan berlangsung, para wanita pribumi
yang belum beragama Islam di minta mengucapkan Syahadat sebagai tanda
menerima Islam sebagai agamanya. Melalui proses, interaksi seperti inilah

3
penduduk pribumi lambat laun mengenal nilai dan ajaran Islam. Melalui
interaksi tersebut pada gilirannya keluarga muslim itu berkembang menjadi
perkampungan muslim, lebih luas lagi menjadi masyarakat muslim.
Masyarakat muslim inilah yang kemudian hari berkembang menjadi kerajaan
Islam.
3. Pendidikan
Penyebaran agama Islam melalui pendidikan dilakukan setelah
terbentuknya masyarakat muslim pribumi. Pendidikan diselenggarakan oleh
guru agama, kiai serta ulama. Mereka memberikan pendidikan berawal dari
rumah, masjid serta mushalla. Setelah itu, mereka mendirikan madrasah dan
pondok pesantren untuk mendidik generasi mudah yang tertarik menjadi
peran santri.
4. Tasawuf
Cara penyebaran Islam yang lain adalah melalui tasawuf. Tasawuf
adalah salah satu doktrin atau ajaran Islam untuk mendekatkan diri kepada
Allah Swt (hubungan vertikal). Ajaran ini memudahkan orang yang telah
mempunyai dasar ketuhanan lain untuk mengerti dan menerima ajaran Islam.
Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Syaikh Hamzah
Fansuri, Syaikh Syamsuddin, Syaikh Abdul Samad, dan Syaikh Nuruddin ar-
Raniri.
5. Kesenian
Penyebaran agama Islam di Indonesia terlihat pula dalam kesenian
Islam, seperti peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik dan seni
sastra. Hasil-hasil seni ini dapat pula dilihat pada bangunan masjid kuno di
Aceh, Demak, Cirebon, dan Banten. Kesenian adalah salah satu unsur
kebudayaan, sehingga kesenian mengambil peran penting dalam titik
penyebaran Islam melalui budaya.

2.1.2 Sejarah Singkat Politik Islam di Indonesia


Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh dan peranan umat Islam. Kebangunan akan kesedaran berpolitik ini
diawali kalangan kaum haji yang membawa kabar-kabar akan serangan Prancis
terhadap Maroko, umat Islam Libya diserang, dan gerakan nasionalis Mesir
melawan imperialis Inggris. Ini juga membentuk perasaan setia kawan sesama

4
kaum Muslimin, dan membangkitkan ketidaksukan terhadap kolonialisme dan
imperialisme Eropa. Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang
berasaskan Islam, tetapi ada beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk
menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.
Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian
bertambah. Pada Pemilu 1999, 17 partai Islam—yaitu 12 partai Islam dan 5 partai
lain berazaskan Islam dan Pancasila—ikut berlaga dalam pemilihan tersebut.
Kesiapan mereka dalam hal administrasi—terkecuali PPP yang memang sudah
tua—mengagumkan mengingat mereka dapat mengikuti segala syarat pemilu
yang cukup ketat, serupa bahwa setiap partai harus punya cabang sekurangnya di
14 provinsi. Namun demikian, seluruh partai Islam itu kalah jauh dari PDI yang
meraup sekitar 34% suara. Dalam Pemilu tersebut, PPP meraih 11.329.905 suara
(10,7 persen) dan bercokol pada peringkat ketiga, karena itu Partai Persatuan
Pembangunan meraih 5 besar. Partai Bulan Bintang mampu membentuk fraksi
sendiri walau cuma 13 anggota, dan Partai Keadilan hanya memperoleh 7 kursi
DPR saja. Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai
Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi
jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang
berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan
Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan
Bangsa dan Partai Bulan Bintang.

2.2 Politik Islam Sebelum Kemerdekaan

2.2.1 Masa Penjajahan Belanda


Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1596 dengan tujuan
berdagang dan mencari rempah–rempah. Kemudian, pada tahun 1602 ketika
orang Belanda yang datang semakin banyak PemerintahBelanda mendirikan
perusahaan perdagangan yang diberi nama VOC. Pada tahun 1755 VOC
berhasil menjadi pemegang hegemonipolitik pulau Jawa dengan perjanjian
Giyanti yang menyebabkan raja kehilangan kekuasaan politiknya. Di tambah
lagi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial terhadap kehidupan keraton
yang menyebabkan peran ulama sebagai penasihat keraton semakin tersingkir.
Eksploitasi dan perampasan tanah dan sistem tanam paksa yang

5
menyengsarakan rakyat terus digalakkan oleh pemerintah kolonial sehingga
semakin membuat rakyat semakin ketakutan dan mencari sosok pemimpin non
formal (ulama) ketika peran para raja sudah dinggap tidak bisa mengayomi
dan melindungi mereka.
Akhirnya para ulama mendidik dan merekrut para santri dan
masyarakat untuk dijadikan prajurit sukarela yang memiliki moral
dansemangat berjihad untuk membela agama, bangsa dan negara. Mereka
melakukan perlawanan dan pergolakan, setidaknya ada empat kalipeperangan
besar yang melibatkan para ulama dan santri sepertiperang Cirebon (1802-
1806), perang Diponegoro (1825- 1830), perangPadri (1821-1838) dan perang
Aceh (1873-1908) yang merupakan perang santri terlama sehingga Belanda
menghadapi peperangan tersebut sampai akhir kekuasaanya, dimana para
ulama tidak pernah absen melancarkan gerilya sampai tahun 1942. Kemudian
seiring perjalanan waktu para ulama menyadari bahwa perjuangan mereka
tidak akan berhasil kalau melanjutkan cara-cara tradisional. Oleh karena itu
perlu diadakan perubahan perubahan yang walaupun berasal dari pengaruh
kolonial sendiri, yaitu berjuang melalui organisasi-organisasi, baik bidang
sosial pendidikan ataupun di bidang pergerakan politik.

2.2.2 Masa Penjajahan Jepang


Tahun 1938-1945 terjadi Perang Dunia II antara Jerman, Italia, dan
Jepang berhadapan dengan sekutu yang terdiri dari Inggris, Prancis, Rusia,
ditambah Amerika. Front Pasifik meletus tanggal 8 Desember 1941 ketika
Amerika membuka front baru menghadapi Jepang yang menjatuhkan bom di
Pearl Harbour, sebuah pangkalan militer Amerika. Hindia-Belanda
(Nusantara) dibawah jajahan Belanda melalui pidato Ratu Wilhelmina
mengumumkan perang kepadaJepang. Dengan demikian, tak heran kalau
Hindia-Belanda menjadisalah sasaran Jepang. Satu persatu wilayah Hindia-
Belanda menyerah tanpa syarat. Pecahnya perang fasifik (1942-1945)
mengakibatkan Belanda menyerah pada bulan Maret 1942 tanpa perlawanan
berarti. Sampai tahun terakhir penjajahan Belanda, timbul kekecewaan
mendalam dikalangan Islam karna semua tuntutan mereka ditolak oleh
pemerintah kolonial. Belanda lebih banyak berunding dengan kelompok
nasional sekular, yang dianggap wakil tunggal Indonesia.

6
Pada awal kedatangan Jepang, timbul simpati dan harapan baru bangsa
Indonesia. Apalagi dalam siaran radio Tokyo diumumkan bahwa tujuan
perang pasifik adalah mengusir orang-orang kulit putihdari bumi Asia.
Sebelumnya, Jepang banyak melakukan aktivitas internasional untuk menarik
simpati bangsa-bangsa yang beragama Islam dan meniupkan slogan anti Barat.
Kebijakan pemerintah Jepang setelah mengambil alih kekuasaan Belanda
adalah melarang semua kegiatan organisasi-organisasi politik yang ada dan
berupaya membangun organisasi semi militer dengan menjalin kerjasama
dengan golongan nasional sekuler maupun golongan Islam. Pada awal
pendudukannya, Jepang membentuk kantor Departemen Agama yang disebut
Shumubu yang dibentuk pada Maret 1942, ketua pertama seorang Jepang
bernama Horie (1942) dan pada tanggal 1 Oktober 1943 Hosein Djajadiningrat
diangkat menjadi kepala Shumuba, tanggal 1 Agustus 1944 digantikan oleh
K.H. Hasyim Asy’ari tetapi tugasnya dilaksanakan oleh putranya K.H Wahid
Hasyim.
Bertambahnya kekuasaan politik Islam dalam struktur pemerintahan
ini memberikan pengalaman berharga. Pemerintah Jepang membubarkan
MIAI pada bulan Oktober 1943, karena dinilai anti Jepang dan tidak disukai
Jepang karna tidak bisa dikendalikan, lalu Jepang membentuk organisasi
federatif baru, Masyumi (Majelis Syura Muslim Indonesia) pada tanggal 24
Oktober 1943 menggantikan MIAI. Basis organisasi adalah semua organisasi
yang tergabung di MIAI, Muhammadiyah, NU, dan Persis. Ketua pertamanya
adalah K.H Hasyim Asy’ari dari NU dengan wakilnya K.H Wahab Hasbullah.
Wondoamisino dari PSII bekas ketua MIAI. Masyumi dibentuk untuk
mendukung pemerintah pendudukan Jepang, namun beberapa pemimpinnya
berusaha melencengkan tujuan tersebut,dan upaya ini berhasil, tokoh-tokoh
Masyumi tetap memegang peran politik penting meskipun Jepang telah
bertekuk lutut kepada sekutu. Pemimpin Masyumi menjalin hubungan yang
erat dengan Shumbu pemimpin kelompok Islam, selama 9 bulan pertama
tahun 1944, golongan nasinal sekular mengalami kemerosotan sehingga tidak
mampu menyaingi Masyumi.

2.3 Politik Islam Masa Kemerdekaan

7
2.3.1 Politik Islam Masa Revolusi
Keadaan perang Asia Timur berkembang sangat cepat. Rusia menyusul
mengumumkan perang kepada Jepang, sehingga Jepang mengalami
kekalahan. Pada masa awal Jepang datang ke Indonesia, mereka anti Barat.
Oleh karena iu, mereka berusaha untuk merangkul Islam, terutama pemimpin-
pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompuk Islam, baik yang berasal dari
Muhammadiyah, maupun dari pesantren, dipersatukan, diikutsertakan dalam
birokrasi, dilatih dalam bidang politik.
Pada akhir masa pendudukan Jepang, perhatian penguasa militer
Jepang beralih dari golongan Islam ke golongan nasionalis sekuler. Berkaitan
dengan itu Jepang membentuk BPUPKI. Menurut wakil Islam yang menonjol
seperti Wahid Hasyim, K.H. Ahmad Sanusi, Ki Bagus Hadikusuma, Islam
adalah agama yang sangat berkepentingan dengan masalah politik duniawi.
Islam tidak membedakan masalah agama dan keduniawian.
2.3.2 Politik Islam Masa Mempertahankan Kemerdekaan
Selama pendudukan Jepang, kelompok-kelompok pemuda Indonesia
melancarkan sikap anti Belanda. Tujuan semula untuk memperoleh dukungan
penduduk Indonesia yang beragama Islam dalam perang, tetapi hasilnya
adalah penggalangan kekuatan Islam pada seluruh lapisan. Disamping itu,
organisasi-organisasi besar Islam seperti Masyumi, NU, dan Muhammadiyah
mengeluarkan fatwa bahwa perang melawan sekutu itu adalah jihad,
mengikuti jihad adalah wajib ‘ain, mati dalam medan perang adalah syahid.
2.3.3 Politik Islam Masa Orde Lama
Sejak masa demokrasi terpimpin, Indonesia mengalami masa yang
disebut Orde Lama, sebagaimana yang diterangkan pada tanggal 10 oktober
1956 ketika sidang majelis konstituante di Bandung, soekarno menyatakan
bahwa Demokrasi Parlementer perlu diganti menjadi Demokrasi Terpimpin.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, masyumi dan PSII dibubarkan.
Akan tetapi masih ada wakil umat Islam di parlemen yaitu: NU, sejumlah
organisasi khusus, organisasi pelajar dan mahasiswa seperti IPNU, PMII juga
untuk mengimbangi kekuatan PKI, NU, PSII dan Perti mendirikan organisasi
seperti HMI, PII, IMM. Tahun 1966, aksi pemuda, mahasiswa dan pelajar dan
ABRI berhasil menurunkan Soekarno dan membubarkan PKI.
2.3.4 Politik Islam Masa Orde Baru

8
Dikalangan umat Islam, kemenangan terhadap G30S PKI dianggap
sebagai kesempatan untuk merehabilitasi Masyumi sehingga bisa
memperjuangkan Islam melalui jalan politik. Pada masa orde baru, umat Islam
berhasil menggalang persatuan. Pada masa ini, umat Islam mulai berjuang
untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti: Monopoli pengelolaan
perjalanan haji, pelaksanaan hukum Islam, masalah ekonomi pemerintah
dengan membuat BAZIS.
2.3.5 Politik Islam Masa Reformasi
Jatuhnya pemerintah orde baru yang otoriter dan korup membawa
harapan munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Hal itu
tercermin dari kebebasan mendirikan partai politik. Termasuk partai Islam.
Keadaan ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik
dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan
posisinya. Kehadiran ulama dalam berpolitik seharusnya berdampak positif,
dalam pengertian memberikan sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur
politik yang bermoral, karena ulama adalah simbol moral.

2.4 Kegagalan Politik Islam di Indonesia

Nasib gerakan islam politik di Indonesia ketika partai-partai berasas, berbasis


dan bersimbol islam dalam pemilu 7 Juni 1999 mengalami kekalahan telak. Hipotesis
yang dikembangkan sementara kaum elit politik islam bahwa “islam politik akan
meraih kemenangan jika pemilu sungguh-sungguh berlangsung secara demokratis”
tidak terbukti sama sekali. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang
sudah dibom bardir berbagai isuprimordialisme, seperti dominasi calon anggota
parlemen non-muslim atau “keharaman” wanita menjadi pemimpin, ternyata tetap
tegar dan tak tergoyahkan. Sudah banyak analisis yang dikemukakan para pakar
politik perihal keberhasilan PDI-P dan keterpurukan partai-partai berasas, berbasis,
dan bersimbol islam. Perlu dibedakan, kendati tidak bisa dipisahkan sama sekali,
antara kemenangan PDI-P dan Megawati disatu sisi dan kekalahan partai-partai islam
di sisi lain.
Pertama, suka atau tidak, PDI-P dan Megawati sudah dianggap sebagai
symbol perlawanan terhadap kesewenangan dan penindasan, seperti hal nyagerakan
Imam Khomeini dari Kaum Mullah di Iran pada masa kekuasaan Syah Reza Pahlevi.
Kemudian, sosok atau figur Megawati itu sendiri, yang di dalam dirinya melekat

9
nama Soekarno, salah seorang founding Father Republik ini. Sulit dipastikan apakah
PDI-P juga akan meraih kemenangan seandainya partai itu tidak dipimpin keturunan
Bung Karno.
Kedua, kekalahan partai-partai islam kali ini tampaknya tidak lepas dari
kelemahan utama partai-partai itu sendiri. Dengan kata lain, sebenarnya mereka sudah
“kalah”sebelum bertanding. Sebelum pemilu berlangsung, misalnya hampir tidak ada
satu pun elit politik islam (kecuali Abdurrahman Wahid) yang merasayakin bahwa
partainya akan mampu meraih kemenangan. Sayangnya “kesadaran” terhadap
kelemahan yang ada dalam diri para pemimpin partai-partai islam itu tidak segera
mereka implementasikan kedalam langkah-langkah konkret untuk mengatasinya, yang
muncul kepermukaan justru sikap-sikap arogansi dan saling menghujat di media
massa, yang justru membuat masyarakat awam semakin apatis dan bahkan antisipasi
terhadap mereka.
Idealnya di Indonesia hanya ada satu atau maksimal dua partai islam,
katakanlah yang satu mewakili kaum “modernis” dan yang lain mewakili kaum
“tradisionalis”. Namun yang terjadi justru muncul belasan partai politiki slam. Dalam
kancah islam politik dimasa prapemilu 1999 sangat sulit untuk tidak diakui sebagai
suatu perpecahan. Pada saat itu ukhuwahislamiah (persaudaraan islam) tampaknya
masih dalam tarafretorika, yang sangat mudah diteriakkan di masjid-masjid, tapi
sangat sulit diwujudkan dalam realitassosial-politik.
Kekalahan partai-partai islam di Indonesia dalam pemilu 1999 tampaknya
akan menambah deretan kegagalan islam politik di Negara-negara lain, sebagaimana
sudah diinvestasikan oleh Oliver Roy. Dan barangkali benar apa yang dikatakan
Azyumardi Azrabahwa partai islam di Indonesia memang sangat tidak prospektif
.Sebab “elit di sini membentuk partai lebih didorong semangat persaingan politik
pengaruh, dan sekaligus persaingan merebut kekuasaan” (dalam Deliar Noer,
1999:194).

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan
hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya
hukum Tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang
memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan harapan yakni (1) agar manusia
mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya, (2)
mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum, (3) memelihara dan
memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri
atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan. Untuk itu
di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai
tujuan) yaitu Politik Islam.

3.2 Saran

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki
peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi
kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan
pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam
berpolitik. Dan interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik
akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan
makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat
khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi,
sosial, militer, budaya sampai dengan politik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Noer, Deliar. 1999. Mengapa Partai Islam Kalah?. Jakarta: Alvabet

Hasim, Hasanuddin. 2018. Perkembangan Politik Ketatanegaraan Islam di Indonesia.


Bilancia. 12 (2): 281-284

Husain, Sarkawi B. 2017. Sejarah Masyarakat Islam Indonesia. Surabaya: Airlangga


University

Amas, Abdullah. 2019. Sejarah Singkat Politik Islam di Nusantara.


https://www.kompasiana.com/abdullahamas/5d33a707097f3651c31cacf3/sejarah-singkat-
politik-islam-di-nusantara (diakses Senin, 30 Maret 2020)

Restiana, Windi. Perkembangan Politik Islam Indonesia.


https://www.academia.edu/36585510/A._Perkembangan_Politik_Islam_Indonesia1 (diakses
Senin, 30 Maret 2020)

12

Anda mungkin juga menyukai