Anda di halaman 1dari 29

PERBANDINGAN DAKWAH ORMAS MUHAMMADIYAH DENGAN PERSIS

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Perbandingan Dakwah

Disusun oleh :

1. Ajeng Melyani F 1174010008


2. Anggun Mulyani 1174010012
3. Anisya Fitriany S 1174010017
4. Arini Firdaus I 1174010018
5. Arip Saripudin 1174010019
6. Aulia Rahmi S 1174010023
7. Bagus Hilman N 1174010030
8. Bandung Tunggul J 1174010031
9. Dede Kharisma 1174010038

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

KOTA BANDUNG

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan semesta alam Allah SWT , berkat keesaan
dan kasih sayangnya lah kami selaku penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Semoga
solawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada baginda nabi Muhammad saw, kepada
keluarganya, sahabatnya, tabi‘in itba‘u tabiatnya, dan kita umatnya.

Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Perbandingan Dakwah, maka
dengan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan yang sangat terbatas kami berusaha
menyusun karya tulis ini dan alhamdulilah selesai pada waktu yang telah di tentukan. Melalui
karya tulis ini, di harapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami serta mengambil
hikmah dari sejarah masuknya Islam ke beberapa daerah besar di Indonesia tersebut.

Penulisan karya tulis ini lebih banyak disadari dan didasari oleh rasa tanggung jawab serta
kesadaran penyusun sebagai seorang pelajar yang peduli serta butuh akan pendidikan, karena
itu penulis merasa bahwa di dalam karya tulis ini terdapat banyak sekali kekurangan dan
kesalahan yang menghendaki adanya perbaikan dan kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
dengan rendah hati sangat mengharapkan datangnya kritik dan saran semua pihak demi
perbaikan karya tulis ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu.
Semoga Allah SWT, meridhoi usaha penulis dan semoga karya tulis ini bermanfaat
khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua. Aamiin .

Bandung, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISII ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

a. Latar belakang .............................................................................................. 1


b. Tujuan penulisa ............................................................................................ 2
c. Manfaat ........................................................................................................ 2
d. Rumusan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. DOKTRIN KEAGAMAAN ........................................................................ 3

1. Muhammadiyah ..................................................................................... 3
2. Persis ...................................................................................................... 4

B. DINAMIKA ATAU CIRI PEMIKIRAN..................................................... 8

3. Muhammadiyah ..................................................................................... 8
4. Persis ...................................................................................................... 9

C. STRATEGI DAKWAH ............................................................................. 12

5. Muhammadiyah ................................................................................... 12
6. Persis .................................................................................................... 16

D. BUDAYA DAN STANDAR PENGALAMAN IBADAH ....................... 20

7. Muhammadiyah ................................................................................... 20
8. Persis .................................................................................................... 23

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 24

A. KESIMPULANN ....................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.Nama


organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga
Muhammadiyah menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya didasarkan
pada sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya model (uswah al
hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga seluruh umat
Islam bahkan bagi warga non-muslim—kaum yang tidak mempercayainya sebagai rasul
sekalipun.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh-
sungguh ingin diraih, yaitu mewujudkan ―masyarakat Islam yang sebenar-benarnya‖. Dengan
cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam
gerakannya,
Akhir abad ke 19 merupakan momentum bagi kebangkitan dunia Islam. Kesadaran
ini muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah berbalik: dunia Barat maju
dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu.
Dari realitas sejarah ini kemudian muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan otokritik
secara kritis dengan cara melakukan evaluasi sebab-sebab terjadinya perputaran roda sejarah
yang berbalik itu.
Gerakan ini lebih mengemuka di hampir dunia Islam pada abad ke 20 dengan nama
gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral ide pembaharuan pemikiran dalam
Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu al-Islam, yakni keinginan masyarakat Islam
untuk mengembalikan peran dunia Islam dalam percaturan global peradaban dunia, yang dulu
pernah dilakukan Islam. Salah satu wujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid al-fahm,
yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab problematika yang
berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid al-fahm ini dilakukan
karena kemunduran dunia Islam diakibatkan penempatan qaul ulama abad pertengahan
dijadikan rujukan utama dalam menjawab persoalan kontemporer sehingga yang terjadi
kemudian adalah bias-bias dan kekakuan karena qaul itu sendiri muncul dan dirumuskan
berdasarkan setting sosial oleh ulama ketika masih hidup. Adapun tema sentral gerakan untuk

1
memulihkan dunia Islam adalah pemurnian akidah, ibadah dan semangat ijtihad di tengah
masyarakat singkretik dan masyarakat yang berorientasi taklid.[1]
Menjamurnya gerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti yang berkembang di
dunia Islam di atas juga berkembang di Indonesia yang muncul pada awal abad ke-20, yang
salah satunya adalah Persatuan Islam (PERSIS). Dalam makalah ini, penulis akan mencoba
memaparkan sejarah berdirinya Persis, arah dan pergerakannya, visi dan misi Persis, serta
peran Persis.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan mengangkat judul ―perbandingan dakwah ormas muhammadiyah dengan


persis‖, mempunyai beberapa tujuan, antara lain :

 Memberi pemahaman tentang bagaimana Doktrin Keagamaan nya


 Mendeskripsikan bagaimana dinamika atau ciri peemikirannya
 Mendeskripsikan strategi dakwahnya
 Memberi pemahaman standar budaya dan pengalaman ibadah

C. Mamfaat penulisan

 Sebagai bahan masukan untuk mengetahui dan memahami metode dan perbandingan
dakwah muhammadiyah dan pesis
 Sebagai bahan masukan untuk para pembaca agar mampu mengikuti dan meneruskan
jejak dakwah

D. Rumusan dan batasan masalah

 Bagaimana doktrin keagamaanya?


 Bagaimana ciri pemikirannya?
 Bagaiimana strategi dakwahnya?
 Bagaimana budaya dan standar pengalaman ibadahnya?

Oleh karena keterbatasan penulis , baik dalam hal waktu ataupun tenaga, maka
penulis merasa perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Berdasarkan hal itulah
penulis membuat makalah ini dengan judul ―Pendekatan Dakwah Melalui Geografis
Budaya‖. Dan di dalam penulisan ini, hanya akan dibahas hal-hal yang meliputi dan
berkaitan dengan topik tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DOKTRIN KEAGAMAAN
1. MUHAMMADIYAH

Ada lima doktrin yang membuat Muhammadiyah dapat berkembang pesat seperti sekarang
ini. Lima doktrin ini menciptakan ghirah kader yang militan dan cerdas.

Doktrin pertama, tauhid. Yakni meyakini tidak ada Tuhan selain Allah. Simbol dari
Muhammadiyah adalah dua kalimat syahadat melingkari matahari dan amar makruf nahi
mungkar adalah gerakannya. Mengajak atau menganjurkan melakukan hal-hal yang baik dan
mencegah hal-hal yang buruk pada masyarakat.

Kedua, doktrin Muhammadiyah berikutnya adalah mencerahkan dan mencerdaskan umat


islam dan bangsa indonesia. Ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang dari
kaum Muslimin yang harus direbut kembali. Muhammadiyah membangun sekolah sebanyak
mungkin dengan pertimbangan kebodohan telah menjadi musuh terbesar umat islam dan
mustahil umat islam dapat membangun masa depan yang lebih baik bilamana kebodohan dan
keterbelakangan tetap saja melekat lengket dalam kehidupan mereka.

Lewat doktrin enlightenment bagi umat islam, Muhammadiyah merintis sekolah umum
sebanyak-banyaknya. Muhammadiyah menempuh tiga proses pendidikan sekaligus, yakni
ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.

Taklim berusaha mencerdaskan otak manusia, tarbiyah mendidik prilaku yang benar,
sedangkan ta‘dib memperhalus adab kesopanan. Berkat usaha pendidikan Muhammadiyah
itu, mental image atau citra tentang santri dewasa ini telah berubah sangat positif. Santri
adalah sesosok manusia beragama yang makin cerdas dan kritis, menguasai
ilmu pengetahuandan teknologi, berwawasan luas dan sangat yakin diri.

Ketiga, Muhammadiyah benar-benar memobilisasi amal saleh. Terbukti dari pusat hingga
ranting, ideologi dan ajaran keislamannya sama tidak ada yang berbeda. Sebelum
Muhammadiyah lahir, umat Islam sudah terbiasa menggerakan amal shalih dalam berbagai
bidang kehidupan. Sampai sekarang semangat beramal shalih tersebut masih tetap tumbuh di
setiap individu.

Keempat, Muhammadiyah itu bekerja sama dengan siapapun dan pihak manapun. Itu sangat
mulia alias tidak mengikat dengan visi misi tertentu. Qur‘an surah Al-Maidah ayat 2
dijadikan doktrin perjuangan Muhammadiyah. Sebagai organisasi dakwah yang berusaha
mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menegakkan kebajikan dan mencegah
kemunkaran, Muhammadiyah mengimbau para mubaligh dan mubalighat-nya untuk selalu
dapat bekerjasama dengan semua pihak demi tercapainya tujuan baik bersama.

3
Kelima, Muhammadiyah menghindari politik praktis. Meskipun begitu warganya tidak bodoh
terhadap politik. Muhammadiyah membangun masyarakat, Muhammadiyah tidak ingin
mengambil jalan pintas politik dengan membangun kekuasaan dan berambisi ikut merebut
kekuasaan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada.

Dalam sejarahnya, Muhammadiyah pernah ditawari pemerintah untuk berubah bentuk dan
jati diri menjadi partai politik. Akan tetapi tawaran itu dengan bijak danpenuh pertimbangan
tidak diterima oleh para pemimpin Muhammadiyah. Sebab jelasnya, partai politik mudah
bubar atau dibubarkan, dapat lebar dalam sebuah fusi, rawan perpecahan dan juga seringkali
dapat mati perlahan-lahan.

2. PERSIS

Sejak awal didirikan, PERSIS merupkan jamaah/kelompok tadarrus yang prihatin


dengan kondisi keberagamaan masyarakat pada saat itu yang tenggelam dalam berbagai
bid‘ah, syirik, dan munkarat lainnya. Oleh karena itu di bawah pimpinan H. Zamzam dan H.
Muhammad Yunus PERSIS menegaskan doktrin utamanya, yakni “Al-ruju’ ila Al-Qur’an wa
Al-Sunnah, dan berperan aktif dalam menunaikan tugas tajdid dalam arti islahu Al-Islam,
I’adatu Al-Islam ila Asliha, dan Ibanah. Dalam merumuskan dan memutuskan hukum
dibentuklah Dewan Hisbah Persatuan Islam, yang sebelumnya bernama Majlis Ulama Persis
pada tanggal 15-18 Desember 1956 di Bandung1.

Dewan Hisbah telah menentukan manhaj dalam memutuskan atau mengambil


keputusan hukum dengan rumusan – rumusan sebagai berikut.2Asas utama adalah al-Qur‘an
dan al-Hadis yang sahih.

1. Beristidlal dengan al-Qur‘an


Adapun dalam beristidlâl dengan al-Qur'an ditempuh langkah – langkah berikut:

a. Mendahulukan zahir ayat al-Qur'an daripada ta’wil dan memilih cara-cara tafwid dalam hal-
hal yang menyangkut masalah i'ti-qadiyah

b. Menerima dan meyakini isi kandungan al-Qur'an sekalipun tampaknya bertentangan dengan
‘aqli dan ‘ady, seperti masalah Isra dan Mi'raj.

c. Mendahulukan makna haqiqi daripada makna majazi kecuali jika ada alasan (qarinah),

4
seperti kalimat: "Au lamastum al-Nisa’a" dengan pengertian bersetubuh.

d. Apabila ayat al-Qur'an bertentangan dengan al-Hadith, maka didahulukan ayat al-Qur'an
sekalipun Hadith tersebut diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih, seperti dalam hal
menghajikan orang lain.

d. Apabila ayat al-Qur'an bertentangan dengan al-Hadith, maka didahulukan ayat al-Qur'an
sekalipun Hadith tersebut diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih, seperti dalam hal
menghajikan orang lain.

e. Menerima adanya nasikh dalam al-Qur'an dan tidak menerima adanya ayat-ayat yang
mansukh (naskh al-kulli). Pernyatan ini ternyata senada dengan pendapat A. Hasan
dalam Tafsir Al-Furqan Ini menunjukkan bahwa betapa pengaruh pemikiran beliau
masih sangat kuat di PERSIS.

f. Menerima tafsir dari para sahabat dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an (tidak hanya
penafsiran ahlu al-bait), dan mengambil penafsiran shahabat yang lebih ahli jika terjadi
perbedaan penafsiran di kalangan para sahabat.

g. Mengutamakan tafsir bi al-Ma'tsur dari pada bi al-Ra'yi.

h. Menerima Hadith-hadith sebagai bayan terhadap al-Qur'an, kecuali ayat yang telah
diungkapkan dengan sighat hasr, seperti ayat tentang makanan yang diharamkan.

1.
Beristidlal dengan al-Hadith3
Dalam beristidlal dengan al-Hadith ditempuh langkah – langkah berkut.

a. Menggunakan Hadits shahih dan hasan dalam mengambil keputusan


hukum.

b. Menerima Kaidah: Al-ahadithu al-da'ifatu yaqwa ba'd}uha ba'dan.


Jika keda'ifan Hadis tersebut dari segi hafalan perawi (d}abt})
dan tidak bertentangan dengan al-Qur'an atau Hadits lain yang
sahih. Adapun jika keda'ifan itu dari segi tertuduh dusta (fisq al-

5
rawy), maka kaidah tersebut tidak dipakai.

c. Tidak menerima kaidah: Al-hadithu al-da'ifu ya'malu fî fadai al-


'amali. Karena yang menunjukkan fad}ai al-‘amal dalam Hadis
sahih pun cukup banyak.

d. Menerima Hadith sahih sebagai tasyrî' yang mandiri, sekalipun


bukan merupakan bayan dari al-Qur'an.

e. Menerima Hadith Ahad sebagai dasar hukum selama kualitas Hadis


tersebut sahih.

f. Hadis Mursal Sahabi dan Mauquf bi Hukm al-Marfu' dipakai sebagai


hujah selama sanad Hadis tersebut sahih dan tidak bertentangan
dengan Hadis lain yang sahih.

g. Hadis Mursal Tabî'i dijadikan hujah apabila Hadis tersebut disertai


qarînah yang menunjukkan ketersambungan sanad (ittisal)
Hadith tersebut.

h. Menerima kaidah: Al-jarh muqaddamun ‘ala al-ta'dîl dengan


ketentuan sebagai berikut:

1) Jika yang men-jarh menjelaskan jarh nya (mubayyan al-sabab),


maka jarh didahulukan daripada ta'dil.

2) Jika yang men jarh tidak menjelaskan sebab jarh -nya, maka
ta'dil didahulukan dari pada jarh.

3) Bila yang menjarh tidak menjelaskan sebab jarh} nya, tapi tidak
adaa seorangpun yang menyatakan thiqat, maka jarh nya
bisa diterima.

i. Menerima kaidah tentang shahabat: Al-sahabatu kuluhum ‘udul.

j. Riwayat orang yang suka melakukan tadlis diterima, jika


menerangkan bahwa apa yang riwayatkannya itu jelas shighat

6
tahamulnya menunjukkan ittisal, seperti menggunakan kata:
haddathani.

Adapun dalam menghadapi masalah-masalah yang tidak diketemukan nashnya yang


tegas (sharîh) dalam al-Qur'an dan al-Hadis , ditempuh dengan cara ijtihâd jama'i, dengan
rumusan-rumusan sebagai berikut:

a. Tidak menerima ijmâ' secara mutlak dalam urusan ibadah kecuali


ijm’a' shahabat.

b. Tidak menerima qiyas dalam masalah ibadah mahdah, sedangkan


dalam masalah ibadah ghair mahdah, qiyas diterima selama
memenuhi persyaratan qiyas.

c. Dalam memecahkan ta'arudal-'adilah diupayakan dengan cara:

1) Thariqat al-jam'i, selama masih mungkin dijam'u.

2) Tariqah al-tarjih, dari berbagai sudut dan seginya, misalnya:

a) Mendahulukan al-Muthbit daripada al-Nafi.

b) Mendahulukan Hadis -Hadis riwayat sahihain daripada di


luar sahihain.

c) Dalam masalah-masalah tertentu, Hadis yang diriwayatkan


oleh muslim lebih didahulukan daripada riwayat Bukhâri,
seperti dalam hal pernikahan Nabi dengan Maemunah.

c) Meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan jatuh pada hakum


bid}'ah lebih didahlukan daripada
mengamalkan sesuatu yang diragukan sunnahnya.

3) Thariqat al-Naskh, jika diketahui mana yang dahulu dan mana yang
kemudian.

d. Dalam membahas masalah ijtihad Dewan Hisbah menggunakan

7
kaidah-kaidah Ushul Fiqih sebagaimana lazimnya para Fuqaha.
Seperti praktik mengartikan bahasa Hadith, tidak merubah arti
kalimat yang asal kepada arti yang lain kecuali kalau ada qarinah
yang memungkinkan berubah arti, sebagaimana kaidah Usul Fiqh
menyatakan:

‫اَلنَّبَا ُد ُر َعالَ َمةُ ْال َحقِ ْيقَ ِة‬

"Kalimat yang lekas terpaham itulah tanda arti yang sebenarnya".

Kalau ditemukan kalimat: "jalasa", itu artinya duduk. Di


mana saja kalimat itu ada tetap artinya duduk, jangan berubah arti
kecuali kalau ada qarinah yang mengharuskan rubah pada arti
yang lain. Demikian pula mengartikan Hadith -Hadith Rasul dan
yang lainnya.

e. Dewan Hisbah tidak mengikatkan diri pada suatu madhhab, tapi


pendapat imam madzhab menjadi bahan pertimbangan dalam
mengambil ketentuan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-
Qur'an dan al-Sunnah.

Bb

B. DINAMIKA ATAU CIRI PEMIKIRAN


1. MUHAMMADIYAH

Pertama, Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar makruf nahi munkar dan
tajdid, berasas Islam, bersumber pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah, dengan tujuan terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenam-benarnya. Kedua, dalam beragama Muhammadiyah selalu
memperlihatkan sikap wasathiyah (tengahan) dan tidak ghulul (ekstrim), dengan tetap
istiqamah pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada Al Qur‘an dan As Sunnah yang
shahihah/maqbulah serta mengembangkan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam.

Ketiga, Muhammadiyah memandang Islam sebagaai agama yang berkemajuan (Dinul


hadharah) dan mengandung kesatuan yang utuh, menyanginkut aspek-aspek aqidah, ibadah,
akhiaq dan mu‘amalah dunyawiyah, tanpa meniandang satu aspek lebih penting dari yang
lainnya, serta mewujudkannya dalam kehidupan peribadi, keluarga, dan masyarakat melalaui
dakwah yang terns menerus. Keempat, pandangan Muhammadiyah tentang tajdid atau
pembaharuan cendernng seimbang
antara pemurnian (purifikasi) dan pembaruan/pengembangan (modernisasi, dinamisasi).

8
Kelima, ideologi Gerakan Muhammadiyah mengenepankan penerapan nilai-nilai dan prinsip
Islam dalam kehidupan dan lebih berorientasi pada pembentukan masyarakat Islam. Keenam,
Muhammadiyah menampilkan corak Islam yang mengedepankan amaliyah yang terlembaga
dan terorganisasi sebagai perwujudan dan keyakinan dan pemahaman Islam dalam
Muhammadiyah, sehingga Islam termanifestasikan secara konkrit.

Ketujuh, perjuangan Muhammadiyah lebih memilih jalur dakwah di bidang kemasyaraakatan


dan tidak menempuh jalur politik sebagaimana ditempuh oleh partai politik, dengan tetap
menjalankan peran-peran kebangsaan. Kedelapan, Muhammadiyah menerima Negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
Negara bangsa, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan
makmur dan diridlai Allah SwT: Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Kesembilan, dalam memosisikan diri di hadapan Negara/Pemerintah, Muhammadiyah


senantiasa mengembangkan sikap amar ma‘ruf nahi munkar dalam makna memberikan
dukungan pada kebijakan-kebijakan yang positif, sebaliknya melakukan kritik secara
bijaksana terhadap kebijakan-kebijakan yang dipandang tidak baik. Kesepuluh, sejalan
dengan Kepribadian Muhammadiyah, dalam memperjuangkan sesuatu lebih mengedepankan
sikap toleran, demokratis, damai, cerdas, bekerjasama dengan golongan manapun untuk
kebaikan, kuat dalam prinsip tetapi luwes dalam cara, menjauhi konfrontasi apalagi
kekerasan.

Terakhir, bergerak melalui sistem organisasi (Persyarikatan) dan tidak bersifat perorangan
dengan menjunjung tinggi semangat kolektif kolegial, demokratis, musyawarah, dan
ukhuwah.

2. PERSIS

Selama ini pemahamandan pandanganterhadap Persis sebagai Jam‘iyah masih dianggap


sebagai alat, yang tentu sifatnya sementara. Jika telah tercapai tujuannya, maka alat tersebut
bisa dibuang atau diganti. Jika tersisa pemahaman model demikian, maka harga Persis
sebagai harakah tajdid yang selalu memperjuangkan tegaknya Islam berdasarkan Al-Qur‘an
dan As-sunnah, tidak ada bedanya dengan organisasi-organisasi lainnya. Termasuk dengan
kesebelasan sepak bola, yang bisa bubar, dibubarkan, atau membubarkan diri, tergantung
kebutuhan yang terikat dengan materi atau musim kompetisi. Atau jika tidak bubar,
pemainnya selalu berpindah- pindah klub. Tergantung klub mana yang bisa menjanjikan
bonus yang menggiurkan.

Pada waktu kemudian, Persis lebih menekankan pada aktivitas dakwah dan tarbiyah. Dalam
hal dakwah, Persis beberapa kali mengadakan rangkaian tabligh ke berbagai daerah. Dalam
tarbiyah, sejarah mencatat gerakan ini cukup banyak mengadakan kuliah-kuliah menyangkut
berbagai persoalan keagamaan, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Sekitar 1927,
sebuah kelas diselenggarakan untuk para pemuda yang sedang menjalani masa studi di
sekolah menengah Pemerintah Belanda.

9
Dari uraian di atas, agaknya jama‘ah Persatuan Islam penting untuk melakukan renungan dan
apresiasi aktual ke depan dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan dan dakwah
maupun partisipasi aktif dalam kegiatan politik. Menatap ke depan dan berpaling ke belakang
bukan saja perintah dalam suatu kaidah ushul para ulama ―al-muhafadzatu ‘ala al-qadimi al-
shalih wa al- ‗ahdu bi al-jadidi al-ashlah‖, tetapi juga adalah cerminan sikap dari seorang
cendikia yang selalu apresiatif terhadap tradisi dan khasanah pemikiran sebelumnya.

Menyadari hal itu, Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam yang diketuai oleh Atip
Latifulhayat pada tanggal 29 Mei 2000 mengajukan beberapa agenda masa depan Jam‘iyah
Persis yang didiskusikanbersama dengan unsur Pimpinan Pusat Persis. Adapun agenda-
agenda Persis masa depan adalah:

1. Kaderisasi

Kaderisasi merupakan salah satu agenda besar yang harus diperhatikan secara serius dan
sungguh-sungguh. Sebab, harus diakui secara jujur bahwa saat ini Persis mengalami
kemacetan kaderisasi yang luar biasa serius yang menyebabkan lemahnya aktivitas Persis di
semua lini perjuangannya. Secara garis besar kelemahan kaderisasi Persis ini menimpa dua
penyangga utama gerakan Persis yaitu: kader pimpinan dan kader pemikir (ulama). Untuk
merespon persoalan ini, maka Persis perlu menegaskan satu cetak biru program kaderisasi
secara integrated yang melibatkan seluruh komponen perjuangan di lingkungan Persis.

2. Pendidikan

Sebagai salah satu garapan utama Persis, sektor pendidikan sampai saat ini baru digarap oleh
Persis secara cukup serius hanya pada level pendidikan dasar dan menengah. Meskipun
demikian, pada level ini muncul beberapa kendala yang cukup serius yaitu: manajemen yang
masih lemah, minimnya sarana pendidikan, dan kualitas SDM yang belum memadai.
Sementara itu, pada level

pendidikan tinggi Persis boleh dikatakan masih belum memberikan perhatian yang cukup
dalam berbagai hal. Sebagai sebuah harakah tajdid, Persis seharusnya memberikan perhatian
penuh terhadap pengembangan pendidikan tinggi, sebab eksistensi sebuah perguruan tinggi
dapat diajadikan wahana bagi para anggota/ simpatisan dan khususnya para pemikir/ulama di
lingkungan Persis dalam melakukan berbagai kajian keislaman. Dalam Muktamar sekarang
perlu digariskan satu kebijakan yang melahirkan satu sistem pendidikan yang integrated,
yang menempatkan semua level pendidikan yang ada di Persis sebagai sebuah sistem
kaderisasi baik kader pemimpin maupun kader pemikir Islam.

3. Dakwah

Dakwah dalam pengertian yang khas dan konvensional sudah dilakukan oleh Persis. Dalam
muktamar sekarang selain Persis harus terus berusaha melakukan berbagai perubahan dalam

10
kebijakan dakwahnya, Persis juga harus mulai memikirkan manajemen modern dalam
program-program dakwahnya antara lain dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam
jangka pendek selain Persis mempersiapkan diri untuk memasuki ―cyber dakwah‖ (dakwah
lewat internet), Persis juga harus memaksimalkan sarana dakwah yang sudah dimiliki
misalnya ―majalah Risalah‖. Khusus untuk majalah Risalah ini perlu dilakukan perombakan
personal dan institusional agar dapat berfungsi optimal dan betul-betul menjadi sarana
dakwah jam‘iyah.

Mengingat perannya yang masih cukup efektif untuk kalangan

masyarakat tertentu, Persis perlu memikirkan kembali hadirnya sebuah pemancar radio yang
sepenuhnya dimiliki oleh Persis.

4. Persis dan Politik

Meskipun anggota/simpatisan Persis sudah tidak asing lagi dengan persoalan politik dan
bahkan telah memberikan partisipasi politik yang cukup lumayan untuk partai-partai yang
beraspiraasi Islam, tapi Persis sebagai sebuah institusi jauh dari dikatakan

jelas dalam kaitannya dengan persoalan politik. Dalam muktamar sekarang perlu dihasilkan
satu rumusan yang jelas mengenai masa depan Persis dalam kaitannya dengan politik dan
lebih khususnya lagi partai politik (Islam). Hal ini dapat dimulai dengan dilakukannya kajian
fiqh siyasah menjelang pelaksanaan muktamar.

5. Pemikiran ke-Islaman

Kalau melihat background historisnya, Persis sebetulnya adalah sebuah gerakan pemikiran.
Namun, seiring dengan perubahan waktu dimana telah terjadi perubahan yang cukup cepat di
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, tampaknya Persis kurang begitu berhasil
merespon perubahan ini yang menyebabkan Persis kehilangan jati dirinya.

DalammuktamarsekarangPersisperlusegeramengembaalikan citra diri Persis ini dalam bentuk


penciptaan program-program yang mengarah kepada hadirnya kembali citra diri Persis.
Untuk langkah awal pimpinan Persis saat ini perlu segera memahami selain pemikiran yang
berlangsung di luar Persis (eksternal) juga gesekan berbagai pemikiran di kalangan internal
Persis.

6. Suksesi Kepemimpinan

Dengan macetnya kaderisasi di lingkungan Persis membawa implikasi yang cukup serius
dalam melahirkan satu sistem kepemimpinan Persis yang berkualitas yang sesuai dengan
tuntutan eksternal maupun internal Persis. Dalam muktamar kali ini perlu dibicarakan secara
terbuka dan bertanggung jawab oleh berbagai komponen Persis mengenai masalah suksesi
kepemimpinan Persis

11
C. STRATEGI DAKWAHNYA
1. MUHAMMADIYAH

Qs. an-Nahl ayat 125:

―Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.‖ (QS. An Nahl (16) 125)

1. Da‘wah bi as-Siyā (Dakwah dengan Wisata)

Kata as-Siyahah diartikan sebagai wisata. Kara ini mengandung arti penyebaran. Oleh karena
itu, dari kata itu dibentuk kata sahat yang berarti lapangan yang luas. M. Quraisy Shihab
pernah meruju‘ pengertian siyahah (wisata) dari tafsir Alquran, di antaranya :

a. Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy,‘Saya telah menemukan sekian banyak pakar yang


berpendapat bahwa Kitab Suci memerintahkan manusia agar mengorbankan sebagian masa
hidupnya untuk melakukan wisata dan perjalanan agar ia dapat menemukan peninggalan-
peninggalan lama, mengetahui kabar berita umat-umat terdahulu agar semua itu dapat
menjadi pelajaran dan ‗ibrah yang dengannya dapat diketuk dengan keras otak-otak yang
beku‘.

b. Muhammad Rasyid Ridha,‘Kelompok sufi mengkhususkan arti as-saihun yang dipuji itu
adalah mereka yang melakukan perjalanan di muka bumi dalam rangka mendidik kehendak
dan memperhalus jiwa mereka‘.

c. Fakhruddin ar-Raziy,‘Perjalanan wisata mempunyai dampak yang sangat besar dalam


rangka menyempurnakan jiwa manusia. Karena, dengan perjalanan itu, ia mungkin
memperoleh kesulitan dan kesukaran dan ketika itu ia mendidik jiwanya untuk bersabar.
Mungkin juga ia menemui orang-orang terkemuka, sehingga ia dapat memperoleh dari
mereka hal-hal yang tidak dimilikinya. Selain itu, ia juga dapat menyaksikan aneka ragam
perbedaan ciptaan Allah. Walhasil, perjalanan wisata mempunyai dampak yang kuat dalam
kehidupan beragama seseorang‘.

Berdasarkan pemaparan konsep perjalanan wisata di atas, M.Quraish Shihah membenarkan


adanya dakwah dan wisata ziarah. Namun, penekanan wisata tersebut justeru pada ziarah
kepada makam-makam para nabi, ulama, dan pahlawan dapat dijadikan nilai dan selanjutnya
tidak dijelaskan bagaimana proses dakwah wisata itu terjadi.

Sementara itu, sama halnya bagaimana keberadaan warga dan simpatisan Muhammadiyah di
tempat-tempat wisata yang disetting tersebut dapat menjadikan dirinya ber-muhasabah dan
semakin mencintai dan menyukai tempat-tempat tertentu sekaligus organisasi

12
Muhammadiyah secara perlahan-lahan. Biasanya, seseorang dapat betah dan tahan berlama-
lama di tempat sesuatu karena tempat itu telah memberikan segala sesuatu yang
dibutuhkannya seperti kenyamanan dan ketenangan.

Fakta di masyarakat membuktikan bahwa kesibukan manusia dalam bekerja selama sepekan
telah membuat mereka mencari tempat-tempat hiburan untuk melepaskan kesuntukan dan
kepenatan hati. Biasanya, manusia mencari tempat-tempat alam bebas yang menjanjikan
ketenangan pikiran dan hati seperti pegunungan, sungai, air terjun, danau, laut, taman flora
dan fauna, atau duplikan itu semua. Mereka akan meninggalkan rumah sebagai tempat tinggal
selama ini sementara dan pergi menuju lokasi-lokasi tersebut. Bahkan, kegiatan-kegiatan
mendadak yang ada hubungannya dengan undangan pesta, rapat kerja, atau organisasi yang
biasanya dimanfaatkan di hari libur, justru sudah dipastikan akan tidak dihadiri mereka.
Apalagi, kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di malam hari. Hal ini diperparah dengan
terjadinya kelesuhan atau kejenuhan warga Muhammadiyah dan simpatisan untuk menghadiri
pengajian-pengajian mingguan yang dilaksanakan di dalam mesjid atau kantor. Akibatnya,
pengajian-pengajian tersebut sunyi dari warganya, padahal pengajian tersebut merupakan ruh
kekuatan Muhammadiyah sebagaimana yang dibangun pertama sekali oleh KH. Ahmad
Dahlan di kampong Kauman, Jogja dahulu.

Untuk mengembalikan ruh kekuatan yang sudah mulai lesuh tersebut dipandang perlu
melakukan tindakan emergensi dakwah yang lain sebagai pendukung da‘wah bi al-lisan dan
da‘wah bi al-hal yang selama ini telah berjalan cukup depensif, yaitu da‘wah bi as-Siyahah.

Da‘wah bi as-Siyasah adalah dakwah wisata dengan mengunjungi objek-objek wisata sebagai
penarik minat massa dan bertahan sejenak untuk memperhatikan sekaligus menambah
wawasan pengetahuan di tengah-tengah ketenangan dan kenyamanan lingkungan tanpa harus
ditekan dengan pikiran keras.

Oleh karena itu, Muhammadiyah harus menjadikan dirinya sebagai objek wisata bagi
warganya sendiri dan masyarakat luas. Strategi yang dapat dilakukan Muhammadiyah adalah:

a. Memperbesar dan memperindah Mesjidnya dan memperluas tanahnya agar semakin


banyak menampung jema‘ah sekaligus masyarakat sekitar semakin bergantung pada peran
Muhammadiyah dalam banyak hal kepada diri mereka dalam berbagai hal. Jika mesjid sudah
tidak memiliki tanah yang luas, apalagi di pinggir jalan raya yang menyebabkan kebisingan,
maka ruangan yang ber-AC sebagai solusi yang tepat dan meredam kebisingan suara-suara
kenderaan bermesin.

b. Muhammadiyah membangun citra syurga mini pada setiap gedung-gedung yang


dimilikinya, seperti membuat taman yang berisikan air mancur yang dihuni ikan-ikan,
bangku-bangku, tumbuhan-tumbuhan hijau baik mesjid, kantor, sekolah/madrasah ,perguruan
tinggi, panti-panti asuhan dan koperasi. Hal ini pernah dilakukan oleh banyak dinasti-dinasti
kecil dan besar dalam kekhalifahan Umayyah dan Abbasyiyah. Seperti: Alquran selalu
menggunakan kata jannah untuk menyebut surganya, sedangkan kata jannah ini dapat berarti
dua hal yaitu surga dan taman. Ketika jannah diartikan surga selalu saja Alquran
mengelaborasinya dengan kata,‘mengalir di bawahnya sungai-sungai‘ atau ‗terdapat bangku-

13
bangku‘ atau ‗gelas-gelas‘ atau ‗bidadari‘ ataupun ‗pepohonan yang dihiasi dengan buah-
buahan‘. Beginilah, Alquran menggambarkan sebagian suasana surga. Kemudian, ulama dan
intelektual muslim mendapat ilham menciptakan ‗taman/surga‘ di dunia ini sebagai harapan
semoga kehidupan di dunia sama seperti di surga yang dipenuhi dengan taman-taman, seperti
di rumah, mesjid, dan sekitar gedung-gedung istana mereka. Fakta sejarah mengungkapkan
bahwa orang-orang muslim telah menciptakan taman tersebut, seperti:

a) Taman Herertal del Rey di Toledo.

b) Taman Raja Taifa di Spanyol.

c) Taman al-Khams dan Tamurid di Tabriz.

d) Taman Mahmud Ghazna di Balkh.

e) Taman Al-Mu‘tasam di Samarra.

f) Taman Istana Amir Aghlabiyah di Tunisia.

g) Taman Hafsid di Tunisia (Dinasti Fathimiyah)

h) Taman di Fez dan Marakesh (Maroko)

i) Kebun Raya (Botanical Garden) ar-Rahman Amir I pada Dinasti Umayyah Spanyol.

j) Taman di dalam Istana Al-Hamra pada Dinasti Umayyah Spanyol.

k) Taman sekitar Taj Mahal di India.

Dengan demikian, layaklah kalau diartikan hadis Nabi saw.‘Baiti jannati‘ diartikan rumahku
adalah tamanku‘. Bukan surga sebab tidak mungkin manusia dapat menciptakan surga di
dunia.

c. Ketika taman yang diinginkan telah tercapai, Muhammadiyah sedikit banyak


menerapkan sistem pengkarangkengan sejumlah binatang-binatang langka di sela-sela taman
tersebut untuk sedikit memecah keheningan, menarik perhatian, sekaligus menambah
wawasan pengetahuan.

2. Da‘wah bi al-Fann (Dakwah dengan Seni)

Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspesi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan
seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri
manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamban-Nya. Adalah
merupakan satu hal yang mustahil bila Allah yang menganugerahkan manusia potensi untuk
menikmati dan mengekspresikan keindahan, kemudian Dia melarangnya. Bukankah Islam
adalah agama fitrah ? segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya dan yang
mendukung kesuciannya ditopangnya.

14
Namun, ternyata Islam tidak sekaligus menerima segala macam seni yang berkembang
walaupun dari hasil ekspressi manusia. Islam sangat berhati-hati dalam hal ini. Oleh karena
itu, Tim Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan jawaban
terhadap konsep seni bahwa Muhammadiyah tidak melarang kesenian yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam karena Muhammadiyah adalah gerakan Dakwah Islam Amar Makruf
Nahi Mungkar. Hanya saja Muhammadiyah sangat berhati-hati dalam hal ini. Tidak
memberikan tuntunan yang praktis dan terinci mengenai kesenian yag bagaimana yang boleh
dan tidak boleh, tetapi dalam keputusannya memberikan pokok-pokok saja, seperti dalam
menetapkan soal seni rupa dan seni suara:

o Dalam seni hukumnya berkisar kepada illatnya (sebabnya), ialah ada tiga macam: 1)
Untuk disembah, hukumnya haram berdasarkan nash, 2) Untuk pengajaran hukumnya
mubah, 3) Untuk perhiasan ada dua: a) Tidak khawatir medatangkan fitnah hukumnya
mubah, b) Mendatangkan fitnah ada dua macam: 1. Jika fitnah itu pada maksiat hukumnya
makruh, 2. jika fitnah itu kepada musyrik hukumnya haram.

o Seni suara, khususnya suara alat bunyi-bunyian. Alat bunyi-bunyian hukumnya berkisar
pada illatnya, dan hal itu ada tiga macam: 1) Menarik kepada keutamaan hukumnya sunat, 2)
Hanya sekedar untuk main-main belaka (tidak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, 3)
Menarik kepada maksiat hukumnya haram. Dalam pelaksanaannya memerlukan
pertimbangan yang seksama dan memerlukan kearifan.

o Seni bela diri, sekalipun tidak dirumuskan dalam suatu keputusan hukumnya, namun,
dalam pelaksanaannya telah berdiri bahkan menjadi ortom, yakni Tapak Suci. Majlis Tarjih
membolehkan hal itu sepanjang dalam pelaksanaannya dapat dijaga tidak menyimpang dari
ajaran Islam, seperti dalam hal pakaiannya, dan hubungannya pria dan wanitanya.

Seringkali terjadi image di dalam masyarakat luas bahwa Muhammadiyah ‘kering dan
tandus‘ dari suara-suara seni baik seni suara, seni lukis apalagi seni musik. Sepertinya
Muhammadiyah selama ini menjauhkan diri dari kondisi tersebut. Untuk itu, Muhammadiyah
harus kembali membangun kepercayaan masyarakat dengan cara menyahuti keinginan
masyarakat tanpa harus mengorbankan ideologi Muhammadiyah yang telah mapan tersebut
dengan cara melakukan strategi, yaitu:

§ Muhammadiyah menggalakkan kembali pemberantasan bisu lagu-lagu Alquran dengan


cara terus-menerus memasukkan kurikulum di tingkat Sekolah/Madrasah yang diampu oleh
guru-guru yang ahli dan profesional. Dengan demikian, kefasihan Imam salat terimbangi
dengan lagu-lagu Alquran ditambah lagi dalam pembukaan acara-acara tertentu dibacakan
Alquran oleh qari/qariah.

§ Muhammadiyah harus membangun musik-musik mandiri tanpa kehilangan citra


kesyahduannya dan nilai-nilai ideologinya.

§ Muhammadiyah mandiri dalam seni kaligrafi Arab sebagai wujud dari keindahan tulisan.

3. Da‘wah bi al-Iqtishadiyah (Dakwah Ekonomi)

15
Satu sisi Muhammadiyah mempunyai keistimewaan dalam mengumpulkan dana untuk suatu
keperluan mendadak dan terjadwal melalui kegiatan yang disebut dengan GAS (Gerakan
Amal Saleh) yang diperoleh dari anggota dan simpatisan. Dana tersebut dipergunakan
biasanya untuk fakir miskin dalam bulan Ramadhan dan pembangunan tertentu. Namun,
Muhammadiyah jarang memikirkan kondisi warga dan simpatisannya yang memerlukan dana
untuk keperluan keluarganya sehingga mereka tidak bisa menghadiri pengajian perminggu
disebabkan harus mencari nafkah di luar. Sedekah yang diberikan justru setahun sekali di
bulan Ramadhan, padahal manusia makan tiap hari. Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan
adalah:

a. Muhammadiyah mengintensifkan pemberdayaan Bank yang dimilikinya untuk keperluan


anggota dan simpatisan dengan sistem bagi hasil.

b. Muhammadiyah dalam jangka panjang dapat memiliki stasiun Radio dan Televisi sendiri
dalam menyampaikan pesan-pesan ideologinya.

4. Dakwah kader.

Untuk keberlangsungan Muhammadiyah di masa depan kader-kader perlu diintensifkan


dengan melakukan strategi:

1. Mengirim kader-kader Muhammadiyah untuk melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah


dan atau Eropa agar lebih berkualitas.

2. Menggalakkan kembali pengajian-pengajian sebagai ruh Muhammadiyah sejak awal


tumbuhnya dengan cara daftar hadir, inventaris kembali karyawan, guru, dosen, pejabat yang
bekerja di amal usaha Muhammadiiyah harus terdaftar di rantingnya masing-masing sebab
bagaimana mungkin bukan kader Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah secara ikhlas
dan serius. Inilah mungkin pernyataan ‘Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah dan jangan cari
hidup di Muhammadiyah‘ wahai orang-orang yang bukan kader Muhammadiyah. Termasuk
politikus harus terdaftar di ranting Muhammadiyah.

Kondisi yang menurun dilatar belakangi kejenuhan dalam pengajian bi al-lisan dan sedikit bi
al-hal selama ini. Tentunya, diketahui akibat kejenuhan itu sendiri (surat al-Ma‘arij ayat 19
dst) mengakibatkan berkurangnya respon dan antusias.

2. PERSIS

Permulaan abad ke-20 merupakan masa kebangkitan umat Islam. Gerakan-gerakan


modern Islam muncul bersamaan dengan lahirnya kesadaran nasional yang diwujudkan
dalam wujud pergerakan nasional. Kedua gerakan itu berjalan beriringan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan.

Bagi umat Islam, usaha-usaha untuk menuju cita-cita ini ditempuh dalam bentuk
organisasi-organisasi Islam dengan corak dan gaya yang berbeda.

Pada awal abad ke-20, bermunculan organisasi-organisasi pembaharuan Islam di


Indonesia yang memiliki ciri sebagai gerakan tajdid, di antaranya Muhammadiyah di

16
Yogyakarta, al-Irsyad di Jakarta, dan Persatuan Islam (Persis) yang berdiri di Bandung.
Semua gerakan ini berdasarkan ajaran-ajaran salaf dan reformis.

Persis sendiri berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung yang
dipelopori oleh H. Muhammad Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar dari
Palembang. Bersama dengan jamaahnya, mereka mengkaji serta menguji ajaran-ajaran Islam.

Kelompok tadarusan yang awalnya hanya berjumlah sekitar 20an orang ini pun
semakin mengetahui hakitat Islam yang sebenarnya. Mereka menjadi sadar bahaya
keterbelakangan, kejumudan, penutupan pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid‘ah.

Mereka lalu berusaha melakukan gerakan tajdid dan pemurnian ajaran agama Islam
dari paham-paham yang menyesatkan.

Kesadaran terhadap kehidupan berjamaah, berimamah, dan berimarah dalam


menyebarkan syariat Islam menimbulkan semangat kelompok tadarusan ini untuk mendirikan
sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik yang khas. Sehingga berdirilah Persis
pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.

Penamaan organisasi ini diilhami dari firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103:

wa‘tashimuu bihablillaahi jamii‘aw wa laa tafarroquu wazkuruu ni‘matallohi ‗alaikum


iz kuntum a‘daaa`an fa allafa baina quluubikum fa ashbahtum bini‘matihiii ikhwaanaa, wa
kuntum ‗alaa syafaa hufrotim minan-naari fa angqozakum min-haa, kazaalika yubayyinullohu
lakum aayaatihii la‘allakum tahtaduun

―Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
agar kamu mendapat petunjuk.‖

Persis pada Masa Kolonial

Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitikberatkan perjuangannya pada


penyebaran penyiaran paham al-Qur‘an dan As-Sunnah kepada masyarakat Islam dan bukan
untuk memperbesar dan memperluas jumlah anggota dalam organisasi.

Organisasi ini berusaha keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada al-Quran
dan hadis; menghidupkan jihad dan ijtihad, membasmi bid‘ah, khurafat, takhayul, taklid dan
syirik, memperluas tablig dan dakwah kepada segenap masyarakat; mendirikan pesantren dan
sekolah untuk mendidik kader Islam.

17
Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan kepada kegiatan organisasi.
Mereka tidak terlalu berminat menambah sebanyak mungkin anggota. Pembentukan cabang
tergantung pada inisiatif peminat semata dan bukan didasarkan kepada suatu rencana yang
dilakukan oleh pimpinan pusat.

Pada tahun-tahun pertamanya, Persis hanya memiliki anggota sekitar 20an orang.
Aktivitas pun berakar pada shalat Jum‘at ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti
kursus-kursus pengajaran agama yang diberikan sejumlah tokoh Persis. Perlu diketahui
seluruh aktivitas dakwah Persis diprakarsai dan dibiayai sendiri oleh kedua pendirinya yang
berprofesi sebagai wirausahawan.

Organisasi ini mendapat bentuknya yang jelas setelah masuknya Ahmad Hassan pada
tahun 1926 dan Mohammad Natsir pada 1927. Menurut Dadan Wildan dalam Sejarah
Perjuangan Persis, Sejak masuknya Ahmad Hassan, Persis memiliki guru utama dalam
menyampaikan ajaran Islamnya.

persatuan islam persis

Ahmad Hassan

Ahmad Hassan merupakan seorang pendatang dari Singapura. Ia adalah keturunan


keluarga India Tamil yang menetap di wilayah itu. Meskipun tidak menuntaskan pendidikan
sekolah dasar, tetapi Ahmad Hassan sejak kecil telah memperoleh pendidikan agama yang
kuat dari berbagai ulama terkenal di Singapura dan Sumatra.

Tidak hanya berdakwah melalui jamaah tadarus, Persis juga menerbitkan risalah dan
majalah, antara lain: Pembela Islam (1929-1935), al-Fatwa (1933-1935), Soal Jawab (1931-
1940), al-Lisan (1935-1942, at-Taqwa (1937-1941), Lasykar Islam (1937), dan al-Hikam
(1939).

Pada periode awal ini Persis menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan
ide-ide dan pemikirannya. Di samping masyarakat yang jumud, tantangan juga datang dari
pemerintah kolonial. Kondisi ini menyebabkan para Persis banyak melakukan perdebatan
dalam menyukseskan dakwahnya.

Pada tahun 1940, Ahmad Hassan beserta 25 muridnya pindah ke Bangil, Jawa Timur
dan pesantren yang berada di Bandung dilanjutkan oleh K.H. Endang Abdurrahman.

Pada masa penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang
kebijaksanaan penjajah yang mewajibkan melakukan Sei kerei (penghormatan kepada kaisar
Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo).

Menjelang kemerdekaan, Persis mulai tertarik dengan masalah-masalah politik. Para


tokoh Persis berpandangan bahwa kembali ke al-Quran dan Sunah itu tidak hanya terbatas

18
dalam akidah dan ibadah, tetapi lebih luas dari pada ini, termasuk berjuang dalam politik
untuk memenangkan ideologi Islam.

Persis pada Masa Kemerdekaan

Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut mempelopori lahirnya Partai Masyumi di
Yogyakarta, sebagai wadah politik umat Islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa
di dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Selain bergabung dengan Masyumi, Persis juga melakukan reorganisasi untuk


menyusun kembali sistem organisasi yang sebelumnya dibekukan oleh Jepang. Setelah
reorganisasi tahun 1948, Persis berada di bawah kepemimpinan K. H Isa Anshary dari tahun
1948-1960.

Saat itu Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil. Persis
mengeluarkan sejumlah manifesto politik yang isinya sebagian besar menolak konsepsi
Soekarno tentang Nasakom, bahkan Isa Anshary membentuk front anti komunis yang dalam
prakteknya justru membahayakan umat Islam.

Pada muktamar Persis ke-7 di Bangil (2-5 Agustus 1960), berkembang wacana agar
Persis dirubah formatnya dari organisasi massa menjadi organisasi politik dengan nama baru
Jama‘ah Muslimin. Wacana tersebut dilontarkan oleh Isa Anshary.

Sementara itu pihak lain menginginkan Persis tetap eksis sebagai ormas Islamyang
bergerak di bidang dakwah dan pendidikan.

Gagasan dari Isa Anshary di atas ditolak oleh K.H. E. Abdurrahman yang lebih
memilih mempertahankan bentuk asli organisasi. Dalam hal ini Abdurrahman mendapat
dukungan kuat dari pimpinan pusat pemuda Persis. Melalui pertarungan yang alot, akhirnya
Abdurrahman terpilih menjadi ketua umum Persis melalui referundum.

persatuan islam persis

K.H Endang Abdurrahman

Bergantinya tampuk kepemimpinan dan perubahan situasi negara rupanya


mempengaruhi pada penampilan Persis di publik. Jika pada masa kepemimpinan K.H. Isa
Anshary, Persis lebih kental dan akrab dengan politik praktis, maka pada masa
kepemimpinan baru ini Persis tidak begitu memperdulikan politik. Bahkan Abdurrahman
mengeluarkan Tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta ustaz untuk
aktif di bidang politik praktis.

Selama masa kepemimpinan K.H. E. Abdurrahman dari tahun 1962-1983, Persis


menunjukkan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan pendidikan dari
tingkat pusat hingga cabang.

K.H. E. Abdurrahman lebih mengorientasikan Persis sebagai organisasi agama, sebab


itu ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan kepemimpinan politik.

19
Pada masa inilah Persis kembali kepada garis perjuangannya, sehingga tidak salah
jika K.H. E. Abdurrahman dikatakan sebagai penegak khittah Persis.

Persis pada masa kini

Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada
masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan
persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang
dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian
pemikiran keislaman.

D. BUDAYA DAN STANDAR PENGALAMAN IBADAH


1. MUHAMMADIYAH

Yang menarik dari gaya dan karakter kepemimpinan Muhammadiyah sejak KH Ahmad
Dahlan, Buya Hamka, sampai KH A.R. Fakhruddin adalah tokoh-tokoh yang dikenal
sederhana-bersahaja, karismatdk, jujur, memiliki komitmen, iklas, egaliter, tulus, dan mampu
mengembalikan Muhammadiyah ke jalur pembaharuannya, serta tidak tergiur godaan politik
praktis yang berorientasi kekuasaan.

Namun, kini sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman, kepemimpinan elite dan
tokoh Muhammadiyah mulai banyak bergeser dan tergiur.berbagai godaan. Salah satu rayuan
maut yang sangat menggoda adalah tarikan arus politik yang makin kuat dewasa ini. Memang
Muhammadiyah sendiri tidak mengharamkan politik. Tapi apakah kaum elite
Muhammadiyah kini lebih mengutamakan politik moral (high politics) atau politik prsflctis
(low politics)?

Kebanyakan orang berharap Muhammadiyah dan para elitenya lebih mengutamakan politik
moral sebagai ciri kekuatan kepemimpinannya. Mereka seharusnya bisa menjaga jarak untuk
tidak dijadikan sekadar alat negosiasi untuk kekuasaan oleh para elitenya. Sayangnya, sejak
di era kepemimpinan Amien Rais (1995-2000), gaya dan orientasi kepemimpinan itu mulai
bergeser. Walaupun awalnya Amien dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah yang lurus dan
kukuh mengedepankan high politics, yang lebih dikenal dengan jargonnya "tauhid sosial"
atau politik adiluhung, politik yang lebih mengedepankan moral politik ketimbang
pertarungan merebut kekuasaan.

Tapi akhirnya euforia politik masa reformasi membuat Amien terbujuk rayu politik praktis
dengan mendirikan Partai Amanat Nasional. Padahal awalnya ia banyak mengkritik politik
praktis sebagai low politic (politik rendahan) yang cenderung korup dan kotor. Namun
dengan enteng Amien berdalih bahwa pilihannya adalah ijtihad politik yang bersendikan
amar maruf nahi munkar.Buya Syafii Maarif-lah yang tidak terbuai bujuk-rayu politik. Syafii
Maarif sering melontarkan pernyataan politik yang kritis tapi tidak menyeret Muhammadiyah
yang dipimpinnya. Syafii Maarif lebih mirip tokoh Muhammadiyah pendahulunya yang
cakap dan bersahaja. Ia bisa menjaga jarak dengan politik praktis. Di tangan Buya Syafii
Maarif, Muhammadiyah lebih terkonsentrasi mengurus berbagai bentuk amal usaha, seperti

20
pendidikan, sosial, dan dakwah amar maruf nahi munkar, sebagai ciri khas gerakan
Muhammadiyah.

Tapi gonjang-ganjing Muhammadiyah dalam politik makin terasa aromanya manakala di


bawah kendali Din Syamsuddin, walaupun secara kenyataan dan eksplisit Din tidak tampil
dalam kancah politik praktis. Tapi berahi dan manuver politiknya sangat kentara baunya. Ia
bahkan di-gosipkan sangat berminat menjadi wakil presiden. Din Syamsuddin, yang pernah
menjadi politikus Golkar, sering melakukan selebrasi politik. Din Syamsuddin juga merestui
dan mendorong kelahiran Partai Matahari Bangsa (PMB), yang didirikan kalangan muda
Muhammadiyah. Tapi, tidak seperti PAN yang lolos ketentuan parliamentary threshold di
Dewan Perwakilan Rakyat, PMB justru gagal dalam pertarungan demokrasi elektoral serta
kurang banyak memperoleh simpati dan dukungan dari warga Muhammadiyah.

Ambillah contoh mengenai bagaimana format dari fenomenadan norma kepemimpinan


kolegial dalam Muhammadiyah, yang selama ini dianggap sebagai ciri khas kepemimpinan
Persyarikatan. Seperti apakah sebenarnya kepemimpinan kolegial yang dipandang ideal itu?
Apakah kepemimpinan kolektif itu masih memberi ruang pada kebebasan dan otoritas
individu atau bersifat mutlak seperti dalam gaya kepemimpinan kolektif-totaliter. Demikian
halnya dengan konsep atau sosok nyata dari figur pemimpin yang dianggap ideal dalam
Muhammadiyah. Apa ciri pemimpin Muhammadiyah yang ideal dan apakah sungguh ada
pemimpin ideal dalam Muhammadiyah itu? Sebab sering terjadi bahwa setiap pemimpin itu
memiliki idealisasi di mata umatnya pada masing-masing periode, yang belum tentu ideal
Untuk periode lain yang berbeda. Idealisasi itu sendiri hanyalah konstruksi dari umat atau
warga pengikutnya, yang belum tentu diterima oleh kelompok umat yang berbeda. Sosok
pemimpin ideal tidak jarang bersifat imaji publik, yang pada intinya juga bersifat konstruksi.
Karena itu, mendeskripsikan tentang konsep dan struktur kepemimpinan dalam
Muhammadiyah haruslah disertai dengan pemahaman bahwa pelukisan tersebut sekadar
upaya menampilkan gambaran yang tidak utuh dan bersifat relatif, bukan merupakan
generalisasi yang ideal. Idealisasi juga jangan dianggap doktrin. Kita sekadar sedang
berusaha memahami bagian-bagian dari apa yang disebut dengan struktur kepemimpinan
Muhammadiyah melalui konstruksi atau penafsiran yang sepenuhnya bersifat parsial atau
tidak utuh Jika konstruksi mengenai kepemimpinan Muhammadiyah itu dikaitkan dengan
patokan-patokan yang disebut Islami atau Islam, perlu dipahami juga bahwa wilayah
tafsirnya sangat pluralan luas rentangannya. Boleh jadi satu pihak akan menarik konsep
kepemimpinan yang dipandang ideal itu pada sisi akhlaq, sementara yang lain pada aspek
intelektual atau mu‘amalah, dan lain sebagainya, dengan tafsir masing-masing sesuai dengan
referensi dan fokus perhatian yang menstrukturnya. Konstruksi normatif itu sendiri seringkali
tergantung pada para penafsirnya. Bahkan boleh jadi apa yang disebut normatif itu sendiri
tidaklah otentik, selain karena dipengaruhi oleh faham penafsirnya, juga tidak jarang
bukanlah wilayah normatif. Sikap dan pemahaman yang bersifat relatif semacam itu penting
untuk dikedepankan agar tidak terjebak pada memutlakan suatu pandangan dan menjadikan
idealisasi sebagai dogma. Sebab ketika sebuah pandangan itu dimutlakan dan kemudian
menjadi hegemoni, biasanya akan dengan mudah dijadikan parameter tunggal yang tidak
jarang dipakai untuk menjadi alat menghakimi atau memvonis tanpa perspektif yang luas.

21
Padahal sejatinya, aspek kepemimpinan –termasuk dalam tataran empirik— sungguh
merupakan area yang penuh dinamika dan tidak sepenuhnya dapat dicandra sekadar dengan
norma-normaideal, lebih-lebih dengan patokan norma yang masih dapat diperdebatkan dan
bersifat multiinterpretasi.Muhammadiyah mempraktekkan kepemimpinan demokrasidengan
struktur kekuasaan yang bercorak keumatan (kerakyatan)dan egalitarian. Sumber kekuasaan
atau legitimasi kekuasaanberasal dari umat melalui muktamar yang harus
dipertanggungjawabkanpula kepada umat di muktamar berikutnya. Pemaknaan demokrasi
jangan ditarik ke konsep kekuasaanmanusia vis a vis (lawan) kekuasaan Tuhan. Demokrasi
sebagaibasis kekuasaan yang meligitimasi kepemimpinan tentu harusdimaknai relatif, bahwa
kepemimpinan dari, oleh, dan untuk rakyat (umat) tentu ada bingkai dan batasannya, sejauh
sejalan dengannilai-nilai dasar Islam. Dalam makna relatif dan sejalan denganajaran Islam
itulah Muhammadiyah membingkai kepemimpinandemokrasi berbasis musyawarah sebagai
basis legitimasi danotoritas sekaligus mekanisme dalam mengatur segala ihwalorganisasi.
Dengan demikian Muhammadiyah menjadi organisasiyang terbuka dan kepemimnannya
bersifat demokratis.

Persis

Selain sebagai mubaligh, Isa Anshary juga dikenal sebagai penulis yang tajam. Ia termasuk
salah seorang perancang Qanun Asasi Persis yang telah diterima secara bulat oleh Muktamar
V Persis (1953) dan disempurnakan pada Muktamar VIII Persis (1967).

Dalam sikap jihadnya, Isa Anshary menganggap perjuangan Persis sungguh vital dan
kompleks karena menyangkut berbagai bidang kehidupan umat.

Dalam bidang pembinaan kader, Isa Anshary menekankan pentingnya sebuah madrasah,
tempat membina kader-kader muda Persis.

Semangatnya dalam hal pembinaan kader tidak pernah padam meskipun ia mendekam dalam
tahanan Orde Lama di Madiun.

Kepada Yahya Wardi yang menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis periode
1956-1962, Isa Anshary mengirimkan naskah ―Renungan 40 Tahun Persatuan Islam‖ yang ia
susun dalam tahanan untuk disebarkan kepada peserta muktamar dalam rangka meningkatkan
kesadaran jamaah Persis.

Melalui tulisannya, Isa Anshary mencoba menghidupkan semangat para kadernya dalam
usaha mengembangkan serta menyebarkan agama Islam dan perjuangan organisasi Persis.
Semangat ini terus ia gelorakan hingga wafatnya pada 2 Syawal 1389 H yang bertepatan
dengan 11 Desember 1969.

KH E Abdurrahman

KH Endang Abdurrahman tampil sebagai sosok ulama rendah hati, berwibawa, dan
berwawasan luas. Dengan gaya kepemimpinan yang luwes, ia telah membawa Persis pada
garis perjuangan yang berbeda: tampil low profile dengan pendekatan persuasif edukatif,
tanpa kesan keras, tetapi teguh dalam prinsip berdasarkan Alquran dan sunah.

22
2. PERSIS

Proses internalisasi ajaran agama yang didukung oleh struktur kepemimpinan dalam
organisasi, norma-norma yang mengikat dan menggiring ke arah pola interaksi satu arah dan
melahirkan solidaritas organis di kalangan anggota Persis, dapat diperkirakan akan
membentuk perilaku sosial keagamaan yang bersifat kolektif, homogen dan merupakan
karakteristik penting dalam konteks perilaku institusional. Terutama dalam mendudukkan
makna agama sebagai ajaran yang sakral dan imanen, serta makna agama dalam realitas
hidup dan realitas pelaksanaannya yang beragam (Wawancara dengan BK, pengurus pusat
Persis, 2/7/2017).

Persatuan Islam memiliki pemikiran yang khas dengan menempatkan dirinya sebagai paham
keagamaan Islam yang puritan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan setiap doktrin yang
diterapkan pada berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Pedoman pokok
yang dianut Persatuan Islam mengandung prinsip-prinsip ini secara konkret tertulis dalam
Qanun Asasi / Qanun Dakhili Persatuan Islam.

Persatuan Islam memiliki orientasi pemikiran yang bersifat puritan, yakni paham pemurnian
Islam. Pemahaman keislaman yang bercorak puritan ini merupakan respon terhadap
kecenderungan pemikiran yang dianut oleh kaum muslimin di Indonesia, yakni pemahaman
keislaman yang bercorak kultural, yang lebih dikenal dengan Islam tradisionalis. Dalam
pandangan Persatuan Islam, kaum muslimin Indonesia telah mempertahankan tradisi-tradisi
yang diwariskan ulama terdahulu baik berupa pandangan-pandangan maupun metode berpikir
para ulama klasik yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih (Federspiel, 1970).Al-Quran dan al-
Hadits memiliki arti yang amat penting bagi Persatuan Islam, karena kedua sumber ini
mempresentasikan Islam dalam bentuknya yang murni, dan dalam bentuk itulah Islam dapat
diadaptasi ke berbagai kondisi dan konsep yang berlaku di dunia modern. Persatuan Islam
berpandangan bahwa para sarjana tradisionalis telah mengabaikan dua sumber ini, dan secara
keliru menekankan pentingnya interpretasi para fuqaha dan teolog muslim (mutakallimun).

Persis dibentuk untuk tujuan memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang
dibawa oleh Rasulullah SAW dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam
tradisional yang dianggap sudah tidak orisinal karena bercampur dengan budaya lokal, sikap
taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka
Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan
yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam
yang hanya bersumber dari AlQuran dan Hadis (sabda Nabi).

23
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ada lima doktrin yang membuat Muhammadiyah dapat berkembang pesat seperti sekarang
ini. Lima doktrin ini menciptakan ghirah kader yang militan dan cerdas.

Tauhid, mencerahkan dan mencerdaskan umat islam dan bangsa indonesia. Ilmu pengetahuan
adalah barang yang hilang dari kaum Muslimin yang harus direbut kembali,

Muhammadiyah benar-benar memobilisasi amal saleh Muhammadiyah itu bekerja sama


dengan siapapun dan pihak manapun. Itu sangat mulia alias tidak mengikat dengan visi misi
tertentu, Muhammadiyah menghindari politik praktis

Sejak awal didirikan, PERSIS merupkan jamaah/kelompok tadarrus yang prihatin


dengan kondisi keberagamaan masyarakat pada saat itu yang tenggelam dalam berbagai
bid‘ah, syirik, dan munkarat lainnya. Oleh karena itu di bawah pimpinan H. Zamzam dan H.
Muhammad Yunus PERSIS menegaskan doktrin utamanya, yakni “Al-ruju’ ila Al-Qur’an wa
Al-Sunnah, dan berperan aktif dalam menunaikan tugas tajdid dalam arti islahu Al-Islam,
I’adatu Al-Islam ila Asliha, dan Ibanah. Dalam merumuskan dan memutuskan hukum
dibentuklah Dewan Hisbah Persatuan Islam, yang sebelumnya bernama Majlis Ulama Persis
pada tanggal 15-18 Desember 1956 di Bandung4.

Ciri berpikir

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Muhammadiyah


memandang Islam sebagaai agama yang berkemajuan, ideologi Gerakan Muhammadiyah
mengenepankan penerapan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam kehidupan dan lebih
berorientasi pada pembentukan masyarakat Islam, Muhammadiyah menampilkan corak Islam
yang mengedepankan amaliyah yang terlembaga dan terorganisasi sebagai perwujudan dan
keyakinan dan pemahaman Islam dalam Muhammadiyah, sehingga Islam termanifestasikan
secara konkrit.

Selama ini pemahamandan pandanganterhadap Persis sebagai Jam‘iyah masih dianggap


sebagai alat, yang tentu sifatnya sementara. Jika telah tercapai tujuannya, maka alat tersebut
bisa dibuang atau diganti. Jika tersisa pemahaman model demikian, maka harga Persis
sebagai harakah tajdid yang selalu memperjuangkan tegaknya Islam berdasarkan Al-Qur‘an
dan As-sunnah, tidak ada bedanya dengan organisasi-organisasi lainnya. Termasuk dengan
kesebelasan sepak bola, yang bisa bubar, dibubarkan, atau membubarkan diri, tergantung

24
kebutuhan yang terikat dengan materi atau musim kompetisi. Atau jika tidak bubar,
pemainnya selalu berpindah- pindah klub. Tergantung klub mana yang bisa menjanjikan
bonus yang menggiurkan.

Strategi dakwah

M.Quraish Shihah membenarkan adanya dakwah dan wisata ziarah. Namun, penekanan
wisata tersebut justeru pada ziarah kepada makam-makam para nabi, ulama, dan pahlawan
dapat dijadikan nilai dan selanjutnya tidak dijelaskan bagaimana proses dakwah wisata itu
terjadi

Yang menarik dari gaya dan karakter kepemimpinan Muhammadiyah sejak KH Ahmad
Dahlan, Buya Hamka, sampai KH A.R. Fakhruddin adalah tokoh-tokoh yang dikenal
sederhana-bersahaja, karismatdk, jujur, memiliki komitmen, iklas, egaliter, tulus, dan mampu
mengembalikan Muhammadiyah ke jalur pembaharuannya, serta tidak tergiur godaan politik
praktis yang berorientasi kekuasaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://perpuspendidikan.blogspot.com/2014/05/doktrin-teologi-muhammadiyah.html

https://pwmu.co/5863/04/30/ini-5-doktrin-perjuangan-muhammadiyah/

http://www.suaramuhammadiyah.id/2017/02/28/identitas-muhammadiyah/

https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/nyse7r313/posisi-persis-
dalam-dialektika-pemikiran-islam-indonesia

M. Taufiq Rohman & Beni Ahmad Saebani. 2018. MEMBANGUN GERAKAN


INKLUSIVISME MODEL JAMAAH PERSATUAN ISLAM. Jurnal Pembangunan Sosial,
1(1), 58-72.

Santana K., Septiawan, Nurrahmawati. 2017. Komunikasi Subkultur Religius NU,


Muhammadiyah Persis, dan Syarikat Islam di Kalangan Pengajar Unisba. MediaTor, 10(2),
165-176

26

Anda mungkin juga menyukai