Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM MODERN DI INDONESIA

Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Pemikiran Modern dalam Islam”

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Dr. Hj. Umi Hanik, M.Ag

Disusun oleh:

Abidur Rohman 20106010

Nanda Meirina Sari 20106014

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PERKEMBANGAN
PEMIKIRAN ISLAM MODERN DI INDONESIA” ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pemikiran Modern dalam Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
ibu Dr. Hj. Umi Hanik, M.Ag. yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari,
makalah yang ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 13 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................

LATAR BELAKANG .........................................................................................................................

RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................

TUJUAN ..............................................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN ....................................................................................................................

A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern di Indonesia.....................................................


B. Tokoh-tokoh Pemikiran Modern Islam di Indonesia...........................................................
BAB III. PENUTUP ............................................................................................................................

KESIMPULAN ...................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG

Kemajuan umat Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh dan berbagai
organisasi keislaman yang secara aktif melakukan kegiatan amal usaha yang
meliputi bidang agama,
pendidikan, kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Munculnya tokoh dan berbagai
organisasi Islam merupakan pendorong bagi proses transformasi sosial dan
budaya yang signifikan dalam sejarah bangsa Indonesia. Kolonialisme dan
kehidupan masyarakat dalam masa tradisional feodal ditengarai sebagai faktor
pendorong yang dominan bagi lahirnya berbagai organisasi keagamaan yang pada
umumnya ingin menggunakan organisasi tersebut sebagai wadah gerakan sosial
keagamaan.

Masyarakat kolonial yang eksploitatif dan penguasa feodal yang opresif dianggap
sebagai biang keladi bagi kemiskinan dan keterbelakangan yang melilit kehidupan
masyarakat pada umumnya. Kemiskinan dan keterbelakangan menimbulkan
berbagai penyakit masyarakat seperti bid’ah, takhayul, khurafat, serta perilaku
yang bertentangan dengan agama Islam. Masalah masyarakat yang kompleks itu
menjadi setting bagi munculnya berbagai gerakan sosial keagamaan di berbagai
tempat di Indonesia. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan kondisi bagi lahirnya
beberapa gerakan sosial Islam, dan usaha yang dilakukan, serta peran kaum
modernis dalam perkembangan pemikiran Islam yang terjadi di negeri ini.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana sejarah munculnya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
b) Siapa saja tokoh pembaharuan Islam di Indonesia

C. Tujuan
a) Mengetahui sejarah perkembangan pemikiran modern Islam di Indonesia
b) Mengetahui latarbelakang pemikiran modern Islam di Indonesia
c) Mengetahui tokoh-tokoh gerakan pembaharuan Islam di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern di Indonesia


Latarbelakang ide pembaharuan Islam di Indonesia dipengaruhi adanya
ide-ide pembaharuan di luar Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam tidaklah
memiliki bentuk dan pola yang sama tetapi memiliki karakter dan orientasi yang
sangat beragam. Gerakan pembaharuan Islam pada abad ke 20 tersebut bukan
muncul secara mendadak tetapi tidak terlepas dari pembaharuan-pembaharuan
yang terdahulu. Seperti pada abad ke 17 dan 18. Secara umum alasan
berkembangnya pembaharuan Islam di Indonesia adalah respons terhadap
kemunduran Islam sebagai agama di Indonesia. Karena pada praktek-prakteknya
yang menyimpang, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invasi politik,
kultural, dan intelektual dari dunia barat.

Menurut beberapa studi keislaman memandang bahwa gerakan


pembaharuan Islam pada abad ke 17 cenderung menekankan pada pemikiran
mistisisme yang dikembangkan oleh seorang sufi tertentu pada periode tertentu.
Mistisisme sendiri adalah suatu paham yang memberikan ajaran yang serba mistis
atau ajaran yang bersifatnya rahasia atau tersembunyi, gelap atau terselubung
dalam kekelaman.

Pembaruan pemikiran Islam yang dimulai pada abad 17-19 M dan dapat
ditemukan pengaruhnya di Indonesia sejak permulaan abad ke-20 melalui
kehadiran Muhammadiyah dan Persatuan Islam, yang menjadikan purifikasi atau
pemurnian akidah sebagai tema utama gerakan mereka. Sebagaimana pemikiran
pembaruan Ahmad bin Abdul Wahhab dan Muhammad Abduh, episode awal
sejarah modernisme Islam Indonesia juga dicirikan oleh semangat untuk keluar
dari ikatan-ikatan kaum ortodoks dengan mengedepankan ijtihad dari pada taqlid,
menekankan pentingnya qiyas agar dapat merebut semangat hukum yang
tersimpan dalam tulisan hukum; dan memilih mengurangi ketergantungan pada
Hadis demi mendahulukan al Quran dan Sunnah Nabi.

Visi modernitas yang diajukan oleh Muhammadiyah dan Persis tersebut


selama hampir satu setengah dekade melahirkan ketegangan dengan kelompok
konservatif, yang terdiri dari para kiai pesantren. Kelompok kiai tradisional ini
beranggapan bahwa ijtihad yang terkait masalah-masalah fundamental dalam
hukum adalah tidak mungkin dan tidak diperlukan. Mereka berpendapat bahwa
para ulama klasik pendiri empat madzhab memiliki keahlian yang belum

2
tertandingi sejak abad kesepuluh, sehingga kebenarannya di bidang hukum Islam
tidak perlu diragukan. Dengan alasan inilah para ulama tradisionalis
memperlakukan taqlid terhadap prinsip-prinsip hukum yang diajukan para imam
mazhab. Perseteruan ini pada saatnya mendorong para kiai untuk membentuk
suatu organisasi sosial keagamaan yang sangat berpengaruh di Indonesia,
Nahdlatul Ulama (NU), yang didirikan pada tahun 1926 sebagai puncak dari
reaksi kaum konser-vatif terhadap gerakan modernis Muhammadiyah.

Sampai paruh kedua abad ke-20, gerakan modernisme di Indonesia


ditandai dengan ketegangan teologis dan bahkan berkembang ke arah politis
antara Muhammadiyah dan NU, sehingga sebagaimana terjadi pada dunia Islam
yang lain, gerakan pembaruan Islam Indonesia pada akhirnya juga mengambil
corak yang cukup kuat dalam bidang politik. Sekalipun ketegangan
Muhammadiyah dan NU bukan refleksi sepenuhnya dari sikap anti terhadap
Barat. Modernisasi di Indonesia ini memiliki kemiripan dengan Iran pasca
revolusi, dimana para intelektual terpolarisasi ke dalam dua spektrum, yaitu
mereka yang mengamini narasi modernitas Barat dengan persepsi keberagamaan
masyarakat yang anti Barat.

B. Tokoh-tokoh Pemikiran Modern Islam di Indonesia


Empat tokoh Islam berikut ini berperan besar dalam menjaga dan
memperbarui Islam di Indonesia. Mereka mendirikan organisasi Islam sebagai
sarana perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.

1. K.H. Ahmad Dahlan


Muhammadiyah, salah organisasi Islam terpenting di Indonesia, didirikan
Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Tujuannya, “menyebarkan pengajaran
Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera” dan “memajukan
hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”. Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan, kesehatan, dan pendidikan ketimbang politik. Dari ruang gerak
terbatas di Kauman, Yogyakarta, organisasi ini kemudian meluas ke daerah lain,
termasuk luar Jawa.
Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868 dengan menyandang
nama kecil Muhammad Darwis. Ayahnya, KH Abubakar, seorang khatib masjid
besar di Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya, Siti Aminah, putri seorang
penghulu. Praktis, sejak kecil, dia mendapat didikan lingkungan pesantren serta
menyerap pengetahuan agama dan bahasa Arab.

Ketika menetap di Mekah, di usia 15 tahun, dia mulai berinteraksi dan


tersentuh dengan pemikiran para pembaharu Islam. Sejak itu, dia merasa perlunya
gerakan pembaharuan Islam di kampung halamannya, yang masih berbaur dengan

3
sinkretisme dan formalisme. Mula-mula dengan mengubah arah kiblat yang
sebenarnya, kemudian mengajak memperbaiki jalan dan parit di Kauman. Robert
W Hefner, Indonesianis asal Amerika Serikat, menyebut Dahlan merupakan sosok
pembaharu Islam yang luar biasa di Indonesia, bahkan pengaruhnya melampaui
batas puncak pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir. Ahmad Dahlan wafat di
Yogyakarta pada 23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karang Kuncen,
Yogyakarta.

2. Ahmad Surkati
Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara
Ahmad Surkati dari Al-Irsyad dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya
mentereng: “Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamis mekah atau
komunisme?” Perdebatan berlangsung alot. Masing-masing kukuh pada
pendapatnya. Toh, ini tak mengurangi penghargaan di antara mereka. “Saya suka
sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan
komunismelah tanah airnya dapat dimerdekakan,” ujar Surkati.

Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada


1875. Sempat mengenyam pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati
kemudian datang ke Jawa pada Maret 1911. Ini bermula dari permintaan Jami’at
Khair, organisasi yang didirikan warga keturunan Arab di Jakarta, untuk
mengajar. Karena ketidakcocokkan, dia keluar serta mendirikan madrasah Al-
Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta pada 6 September 1914. Tanggal pendirian
madrasah itu kemudian menjadi tanggal berdirinya Perhimpunan Al-Irsyad.
Tujuan organisasi ini, selain memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang
pendidikan dan kemasyarakatan.

Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah


Islam di Indonesia 1900-1950 memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar
gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformis di Mesir
sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Dengan demikian,
Surkati juga seorang pembaharu Islam di Indonesia. Sukarno bahkan menyebut
Surkati ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia. Ahmad Surkati wafat
pada 6 September 1943. Sejak itu, perkembangan Al-Irsyad tersendat, sekalipun
tetap eksis hingga kini.

3. Ahmad Hasan
Sekalipun kerap berpolemik, Bung Karno pernah berpolemik dan
melakukan surat-menyurat dengan Ahmad Hassan, sebagaimana tersurat dalam
surat-surat dari Endeh dalam buku di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran jika
Bung Karno begitu menghargai pemikiran Islam Hassan. Nama kecilnya Hassan

4
bin Ahmad, lahir di Singapura pada 1887 dari keluarga campuran, Indonesia dan
India. Semasa remaja dia melakoni beragam pekerjaan; dari buruh hingga penulis,
di Singapura maupun Indonesia. Hassan pernah tinggal di rumah Haji Muhammad
Junus, salah seorang pendiri Persatuan Islam (Persis), di Bandung.

Ketika pabrik tekstilnya tutup, dia mengabdikan diri di bidang agama


dalam lingkungan Persis, dan segera popular di kalangan kaum muda progresif.
Di Bandung pula Hassan bertemu dengan Mohammad Natsir, kelak jadi tokoh
penting Persis, yang kemudian bersama-sama menerbitkan majalah Pembela
Islam dan Al-Lisan. Dia juga mendirikan pesantren Persis, di samping pesantren
putri, untuk membentuk kader, yang kemudian dipindahkan ke Bangil, Jawa
Timur.

Persis didirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh aktivis


keagamaan yang dipimpin Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, keduanya
pedagang. Dalam Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
Howard M. Federspiel menulis bahwa Persis adalah organisasi biasa, kecil, tak
kukuh serta tak bergigi dalam percaturan politik saat itu. Namun, Persis berusaha
keras memperbarui umat Islam saat itu yang mengalami stagnasi pemikiran dan
penuh bid’ah, takhayul, dan khurafat.
Ahmad Hasan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya sangat tajam
dan kritis terutama dalam cara memahami nash (teks) Alquran maupun hadits.
Keahliannya dalam bidang hadits, tafsir, fikih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan
mantiq menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam.
Dia juga ulama yang produktif menulis. Ahmad Hassan tutup usia pada 10
November 1958 dalam usia 71 tahun.

4. K.H. Hasyim Asy’ari


Lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Nggedang-Jombang, Jawa Timur,
Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama, artinya kebangkitan ulama,
organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dia mendirikannya bersama Kyai Wahab
Chasbullah pada 31 Januari 1926 guna mempertahankan paham bermazhab dan
membendung paham pembaharuan.
Hasyim pernah belajar pada Syaikh Mahfudz asal Termas, ulama Indonesia yang
jadi pakar ilmu hadits pertama, di Mekah. Ilmu hadits inilah yang kemudian
menjadi spesialisasi Pesantren Tebuireng, yang kelak didirikannya di Jombang
sepulangnya dari Tanah Suci.

Lewat pesantren inilah K.H. Hasyim melancarkan pembaharuan sistem


pendidikan keagamaan Islam tradisional. Dia memperkenalkan pengetahuan
umum dalam kurikulum pesantren, bahkan sejak 1926 ditambah dengan bahasa

5
Belanda dan sejarah Indonesia. Dalam buku Tradisi Pesantren: Studi tentang
Pandangan Hidup Kyai, Zamakhsyari Dhofier manggambarkan Hasyim Asy’ari
sebagai sosok yang menjaga tradisi pesantren.
Di masa Belanda, Hasyim bersikap nonkooperatif. Dia mengeluarkan
banyak fatwa yang menolak kebijakan pemerintah kolonial. Yang paling
spektakuler adalah fatwa jihad: “Wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia
berperang melawan Belanda.” Fatwa ini dikeluarkan menjelang meletusnya
Peristiwa 10 November di Surabaya. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947.
Dalam perjalanannya, NU larut dalam politik praktis hingga akhirnya kembali ke
khitah 1926.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pembaruan Islam yang dimulai pada abad 17-19 M dan dapat ditemukan
pengaruhnya di Indonesia sejak permulaan abad pemikiran ke-20 melalui
kehadiran Muhammadiyah dan Persatuan Islam, yang menjadikan purifikasi atau
pemurnian akidah sebagai tema utama. Berkembangnya pembaharuan Islam di
Indonesia adalah respons terhadap kemunduran Islam sebagai agama di Indonesia.
Karena pada praktek-prakteknya yang menyimpang, keterbelakangan para
pemeluknya dan adanya invasi politik, kultural, dan intelektual dari dunia barat.
Yang kemudian muncul berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern di
Indonesia, baik yang bersifat keagamaan, politik maupun ekonomi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan yang menyebabkan
lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan, tetapi seiring
dengan kondisi masyarakat pada saat itu kemudian menjelma menjadi kegiatan
politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia dan hal tersebut dirasakan
mendapat pengaruh yang signifikan dari pemikir-pemikir para pembaru Islam,
baik di tingkat nasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Junus, Mohammad. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Hidakarya Agung.
Masykur, Fuad. Sejarah dan Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia dari Masa
Klasik hingga Modern (Akhir abad ke XIX-awal abad ke XX). Tarbawi, Vol. 5
No. 1 Februari 2022
Noer, Deliar. 1985. Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia Tahun 1840-1942.
Jakarta: LP3ES.

6
Pasha, Musthafa Kamal dan Adaby Darban. 2002. Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Yogyakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam.

Anda mungkin juga menyukai