A. Pengertian
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari
panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan
dan perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak
ditemukan terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya
10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah
pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada
halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien
mengatakan membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi
serupa. Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau
minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa
ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di permukaan kulit
(Nurhalimah, 2016).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Muhith, 2011). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi
palsu(Prabowo, 2014).
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
B. Etiologi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
1. Faktor presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit
ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya seorang
individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:
a. Dimensi Fisik
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur
dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tida sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien
halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk
bersosialisasi.
e. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya
C. Manifestasi Kinis
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut (Nurhalimah,
2016):
1. Data Subyektif: Pasien mengatakan :
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
2. Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d. Menutup telinga
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah
j. Muntah
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit
D. Proses terjadinya masalah / Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi
Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi (Nurhalimah, 2016).
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a. Faktor Biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
b. Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atau overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
2. Respon psikosossial
Meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon
maladaptive antara lain :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
d. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam (Damaiyanti,2012).
F. Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut (Nurhalimah, 2016) :
1. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang. Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditAndai dengan adanya perasaan bersalah
dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba
menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non
psikotik). Perilaku yang Teramati:
a. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Respon verbal yang lambat
d. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
2. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat
dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
G. Jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi menurut Nurhalimah (2016) yaitu:
H. Pathways/Pohon Masalah
Isolasi sosial
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan medis
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah dengan
pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2009) yaitu:
a. Psikofarmokologi, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupak gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat
anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah fenotiazin
asetofenazin (tindal), klorpromazin (thorazine), flufenazine (prolixine, permitil),
mesoridazin (serentil), perfenazin (trilafon), proklorperazin (compazine),
promazin (sparine), tioridazin (mellaril), trifluoperazin (stelazine), trifluopromazin
(vesprin), 60-120 mg, tioksanten klorprotiksen (taractan), tioksen (navane) 75-
600 mg, butirofenom haloperidol (Haldol) 1-100 mg, dibenzodiazepin klozapin
(clorazil) 300-900 mg, dibenzokasazepin loksapin (loxitane) 20-150 mg,
dihidroindolon molindone (moban) 15-225 mg.
b. Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapy (ECT)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial
dengan melawan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau
dua temples, terapi kejang listrik diberika pada skizoprenia yang tidak mempan
dengan terapi http://repository.unimus.ac.id 17 neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Penatalaksaan keperawatan
a. Terapi aktifitas kelompok (TAK)
Penatalaksanaan pada sesi 2 sampai 5 terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi dilakukan untuk stimulasi persepsi menghardik halusinasi, stimulasi
persepsi mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, stimulasi persepsi
mengontrol halusiansi dengan bercakap-cakap dan stimulasi persepsi
mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
b. Mengajarkan SP kepada pasien halusinasi.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi
kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
Kebersihan diri Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu
sehingga klien mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan diri.
7. Menutup hidung.
8. Sering meludah
9. Muntah
10. Menggaruk permukaan kulit
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan
keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal mencakup :
1. Keluhan atau masalah utama
2. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
3. Riwayat pribadi dan keluarga
4. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
5. Kegiatan sehari-hari
6. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
7. Pemakaian obat yang diresepkan
8. Pola koping
9. Keyakinan dan nilai spiritual
Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.
Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional. Menurut
Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap klien halusinasi yaitu:
1. Data Subjektif
a. Mendengar suara menyuruh
b. Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
c. Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
d. Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
e. Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin
f. Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu.
2. Data Objektif
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara
b. Bicara atau tertawa sendiri
c. Marah-marah tanpa sebab
d. Tatapan mata pada tempat tertentu
e. Menunjuk-nujuk arah tertentu
f. Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
3. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk mengetahui
kapan saja halusinasi itu muncul.
4. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk mengetahui
berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
5. Situasi Munculnya
Halusinasi Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
6. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui respon
halusinasi dari klien dan dampak dari halusinasi itu.
M. Diagnosa keperawatan yang muncul
Diagnosis Keperawatan Halusinasi Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan
(Fitria, 2009) adalah sebagai berikut
1. Risiko tinggi Perilaku Kekerasan.
2. Perubahan sensori persepsi halusinasi.
3. Harga diri rendah kronis
N. Intervensi Keperawatan
Setelah menetapkan diagnose keperawatan lakukanlah tindakan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi. Tindakan keperawatan harus
ditujukan juga untuk keluarga karena keluarga memegang peranan penting didalam
merawat pasien dirumah setelah pasien pulang dari rumah sakit.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id
1) Menghardik halusinasi
2) Mematuhi program pengobatan
3) Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul halusinasi
4) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai mau tidur
pada malam hari selama 7 hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal
tersebut secara mandiri.
f. Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan halusinasi
2. Keluarga mampu:
a. Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
b. Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui empat cara mengontrol
halusinasi yaitu menghardik, minum obat,cakap-cakap dan melakukan aktifitas
di rumah.
c. Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
d. Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah pasien.
e. Menilai dan melaporkan keberhasilannnya merawat pasien
O. Daftar Pustaka