Anda di halaman 1dari 15

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia


Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL


STASE JIWA PRODI PENDIDIKAN NERS PROGRAM PROFESI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

Nama Preceptee/NIM : Erinda Safitr/ 20400102


Stase : Keperawatan Jiwa
Periode Praktik : 30 November- 19 Desember 2020

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasienmungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Nurhalimah, 2016). Ketidakmampuan untuk
membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain
(SDKI, 2017). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011)
B. Etiologi
Penyebab isolasi sosial (SDKI, 2017) yaitu:
1. Keterlambatan perkembangan
2. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
3. Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
5. Kitidaksesuaian perilaku sosial dengan normal
6. Perubahan penampilan fisik
7. Perubahan status mental
8. Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. Disfungsi berduka, pengendalian diri
buruk.
Beberapa penyebab isolasi sosial, menurut Stuart (2007):
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan respons
sosial madaptif.Beberapa orang percaya bahwa individu yang mengalami
masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

tua.Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan dengan pihak luar


keluarga.Pesan keluarga seringkali tidak jelas.
b. Faktor sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
hubungan. Hal ini akibat dari transiensi norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, dan penderita penyakit
ironis, isolasi bisa terjadi karena mengadopsi horma, perilaku dan sistem nilai
yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
c. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti terdahulu
menunjukkan keterlibatan neurotranmitter dalam perkembangan gangguan ini,
namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut.
2. Faktor presipitasi
Beberapa faktor pretisipasi isolasi sosial, menurut Direja (2011)meliputi:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor, sosial budaya, yaitu stres yang di tinggalkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk berpisah untuk mengatasinya. Kecemasan ini dapat
terjadi akibat tuntunan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhinya kebutuhan individu.
C. Manifestasi Kinis
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang menunjukkan
penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi
(Nurhalimah, 2016).
1. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampun berkonsentrasi
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

e. Perasaan ditolak
2. Data Objektif:
a. Banyak diam
b. Tidak mau bicara
c. Menyendiri
d. Tidak mau berinteraksi
e. Tampak sedih
f. Ekspresi datar dan dangkal
g. Kontak mata kurang
D. Proses terjadinya masalah / Psikopatologi
Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasienakan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
1. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
a. Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter dimana
ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko
bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat diketahui
dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan dan hasil
pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak.
b. Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang
berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina
hubungan dengan orang lain.Koping individual yang digunakan pada
pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif.
Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi.
Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan
lingkungan, sehingga pasien merasa tidak pantas berada diantara orang lain
dilingkungannya. Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data
pengkajian keterampilan verbal pada pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini
disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

kesempatan pada pasien untuk menyampaikan perasaan maupun


pendapatnya.Kepribadian introvert merupakan tipe kepribadian yang sering
dimiliki pasien dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian
ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang
tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan
pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya
pasienmerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat
menyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari
terabaikan (Stuart & Laraia, 2005).
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial, sering
kali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal
ini mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam memenuhi kebutuhan. Kondisi
tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus
pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Stuart & Laraia (2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor usia
merupakan salah satu penyebab isolasi sosial hal ini dikarenakan rendahnya
kemampuan pasiendalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan
pola berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu
menyelesaikan masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan
orang lain. Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam
memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap penolakan dari lingkungan. Lebih
lanjut Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa, tingkat pendidikan merupakan
salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi secara efektif. Karena
faktor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

masalah yang dihadapi. Pasiendengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki


riwayat kurang mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini
dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan pasien.
2. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan
atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien
dan konflik antar masyarakat.Selain itu Pada pasienyang mengalami isolasi sosial,
dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan
terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihan peran yang dimiliki serta
mengalami krisis identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai
harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial
dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
E. Rentang respon sosial

Sumber: Stuart dan Sundeen (2012)

1. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah
terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-
rencana.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

2. Otonom
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
3. Bekerjasama (Mutualisme)
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling Ketergantungan (Interdependen)
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Merasa Sendiri (Loneliness)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari
lingkungannya.
6. Menarik Diri
Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya dan tidak
mampu membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7. Ketergantungan (Dependen)
Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
8. Manifulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
9. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak
dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan penilaian yang buruk.
10. Narsisme
Merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan, mudah marah jika tidak
mendapatkan pujian dari orang lain.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

F. Pathways/Pohon Masalah

Skema pohon masalah isolasi sosial


Sumber: Nurhalimah (2016).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. ECT (Electro Confulsive Therapy)
Jenis pengobatan dengan menggunakan arus listrik pada otak menggunakan 2
elektrode.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative lama dan merupakan bagian penting dalam
proses teraupetik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi ; memberikan rasa
nyaman dan tenang, menciptakan lingkungan yang teraupetik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapakan
perasaanya sacara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur.
b. Terapi Okupasi
Ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang dalam melaksanakan
aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. (Dalami, 2009).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

a. Perawatan Isolasi Sosial ; Psikoterapi Individual


Psikoterapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya.
Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien. Individu
biasanya mencari terapi jenis ini dengan tujuan memahami diri dan perilaku
mereka sendiri, membuat perubahan personal. Hubungan terbina melalui tahap
yang sama dengan tahap hubungan perawat klien : introduksi, kerja, dan
terminasi (Videbeck, 2008).
b. Terapi Modalitas : Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang
sama. Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan
dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok
terapeutik dan modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif
terhadap perubahan perilaku klien, dan meningkatkan perilaku adaptif dan
mengurangi perilaku maladaptif.
H. Prinsip tindakan keperawatan
Prinsip legal etis keperawatan meliputi (Utami, dkk, 2016):
1. Prinsip Otonomi (Autonomy)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri
atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga
diri dan martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif
yang dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk
melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas
bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-
sejelasnya bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat, tindakan,
urgensi dsb sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya
setelah mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
2. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan
dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong


menggunakan kursi roda.
3. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total care,
maka perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa membeda-
bedakan klien. Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri maka
perawat tidak perlu memandikannya lagi.
4. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan
tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan
saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi
kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
5. Prinsip mencegahpembunuhan (Avoiding Killing)
Perawat menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber
pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan
tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara
istrinya diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan untuk
tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa
Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU RI
memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
6. Prinsip Kesetiaan (Fidelity)
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati janji,
menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi
misalnya perawat telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada
saat tindakan PA maka perawat harus siap untuk memenuhinya.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada kliendengan isolasi sosial antara lain :
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi
J. Pengkajian Keperawatan yang diperlukan
Pengkajian pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi
kepada pasiendan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan
wawancara, melelui bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
2. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda
rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
3. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau
tetangga)?
4. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
5. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya
siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
6. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai
berikut:
1. Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat c
3. Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4. Kontak mata kurang
Data pengkajian
1. Indentitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain),
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak berinteraksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, pasif.
3. Faktor predissposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitanya dengan factor etiologi yaitu keturunan,
endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

4. Psikososial
a. Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7- 16%
skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri 16 kemungkinan 0,9-
1,8%, saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
b. Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
mempengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan
berdiam diri.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
e. Status mental
1) Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tidak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju
tidak tepat, reseliting tidak terkunci, baju tidak diganti, baju terbalik sebagai
manifestasi kemunduran kemauan pasien.
2) Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
3) Aktivitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri.
4) Emosi
Emosi dangkal.
5) Afek
Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan
bicara, diam.
7) Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

9) Kesadaran
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada
taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
10) Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu dan orang.
11) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
f. Kebutuhan sehari-hari
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk 18
memenuhi kebutuhan sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, dan istirahat tidur. (Kusumawati, 2010)
K. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Isolasi sosial
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Harga diri rendah
L. Intervensi Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Isolasi Sosial
Tujuan : Pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c. Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya
d. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
Tindakan Keperawatan:
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
2) Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
pasien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

4) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
1) Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
3) Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan di hadapan Perawat
4) Bantu pasienberinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
6) Beri pujian untuksetiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
7) Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan
kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga.
8) Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial misalnya :
berbelanja, kekantor pos, kebank dan lain-lain.
9) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin pasienakan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasientetap semangat
meningkatkan interaksinya.
2. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga
a. Evaluasi kemampuan pasienisolasi sosial berhasil apabila pasiendapat:
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

1) Menjelaskan kebiasaan keluarga berinteraksi dengan klien.


2) Menjelaskan penyebab pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
3) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
5) Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain,dengan perawat,
keluarga, tetangga.
6) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
7) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial.
8) Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua.
9) Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
10) Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial.
b. Evaluasi kemampuan keluarga dengan pasien isolasi sosial berhasil apabila
keluarga dapat:
1) Mengenal Isolasi sosial (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
isolasi sosial) dan mengambil keputusan untuk merawat klien
2) Membantu pasien berinteraksi dengan orang lain.
3) Mendampingi pasien saat melakukan aktivitas rumah tangga dan kegiatan
sosial sambil berkomunikasi.
4) Melibatkan pasien melakukan kegiatan harian di rumah dan kegiatan
sosialisasi di lingkungan.
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien
untuk meningkatkan interaksi sosial.
6) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi Isolasi sosial
7) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
melakukan rujukan.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

M. Daftar Pustaka
Astuti, Windi. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R dengan Isolasi Sosial di Ruang
Bima Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Diakses
pada tanggal 2 Desember 2020 melalui halaman
http://repository.ump.ac.id/2678/3/WINDI%20ASTUTI%20BAB%20II.pdf
Dalami, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jogjakarta :
Trans
Info Media
Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta

Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba

Medika.

Nurhalimah.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.

Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik (SDKI). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Utami, dkk. 2016. Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai