Anda di halaman 1dari 16

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia


Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH (HDR)


STASE JIWA PRODI PENDIDIKAN NERS PROGRAM PROFESI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

Nama Preceptee/NIM : Erinda Safitri


Stase : Keperawatan Jiwa
Periode Praktik : 30 November- 19 Desember 2020

A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi diri negatif terhadap diri sendiri, penurunan harga
rendah ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun (Keliat dkk, 2011).
Menurut NANDA (2015), harga diri rendah didefinisikan sebagai evaluasi diri negatif
yang berkembang sebagai respons diri terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan
diri pada seseorang yang sebelumnya memiliki evaluasi diri negatif (Wahyuni, 2017).
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif
tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2013). Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Herman,
2011). Harga diri rendah terjadi secara kronis dan situasional. Harga diri rendah kronis
adalah evaluasi atau perasan negatif terhadap diri sendiri atau kemmapuan klien yang
berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus. Harga diri rendah situasional adlah
evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai
respon terhadap situasi saat ini (SDKI, 2017)

B. Etiologi
Harga diri rendah disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping individu akibat
kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada
masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan
tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan.
Menurut NANDA (2015) faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi faktor
Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan dari orang tua,
seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang terlalu mengekang,
sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak berguna lagi serta merasa
rendah diri.
b. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal diri seperti
dituntut untuk selalu berhasil dantidak boleh berbuat salah, sehingga anak
kehilangan rasa percaya diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal misalnya ada salah
satu anggota yang mengalami gangguan mental sehingga keluarga merasa malu
dan rendah diri. Pengalaman traumatik juga dapat menimbulkan harga diri rendah
seperti penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang dirawat di
rumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak nyaman baginya. Respon
terhadap trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan kopingnya menjadi
represi dan denial.
Penyebab terjadi harga diri rendah (Yosep, 2009) adalah :
1. Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
2. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima.
3. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
4. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut
lebih dari kemampuannya.

C. Manifestasi Kinis
Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala harga
diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari data subyektif
dan obyektif, seperti tertera dibawah ini.
Data Subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

4. Penolakan terhadap kemampuan diri


5. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi
Data Objektif:
1. Penurunan produktivitas
2. Tidak berani menatap lawan bicara
3. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4. Bicara lambat dengan nada suara lemah
5. Bimbang, perilaku yang non asertif
6. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna

Tanda dan gejala gangguan harga diri rendah ( Muhith, 2015) yakni:

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat
terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahgunakan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang
bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
oarang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sadar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih
alternatif tindakan.
6. Mencederai diri sendiri. Akibat harga diri rendah didertai harapan yang suaram
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

D. Proses terjadinya masalah / Psikopatologi


Proses terjadinya harga diri rendah dijelaskan oleh Stuarat dan Laraia (2009) dalam
konsep stress adapatasi yang teridiri dari faktor predisposisi dan presipitasi.
1. Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
a. Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau trauma
kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.
b. Psikologis
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah adalah
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari lingkungan
dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang,
kurang mempunyai tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang
tinggi pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan jiwa.
Selain itu pasiendengan harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif
terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang terganggu,
ideal diri yang tidak realistis.
c. Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah
adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah,
pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap
tumbuh kembang anak.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
a. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang mengancam
kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari perilaku kekerasan.
b. Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
2) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat
kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

E. Rentang Respon Konsep Diri

Keterangan :
1. Respon adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun (konstruktif)
dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri
sendiri.
2. Respon maladaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif) dalam
usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri
sendiri.
3. Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan
yang dimilikinya.
4. Konsep diri positif
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dan
dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.
5. Harga diri rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.
6. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-
kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

7. Depersonalisasi
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini
berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas.
Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan
tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.
F. Pathways/Pohon Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian dapat dibuat pohon masalah sebagai berikut:

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial

Care problem
Harga Diri Rendah

Causa Ketidakefektifan mekanisme koping

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanan Medis
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah
kronis adalah :
a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri
rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau
gagal terus menerus.
1) Hipothalmus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi
klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah


dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan
bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
2) Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus
informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah
berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah
apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang
masuk tidak dapat dicegah atau dipilih sehingga menjadi berlebihan yang
mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari
klien.
3) Amigdala yang berfungsi untuk emosi
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat
digunakan adalah:
1) Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
2) CT Scan, untk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
3) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), melihat wilayah
otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan
perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan
gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil
sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan
kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti:
1) Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.
2) Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;
mengatur fight-flight dan proses pembelajaran dan memori, mengalami
penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.
3) Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan
klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

4) Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi,
selalu terlihat mengantu. Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu
skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan:
1) Positron Emission Tomography (PET), mengukur emisi atau pancaran dari bahan
kimia radioaktif yang diberi label dan telah disuntik kedalam aliran darah untuk
menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia
tersebut didalam tubuh dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran
darah, oksigen, metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak.
Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang
fisiologi dan neuro-kimiawi otak.
2) Transcranial Magnetic Stimulations (TMS), dikombinasikan dengan MRI, para
ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat
menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara
kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan
gangguan jiwa.
2. Penatalaksanaan non medis
Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat diberikan pada penderita Harga Diri
Rendah yaitu:
a. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan orang
lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien menarik diri,
klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi.
b. Therapy aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada klien harga diri
rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan stimulasi
atau diskusi untuk mengetahui pengalaman atau perasaan yang dirasakan saat
ini dan untuk membentuk kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan psikologi :
a. Pemeriksaan psikiatri
b. Pemeriksaan psikometri
2. Pemeriksaan lain jika diperlukan
Darah rutin, Fungsi hepar, Faal ginjal, Enzim hepar, EKG, CT scan, EEG.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

I. Prinsip tindakan keperawatan


Prinsip legal etis keperawatan meliputi (Utami, dkk, 2016):
1. Prinsip Otonomi (Autonomy)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri
atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga
diri dan martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif
yang dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk
melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas
bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-
sejelasnya bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat, tindakan,
urgensi dsb sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya
setelah mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
2. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan
dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak
boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong
menggunakan kursi roda.
3. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total care,
maka perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa membeda-
bedakan klien. Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri maka
perawat tidak perlu memandikannya lagi.
4. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan
tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan
saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi


kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
5. Prinsip mencegahpembunuhan (Avoiding Killing)
Perawat menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber
pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan
tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara
istrinya diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan untuk
tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa
Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU RI
memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
6. Prinsip Kesetiaan (Fidelity) Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada
komitmennya, menepati janji, menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga.
Kasus yang sering dihadapi misalnya perawat telah menyepakati bersama klien
untuk mendampingi klien pada saat tindakan PA maka perawat harus siap untuk
memenuhinya.
J. Komplikasi
Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain bisa mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.
K. Pengkajian Keperawatan yang diperlukan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan (Direja, 2011).
Data-data tersebut dikelompokan menjadi faktor predisposisi, presipitasi, penilaian,
terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimlilki klien. Data-data
yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan
data objektif. Data subjektif merupakan data yang disampaikan secara lisan oleh klien
maupun keluarga klien melalui proses wawancara. Sedangkan data objektif adalah data
yang ditemukan secara nyata pada klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung
oleh perawat. Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1. Keluhan utama atau alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit,
apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah ini.
2. Faktor presdisposisi
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria,
2013).

3. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktivitas (Fitria, 2013).
4. Konsep diri
a. Gambaran diri : Persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
b. Ideal diri : Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.
c. Harga diri : Penilai individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis sebagai seberapa perilaku dirinya dengan ideal diri.
d. Identitas : Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsentrasi, dan keunikan individu.
e. Peran : Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga(pelaku rawat).Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui
wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut (Nurhalimah, 2016) :
1. Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri?
2. Coba ceritakan apakah penilaian Anda terhadap diri sendiri mempengaruhi
hubungan Anda dengan orang lain?
3. Apa yang menjadi harapan Anda?
4. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
5. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
6. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?
L. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Ketidakefektifan mekanisme koping
2. Harga diri rendah.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan

M. Intervensi Keperawatan
Tindakan keperawatan harga diri rendah dilakukan terhadap pasien dan keluarga/
pelaku yang merawat klien. Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa,
Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum
menemui klien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami
pasien dan keluarga (Nurhalimah, 2016)
Setelah itu, perawat menemui pasienuntuk melakukan pengkajian dan melatih cara
untuk mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. Setelah perawat selesai melatih
pasien maka perawat kembali menemui dan melatih keluarga untuk merawat klien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasiendan tugas yang perlu
keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan
oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu
mengatasi harga diri rendah.
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
e. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
f. Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya
Tindakan Keperawatan:
a. Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

2) Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasienyang
disukai.
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini.
4) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
5) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan.
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien(buat
daftar kegiatan).
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif
setiap kali bertemu dengan klien.
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
2) Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien.
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah :
1) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
3) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
5) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
klien.
e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan
menyusun rencana kegiatan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

1) Berikesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.


2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
4) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan keluarga.
5) Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
6) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan klien.

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan Pasien Harga Diri Rendah


Keluarga diharapkan dapat merawat pasienharga diri rendah di rumah dan menjadi
sistem pendukung yang efektif bagi klien.
a. Tujuan: Keluarga mampu:
1) Mengenal masalah harga diri rendah
2) Mengambil keputusan untuk merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Memodifikasi lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien
5) Menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
b. Tindakan Keperawatan:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri
rendah dan mengambil keputusan merawat klien
3) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah
4) Membimbing keluarga merawat harga diri renda
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung meningkatkan harga diri klien
6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
3. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Pasien Harga Diri
Rendah
a. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila pasien dapat:
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah
b. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien(pengertian, tanda dan
gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasienuntuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi harga diri
rendah
6) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan
melakukan rujukan.
N. Daftar Pustaka
Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Fitria, Nita. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta :
Salemba Medika.
Halifah, Eka N. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A dengan Ganggian Konsep Diri:
Harga Diri Rendah. Diakses pada tanggal 1 Desember 2020 melalui halaman
http://repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20NUR%20HALIFAH%20BAB%20II.pdf.
Herman, Ade. 2011. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Keliat, B.A. dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
Jakarta : EGC.
Muhith. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
NANDA. 2015.Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.
Nurhalimah.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Indonesia
Telp. (0274) 4477701, 4477703, 4477704, Ext : 122, Fax. (0274) 4477702
Email: spmi@gunabangsa.ac.id Web: www.gunabangsa.ac.id

dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.


Utami, dkk. 2016. Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Wahyuni Sri Nurul. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai