Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teripang

Teripang atau dikenal pula dengan nama ketimun laut, sea cucumber

(Inggris), beche-de-mer (Perancis), trepang atau gamat (Malaysia) atau dalam

istilah pasaran internasional dikenal degan nama teat fish. Teripang merupakan

salah satu anggota hewan dari filum Echinodermata yang bertubuh lunak,

berdaging dan memiliki bentuk tubuh bervariasi. Bentuk tubuh teripang pada

umumnya adalah bulat memanjang (elongated cylindrical) dari mulut ke anus

sedangkan bentuk lainnya yaitu membulat, silindris atau segi empat. Sebagian

besar teripang berwarna hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan,

kekuning-kuningan sampai putih(27).

Teripang memiliki kaki tabung (tube feet) pada seluruh permukaan

tubuhnya(28). Kaki tabung pada bagian mulut bermodifikasi menjadi tentakel

bercabang. Tentakel tersebut dapat menjulur pada ujung anterior dan digunakan

untuk mengambil makanan berupa sisa-sisa pembusukan dari bahan-bahan

organik, organisme kecil, rumput laut dan plankton yang berada disekitarnya.

Pada beberapa jenis teripang, tentakel dilapisi oleh mukus lengket yang berfungsi

untuk memerangkap partikel makanan dari suspensi(29). Habitat hidup teripang

umumnya diperairan pantai. Bagian perairan yang jernih dan airnya relatif tenang

merupakan habitat yang paling disukai teripang. Teripang dapat dengan mudah

ditemukan di kedalaman 1-40 meter(27).

Secara morfologi, perbedaan antara jantan dan betina pada teripang tidak

5
6

jelas. Umumnya teripang berkelamin terpisah (dioceus), berproduksi secara

aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual pada teripang dilakukan dengan cara

membelah tubuh menjadi dua bagian (fission). Masing-masing bagian kemudian

akan tumbuh menjadi individu yang normal. Reproduksi seksual dilakukan secara

eksternal di kolom air laut yaitu dengan melepaskan sel kelamin jantan dan betina

ke dalam air laut sehingga terjadi pembuahan (28-30).

Identifikasi teripang dapat dilakkan secara makroskopis dan mikroskopis.

Identifikasi secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati morfologi

teripang yaitu variasi warna, bentuk tubuh, ada tidaknya kaki tabung, kelenjar

getah dan organ cuverian. Identifikasi mikroskopis dilakukan dengan pengamatan

spikula yang terdapat pada bagian dalam kulit teripang. Hal tersebut karena

spikula pada setiap jenis teripang memiliki bentuk yang khas dan berbeda antara

satu jenis dengan jenis lainnya(28).

Gambar 1. Morfologi Holothuria(31).

Dari berbagai jenis teripang, hanya tiga genus yang ditemukan di perairan

pantai Indonesia. Ketiga genus tersebut adalah Holothuria, Muelleria, Stichopus.

Dari ketiga genus tersebut ditemukan sebanyak 23 spesies dan baru lima spesies

(dari genus Holothuria) yang sudah diekploitasi dan dimanfaatkan serta


7

mempunyai nilai ekonomis penting. Secara garis besar klasifikasi pembagian

genus dan spesies teripang dalah sebagai berikut(27):

Famili Genus Spesies


Actinopyga atau Actinopyga miliaris
Muelleria Actinopyga lecanora
Actinopyga mauritiana
Actinopyga echinites
Holothuria scraba
Holothuria atau Holothuria nobilis
Holothuriidae Microthele Holothuria atra
Holothuria vagabunda
Holothuria impatiens
Holothuria edulis
Holothuria leucospilota
Holothuria marmorata
Holothuria verrucosa
Holothuria argus
Bohadschia argus
Bohadschia graeffei
Bohadschia
Sticopodidae Sticophus Stichopus chloronatus
Stichopus horrens
Stichopus hermanii
Thelenota Thelenota anax
Thelenota ananas
Gambar 2. Pembagian Genus dan Spesies Teripang(27).

II.1.1 Holothuria leucospilota Brandt

Holothuria leucospilota Brandt. merupakan salah satu jenis teripang yang

memiliki daerah persebaran terluas di wilayah Indo-Pasifik (23). Holothuria

leucospilota Brandt. termasuk kedalam Famili Holothuriidae yang merupakan

salah satu famili yang banyak terdapat pada daerah litoral perairan Indonesia (27).

Holothuria leucospilota Brandt. memiliki ukuran tubuh yang bervariasi hingga 40

cm. Bentuk tubuh bulat panjang silindris, warna tubuh umumnya bagian dorsal

hitam dan bagian ventral coklat tua kemerahan dengan batas warna yang jelas.

Kaki tabung berwarna hitam. Mulut terletak dibagian ventral anterior dengan
8

tentakel berbentuk perisai (peltate). Spikula dari dinding tubuh ventral dan dorsal

terdiri atas spikula bentuk meja(32-34). Bagian kaki tabung di bagian ventral

berfungsi untuk pergerakan dan dibagian dorsal terdapat papila sebagai alat

sensor. Saluran pencernaan memanjang dalam rongga tubuh dan terdapat saluran

respirasi. Habitat teripang adalah perairan pantai, mulai dari daerah pasang-surut

yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Sering ditemukan pada daerah

terumbu karang, lebih khusus lagi ditemukan didasar laut berpasir atau dibawah

bebatuan dengan kedalaman hingga 3 meter(35).

Menurut taksonominya, Teripang Holothuria leucospilota diklasifikasikan

dalam(35):

Kingdom : Animalia

Divisi : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirotida

Famili : Holothuriidae

Genus : Holothuria

Spesies : Holothuria leucospilota Brandt.

Gambar 3. Teripang Keling (Holothuria leucospilota)(36).


9

II.1.1.1 Manfaat dan Kandungan Teripang

Tursina (2011) menyatakan bahwa senyawa bioaktif merupakan senyawa

hasil metabolisme sekunder yang tidak memegang peranan penting bagi

metabolisme organisme yang bersangkutan. Senyawa bioaktif yang paling umum

ditemukan terkandung dalam teripang adalah triterpen glikosida. Penelitian

terdahulu telah menemukan pula kandungan berbagai jenis saponin didalam

teripang. Holothuria leucospilota diketahui mengandung saponin jenis Bivittoside

C-D, Desholothurin A (Nobiliside 2a), Fuscocineroside B/C, Holothurin A-B,

Holothurin B4, Holothurin B1, Holothurin B2, Holothurin B3, Holothurinoside E1,

Leucospilotaside A, dan Leucospilota C(38). Penelitian sebelumnya H. leucospilota

mengandung golongan senyawa steroid(18), triterpenoid(20,21), fenolik(22),

flavonoid(23), triterpen glikosida (saponin)(18). Teripang juga mengandung kolagen,

MPS (Mucopolysacharida), DHA (Docosahexaenoic acid), EPA

(Eicosapentaenoic acid). EPA dan DHA (Omega 3) merupakan asam lemak rantai

panjang yang banyak ditemukan pada satwa lautan. DHA dan EPA bermanfaat

untuk pertumbuhan otak dan melancarkan sirkulasi darah. EPA dan Omega 3

sebagai pelarut kolesterol sehingga mencegah penyakit jantung. DHA

menampakkan fungsinya ketika pembentukan otak janin. Kandungan nutrisi yang

ada dalam tubuh teripang meliputi protein 86,8%, kolagen 80,0%, mineral,

mukopolisakarida, Glucosaminoglycans (GAGs), antiseptik alamiah, chondroitin,

Omega-3, 6, dan 9 dan Asam amino(39).


10

CH2OH
CH 2OH
CH2
O
O O
O
O
O OH
OH
OCH3 O
O
HO
HO
OH OH
HOLOSTANOL
OH OH

QUINOVOSE METHYL-
GLUCOSE XYLOSE
GLUCOSE

O O
O O
OH O OH O

OH OH

CH2OH

O O O O O
OH OH
OH
O

HO SO2H2O
CH3
CH2 OH CH2OH CH2OH CH2OH CH3
OH O O
O O
O O O O
OH OH
OCH2 O O OCH2 O
O

HO HO HO HO
OH OH
OH OH OH OH

Gambar 4. Struktur Holothurin(38)

II.1.2 Simplisia

Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah bahan

alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga,

dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia terbagi menjadi 3 jenis, yaitu simplisia nabati, hewani dan mineral(40).

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman

dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar dari

tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat

yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa

zat kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni,

sedangkan simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah

atau belum, tidak berupa zat kimia murni(40).


11

II.1.3 Ekstraksi

Ekstraksi yaitu penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah

obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan akan

larut. Ekstrak merupakan sediaan sari pekat bahan alam yang diperoleh dengan

cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan pelarut

yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan

atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya(41).

Ekstraksi menurut sifat-sifatnya terbagi mejadi beberapa golongan, yaitu

ekstrak cair (extractum tanue), ekstrak kental (extractum spissum), dan ekstrak

kering. Ekstrak cair merupakan sediaan yang mempunyai konsistensi seperti madu

dan dapat dituang. Ekstrak kental merupakan sediaan yang liat pada kondisi

dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya sekitar 30%, sedangkan ekstrak

kering merupakan sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah

digosokkan, kandungan airnya tidak lebih dari 5%(42).

II.1.3.1 Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi adalah contoh ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan dengan

membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut dan diaduk pada temperatur

kamar. Proses ekstraksi dilakukan berulang kali dengan menggunakan pelarut

yang baru, kemudian hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu(43). Keuntungan

cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
12

sederhana dan mudah diperoleh. Namun, kerugiannya adalah pengerjaan yang

lama dan penyarian yang kurang sempurna(44).

II.1.4 Fraksinasi

Fraksinasi merupakan teknik pemisahan ekstrak yang masih kompleks

menjadi campuran yang lebih sederhana dalam bentuk fraksi-fraksi(45). Pemisahan

dan jenis senyawa menjadi fraksi yang berbeda tergantung pada jenis simplisia.

Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan masuk ke senyawa polar, begitu pula

senyawa yang bersifat nonpolar akan masuk ke senyawa nonpolar. Fraksinasi

menggunakan dua pelarut tak bercampur yang ditambahkan ke dalam ekstrak

yang dilakukan secara terus-menerus dengan menggunakan dua pelarut tak

bercampur yang kepolarannya semakin lama semakin menigkat. Fraksinasi dapat

memberikan pemisahan yang sangat baik, terutama untuk senyawa-senyawa yang

kelarutanya sangat berbeda(46). Teknik pemisahan biasanya dilakukan dengan

menggunakan corong pisah. Corong pisah digunakan untuk mengekstraksi

senyawa organik yang terlarut dalam suatu pelarut lainnya dan antara kedua

pelarut tidak saling melarutkan. Dengan demikian akan membentuk dua lapisan

dan senyawa organik yang diinginkan akan tertarik kepada pelarut yang

ditambahkan(47)

II.1.4.1 Pelarut Etil Asetat

Etil asetat adalah cairan jernih tak berwarna dan memiliki bau yang khas.

Etil asetat memilki rumus kimia CH3COOC2H5. Sementara itu bobot jenis etil

asetat adalah 0,900-0,903 pada suhu 200C(40,48). Menurut Dutia, etil asetat memiliki

aroma buah yang khas dengan berat molekul 88,10. Etil asetat sedikit larut dalam
13

air dan larut dalam sebagian besar pelarut organik seperti alkohol, aseton, eter dan

kloroform. Etil asetat merupakan pelarut dengan toksisitas rendah yang bersifat

semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun

nonpolar(49). Pelarut etil asetat merupakan pelarut yang digunakan untuk

mengekstrak senyawa dengan polaritas menengah, seperti flavonoid, fenolik, tanin

dan triterpenoid(26).

II.1.5 Epidemiologi Kecacingan

Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia. Saat ini

diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang (24% dari populasi dunia) terinfeksi oleh
(1)
parasit cacing . Masalah kecacingan merupakan masalah yang serius di

Indonesia. Angka infeksi cacing mencapai 28% dari penduduk Indonesia pada

tahun 2013(2). Kecacingan sering terjadi pada anak-anak, diperkirakan sekitar 600

juta anak usia sekolah beresiko tinggi terinfeksi parasit cacing di seluruh dunia(1).

Infeksi cacing umumnya terjadi di negara-negara berkembang, dimana

keadaan hidup dan pelayanan kesehatan masih kurang baik dan higienitas masih

belum memadai(50). Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan

(digestive), penyerapan (absorption) dan metabolisme makanan. Secara kumulatif

infeksi cacing dapat menimbulkan kurangnya gizi berupa kalori dan protein serta

kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan

gangguan tumbuh kembang(51).

II.1.6 Penyebab Kecacingan

Cacing penyebab infeksi pada manusia dapat dibagi menjadi dua filum

utama, yaitu Nemathelmintes atau cacing gelang dan Platyhelmintes atau cacing
14

pipih. Platyhelmintes terbagi menjadi dua kelas yaitu trematoda dan cestoda

sedangkan dikelas Nematoda yang ada didalam filum Nemathelmintes banyak

spesies cacing yang dapat menyebabkab penyakit pada manusia maupun hewan.

Cacing nematoda mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang, silindris,

tidak bersegmen dan bilateral simetris. Cacing ini memiliki rongga tubuh dan

tubuhnya tertutup oleh kutikulum. Alat pencernaannya sudah lengkap, tetapi

sistem saraf dan ekskresinya belum sempurna. Nematoda adalah cacing yang

uniseksual dengan alat reproduksi jantan dan betina terpisah.

Cacing cestoda mempunyai bentuk seperti pita, pipih dan mempunyai

banyak ruas (segmen). Cestoda memiliki alat pencernaan yang belum sempurna

dan tidak memiliki rongga tubuh. Kepala cacing cestoda mempunyai alat isap

untuk mnempel yang dilengkapi kait untuk menempel pada organ manusia atau

hewan yang menjadi hospes tempatnya hidup(52).

II.1.7 Infeksi Nematoda

Cacing nematoda yang menginfeksi manusia berdasarkan tempat hidupnya

ada yang hidup diusus, di dalam darah, di dalam saluran limfe atau di dalam

jaringan subkutan. Nematoda intestinal merupakan parasit cacing gelang dengan

tubuh yang tidak bersegmen dan hidup di dalam saluran cerna manusia.

Berdasarkan media penularannya, nematoda intestinal dibedakan menjadi dua

golongan yaitu soil-transmitted helminthes (STH) yang media penularannya

melalui tanah dan non STH yang media penularannya tidak melalui tanah (5).

Adapun yang termasuk kedalam golongan STH merupakan spesies nematoda

intestinal yang memerlukan perantara tanah untuk mencapai stadium infektif


15

dalam siklus hidupnya. Spesies dari nematoda intestinal yang hidup diusus halus

adalah Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus,

Strongyloides stercoralis, dan Trichinella spiralis sedangkan yang hidup didalam

sekum dan apendiks misalnya adalah Trichuris trichiura dan Enterobius

vermicularis. Infeksi nematoda (roundworm) yang sering terjadi pada manusia

adalah askariasis, infeksi cacing tambang, trikuriasis dan filariasis(52).

II.1.7.1 Ascaridia galli

II.1.7.1.1 Taksonomi

Menurut taksonominya, Ascaridia galli diklasifikasikan dalam(53):

Kingdom : Animalia

Divisi : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Ascaridida

Famili : Ascaridida

Genus : Ascaridia

Spesies : Ascaridia galli

II.1.7.1.2 Morfologi

Ascaridia galli merupakan parasit cacing gelang terbesar dalam filum

nematoda yang menginfeksi hewan unggas. Cacing dewasa menetap didalam

lumen usus. Tubuh cacing dewasa Ascaridia galli bersifat semitransparan,

silindris dan memiliki warna krem-putih. Sama seperti nematoda lainnya,

Ascaridia galli telah memiliki dismorfisme seksual yang berbeda antara jantan

dan betina(54,55).
16

Cacing betina berukuran 7,2 – 11,6 cm dan memiliki ujung posterior yang

lurus sedangkan cacing jantan berukuran 5,1-7,6 cm dan memiliki ujung posterior

yang melengkung. Kedua jenis kelamin memiliki mulut yang menonjol dengan

tiga bibir pada ujung anterior. Telur Ascaridia galli berbentuk oval, dengan

cangkang yang halus, memiliki ukuran panjang sekitar 73-92 µm dan lebar sekitar

45-57 µm(7,54). Morfologi Ascaridia galli dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Cacing Ascaridia galli(55)

II.1.7.1.3 Siklus Hidup

Siklus hidup Ascaridia galli melibatkan satu inang. Cacing dewasa hidup

di lumen usus halus sedangkan telur cacing akan keluar bersama tinja ayam. Telur

akan berkembang menjadi infektif dalam lingkungan yang optimal. Siklus hidup

dimulai ketika inang memakan/mencerna telur infektif dengan larva L3. Telur

yang infektif secara mekanik ditranspor ke proventrikulus dan tembolok lalu

semakin jauh ke duodenum, tempat telur menetas pada 24 jam pertama. Faktor

yang memicu telur untuk menetas adalah temperatur, tingkat karbondioksida dan

pH. Setelah menetas larva menanamkan dirinya pada lapisan mukosa usus halus

hingga menjadi dewasa(54).

Cacing dewasa menetap di lumen duodenum yang mana mereka

menetapdan memakan hasil pencernaan serta menghasilkan sejumlah besar telur


17

yang akan keluar bersama feses ke lingkungan eksternal sehingga siklus akan

terus berlangsung. Periode siklus hidup bervariasi dari 5-8 minggu(54).

Gambar 6. Siklus hidup Ascaridia galli(56)


II.1.7.1.4 Patogenesis

Ascaridia galli dapat ditemukan pada semua umur ayam tetapi paling

sering pada ayam berumur kurang dari 12 minggu. Ayam akan mengalami

gangguan pencernaan dan penyerapan nutrisi sehingga pertumbuhan terhambat.

Sayap ayam akan melemah dan terjadi penurunan berat badan yang berkaitan

dengan jumlah infeksi cacing dalam usus. Produksi telur ayam betina juga

mengalami penurunan(57,58).

Infeksi cacing Ascaridia galli pada fase migrasi kejaringan dapat

menimbulkan kerusakan yang parah pada intestinum. Migrasi ini terjadi dilapisan

mukosa intestinum sehingga dapat menyebabkan terjadinya enteritis hemoragika,

gangguan proses digesti serta penyerapan nutrisi yang dapat berpengaruh terhadap

kandungan eletrolit dan darah ayam sperti penurunan jumlah eritrosit dan

kenaikan nilai absolut sel eosinofil(57).

Manifestasi lain pada infeksi cacing ini yaitu perubahan perilaku seperti
18

mengonsumsi makan lebih banyak dan beraktivitas lebih sedikit. Infeksi

Ascaridia

mengonsumsi makan lebih banyak dan beraktivitas lebih sedikit. Infeksi

Ascaridia galli dalam jumlah besar menyebabkan kehilangan darah serta

menyebabkan obstruksi pada usus. Cacing dewasa pada kondisi infeksi berat

dapat berpindah ke oviduk dan ditemukan dalam telur ayam betina ataupun

terkadang cacing dewasa dapat ditemukan di feses ayam(57,58).

Perjalanan penyakit parasitik cacing Ascaridia galli biasanya berjalan

kronis sehingga menimbulkan gejala sakit yang perlahan atau subklinis(56).

Penyakit kecacingan jarang menyebabkan mortalitas akan tetapi lebih

menyebabkan morbiditas. Cacing parasitik bersifat sebagai organisme patogenik

dan beradaptasi sebagai parasit obligat yang kehidupannya sangat tergantung

kepada ketersediaan nutrisi pada inang definitif(59).

II.1.8 Infeksi Cestoda

Infeksi yang diakibatkan cestoda yang sering terjadi adalah infeksi

disalurancerna dan kista hidatid. Merupakan infeksi yang disebabkan Taenia

saginata (cacing pita sapi), Taenia solium (cacing pita babi) dan

Diphyllobothrium latum (cacing pita ikan). Cacing ini tersebar diseluruh dunia,

namun lebih sering terjadi pada daerah tropis dan sub-tropis. Cacing pita

merupakan parasit hermaprodit yang menempelkan tubuhnya pada mukosa

saluran cerna. Infeksi pada manusia terjadi melalui konsumsi daging sapi, daging

babi, atau ikan mentah kurang matang yang terkontaminasi larva cacing pita.

Infeksi juga dapat terjadi melalui minuman, buah dan sayuran yang dimasak
19

kuarang matang. Infeksi cacing ini umumnya asimtomatis, namun infeksi berat

menimbulkan mual, muntah, lemas, turunnya berat badan, sakit perut dan

diare(52,60).

II.1.8.1 Raillietina sp

II.1.8.1.1 Taksonomi

Menurut taksonominya, cacing pita diklasifikasikan dalam(60) :

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelmintes

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Famili : Davaineidae

Genus : Raillietina

Spesies : Raillietina sp

II.1.8.1.2 Morfologi

Raillietina sp. merupakan cacing pita ayam yang terpanjang, mecapai 25

cm dan lebar proglotitnya 1-4 mm, lebar skoleksnya 175-350 mikron dan

memiliki rostellum yang diameternya 200-300 mikron. Pada rostellumnya

terdapat 2 atau 3 barisan yang terdiri dari 90-120 duri yang panjangnya 6-8

mikron. Alat penghisapnya juga dilengkapi dengan 8-12 baris duri yang

panjangnya 308 mikron. Lubang kelaminnya biasanya unilateral, kadang-kadang

saja berselang seling tak teratur, letaknya didepan tengah-tengah sisi proglotid

yang matang. Terdapat 18-32 testes pada setiap ruas uterus berisi kapsul yang

masing-masing mengandung 6-12 telur yang berukuran 25-50 mikron(57,60).


20

Gambar 7. Cacing Raillietina sp.(dokumentasi pribadi)

II.1.8.1.3 Siklus Hidup

Cacing Raillietina sp. memiliki siklus hidup tidak langsung karena

membutuhkan inang perantara. Inang perantara Raillietina sp. yaitu Musca

domestica dan bangsa semut dari genus Tetramorium dan Pheidole. Salah satu

vektor dari insekta terbang ini yang menyebabkan cacing pita mudah menyebar

dan telur cacing pita mempunyai kemampuan yang hebat untuk menyesuaikan

diri. Larva Raillietina sp. dalam bentuk cysticercoid. Cysticercoid terbentuk

setelah telur masuk dan tercena dalam saluran pencernaan inang sementara. Telur

yang tertelan berubah menjadi larva, larva menembus dinding usus masuk

kerongga perut menjadi cysticercoid. Ayam terinfeksi cacing ini karena memakan

inang antara yang mengandung cysticercoid. Cysticercoid dan skolek mengalami

invaginasi, skolek keluar dari kista dan menempel didinding saluran usus.

Selanjutnya tebentuk leher dan segmen, cacing menjadi dewasa membutuhkan

waktu ± 14 hari. Masa prepaten pada ayam yaitu 13 hari sampai 3 minggu(60).

II.1.8.1.4 Patogenesis
21

Cacing yang hidup dalam saluran pencernaan akan mengambil makanan

dengan cara menyerap sari makanan dari induk semangnya pada mukosa usus.

Apabila tingkat infeksi cukup berat, induk semang akan mengalami hypoglicemia

dan hyperproteinemia yang nyata. Pada awal infeksi menempelkan kait pada

bagian rostellum dan sucker pada mukosa usus. Selama stadium awal, cacing

menggantung di dalam lumen sedangkan cacing dewasa ditemukan dibagian

posterior usus halus. Gejala klinis yang mudah dikenali hewan menunjukkan

nafsu makan menurun, selalu haus, lemah, lesu dan mudah lelah. Defisiensi

nutrien terutama protein dapat menyebabkan gangguan pertahanan tubuh sehingga

inang lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi yang berat pada ayam muda

menyebabkan kematian(60).

II.1.9 Antelmintik

Antelmintik adalah obat yang bekerja secara lokal untuk mengeluarkan

cacing dari saluran gastrointestinal ataupun secara sistemik untuk membasmi

cacing dewasa atau bentuk berkembangnya yang menyerang organ dan jaringan.

Secara umum obat-obat antelmintik bekerja dengan cara melumpuhkan parasit,

mengubah proses metabolisme seperti mempengaruhi fungsi mikrotubulus. Obat

antelmintik akan menjadi efektif apabila dapat menembus dengan cara

berpenetrasi melalui kutikulas cacing. Antelmintik diberikan secara oral, pada saat

makan atau sesudah makan. Beberapa antelmintik perlu diberikan bersama

pencahar. Albendazol atau mebendazol adalah obat pilihan untuk pengobatan

yang disebabkan oleh infeksi Ascaridia lumbricoides, sedangkan piperazin adalah

obat alternatifnya(10).
22

II.1.9.1 Albendazol

Albendazol merupakan obat cacing oral spektrum luas golongan

carbamate benzimidazol. Albendazol diserap dari usus dan dengan cepat

mengalami metabolisme di hati untuk mengaktifkan metabolit albendazol

sulfoxide, diperkirakan bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus

dalam nematoda, dan demikian mengurangi ambilan glukosa secara ireversibel.

Akibatnya, parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan.

Pembersihan parasit tersebut dari saluran cerna belum dapat menyeluruh hingga

beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga memiliki efek larvisid

(membunuh larva) serta efek ovisid (membunuh telur) pada askariasis.

Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai sekitar tiga jam setelah pemberian

dosis oral 400 mg dan waktu paruhnya selama 8-12 jam(10-12,61).

Albendazol bekerja dengan menghambat sintesis mikrotubulus.

Albendazol dapat digunakan untuk penyakit infeksi tunggal atau campuran yang

disebabkan oleh cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang,

dan cacing pita. Terapi albendazol untuk 1-3 hari hampir bebas dari efek samping

tetapi bisa juga menyebabkan nyeri epigastrium, diare, sakit kepala, gangguan

pada hati, mual, muntah, pusing, kelelahan dan insomnia. Penggunaan albendazol

jangka panjang dapat menyebabkan nyeri abdomen, sakit kepala, demam,

kelelahan dan alopecia. Albendazol tidak boleh diberikan pada pasien yang

memiliki hipersensitivitas terhadap golongan benzimidazol, obat-obatan ini juga


23

dikontraindikasikan bagi wanita hamil serta menyusui, penderita sirosis hati dan

keamanan pemakaian pada anak-anak dibawah umur 2 tahun belum dapat

dipastikan(11,12,61).

II.2 Landasan Teori

Holothuria leucospilota memiliki bioaktivitas yang tinggi dan perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai bahan baku obat(19). Berdasarkan

penelitian skrining fitokimia yang telah dilakukan pada spesies Holothuria

leucospilota Brandt. bahwa pada esktrak metanol teripang butoh keling

(Holothuria leucospilota) mengandung golongan senyawa steroid, triterpenoid,

flavonoid, triterpene glycoside (saponin) yang berpotensi sebagai antiinflamasi,

antibakteri dan antijamur(18); Pada penelitian Sari dkk (2015) dan Firdaus (2015)

fraksi etil asetat teripang butoh keling (Holothuria leucospilota) mengandung

golongan senyawa triterpenoid, flavonoid dan saponin. Ali et al., (2011)

menyatakan saponin yang berasal dari ekstrak Achillea Wilhelmsii C.Koch dan

Teucrium Stocksianum bersifat sitotoksik dan memiliki aktivitas anthelmintik

yang luas. Intannia dkk (2015) menyatakan golongan senyawa saponin, flavonoid

dan tanin pada daun ketepeng cina mempunyai daya antelmintik terhadap

Raillietina sp; Lee et al., (2008) (dalam Intannia dkk) mengatakan flavonoid

memiliki aktivitas antelmintik terhadap cacing gelang. Berdasarkan adanya

kandungan yang sama dengan beberapa tanaman tersebut pada fraksi etil asetat

teripang keling (Holothuria leucospilota Brandt.) diharapkan pada penelitian ini

memiliki daya sebagai antelimintik terhadap cacing Ascaridia galli dan

Raillietina sp.
24

II.3 Kerangka Konsep Penelitian

Variasi konsentrasi
teripang, yaitu; 50 µg/ml,
500 µg/ml dan 5000 µg/ml

Daya
Cacing Ascaridia galli
Antelmintik (kematian
dan Raillietina sp
cacing)

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian

II.4 Hipotesis Penelitian

Fraksi etil asetat ekstrak teripang keling (Holothuria leucospilota Brandt.)

yang diuji secara in vitro memiliki daya antelmintik pada cacing Ascaridia galli

dan Raillietina sp.

Anda mungkin juga menyukai