Anda di halaman 1dari 25

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

1. Konsep kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow yang atau disebut


dengan Hierarki kebutuhan dasar Maslow yang meliputi lima kategori
kebutuhan dasar, yaitu
a. Kebutuhan fisiologis (physiologic needs)
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar
bagi kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostatis tubuh.
Kebutuhan fisiologis ini mutlak harus terpenuhi, jika tidak dapat
berpengaruh terhadap kebutuhan lainnya. Kebutuhan fisiologis tersebut,
meliputi: oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur,
penanganan nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain-lain
(Budiono, 2016).
b. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs)
Kebutuhan dan keselamatan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, termal dan
bakteriologis. Kebutuhan akan kemanan terkait dengan konteks fisiologis
dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Dalam
konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti
kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah,
kemampuan memahami tingkah laku yang konsisten dengan orang lain,
serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan
cemas dan tidak aman (Budiono, 2016).
7

c. Kebutuhan cinta dan dicintai (love and beloging needs)


Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan saat seseorang
berkeinginan menjalin hubungan yang efektif atau hubungan emosional
dengan orang lain. Dorongan ini akan terus menekan seseorang
sedemikian rupa sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan perasaan saling mencintai dan memiliki tersebut.
Kebutuhan untuk dicintai atau memiliki adalah keinginan untuk
berteman,bersahabat, atau bersama-sama beraktivitas. Ini merupakan
identitas dan prestise untuk seseorang. Kebutuhan dimilki sangat penting,
artinya bagi seseorang yang ingin mendapatkan pengakuan. Kebutuhan
dicintai dan mencintai meliputi kebutuhan untuk memberi dan menerima
cinta serta kasih sayang, menjalani peran yang memuaskan, serta
diperlakukan baik (Budiono, 2016).
d. Kebutuhan harga diri (self-esteem needs)
Penghargaan terhadap diri sering merujuk pada penghormatan diri, dan
pengakuan diri. Untuk mencapai penghargaan diri, seseorang harus
menghargai apa yang telah dilakukannya dan apa yang akan
dilakukannya serta meyakini bahwa dirinya benar dibutuhkan dan
berguna (Budiono, 2016).
e. Kebutuhan aktualisasi diri (needs for self actualization)
Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkat kebutuhan yang paling tinggi
menurut Maslow dan Kalish. Aktualisasi diri adalah kemampuan
seseorang untuk mengatur diri dan otonominya sendiri, serta bebas dari
tekanan luar. Lebih dari itu, atualisasi diri adalah hasil dari kematangan
diri. Berdasarkan teori Abraham maslow aktulisasi diri, pada asumsi
dasar bahwa manusia pada hakikatnya memiliki nilai intrinsik berupa
kebaikan. dari sinilah manusia memiliki peluang untuk mengembangkan
dirinya. Dalam proses perkembangannya manusia dihadapkan pada dua
pilihan bebas, yakti pilihan untuk maju atau pilihan untuk mundur.
8

Pilihan-pilihan ini akan menentukan arah perjalanan hidup manusia


(Budiono, 2016).

2. Konsep Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri


Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue
(1989) (dalam buku Potter dan Perry, 2005) meringkaskan “melalui rasa nyaman
dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan. Perawat memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.” Berbagai teori keperawatan
menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan.
Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri. setiap
individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan
kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan
nyeri. Kolcaba mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi
kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebuthan
telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
atau nyeri).
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang
pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk mengatasi nyeri. Cara
pandang yang holistik ini menguatkan konsep Mahon (1994) (dalam buku Potter
dan Perry, 2005) yaitu harus memahami pengalaman nyeri sebagaimana nyeri itu
berlangsung. Dengan memahami nyeri dengan holistik, maka perawat dapat
mengembangkan strategi yang lebih baik pada penanganan nyeri yang berhasil
(1992, Potter dan Perry, 2005).
a. Pengertian nyeri
Nyeri Akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat, biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat
kurang dari 6 bulan, dan memiliki onset yang tiba-tiba, nyeri akut mungkin di
sertai respon fisik yang dapat di observasi, seperti peningkatan atau
9

penurunan tekanan darah, diaferosis, takikardia, takipnea, fokus pada nyeri,


melindungi bagian tubuh yang nyeri, respon kardiofaskular dan pernapasan
merupakan akibat stimulasi system saraf simpati sebagai sebagian dari
respon. (M. Black dan Hokanson Hawks, 2014).
Nyeri merupakan sensasi rasa diluar batas normal sehingga membuat subyek
merasa tidak nyaman.
Nyeri merupakan sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat (Tim Pokja SDKI PPNI Edisi 1, 2016).
Nyeri sangat tidak menyenangkan dan merupakan sensasi yang sangat
personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Namun nyeri adalah
konsep yang sulit untuk dikomunikasikan oleh seorang klien. Seorang
perawat tidak dapat merasa ataupun melihat nyeri yang dialami klien (Kozier
dan Erb, 2011).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan (Wiarto, 2017). The Internasional Association for
The Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri adalah pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau
ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri adalah suatu
gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan
komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).
Nyeri adalah sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respons individu terhdap sensori nyeri
beragam dan tidak bisa disamakan dengan orang lain (Sutanto, 2017).
b. Sifat nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat
berupa atau bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada
jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu (Mahon, 1994) (buku
Potter dan Perry, 2005). Mahon menemukan empat atribut pasti untuk
pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan,
10

merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tifak


berkesudahan (1992, Potter dan Perry, 2005). Mc Caffery mendefinisikan
nyeri sebagai “apapun pengalaman yang dikatakan seseorang, ada kapanpun
orang tersebut mengatakannya” (Kozier dan Erb, 2011).
c. Penyebab nyeri
Penyebab rasa nyeri dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu yang
berhubungan dengan fisik dan psikologis.
1) Nyeri fisik;
Nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya
serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf kinki terletak dan tersebar pada
lapisan kulit dan jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam.
Penyebab nyeri secara fisik yaitu akibat trauma (trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi
darah, dan lain-lain.
2) Nyeri psikologis;
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeru yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik (Andina dan Fitriana 2017).
d. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, dan berat ringannya
nyeri, dan waktu lamanya serangan.
1) Nyeri Berdasarkan Tempat
a) Pheriperalpain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh,
misalnya pada kulit atau mukosa;
b) Deep pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral;
c) Refered pain yaitu nyeri dalam yang disebabkan penyakit organ atau
struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah
yang berbeda, bkan daerah asal nyeri; dan
d) Central pain yaitu nyeri yang terjadi akibat rangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, hipotalamus, dan lain-lain.
11

2) Nyeri berdasarkan sifat


a) Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang;
b) Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu lama; dan
c) Paroxymal pain yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
sangat kuat. Nyeri ini biasanya menetap selama 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
3) Nyeri berdasarkan berat ringan
a) Nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah;
b) Nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi; dan
c) Nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas tinggi.
4) Nyeri berdasarkan lama waktu penyerangan
Berdasarkan lama penyerangan nyeri, maka dapat dibedakan antara nyeri
akut dengan nyeri kronis:
a) Nyeri akut;
Nyeri akut yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan.
b) Nyeri kronis;
Nyeri kronis merupakan nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan
(Andina dan Fitriana 2017).
5) Penilaian respon intensitas nyeri
a) Numeric Rating Scale
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numeric dari 0
hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas
nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.
12

Sumber: Sumber Wiarto 2017


Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri
Skala pada Numeric Rating Scale dan interpretasinya. Intensitas
nyeri pada skala 1-3 disebut nyeri ringan, 4-6 disebut nyeri sedang,
7-10 dikatakan nyeri amat berat.
b) Face Pain Rating Scale

Sumber: Kozier dan Erb(2011)


Gambar 2.2 Skala Peringkat Wajah
Selain menentukan intensitas nyeri, perlu di identifikasikan juga
onset, durasi, karakteristik, rasa nyerinya, seperti apakah nyerinya
tajam, tumpul, berdenyut, dll. Intensitas nyeri pada saat ada aktivitas
tubuh juga sebaiknya dinilai, misalnya pasien diminta menilai
nyerinya ketika dia batuk, bernafas dalam-dalam, atau berbaring.
6) Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
a) Etnik dan nilai budaya;
Latar belakang etink dan budaya merupakan faktor yang
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. sebagai
contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan
orang lain.
b) Tahap perkembangan;
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting
yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. dalam
hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri
13

yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini


dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Disisi lain,
prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit
akut dan kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri
tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan
menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
c) Lingkungan dan individu pendukung;
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat
memperberat nyeri. selain itu, dukungan dari keluarga dan orang
terdekat menjadi salah satu faktor penting mempengaruhi persepsi
nyeri individu.
d) Jenis kelamin;
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan
tersendiri.Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya
dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat tertentu.Penyakit yang
hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang
berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik
berperan dalam perbedaan jenis kelamin. Di beberapa kebudayaan
menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-
faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu
tanpa memperhatikan jenis kelamin.Meskipun penelitian tidak
menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mengekspresikan nyerinya. Pengobatan ditemukan lebih sedikit pada
perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa
sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik oploid lebih sering
sebagai pengobatan untuk nyeri (Haswita dan Sulistyowati, 2017).
14

Jenis kelamin menjadi faktor yang signifikan dalam respons nyeri,


pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan wanita.Di beberapa
budaya di Amerika Serikat, pria diharapkan lebih jarang
mengekspresikan nyeri dibandingkan wanita.Hal ini tidak berarti
bahwa pria jarang merasakan nyeri, hanya saja mereka jarang
memperlihatkan hal itu. Meskipun demikian, pemberi layanan
kesehatan yang memiliki nilai untuk bertahan dari nyeri tanpa
mengeluh akan melihat wanita sebagai “tukang mengeluh” dan
mungkin mengabaikan atau menyepelekan ekspresi nyeri mereka.
Baik laki-laki maupun perempuan dapat merasakan pengalaman
nyeri yang tidak perlu jika perawat tidak menyadari adanya bias
gender dalam mengekspresikan nyeri (M. Black dan Hokanson
Hawks, 2014).
e) Pengalaman nyeri sebelumnya;
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri
individu dan kepekaan terhadap nyeri. individu yang pernah
mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya
saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa
nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lainn yang belum
pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan
metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap
harapan individu terhadap penanganan nyeri saat itu.
f) Ansietas dan stres;
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman
yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau
peristiwa disekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.
sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu
mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan
rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri
mereka. (Kozier dan Erb, 2011)
15

7) Penatalaksanaan nyeri
a) Tindakan non farmakologis intervensi perilaku kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik:
(1) Bimbingan antisipasi;
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan
nyeri menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk
menghilangkan nyeri yang lain. Klien harus diberi penjelasan
tentang semua prosedur medis. Pengetahuan tentang nyeri
membantu klien mengontrol rasa cemas.
(2) Kompres panas dan dingin
Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta
ketika temperatur mereka berada antara 4◦-5◦C dari temperatur
tubuh.Reseptor-reseptor ini mudah beradaptasi, membutuhkan
temperatur untuk disesuaikan pada interval yang sering berkisar
tiap 5-15 menit.
Pemberian panas merupakan cara yang baik dalam menurunkan
atau meredakan nyeri sehingga disetujui termasuk kedalam
otonomi keperawatan. Kompres panas dapat diberikan dengan
menghangatkan peralatan (seperti bantal pemanas, handuk
hangat).
Kompres dingin juga dapat menurunkan atau meredakan nyeri,
dan perawat dapat mempertimbangakan metode ini.Es dapat
digunakan untuk mengurangi atau mengurangi nyeri dan untuk
mencegah atau mengurangi edema dan inflamasi (M. Black dan
Hokanson Hawks, 2014).
(3) Akupuntur
Akupuntur telah dipraktikan di buadaya asia selama berabad-
abad untuk mengurangi atau meredakan nyeri. Jarum metal yang
secara cermat ditusukan kedalam tubuh pada lokasi tertentu dan
pada kedalaman dan sudut yang bervariasi. Kira-kira terdapat
1000 titik akupuntur yang diketahui yang menyebar diseluruh
16

permukaan tubuh dalam pola yang dikenal sebagai meridian (M.


Black dan Hokanson Hawks, 2014).
(4) Akupresur
Akupresur adalah metode noninvasif dari pengurangan atau
peredaan nyeri yang berdasarkan pada prinsip
akupuntur.Tekanan, pijatan, atau stimulus kutaneus lainnya,
seperti kompres panas atau dingin, diberikan pada titik-titik
akupuntur (M. Black dan Hokanson Hawks, 2014).
(5) Napas dalam
Napas dalam untuk relaksasi mudah dipelajari dan berkontribusi
dalam menurunkan atau meredakan nyeri dengan mengurangi
tekanan otot dan ansietas (M. Black dan Hokanson Hawks,
2014).
(6) Distraksi;
Sistem aktivasi retikuler menghambat stimulus yang
menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori yang
cukup ataupun berlebihan. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin. Individu yang merasa bosan
atau diisolasi hanya memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga
ia mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut.
(7) Biofeedback ;
Merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan
individu informasi tentang respon fisiologis (misalnya: tekanan
darah atau ketegangan) dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut.
(8) Hipnotis diri;
Hipnotis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik,
hipnotis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang
perasaan yang rileks dan damai.
17

(9) Stimulasi kutaneus;


Stimulasi yang digunakan untuk menghilangkan nyeri. macam-
macam stimulasi kutaneus adalah massase, mandi air hangat,
kompres menggunakan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
(TENS).
b) Tindakan peredaan nyeri farmakologis
Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri.
semua agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat,
dalam penggunaan obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang
menerima terapi farmakologis. Analgesik merupakan metode yang
paling umum untuk mengatasi nyeri.

Tabel 2.1 Analgesik dan indikasi

Kategori Obat Indikasi

Analgesik Non Narkotik Nyeri operasi ringan demam


Asetamninofen (tyenol)
Asam asetilsalsilat (aspirin)

Nsaid Disminore
Ibuprofen (Motrin, Nuprin) Nyeri kepala vascular
Naproksen (Nasprosyn) Arthritis rheumatiod
Indometasin (Indocin) Cidera atletik jaringan lunak
Tolmetin (Tolectin) Gout
Piroksikam (Faldane) Nyeri pasca operasi
Katerolak (Toradol) Nyeri traumatik berat

Analgesik Narkotik Nyeri kanker (kecuali meperidin)


Meperidin (Damerol) Infark miokard
Metilmorfin (Kodein)
Morfin sulfat
Fentanil (Sublimaze)
Butofanol (Stadol)
Hidromorfin HCL (Dilaudid)

Adjuvan Cemas
Amitriptilin (Elavil) Depresi
Hidroksin (Vistaril) Mual
Klorpromazin ( Thorazine) Muntah
Diazepam (Valium)
Sumber: Potter dan Perry (2006).
18

8) Makna nyeri
Beberapa dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien lain,
bergantung pada keadaaan dan interpretasi klien mengenai makna nyeri
tersebut. Seseorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil
akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Misalnya,
seorang wanita yang melahirkan anak atau seorang atlet yang menjalanin
bedah lutut untuk memperpanjang karirnya dapat menoleransikan rasa
nyeridengan lebih baik karena manfaat yang dikaitkan dengan rasa nyeri
tersebut. Klien ini dapat memandang nyeri sebagai ketidaknyamanan
sementara dan bukan ancaman atau gangguan terhadap kehidupan sehari-
hari.
Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita. Mereka dapat berespons dengan putus asa, ansietas, dan
depresi karena mereka tidak dapat menghubungkan makna positif atau
tujuan nyeri. Dalam situasi ini, nyeri mungkin dilihat sebagai sebuah
ancaman bagi citra tubuh atau gaya hidup dan sebagai sebuah tanda
kemungkinan menjelang kematian (Kozier dan Erb, 2011).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan rasa nyaman nyeri, meliputi pengkajian
identitas pasien dan pengkajian nyeri.
a. Pengkajian identitas pasien
Data ini meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,
agama, alamat, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis. Sedangkan penanggung jawab dapat berupa keluarga, datanya:
nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat serta hubungan dengan klien.
b. Pengkajian nyeri
Pengkajian nyeri yang akurat sangat penting untuk penatalaksanaan nyeri
yang efektif. Nyeri adalah pengalaman subjektif dan dialami secara unik
oleh setiap individu, perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang
19

mempengaruhi pengalaman nyeri yaitu faktor fisiologi, psikologi,


perilaku, emosional, dan sosial budaya (Kozier dan Erb, 2011).
Pengkajian nyeri terdapat dua komponen utama yaitu: riwayat nyeri
untuk mendapatkan data diri klien dan observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objek subjek terhadap pengalaman subjektif.

Tabel 2.2 Pengkajian Karakteristik Nyeri

Nemorik untuk pengkajian nyeri


P Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicutimbulnya nyeri
Q Quality atau kualitas nyeri (mis: tumpul,tajam)
R Region atau daerah yaitu daerah perjalanan ke daerah lain
S Saferity atau keganasan atau intensitasnya
T Time atau waktu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab
Sumber: Mubarak (2008).

c. Riwayat nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri
dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan
membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia
berkoping terhdap situasi tersebut. Secara umum, pengkajian riwayat
nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
1) Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan
bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri, ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang
memiliki lebih dari satu sumber nyeri;
2) Intensitas nyeri. penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode
yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien.
Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentan 0-5 atau 0-
20

10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien;
3) Kualitas nyeri. terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul”
atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang
digunakan untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang
akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi
nyeriserta pilihan tindakan yang akan diambil;
4) Pola. Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau
interval nyeri. karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri
terakhir kali muncul;
5) Faktor presipitasi. Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. sebagai contoh, aktifitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional
juga dapat memicu munculnya nyeri;
6) Gejala yang menyertai. Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing,
dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau
oleh nyeri itu sendiri;
7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Dengan mengetahui sejauh
mana nyeri memperngaruhi aktivitas harian klien akan membantu
perawat memahami perspektif klaien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan
pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang, serta
status emosional;
8) Sumber koping. Setiap iindividu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadiapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama atau budaya; dan
9) Respon afektif. Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri, interpretasi
21

tentang nyeri, dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji


adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal
pada diri klien (Mubarak, 2008).

d. Observasi respons perilaku dan fisiologis


Banyak respons non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. salah
satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti
menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir
bawah, dan sering wajah dapat mengindikasikan nyeri. selain ekspresi
wajah, respons perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah
vokalisasi (misal: erengan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh
yang megalami nyeri, gerak tubuh tanpa tujuan (misal: menendang-
nendang, membolak-balikan tubuh diatas kasur), dll. Sedangkan respons
fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber peningkatan
tekanan darah, nadi, dan pernafasan, diaforsis, sertas dilatasi pupil akibat
terstimulusnya sistem syaraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri
berlangsung lama, dan syaraf simpatis telah beradaptasi, respons fisiologi
tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya,
penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respons fisiologis
sebab bisa jadi respons tersebut merupakan indikator buruk untuk nyeri
(Mubarak, 2018).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut M. Asikin dkk (2007) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan MCI yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokard (oklusi arteri koroner);
b. Resiko penurunan curah jantung berhuubungan dengan perubahan laju,
irama, dan konduksi elektrikal; dan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard.
22

Menurut Herdman (2015), diagnosis keperawatan yang muncul adalah:


a. Intoleransi aktivitas beruhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen;
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama jantung;
c. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan
infark miokardium; dan
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri.
Menurut tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2007 diagnosis yang muncul pada
kasus nyeri akut antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis,
inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (mis, terbakar,
bahan kimia iritan)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis, abses,
amputasu, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan).

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
1. Nyeri (akut) Manajemen Nyeri: Aromaterapi
berhubungan dengan Observasi: Dukungan hipnotis diri
agen pencedera fisiologis Mengidentifikasi lokasi,3. Dukungan pengungkapan
(iskemia). karakteristik, durasi, kebutuhan
Tujuan: frekuensi, kualitas, Edukasi efek samping obat
Setelah dilakukan asuhan intensitas nyeri Edukasi manajemen nyeri
keperawatan diharapkan Identifikasi skala nyeri Edukasi proses penyakit
nyeri klien berkurang Identifikasi respons nyeri Edukasi teknik nafas
dengan kriteria hasil non verbal Kompres dingin
sebagai berikut: Identifikasi faktor yang Kompres panas
Mampu mengontrol memperberat dan Konsultasi
nyeri memperingan nyeri Latihan pernafasan
Melaporkan nyeri Identifikasi pengetahuan Manajemen efek samping
berkurang dengan dan keyakinan tentang obat
menggunakan nyeri Manajemen kenyamanan
manajemen nyeri Identifikasi pengaruh lingkungan
23

budaya terhadap nyeri Manajemen medikasi


Identifikasi pengaruh Manajemen seadsi
nyeri pada kualitas hidup Manajemen terapi radiasi
Monitor keberhasilan Pemantauan nyeri
terapi kompementer yang Pemberian obat
sudah diberikan Pemberian obat intravena
Monitor efek samping Pemberian obat oral
penggunaan analgetik Pemberian obat topikal
Teraupetik: Pengaturan posisi
Berikan teknik Perawatan amputasi
nonfarmakologis untuk Perawatan kenyamanan
mengurangi rasa nyeri Teknik distraksi
(mis, TENS, hipnotis, Teknik imajinasi
akupresur, terapi musil terbimbing
dll.) Terapi akupresur
Kontrol lingkungan yang Terapi akupuntur
memperberat rasa nyeri Terapi bantuan hewan
(mis, suhu ruangan, Terapi humor
pencahayaan, Terapi murattal
kebisingan) Terapi musik
Fasilitasi istirahat dan Terapi pemijatan
tidur Terapi relaksasi
Pertimbangkan jenis dan Terapi sentuhan
sumber nyeri dalam Transcutaneous electrical
pemulihan strategi nerves stimulation (TENS)
meredakan nyeri
Edukasii:
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu
Pemberian Analgesik:
Observasi:
Identifikasi karakteristik
nyeri
Identifikasi riwayat
alergi obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik
Monitor adanya tanda-
tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Teraupetik:
24

Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
aploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi:
Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi:
Kolaborasikan
pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai
indikasi
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dari hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan mengingatkan status kesehatan pasien (Potter dan Perry,
2010).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses kontinu yang penting untuk
menjamin kualitas dan ketepatan tindakan keperawatan yang dilakukan dan
keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien selalu
berubah dengan cepat dan perencanaan pun selalu memerlukan revisi dan
25

pembaruan dengan menambahkan informasi klien yang berkembang


(Doenges,2012).
Menurut Dinarti dkk, (2013). Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyek, obyektif, assessment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan
keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assessment)
adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasanya ditulis dalam
bentuk masalah keperawatan). P (planning) adalah rncana keperawatan yang
akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana
kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

C. Tinjauan Konsep Penyakit


1. Definisi MCI
MCI disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu atau lebih
arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis (Doengoes,
2012). MCI merupakan suatu keadaan miokard yang disebabkan oleh tidak
adanya aliran darah yang cukup pada waktu yang berkelanjutan, sehingga
terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tersebut yang mengakibatkan
kematian jaringan miokard (Andina dan Fitriana 2017).
MCI merupakan keadaan pada miokard yang disebabkan oleh tidak
adanya aliran darah yang cukup pada waktu yang berkelanjutan, sehingga
terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tersebut yang mengakibatkan
kematian jaringan miokard, atau dengan kata lain kematian sel miokard
terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan (M. Asikin
dkk,2018).

2. Etiologi
MCI disebabkan oleh beberapa kelainan atau gangguan, yaitu dibagi
menjadi 2 yaitu:
26

a. Aterosklerosis dengan jenis trombosis dan penyumbatan arteri koroner


b. Non-aterosklerosis dengan jenis:
1) Oklusi koroner akibat vaskulitis;
2) Hipertrofi vemtrikel;
3) Penggunaan obat-obatan, misalnya kokain, amfetamin, dan efedrin;
4) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen;
5) Faktor yang menrunkan penghantaran oksigen, misalnya hipoksemia atau
anemia berat;
6) Diseksi aorta; dan
7) Arteritis.
MCI terjadi karena suplai darah ke otot jantung berkurang, sebagai akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri koronia. Faktor-faktor resiko penyakit
ini diantaranya adalah:
a. Faktor-faktor resiko besar
1) Usia;
2) Jenis kelamin;
3) Tekanan darah tinggi;
4) Hiperlipidemia; dan
5) Merokok.
b. Faktor-faktor resiko kecil:
1) Obesitas;
2) Kurang gerak;
3) Diabetes melitus;

3. Klasifikasi
a. MCI Subendokardial;
Ini terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatid menurun dalam
waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri
koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
pendarahan dan hipoksia (Rendi dan Margareth, 2012).
27

b. MCI Transmural;
Pada lebih dari 90% pasien MCI transmural berkaitan dengan terombosis
koroner. Trombosis sering terjadi didaerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosis (Rendi dan Margareth,2012).

4. Patofisiologi
MCI mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab
penurunan suplai mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena
aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus.
Penurunan aliran darah koroner juga bisa disebabkan oleh syok atau
perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
“Penyumbatan arteri koroner”, “serangan jantung” dan “infark
miokardium” mempunyai arti yang sama namun istilah yang paling disukai
adalah Infark Miokardium (MI). Di Amerika serikat, terjadi jutaan serangan
penyakit ini pertahun. MI dijelaskan lebih lanjut berdasarkan lokasi terjadinya
dinding miokard. Inferior (posterior) atau lateral. Meskipun ventrikel kiri
merupakan tempat cerdera yang paling sering ditemukan, namun ventrikel
kanan juga dapat mengalami infark. Diagnosis dibuat berdasarkan hasil EKG.
Tanpa memperhatikan lokasinya, tujuam terapi medis adalah mencegah dan
memperkecil nekrosis jaringan jantung (Chandrasoma dan Tylor, 2006).

5. Manifestasi Klinis
Banyak penelitian menjunjukan pasien dengan MCI biasanya pria atau
wanita diatas 40 tahun, dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh
koronernya, sering disertai hipertensi aterial. Serangan juga terjadi pada
wanita dan pria muda diawal 30 tahun atau bahkan 20 tahun. Wanita yang
memakai kontrasepsi pil dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi.
Namun secara keseluruhan, angka kejadian MCI pada pria lebih tinggi
dibandingkan wanita pada semua usia.
28

Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung secara terus menerus,


terletak dibagian bawah sternum dan perut atas adalah gejala utama yang
biasanya muncul. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan.
Rasa nyeri yang tajan dan berat, bisa menyebar kebahu dan lengan. Nyeri ini
muncul secara spontan dan mencakup selama beberapa jam sampai beberapa
hari dan tidak akan hilang dengan istirahat dan nitrogliserin. Nyeri disertai
dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan
(Chandrasoma dan Tylor, 2006).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG;
Pada infark, diawali dengan elevasi ST dan intervensi gelombang T, yang
akhirnya terjadi gangguan gelombang Q. Selain itu, infark dapat ditandai
dengan depresi segmen ST
b. Enzim jantung;
Peningkatan enzim jantung, misalnya teroponin, CK, CKMD, miogsslobin,
dan LDH.
c. Leukosit;
Pada awalnya, jumlah leukosit normal. Namun, akan meningkat dalam 2
jam dan memuncak dalam2-4 hari.
d. LED; dan
Meningkat dalam 3 hari dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
e. Pencitraan jantung
CT, PET, dan ekokardiografi.
29

Tabel 2.4 spesifik pada rekaman EKG infark miokard akut

Daerah infark Perubahan EKG


Anterior Elevasi segmen ST pada lead v3-v4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II,III,aVF

Inferior Elevasi segmen T pada local II,III,Afv, perubahan respirokal


(depresi ST) VI,V6 I- Avl

Lateral Elevasi segmen ST pada I,Avl,v5-v6

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II,II,aVF, terutama


gelombang R pada V1-v2

Ventrikel Perubahan gambaran dinding inferior


kanan

Sumber: (Aspiani, 2015).

7. Komplikasi
Pada kondisi ini dapat mengakibatkan sejumlah keadaan, komplikasi
yang sering muncul akibat MCI adalah:
a. Aritma;
b. Syok kardiogenik; dan
c. Perikarditis.

8. Diagnosis
Menurut M. Asikin dkk (2007) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan MCI yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokard (oklusi arteri koroner);
b. Resiko penurunan curah jantung berhuubungan dengan perubahan laju,
irama, dan konduksi elektrikal; dan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard.
30

9. Penatalaksanaan
Tujuan awal tata laksana MCI akut yaitu mengembalikan perfusi
miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan tata laksana
komplikasi. Tata laksana awal meliputi:
a. Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan
pemantauan saturasi oskigen
b. Mengurangi nyeri dada dengan
1) Nitrat;
2) Morfin;
3) NSAID;
c. Terapi fibrinolitik
Dengan pemberian tissue-type plasminogen activator (t-PA), serta aspirin
dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset gejala.
d. Modifikasi pola hidup
Setelah tata laksana awal dan stabilisai klien, tujuan berikutnya yaitu
mengembalikan aktivitas normal dan mencegah komplikasi jangka
panjang (M. Asikin dkk, 2018).

Anda mungkin juga menyukai