BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7) Penatalaksanaan nyeri
a) Tindakan non farmakologis intervensi perilaku kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik:
(1) Bimbingan antisipasi;
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan
nyeri menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk
menghilangkan nyeri yang lain. Klien harus diberi penjelasan
tentang semua prosedur medis. Pengetahuan tentang nyeri
membantu klien mengontrol rasa cemas.
(2) Kompres panas dan dingin
Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta
ketika temperatur mereka berada antara 4◦-5◦C dari temperatur
tubuh.Reseptor-reseptor ini mudah beradaptasi, membutuhkan
temperatur untuk disesuaikan pada interval yang sering berkisar
tiap 5-15 menit.
Pemberian panas merupakan cara yang baik dalam menurunkan
atau meredakan nyeri sehingga disetujui termasuk kedalam
otonomi keperawatan. Kompres panas dapat diberikan dengan
menghangatkan peralatan (seperti bantal pemanas, handuk
hangat).
Kompres dingin juga dapat menurunkan atau meredakan nyeri,
dan perawat dapat mempertimbangakan metode ini.Es dapat
digunakan untuk mengurangi atau mengurangi nyeri dan untuk
mencegah atau mengurangi edema dan inflamasi (M. Black dan
Hokanson Hawks, 2014).
(3) Akupuntur
Akupuntur telah dipraktikan di buadaya asia selama berabad-
abad untuk mengurangi atau meredakan nyeri. Jarum metal yang
secara cermat ditusukan kedalam tubuh pada lokasi tertentu dan
pada kedalaman dan sudut yang bervariasi. Kira-kira terdapat
1000 titik akupuntur yang diketahui yang menyebar diseluruh
16
Nsaid Disminore
Ibuprofen (Motrin, Nuprin) Nyeri kepala vascular
Naproksen (Nasprosyn) Arthritis rheumatiod
Indometasin (Indocin) Cidera atletik jaringan lunak
Tolmetin (Tolectin) Gout
Piroksikam (Faldane) Nyeri pasca operasi
Katerolak (Toradol) Nyeri traumatik berat
Adjuvan Cemas
Amitriptilin (Elavil) Depresi
Hidroksin (Vistaril) Mual
Klorpromazin ( Thorazine) Muntah
Diazepam (Valium)
Sumber: Potter dan Perry (2006).
18
8) Makna nyeri
Beberapa dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien lain,
bergantung pada keadaaan dan interpretasi klien mengenai makna nyeri
tersebut. Seseorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil
akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Misalnya,
seorang wanita yang melahirkan anak atau seorang atlet yang menjalanin
bedah lutut untuk memperpanjang karirnya dapat menoleransikan rasa
nyeridengan lebih baik karena manfaat yang dikaitkan dengan rasa nyeri
tersebut. Klien ini dapat memandang nyeri sebagai ketidaknyamanan
sementara dan bukan ancaman atau gangguan terhadap kehidupan sehari-
hari.
Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita. Mereka dapat berespons dengan putus asa, ansietas, dan
depresi karena mereka tidak dapat menghubungkan makna positif atau
tujuan nyeri. Dalam situasi ini, nyeri mungkin dilihat sebagai sebuah
ancaman bagi citra tubuh atau gaya hidup dan sebagai sebuah tanda
kemungkinan menjelang kematian (Kozier dan Erb, 2011).
c. Riwayat nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri
dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan
membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia
berkoping terhdap situasi tersebut. Secara umum, pengkajian riwayat
nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
1) Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan
bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri, ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang
memiliki lebih dari satu sumber nyeri;
2) Intensitas nyeri. penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode
yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien.
Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentan 0-5 atau 0-
20
10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien;
3) Kualitas nyeri. terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul”
atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang
digunakan untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang
akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi
nyeriserta pilihan tindakan yang akan diambil;
4) Pola. Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau
interval nyeri. karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri
terakhir kali muncul;
5) Faktor presipitasi. Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. sebagai contoh, aktifitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional
juga dapat memicu munculnya nyeri;
6) Gejala yang menyertai. Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing,
dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau
oleh nyeri itu sendiri;
7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Dengan mengetahui sejauh
mana nyeri memperngaruhi aktivitas harian klien akan membantu
perawat memahami perspektif klaien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan
pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang, serta
status emosional;
8) Sumber koping. Setiap iindividu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadiapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama atau budaya; dan
9) Respon afektif. Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri, interpretasi
21
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut M. Asikin dkk (2007) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan MCI yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokard (oklusi arteri koroner);
b. Resiko penurunan curah jantung berhuubungan dengan perubahan laju,
irama, dan konduksi elektrikal; dan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard.
22
Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
aploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi:
Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi:
Kolaborasikan
pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai
indikasi
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dari hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan mengingatkan status kesehatan pasien (Potter dan Perry,
2010).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses kontinu yang penting untuk
menjamin kualitas dan ketepatan tindakan keperawatan yang dilakukan dan
keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien selalu
berubah dengan cepat dan perencanaan pun selalu memerlukan revisi dan
25
2. Etiologi
MCI disebabkan oleh beberapa kelainan atau gangguan, yaitu dibagi
menjadi 2 yaitu:
26
3. Klasifikasi
a. MCI Subendokardial;
Ini terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatid menurun dalam
waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri
koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
pendarahan dan hipoksia (Rendi dan Margareth, 2012).
27
b. MCI Transmural;
Pada lebih dari 90% pasien MCI transmural berkaitan dengan terombosis
koroner. Trombosis sering terjadi didaerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosis (Rendi dan Margareth,2012).
4. Patofisiologi
MCI mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab
penurunan suplai mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena
aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus.
Penurunan aliran darah koroner juga bisa disebabkan oleh syok atau
perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
“Penyumbatan arteri koroner”, “serangan jantung” dan “infark
miokardium” mempunyai arti yang sama namun istilah yang paling disukai
adalah Infark Miokardium (MI). Di Amerika serikat, terjadi jutaan serangan
penyakit ini pertahun. MI dijelaskan lebih lanjut berdasarkan lokasi terjadinya
dinding miokard. Inferior (posterior) atau lateral. Meskipun ventrikel kiri
merupakan tempat cerdera yang paling sering ditemukan, namun ventrikel
kanan juga dapat mengalami infark. Diagnosis dibuat berdasarkan hasil EKG.
Tanpa memperhatikan lokasinya, tujuam terapi medis adalah mencegah dan
memperkecil nekrosis jaringan jantung (Chandrasoma dan Tylor, 2006).
5. Manifestasi Klinis
Banyak penelitian menjunjukan pasien dengan MCI biasanya pria atau
wanita diatas 40 tahun, dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh
koronernya, sering disertai hipertensi aterial. Serangan juga terjadi pada
wanita dan pria muda diawal 30 tahun atau bahkan 20 tahun. Wanita yang
memakai kontrasepsi pil dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi.
Namun secara keseluruhan, angka kejadian MCI pada pria lebih tinggi
dibandingkan wanita pada semua usia.
28
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG;
Pada infark, diawali dengan elevasi ST dan intervensi gelombang T, yang
akhirnya terjadi gangguan gelombang Q. Selain itu, infark dapat ditandai
dengan depresi segmen ST
b. Enzim jantung;
Peningkatan enzim jantung, misalnya teroponin, CK, CKMD, miogsslobin,
dan LDH.
c. Leukosit;
Pada awalnya, jumlah leukosit normal. Namun, akan meningkat dalam 2
jam dan memuncak dalam2-4 hari.
d. LED; dan
Meningkat dalam 3 hari dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
e. Pencitraan jantung
CT, PET, dan ekokardiografi.
29
7. Komplikasi
Pada kondisi ini dapat mengakibatkan sejumlah keadaan, komplikasi
yang sering muncul akibat MCI adalah:
a. Aritma;
b. Syok kardiogenik; dan
c. Perikarditis.
8. Diagnosis
Menurut M. Asikin dkk (2007) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan MCI yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokard (oklusi arteri koroner);
b. Resiko penurunan curah jantung berhuubungan dengan perubahan laju,
irama, dan konduksi elektrikal; dan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard.
30
9. Penatalaksanaan
Tujuan awal tata laksana MCI akut yaitu mengembalikan perfusi
miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan tata laksana
komplikasi. Tata laksana awal meliputi:
a. Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan
pemantauan saturasi oskigen
b. Mengurangi nyeri dada dengan
1) Nitrat;
2) Morfin;
3) NSAID;
c. Terapi fibrinolitik
Dengan pemberian tissue-type plasminogen activator (t-PA), serta aspirin
dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset gejala.
d. Modifikasi pola hidup
Setelah tata laksana awal dan stabilisai klien, tujuan berikutnya yaitu
mengembalikan aktivitas normal dan mencegah komplikasi jangka
panjang (M. Asikin dkk, 2018).