Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam
Teori Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki
lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga
diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Perry, 1997).
1. Ciri-Ciri Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap
orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi
terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebutpun ikut berbeda.
Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras
dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Dasar Manusia


Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai
berikut:
a. Penyakit
Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan
pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis,
karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.

b. Hubungan keluarga
Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan
kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.

6
7

c. Konsep diri
Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan
dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan kebutuhan
(wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan
perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang
dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan, dan
mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah
memenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Tahap perkembangan
Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami
perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki
kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh
mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

3. Pendapat Beberapa Ahli Tentang Model Kebutuhan Dasar Manusia


Berikut akan dijelaskan singkat pendat beberapa ahli tentang model
kebutuhan dasar manusia.

a. Virginia Henderson
Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) membagi
kebutuhan dasar manusia ke dalam komponen berikut:
1) Bernapas secara normal.
2) Makan dan minum yang cukup.
3) Eliminasi (buang air besar dan kecil).
4) Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.
5) Tidur dan istirahat.
6) Memilih pakaian yang tepat.
7) Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi
lingkungan.
8

8) Menjaga kebersihan diri dan penampilan.


9) Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari
membahayakan orang lain.
10) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan
emosi, kebutuhan, kekhwatiran, dan opini.
11) Beribadah sesuai dengan agaman dan kepercayaan.
12) Bekerja sedemikian rupa sebagai modal membiayai kebutuhan
hidup.
13) Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.
14) Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang
mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan
penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

b. Jean Watson
Jean Watson dalam B. Talento (1995) membagi kebutuhan dasar
manusia ke dalam dua peringkat utama, yaitu kebutuhan yang
tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi (higher order needs). Pemenuhan
kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu
upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap
kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain,
dan semuanya dianggap penting.

c. Abraham Maslow
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow dalam Potter dan Perry (1997) dapat
dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia
sebagai berikut.
1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman), nutrisi
9

(makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat


tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.

2) Kebutuhan rasa aman dan perilindungan


Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi
perlindungan fisik dan perlindungan psikologis.
a) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman
terhadap tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa
penyakit, kecelakaa, bahaya dari lingkungan dan
sebagainya.

b) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman


dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya,
kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah
pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk
berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya.

3) Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, antara


lain memberi dan menerima kasih sayang, medapat kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan
sebagainya.

4) Kebutuhan akan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh


orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk
mendapat kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan
kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan
pengakuan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi
dalam hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi
pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
10

B. KONSEP DASAR RISIKO PERILAKU KEKERASAN


1. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal.
Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri dan risiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain(NANDA,2016 ). NANDA (2016) menyatakan bahwa risiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang
rentan dimana seorang individu bisa menunjukkan atau
mendemonstrasikan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri,
baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang sama juga
berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain, hanya saja
ditujukan langsung kepada orang lain (Sutejo, 2017).

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang


bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Sujono & Teguh, 2009).Perilaku kekerasan adalah perasaan marah,
jengkel, emosi, kecewa yang timbul dengan ditandai dengan mengepal
tangan, mata melotot, pandangan tajam, bicara keras dan kasar yang
dapat mengakibatkan tindakan membahayakan baik diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Ridhayalla, 2015).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan


suatu bentuk perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
yang ditandai dengan mengepal tangan, mata melotot, pandangan
tajam, bicara keras dan kasar.

2. Rentang Respon
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari rentang respon
marah yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan
11

jengkel yang timbul sebagai respons terhadap ansietas (kebutuhan


yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart&Laraia,
2005). Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptive
yang ditandai dengan dengan perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat dan merupakan bentuk perilaku destruktif yang tidak dapat
dikontrol (Yosep,2009). Hal ini disertai dengan hilangnya control di
mana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Berikut ini merupakan beberapa istilah perilaku kekerasan:

Respon adaptif Respon maladaptif

asertif frustasi pasif agresif amuk

skema 1: Rentang Respon Marah (Nurhalimah, 2016).

Keterangan (Sutejo, 2017):

a. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi
Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terlambat.
c. Pasif
Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif
Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
e. Amuk
Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.
12

Perbandingan antara Perilaku Asertif, Pasif, dan agresif/kekerasan


(Nita, 2009)

Pasif Asertif Agresif


Isi Negative dan Positif dan Menyombongkan
Pembicaraan merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contoh perkataan: contoh orang lain, contoh
‘’Dapatkah saya?’’ perkataannya: perkataannya:
‘’ Dapatkah kamu?’’ ‘’ saya dapat …’’ ‘’Kamu selalu …’’
‘’ saya akan …’’ ‘’Kamu tidak
pernah …’’

Tekanan Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot


Suara mengeluh
Posisi Badan Menundukkan kepala Tegap dan santai Kaku, condong
kedepan
Jarak Menjaga jaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap acuh/ jarak yang nyaman akan menyerang
mengabaikan orang lain

Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi


tenang menyerang

Kontak Mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan


tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan
13

3. Psikodinamika
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptive yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan. Amuk adalah respons marah terhadap adanya stress,
rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan.

Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.


Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak
diri sendiri, sedangkan secara eksternal dapa berupa perilaku destruktif
agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu
mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang.

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan


menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan
tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf, 2015).

4. Penatalaksanaan dan Terapi


a. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi yang dilakukana dengan melakukan
berbagai pendekatan penanganan pada klien gangguan jiwa. Terapi
modalitas menekankan potensi yang dimiliki klien (modality)
sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Terapi ini juga
didefinisikan sebagai suatu pendekatan penanganan klien dengan
berbagai gangguan jiwa yang bertujuan mengubah perilaku klien
dengan gangguan jiwa dengan perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif (Sutejo, 2017).
14

b. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian (Ridhayalla, 2015):
1) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari pengunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
10) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah: bawa
klien ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam,
lakukan fiksasi sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan

c. Terapi Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien, karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain (Marni,
2015). Salah satu terapi kelompok yang bisa dilakukan adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan
adalah upaya yang dilakukan untuk memfasilitasi klien untuk dapat
mengontrol perilaku kekerasannya kearah yang konstruktif.
15

Dalam terapi aktivitas kelompok perilaku kekerasan dibagi


menjadi lima sesi, yaitu:
1. Sesi 1: mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Sesi 2: mencegah perilaku kekerasan fisik.
3. Sesi 3: mencegah perilaku kekerasan sosial.
4. Sesi 4: mencegah perilaku kekerasan spiritual.
5. Sesi 5:mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat.

C. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga (Nurhalimah, 2016).
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat
disebabkan oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang
melatarbelakangi) munculnya masalah dan faktor presipitasi
(faktor yang memicu adanya masalah) (Sutejo, 2017).
1) Faktor Biologis
a) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

b) Teori psikomati (Psycomatic theory)


Pengalaman marah diakibatkan oleh respons psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga,
system limbic memiliki peran sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

2) Faktor Psikologis
a) Teori agresif frustasi (Frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila
16

keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau


terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.

b) Teori perilaku (Behaviororal theory)


Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini
dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang
mendukung. Reinforcement yang diterima saat melakukan
kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun
di luar rumah.

c) Teori eksistensi (Existensial thepry)


Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui
perilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor
dapat disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stressor yang
berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian,
dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa,
kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai, ketakutan terhadap
penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan
yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan,
dapat memciu perilaku kekerasan (Sutejo,2017).
17

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan klien
dan didukung dengan hasi obeservasi (Sutejo,2017).
a. Data Subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
4) Ungkapan perasaan tidak berguna
5) Ungkapan perasaan jengkel
6) Ungkapan adanya keluhan fisik: berdebar-debar, merasa
tercekik, dada sesak, dan bingung.

b. Data Objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul beda/orang lain

3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman (Ridhyalla, 2015).
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
18

a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahan pada objek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuan adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang
tidak baik. Missal seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa
ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.

c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Missal seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukai. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterima sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekan dan akhirnya ia dapat melupakan.

d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
19

e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

4. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah etiologi

(Yusuf,2015)

5. Diagnose Keperawatan (Yusuf, 2015)


a. Resiko perilaku kekerasan
b. Harga diri rendah
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
6. Perencanaan Keperawatan
Rencana intervensi keperawatan disesuaikan dengan diagnose keperawatan yang muncul setelah melakukan pengkajian
dan rencana intervensi keperawatan dilihat pada tujuan khusus (Yosep,Iyus, 2007).

Diagnosa Perencanaan
Keperawan Tuk/Tum Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Risiko perilaku TUM: pasien menunjukkan tanda-tanda Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayaan dari pasien
kekerasan Klien dan keluarga dapat membina hubungan saling prinsip komunikasi terapeutik: merupakan hal yang
mampu mengatasi percaya dengan perawat yaitu: 1. Sapa pasien dengan ramah baik akan memudahkan
atau mengendalikan 1. Ekspersi waja bersahabat verbal maupun non verbal perawat dalam
risiko perilaku 2. Pasien menunjukkan rasa 2. Perkenalkan diri dengan sopan melakukan pendekatan
kekerasan senang 3. Tanyakan nama lengkp pasien dan keperawatan atau
3. Pasien bersedia berjabat nama panggilan intervensi selanjutnya
TUK 1: tangan 4. Jelaskan tujuan pertemuan terhadap pasien
Klien dapat membina 4. Pasien bersedia menyebut 5. Jujur dan menepati janji
hubungan saling nama 6. Tunjukan sifat empati dan menerima
percaya 5. Ada kontak mata pasien apa adanya
6. Pasien bersedia duduk 7. Beri perhatian pada pemenuhan
berdampingan dengan perawat kebutuhan dasar pasien
7. Pasien bersedia mengutarakan

20
21

masalah yang dihadapinya

TUK 2: 1. Menceritakan penyebab 1. Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme


Klien dapat perilaku kekerasan yang perasaan marahnya: koping yang dimiliki
mengidentifikasi dilakukannya a. Diskusikan bersama klien untuk oleh klien dalam
penyebab perilaku 2. Menceritakan penyebab menceritakan penyebab rasa menghadapi masalah.
kekerasan yang perasaan jengkel/kesal, baik dari kesal atau jengkelnya Selain itu, juga sebagai
dilakukannya diri sendiri maupun b. Dengarkan penjelasan klien langkah awal dalam
lingkungannya tanpa menyela atau memberi menyususn strategi
penilaian terhadap setiap berikutnya
ungkapan perasaan klien
TUK 3 : Kriteria evaluasi : Membantu klien mengungkapkan tanda- Deteksi dini dapat
Klien dapat Setelah 3x intervensi, klien dapat tanda perilaku kekerasan yang mencegah tindakan yang
mengidentifikasi menceritakan tanda-tanda perilaku dialaminya: bisa membahayakan
tanda-tanda perilaku kekerasan secara : 1. Diskusikan dan motivasi klien klien dan lingkungan
kekerasan yang a. Fisik: mata merah, tangan untuk menceritakan kondisi fisik sekitar.
dilakukannya. mengepal, ekspresi tegang, dan saat perilaku kekerasan terjadi.
lain-lain. 2. Diskusikan dan motivasi klien
b. Emosional : perasaan marah, untuk menceritakan kondisi fisik
jengkel, bicara kasar. saat perilaku kekerasan terjadi.
22

c. Social : bermusuhan yang 3. Diskusikan dan motivasi klien


dialami saat terjadi perilaku untuk menceritakan kondisi
kekerasan. emosinya saat terjadi perilaku
kekerasan.
4. Diskusikan dan motivasi klien
untuk menceritakan kondisi
psikologis saat terjadi perilaku
kekerasan.
5. Diskusikan dan motivasi klien
untuk menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lain saat
terjadi perilaku kekerasan.
TUK 4 : Kriteria evaluasi: Diskusikan dengan klien seputar Melihat mekanisme
Klien dapat Setelah 3x intervensi, klien perilaku kekerasan yang dilakukannya koping klien dalam
mengidentifikasi menjelaskan : selama ini. menyelesaikan masalah
jenis perilaku a. Jenis-jenis ekspresi kemarahan 1. Diskusikan dengan klien seputar yang dihadapi.
kekerasan yang yang selama ini telah dilakukan perilaku kekerasan yang
pernah dilakukan. nya. dilakukannya selama ini.
b. Perasaannya saat melakukan 2. Motivasi klien menceritakan jenis-
kekerasan. jenis tindak kekerasan yang selama
23

c. Efektifitas cara yang dipakai ini pernah dilakukannya.


dalam menyelesaikan masalah. 3. Motivasi klien menceritakan
perasaan klien setelah tindak
kekerasan tersebut terjadi.
4. Diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yang dilakukannya,
masalah yang dialami teratasi.
TUK 5: Klien dapat menjelaskan akibat Diskusikan dengan klien akibat negative Membantu klien melihat
Klien dapat yang timbul dari tindak kekerasan atau kerugaian dari cara atau tindakan dampak yang
mengidentifikasi yang dilakukan: kekerasan yang dilakukan: ditimbulkan akibat
akibat dari perilaku a. Diri sendiri: luka, dijauhi a. Diri sendiri perilaku kekerasan yang
kekerasan teman,dll. b. Orang lain/keluarga dilakukan
b. Orang lain/keluarga: luka, c. Lingkungan
tersinggung, ketakutan,dll
c. Lingkungan: barang tau benda-
benda rusak,dll
TUK 6: Klien dapat menjelaskan cara-cara Diskusikan dengan klien seputar: Menurunkan perilaku
Klien dapat sehat dalam mengungkapkan 1. Apakah klien mau mempelajari yang destruktif yang
mengidentifikasi cara marah: cara baru mengungkapkan marah berpotensi mencederai
kontruksi atau cara- a. cara fisik: nafas dalam, pukul yang sehat klien dan lingkungan
24

cara sehat dalam bantal atau kasur, olahraga 2. Jelaskan berbagai alternative sekitar
mengungkapkan b. verbal: mengungkapkan bahwa pilihan untuk mengungkapkan
kemarahan dirinya sedang kesal kepada kemarahan selain perilaku
orang lain kekerasan yang diketahui klien
c. sosial: latihan asertif dengan 3. Jelaskan cara-cara sehat untuk
orang lain mengunkapkan kemarhaan
d. spiritual: doa, dzkir,
meditasi,dsb sesuai dengan
keyakinan agamanya masing-
masing
TUK 7: Klien dapat memperagakan cara 1. Diskusikan cara yang mungkin keinginan untuk marah
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dipilih serta anjurkan klien yang bisa diprediksi
mendemonstrasikan secara fisik, verbal, dan spiritual memilih cara yang mungkin waktunya serta siapa
cara mengontrol diterapkan untuk mengungkapkan yang akan memicunya
perilaku kekerasan kemarahannya meningkatkan
2. Latih klien memperagakan cara kepercayaan diri klien
yang dipilih dengan melaksanakan serta asertifitas klien
cara yang dipilih sangat marah/jengkel
3. Jelaskan manfaat cara tersebut
4. Anjurkan klien menirukan
25

peragaan yang sudah dilakukan


5. Beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih belum
sempurna
6. Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih secara
marah/jengkel
TUK 8: Keluarga mampu: 1. Diskusikan pentingnya peran serta Keluarga merupakan
Klien mendapat a. menjelaskan cara merawat klien keluarga sebagai pendukung klien system pendukung
dukungan keluarga dengan risiko perilaku dalam mengatasi risiko perilaku utama bagi klien dan
untuk mengontrol kekerasan kekerasan merupakan bagian
risiko perilaku b. mengungkapkan rasa puas 2. Diskusikan potensi keluarga untuk penting dari rehabilitasi
kekerasan dalam merawat klien dengan membantu klien mengatasi klien
risiko perilaku kekerasan perilaku kekerasan
3. Jelaskan pengertian, penyebab,
akibat, dan cara merawat klien
risiko perilaku kekerasan yang
dapat dilaksankan oleh kelaurga
4. Peragakan cara merawat klien
5. Beri kesempatan keluarga untuk
26

memperagakan ulang cara


perawatan terhadap klien
6. Beri pujian kepada keluarga
setelah peragaan
7. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
TUK 9: Klien bisa menjelaskan: 1. Jelaskan manfaat menggunakan Menyukseskan program
Klien menggunakan a. manfaat minum obat obat secara teratur dan kerugian pengobatan klien
obat sesuai program b. kerugian tidak minum obat jika tidak menggunakan obat
yang telah ditetapkan c. nama obat 2. Jelaskan kepada klien: Obat dapat mengontrol
d. bentuk dan warna obat a. jenis obat (nama, warna, dan risiko perilaku
e. dosis yang diberikan bentuk obat) kekerasan klien dan
kepadannya b. dosis yang tepat untuk klien dapat membantu
f. waktu pemakaian c. waktu pemakaian penyembuhan klien
g. cara pemakaian d. cara pemakaian
h. efek yang dirasakan e. efek yang akan diraskan klien Mengontrol kegiatan
i. klien menggunakan obat sesuai 3. Anjurkan klien untuk: klien minum obat dan
program a. Minta dan menggunakan obat mencegah klien putus
tepat waktu obat
27

b. Lapor ke perawat/dokter jika


mengalami efek yang tidak
biasa
4. Beri pujian terhadap kedisiplinan
klien menggunakan obat
7. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan
perilaku kekerasan dilakukan secara interaksi dalam melakukan
tindakan keperawatan (Marni, 2015). Perawat dapat
mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
manajemen perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang
intervensi keperawatan (Yosep,Iyus, 2007).

Jenis tindakan pada pelaksanaan keperawatan ini terdiri dari tindakan


mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi, dan tindakan rujukan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan.
a. Tahap Komunikasi
Menurut Stuart (2016) bahwa dalam pelaksanaan proses
komunikasi terapeutik, dibagi menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap Prainteraksi
Tahap ini dimulai sebelum kontak pertama perawat dengan
klien. Salah satu tugas awal perawat adalah mengeksplorasi
diri, hal ini sangatlah dibutuhkan agar pelaksanaan interaksi
berjalan dengan baik. Analisis diri perawat dalam fase ini
adalah tugas yang penting. Tugas lain pada fase ini adalah
pengumpulan data tentang klien apabila tersedia informasi dan
perencanaan intraksi pertama.

2) Tahap Perkenalan atau Orientasi


Selama tahap perkenalan, perawat dank lien bertemu untuk
pertama kalinya. Satu hal yang paling diperhatikan pada tahap
ini adalah perawat mengetahui mengapa klien mencari bantuan.
Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk

28
29

memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Salah satu


cara untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah
dengan perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah
bersikap terbuka pada klien dan diharapkan . Salah satu cara
untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah dengan
perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan diharapkan klien juga akan terdorong
untuk membuka dirinya (Abdul Nasir,dkk, 2014).

3) Tahap Kerja
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan pada saat tahap orientasi. Fokus pada tahap ini
perawat dank lien menggali stressor dan meningkatkan
perkembangan penghayatan klien dengan mengaitkan persepsi,
pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat menolong klien untuk
mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian dan tanggung
jawab terhadap diri serta mengembangkan mekanisme koping
konstruktif (Abdul Nasir, dkk,2014).

4) Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri
pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan seta
mengakhiri interaksinya dengan klien. Dengan dilakukan
terminasi klien menerima kondisi perpisahan tanpa mengalami
regresi (putus asa) serta menghindari kecemasan. Terminasi
dilakukan agar klien menyadari bahwa setelah pertemuan maka
aka nada pula perpisahan, dimana hubungan yang dilakukan
adalah hubungan professional.
30

b. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien dengan


Resiko Perilaku Kekerasan
1) SP 1 Pasien
a) Mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan
b) Mendiskusikan tandan dan gejala perilaku kekerasan
c) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang dilakukan
d) Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan
e) Mendiskusikan cara mengontrol perilaku kekerasan
f) Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik 1: nafas dalam
g) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
2) SP 2 Pasien
a) Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1
b) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik 2 : pukul bantal/kasur
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
3) SP 3 Pasien
a) Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 dan 2
b) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
4) SP 4 Pasien
a) Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1,2, dan verbal
b) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
31

c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan


harian
5) SP 5 Pasien
a) Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1,2, verbal, dan spiritual
b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
patuh minum obat
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
6) SP 1 Keluarga
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya perilaku kekerasan
c) Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku
kekerasan
7) SP 2 Keluarga
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan perilaku kekerasan
8) SP 3 Keluarga
a) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien
9) SP 4 Kelaurga
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharger palnning)
b) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
32

c. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Perilaku Kekerasan


Terapi aktivitas kelompok stimulasi perilaku kekerasan adalah
upaya yang dilakukan untuk memfasilitasi klien untuk dapat
mengontrol perilaku kekerasannya kearah yang konstruktif.
1) Tujuan
a) Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b) Tujuan khusus
(1) Klien mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
(2) Klien mampu untuk mencegah perilaku kekerasn
dengan cara fisik.
(3) Klien mampu untuk mencegah perilaku kekerasan
dengan cara sosial.
(4) Klien mampu untuk mencegah perilaku kekerasn
dengan cara spiritual.
(5) Klien mampu untuk mencegah perilaku kekerasan
dengan cara patuh minum obat.

2) Aktifitas dan Indikasi


Aktifitas TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
dilaksanakan dalam lima sesi yang bertujuan agar klien mampu
untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku kekerasan.
Klien yang diindikasikan untuk mendapat TAK ini adalah klien
yang mengalami:
a) Klien yang mempunyai riwayat perilaku kekerasan.
b) Klien tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk
dalam keadaan tenang.
c) Klien sudah dapat diajak kerjasama (koperatif).
33

8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu
evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Ridhayalla,2015). Dan menurut (Yosep,Iyus,2007), evaluasi adalah
mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Adapun evaluasi keperawatan pada
resiko perilaku kekerasan yaitu:
a. Klien dapat menyebutkan penyebab resiko perilaku kekerasan.
b. Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku yang pernah dilakukan.
d. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
e. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1, cara fisik 2, verbal, dan spiritual.
f. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
g. Klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan.
h. Konsep diri klien sudah meningkat.

Anda mungkin juga menyukai