TINJAUAN TEORI
b. Hubungan keluarga
Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan
kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.
6
7
c. Konsep diri
Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan
dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan kebutuhan
(wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan
perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang
dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan, dan
mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah
memenuhi kebutuhan dasarnya.
d. Tahap perkembangan
Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami
perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki
kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh
mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.
a. Virginia Henderson
Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) membagi
kebutuhan dasar manusia ke dalam komponen berikut:
1) Bernapas secara normal.
2) Makan dan minum yang cukup.
3) Eliminasi (buang air besar dan kecil).
4) Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.
5) Tidur dan istirahat.
6) Memilih pakaian yang tepat.
7) Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi
lingkungan.
8
b. Jean Watson
Jean Watson dalam B. Talento (1995) membagi kebutuhan dasar
manusia ke dalam dua peringkat utama, yaitu kebutuhan yang
tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi (higher order needs). Pemenuhan
kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu
upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap
kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain,
dan semuanya dianggap penting.
c. Abraham Maslow
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow dalam Potter dan Perry (1997) dapat
dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia
sebagai berikut.
1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman), nutrisi
9
2. Rentang Respon
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari rentang respon
marah yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan
11
a. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi
Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terlambat.
c. Pasif
Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif
Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
e. Amuk
Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.
12
3. Psikodinamika
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptive yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan. Amuk adalah respons marah terhadap adanya stress,
rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan.
b. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian (Ridhayalla, 2015):
1) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari pengunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
10) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah: bawa
klien ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam,
lakukan fiksasi sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan
c. Terapi Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien, karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain (Marni,
2015). Salah satu terapi kelompok yang bisa dilakukan adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan
adalah upaya yang dilakukan untuk memfasilitasi klien untuk dapat
mengontrol perilaku kekerasannya kearah yang konstruktif.
15
2) Faktor Psikologis
a) Teori agresif frustasi (Frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila
16
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor
dapat disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stressor yang
berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian,
dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa,
kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai, ketakutan terhadap
penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan
yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan,
dapat memciu perilaku kekerasan (Sutejo,2017).
17
b. Data Objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul beda/orang lain
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman (Ridhyalla, 2015).
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
18
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahan pada objek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuan adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang
tidak baik. Missal seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa
ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Missal seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukai. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterima sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekan dan akhirnya ia dapat melupakan.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
19
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.
4. Pohon Masalah
(Yusuf,2015)
Diagnosa Perencanaan
Keperawan Tuk/Tum Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Risiko perilaku TUM: pasien menunjukkan tanda-tanda Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayaan dari pasien
kekerasan Klien dan keluarga dapat membina hubungan saling prinsip komunikasi terapeutik: merupakan hal yang
mampu mengatasi percaya dengan perawat yaitu: 1. Sapa pasien dengan ramah baik akan memudahkan
atau mengendalikan 1. Ekspersi waja bersahabat verbal maupun non verbal perawat dalam
risiko perilaku 2. Pasien menunjukkan rasa 2. Perkenalkan diri dengan sopan melakukan pendekatan
kekerasan senang 3. Tanyakan nama lengkp pasien dan keperawatan atau
3. Pasien bersedia berjabat nama panggilan intervensi selanjutnya
TUK 1: tangan 4. Jelaskan tujuan pertemuan terhadap pasien
Klien dapat membina 4. Pasien bersedia menyebut 5. Jujur dan menepati janji
hubungan saling nama 6. Tunjukan sifat empati dan menerima
percaya 5. Ada kontak mata pasien apa adanya
6. Pasien bersedia duduk 7. Beri perhatian pada pemenuhan
berdampingan dengan perawat kebutuhan dasar pasien
7. Pasien bersedia mengutarakan
20
21
cara sehat dalam bantal atau kasur, olahraga 2. Jelaskan berbagai alternative sekitar
mengungkapkan b. verbal: mengungkapkan bahwa pilihan untuk mengungkapkan
kemarahan dirinya sedang kesal kepada kemarahan selain perilaku
orang lain kekerasan yang diketahui klien
c. sosial: latihan asertif dengan 3. Jelaskan cara-cara sehat untuk
orang lain mengunkapkan kemarhaan
d. spiritual: doa, dzkir,
meditasi,dsb sesuai dengan
keyakinan agamanya masing-
masing
TUK 7: Klien dapat memperagakan cara 1. Diskusikan cara yang mungkin keinginan untuk marah
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dipilih serta anjurkan klien yang bisa diprediksi
mendemonstrasikan secara fisik, verbal, dan spiritual memilih cara yang mungkin waktunya serta siapa
cara mengontrol diterapkan untuk mengungkapkan yang akan memicunya
perilaku kekerasan kemarahannya meningkatkan
2. Latih klien memperagakan cara kepercayaan diri klien
yang dipilih dengan melaksanakan serta asertifitas klien
cara yang dipilih sangat marah/jengkel
3. Jelaskan manfaat cara tersebut
4. Anjurkan klien menirukan
25
28
29
3) Tahap Kerja
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan pada saat tahap orientasi. Fokus pada tahap ini
perawat dank lien menggali stressor dan meningkatkan
perkembangan penghayatan klien dengan mengaitkan persepsi,
pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat menolong klien untuk
mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian dan tanggung
jawab terhadap diri serta mengembangkan mekanisme koping
konstruktif (Abdul Nasir, dkk,2014).
4) Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri
pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan seta
mengakhiri interaksinya dengan klien. Dengan dilakukan
terminasi klien menerima kondisi perpisahan tanpa mengalami
regresi (putus asa) serta menghindari kecemasan. Terminasi
dilakukan agar klien menyadari bahwa setelah pertemuan maka
aka nada pula perpisahan, dimana hubungan yang dilakukan
adalah hubungan professional.
30
8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu
evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Ridhayalla,2015). Dan menurut (Yosep,Iyus,2007), evaluasi adalah
mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Adapun evaluasi keperawatan pada
resiko perilaku kekerasan yaitu:
a. Klien dapat menyebutkan penyebab resiko perilaku kekerasan.
b. Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku yang pernah dilakukan.
d. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
e. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1, cara fisik 2, verbal, dan spiritual.
f. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
g. Klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan.
h. Konsep diri klien sudah meningkat.