Anda di halaman 1dari 14

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan
(Anas, 2014). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.

Komunikasi mengandung makna bersama sama (common). Istilah komunikasi atau


communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau
pertukaran.Kata sifatnya communis, yang bernakna umum atau bersama sama (Devi, 2012)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.
Seorang terapis dapat 2 membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi (Damaiyanti, 2014). Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama
yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan antara
terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Oleh karena itu, komunikasi
terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis
untuk mengetahui apa yang dirasakan dan diinginkan pasien.

2. Tujuan komunikasi terapeutik

Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki perawat (Simamora, 2013). Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik,
perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih
efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, 3 memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi
(Damaiyanti, 2012). Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dikutip dalam
Damaiyanti, 2012) adalah: a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan. b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. c. Memengaruhi orang
lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat komunikasi terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik (Anas, 2014) adalah: a. Mendorong dan menganjurkan


kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat-pasien. 4 b.
Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan
yang dilakukan oleh perawat.

4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik: a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang


berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. b. Komunikasi harus
ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. c. Perawat harus
menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. d. Perawat harus
menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. e. Perawat
harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah masalah yang dihadapi. 5 f. Perawat harus mampu menguasai perasaan
sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan, amupun frustasi. g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya. h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. i. Kejujuran dan komunikasi
terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. j. Mampu berperan sebagai role model agar
dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup. k. Disarankan
untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu. l. Altruisme untuk mendapatkan
kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 6 m. Berpegang pada etika dengan cara
berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. n.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Cemas merupakan suatu reaksi
emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundeen, 1998). Craig (dalam Rachmad,2009)
mengatakan bahwa kecemasan adalah sebagai perasaan yang tidak tenang, rasa khawatir, atau
ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui. Durand dan Barlow (2006)
mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala
ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau
kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Menurut Nettina (dalam Ratih, 2012)
kecemasan adalah perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan yang dimanifestasikan untuk
tingkah laku psikologis dan berbagai pola perilaku. Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang
ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif
(Kaplan dan Saddock, 1997). Darajat (dalam Siswati, 2000) menyatakan bahwa kecemasan adalah
manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi tatkala orang sedang
mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau 10 11 konflik. Ada segi yang disadari dari
kecemasan itu seperti rasa takut, tak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain juga segi
segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu atau kelompok saat mengalami
perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap
ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik. Sedangkan menurut Ollendick (dalam De Clerq, 1994)
berpendapat bahwa kecemasan menunjuk pada keadaan emosi yang menentang atau tidak
menyenangkan, yang meliputi interpretasi subjek dan rangsangan fisiologis (reaksi badan secara fisik)
misal: bernafas lebih cepat, jantung berdebar-debar dan berkeringat. Menurut Loekmono (dalam
Yuniasanti, 2010) kecemasan adalah respon takut terhadap suatu situasi. Kecemasan dan ketakutan
memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab
kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan
merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang
dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari,
pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005). Kecemasan ringan
dapat mendorong meningkatnya performa dan tingkat kecemasan ini masih tergolong normal. Namun
apabila kecemasan 12 sangat besar, justru akan sangat mengganggu (Fausiah dalam Mathofani, 2012).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan yang dimaksud kecemasan
adalah suatu keadaan atau reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran,
terkejut, keprihatinan dan rasa takut yang dialami oleh seseorang ketika berhadapan dengan
pengalaman yang sulit dan menganggap sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, yang ditandai
oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmani seperti jantung berdebar-debar, bernafas lebih
cepat dan berkeringat. 2. Sumber sumber Kecemasan Freud (dalam Suryabrata, 1993) menyebutkan
ada lima macam sumber kecemasan,yaitu: 1. Frustasi (tekanan perasaan) Menurut Kartono dan Gulo
(dalam Nugroho, 2011) frustasi adalah kegagalan memperoleh kepuasan, rintangan terhadap aktivitas
yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan emosional yang diakibatkan oleh rasa
terkekang, kecewa, dan kekalahan. Darajat (1990) suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan
adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka akan terjadi sesuatu
hal yang menghalangi keinginannya. 2. Konflik Konflik terjadi ketika terdapat dua kebutuhan atau lebih
yang berlawanan dan harus dipenuhi dalam waktu yang sama. Hal ini ditambahkan Darajat 13 (1990)
konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan atau berlawanan satu
sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Badudu dan Zain (dalam Nugroho,
2011) mengemukakan bahwa konflik adalah ketidakpastian di dalam suatu pendapat emosi dan
tindakan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil implus-implus, hasrat-hasrat, keinginan, dan
sebagainya yang saling bertentangan namun bekerja pada saat yang sama. 3. Ancaman Badudu dan Zain
(dalam Nugroho,2011) mengemukakan bahwa ancaman merupakan peringatan yang harus diperhatikan
dan diatasi agar tidak terjadi. 4. Harga diri Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir,
tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk berdasarkan pengalaman individu. Individu yang
kurang mempunyai harga diri akan menganggap bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang
percaya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan akhirnya akan
mengalami berbagai kegagalan (Mustikawati, dalam Nugroho, 2011) 5. Lingkungan Freud (dalam
Suryabrata, 1993) mengatakan bahwa faktor yang yang dapat mempengaruhi kecemasan adalah
lingkungan di sekitar individu. 14 Adanya dukungan dari lingkungan, mampu mengurangi kecemasan
pada individu tersebut. 3. Aspek aspek Kecemasan Greenberger dan Padesky (dalam Emjifari, 2012)
menyatakan bahwa kecemasan berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan yang
terjadi pada seseorang, diantaranya adalah: a. Aspek kognitif 1. Kecemasan disertai dengan persepsi
bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga
gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan
terjadi. 2. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah (a). Ancaman fisik
terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik; (b). Ancaman mental terjadi ketika
sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang ingatan; (c). Ancaman sosial terjadi
ketika seseorang percaya bahwa dia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan. 3.
Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang. 4. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa
terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa
aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di lingkungan yang kacau dan tidak stabil bisa
membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya. 15 5. Pemikiran
tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering kali memprediksi malapetaka. Pemikiran
tentang kecemasan sering dimulai dengan keragu-raguan dan berakhir dengan hal yang kacau,
pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua
adalah masa depan dan semuanya memprediksi hasil yang buruk. b. Aspek kepanikan Panik merupakan
perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang
berbeda. Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri
seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan saat gejalagejala fisik, emosi, dan
pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan
kecemansa serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta
emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat
kepanikan telah terjadi sebelumnya 4. Bentuk bentuk Kecemasan Menurut Darajat (1990) ada tiga
macam kecemasan, yaitu: 1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang
mengancam dirinya. Cemas ini lebih dilihat kepada rasa takut, karena sumbernya jelas terlihat dalam
pikiran. 2. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. 16 3. Rasa cemas
karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan halhal yang berlawanan dengan kenyakinan
atau hati nurani. Cattel (dalam De Clerd, 1994) membagi kecemasan dalam dua jenis, yaitu : 1. State
Anxiety, adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu
ancaman. State Anxiety beragam dalam aktivitas dan waktu, contoh: saat menghadapi ujian. Keadaan ini
ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif. 2. Trait Anxiety, menunjuk pada ciri atau sifat
seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan
sebagai suatu ancaman yang disebut dengan anxiety proness (kecenderungan akan kecemasan). Orang
ini cenderung untuk merasakan berbagai macam keadaan sebagai keadaan yang membahayakan atau
mengancam, cenderung untuk menggapai dengan reaksi kecemasan. 5. Gejala - gejala Kecemasan
Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern (1964) adalah
muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai
tremor pada otot. Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak
stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah. Darajat
(199o)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak
spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundeen,
1998). Craig (dalam Rachmad,2009) mengatakan bahwa kecemasan adalah sebagai perasaan yang tidak
tenang, rasa khawatir, atau ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui. Durand
dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif
dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya
bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Menurut Nettina (dalam
Ratih, 2012) kecemasan adalah perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan yang dimanifestasikan
untuk tingkah laku psikologis dan berbagai pola perilaku. Kecemasan adalah suatu keadaan patologis
yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang
hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 1997). Darajat (dalam Siswati, 2000) menyatakan bahwa kecemasan
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi tatkala orang sedang
mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau 10 11 konflik. Ada segi yang disadari dari
kecemasan itu seperti rasa takut, tak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain juga segi
segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu atau kelompok saat mengalami
perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap
ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik. Sedangkan menurut Ollendick (dalam De Clerq, 1994)
berpendapat bahwa kecemasan menunjuk pada keadaan emosi yang menentang atau tidak
menyenangkan, yang meliputi interpretasi subjek dan rangsangan fisiologis (reaksi badan secara fisik)
misal: bernafas lebih cepat, jantung berdebar-debar dan berkeringat. Menurut Loekmono (dalam
Yuniasanti, 2010) kecemasan adalah respon takut terhadap suatu situasi. Kecemasan dan ketakutan
memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab
kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan
merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang
dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari,
pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005). Kecemasan ringan
dapat mendorong meningkatnya performa dan tingkat kecemasan ini masih tergolong normal. Namun
apabila kecemasan 12 sangat besar, justru akan sangat mengganggu (Fausiah dalam Mathofani, 2012).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan yang dimaksud kecemasan
adalah suatu keadaan atau reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran,
terkejut, keprihatinan dan rasa takut yang dialami oleh seseorang ketika berhadapan dengan
pengalaman yang sulit dan menganggap sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, yang ditandai
oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmani seperti jantung berdebar-debar, bernafas lebih
cepat dan berkeringat. 2. Sumber sumber Kecemasan Freud (dalam Suryabrata, 1993) menyebutkan
ada lima macam sumber kecemasan,yaitu: 1. Frustasi (tekanan perasaan) Menurut Kartono dan Gulo
(dalam Nugroho, 2011) frustasi adalah kegagalan memperoleh kepuasan, rintangan terhadap aktivitas
yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan emosional yang diakibatkan oleh rasa
terkekang, kecewa, dan kekalahan. Darajat (1990) suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan
adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka akan terjadi sesuatu
hal yang menghalangi keinginannya. 2. Konflik Konflik terjadi ketika terdapat dua kebutuhan atau lebih
yang berlawanan dan harus dipenuhi dalam waktu yang sama. Hal ini ditambahkan Darajat 13 (1990)
konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan atau berlawanan satu
sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Badudu dan Zain (dalam Nugroho,
2011) mengemukakan bahwa konflik adalah ketidakpastian di dalam suatu pendapat emosi dan
tindakan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil implus-implus, hasrat-hasrat, keinginan, dan
sebagainya yang saling bertentangan namun bekerja pada saat yang sama. 3. Ancaman Badudu dan Zain
(dalam Nugroho,2011) mengemukakan bahwa ancaman merupakan peringatan yang harus diperhatikan
dan diatasi agar tidak terjadi. 4. Harga diri Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir,
tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk berdasarkan pengalaman individu. Individu yang
kurang mempunyai harga diri akan menganggap bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang
percaya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan akhirnya akan
mengalami berbagai kegagalan (Mustikawati, dalam Nugroho, 2011) 5. Lingkungan Freud (dalam
Suryabrata, 1993) mengatakan bahwa faktor yang yang dapat mempengaruhi kecemasan adalah
lingkungan di sekitar individu. 14 Adanya dukungan dari lingkungan, mampu mengurangi kecemasan
pada individu tersebut. 3. Aspek aspek Kecemasan Greenberger dan Padesky (dalam Emjifari, 2012)
menyatakan bahwa kecemasan berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan yang
terjadi pada seseorang, diantaranya adalah: a. Aspek kognitif 1. Kecemasan disertai dengan persepsi
bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga
gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan
terjadi. 2. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah (a). Ancaman fisik
terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik; (b). Ancaman mental terjadi ketika
sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang ingatan; (c). Ancaman sosial terjadi
ketika seseorang percaya bahwa dia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan. 3.
Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang. 4. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa
terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa
aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di lingkungan yang kacau dan tidak stabil bisa
membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya. 15 5. Pemikiran
tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering kali memprediksi malapetaka. Pemikiran
tentang kecemasan sering dimulai dengan keragu-raguan dan berakhir dengan hal yang kacau,
pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua
adalah masa depan dan semuanya memprediksi hasil yang buruk. b. Aspek kepanikan Panik merupakan
perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang
berbeda. Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri
seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan saat gejalagejala fisik, emosi, dan
pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan
kecemansa serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta
emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat
kepanikan telah terjadi sebelumnya 4. Bentuk bentuk Kecemasan Menurut Darajat (1990) ada tiga
macam kecemasan, yaitu: 1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang
mengancam dirinya. Cemas ini lebih dilihat kepada rasa takut, karena sumbernya jelas terlihat dalam
pikiran. 2. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. 16 3. Rasa cemas
karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan halhal yang berlawanan dengan kenyakinan
atau hati nurani. Cattel (dalam De Clerd, 1994) membagi kecemasan dalam dua jenis, yaitu : 1. State
Anxiety, adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu
ancaman. State Anxiety beragam dalam aktivitas dan waktu, contoh: saat menghadapi ujian. Keadaan ini
ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif. 2. Trait Anxiety, menunjuk pada ciri atau sifat
seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan
sebagai suatu ancaman yang disebut dengan anxiety proness (kecenderungan akan kecemasan). Orang
ini cenderung untuk merasakan berbagai macam keadaan sebagai keadaan yang membahayakan atau
mengancam, cenderung untuk menggapai dengan reaksi kecemasan. 5. Gejala - gejala Kecemasan
Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern (1964) adalah
muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai
tremor pada otot. Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak
stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah. Darajat
(19
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak tempat anak belajar dan
mengatakan sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak melakukan interaksi yang
intim. Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Duval, 1972 dalam
Setiadi 2008).
Keluarga adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan hukum dan
undang-undang perkawinan yang sah hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional
dimana individu mempunyai peran masin-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Efendi
& Makhfudli, 2009; Mansyur, 2009). Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga
(Friedman, 2013).
Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai
ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi social, peran dan tugas (Spredley, 1996
dalam Murwani, 2008). Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).
Sedangkan menurut Ali (2010), keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu
dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya
berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu.
1. Pengertian Keluarga secara Struktural: Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran
atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya.
Defenisi ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga.
Dari perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal -usul (families of
origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan
keluarga batih (extended family).
2. Pengertian Keluarga secara Fungsional: Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas
yang dilakukan oleh keluarga, Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada
terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut
mencakup fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, juga
pemenuhan peran-peran tertentu.
3. Pengertian Keluarga secara Transaksional: Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana
keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang
mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas
sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun
cita-cita masa depan.
2.3.2 Fungsi Keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan yaitu sebagai
berikut :
1. Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara, dan
membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Mubarak, dkk
2009).
2. Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,
memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan kepribadian
anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga (Mubarak, dkk 2009).
3. Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk
normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing
dan meneruskan nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah
fungsi yang mengembagkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak
lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi
(Setiawati, 2008).
4. Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dimana yang akan datang (Mubarak, dkk 2009). Fungsi ekonomi merupakan
fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk
sandang, pangan dan papan (Setiawati, 2008).
5. Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan pengetahuan,
keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai
dengan tingkat perkembanganya (Mubarak, dkk 2009).
2.3.3 Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak,dkk. 2009). Peran merujuk kepada
beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan
secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak,dkk. 2009). Peran
keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga.
Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).
Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu
peran formal dan peran informal.
1. Peran Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku yang
kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para
anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya
pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi
sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur
rumah tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara
hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari
pasangan), dan peran sosial.
2. Peran Informal kelurga
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan
dalam keluarga. Peran adapif antara lain :
a. Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan
menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan
membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di
dengarkan.
b. Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
c. Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara
mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
d. Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan
dengan jalan musyawarah atau damai.
e. Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan,
baik material maupun non material anggota keluarganya.
f. Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika
ada yang sakit.
g. Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitori
kemunikasi dalam keluarga.
h. Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing mendapat
pengalaman baru.
i. Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi
kepedihan.
j. Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi hanya
mengamati dan tidak melibatkan dirinya.
2.3.4 Tugas Keluarga

Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga, tugas pokok tersebut ialah :
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing
masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu keluarga itu
melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam Struktur Keluarga
diantaranya adalah :
1. Patrilineal
Adalah : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal
Adalah : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal
Adalah : sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal
Adalah : sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5. Keluarga Kawin
Adalah : hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.

Anda mungkin juga menyukai