Disusun oleh :
Puji Bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan
perkenanNya tim penulis akhirnya dapat menyelesaikan Bahan Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia, pendekatan kurikulum berbasis kompetensi,
bahan ajar ini di tulis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
perkembangan ilmu kebidanan, yang di sesuaikan dengan kurikulum
terbaru ( Tahun 2016) pada program pendidikan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kupang yang berbasis kompetensi.
Bahan Ajar ini menjelaskan tentang konsep dasar manusia, konsep sehat
sakit, konsep stress dan adaptasi, pencegahan infeksi dalam praktik
kebidanan, instrumen dalam praktik kebidanan, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, pemeriksaan fisik dan asuhan pada klien yang
menghadapi kehilangan dan kematian.
Tim Penyusun merasa masih banyak kekurangan sehingga butuh
masukan dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan bahan ajar
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. Konsep Manusia
BAB II. Konsep Sehat Sakit dan Penyakit
BAB III. Konsep Stress dan Adaptasi
BAB IV. Pencehagan Infeksi Dalam Praktik Kebidanan
BAB V. Pemrosesan Instrumen, Sarung Tangan Dan Peralatan Lainnya
BAB VI. Melaksanakan Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
BAB. VII. Pemeriksaan Fisik
BAB.VIII. Instrumen Dalam Praktik Kebidanan
BAB IX. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
BAB X. Asuhan Pada Klien Yang Menghadapi Kehilangan Dan Kematian
PENUTUP
GLOSARIUM
BAB I
KONSEP MANUSIA
Sesi Pertemuan : I
Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menguraikan konsep
manusia sebagai makhluk psiko-sosial dan spiritual dan manusia sebagai
sistem serta konsep kebutuhan dasar manusia.
Metode pembelajaran :
1. Cooperative learning, dengan cara dosen membagi mahasiswa kedalam
beberapa kelompok, kemudian masing- masing kelompok untuk
mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.
2. Discovery learning, dengan cara fasilitator/dosen memberi tugas
kepada mahasiswa untuk mencari informasi tentang proses
homeostatis, dan hemodinamik pada manusia kemudian dilaporkan
dalam bentuk artikel dan didiskusikan.
Bahan diskusi :
Tugas 1 (metode cooperatif learning )
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini!
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar manusia, serta ciri-
cirinya?
2. Bagaimana pandangan Maslow terhadap kebutuhan dasar manusia?
3. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia mengalami proses
homeostatis dan homeodinamik, apa yang dimaksud dengan proses
tersebut?
4. Berikan contoh proses homeostatis pada manusia?
Dalam mempelajari manusia dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu
manusia sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual (holistik) dan
manusia sebagai sistem.
Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguraikan konsep sehat sakit,hubungan sehat,sakit
dan penyakit, faktor yang mempengaruhi status kesehatan ,rentang sehat
sakit,tahapan sakit,perlaku peran sakit dan dampak sakit dan di rawat
Metode pembelajaran :
Cooperative,learning dengan cara dosen membagi mahasiswa ke dalam
beberapa kelompok,kemudian masing-masing kelompok untuk
mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.
Bahan diskusi
Tugas 1 (metode cooperative learning)
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini
1. Apa yang di maksud dengan sehat, sakit, dan penyakit?
2. Jelaskan faktor yang memengaruhi status kesehatan seseorang?
3. Jelaskan tahapan proses sakit!
4. Jelaskan perbedaan teori terjadinya sakit menurut model ekologi, model
the health field concept dan model the enviroment of health!
5. Jelaskan perilaku peran sakit dan dampak di rawat di rumah sakit!
A H
A
E
Gambar 2.2 kondisi tidak seimbang =sakit( bustan,1996 )
Model selanjutnya adalah model the health field concept yang di
kembangkan oleh HL Lamfframboise,yang menjelaskan bahwa ada empat
faktor yang berperan dalam kondisi status kesehatan diantaranya adalah
faktor lingkungan, gaya hidup, biologis dan sistem pelayanan kesehatan,
model ini di gambarkan sebagai berikut :
Sehat
Gaya hidup
Gambar 2.4 the enviroment of health (bustan,1996 )
Dari beberapa model tersebut diatas muncul istilah penyakit yang
menurut pandangan medis memiliki arti suatu gangguan fungsitubuh
yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas tubuh sehingga responnya
berupa sakit. Selanjutnya hubungan sehat sakit dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Sehat Sakit
2. Sosial Kultural
Status sosial dan kultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan
status kesehatan sesorang karena akan mempengaruhi pemikiran dan
keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku
kesehatan. Contohnya seseorang yang memiliki lingkungan tempat
tinggal yang kotor namun jarang terjadi penyakit pada lingkungan itu,
maka akan timbul anggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat.
6. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, seperti sanitas
lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan limbaah atau kotoran
serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan sehingga
dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat yang dapat merubah status
kesehatan.
7. Pelayanan
Pelayanan kesehatan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem
pelayanan yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Hal ini dapat
dijumpai apabila tempat pelayanan kesehatan terlalu jauh atau kualitas
dalam memberikan pelayanan kurang baik, maka dapat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku hidup sehat.
4. Tahap ketergantungan
Tahapan ini tejadi seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang
tentunya akan mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi
seseorang sudah mulai ketergantungan pada pengobatan, akan tetapi
tidak semua orang mempunyai tingkati ketergantungan yang sama
melainkan berbeda berdasarkan tingkat kebutuhanya. Kondisi ini juga
dipengaruhi oleh tingkat penyakitnya. Tahapan ini dapat dilakukan
pengkajian kebutuhan terhadap ketergantungan dan dapat diberikan
support agar seseorang mengalami kemandirian.
5. Tahap penyembuhan
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya
kemampuan untuk beradaptasi, dimana seseorang melakukan proses
belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan berperan sebelum
sakit serta adanya persiapan untuk berfungsi dalam kehidupan sosial.
Peran tenaga kesehatan disini dengan membantu klien untuk
meninggikan kemandirian serta memberikan harapan dan kehidupan
menuju kesejahteraan.
(Pertemuan ke 3)
Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguraikan konsep stress dan adaptasi serta
penanganannya.
Metode pembelajaran :
Cooperative learning, dengan cara dosen membagi mahasiswa kedalam
beberapa kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.
Bahan diskusi
Tugas 1 (metode cooperative learning)
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini !
1. Apa yang dimaksud dengan stres?
2. Sebutkan macam-macam stress ? Jelaskan masing-masing jenis stress!
3. Jelaskan model stress kesehatan?
4. Jelaskan tahapan stress?
5. Jelaskan cara menilai stress!
6. Jelaskan proses adaptasi dan mekanisme!
Keterangan :
Penilaian terhadap kekebalan stres adalah sebaga berikut :
Jumlah total skor – 20
= Nilai
Stresor
Alarm reaction
Stage of resistance
Stage of exhaustion
Gambar 3.3 Proses Adaptasi Fisiologis
2. Adaptasi Psikologis
Merupakan proses penyesuaian secara psikologis, dengan cara
membrikan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan melindungi atau
bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan.
Pada proses adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dari berbagai stressor, yaitu dengan cara
melakukan koping atau penanganan berorientasi pada tugas ( task
oriented) yang dikenal dengan problem solving strategi, dan ego oriented
atau mekanisme pertahanan diri.
Task oriented reaction (reaksi berorientasi pada tugas):
Merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan
berorientasi pada proses penyelesaian masalah, reaksi ini dapat
dilakukan, seperti berbicara dengan orang lain tentang masalah yang
dihadapi untuk dicari jalan keluanya, mencari tahu lebih banyak tentang
keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, atau
juga dapat berhubungan dengan kekuatan supra netral, melakukan
latihan-ltihan yang dapat menguragi stres serta membuat
alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan startegi prioritas
masalah.
Ego oriented reaction (reaksi berorientasi pada ego)
Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis
dengan tujuan agar tidak terjadi gangguan psikologis yang lebih dalam.
Adapun mekanisme pertahanan diri antara lain:
1. Rasionalisasi, merupakan suatu usaha untuk menghindari dari
masalah psikologis dengan selalu memberikan alasan secara rasional,
sehingga masalah yang dihadapinya dapat teratasi .
2. Displacement, merupakan upaya untuk mengatasi masalah
psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku kepada obyek
lain, apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai maka
temannya disalahkan.
3. Kompensasi, upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari
kepuasan pada keadaan seperti seseorang memiliki masalah karena
menurunnya daya ingat, disisi lain bakat yang ditonjolkannya.
4. Proyeksi, merupakan mekanisme pertahanan diri dengan
menempatkan sifat batin sendiri kedalam sifat batin orang lain, seperti
dirinya membenci pada orang lain kemudian mengatakan pada orang
bahwa orang lain yang membencinya.
5. Represi, upaya untuk mengatasi masalah dengan cara
menghilangkan pikiran masa lalu yang buruk dengan melupakannya atau
menahan kepada alam tidak sadar dan sengaja dilupakan.
6. Supresi, upaya untuk mengatasi masalah dengan menekan masalah
yang tidak diterima dengan sadar dan individu tidak mau memikirkan hal-
hal yang kurang menyenangkan.
7. Denial, upaya pertahanan diri dengan cara penolakan terhadap
masalah yang dihadapi atau tidak mau menerima kenyataan yang
dihadapinya.
4. Adaptasi Spiritual
Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang
didasarkan pada Keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan
agama yang dianutnya, apabila mengalami stres maka seseorang akan
giat melakukan ibadah seperti rajin melakukan ibadah.
( Pertemuan ke 4 )
Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa dapat menguraikan prinsip pencegahan nfeksi, konsep
transmisi kuman, cara penularan ,tindakan pencegahan infeksi,
pemrosesan alat bekas pakai, sarung tangan dan lainnya serta infeksi
nosokomial.
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan mencuci tangan,
memasang sarung tangan steril, menggunakan masker dan melakukan
pemprosesan alat habis pakai.
Metode pembelajaran:
1. Small group discussion dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang, untuk mendiskusikan kasus dibawah.
2. Simulasi/demonstrasi/skill lab (praktik mandiri) dengan cara
fasilitator/pembimbing mendemonstrasikan atau mendemontrasikan cara
cuci tangan menggunakan sarung tangan steril, menggunakan masker,
dan melakukan pemprosesan alat habis pakai kemudian pembimbing
melakukan evaluasi dan memberikan justifikasi , setelah dipraktikan
secara mandiri oleh mahasiswa dengan bimbingan pembimbing /
fasilitator.
3. Discovery learning, dengan cara fasilitator / dosen membei tugasb
kepada tugas kepada mahasiswa untuk mencari informasi tentang konsep
penanganan samah dengan cara belajar mandiri kemudian dilaporkan
dalam bentuk artikel serta dipraktikan.
Bahan diskusi
Kasus 1
Bayi usia sepuluh bulan di rawat di rumah sakit B dengan diagnosis
Gastroenteritis, setelah tiga hari di rawat anak tersebut mengalami
Bronchopneumonia.
Diskusikan jawaban pertanyaan dibawah ini!
1. Apa yang menyebabkan anak mengalami dua diagnosis yakni
Gastroenteritis dan Bronchopneumonia?
2. Jelaskan transmisi kuman, dan cara penularannya?
Kasus 2
Bidan A dinas di ruang bersalin. Dia selalu mencuci tangan dan
menggunakan masker serta sarung tangan setiap kali kontak dan
memeriksa tanda infeksi di tubuh pasien .
Diskusikan jawaban pertanyaan di bawah ini!
1. Apa yang dimaksud dengan transmisi kuman?
2. Bagaimana cara penularan kuman?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial dan bagaimana cara
pencegahan infeksi.
4. Jelaskan cara melakukan pemerosesan alat bekas pakai
1. Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan untuk pencegahan infeksi, tindakan
ini dilakukan setiap mau lakukan prosedur tindakan baik kontak
secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan cuci tangan ini
penting karena adanya beberapa organism yang sering ada didaerah
tangan, seperti organism residen ( S. aureus, diphteroids yang tidak
hilang secara permanen ), dan organisme transien karena adanya
kontak seperti adanya E. Colli yang dapat dengan mudah
dihilangkan dengan cuci tangan .
Dalam prktiknya cuci tangan digunakan dengan dekontaminasi
tangan rutin dengan sabun dan air mengalir, melakukan desinfeksi
kulit dengan hibiscrub, dan handyclean. Tindakan cuci tangan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan pada waktu sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, setelah kontak dengan cairan tubuh, memegang
alat yang terkontaminasi, seperti jarum, sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien diruang isolasi , setelah menggunakan kamar mandi,
sebelum melayani makan dan minum dan saat akan tugas dan akhir
tugas.
5. Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah di rumah sakit atau klinik memiliki beberapa tujuan,
diantaranya melindungi penyebaran infeksi, mencegah penularan infeksi
terhadap para petugas kesehatan, dan masyarakat sekitarnya,
membuang bahan-bahan berbahaya( bahan toksik dan radioaktif) dengan
aman.
Sampah dirumah sakit/klinik dikenal sebagai sampah medis yang terdiri
atas sampah tidak terkontaminasi dan sampah terkontaminasi. Sampah
yang tidak terkontaminasi, yang berarti sampah tidak memberikan risiko
infeksi, seperti kertas, botol, wadah pelastik yang dapat dibuang ditempat
sampah umum. Sampah terkontaminasi merupakan sampah yang
membawa mikroorganisme yang berpotensi menularkan infeksi kepada
orang yang kontak, seperti sampah bekas pembalut luka, sampah dari
kamar operasi dapat seperti jaringan, darah, kasa, kapas, sampah dari
laboratorium seperti darah, tinja, nanah dan dahak serta sampah alat-alat
yang dapat melukasi seperti jarum suntik, pisau dan lain sebagainya.
Selain sampah tidak terkontaminasi dan sampah terkontaminasi dari
sampah medis ada juga sampah lain yang tidak mengandung bahan
infeksius tetapi berbahaya yang berpotensi bahan kimia/farmasi, seperti
kaleng atau botol obat yang sudah kedaluarsa, vaksin, atau reagen
lainnya. Kemudian sampah sitotoksik seperti obat kemotrapi, sampah
yang mengandumg logam berat seperti termometer yang pecah dan
wadah yang berisi gas yang tidak dapat di daur ulang dan mudah
meledak.
Dalam mengelole sampah tersebut ada dua cara yakni pengumpulan
dan pengangkutan sampah kemudian pemusnahan dan pengelolaan
sampah. Pada tahap awal sampah dikumpulkan berdasarkan
kelompoknya, seperti sampah sampah basa sendiri, sampah kering dan
sampah benda tajam selanjutnya dilakukan pengangkutan kemudian pada
tahap pemusnahan sampah dimusnahkan atau dikelola dengan cara
sebagai berikut: ditanam yakni memasukan atau menimbun dalam tanah
dan dibakar dengan melakukan pembakaran melalui tungku pembakaran,
selanjutnya sampah dijadikan pupuk biasanya jenis sampah ini sampah
organik seperti sisa makanan yang membusuk.
4.5 Pemrosesan Alat Bekas Pakai, Sarung Tangan dan Peralatan
Lainnya
Pemrosesan alat bertujuan untuk memproses alat medik yang telah
digunakan dalam prosedur invasif, agar tidak mengkontaminasi serta
untuk mematikan virus baik hepatitis B maupun HIV atau sejenisnya
1. Dekontaminasi
Cara kerja:
Gunakan sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan
yang terbuat dari lateks
Masukan benda-benda yang terkontaminasi kedalam klorin
0,5% selama 10 menit
Pastikan alat atau benda terendam seluruhnya
Contoh:
Untuk membuat larutan klorin 0,5%, maka caranya adalah sebagai
berikut:
5%
Jumlah bagian air ------------ -1 =9
0,5%
Contoh:
Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin yang bias
melepaskan klorin (sepertikal siumhipoklorida) yang mengandung 35%
klorin, caranya:
Gram/liter = 0,5%x 1000 = 14,3 gram/liter
35%
Jadi hasilny atau bahkan 14,3 gram bubukklorin 35% kedalam 1 liter air
bersih.
Cara kerja:
Pakai sarung tangan yang tebal
Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi
Agar tidak merusak benda yang terbuat dari plastic atau karet,
jangan dicuci secara bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari
logam
Lakukan pencucian benda tajam secara terpisah dan hati- hati
Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa
darah dan kotoran
Buka nengsel gunting dan klem
Lakukan penyikatan terutama dibagian sambungan
Pastikan bersih tidak ada sisa darah atau kotoran
Lakukan pencucian setiap benda minimal tiga kali (lebih jika perlu)
dengan air dan sabun atau deterjen
Bilas benda- benda tersebut dengan air bersih
Ulangi p rosedur tersebut pada benda- benda lain
Apabila pada peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi secara
kimiawi (seperti dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam
wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT
Apabila peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi direbus atau
disterilisasi didalam autoklaf atau open panas kering, tidak perlu
dikeringkan sebelum proses DTT ataus terilisasi
Cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas secara
saksama dengan menggunakan air bersih
Letakan dan gantungkan sarung tangan dengan cara diangin-
anginkan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan oktoklaf yakni uap air
panas dengan tekanan tinggi, panas kering (oven) dan kimiawi atau
radiasi.
Sterilisasi uap, ini dilakukan dengan suhu 121 °c dengan tekanan
pada 106 kPa. Penggunaannya 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan
30 menit untuk alat yang dibungkus
Sterilisasi panas kering (oven) digunakan dengan suhu 170 ºc
selama 1 jam. Waktu penghitungan dimulai setelah suhu yang diinginkan
tercapaidan 160 °c untuk alat tajam (gunting, jarum) selama 2 jam
Sterilisasi kimia dengan menggunakan glutaradehid 2-4 % (cydex),
yang direndam sekurang- kurangnya 10 jam atau menggunakan
formaldehid 8 % yang direndam selam 24 jam
Dekontaminasi
Pencucian dan
Pembilasan
Sterilisasi DTT
- Oktoklaf - Rebus
- Panaskering - Uappanas
- Kimiawi - Kimiawi
Dinginkan
Siap digunakan
BAB IV
MELAKUKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM SETIAP TINDAKAN
PRAKTEK KEBIDANAN
Pertemuan ke-4
4.1.1. DASAR – DASAR PENCEGAHAN INFEKSI
4.1.1.1 Introduksi PI Dan Kewaspadaan Baku
a. Introduksi PI
Defenisi
Antisepsis : Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit,
selaput lendir, atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan
antimikrobial (Antiseptik).
Asepsis dan teknik Aseptik : suatu istilah umum yang digunakan
yntuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masukknya
mikroorganisme kedalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan
infeksi. Tujuan Asepsis adalah menurunkan sampai ke tingkat aman atau
membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup (kulit dan
jaringan) dan objek mati (alat – alat bedah dan barang – barang yang
lain).
Dekontaminasi : Proses yang membuat objek mati lebih aman
ditangani staf sebelum dibersihkan (umpanya, menginaktifasi HBV, HBC
dan HIV serta menurunkan tetapi tidak membasmi, jumlah
mikroorganisme lain yang mengkontaminasi). Idealnya, alat bedah yang
kotor, sarung tangan, dan bahan lain harus selalu ditangani oleh staf yang
memakai sarung tangan atau menggunakan cunam.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) : proses yang menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda
mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan disinfektan kimia.
Pembersihan : proses yang secara fisik menghilangkan semua
debu, kotoran, darah, atau duh tubuh lain yang nampak pada objek mati
dan membuang sejumlah besar mikroorganisme untuk mengurangi risiko
bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut,
(proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air,
pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama)
Sterilisasi : proses yang menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi, dan parasit) termasuk endospora bakteri pada
benda mati dengan upa air panas tekanan tinggi (otoklaf), panas kering
(oven ), sterilan kimia atau radiasi.
KONSEP – KONSEP PENTING
Mikroorganisme : agen penyebab infeksi. Termasuk didalamnya
bakteria, virus, fungi dan parasit. Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri
selanjutnya dapat dibagi menjado tiga kategori yaitu Vegetatif,
Mikrobakteria, dan endospora. Dari semua agen infeksi yang umum,
endosporalah yang paling sulit dibunuh disebabkan oleh lapisan
pelindungnya.
Memroses Instrumen
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam memroses instrumen
bedah/tindakan, sarung tangan, dan peralatan lainnya yang kotor
(terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom
1981). Umpamanya, merendam barang – barang yang terkontaminasi
dalam larutan klorin 0,5% atau disinfektan lainnya yang tersedia, dengan
cepat dapat membunuh HBV+ dan HIV. Dengan demikian, menjadikan
instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan. Menyeka dengan
disinfektan yang sesuai (umpamanya larutan klorin 0,5% atau fenol 1 –
2%) merupakan cara dekontaminasi yang praktis dan murah.
Untuk bakteria, virus dan agen infeksi lainnya agar dapat bertahan hidup
dan menyebar, faktor – faktor kondisi atau tertentu harus ada. Faktor –
faktor yang penting pada penularan penyakit yang menghasilkan
mikroorganisme (patogen) dari orang ke orang digambarkan dan
defenisikan dalam gambar 1 – 1. (APIC 1983).
Suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk dapat menyebar
(ditransmisikan) kepada orang lain.
Harus ada Agen, sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus,
bakteria, dan lain – lain )
Agen itu punya tempat untuk dapat hidup (penjamu atau waduk).
Banyak mikroorganisme yang menimbulkan penyakit dalam manusia
(organisme patogen) berlipat ganda dalam tubuh manusia dan ditularkan
dari satu orang ke orang lain. Beberapa ditularkan melalui makanan atau
air yang tercemar (abdominalis), tinja (hepatitis A dan virus – virus enterik
lainnya) atau gigitan binatang yang terinfeksi (rabies) dan serangga
(malaria dari nyamuk).
Agen itu harus punya lingkungan yang cocok diluar penjamu untuk
dapat hidup. Setelah mikroorganisme itu meninggalkan pejamunya harus
ada lingkungan yang cocok untuk dapat hidup sampai menginfeksi orang
lain.
Harus ada orang yang dapat terjangkit penyakit (pejamu yang
rentan). Manusia terpapar kepada agen – penyebab – penyakit setiap hari,
tetapi tidak selalu menjadi sakit. Untuk seseorang dapat terjangkit
penyakit infeksi (menular) (umpanya gondongan, campak, cacar air) ia
mesti rentan terhadap penyakit itu. Alasan utama kebanyakan orang tidak
tertular penyakit ialah karena mereka sebelumnya mendapat vaksinasi
untuk penyakit ittu (umpanya sebelumnya mendapat vaksinasi untuk
penyakit itu, atau sebelumnya telah tertular penyakit itu) dan sistem
kekebalan tubuhnya sekarang sudah mampu menghancurkan agen yang
masuk kedalam tubuhnya.
Agen itu harus punya jalan untuk berpindah dari pejamunya untuk
menulari pejamu berikutnys yang rentan. Penyakit infeksius (menular)
tersebar terutama melalui cara berikut ini :
─ Melalui udara (cacar air atau campak)
─ Darah atau cairan tubuh : kalau darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi HBV atau HIV bersinggungan dengan orang lain, seperti
melalui tusukan jarum, orang itu dapat terinfeksi
─ Kontak : sentuhan atau cara kontak lainnya dengan luka terbuka
atau pustul yang pecah
─ Fekal – oral : menelan makanan yang terkontaminasi dengan tinja
manusia atau binatang
─ Melalui makanan : minum atau makan makanan yang
terkontaminasi yang mengandung bakteria atau virus
─ Melalui binatang atau serangga : kontak dengan binantang atau
serangga yang terinfeksi melalui gigitan, cakaran, ludah atau kotorannya
Hampir pada semua kasus, transmisi HBV atau HIV ke petugas kesehatan
telah terjadi melalui kecelakan yang sebenarnya dapat dicegah, seperti
luka tusukan. Transmisi dapat juga terjadi melalui kontak selaput lendir
seeprti terciprat darah atau air ketuban ke mata seseorang pembedah
atau asistennya. Begitu juga, kerusakan pada kulit karena tersayat,
tergores, kulit yang merekah atau dermatitis kontak dapat menjadi pintu
masuk virus – virus ini. Walaupun risiko transmisi dari tercipratnya darah
kepada selaput lendir lebih rendah tetapi ini harus dihindarkan. Untuk
mengantisipasi kecipratan, dianjurkan memakai perlengkapan
perlindungan diri seperti pelindung msta atau kacamata dan
apron/celemek plastik, jika ada. Perlindungan ini penting karena
pemaparan yang luas. Kepada selaput lendir dan kontak kulit yang
berkepanjangan dapat berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi untuk
terinfeksi (DHMH 1990).
PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI
Kewaspadaan Baku
Kewaspadaan baku dibuat untuk semua orang – klien, pasien dan petugas
kesehatan – yang mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan tanpa
menghiraukan diagnosis yang diketahui atau dicurigai. Berlaku untuk
darah, semua duh tubuh, sekresi dan eskresi (kecuali keringat), kulit dan
selaput lendir yang tidak utuh. Pelaksanaan kewaspadaan ini akan
menambah biaya untuk perlengkapan perlindungan diri, terutama untuk
sarung tangan periksa yang baru dan bersih, pelatihan dan pemantauan
staf agar efektif. Penggunannya dan isu yang berhubungan dengan
pelaksanannya terdapar di bab 2.
b. Kewaspadaan Baku
Komponen Utama dan Penggunaannya
Komponen utama kewaspadaan baku dan penggunaaannya diuraikan
dalam tabel 2.1. Penggunaan pembatas fisik, mekanik, atau kimiawi
antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan
kehamilan, pasien rawat inap atau petugas pelayanan kesehatan
merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi
(pembatas membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit).
Contohnya, tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan
infeksi pada klien, pasien dan petugas kesehatan serta menyediakan
sarana bagi pelaksanaan kewaspadaan baku yang baru :
setiap orang (pasien atau petugas pelayanan kesehatan) sangat
berpotensi menularkan infeksi
cuci tangan : tindakan yang paling penting dalam pencegahan
kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang)
pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang
terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau
instrumen yang kotor dan sampah yang terkontaminasi atau sebelum
melakukan invasif .
Cuci tangan
setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi dan bahan
yang terkontaminasi
segera setelah melepas sarung tangan
diantara sentuhan dengan pasien
Sarung Tangan
bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi dan bahan
yang terkontaminasi
bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh
Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat
berkontak langsung dengan darah atau duh tubuh
Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput
lendir
Jangan lakukan prabilas kain yang tercemar diarea
perawatan pasien
Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatn pasien
Instrumen Tajam
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi
jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrumen tajam kedalam tempat yang tidak
tembus tusukan
Resusitasi Pasien
Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi
yang lain untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut
Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam
ruang pribadi
Pemeriksa
Pemeriksaan dalam Ya DTT bedahd
an
Pemasangan AKDR Pemeriksa DTT bedahd
ya
(terbungkus dalam an
paket steril dan
pasang dengan
menggunakan
teknik tanpa sentuh
Pencabutan AKDR ya Pemeriksa DTT bedahd
(menggunakan an
tekhnik tanpa
sentuh)
Aspirasi vakum Pemeriksa
Ya DTT bedahd
manual an
Bedah
Insersi / pencabutan Ya DTT bedahd
sterilc
Persalinan Bedah
Ya DTT bedahd
pervaginam sterilc
Seksio sesarea atau Bedah
Ya DTT bedahd
laparotomi sterilc
Vasektomi atau Bedah
Ya DTT bedahd
laparoskopi sterilc
Penanganan dan
Rumah Pemeriksaan/
pembersihan alat – Ya
tangga DTT bedahd
alat
Penanganan limbah Rumah Pemeriksaan/
Ya
terkontaminasi tangga DTT bedahd
Membersihkan
Rumah Pemeriksaan/
darah atau duh Ya
tangga DTT bedahd
tubuh
Diadaptasi dari Tietjen Cronin dan Mclntosh 1992
Ingat :
Staf bedah yang memakai sarung tangan steril atau DTT
harus hati –hati tidak boleh menyentuh benda tidak
steril dan kulit atau selaput lendir yang tidak
disiapkan/didekontaminasi.
Penggunaan Antiseptik
Kebersihan Tangan
Sabun antikuman atau deterjen tidak lagi efektif dibandingkan sabun
biasa danair bersih untuk mengurangi risiko infeksi saat digunakan untuk
cuci tangan, meski kualitas airnya bagus. Misalnya, air yang mengandung
sejumlah partikel (membuat air menjadi keruh) atau terkontaminasi, tidak
boleh digunakan untuk membasuh tangan sebelum pembedahan. Lebih
lagi, sabun antikuman berharga mahal dan gampang mengiritasi kulit
dibandingkan dengan sabun biasa. Instruksi yang lebih rinci untuk cuci
tangan bedah menggunakan cairan antiseptik ataupun penggosok tangan
antiseptik di Bab 3 dan Lampiran.
Pembersih Kulit Sebelum Tindakan/ Prosedur Bedah
Meski kulit tidak disterilkan, pemberian larutan antiseptik bisa
meminimalkan jumlah mikroorganisme yang dapat mengontaminasi luka
bedah dan menyebabkan infeksi.
Instruksi
Langkah 1: Dilarang mencukur rambut disekitar lokasi operasi.
Pencukuran bisa meningkatkan risiko infeksi 5-10 kali karena goresan
kecil dikulit bisa mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme (Nichols 1991; Seropian dan Reynolda 1971). Apabila
rambut harus dipotong, gunting rambut yang berdekatan dengan
permukaan kulit dengan menggunakan gunting sebelum pembedahan
berlangsung.
Langkah 2: Tanyakan pada pasien mengenai reaksi alergi (misal
pemberian yodium) sebelum memilih larutan antiseptik
Kelompok Aktivitas Melawan Bakteri Kegunaan Potensial
Gram Gram TB Virus Jamur Endo Tindaka Terinfeksi Basuh Pers Keterangan
positif negatif spor n bahan pemb iapa
terbanya a kecepat organik edaha n
k an n kulit
relatif
Alkohol Sanga Sangat Sanga Sanga Sanga Nihil Cepat Cukup Ya Ya Tidak digunakan
(60-90% t baik baik t baik t baik t baik pada selaput
etil atau lendir
isopropil) Tidak baik untuk
pembersihan
kulit, tidak
bertahan lama
Klorheksid Sanga Baik Sedan Sanga Sedan Nihil Sedang Sedikit Ya Ya Punya daya
in (2-4%) t baik g t baik g tahan yang
(Hibitane, bagus
Hibiscrub) Beracun mata
dan telinga
Preparat Sanga Sangat Sanga Sanga Baik Seda Sedang Ditandai Tidak Ya Tidak digunakan
Iodin (3%) t baik baik t baik t baik ng pada selaput
lendir
Bisa membakar
kulit, hilang
setelah beberapa
menit
Iodofor Sanga Sangat Sedan Baik Baik Nihil Sedang Cukup Ya Ya Bisa digunakan
(7,5-10%) t baik baik g pada selaput
(Betadine) lendir
Para-kloro Baik Sangat Sedan Baik Sedan Tida Lambat Minim Tidak Ya Menembus pada
metaksino baik g g k kulit, jangan
l (PCMX) diket digunakan pada
(0,5-4%) ahui BBL
Triklosan Sanga Baik Sedan Sanga Nihil Tida Sedang Minim Ya Tida Penerimaan pada
(0,2-2%) t baik g t baik k k tangan bervariasi
diket
ahui
Pilih larutan antiseptik yang dianjurkan, yaitu:
Larutan yang berbahan dasar alkohol (tingtur) seperti iodin atau
klorheksidin.
Alkohol (60-90% etil, isopropil atau “methylated spirit”) (Lihat
Lampiran B)
Kloheksidin glukonat dan setrimid, bermacam konsentrat minimal
2% (misal savlon).
Iodin( 3%); larutan iodin dan produk yang mengandunng alkohol
(tingtur dari iodin).
Iodofor (7,5-10%), konsentrat lain (misal Betadine).
Kloroksilenol (Para –kloro- metaksilenol atau PCMX) (0,5-3,75%),
konsentrat lain (misal Dettol).
Langkah 4: Gunakan cuman kering dan didisinfeksi tingkat tinggi (DTT),
kapas serta kain kasa baru direndam dalam larutan antiseptik, dan
bersihkan tangan secara menyeluruh. Kerjakan diluar lokasi operasi
kurang lebih beberapa sentimeter. ( Gerakan memutar dari pusat
membantu mencegah rekontaminasi daerah operasi terhadap bakteri kulit
lokal).
Langkah 5: Biarkan antiseptik bekerja efektif untuk beberapa saat
sebelum prosedur dimulai. Contoh, saat iodofor digunakan, biarkan
selama 2 menit atau tunggu sampai kulit menjadi kering sebelum
dilanjutkan, sebab iodin bebas (bahan aktif) dilepaskan secara perlahan.
( lihat Lampiran B)
Intruksi Untuk Persiapan Vagina Atau Servik
Untuk antisepsis vagina dan serviks sebelum memasukkan elevator
uterus untuk minilaporotomi atau melakukan biopsi endometrium, pilihlah
antiseptik cair (berbahan dasar air), misalnya iodofor (povidoniodin) atau
klorheksidin glukonat 2-4% ( contoh Hibiclens atau savloniodin bila
tersedia). Jangan gunakan alkohol atau bahan yang mengandung alkohol,
misalnya Dettol. Alkohol sifatnya membakar dan bisa mengering serta
membuat iritasi pada selaput lendir yang akan mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, heksaklorofen (pHisoHex)
merupakan racun (Larson 1988) dan tidak boleh digunakan pada selaput
lendir seperti mukosa vagina ( Larso 1995 ).
Langkah 1 : Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi ( misalnya
terhadap pemberian yodium ) sebelum memilih larutan antiseptik.
Langkah 2 : Apabila daerah luar kelamin tercemar, bersihkan dengan
sabun dan air bersih serta keringkan sebelum diberi antiseptik.
Langkah 3 : setelah memasukkan spekulum, gunakan larutan antiseptik
pada serviks dan vagina(dua kali). Tidak perlu memberi larutan antiseptik
pada daerah luar kelamin jika kelihatan bersih .
Langkah 4 : Apabila iodofor digunakan, biarkan selama (2 menit )sebelum
dilanjutkan.
Persiapan Kulit untuk Suntikan
Menurut WHO dan Safe Injection Global Network (SIGN), mengusap
kulit bersih dengan larutan antiseptik sebelum memberikan suntikan
tidak perlu karena dalam percobaan tidak ditemukan ifeksi. Sebuah
tinjauan studi mikrobiologi tidak menganjurkan untuk mengusap kulit
dengan antiseptik sebelum memberikan suntikan intradermal, subkutan,
atau intramuskular, yang dapat mengurangi resiko terinfeksi (Hulin dkk
2002).
Penyimpanan Dan Pengeluaran Antisepti
Kontaminasi setiap bahan antiseptik telah di dokumentasikan.
Mikroorganisme yang mengontaminasi larutan antiseptik meliputi
Stafilokokus epidermis dan aureus, gram-negatif basilli, Pseudomonas
aeruginosadan beberapa endospora. Bahan antiseptik yang
terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi subsekuen saat digunakan
untuk mencuci tangan atau untuk kulit klien. Berikut ini adalah
pencegahan terhadap kontaminasi larutan antiseptik :
Kecuali hanya tersedia dalam jumlah kecil, tuangkan antiseptik ke
dalam tempat kecil yang bisa digunakan kembali untuk pemakaian sehari-
hari. Hal ini untuk melindungi penguapan dan kontaminasi. Pastikan nama
larutan yang benar ditempel pada tempatnya setiap kali akan diisi.
Jangan menyimpan kain kasa atau kapas dalam larutan antiseptik
karena dapat menimbulkan kontaminasi .
Buatlah jadwal yang teratur untuk menyiapkan larutan baru dan
membersihkan tempat yang dapat digunakan kembali. ( Larutan bisa
meningkatkan resiko saat terkontaminasi setelah disimpan selama 1
minggu ).”Jangan mengisi ulang” dispenser antiseptik.
Cuci tempat yang bisa dipakai kembali secara menyeluruh dengan
sabun dan air bersih, bersihkan dengan air mendidih apabila ada dan
keringkan sebelun diisi kembali.
Beri tanggal setiap tempat antiseptik yang akan digunakan kembali,
setelah dicuci, dikeringkan dan diisi.
Konsentrat larutan antiseptik ( yang belum diencerkan ) harus
disimpan dalam daerah yang sejuk dan gelap. Jangan terkena sinar
matahari.
BAB V
PEMEROSESAN INSTRUMEN, SARUNG TANGAN DAN PERALATAN
YANG LAINNYA
Pertemuan Ke-5
5.1.1 Tinjauan Peroses Yang Dianjurkan
Defenisi
Dekontaminasi. Proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh staf sebelum dibersihkan ( umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, HIV ) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumblah mikroorganisme yang mengontaminasi.
Desinfeksi Tingkat Tinggi ( DTT ). Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.
Pembersihan. Proses yang secara fisik membuan semua debu
yang tampak, kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati
ataupun membuang sejumblah mikroorganisme untuk mengurangi resiko
bgi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek. Proses terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air, membilas
dengan air bersih, dan mengeringkan.²
Sterilisasi. Proses menghilangkan semua mikroorganisme
( baktria, virus,fungi dan parasit ) termasuk endospora bakterial dari
benda mati dengan uap tekanan tinggi ( otoklaf ), panas kering ( oven )
sterilan kimiawi, atau radiasi.
Panduan Untuk Memroses Benda-Benda
Setiap benda, baik instrumen metal yang kotor maupun sarung tangan,
memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar :
Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah atau
duh tubuh terhadap staf pembersih dan rumah tangga.
Membersihkan hasil akhir berkualitas tinggi ( umpamanya
instrumen atau benda lain yang steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi
( DTT).
Panduan khusus untuk memroses instrumen, sarung tangan bedah,
peralatan dan barang lainnya yang digunakan untuk pelayanan perawatan
kesehatan diikhtisarkan pada Tabel 9. 1. Dalam tabel ini kolom pertama
menguraikan barang – barang yang diproses. Dua kolom berikutnya
menguraikan bagaimana mendekontaminasi dan membersihkan setiap
barang, sedangkan di dua kolom terakhir persyaratan untuk mensterilkan
atau men – DTT barang itu, apabila perlu dipresentasikan.
Informasi tambahan dan bukti yang mendukung penggunaan proses itu
diberikan dalam Bab 10 sampai 12 dan Lampiran E sampai H. Apabila
dilakukan secara benar, proses – proses ini memberikan penghalang yang
hebat terhaap penyebaran infeksi dari instrumen kedokteran, sarung
tangan bedah, dan barang – barang lainnya kepada pasien dan petugas
pelyanan kesehatan.
Tabel 9.1. panduan unuk memroses instrumen, sarung tangan bedah,
benda lainnya.
Proses Dekontaminasi Pembersihan Sterilisasi Desinfektan tingkat
adalah langkah menghilangkan menghancurkan tinggi
pertama dalam darah, duh tubuh semua Menghancurkan semua
menangani benda dan kotoran yang mikroorganisme, virus, bakteri, parasit,
yang sudah dipakai; tampak termasuk fungsi dan beberapa
mengurangi resiko endospora. endospora.
HBV dan HIV/AIDS
INSTRUMEN DESINFEKSI TINGKAT
DEKONTAMINASI PEMBERSIHAN STERILISASI
/BENDA TINGGI
Ambu Seka permukaan yang Cuci dengan Tdak perlu Tidak pelu
bag/masker terekspos dengan sabundan air. Bilas
muka, resuitasi kasa yang direndam dengan air brsih,
kardiopulmoner dalam 60 – 90% keringka diudara
alkohol atau klorin atau dengan
0,5% bilas segera handuk
AKDR dan Tidak perlu Tidak perlu Tidak dianjurkan. Tidak dianjurkan
inserternya Kebanyakan AKDR
di masuka dalam
kantong steril.
Bung kalau
kantongnya bolong
Alas kaki Seka dngan klorin Cuci dengan Tidak perlu Tidak perlu
0,5%. Bilas dengan air sabundan air. Bilas
bersih dengan air bersih
dan keringkan
Apron (plastik Seka dengan klorin Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
atau karet) 0,5%. Bilas dengan air dan air. Bilas
bersih dengan air bersih,
keringkan
Bola Isap Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
klorin 0,% selama 10 dan air. Bilas
menit sebelum dengan air bersih,
dibersihka. Bilas atau keringkan di udara
cuci segera. atau dengan
handuk
Diafragma atau Rendam dalam laritan Cuci dengan sabun Tidak perlu, tetapi Uapkan atau
fitting rings klorin 0,5% selama 10 dan air. Bilas dapat diotoklaf didihkan selam 20 menit
( digunakan menit sebelum dengan air bersih, pada 121 ℃106 DTT kimiawi dengan
untuk ukuran dibersihkan. Bilas atau keringkan di udara kPa selama 20 direndam dalam
pasien cuci segera. atau dengan menit (tidak formaldehid 8% atau
handuk dibungkus) glutaraldehid selama 20
menit. Bilas baik – baik
dengan air yang sudah
dididihkan.
Forsep transfe Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik : Dapat diterima
klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat, Panas Uapkan atau
mnit sebelum cuci dengan sabun keringkan selama didihkan selam 20 menit.
dibersihkan. Bilas atau dan air, bilas 1 jam setelah Disinfeksikan secara
cuci segera dengan air bersih. mencapai 170 ℃ kimiawi tingkat tinggi
Kalau akan atau dengan merendam selama
disterilisasi, Otoklaf pada 20 menit. Bilas baik – baik
keringkan diudara 121 ℃ 106 kPa dengan air mendidih dan
atau mesin selama 20 menit. keringkan di ueadar
pengering. (30 menit kalau seblum pakai
dibungkus)
Gaun bedah kain Tidak perlu (staf Cuci dengan sabun Diotoklaf pada 121 Tidak praktis
penutup linen, londry harus memakai dan air. Bilas ℃ 106 kPa selama
dan pembungkus gaun pelindung, dengan air bersih, 30 menit
sarung tangan dan keringkan dengan
kaca mata sewaktu udara, atau mesin
menangani linen pengering
kotor.
Instrument bedah Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik : Dapat diterima
klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat, Keringkan dengan Uapkan atau
menit sebelum cuci dengan sabun panas selama 1 didihkan selama 20 menit.
dibersihkan. Bilas atau dan air. Bilas jam setelah Disinfeksi kimiawi
cuci segerac . dengan air bersih. mencapai 170 ℃ tingkat tinggi dengan
Kalau akan atau otoklaf pada merendam selam 20
disterilisasi, 121 ℃ 106 kPa menit. Bilas baik – baik
keringkan diudara selama 20 menit. dengan air mendidih dan
atau dengan (30 menit kalau keringkan diudara sebelum
handuk. dibungkus) digunakan atau disimpan
Untuk instrument
tajam : keringkan
dengan panas
selam 2 jam
setelah mencapai
160 ℃
Jarum suntik dan Isi jaru dengan Buka pasangannya, Lebih baik : Dapat diterima
sempirit (glas sempirit yang kemudian cuci Keringkan Uapkan atau
atau plastic) terpasang dengan dengan sabun dan dengan panas didihkan selama 20 menit
klorin 0,5%. Bilas 3 air. Bilas dengan air selama 2 jam (DTT kimiawi tidak
kali dan apakah bersih, keringkan setelah mencapai dianjurkankarena residu
dibuang jarumnya sempritnya di udara 160 ℃ (hanya kimia dapat tertinggal atau
atau rendam selama atau dengan semprit gelas) bahkan stelah pembilasan
10 menit sebelum handuk (hanya atau dengan air mendidih
pembersihan. Bilas jarum di keringkan Otoklaf pada berulang – ulang. Residu
dengan menyemprot 3 diudara) 121 ℃ 106 kPa ini dapat mengganggu aksi
kali dengan air bersih selama 20 menit obat yang disuntikan.
( 30 menit kalau di
bungkus)
Kanul AVM Rendam dalam Cuci dengan sabun Tidk dianjurkan Uapkan atau didihkan
(plastic) larutakn klorin 0,5% dan air, lepaskan ( panas dari selama 20 menit.
selama 10 menit semua partikel otoklaf atau oven
sebelum dibersihkan. pengering panas
Bilas atau cuci segera dapat merusak
kanula)
Kap tekanan Jika terkontaminasi Jika kotor cuci Tidak perlu Tidak perlu
darah dengan darah atau dengan sabun. Bilas
duh tubuh seka dengan air brsih
dengan kain yang keringkan
dibasahi dengan klorin
0,5%
Kateter isap Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak dianjurkan. Uapkan atau
klorin 0,5% selama 10 dan air. Bilas 3 (Panas dari otoklaf didihkan selama 20 menit
menit sebelum kalibersih ( luar dan atau oven ( DTT kimiawi tidak
dibersihkan. Bilas atau dalam). pengering panas dianjurkan karena residu
cuci segera. akan merusak kimia dapat tertinggal
katetr) sekalipun setelah
pembilasan dengan air
mendidih berulang – ulang)
Kateter urine Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik (hanya Dapat diterima : (karet
karet dan logam klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat logam) atau logam)
yang lurus menit sebelum cuci dengan sabun Kerigkan uapkan atau
dibersihkan.bilasa dan air. Bilas 3 kali dengan panas didihkan selam 20 menit
atau cuci segera dengan air bersih selama 2 jam dalam
( luar dan dalam) setelah mencapai Glutaraldehid
160 ℃ ( hanya (biasanya 2 4 % atau
logam) atau formaldehid 8%. Bilas
otoklaf pada 121 dengan air yang telah
℃ 106 kPa selama dididihkan selama 20
20 menit menit
(30 menit kalau
dibungkus)
Meja priksa atau Bilas dengan larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
bedah atau klorin 0,5% dan air kalau materi
permukaan area organic masih ada
yang luas ( karet setelah
dan usungan) dekontaminasi
DPD (kap, Tidak perlu (staf Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
masker baju londry harus emakai dan air. Bilas
operasi) gaun pelindung, dengan air bersih
sarung tangan, dan keringkan dengan
kaca mata sewaktu udara atau mesin
menangani linen pengering
kotor)
Saaluran udara Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
plastic klorin 0,5% selama 10 dan air, bilas
menit sebelum dengan air bersih
dibersihkan. Bilas atau keringkan diudara
cuci segera. atau dngan handuk
Sarung tangan Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Kalau dipakai Uapkan selama 29 menit
bedah klorin 0,5% selama 10 dan air. Dan lihat untuk bedah dan biarkan kering dalam
menit sebelum apakah berlobang Diotoklaf steamer
dibersihkan. Bilas atau pada 121 ℃ 106
cuci segera kPa selama 20
menit
Jangan
dipakai untuk 24 –
48 jam
Slang ventilator Tidak perlu Dngan sikat, cuci Tidak mungkin Dapat diterima :
atau sirkuit dengan sabun dan menggunakan Uapkan tau didihkan
air. Bilas dengan air otoklaf atau oven selam 20 menit
bersih pengering Keringkan diudara
sebelum digunakan
Stetoskop Seka dengan kasa Jika kotor cuci Tidak ada Tidak ada
yang dibasahi dengan dengan sabun dan
alcohol 60 – 90% . air. Bilas dengan air
bersih, keringkan.
5.1.2 Dokumentasi Dan Pembersihan
Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat
bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang telah tercemar. Hal
penting sebelum membersihkan adalah mendokumentasikan alat tersebut
dengan merendamnya dilarutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini
dapat me non aktifkan HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan
petugas yang membersihkan alat tersebut(AORN 1990; ASHCSP 1986).
Produk –produk dekontaminasi
Larutan klorin terbuat dari sodium hipoklorit yang umumnya tidak mahal
dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efekttif pada
peroses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang bisa
digunakan seperti etil atau isopropyl alcohol 70% dan bahan fenolik 0,5%
- 3% ( Crutcher dkk 1991).
Apabila tidak tersedia disinfektan untuk peroses
dekontaminasi, diperlukan kewaspadaan tinggi saat
menangani dan membersihkan benda tajam tercemar (missal
jaru jahit, gunting, dan pisau bedah).
0,5% 0,1%
2,4%
8° klorum c
4 23
JIK (Kenya), Pemutih Robin(
3,5% 6 34
Nepal)
12° Klorum 3,6% 6 35
Pemutih rumah tangga (AS
Indonesia ) ACE (Turki) Eau
5% 9 49
de Javal ( Perancis) (15°
klorum), Lejia (Peru)
Blanquedor, Cloro
6% 11 59
(Meksiko)
Lavandin (Inggris) 8% 15 79
Chloros (Inggris) 10% 19 99
Chloros (Inggris), Extrait de
Javel ( Prancis) (48° 15% 29 149
klorumc)
Diadaptasi dari WHO 1989
a. Baca seabagi satu bagian ( missal cangkir atau glas) cairan pemutih
pekat untuk xbagian air ( missal JIK (Larutan 0,5%) campur 1 cangkir
pemutih dengan 6 cangkir air sehingga seluruhnya menjadi 7 cangkir).
b. Gunakan air matang saad menyiapkan larutan klorin 0,1% untuk
DTT karena air ladang mengandung bahan organik mikroskopis yang
dapat menonaktifkan klorin
c. Dibeberapa Negara kosentrasi sodium hipoklorit ditunjukan dengan
derajat klorometik (°klorum) satu °klorum kira – kira sama dengan
keputihan klorin 0,3%
Rumus membuat larutan klorin cair dari larutan hipklorit ditunjukan dalam
Gambar 10 – 1.
Jumlah kira – kira ( gram ) yang dibutuhkan untuk membuat 0,1% dan
0,5% larutan klorin bebas dari beberapa bahan klorin bebas yang ada di
pasaran ( bubuk kering)
Pembersihan
Pembersihan penting karena :
a. Sebuah cara yang efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pada peralatan dan instrument tercemar, terutama endospora yang
menyebabkan tetanus
b. Tidak ada prosedur sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT)
yang efektif tanpa melakukan pencucian terlebih dahulu (Porter 1987)
Pencucian yang benar dengan menggunakan sabun dan air juga dapat
menghilangkan bahan organic seperti darah dan duh tubuh. Hal ini
penting mengingat bahan organic kering dapat menjebak
mikroorganisme, termasuk endospora, sisanya bisa melindungi melawan
strategi atau disinfektan. Bahan organic juga bisa menginaktivasi
beberapa macam disinfeksi tingkat tinggi, sehingga menjadi tidak efektif.
(AQ –RN 1992 dkk 1998). Penggunaan sabun penting untuk pembersihan
yang efektif karena air sendiri tidak dapat menghilangkan protein,
minyak, dan lemak (Nystrom 1981). Penggunaan sabun ( batang ) tidaklah
berguna karena asam lemak dalam sabun bereaksi dengan mineral dalam
air meninggalkan sisa atau buih ( garam kalsium yang tidak larut), yang
sangat sukar untuk dihilangkan. Gunakan sabun cair, ini dipilih karena
sabun ini dapat dengan mudah bercampur dengan air daripada sabun
bubuk. Sebagai tambahan, sabun cair bisa memecahkan dan
menghilangkan atau menyingkirkan lemak, minyak, dan benda asing
lainnya dalam larutan sehingga dengan mudah, dapat dimusnahkan
dalam peroses pencucian
Tip pembersih
a. Gunakan sarung tangan saat membershkan instrumen dan
peralatan ( sarung tangan rumah tangga yang tebal berfungsi sangat
baik). Apabila robek atau rusak sarung tangan harus segera dibuang:
sebaliknya jika tidak rusak, harus dibersihkan dan biarkan mongering
selama satu hari untuk digunakan pada hari berikutnya.
b. Gunakan pelindung mata (plastic,pelindung muka, goggles atau
kaca mata) dan celemek plastic jika ada, saat membersihkan alat dan
perlengkapan untuk meminimalkan resiko cipratan cairan yang
terkontaminasi pada mata dan ke badan.
c. Instrument harus dibersihkan dengan sikat yang lembut ( sakit gigi
bekas baik untuk digunakan) dalam air sabun. Setelah dibersihkan alat
tersebut harus dicuci secara menyeluruh dengan air bersih untuk
menghilangkan sisa sabun yang bercampur dengan disinfektan kimia
yang digunakan untuk peroses disinfektan tingkat tinggi atau sterilisasi.
d. Semprit (berbahan kaca atau plastic) saat akan digunakan kembali
harus dilepas setelah didekontaminasi dan dibersihkan dengan air sabun.
Kemudian dicuci sedikitnya dua kali dengan air bersih untuk
menghilangkan sabun dengan membuang air melalui semprit ke wadah
lain ( untuk mencegah kontaminasi pada air cucian ), dan kemudian
dikeringkan.
e. Sarung tangan bedah harus dibersihkan dalam air sabun. Kedua
bagian luar dan bagian dalam dibersihkan dan dicuci dengan air bersih
samapi tidak ada sbun yang tersisa. Periksa sarung tangan dengan cara
memompa dengan tangan dan pegang sarung tangan dalam air.
( Gelembung udara akan muncul jika ada lubang)
f. Karet atau tabung plastic, misalnya tabung penghisap nasogastrik
untuk bayi baru lahir, biala akan digunakan kembali harus dibersihkan
secara menyeluruh, dicuci dan dikeringkan
g. Thermometer oral atau rectal tidak boleh dicampur meskipun
setelah dibersihkan, letakan terpisah dengan peralatan lain.
h. Endoskop operatif, ( misalnya laparoscop) harus secara hati – hati
dibersihkan karena pembersihan yang tidak benar merupakan penyebab
utama masalah mekanis, seperti penyebab penularan infeksi kepada
pasien berikutnya (Weber dan Rutala 2001). Kemudian lepaskan
laparoskopi dan tempatkan dalam air hangat yang berisi sabun yang tidak
bersifat abrasif. Bersihkan seluruh permukaan dengan sikat yang lembut.
Setelah dibersihkan, laparoskopi harus dicuci sebanyak 3 kali dengan air
bersih untuk menghilangkan seluruh sisa sabun.
5.1.3. Sterilisasi
Metode Sterilisasi Panas
Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan oktoklaf atau pemanas
kering dengan menggunakan oven dalah metode sterilisasi yang palng
umum dan trersedia saat ini.
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode yang efektif, tetap juga
paling sulit untuk dlakuka secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya metode sterilisasi ini adalhy metode plhan untuk
mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang dgunakan pada berbagai
fasilistas pelayanan kessehatan. Bila aliran listrik bermassalah, instrumen-
instrumendapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik
dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai
sumber panas.
Sterilisator panas kering (oven) baik untuk klim yang lembab tetapi
membutuhkan aliran listrik yang terus meneru, menyebabkan alat ini
kurang praktis pada area terpencil (pedesaan).
Kekurangan
Membuthkan sumber panas yang teru menerus ( bahan bakar kayu,
minyak tanah atau aliran listrik).
Membutuhkan peralatan (sterilisator uap) yang harus dipelihara
dengan cermat agr dapt befungsi dengan baik.
Membutuhkan ketaatan waktu, suhu dan tekanan secara ketat.
Sukar menghasilkan paket kering karen gangguan prosedur sering
terjadi ( misalnya mengangkat bahan-bahan sebelum kering, khususnya
pada iklim yang lembab dan panas)
Siklus sterilisasi berulang ulang dapat menyebabkan bopeng
danpenumpulan sisi instrumen yang tajam(seperti gunting).
Bahan-bahan plastik tidak ahan suhu tinggi.
Kekurangan
Instrumen plastik dan karet tidak dapat disterilisasi dengan cara
panas kering karena suhu yang digunakan (1600 -1700 C) terlalu tinggi
untuikmateri ini.
Panas kering memenetrasi materi secara lambat dan tidak merata.
Membutuhkan oven dan sumber listrik secara terus menerus.
Langka : Setelah dingin, angkatlah paket dan/ atau wadah logam dan
h5 simpanlah. Intrumen lepas sebaiknya dikeluarkan dengan
cunam yang steril dan gunakn segera atau tempatkan di
wadah steril dengan penutup yang rapat.
STERILISASI KIMIA
Sejumlah desinfektan tingkat tinggi akan membunuh endospora setelah
papran bekepanjangan (10-24 jam). Disinfektan umum yang dapat
digunkan untuk sterilisasi kimia terdiri dari glutaraldehid dan formaldehid.
Sterilisassi berlangsung dengan merendamnya selama sekurang-
kurangnya 10 jam dalm larutan formaldehid 2-4% atau setidaknya 24 jam
dalm larutan formaldehid 8%.
Kelebihan
Larutan glutaraldehid dan formaldehid tidak begitu mudah
dinonaktifkan oelh materi organik.
Kedua larutan ini dapat digunakan untuk instrumen yang tidak
tahan sterilisasi panas, seperti laparoskop.
Larutan formaldehid dapat digunakan hingga 14 hari (ganti apabila
keruh). Sebagian glutaraldehid dapat digunakn hingga 28 hari.
Glutaraldehid dan formaldehid adalah kimiawi yang menyababkan
iritasi kulit.oleh karena itu, seluruh peralatan yang direndam dalm salh
satu larutan itu ahrus sepenuhnya dibilas dengan air steril setelah
direndam.
Karen glutaraldehid bekerja dengan sangat baik pada suhu ruangan,
sterilisasi kimia tidak dijamin berfungsi baik pada lingkungan dingin (suhu
< 200 C/680F), bahkan dengan proses perendaman berkepanjangan.
Glutaraldehid mahal harganya.
Uap dari formaldehid diklasifikasikan sebagai potensial karsinogen,
dan pada derajat yang lebih rendah glutaraldehid mengiritasi kulit, mata
dan saluran pernapasan. Pakailah sarung tangan dan kaca mata, batasi
waktu paparan, dan gunakan kedua zat kimia hanya area beventilasi baik.
Formaldehid tidak dicampur dengan kloriin karena memroduksi gas
berbahaya. (bis-klorometil-eter)
Instruksi
Langkah : Lakuakn dekontaminasi, bersihkan dan keringkan
1 seluruh instrumen dan instrumen lainya yang akan
disterilisasi.
Langkah : Rendamlah seluruh instrumen dalam wadah bersih
2 yang didisi laruatan kimia dan tutuplah wadah
tersebut.
Langkah : Biarkan instrumen itu terendam:
3 10 jam dalm larutan glutaraldehid (periksalah
instruksi spesifik atas produk tersebut), atau
sekurang-kurangnya 24 jam pada formaldehid 8 %.
Langkah : Angkatlah objek yang sudah direndam dari larutan
4 dengan cunam steril, bilaslah 3 kali dalm air steril
dan keringkan di udara.
Langkah : Simpanlah objek yang sudah disterilisasidalam
5 wadah steril dalam wadah tertutup yang ketat
apabila insgtrumen tersebut tidak digunakan.
Indikator kimia
Indikator kimia terdiri dari indikator lebel yang memantau waktu, suhu,
dan tekana sterilisasi dan waktu dan suhu untuk sterilisasi panas kering.
Indikator ini harus digunakan baik dalam di luar setiap paket atau wadah.
Indikator ekstenal digunakan untuk memverifikasi bahwa instrumen telah
terpapar tehadap kondisi proses sterilisasi yang benar dan paket spesifik
telah sterilisasi. Indikator internal ditempatakn dai dalm paket atau
wadah dia ra yang paling sulit untuk bahan sterilisasi untuk bahan
mencapainya ( yaitu ditengah-tengah pak linen). Hal ini adalah indikator
yang menjelaskan apabila instrumen tersebut telah disterilisasi.
Indikator kimia seperrti pita seneitif panas aau viral gelas yang
mengandung butir-butir yang mencair pada suhu tertentu dalm waktu
tertentu, tidak dijamin bahwa sterilisasi telah tercapai, tetapi
mengidikasikan masalh mekanikal atau prosedural yang meungkin terjadi.
Indikator Mekanik
Indikator mekanik untuk sterilisator memberikan catatan waktu, suhu dan
tekana untuk siklus sterilisasi tersebut. Hal ini bisa berbetuk kertas
laaporan atau grafik dari sterilisator tesebutatau hal ini dapat berupa log
wakt, suhu dan tekanan yang disimpan oleh petugas yang bertanggung
jawab atas proses sterilisassi pada waktu itu.
Penyimpanan
Seluruh iinstrumen steril harus di simpan disebuah area dan dengan cara
sedemikian rupa sehingga paket atau wadah akan terlindungi dari debu,
kotoran, kelmbaban, hewan, dan serangga. Area penyimpanan ini paling
bak ditempatkan bersebelhan dengan atau dihubungkan ke tempat
sterilisasi berlangsung, disebuah area yang terpisah dan tertutup dengan
akses terrbatas yang digunakan hanya u tuk menyimpan bahan suplai
pasien yang bersih dan steril. Pada fasilitaqs yang lebih kecil, area ini
dapat berupa sebuah ruang Disebelah Departemen Pusat Suplai ( Centaral
Supply Department) atau pad aunit operasi ( operating Unit).
Jagalah area penyimpanan agar tetap bersih, kering, dan bebas
debu dan bebas kain tiras setrlah urusan rumah tangga harian reguler.
Kontrol suhu dan terlembaban (suhu sekitar 24 0 C dan kelambaban
relatif < 70% ) bila memungkinkan.
Paket wadah dengan instrumen steril (dan DTT) harun disimpan
dengn jarak 20-25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20
cm dari dinding luar.
Jangan gunakan karduas untuk penyimpanan. Kardus
mengeluarakan debu dan debris serta dapat menjadi tempat
bersembunyinya serangga.
Bubuhkan tanggal dan rotasikan supali tersebut (first in/ first out).
Proses ini berfungsi nsebagai peringatan, tetapi tidak menjamin sterilitas
paket-paket tersebut.
Distribusikan instrumen steril dan DTT di area ini.
Masa Berlaku
Masa berlakunya bahan-bahan ( yaitu berapa laminstrumen masih
dianggap steril) setelh proses dterilisasi berhubungna dengankejadian
( event releted). Instrumen itu harus tetap steril hiingga hingga sesuatu
menyebabkan paket atau wadah itu menjadi terkontaminas: waktu sejak
proses sterilisasi itu dilakukan bukan faktor yang menentukan. Kejadian
dapat berupa robekan atau usang diarea pembungkus tersebut., paket
yang basah atau faktor lain nya akan memungkinkan mikroorganisme
memasuki paket atau wadah tersebut. Peristiwa ini dapat terjadi kapan
saja.
Oleh karena itu: masa berlakunya sterilisasi bergantung pada
faktor-faktor berikut ini:
Kualitas pembungkus atau wadah
Berapa kali sebuah paket dipegang sebelum digunakan.
Berapa banyak orang yang telah memegang paket tersebut.
Apakah paket itu disimpan pada rak terbuka atau tertutup.
Kondisi area penyimpanan (misalnya kelembaban dan kebersihan),
Penggunaan penutup debu plastik dan metode penyegelan (AORN
1992)
Sebagian paker terkontaminasi sebagai akibat langsung dari penanganan
atau penyimpanan yang berulang-ulang atau kurang tepat.
Linen kotor dapat juga mengandung bahan yang tidak infeksius seperti
gigi palsu,gelas kaca mata,dan alat bantu mendengar. Bahan-bahan ini
tidak mengancam terjadinya infeksi dan tidak perlu ditangani secara
khusus.
Mencuci linen
Mencuci dan Mengeringkan
Semua bahan linen(misalnya seprei,kain bedah, masker,gaun) yang
bersinggungan langsung dengan pasien hrus dicuci secara seksama
sebelum dipakai lagi. Dekontaminasi sebelum mencuci tidak diperlukan,
kecuali linen itu kotor sekali dan
Disinfeks
Sterilisa
Bahan Dekontaminasi Pembersihan i Tingkat
si
Tinggi
²Jika air kran terkontaminasi, gunakan air yang dimasak selama 10 menik
setelah mendidih dan saring untuk menghilangkan partikel (jika perlu),
atau gunakan air yang sudah dicampur klorin air yang sudah diolah
dengan melarutkan kaporit (sodium hipoklorit) untuk membuat kosentrasi
0,001% (lihat Bab 26)
5.1.6 Pemrosesan Ulang Alat Sekali Pakai
Definisi
Daur ulang. Proses fisik dan / atau kimiawi yang menggunakan
bahan dasar suatu produk (misalnya kertas koran, aluminium dari kaleng
minuman, atau plastik dari semprit suntikan) untuk digunakan kembali
sebagai produk baru atau produk lain.
Pemrosesan ulang. Dekontaminasi, rakit ulang, pembersihan,
inspeksi, penyajian, pembungkusan, pelebelan kembali, dan sterilisasi
atau DTT alat yang telah dipakai pada pasien. Pemrosesan ulang
dilakukan pula pada alat yang telah dipakai pada pasien, tetapi
dikeluarkan dari bungkusan atau telah kadaluarsa.
BAB VI
MELAKSANAKAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Pertemuan Ke - 6
6.1.1. Pencegahan Nosokomial ,Panduan Kewaspadaaan Isolasi
Untuk Rumah Sakit
a. Pencegahan Nosokomial
Defenisi
Infeksi dari laboratorium. Infeksi nosokomial yang berasal dari kegiatan
laboratorium oleh staf, bagaimanapun terjadinya . Infeksi nosokomial
atau infeksi yang didapat dari rumah sakit ( istilah yang digunakan
bertukar – tukar) infeksi yang tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi
pada saat pasien masuk di rumah sakit .(Nosokomial menunjukan
hubungan antara perawatan dan timbulnya infeksi. Itu adalah satu kriteria
berkaitan dengan waktu, bukan hubungan sebab akibat).
Perlukaan atau infeksi karena pekerjaan. Perlukaan atau infeksi yang
didapat oleh staf sewaktu melakukan tugas rutin biasa.
Terkontaminasi. Keadaan dimana terjadi kontak secara aktual atau
potensial dengan mikroorganisme. Dalam pelayanan kesehatan, isitilah ini
umumnya berarti terdapatnya mikroorganisme yang dapat menimbulkan
infeksi atau penyakit.
Frekuensi dan jenis infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia
dan terus meningkat ( Alvarado 2000). Contohnya kejadian infeksi
nosokomial berkisar dari terendah sebanyak 1 % di beberapa Negara
Eropa dan Amerika hingga 40 % di beberapa tempat Asia, Amerika Latin
dan Sub – Sahara Afrika ( Lynch dkk, 1997). Pada 1987, suatu survey
prevelensi meliputi 55 rumah sakitdi 14 negara berkembang pada emapat
wilayah WHO ( Eropa, Mediterania Timur, dan Asia Tenggara, dan Pasifik
Barat) menemukan rata – rata 8,7 % dari seluruh pasien rumah sakit
menderita infeksi nosokomial. Jadi pada setiap saat terdapat 1,4 juta
pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat dirumah
sakit. (Tikhomirov,1987). Pada survey ini frekuensi tertinggi dilaporkan
dari rumah sakit diwilayah Timur Tengah dan Asia Tenggara masing –
masing 11,8 % dan 10 %, ( Mayon – White dkk, 1988). Angka kejadian ini
belum mencerminkan keadaan saat ini, karena pada waktu itu pandemic
HIV/AIDS baru saja mulai. Infeksi tempat pembedahan, infeksi tempat
saluran kencing, infeksi saluran napas bawah (pneumonia) merupakan
jenis utama yang dilaporkan. Urutan ini berbeda dengan yang dilaporkan
di AS, misalnya, infeksi, saluran kencing dan saluran pernapasan, lebih
umum, diikutioleh infeksi tempat pembedahan.
Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan
emosional, dan kadang – kadang pada kasus akan menyebabkan kondisi
kecatatan sehingga menurunkan kualitas hidup.sebagai tambahan,
infeksi nosokomial sekarang juga merupakan salah satu penyebab
kematian ( Ponce –de – Leon 1991). Dampak infeksi nosokomial lebih jelas
di Negara miskin, infeksi. Dampak infeksi nosokomial lebih jelas di Negara
miskin, terutama yang dilanda HIV/ AIDS, karena temuan terakhir
membuktikan bahwa pelayanan medis yang tidak aman merupakan
factor penting dalam transmisi HIV(Gisselquist dkk, 2002).
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah
tersedia, secara relatif murah yaitu:
Mentaati prektik pencegahan infeksi yang dianjurkan terutama
kebersihan dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan.
Memperhatikan dengan seksama peroses yang telah terbukti
bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain
yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi, dan
Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi, dan area beresiko
tinggi lainnya di mana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan
paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi.
Kewaspadaan Percikkan
Table. 21.2
Penempatan pasien
kamar khusus,pintu boleh dibuka
jika kamar khusu tidak adatempatkan pasien dalam ruangan
pasien infeksi dengan penyakit yang sama, tidak dengan infeksi
lain (kohor)
jika tidak ada fasilitas, pisahkan dengan jarak 1 meter (3
kaki) di antara pasien
Perlindungan pernapasan
pakai masker jika jarak 1 meter dari pasien
Transportasi pasien
pembatasan pasien hanya bila diperlukan
selama transport pasien harus menggunakan masker
beritahu yang menerima pasien
Kewaspadaan kontak
Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan organisme dari pasien
terinfeksi atau terkoloni baik langsung maupun tidak langsung.
Kewaspadaan kontak harus diimplementasikan pada pasien dengan
infeksi basah atau memakai drain (abses, herpes zoster impetigo,
konjungtivitis, scabies, dan luka basah)
Table. 21.3. kewaspadaan kontak
Penempatan pasien
kamar khusus,pintu boleh dibuka
jika kamar khusu tidak adatempatkan pasien dalam ruangan
pasien infeksi dengan penyakit yang sama, tidak dengan infeksi
lain (kohor)
Sarung tangan
pakai sarung tangan yang yang bersih tidak perlu proses
ulang kemudian masuk ke ruangan.
Ganti sarung tangan setelah kontak dengan barang-barang
yang terinfeksi (feses atau luka yang terpasang drainase).
Buka sarung tangan sebelum meninggalkan pasien.
Cuci tangan
Cuci tangan dengan sabun antibakteri atau gunakan cuci
tangan atau pengganti cuci tangan tanpa air, antiseptic berbahan
alcohol, setelah melepas sarung tangan.
Jangan sentuh permukaan atau benda-benda yang secara
potensial dapt terkontaminasi sebelum meninggalkan ruangan.
Pakaian dan perlengkapan perlindungan
Pakai pakaian bersih,tidak perlu steril sewaktu masuk ke
ruangan pasien, antisipasi apabila kontak dengan pasien
inkontinensia disertai diare, ileostomi, kolostomi atau luka yang
terpasang drain yang tidak ditutup kasa.
Ganti pakaian sebelum meninggalkan ruangan. Jangan
biarkan pakaian menyentuh permukaan yang potensial
terkontaminasi.
Transportasi pasien
Batasi transport pasien seperlunya saja.
Selama transportasi pertahankan kewaspadan untuk
meminimalkan risiko penularan dari mikroorganisme.
Perlengkapan perawatan pasien
Jika mungkin perlengkapan untuk tiap pasien
Bersihkan dan disinfeksi semua peralatan sesudah dipakai.
Langkah 3 :
Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan, jika tangan
tidak terlihat kotor gunakan sekitar 1 sendok teh, 5 ml larutan antiseptik
berbahan dasar alkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan
kuat diantara jari-jemari sampai kering.
Langkah 4:
Kenakan sarung tangan steril
Langkah 5 :
Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik
Langkah 6 :
Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan, berdiri di sebelah kanan
pasien, jika kiri maka berdiri disebelah kiri pasien
Langkah 7: untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah
dengan tangan yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra
sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan menggunakan kuas
kapas atau cunam dengan potongan kasa
Langkah 8:
Untuk pasien laki-laki, tarik kebelakang kulup dan pegang kepala penis
dengan tangan yang tidak dominan ,kemudian bersihkan kepala penis dan
saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan
kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa.
Langkah 9 :
Apabila pemasangan keteter lurus,genggam kateter sekitar 5cm dari
ujung katetr dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada
tempat pengumpulan urin
Langkah 10 :
Untuk perempuan, masukan katetr dengan hati-hati kira-kira 5-8cm
atausampai urin mengalir. Pada anak-anak masukan hanya kira-kira 3cm
Langkah 11 :
Untuk laki-laki, masukan katetr dengan hati-hati kitra-kira 18-22cm atau
sampai urin mengalir. pada anak-anak masukan kira-kira 5-8cm
Langkah 12 :
Apabila memasang katetr indwelling, tekan lagi sekitar 5cm seelah urin
keluar dan hubungkan kateter ketabung pengumpulan urin jika tidak
memakai sistem tertutup
Langkah 13 :
Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar
penolakan terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada
paha(untuk perempuan) atau bagian bawah abdomen (untuk laki-laki).
Langkah 14 :
Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urin keluar dengan
perlahan kedalam kantong pengumpulan kemudian cabut kateter
Langkah 15 :
Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus apabila akan dibuang
masukan kedalam kantong plastik dan tutup kantong sampah
Langkah 16 :
Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali,taruh pada
larutan klorin 0,5% dan rendam selama 10 menit untuk didekontaminasi
Langkah 17 :
Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkans dan taruh keduanya
dalam plastik atau tepat sampah
Langkah 18 :
Cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan larutan antiseptik
berbahan dasar alkohol tanpa air
Pencabutan atau penggantian
Langkah 1 : pastikan semua benda tersedia (seperti pada pemasangan
kateter)
- Sarung tangan steril atau DTT.
- Semprit steril atau DTT untuk menggantikan cairan balon kateter.
- Cunam dengan potongan kasa atau kuas kapas besar.
- Kantong plastik dan tempat sampah.
Langkah 2:
Anjurkan pasien untuk membersihkan dareah uretra atau kepala penis
atau bantu mereka membersikan dengan menggunakan sarungtangan
yang bersih
Langkah 3 :
Bersihkan tangan atau gunakan cairan pembersih tangan
Langkah 4 :
Gunakan sarung tangan bersih
Langkah 5 :
Dengan menggunakan semprit kososng, keluarkan air dari balon kateter
Langkah 6 :
Untuk perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan
yang tidak dominan kemudian bersihkan bagian uretra sebanyak dua kali
dengan larutan antiseptik dengan memakai kuas kapas atau cunam
dengan potongan kain kasa dan lepas kateter pelan-pelan
Langkah 7 :
Untuk pria,tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis dengan
tangan yag tidak dominana kemudian bersihkan kepala penis dan daerah
dekat kateter sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan
menggunakan kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa dan
lepaskan kateter secara hati-hati
Langkah 8:
Jika akan melepaskan kateter ikuti langkah 15,17 dan 18 pada prosedur
pemasangan.
Langkah 9 :jika ingin mengganti kateter indwelling ,ikuti langkah 5-18
pada prosedur pemasangan.
Tip pencegahan infeksi pada pasien yang dikateterisasi
- Lepaskan kateter secepat mungkin
- Sistem pengumpulan kateter harus tetap tertutup dan tidak boleh
terbuka kecuali benar-benar perlu untuk alasan diagnosis atau
pemeriksaan
- Ingatkan pasien saat penarikan kateter
- Urin yang mengalir melalui kateter harus diperiksa dalam sehari untuk
memastikan kateter tidak tersumbat
- Hindari mengangkat kantong pengumpulan diatas kandung kemih
- Jepit kateter bila akan mengangkat kantong pengumpulan diatas
kandung kemih pasien selama pemindahan pasien ketempat tidur
atau usungan
- Sebelum pasien berdiri, keluarkan seluruh urin dari kateter kedalam
kantong
- Kantong drainase urin harus dikosongkan secara aseptik, pegang
ujung kateter sampai kebagian samping kantong pengumpulan atau
dihindari membiarkan ujung menyentuh urin dalam bejana. Ganti
kantong dengan wadah baru dan bersih
- Apabila tabung drainase tidak tersambung, jangan menyentuh ujung
kateter atau pipa. Basuh ujung kateter dan pipa dengan larutan
antiseptik sebelum disambungkan kembali
- Bersihkan kepala penis dan lubang uretra atau jaringan sekitar lubang
uretra setelah buang air besar atau jika pasien inkontinensi
- Apabila pembuangan sering dilakukan, kateter harus diganti.
Catatan :
- Kateter indwelling tidak boleh digunakan untuk penanganan
inkontinensi jangka panjang
- Jika poviden ioden digunakan biarkan mengering selama 2 menit
karena hanya melepas iodin bebas dengan bahan antiseptik aktif
secara pelan
- Apabila pasien tidak mampu membersihkan dirinya sendiri,sarung
tangan bersih akan diperlukan
- Dengan kateter indwelling, jangan lepas kateter dari tabung
pengeluaran
- Jangan memaksakan kateter jika terjadi penolakan
- Jika kateter secara tidak sengaja masuk kedalam vagina, jangan
dicabut. Bersihkan daerah uretra dengan larutan antiseptik dan
masukan kateter pada vagina.
- Kapanpun pasien yang menggunakan kateter indwelling, infeksi
termasuk septimesia gram-negatif, bisa terjadi. Jadi pemeriksa tanda-
tanda pada tanda-tanda infeksi nyeri punggung atau nyeri panggul, air
kencing keruh atau demam
Definisi
Infeksi tempat pembedahan (ITP), Baik berupa infeksi insisi
ataupun organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau
dalam waktu 1 tahun apabila terdapat implan. Selanjutnya insisi ITP
terbagi menjadi insisi superfisial (hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutis) dan insisi dalam (melibatkan jaringan lunak lebih dalam,
termasuk lapisan fasia dan otot).
ITP Organ/ruang. Bagian tubuh manapun selain dari bagian insisi
dinding tubuh yang dibuka atau ditangani selama suatu operasi.
Faktor-faktor risiko
Tabel 23-1 Pasien dengan karakteristik pembedahan yang dapat
mempengarui risiko terjadinya infeksi pada tempat pembedahan
Pasien
Status nutrisi buruk
Diabetes, tidak terkontrol
Perokok ata pengguna produk tembakau lainnya
Obesitas
Infeksi yang bersamaan di bagian tubuh lainnya
Kolonisasi dengan mikroorganisme
Perubahan respons kekebalan tubuh (HIV/AIDS dan penggunaan
kortikosteroid kronik)
Lamanya rawat inap pra-bedah
Pembedahan
Pencukuran pra-bedah
Persiapan kulit pra-bedah
Lamanya pembedahan
Profilaksis antimikrobial
Ventilasi ruang bedah
Pemrosesan instrumen (pencucian, DTT, atau sterilisasi)
Bahan asing ditempat pembedahan
Pengaliran bedah
Teknik bedah
Hemostatis buruk
Kegagalan untuk mengobliterasi rongga kososng
Trauma jaringan
Diapadaptasi dari : SHEA, APIC, CDC, dan SIS 1990
Faktor-faktor pasien
Obesitas meningkatkan risiko secara substansial bila lapisan lemak
subkutis perut melebihi 3 cm (1,5 inci) (Nystrom dkk 1987). Risiko
bertambah karena memerlukan insisi yang lebih lebar, mengurangi
sirkulasi pada jaringan lemak atau kesulitan teknik melakukan
pembedahan melalui lapisan lemak yang tebal.
Infeksi pada tempat lainnya dapat meningkatkan risiko penyebaran
infeksi melalui aliran darah.
Pasien immunicompromised (misalnya pasien dengan penyakit
HIV/AIDS, pasien dengan penggunaan kortikosteroid kronis, seperti
yang terjadi pada penderita asma atau perokok berat atau pengguna
produk tembakau lainnya) secra signifikan mempunyai risiko ITP yang
lebih besar.
Malnutisi dapat atau tidak dapat menjadi faktor kontribusi. Sayang
sekali sebagian besar studi belum dilakukan di negara-negara
berkembang dimana malnutrisi yang sangat buruk lebih umum terjadi.
Usia, ras, status sosioekonomi dan, penyakit kronis, seperti
diabetes dan keganasan, sulit dinlai karena acapkali terkait dengan
faktor-faktor lain yang secara independen berkontribusi atas risiko.
Misalnya, faktor uia di atas 70 tahun dapat disertai dengan penurunan
mekanisme pertahanan, nutrisi yang buruk dan anemia.
Kecuali kasa pembalut dan are asekitarnya dijaga tetap kering, pasien
sebaiknya tidak mandi atau siraman sementara insisi bedah itu diperban
dan ditutup dengan kasa pembalut (atau hingga jaringan granulasi terlihat
pada penyembuhan luka dengan intensi sekunder).
Jumlah Dosis
Dalam hal ini, dosis tunggal IV antibiotik yang diberikan dalam 30 menit
atau kurang sebelum insisi kulit memberikan jumlah dalam jaringan yang
memadai sepanjang pembedahan. (Apabila vankomisin digunakan,
sekurang-kurangnya dibutuhkan satu jam). Jelaslah bahwa konsep infusi
“tugas jaga” antibiotik profilaksis tidak dapat diterima karena penundaan
pembedahan dapat terjadi sehingga menyebabkan jumlah dalam jaringan
yang kurang efektif apabila pembedahan sbenarnya dimulai
Diadaptasi dari: The Medical Letter 2001, rekomendasi dikutip oleh Dajani
dkk 1997.
Sebaiknya tidak melebihi dosis orang s=dewasa
1. Pasien berisiko tinggi yang diberi parenteral ampisillin sebeum
tindakan ini harus menerima satu dosis ampisillin q gram IM atau IV
atau amoksisillin 1 gram secara oral 6 jam sesudahnya.
2. Gentamisin harus ditambahkan bagi pasien dengan risiko tinggi
terhadap endokarditis
Definisi
Flebitis. Daerah bengkak, kemerahan, panas dan nyeri pada kulit
sekitar tempat kateter intravaskuler dipasang (kulit bagian luar). Jika
flebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demama dan
pus yang keluar dari tempat tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi
klinis bagian luar.
Infeksi arah keluar (diagnosis mikrobiologi). Infeksi klinik dengan
biakan dari pengeluaran cairan (cairan atau pus) dari tempat keluar
mikroorganisme, dengan tau tanpa bukti adanya infeksi mikrobioligik
dalam pembuluh darah.
Infeksi saluran. Nyeri, kemerahan,dan bengkak lebih dari 2 cm
sepanjang saluran kateter intavaskuler, dengan atau tanpa bukti
adanya infeksi mikroorganisme daerah pembuluh darah.
Kantong infeksi. Infeksi terbatas pad daerah sekitar alat
terpasangnya kateter intravena, dengan atau tanpa adanya bukti
infeksi mikrobiologi dalam pembuluh darah.
Alat implant dipasang subkutan atau reservoir melalui jarum lewat kulit
utuh Uth, tingkat infeksi rendah.
Kebanyakan infeksi disebabkan oleh kontaminasi kateter denag
organisme dari kulit pasien atau tangan petugas kesehatan sewaktu
pemasangan, karena kateter berhubungan langsung dengan pembuluh
darah. Sekali kateter terpasang, pathogen dapat disalurkan kedalam
pembuluh darah melalui 4 jalan:
Melalui ruangan di antara kateter – jaringan,
Melalui kontaminasi dengan bagian tengah,
Melalui cairan infuse yang terkontaminasi, dan
Melalui pembuluh darah dari tempat infeksi lain
Mikrobiologi
Bakteri gram (-) dan stafilokokus merupakan penyebab utama
infeksi yang berhubungan dengan kateter, tetapi dengan epidemi
HIV/AIDS, infeksi dengan jamur dilaporkan meningkat (Jarvis dan hughes
1993). Beberapa mikroorganisme, terutama S. aureus koagulase (-) dan
pseudomonas dan spesies asitenobakter membentuk fibrin di dinding
kateter beberapa hari setelah pemasangan. Akibatnya, infeksi dengan
organisme ini umum terjadi, terutama bila infeksi terjadi dalam 10 hari
sesudah pemasangan (Radd dkk 1993). Untuk alat yang di pasang lebih
dari 30 hari (misalnya kateter vena sentral tunneled), infeksi pembuluh
darah lebih banyak terjadi karena kontaminasi kateter, khususnya terjadi
di bagian tengah (Schaberg, Cuver dan Gaynes 1991)
Faktor risiko
Berbagai factor meningkatkan resiko infeksi dari alat-alat
intravascular.Misalnya, tingkat infeksi lebih tinggi pada pasien di rumah
sakit besar, yang menderita penyakit khusus, pasien luka bakar atau luka
operasi atau beberapa kasus kekurangan gizi atau penurunan daya tahan
tubuh (misalnya oleh karena HIV/AIDS atau pengobatan kortikosteroid
kronis). Di samping itu, tingkat infeksi lebih tinggi pada alat-alat tertentu
(misalnya kateter vena sentral nontunnel), jenis cairan infus (produk
nutrisi parenteral lebih riskan), dan lam pemakaian kateter ditempat yang
sama (Jarvis dkk 1991;Maki dan mermel 1998; Mayhall 1992).
Alat dan larutan terkontaminasi juga memberi jalan mikroorganisme
memasuki pembuluh darah.faktor-faktor yang berhubungan dengan alat-
alat berikut meningkatakan risiko infeksi:
Sebelum pemasangan
- Botol infuse yang retak
- Lubang pada container plastic
- Penghubung dan cairan infus yang terkontaminasi
- Set IV yang bocor yang mempunyai banyak penghubung
- Persiapan tidak steril pada cairan infus
Sewaktu pemakaian
- Penggantian cairan IV dengan menggunkan set infuse yang sama
- Suntikan multiple dan system irigasi
- Alat pengukuran tekanan vena sentral
Kateter perifer
Seleksi temopat dan rotasi
Untuk orang dewasa, pemasangan lebih disenangi di vena tangan
dari pada vena lengan, dan vena lengan lebih disukai daripada di vena
kaki dan paha. (penanaman kateter atau jarum pada vena paha atau kaki
sering menjadi penyebab terjadi imflamasi atu flebitis).
Rotasi tempat setiap 72-96 jam mengurangi flebitis dan infeksi
local (kateter Teflon atau polikateter lebih baik dari pada jarum logam
karena tidak menembus vena saat rotasi).
Pada pemakaian jangka pendek (˂48 jam), jarum lurus atau
butterfly kurang mengakibatkan iritasi karens terbuat dari plastic dan juga
infeksi sangat rendah.
Karena jarum lurus atau butterfly lebih sering menyebabakan
infiltrasi, jangan di pakai pada larutan yang dapat mengakibatkan
nekrosis.
Filtrasi inline, kecuali untuk pemberian darah dan produk darah,
tidak dianjurkan; karena lebih mahal, kurang efektif, dan sering
menyebabkan masalah. (CDC dan HICPAC 1996).
Kateter vena sentral
Perawatan tempat pemasngan dan balutan
Jika tempat insersi kateter tampak kotor, cuci dengan sabun dan
air bersih kemudian keringkan sebelum diberi antiseptic.
Pakailah klorheksidin glukonat 2%, PIV 10%, atau alcohol 60-90%
untuk persiapan kulit. (tahun 1991 Maki, Ringer dan Alvarado melaporkan
angka infeksi dengan pemakaian klorhekididn 80% lebih rendah dari PIV
atau alkohol).
Pemasangan harus dilakukan dengan sepenuhnya menggunakan
kewaspadaan perlindungan (menggunakan sarung tangan, baju tindakan,
masker dan duk steril atau DTT) di ruangan tindakan, bukan di kamar
perawatan.
Epidemiologi
Infeksi maternal
Dinegara – Negara yang sedang berkembang infeksi pascapersalinan
tetap menjadi nomor dua dari perdarahan pascapersalinan yang menjadi
penyebab kematian maternal dari persalinan. Namun penjangkitan
penyakit yang mematikan ini dapat dicegah dengan:
Melakukan cuci tangan sebelum bersalin dengan air limau yang
diklorinisasi
Mendidihkan semua instrument dan perabotan setelah digunakan
oleh seorang perempuandengan infeksi pascapersalinan.
Mikrobiologi
Penyebab infeksi maternal
Kebanyakan infeksi pascapersalinan disebabkan oleh flora endogen
mikroorganisme yang biasnya ada dalam sluran genital. Namun biasanya
infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran atau
pascapersalinan. Hamper 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran
genitalia bawah (vulva, vagina, serviks)setiap saat (Fero,
1990).sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi
dianggap nonpatogenik, di bawah kebanyakan lingkungan dan sekurang
– kurangnya 20, termasuk E koli S. aureus, proteus mirabilis dan klebsiel
pneumonia adalah patogenik.
Oragnisme yang paling umu diisolasi dari perempuan dengan
endometritis, terdaftar dalam table 25 – 2. Karena biakan endometrium
dan urine yang dapat menyesatkan disebabkan kontaminasi flora vagina
dan serviks, ttidak mengherankan perempuan pascapersalinan, dengan
bukti klinis, endometritis atau infeksi saluran kencing jarang terjadi
daripada dengan pasien jenis lain (Mead 1993).
Table 25- 2 Organism yang umum diisolasi dari wanita dengan
endometriosis
AEROBES
Garam – positif kokki
Streptokokus group B
Streptokokus group C
Enterokokus
Streptokokus spesies
Stafilokokus sepsis
Garam negative
Eserisia koli
Klebsiela pneumonia
Proteus mirabilis
ANAEROBES
Garam – positif kokki
Peptokokus spesies
Peptostreptokokus spesies
Garam – positif basili
Klostridium spesies
Garam – negative basili
Provetela bivia
Bakteroid fragilis
Bakteroid spesies (lainnya)
Persalinan pervaginam
Langkah – langkah yang dapat diambil untuk menurunkan risiko infeksi
maternal sebelum dan selama persalinan termasuk adalah sebagai
berikut,
Langkah 1: yakni bahwa alat – alat berikut tersedia
Dua pasang sarung tangan steril atau DTT.
Sarung tangan tanpa jari steril atau DTT.
Sarung tangan pemeriksaan untuk mencuci perineum.
Tempat air bersih hangat, sabun lap muka dengan handuk
kering/bersih.
Apron plastic atau karet dan penutup wajah ( masker dan goggles).
Antiseptic berdasarkan alcohol tanpa air untuk cuci tangan (seperti
klorheksidin glukonat 2% atau povidoniodin 10%).
Gunting steril (Mayo) atau DTT.
Klem tali pusat steril atau DTT atau tali pengikat tali pusat.
Oksitosin injeksi (dengan atau tanpa methergin) atau misoprotosol
oral
Kateter urine steril atau DTT (lurus, karet atau metal) wadah bersih
untuk menampung urine.
Kasa segi empat.
Tempat plasenta.
Duk bersih atau kain untuk membungkus bayi.
Alas perineum bersih.
Lampu (jika diperlukan)
Container benda – benda tajam (dalam jangkauan tangan).
Ember plastic diisi dengan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
Tempat sampah palstik yang tertutup untuk pembuangansampah –
sampah yang terkontaminasi
Jika diperlukan episiotomy alat – alat berikut harus tersedia pula:
Pemegang jarum steril
Cunam jaringan steril atau DTT.
Benang cromik # O dengan jarum jahit
Anastesi local tanpa epinefrin.
Selama Persalinan
Kalau diperlukan resusitasi bayi, gunakan penghisap mekanik kalau
ada(kalau terpaksa menghisap saluran udara dengan mulut pasang
penghalang diantaranya).
Kalau diperlukan pengeluaran plasenta secara manual, pakailah
sarung tangan tanpa jari untuk menghindari kontaminasi lengan dengan
darah. Cara menggunakan sarung tangan tanpa jari :
- Lepaskan sarung tangan bedah dari satu atau ke dua tangan
menggunakan teknik yang sudah dijelaskan di bab 4.
- Kemudian masukan sarung tangan tanpa jari DTT atau steril dan
tarik sampai ke lengan gunakan teknik yang dijekaskan di bab 7
- Pasang sarung DTT atau steril yang baru pada satu atau ke dua
tangan.
Sesudah Melahirkan
Langkah 8 : sebelum membuka sarung tangan tempatkan semua barang
yang akan dibuang (kasa yang kena darah) ke dalam kantong plastik atau
container sampah yang tahan bocor dan bertutup.
Langkah 9 : Jika episiotomi dilakukan atau ada robekan vagina atau
perineum lakukan penjahitan :
Tempatkan benda tajam atau jarum jahit pada tempat benda tajam
yang anti tembus
Jika membuang jarum hipodermik dan sempritnya, tahan jarum di
bawah permukaan larutan klorin 0,5%, isi semprit dan bilas 3 kali;
kemudian letakkan di container benda tajam yang anti tembus.
Alternatif lain, jika semprit digunakan ulang (dan jarum), isi semprit
dengan jarum terpasang dengan klorin 0,5% dan rendam 10 menit untuk
dekontaminasi.
Epidemiologi
Pada pasien rawat inap, masa inkubasi diare infeksius yang dibebabkan
oleh berbagai jenis bakteria dan virus mungkin lebih pendek karena
penurunan imunitas atau fakor resiko lainnya. Walaupun diagnosis diare
infeksius pasti dengan diidentifikasinya age bakteria atau virus, banyak
kasus diare tidak pernah didiagnosis sepenuhnya. Di Amerika Serikat,
kejadian diare nosokomial telah dilaporkan diantara kurang dari 1 per 100
kasus rawat inap anak-anak hingga lebih dari 30 per 100 kasus rawat inap
orang dewasa (Mc. Farland 1993). Karena diare biasa terdapat di negara-
negara berkembang, maka terjadi kekurangan untuk perkiraan yang
sebenarnya.
Agen infeksius penyebab diare ditularkan lewat jalan tinja/oral dengan
berbagai cara, yaitu :
Melalui makan makanan atau minum air yang terkontaminasi
Dari pasien yang menangani barang terkontamiasi (umpamanya,
dengan tinja) dan memasukkan tangannnya kedalam mulut;
Dari tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi, dan
Dari instrumen medis yang terkontaminasi (umpamanya, gastroskop)
yang masuk saluran gastrointestinal (GI).
Pengelolaan Wabah
Pengelolaan wabah diare yang berhasil dihubungkan dengan sumber
kontaminasi yang sama di fasilitas pelayanan kesehatan biasanya
dibutuhkan sejumlah langkah:
Cari penyebab utama dan lenyapkan
Kelompokkan pasien dengan diare bersama-sama dan dilarang
memakai peralatan bersama atau staff dengan pasien baru atau yang
tidak terinfeksi,
Jika pasien setuju untuk dikelola lebih lanjut di rumah masing-masing
maka yang terkena dan tak terkena dapat dipulangkan lebih dini,
Memastikan bahwa pengelolaan rumah tangga dilakukan dengan sering
dan cermat,
Menyediakan ruang terpisah dan petugas tambahan untuk merawat
bayi-bayi yang terkena pada terjadinya wabah diruang perawatan bayi
atau NICU.
Dalam penelitian pada 162 wabah berasal dari makanan di rumah sakit
dan rumah perawatan di as, kesalahan yang berhubungan dengan
wabah adalah sebagai berikut :
38% disebabkan oleh pengendalian suhu yang tidak tepat dalam
penyiapan makanan,
18% disebabkan oleh kebersihan dan kesehatan yang buruk pegawai
yang terinfeksi,
14% disebabkan oleh salah memasak,
13% disebabkan oleh peralatan yang terkontaminasi,
5% disebabkan oleh makanan yang diperoleh dari sumber yang tidak
aman, dan
9% disebabkan oleh faktor lain (villarino, dkk. 1992)
Bahan diskusi
Kasus 1
Ny. A berumur 30 tahun datang ke puskemas untuk periksa hamil tanggal
7 november 2011. Hamil ini adalah kehamilan yang kedua dan belum
pernah abortus, HPHT : 28 April 2011. Ibu mengatakan pusing, lemas,
pandangan berkunang-kunang. Dari hasil pemeriksaan ditemukan TD :
100/90 mmhg, S : 36 derajat celcius, Nadi : 80x/mnt, pernapasan
20x/menit, Hb : 8 gram %, kunjungtiva pucat dan Djj 144xmnt teratur,
terdengar di perut ibu sebelah kiri.
Tugas diskusi
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut?
(gunakan bantuan dengan kamus umum, kebidanan, atau kedokteran)
2. Bagaimana prinsip dasar yang anda gunakan dalam pemeriksaan fisik
pada kasus 1
3. Bagaimanakah cara pemeriksaan tanda vital yang dapat anda lakukan?
4. Bagaimanakah cara pemeriksaan fisik selanjutnya yang anda lakukan
pada kasus tersebut?
Kasus 2
Bayi laki-laki spontan di puskesmas dari ibu berumur 45 tahun. Berat lahir
1500 gram. Saat lahir bayi segara menangis, ketuban pecah saat lahir,
jernih dan tidak berbauh. Bayi mulai disusui 2 jam setelah lahir, tetapi
isapan bayi tampak lemah. Empat jam setelah lahir bayi tampak sesak,
frekuensi pernapasan 70 x permenit, adanya retraksi di daerah subcostal,
tidak tampak biru, dan pada auskultasi terdengar expiratory grunting.
Suhu aksiler 36,3 C. Dua hari kemudian wajah dan daerah dada bayi
tampak kuning.
Tugas diskusi
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut?
(gunakan bantuan dengan kamus umum, kebidanan, atau kedokteran)
2. Bagaimana cara pemeriksaan fisik selanjutnya yang anda lakukan pada
kasus tersebut?
3. Pemeriksaan Pernapasa
Merupakan pemeriksaan pernapasan dengan cara menghitung jumlah /
frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang dihitung dalam satu
menit, yang bertujuan untuk mengetahui jumlah dan sifat pernapasan,
keadaan umum pasien, dan perkembangan penyakit.
Alat :
1. Jam atau stopwatch
2. Buku catatan
Cara kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan /beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan berbaring
4. Lakukan pengukuran dengan meletakan tangan pasien pada posisi
rileks menyilang abdomen atau dada bagian bawahnya atau
menempatkan tangan pemeriksaan langsung pada abdomen pasien.
5. Hitung frekuensi, irama, pola nafas selama 1 menit penuh
6. Catat hasil
7. Cuci tangan
4. Pemeriksaan Suhu
Merupakan pemeriksaan suhu badan dengan menggunakan
termometer, yang bertujuan untuk mengetahui suhu tubuh serta
keadaan umum pasien. Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui
oral, axila dan rectal.
Melalui oral
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Tissue
6. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Lakukan pengukuran dengan meletakan termometer di bawah lidah
didalam kantong sublingual posterior kanan atau kiri dengan
menganjurkan untuk mengatupkannya tanpa menggigit selama 2-3
menit
6. Setelah selesai keluarkan termometer dengan hati-hati
7. Keringkan/lap pada termometer dengan tisu setelah itu buang tisu ke
dalam bengkok
8. Lihat hasil pengukuran
9. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
10. Lepaskan sarung tangan
11. Catat hasil
12. Cuci tangan
Melalui axial
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Tisu
6. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Lakukan pengukuran dengan meletakan termometer dengan
menempatkan dibawah lengan dengan ujungnya dibagian tengah
aksila dan dekatkan dengan kulit dan anjurkan untuk tangan
menjepitkannya selama 3-5 menit
6. Setelah selesai keluarkan termometer dengan hati-hati
7. Keringkan/lap pada termometer dengan tisu, setelah itu buang tisu ke
dalam bengkok
8. Lihat hasil pengukuran
9. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
10. Lepaskan sarung tangan
11. Catat hasil
12. Cuci tangan
Melalui rektal
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Vaselin/pelumas
6. Tisu
7. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Berikan pelumas pada ujung termometer
6. Lakukan pengukuran dengan memasukan ujung kedalam rectum dan
pengang termometer secara hati - hati berbaring selama 3 menit
7. Lihat hasil pengukuran
8. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
9. Catat hasil
10. Cuci tangan
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan berbaring
4. Lakukan pemeriksaan berat badan dengan menimbang berat badan
dengan timbangan berat badan dan ukur tinggi badan dengan ukuran
tinggi badanm (meteran)
5. Lakukan pemeriksaan keadaan umum pasien (status kesadaran),
dengan cara baik kualitatif maupun kuantatif :
Kualitatif :
Berikan rangsangan seperti mengajak bicara, berikan cahaya atau
lainnya
Lakukan penilaian status kesadaran, sebagaimana berikut:
Kuantitatif
Berikan rangsangan pada respon membuka mata, verbal dan motorik
Lakukan penilaian status kesadaran pada masing- masing aspek berikut
:
Tabel 7.2 penilaian kesadaran secara kuantitatif
Respon Nilai
1. Membuka mata
Spontan 4
Dengan diajak bicara 3
Dengan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka 1
2. Respon verbal
Sadar dan orientasi ada 5
Berbicara tanpa kacau 4
Berkata tanpa arti 3
Hanya mengerang 2
Tdak ada suara 1
3. Respon motorik
Sesuai perintah 6
Terhadap rangsangan nyeri
1) Timbul gerakan normal 5
2) Fleksi cepat dan abduksi bahu 4
3) Fleksi lengah dengan adduksi bahu 3
4) Ekstensi lengah, adduksi, endorotasi 2
bahu, pronasi lengah bawah
5) Tidak ada gerakan 1
Leopold II
Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding perut leteral kanan
dan telapak tangan kanan pada dinding perut leteral kiri sejajar dan pada
ketinggian yang sama
Mulai dari bagian atas, lakukan penekanan secara bergantian atau
bersamaan telapak tangan kanan dan kiri, kemudian geser kearah bawah
dan rasakan adanya bagian yang rata dan memanjang ( punggung ) atau
bagian kecil ( ekstremitas )
Leopold III
Letakkan ujung tangan kiri pada dinding keteral kiri bawah, telapak
tangan kanan pada dinding leteral kanan bawah perut, lakukan
penekanan secara lembut secara bersamaan atau bergantian utuk
menentukan bagian bawah janin ( bagian keras, bulat adalah kepala ) dan
bagian lunak dan kurang simetris adalah bokong
Leopold IV
Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada leteral kiri dan
kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada
tepi atas simpisis
Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan lalu rapatkan yang berada
pada dinding bawah uetrus
Perhatiak sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan
Pindahkan ibu jari dan telunjuk kiri pada bagian terbawah bayi bila
presentasi kepala, upayakan untuk memegang kepala didekat leher dan
apabila presentasi bokong upayakan memegang pinggang bayi
Fiksasi pada bagian tersebut kearah pintu atas panggul kemudian
letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simpisis untuk
menilai seberapa jauh bagian terbawah ( sujianti & kusumawati 2010 )
Cara kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan / beritahu prosedur yang akan dilakukan dikeluarga.
3. Atur posisi pasien dengan berbaring ( tempat yang rata ).
4. Lakukan penimbangan berat badan
5. Lakukan pengukuran panjang badan dengan pengukur pannjang
badan dari kepala sampai tumit dengan kaki diluruskan
6. Lakukan pengukuran lingkar kepala dengan cara dari dahi kemudian
meloingkar kepala.
7. Lakukanpengukuran lingkar dada,dengan cara ukur dari daerah
dada ke punggung kembali ke dada melalui puting susu.
8. Lakukan pemeriksaan kepala, dengan cara amati kontur tulang
tengkorak,kesimetrisan kedua telinga, adanya tanda infeksi serta keadaan
bibir dan mulut.
9. Lakukan pemeriksaan leher untuk melihat adanya pembengkakan
atau pembesaran kelenjar thyroid.
10. Lakukan pemeriksan bagian dada dengan perhatikan bagian puting,
bunyi nadas dan jantung.
11. Lakukan pemeriksaan pada bahu, lengan, tangan amati gerakan
jumlah jari-jari.
12. Lakukan pemeriksaan persyrafan, seperti ada tidaknya reflek moro.
13. Lakukan pemeriksaan pada daerah abdomen dengan cara amati
bentuk, penonjolan daerah pusat, perdarahaan.
14. Lakukan pemeriksaan pada daerah genetalia pada laki-laki amati
skrotumnya apakah sudah turun, penisnya berlubang atau tidak, dan
pada perempuan amati wagina berlubang atau tidak,uretra berluang atau
tidak, serta amati labiamayora maupuan minora.
15. Lakukan pemeriksan pada kaki dan tungkai dan amati jumlah jari
dan gerakan serta bentuk.
16. Lakukan pemeriksaan pada daerah punggung, anus serta kulitnya,
dengan cara amati pembengkakan, apakah harus berluang atau
tidak,warna kulitnya, vernix, tanda lahir dan lain sebaginya.
17. Catat dalm status pasien
Jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima.jika skor apgar
tetap dibawah tiga dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), mak ada
risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak.
BAB VIII
INSTRUMEN DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa Mampu menjelaskan dan fungsi alat untuk pemeriksaan
fisik umum,pemeriksaan ibu hamil,pertolongan persalinan,pe,eriksaan
ibu nifas,pemeriksaan bayi dan anak,pelayanan kontrasepsi dan
tindakan forcep
2. Mahasiswa mampu menyiapkan alat untuk tindakan pemeriksaan fisik
umum,pemeriksaan ibu hamil,pertolongan persalinan,pe,eriksaan ibu
nifas,pemeriksaan bayi dan anak,pelayanan kontrasepsi dan tindakan
forcep
Metode Pembelajaran :
1. Small Group Discission, dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang,untuk mendiskusikan kasus
2. Simulasi/demonstrasi/skill lab (Praktik Mandiri),dengan cara
fasilitator/pembimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa
mendemonstrasikan tindakan menyiapkan alat-alat untuk yindakan
pemeriksaan fisik umum,pemeriksaan ibu hamil.pertolongan
persalinan,pemeriksaan ibu nifas, pemeriksaan bayi dan
anak,pelayanan kontrasepsi dan tindakan forcep
Bahan diskusi
Tugas (metode samall group discussion)
Kasus:
Ibu MU, usia 25 tahun hamil 40 minggu. Datang ke rumah bersalin dengan
keluhan perut mulas semakin sering dan kuat, perut seperti diremas –
remas, keluar lendir bercampur darah sedikit dari vagina sejak 9 jam
yang lalu. Beberapa menit yang lalu keluar cairan banyak berwarna
kekuningan dan berbau amis.Setelah diperiksa oleh bidan ibu tersebut
dinyatakan memasuki kala 1 fase aktif dengan pembukaan 8 cm.
DIskusikan jawaban pertanyaan berikut ini !
1. Apa alat-alat yang harus disiapkan untuk pertolongan pada ibu
tersebut!
2. Jelaskan fungsi dari masing-masing alat tersebut!
3. Setelah ibu tersebut melahirkan alat-alat apa saja yang harus
disiapkan untuk melakukan pemerksaan ibu nifas!
4. Alat-alat apa saja yang harus disiapkan untuk melakukan
pemeriksaan bayi baru lahir
Bahan
1. Kapas steril / kapas air DTT
2. Kassa sterill
3. Sabun anti septic
4. Alat tulis
5. Lembar rekan medik
Bahan
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kassa steril
3. Jelly untuk dopler
4. Sabun anti septic
5. Alat tulis
6. Lembar rekan medic
7. Kalender kehamilan
Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk melatih senam hamil
adalah :
1. Matras/ kasur
2. Bantal
3. Kursi
4. Baju olahraga
5. Tape recorder dan kaset
Alat steril atau DTT partus set (dalam wadah steril yang
berpenutup) :
1. 2 klem kelly/ klem kocher
2. Gunting tali pusat
3. Benang tali pusat/ klem plastik
4. Kateter nelaton
5. Gunting episiotomi
6. Klem ½ kocher
7. 2 pasang sarung tangan
8. Kasa atau kain kecil 5 bh
9. Gulungan kapas basah (1 kom kapas DTT, 1 kom alat DTT)
10. Alat suntik 2,5 atau 3 ml
11. Penghisap lendir De Lee
Bahan
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kasa steril
3. Sabun antiseptik
4. Alat tulis
5. Lembar rekam medik
8.5. Jenis Dan Fungsi Alat Untuk Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Alat untuk pemeriksaan bayi baru lahir/ anak :
1. pengukuran/ meteran/ penggaris/ stadiometer
2. penimbang BB
3. termometer
4. optalmoskop
5. arloji berdetik
6. manset: bayi baru lahir ukurannya: lebar kantong 2,5-4,0 cm dan
panjang kantongnya 5,0-9,0 cm
Bayi ukurannya: lebar kantong 4,0-6,0 cm dan panjang kantongnya
5,0-9,0.
Anak-anak lebar kantong 7,5-9,0 cm dan panjang kantongnya 17,0-
19,0 cm.
7. Stetoskop
8. Oksilometri
9. Peniti, kapas, objek dingin/ kapas
10. Spatel lidah
11. Garpu tala
12. Snellen
13. Senter
14. Bengkok
15. Wastafel atau air mengalir
16. Handuk bersih dan kering
17. Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5 %
18. Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)
Bahan :
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kassa steril
3. Sabun antiseptik
4. Gambar warna
5. Alat tulis
6. Lembar rekam medik/ DDST/ dan lain-lain.
2. Nearbeken/bengkok 1 buah
3. Sabun antiseptic
4. Tempat sampah basah (terkontaminasi)
5. Tempat sampah kering
6. Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5%
7. Wastafel atau air mengalir
8. Handuk bersih dan kering
9. Alat tulis
10. Kartu KB/lembar rekam medik.
8.7. Jenis dan Fungsi Alat Untuk Tindakan Forcep
Alat untuk pasien/ibu.
1. Tempat tidur litotomi set,
2. Cunam/forceps,
3. Vulva dicukur,
4. Infuse bila diperlukan,
5. Narkose,
6. Gunting episiotomy,
7. Hecting set,
8. Uterotonika/oksitosin,
9. Alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah,
10. Medikamentosa: oksitosin, ergometrin, prokain 1%,
11. Larutan antiseptic (povidone iodine 10%),
12. Oksigen dengan regulator,
13. Instrument set partus: 1 set eksraktorcunam: 1 set (Naegele), atau
Kielland atau Boerma Klem ovum: 2 cunam tampon: 1 tabung 5 ml dan
jarum suntik no. 23 (sekali pakai): 2 spekulum sim’satau L dan
kateterkaret: 2 dan 1.
Alat penolong.
1. Alat pelindung diri
2. Baju kamar tindakan, pelapisplastic, masker dan kacamata pelindung:
3 set
3. Sarung tangan DTT/steril: 4 pasang
4. Alas kaki (sepatu/”boot” karet): 3 pasang
5. Instrument: lampusorot, fetoskop dan stateskop, tensimeter: 1
Bahan diskusi
Tugas 1(metode small group discusion)
Kasus:
Ibu s,usia 45 tahun,dating ke IRD diantar olehanaknya,setelah jatuh saat
mengendarai sepeda motor. Dari hasil pengkajian didapatkan keluhan
utama nyeri yang sangat didaerah kaki bagian bawah,tidak dapat
digerakan. Tampak oedema,kemerahan didaerah tibia fubula kanan,dan
terdapat krepitasi. Dari hasil x-ray A/P dibaca adanya fraktur inkomplit
pada tabia dextra,ia juga mengeluh batuk- batuk,mengeluarkan
dahak,disertai sesak nafas selama 2 minggu terakhir ,dan nyeri lain
ketika ingin buang air kecil namun tidak dapat keluar.
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan permasalahan kebutuhan dasar manusia yang terjadi pada
kasus tersebut !
2. Factor yang mempengarui masalah pada kasus tersebut !
3. Jelaskan system tubuh yang berperan pada masalah kasus tersebut !
4. Tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
kebutuhan dasar manusia tersebut !
Prosedur pelaksanaan:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur aliran oksigen dengan kecepatan yang dibutuhkan,umunya 1-6
liter/menit untuk kateter/kanula nasal,6-10 liter/menit untuk masker
oksigen. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air
bergelembung.
4. Atur posisi pasien semi fowler atau sesuai dengan kondisi pasien.
5. Berikan oksigen sesuai dengan cara pemberian dibawah ini:
Kateter nasal:
Ukur dulu jarak dari lubang telinga sampai ke hidung dan bersikan
tanda,setelah itu beri jelly/pelumas
Asukan kedalam hidunghingga batas yang ditentukan.
Lakukan pencegahan kateter apakah sudah masuk atau belum
dengan menekan lida pasien menggunakan sptell (akan terlihat
posisinya di belakang uvula)
Viksasi pada daerah hidung.
Kanula nasal
Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien
Masker oksigen
Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur
pengikat untuk kenyamanan pasien
6. Periksa katater nasal,kanula/masker oksigen setiap 6-8 jam
7. Catat kecepatan aliran oksigen,rute pemberiandan respons pasien
8. Cuci tangan setelah prosedur dilaksanakan.
KEBUTUHAN AIR
Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol
infus (cairan)
4. Isi cairan keadaan infus set dengan menekan bagiab ruang tetesan
sehingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga
siang terisi dan udara siang keluar
5. Letakan pengalas dibawah vena yang akan dilakukan infus
6. Lakukan pembendungan dengan torniket atau katet pembendung 10-
12 cm diatas tempat menusukan dan anjurkan pasien untuk
mengenggam
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Desikfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
9. Lakukan penusukan pada vena dengan posisis jarum mengarah ke
atas
10. Cek keluarnya darah melalui jarum. Apabila saat penusukan terjadi
pengeluaran darah maka tarik keluar bagaian dalam jarum sambil
,meneruskan tusukan ke vena.
11. Setelah jarum infus bagian dalam dikeluarkan, tahan bagian atas vena
dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar,
dan hubungan bagian infus dengan slang infus.
12. Buka pengatur tetesan dan atyr kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril
14. Tulislah tnggal, jam pelaksaan infus pada plester, catat ukuran, tipe
jarum, jenis cairan, letaj infus, dan kecepatan aliran
15. Cuci tangan
Contoh:
Anak dengan BB 25 kg, maka kebutuhan cairannya adalah sebagai
berikut:
100 ml/ kg x 10 kg = 1000 cc = 10 kg (1)
50 ml/ kg x 10 kg = 5000 cc = 10 kg (1)
20 ml/ kg x 5 kg = 1000 cc = 5 kg (sisa)
Total = 1600 cc/ 24 jam
Cara menghitung tetesan infus:
a. Dewasa: (makro dengan 20 tetes/ml)
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam)x 3
Atau:
Keb. Caiaran x faktor tetesan
Tetesan/menit =
Lama infuse (jam) x 60 menit
Keterangan:
faktor tetesan infus bermacam-macam: lihat tabel dalam cairan, ada yang
10 tetes/menit, 15 tetes/menit dan 20 tetes/menit.
b. Anak:
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam)
Melaksanakan tranfusi darah
Merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien yang membutuhkan
darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan alat tanfusi set. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
darah dan memperbaiki perfusi jaringan.
Persiapan alat/bahan
1. Standar infus.
2. Tranfusi set
3. naCl 0,9%
4. darah sesuai dengan kebutuhan pasien
5. jarum infus/ abosath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
6. pengalas
7. toniket/pembendung
8. kapas alkohol
9. plester
10. gunting
11. kasa steril
12. betadin
13. sarung tangan
Prosedur pelaksaan
1. cuci tangan
2. jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang Y atau tunggal
4. lakukan pemasangan sebagaimana prosedur infus, terlebih dahulu
masukan cairan naCl 0,9% sebelum pemberian transfusi
5. periksa identifikasi kebenaran produk darah, kompatibilitas dalam
kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kedaluwarsa dan periksa adanya bekuan.
6. Buka set pemberian darah, untuk slang Y atur ketiga klem, dan untuk
slang tunggal klem pengatur pada posisi off.
7. Cara transfusi dengan slang Y:
a. Lakukan penusukan pada botol berisi cairan naCl 0,9% dan isi
slang dengan naCl 0,9%
b. Buka klem pengatur pada slang Y dan hubungkan ke kantong naCl
0,9%
c. Tutup atau klem pada slang yang tidak digunakan
d. Tekan sisi bilik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter
terisi sebagian)
e. Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi naCl
0,9%
f. Kantong darah perlahan dibalik-balik1-2 kali agar sel-selnya
tercampur. kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada
slang dan filter terisi darah.
8. Cara tranfusi dengan slang tunggal
a. Lakukan penusukan pada kantong darah
b. Tekan sisi bilik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi
sebagian
c. Buka klem pengatur dan biarkan slang infus terisi darah
9. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit
pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
10. Setelah dilakukan tranfusi bersihkan slang dengan memasukkan
cairan naCl 0,9%
11. Catat tipe, jumlah,komponen darah yang diberikan
12. Cuci tangan.
Persiapan alat/bahan
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula rectal dan klem.
3. Cairan hangat kurang lebih 700 ml-1000 ml dengan suhu 40,5-43
derajat celcius pada orang dewasa.
4. Bengkok.
5. Jelly.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.
Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, dengan meletakkan sampiran apabila dibangsal umum
atau menutup pintu apabila diruang sendiri.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
5. Pasang ;pengalas dibawah glutea.
6. Siapkan bengkok didekat pasien.
7. Irigator diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rectal, kemudian
periksa aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok,
kemudian klem, lalu berikan jelly pada ujung kanula.
8. Gunakan sarung tangan dan masukan kanula kira- kira 15 cm ke
dalam rectum ke arah colon desenden sambil pasien diminta nafas
panjang dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur dan
buka klemnya dan air yang dialirkan sampai pasien menunjukkan
keinginan untuk buang air besar.
9. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ingin buang air besar
dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, kalau pasien tidak mampu
mobilisasi jalan bersihkan daerah sekitar rectum hingga bersih.
10. Cuci tangan.
11. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi dan respon pasien.
Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang dilakukan.
3. Atur ruangan, dengan meletakkan sampiran apabila pasien berada
diruangan privat.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Siapkan bengkok didekat pasien.
7. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan
kanula usus, kemudian periksa aliran dengan membuka kanula dan
keluarkan air ke bengkok dan klem lalu berikan jely pada ujung
kanula.
8. Masukan kanula kedalam rectum ke arah colon asenden kurang lebih
15-20 cm sambil pasien diminta nafas panjang irigator setinggi 30 cm
dari tempat tidur dan buka klem sehingga air mengalir pada rectum
sampai pasien menunjukkan ingin buang air besar.
9. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin buang air
besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, kalau tidak mampu
ke toilet bersihkan dengan air sampai bersih dan keringkan dengan
tisu.
10. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi dan respon
pasien.
11. Cuci tangan.
Kateterisasi Urin
Kateterisasi merupakan tindakan dengan memasukkan kateter (selang
karet/plastik)melalui uretra dan masuk kedalam kandung kemih yang
bertujuan membantu eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan
dalam pelaksanaan kateterisasi terdapat dua tipe, yaitu intermite dan
memetap
Indikasi:
Tipe Intermitten
Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
Retensi akut setelah trauma uretra.
Tidak mampu berkemih akibat obat sedative atau ana lgetik
Injuri pda tulang belakang
Degenerasi neuromuscular secara progresif
Untuk mengeluarkan urin residual
Prosedur Kerja :
Untuk pasien wanita
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur.
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak/alas
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril disekitar alat genital
7. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (kuran
lebih 3 kali hingga bersih).
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan
bersihkan bagian dalam.
9. Kateter diberi minyak pelumas atau jelly pada ujungnya (kurang lebih
2,5-5 cm) lalu masukkan pelan-pelan dan sambil anjurkan untuk tarik
nafas
10. Setelah selesai isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya
dengan menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap dan bila tidak
dipasang tetap tarik kembali sambil pasien disuruh tarik nafas dalam.
11. Sambung kateter dengan kantong penampung urine dengan fiksasi
kearah samping
12. Rapikan alat
13. Cuci Tangan
*)jika di perlukan
cara pelaksanaan:
1. jelaskan prosedur pada pasien tentang maksud dan tujuan di lakukan
tindakan
2. Tutup pintu/jendela atau pasang sampiran
3. Atur posisi pasien dalam keadaan terlentang
4. Cuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih
5. pakai celemek dan sarung tangan
6. Berdiri di sisi kiri pasien
7. Buka selimut tempat tidur, atur di bawah kaki pasien kemudian ganti
dengan selimut mandi
8. Buka pakaian pasien bagian atas, lalu menutup bagian yang
terbukadengan selimut mandi sampai dada
9. Lakukan mencuci muka terlebih dahulu, dengan cara:
a. Handuk di bentangkan di bawah kepala pasien
b. Tanyakan pada pasien apakah biasa menggunakan sabun atau
tidak
c. Bersihkan muka, telinga, leher dengan waslap lembab ataudengan
sabun, kemudian bilas sampai bersih
d. Keringkan dengan handuk.
Cara Pelaksanan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur tindakan kepada pasien
3. Pintu dan jendela ditutup dan jika perlu pasanglah sampiran
4. Alat- alat didekatkan pada pasien
5. Pakaian pasien bagian bawah dikeataskan atau dibuka
6. Pengalas dan pispot dipasang dibawah glutea pasien, dengan
mengatur posisi dorsal recumbent
7. Petugas memakai sarung tangan (tangan kiri)
8. Bersihkan dengan menyiram vulva dengan air cebok yang berisi
larutan desinfaktan
9. Kemudian ambil kapas sublimat untuk membuka labia minora. vulva
dibersihkan mulai dari labia minora kiri, labia minora kanan, labia
mayor kiri, dan labia mayor kanan, vestibulum, perineum.
10. Usaplah dari atas kebawah bila masih kotor diusap lagi dengan kapas
sublimat yang baru hingga bersih
11. Keadaan perineum diperhatikan jahitannya, bagian jahitannya apakah
masih basah, apakah ada pembengkakan, iritasi dan sebagainya
12. Jahitan perineum dikompres dengan betadin
13. Mengobatin luka dan menutup luka dengan kassa steril
14. Memasang celana dalam dan pembalut wanita
15. Mengambil alas, perlak dan bengkok
16. pispot diangkat
17. Rapikan dan atur posisi pasien
18. Cuci tangan
Rotasi Bahu
Caranya:
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan
siku menekuk.
Letakkan satu tangan petugas dilengan atas dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lain.
Lakukan rotasi badan bahu dengan lengan kebawah sampai
menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
Kembalikan lengan ke posisi awal.
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas.
Kembali ke posisi awal.
Observasi perubahan yang terjadi.
Cuci tangan
Catat respon pasien.
Caranya :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping
badannya, dengan telapak tanagan menghadap ke bawah
Berdirilah disamping tempat tidur, kemudian letakkan tangan
petugas pada bahu pasien
Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang/bantal
b. Turun dan berdiri
Caranya :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur kursi roda dalam posisi terkunci
Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang
Fleksikan lutut dan pinggang petugas/pelaksana
Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibahu
petugas dan letakkan kedua tangan petugas/pelaksana
disamping kanan kiri pinggang pasien
Ketikan pasien melangkah ke lantai tahan lutut petugas pada
lutut pasien
Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kuri
Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi secara nyaman
c. Membantu berjalan
Caranya :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Anjurkan untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegang telapak tangan petugas/pelaksana
Berdirilah disamping pasien dan pegang telapak dan lengan
tangan pada bahu pasien
Bantu pasien untuk jalan
Kebutuhan rasa aman dan nyaman dalam hal ini adalah bebas nyeri
merupakan salah bagian dari kebutuhan dasar manusia.Nyeri memiliki arti
kondisi berupa perasaan yang tidak, menyenangkan, yng bersifat sangat
subyektif dari keadaan tersebut, sebab perasaaan nyeri antara orang
berbeda dalam skala atau tingkatnya dan hanya pada orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau melakukan evaluasi terhadap nyeri.
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dn adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor merupakn
ujung-ujung saraf yang sangat bebas yang sedikit bermyelin bahkan tidak
bermyelin yang tersebar pada kulitdan mukosa khususnya pada viseral,
persendian,dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri
dapat memeberikan respon akibat adannya stimulasi yang ada, stimulasi
tersebut dapat memeberikan respon akibat adanya stimulasi yang ada,
stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi seperti histamin, bradikin,
prostaglandin, dan macam-macam asam, yang bahan tersebut dilepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekuranagan oksigenasi,
kemudian stimulasi yang lain dapat berupa thermal, listrik atau mekanis.
Setelah receptor nyeri menerima berbagai rangsangan baik secara
kimiawi, thermal atau listrik maupun mekanis maka adannya rangsangan
tersebut akan ditransmisikan yang berupa impuls-impuls nyeri ke sum-
sum belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A
(delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditansmisikan
oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke
serabut. Serabut-serabut aferan masuk ke spinal melalui dorsal root serta
sinaps pada dorsal horn dan dorsal horn sendiri terdiri dari beberapa
lapisan atau laminae yang saling bertautan, diantar lapisan dua dan tiga
membentuk substansia gelantinosa yang merupakan penyaluran utama
dari impuls, kemudian impuls nyeri menyebrangi sum-sum tulang
belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens
yang paling utama jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur
spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi
mengenai sifat dan lokasi nyeri.
Rasa nyeri selama persalinan disebabkan oleh dua hal (hugns, 1992).
Pada tahap pertama persalinan, kontraksi rahim menyebabkan dilatasi
dan penipisan serviks, dan iskemi rahim (penurunan aliran darah sehingga
oksigen lokal mengalami devisit). Akibat kontraksi arteri miometrium.
Implus rasa nyeri pada tahap pertama persalinan di transmisi melalui
segmen syaraf spinalis T11-12 dan syaraf-syraf asesoritorokal bawah
serta syraf sinpatik lumbal atas saraf-saraf ini berasal dari korpus dan
serviks. Rasa nyeri akibat perubahan serviks dan iskemia rahim iyalah
nyeri viseral. Nyeri ini berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar
ke daeraha lumbal penggung dan menurun ke paha, biasanya pada ibu
persalinan merasakan nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari
rasa nyeri pada saat interval antara (komalasari,2005:253).
Penanganan nyeri pada persalinan dengan metode non-farmakalogi
menurut postter (2006 :1531-1534) tindakan peredaannyeri secara
nonfarmkologi antara lain :
1. Distraksi
Mengalihkan pertatian klien ke hal yang lain dan demikian
menurunkan kewaspadaan terhaap nyeri. Distraksi infotmasi tentang
respon fisiologi (misalnya tekanan berkerja memberih pengaruh paling
banyak unuk jangka waktu yang sigkat, untuk mengatasi nyeri intensif
hanya berlangsung beberapa menit).
2. Bioeed back atau umpan balik hayati
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu daerah
atau tengangan daa cara untuk melatih kontrol volunter terhadap
respon tersebut. Tetapi ini digunakan untuk menghasilkan relaksasi
dalam dan sangat efektif untuk mrngatasi ketegangan otot dan nyeri
kepala migran untuk mempelajari terapi ini dibutuhkan waktu
beberapa minggu.
3. Hipnosisi dini
Membantu merubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
suatu pendekatan kesehatan holistik. Hipnosis dini menggunakan
sugesti dini dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai.
Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan respon
teetentu bagi mereka. Hipnosis dini sama seperti dengan melamun
,konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena
individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
4. Mengurangi persepsi nyeri
Salah satu cara sederhana unntukmeningkatkan rasa nyaman iayalah
membuang atau mencegah stimulus nyeri. Hal ini penting bagi klien
yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ketidak
nyamanan.
5. Stimulasi kutaneus
Stimulus kulit yang di lakukan untuk menghilangkan nyeri masase,
mandi air hangat, kompres panas atau dingin dan stimulus syaraf
elektrolit transkutan.
Menurut McGuire dalam potter dan perry (2005), VAS pengukur tingkat
nyeri yang lebih sensetif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap
titik pada rangkain angka yang menurut mereka paling tepat dapt
menjelaskan tingkat nyeri yang mereka rasakan pada satu waktu. VAS
tidak melabelkan suatu devisi, tetapi terdiri dari sebuah garis luas
yang dibagi secara merata 10 segmen dengan angka 0 sampai 10
menyatakan : nyeri paling parah “ yang klien dapat bayangkan. Skala
ini memberikan kebebasan kepada pasien untuk mengidentifikasi
keparahan nyari.
VAS modifikasi dapat digunakan pada anak dan orang dewasa yang
mengalami gangguan konfitif, menggantikan agnka dengan kontiunum
waja yang terdiri dari 6 wajah dengan profil kartun yang
mengambarkan wajah dri yang sedang senyum (tidak merasakan
nyeri),kemudian kurang bahagia, wajah yang sedang sedih, sampai
wajah yang sangat ketakutan (sangat nyeri).
Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia tergantungan pada tingkat
perkembagan, dibawah ini kebutuhan tidur berdasarkan usia, diantranya :
Posisi sim
Merupakan posisi berbaring miring baik ke kanan atau ke kiri.
Alat/bahan:
Bantal
Caranya:
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
Tempatkan kepala datar ditempat tidur
Tempatkan pasien dalam posisi terlentang
Posisikan pasien dalam posisi miring yang sebagian pada abdomen
Tempatkan bantal di bawah kepala
Tempatkan bantal di bawah lengan atas yang difleksikan,yang
menyokong lengan setinggi bahu.Sokong lengan lain diatas tempat
tidur
Tempatkan bantal di bawah tungkai atas yang difleksikan yang
menyokong tungkai setinggi panggul
Tempatkan bantal pasien paralel dengan permukaan plantar kaki
Turunkan tempat tidur
Observasi kesejajaran tubuh,tingkat kenyamanan dan titik potensi
tekanan
Cuci tangan
Catat respon pasien.
Posisi trendeleburg
Merupakanposisidenganbagiankepalalebihrendahdaribagian kaki.
Alat/bahan:
Bantal
Tempattidurkhusus
Balok penopang kaki tempat tidur
Caranya :
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akandilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
Tempatkan bantal diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien
Tempatkan bantal di bawah lipatan lutut
Tempatkan balok penopang di bagian kaki tempat tidur
Atur tempat tidur khusus dengan tinggikan bagian kaki pasien
Cuci tangan
Catat respon pasien
Posisi dorsal recumbent
Merupakan posisi terlentang dengan kedua lutut di tarik atau
direnggangkan.
Alat/bahan :
Bantal
Tempat tidur khusus
Selimut
Caranya :
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
Pakaian bawah di buka
Tekuk lutut dan renggangkan
Pasang selimut untuk menutupi area genetalia
Cuci tangan
Catat respon pasien
Posisi lithotomi
Merupakan posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik
keatas abdomen.
Alat/bahan :
Bantal
Tempat tidur khusus
Selimut
Caranya :
Cuci tangan
Jelaskanprosedur yang akandilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
Angka tkedua paha dan ditarik keatas abdomen
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
Letakkan bagian lutut/kaki pada penyangga kaki di tempat tidur
khusus untuk posisi lithotomi
Pasang selimut
Catat respon pasien
Fleksi bahu
Caranya :
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
Letakkan satu tangan petugas di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
Angkat lengan pasien pada posisi awal.
Lakukan observasi perubahan yang terjadi.
Cuci tangan
Catat respon pasien
BAB X
ASUHAN PADA KLIEN MENGHADAPI KEHILANGAN DAN KEMATIAN
Pertemuan Ke - 13
Tujuan pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pasien
kritis,karakteristik,situasi kritis,prinsip dasar perawatan paliatif,konsep
kehilangan dan berduka,tindakan pada klien yang mengalami
kehilangan dan berduka,konsep dying dan kematian.
2. Mahasiswa mampu melakukan perawatan pancasila.
Metode Pembelajaran :
1. Small group discussion, dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang,untuk mendiskusikan kasus dibawah.
2. Simulasi / demonstrasi / skill lab ( praktik mandiri ) degan cara
fasilitator / pembimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa yang
mendemonstrasikan perawatan jenazah.Kemudian pembimbing
melakukan evaluasi dan memberikan justifikasi,setelah itu dipraktikan
secara mandiri oleh mahasiswa dengan bimbingan pembimbing /
fasilitator.
Bahan Diskusi :
Ibu hamil usia 35 Tahun.Hamil pertama dengan usia kehamilan 20
minggu,masuk rumah sakit karena mengalami pendarahan pervaginan
hebat,dan dinyatakan abortus.
Tugas diskusi :
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut ?
( gunakan bantuan dengan kamus umum,kebidananan,atau kedoteran
).
2. Apakah pasien pada kasus tersebut masuk kategori kritis ? jelaskan !
3. Termasuk jenis kehilangan apa pada kasus tersebut ?
4. Bagaimana tindakan untuk mengatasi kehilangan pada klien
tersebut ?
5. Untuk memahami respon kehilagan,jelaskan tahapan secara normal
dari respon tersebut ?
Berduka (Grieving)
Merupakan suatu reaksi emosi terhadap kehilangan, yang biasanya akibat
perpisahan yang dapat dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan
pemikiran.Dalam reaksi berduka terdapat istilah breavement yang
merupakan respon subyektif (dalam masa berduka) yang dilalui selama
reaksi berduka yang dapat berefek pada kesehatan, kemudian juga
terdapat istilah berkabung atau mourning yang merupakan periode
penerimaan terhadap kehilangan dan berduka yang terjadi selama
individu dalam masa kehilangan yang sering di pengaruhi oleh
kebudayaan dan kebiasaan.
Respon-respon kehilangan/berduka menurut Kubler Rose
Gambar rentang respon individu terhadap Kehilangan (Kubler-Rose 1969)
Fase Marah Fase Depresi Fase Pengingkaran Fase Tawar Menawar Fase Menerima