Anda di halaman 1dari 263

BAHAN AJAR

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Disusun oleh :

Jane Leo Mangi, S.Kep.Ns,.M.Kep


Martina F.Diaz,SST,.M.Kes
Yurissetiowatty, SST,.M.Kes

Poltekkes Kemenkes Kupang Prodi


Kebidanan
2019
KATA PENGANTAR

Puji Bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan
perkenanNya tim penulis akhirnya dapat menyelesaikan Bahan Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia, pendekatan kurikulum berbasis kompetensi,
bahan ajar ini di tulis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
perkembangan ilmu kebidanan, yang di sesuaikan dengan kurikulum
terbaru ( Tahun 2016) pada program pendidikan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kupang yang berbasis kompetensi.
Bahan Ajar ini menjelaskan tentang konsep dasar manusia, konsep sehat
sakit, konsep stress dan adaptasi, pencegahan infeksi dalam praktik
kebidanan, instrumen dalam praktik kebidanan, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, pemeriksaan fisik dan asuhan pada klien yang
menghadapi kehilangan dan kematian.
Tim Penyusun merasa masih banyak kekurangan sehingga butuh
masukan dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan bahan ajar
ini.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Kupang, Juni 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. Konsep Manusia
BAB II. Konsep Sehat Sakit dan Penyakit
BAB III. Konsep Stress dan Adaptasi
BAB IV. Pencehagan Infeksi Dalam Praktik Kebidanan
BAB V. Pemrosesan Instrumen, Sarung Tangan Dan Peralatan Lainnya
BAB VI. Melaksanakan Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
BAB. VII. Pemeriksaan Fisik
BAB.VIII. Instrumen Dalam Praktik Kebidanan
BAB IX. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
BAB X. Asuhan Pada Klien Yang Menghadapi Kehilangan Dan Kematian
PENUTUP
GLOSARIUM
BAB I
KONSEP MANUSIA

Sesi Pertemuan : I
Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menguraikan konsep
manusia sebagai makhluk psiko-sosial dan spiritual dan manusia sebagai
sistem serta konsep kebutuhan dasar manusia.
Metode pembelajaran :
1. Cooperative learning, dengan cara dosen membagi mahasiswa kedalam
beberapa kelompok, kemudian masing- masing kelompok untuk
mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.
2. Discovery learning, dengan cara fasilitator/dosen memberi tugas
kepada mahasiswa untuk mencari informasi tentang proses
homeostatis, dan hemodinamik pada manusia kemudian dilaporkan
dalam bentuk artikel dan didiskusikan.
Bahan diskusi :
Tugas 1 (metode cooperatif learning )
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini!
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar manusia, serta ciri-
cirinya?
2. Bagaimana pandangan Maslow terhadap kebutuhan dasar manusia?
3. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia mengalami proses
homeostatis dan homeodinamik, apa yang dimaksud dengan proses
tersebut?
4. Berikan contoh proses homeostatis pada manusia?
Dalam mempelajari manusia dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu
manusia sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual (holistik) dan
manusia sebagai sistem.

1.1 Manusia sebagai Makhluk Biopsikososial dan Spiritual


(Holistik)
Manusia sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual atau disebut
sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau kesluruhan
didalamnya terdapat unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Sebagai makhluk biologi manusia terdiri dari susunan sistem organ tubuh
yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya, mulai dari proses
kelahiran, perkembangan dan proses kematian. Sebagai makhluk
psikologi manusia mempunyai struktur kepribadian , tingkah laku sebagai
manifestasi dari kejiwaan mempunyai daya pikir dan kecerdasan. Sebagai
makhluk sosial manusia perlu hidup bersama orang lain, saling kerja sama
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya, mudah dipengaruhi
kebudayaan, serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan
dan norma yang ada. Sebagai makhluk spiritual manusia mempunyai
keyakinan, mengakui adanya tuhan yang maha esa, memiliki pandangan
hidup, dorongan hidup yang sejalan dengan sifat religius yang dianutnya.
Istilah manusia sebagai makhluk holistik dapat didasari oleh beberapa
teori, seperti Betty Neuman, istilah holistik diubah menjadi wholistikyang
memiliki arti yang sama, yakni memandang manusia sebagai suatu
keseluruhan yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi dan
berinteraksi. Bagian tersebut meliputi fisiologis, psikologis, sosiokultural,
dan spiritual (marrier-tomey 1994).
Sedangkan kozier (1995) menjelaskan holistik merupakan pandangan
terhadap kehidupan organisme sbagai interaksi yang mana apabila trjadi
gangguan pada satu bagian akan mengganggu sistem secara
keseluruhan.
Holistik juga dapat diidentikan dengan kesejahteraan (wellness) yang
diyakini memiliki dampak terhadap status kesehatan manusia. Untuk
dapat sejahtera harus tercipta keseimbangan antara unsur biopsikososial
dan spiritual (salbiah, 2006).

1.2 Manusia Sebagai Sistem


Manusia sebagai sistem terdiri atas sistem adaptif, personal,
interpersonal, dan sosial. Sebagai sistem adaptif manusia mengalami
proses perubahan individu dalam berespon terhadap perubahan
lingkungan yang dapat mmpengaruhi integritas atau keutuhan. Sebagai
sitem personal manusia memiliki persepsi dan tumbuh kembang. Sebagai
sistem interpersonal manusia dapat berinteraksi berperan dan
brkomunikasi dan sebagai sistem sosial manusia memiliki kekuatan,
otoritas dan pengambilan keputusan.
Menurut teori adaptasi Roy memandang bahwa manusia sebagai
sebuah sistem yang dapat menyesuaikan diri atau dikenal dengan adaptiv
system. Sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat
digambarkan secara holistik (bio, psiko,sosial) sebagai suatu kesatuan
yang mempunyai input (masukan), kontrol dan feedbackproses dan
output.
Input atau masukan yang dapat berupa stimulus selanjutnya akan
dilakukan proses kontrol dalam hal ini adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan melaui cara-cara penyesuaian diri. Menurut Roy manusia
dapat menyesuaikadiri dengan aktivitas kognator dan regulator. Untuk itu
dalam mempertahankann adaptasi ada empat cara-cara penyesuaian
yakni melalui fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdepedensi.
Penyesuaian fungsi fisiologis memiliki arti perubahan fisik yang akan
menimbulkan adaptasi fisiologis dalam mempertahankan keseimbangan,
contohnya keseimbangan cairan, elektrolit dan fungsi endokrin.
Perubahan konsep diri merupakan keyakinan perasaan diri sendiri yang
mencangkup presepsi, perilaku dan respon adanya perubahan fisik akan
mempengaruhi pandangan dan prspsi terhadap dirinya, sebagai contoh
gangguan citra diri. Perubahan fungsi peran, karna adanya
ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang,
sebagai contoh adanya konflik peran. Dan terakhir adlah perubahan
interdepedensi, yakni ketidakmampuan seseorang untuk
mengintergrasikan masing- masing komponen menjadi satu kesatuan
yang utuh seperti adanya kecemasan berpisah.
1.3 Kebutuhan Dasar Manusia
Dalam mempelajari kebutuhan dasar manusia terdapat beberapa ahli
yang mendefinisikan, diantaranya King (1971) menyebutkan kebutuhan
dasar manusia adalah perubahan energi didalam maupun diluar
organisme yang ditunjukan melalui respon perilaku terhadap situasi,
kejadian dan orang, sedangkan menurut roy (1980) kebutuhan dasar
manusia merupakan kebutuhan individu yang menstimulasi respon untuk
mempertahankan integritas.
Kebutuhan dasar manusia memiliki berbagai ciri, diantaranya setiap orang
mempunyai kebutuhan dasar yang sama dimana setiap kebutuhan
dimodifikasi sesuai dengan budaya, sehingga kelihatannya berbeda akan
tetapi sama dalam aspek dasarnya, seseorang memenuhi kebutuhannya
sesuai dengan prioritasnya, kebutuhan dasar dalam pemenuhannya dapat
ditunda, apabila terjadi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan, dan
kebutuhan dapat membuat seseorang berpikir dan bergerak untuk
memenuhi rangsangan baik internal maupun eksternal. Berdasarkan hal
tersebut kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya penyakit, hubungan keluarga dan suport system, konsep diri,
dan tahap perkembangan.
Kebutuhan dasar manusia pada umumnya yang kita ketahui adalah
kebutuhan dasar manusia menurut maslow yang berasal dari teori
motivasi abraham maslow dengan membagi kebutuhan dasar manusia
menjadi 5 yaitu diantaranya: pertama kebutuhan fisiologis yang terdiri
dari oksigen dan pertukaran gas, cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan
tidur, aktifitas, keseimbangan temperatur tubuh dan sex, kedua
kebutuhan rasa aman dan perlindungan, merupakan kebutuhan akan
perlindungan dari udara dingin, panas, kecelakaan dan infeksi dan bebas
dari ketakutan dan kecemasan, ketiga kebutuhana rasa cinta, memiliki
dan dimiliki, kebutuhan rasa cinta merupakan kebutuhan kebutuhan yang
memberi dan menerima kasih sayang, khangatan, persahabatan, dan
mendapat tempat dalam keluarga dan kelompok sosial, keempat
kbutuhan harga diri merupakan kebutuhan diri manusia yang
berupanpenilaian tentang dirinya. Dan kelima kebutuhan aktualisasi diri,
dapat ditentukan mengenal diri dengan baik, tidak emosional, punya
dedikasi tinggi, kreatif dn percaya diri.
Kemudian halbert dunn (1958) membagi kebutuhan dasar manusia
menjadi 12 kebutuhan diantaranya : pertama, adat istiadat/kepercayaan,
suatu kebutuhan untuk dapat memmpertahankan kehidupan, kedua
komunikasi, kebutuhan untuk dapat mengungkapkan keinginan atau
pendapatnya ke orang lain ketiga persahabatan, kebutuhan untuk
berhubungan baik sesama orang lain, keempat kebutuhan untuk tumbuh,
kelima kebutuhan berimajinasi, keenam kebutuhan mendapat kasih
sayang, ketujuh keseimbangan, kedelapan lingkungan,baik lingkungan
fisik maupun sosial, kesembilan sosialisasi ,kesepuluh falsafah hidup
sebagai pandangan hidupnya, kesebelas dignity (kedudukan) yang selalu
dibutuhkan manusia dalam mencapai harkat dan martabat yang tinggi
dan keduabelas kemandekan.
Henderson membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 14 typologi
diantaranya : pertama kebutuhan bernafas secara normal, kedua
kebutuhan makan dan minum secara adequat, ketiga kebutuhan eliminasi
(buang air besar dan kecil), keempat kebutuhan bergerak dan
mempertahankan posisi kelima kebutuhan istirahat dan tidur, keenam
kebutuhan memilih pakaian yang tepat, ketujuh kebutuhan
mempertahankan temperatur tubuh, kedelapan kebutuhan untuk
menjadikan tubuh bersih dan baik, kesembilan kebutuhan menghindari
kerusakan lingkungan atau injuri, kesepuluh kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain termasuk mengeksprsikan keinginan, emosi, kesebelas
kebutuhan keyakinan atau kepercayaan, keduabelas kebutuhan bekerja,
ketigabelas kebutuhan bermain dan berpartisipasi dalam rekreasi dan
keempatbelas kebutuhan belajar menmukan kegunaan untuk
perkembangan dan fasilitas kesehatan.
Jean Waston membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 4 cabang
diantaranya : pertama kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup)
yang mliputi kebutuhan makan dan cairan, kebutuhan eliminasi (buang air
besar dan kecil) dan kebutuhan ventilasi (bernafas), kedua kebutuhan
psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktifitas dan
istirahat, kebutuhan seksual, ketiga kebutuhan psikososial (kebutuhan
untuk integrasi) meliputi kebutuhan berprestasi dan kebutuhan
berorganisasi, dan keempat kebutuhan intra dan interpersonal
(kebutuhan untuk pengembangan) termasuk kebutuhan aktualisasi diri.
BAB II
KONSEP SEHAT, SAKIT DAN PENYAKIT
( Sesi Pertemuan ke 2)

Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguraikan konsep sehat sakit,hubungan sehat,sakit
dan penyakit, faktor yang mempengaruhi status kesehatan ,rentang sehat
sakit,tahapan sakit,perlaku peran sakit dan dampak sakit dan di rawat
Metode pembelajaran :
Cooperative,learning dengan cara dosen membagi mahasiswa ke dalam
beberapa kelompok,kemudian masing-masing kelompok untuk
mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.

Bahan diskusi
Tugas 1 (metode cooperative learning)
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini
1. Apa yang di maksud dengan sehat, sakit, dan penyakit?
2. Jelaskan faktor yang memengaruhi status kesehatan seseorang?
3. Jelaskan tahapan proses sakit!
4. Jelaskan perbedaan teori terjadinya sakit menurut model ekologi, model
the health field concept dan model the enviroment of health!
5. Jelaskan perilaku peran sakit dan dampak di rawat di rumah sakit!

2.1 Pengertian sehat-sakit


Sehat merupakan kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit
akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi
aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Menurut WHO (1947) Sehat
diartikan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental,
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
Berdasarlan pengertian sehat tersebut maka sehat memilik
karakteristik sebagai berikut : memiliki kemampuan merefleksikan
perhatian pada individu sebagai manusia, memiliki pandangan terhadap
sehat dan konteks lingkungan baik secara internal maupun eksternal dan
memiliki hidup yang kreatif dan produktif.
Sedangkan sakit diartikan suatu keadaan terganggunya seseorang
dalam proses tumbuh kembang fungsi tubuh secara keseluruhan atau
sebagian, serta terganggunya proses penyesuaian diri manusia. Menurut
Parsons (1972) dikatakan sebagai gangguan dalam fungsi yang normal
dimana individu sebagai totalitas dari keadaan organisme sebagai sistem
biologis dan adaptasi sosial. Sehingga sakit dapat dilihat dari adanya
gejala yang dirasakan serta terganggunya kemampuan individu untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
2.2 Hubungan sehat-sakit
Hubungan sehat-sakit dapat dijelaskan melalui beberapa model
konsep sehat sakit, diantaranya model ekologi, model the health field
concept, dan the enviroment of health (Bustan, 1996).
Model ekologi atau dikenal dengan the traditional ecological model
merupakan model status kesehatan seseorang ditentukan adanya hasil
interaksi antara host (tuan rumah), agent dan lingkungan, hubungan
interaksi yang positif akan menimbulkan kondisi yang seimbang (sehat),
dan bila salah satu terjadi kondisi yang tidak seimbang maka ada salah
satu yang mengalami kemampuan yang menurun yang menimbulkan
sakit, sebagaimana gambar berikut :

A H
A

Gambar 2.1 kondisi seimbang (equilibrium)=sehat

E
Gambar 2.2 kondisi tidak seimbang =sakit( bustan,1996 )
Model selanjutnya adalah model the health field concept yang di
kembangkan oleh HL Lamfframboise,yang menjelaskan bahwa ada empat
faktor yang berperan dalam kondisi status kesehatan diantaranya adalah
faktor lingkungan, gaya hidup, biologis dan sistem pelayanan kesehatan,
model ini di gambarkan sebagai berikut :
Sehat

Lingkungan Gaya hidup biologi sistem pelayanan


Kesehatan

Gambar 2.3 model the health field concept (Bustan,1996)


Kemudian model the enviroment of health yang di kembangkan oleh HL
Blum
,model ini merupakan pengembangan model sebelumnyadengan
memberi penjelasan peranan atau faktor penyebab kondisi sehat-
sakit,diantaranya:faktor herediter,faktor pelayanan kesehatan,gaya hidup
dan faktor lingkungan yang meripakan memiliki peran yang sangat
besar .model ini dapat di gambarkan sebagai berikut
Herediter

Lingkungan Kesehatan Pelayanan


kesehatan

Gaya hidup
Gambar 2.4 the enviroment of health (bustan,1996 )
Dari beberapa model tersebut diatas muncul istilah penyakit yang
menurut pandangan medis memiliki arti suatu gangguan fungsitubuh
yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas tubuh sehingga responnya
berupa sakit. Selanjutnya hubungan sehat sakit dapat di gambarkan
sebagai berikut :

Sehat Sakit

2.3 Faktor pengaruh status kesehatan


Status kesehatan merupakan suatu
Sembuh keadaan kesehatan seseorang
Penyakit
dalam batas rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis yang dapat
dipengaruhi oleh perkembangan, sosial kultural, pengalaman masa lalu,
harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan dan
pelayanan.
1. Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang
mempunyai arti bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan
oleh faktor usia dalam hal ini usia tumbuh kembang, mengingat proses
perkembangan itu dimulai dari bayi sampai usia lanjut yang memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-
beda. Respons dalam pemahaman itulah yang dapat mempengaruhi
status kesehatan seseorang. Apabila seseorang merespon dengan baik
terhadap perubahan kesehatan, maka akan memiliki kesehatan yang
baik sehingga mencapai kesehatan yang optimal, demikian sebaliknya
apabila seseorang yang merespon dengan tidak baik terhadap
perubahan status kesehatan bagi dirinya, maka dapat menimbulkan
perubahan status kesehatan yang kurang. Sebagai contoh perubahan
status kesehatan yang dipengaruhi oleh status perkembangan adalah
pada bayi atau anak-anak yang tahap perkembangannya belum
mencapai kematangan, maka status kesehatannya sangat rentan
terhadap berbagai penyakit. Bayi dan anak mudah sekali terkena
penyakit apabila dibandingkan dengan orang dewasa yang sudah
memiliki perkembangan yang matang. Demikian juga pada usia lanjut
dimana daya imunitas akan menurun, maka akan mempengaruhi status
kesehatan sehingga orang yang sudah lanjut usia akan rentan sekali
terhadap penyakit dan mudah terjadi perubahan status kesehatan.

2. Sosial Kultural
Status sosial dan kultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan
status kesehatan sesorang karena akan mempengaruhi pemikiran dan
keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku
kesehatan. Contohnya seseorang yang memiliki lingkungan tempat
tinggal yang kotor namun jarang terjadi penyakit pada lingkungan itu,
maka akan timbul anggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat.

3. Pengalaman masa lalu


Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi perubahan status
kesehatan. Hal ini dapat diketahui jika ada pengalaman kesehatan yang
tidak diinginkan atau pengalaman kesehatan yang buruk sehingga
berdmpak besar dalam status kesehatan selanjutnya. Contohnya
seseorang yang pernah mengalami diare karena pengalaman masalalu
yang salah dalam mengatasi diare yang menyebabkan dirinya masuk
rumah sakit maka dalam kehidupannya sehari-hari seseorang tersebut
akan selalu berupaya untuk tidak mengulangi pengalaman masa
lalunya dengan mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan diare.

4. Harapan seseorang tentang dirinya


Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam
meningkatkan perubahan status kesehatan ke arah yang optimal.
Harapan dapat menghasilkan status kesehatan ke tingkat yang lebih
baik secara fisik maupun psikologis, karena melalui harapan akan
timbul motivasi bergaya hidup sehat dan selalu menghindari hal-hal
yang dapat mempengaruhi status kesehatan dirinya.
5. Keturunan
Keturunan dapat memberikan pengaruh terhadap status kesehatan
sesorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki
melalui faktor genetik, walaupun tidak terlalu besar tetapi akan
mempengaruhi rrespons terhadap berbagai penyakit.

6. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, seperti sanitas
lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan limbaah atau kotoran
serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan sehingga
dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat yang dapat merubah status
kesehatan.

7. Pelayanan
Pelayanan kesehatan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem
pelayanan yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Hal ini dapat
dijumpai apabila tempat pelayanan kesehatan terlalu jauh atau kualitas
dalam memberikan pelayanan kurang baik, maka dapat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku hidup sehat.

2.4 Rentang sehat-sakit


Rentang sehat sakit terdiri atas rentang sehat dan rentang sakit.
Rentang sehat dapat digambarkan mulai dari sejahtera, sehat sekali,
sehat normal, sedangkan rentang sakit dimulai dari setengah sakit,
sakit, sakit kronis dan berakhir pada kematian.
Rentang ini merupakan alat ukur untuk menilai status kesehatan
yang bersifat dinamis dan selalu berubah setiap waktu. Melalui
rentang ini dapat diketahui batasan bidan dalam melakukan praktik
kebidanan yang jelas.

2.5 Tahapan proses sakit


1. Tahap Gejala
Tahap ini merupakan tahapan awal seseorang mengalami proses sakit
dengan ditandai dengan adanya perasaan tidak nyaman dirinya karena
timbulnya suatu gejala yang dapat meliputi fisik seperti adanya perasaan
nyeri, panas dan lain-lain. sebagai manifestasi terjadinya
ketidakseimbangan dalam tubuh. Setiap gejala timbul sebagai
manisfestasi fisik.

2. Tahap asumsi terhadap sakit


Pada tahap ini seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit
yang dialaminya dan akan merasakan keraguan-raguan pada kelainan
atau gangguan yang dirasakan pada tubuhnya.setelah
menginterpretasikan gejala itu, maka seseorang akan merespon dalam
bentuk emosi terhadap gejala tersebut, seperti merasakan ketakutan atau
kecemasan. Untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan tersebut
kemudian dilakukan proses konsultasi dengan orang-orang sekitar.atau
orang yang diaggap mengetahui atau datang ketempak pengobatan.
Tahap ini berakhir dengan ditemukan gejala yang pasti dan terjadi
perubahan dari sekitarnya. Proses ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya pengetahuan atau pengalaman masa lalu.Dalam
kondisi seseorang dapat melakukan peran selama sakit dengan tujuan
memperoleh kesehatan, peran tersebut menurut parsons dapat meliputi
1) klien tidak memengang tangung jawab untuk kondisi selama sakit. 2)
klien dibebaskan dari tugas dan fungsi sosial 3) klien diharuskan untuk
berusaha memperoleh kondisi sehat secepat mungkin. 4) klien dan
keluarga mencari bantuan orang yang kompeten.

3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan


Tahapan ini seseorang telah mengadakan hubungan dengan pelayanan
kesehatan dengan meminta nasehat dari profesi kesehatan seperti
dokter, bidan atau lainya yang dilakukan atas inisiatif dirinya sendiri.
Proses pencarian informasi ini dilakukan untuk pencarian pembenaran
keadaan sakitnya, kemudian unruk mengetahui gejala-gejala yang tidak
dimengerti oleh klien dan adanya keyakinan bahwa dirinya akan lebih
baik. Jika setelah konsultasi tidak ditemukan lagi gejala yang ada, maka
klien menganggap dirinya telah sembuh. Namun apabila gejala tersebut
muncul kembali maka dirinya akan kembali datang ke pelayanan
kesehatan.

4. Tahap ketergantungan
Tahapan ini tejadi seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang
tentunya akan mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi
seseorang sudah mulai ketergantungan pada pengobatan, akan tetapi
tidak semua orang mempunyai tingkati ketergantungan yang sama
melainkan berbeda berdasarkan tingkat kebutuhanya. Kondisi ini juga
dipengaruhi oleh tingkat penyakitnya. Tahapan ini dapat dilakukan
pengkajian kebutuhan terhadap ketergantungan dan dapat diberikan
support agar seseorang mengalami kemandirian.
5. Tahap penyembuhan
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya
kemampuan untuk beradaptasi, dimana seseorang melakukan proses
belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan berperan sebelum
sakit serta adanya persiapan untuk berfungsi dalam kehidupan sosial.
Peran tenaga kesehatan disini dengan membantu klien untuk
meninggikan kemandirian serta memberikan harapan dan kehidupan
menuju kesejahteraan.

2.6 Perilaku peran sakit


Seseorang selama mengalami sakit akan mengalami berbagai perubahan
perilaku pada dirinya, diantaranya :

1. Adanya perasaan ketakutan


Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang yang sakit
ditandai dengan adanya perasaan takut sebagai dapak dari sakit.
Apabila sikap penerimaan terhadap sakitnya serta dampak yang
ditimbulkan belum dapat diterima secara penuh pada seseorang yang
mengalami sakit, maka orang tersebut akan terhantui perasaan
ketakutan padahal apabila dibiarkan akan menggangu status mental
seseorang.
2. Menarik diri
Pada seseorang akan mengalami proses kecemasan. Tingkat
kecemasan yang dialami seseorng akan berbeda . untuk mengurangi
kecemasan maka umumnya seseorang akan berpengaruh menarik dir,
seperti diam jika tidak diberikan pertanyaan hal tersebut dilakukan
dalam upaya menghandiri kecemasan.
3. Egosentris
Perilaku ini dapat terjadi pada orang sakit yang tunjukkan denagn
selalu banyak mempersoalkan dirinya sendiri dan tidak mau
mendengarkan orang lain atau memikirkan orang lain. Perilaku ini juga
ditunjukan dengan selalu ingin bercerita tentang penyakitnya.
4. Sensitif terhadap persoalan kecil
Pada orang sakit perubahan perilaku ini biasanya selalu di timbulkan
dengan selalu mempersoalkan hal-hal yang kecil sebagai dampak
terganggunya psikologis, seperti selalu mengomel jika keadaan
tersebut tidak sesuai dengan diirinya.
5. Reaksi Emosional tinggi
Perilaku ini dapat ditunjukan dari seseorang yang mengalami sakit
dengan mudah menangis, tersinggung, marah serta tuntutan
perhatianya yang lebih dari orang sekitar.
6. Perubahan persepsi
Terjadinya perubahan presepsi selama sakit ini dapat ditunjukan
dengan timbul presepsi bahwa dokter, perawat, bidan adalah orang
yang membantu menyembuhkannya sehinga menaruh harapan sangat
besar pada tenaga kesehatan tersebut.
7. Berkurangnya minat
Perubahan prilaku yang ditunjukan pada seseorang yang mengalami
sakit ini adalah karena berkurangnya minat karena terjadi ketegangan
( stres) yang di akibatkan penyakit yang diakibatkan penyakit yang
dirasakan serta menurunya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
2.7 Dampak sakit dan dirawat
Dampak yang alami pada individu yang telah yang mengalami yang
mengalami sakit baik dirawat dirumah sakit maupun dirumah,
diantaranya terjadi perubahan peran dalam keluarga, ganguan psikologis,
masalah keuangan, kesepian, perubahan kebiasaan sosial, terganggunya
privasi seseorang, otonomi dan terjadi perubahan gaya hidup.
1. Perubahan peran keluarga, selama sakit peran dalam keluarga akan
mengalami gangguan mengingat terjadi pergantian peran dari salah
satu anggota kelurga yang mengalami sakit.
2. Ganguan psikologis, keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinyastres
(ketegangan) sampai mengalami kecemasan yang berat, apabila
psikologisnya tidak disiapkan dengan baik. Proses tergangunya
psikologis ini diawali dengan adanya konflik terhadap dirinya, seperti
kecemasan, ketakutan, dan lain-lain.
3. Masalah keuangan, dampak ini jelas akan terjadi karena adanya
beberapa pengeluaran keuangan yang sebelumnya tidak terduga
selama sakit mengingat biaya perawatan dan obat-obatan cukup
mahal.
4. Kesepian, terjadi akibat perpisahan dampak ini terjadi pada seseorang
yang sebelumnya berkumpul dengan keluarga namun ketika sakit
orang tersebut harus dirawat dan berpisah dari keluarganya
5. Perubahan kebiasaan sosial, ini jelasterjadi mengingatselam
dirumahinteraksi dengan lingkungan masyarakat selalu terjadi akan
tetapi ketika seseorang sakit seluruh aktifitas sosialnya menajdi
berubah.
6. Tergantungnya prifasi seseorang, dapat ditunjukkan pada perasaan
menyenangkan yang merefleksikan tingkat penghargaan seseorang.
Perasaan menyenangkan ini akan menggalami ganguan karena
aktifitasnya terbatas dengan kehidupan dirumah sakit serta
kebutuhannyatergangu sehingga membuat perasaan menjadi tidak
menyenangkan yang mengakibatkan penghargaan sosial sulit dicapai.
7. Otonomi, telah disediakannya segala kebutuhan bagi pasien dirumah
sakit mengakibatkan menurunnya kemampuan aktifitas pasien karena
keadaan untuk mandiri dan mengatur sendiri sulit dicapai sehingga
pasien akan selalu memiliki ketergantungan.
8. Perubahan gaya hidup, adanya peraturan dan ketentuan dari rumah
sakit khususnya perilaku sehat serta aturan dalam makanan, obat dan
aktivitas agar seseorang akan mengalami perubahan dalam gaya
hidupnya yakni selalu hati-hati dan menghindari hal-hal yang dilarang
sesuai dengan ketentuan proses pengobatan dan perawatan.
BAB III
KONSEP STRES DAN ADAPTASI

(Pertemuan ke 3)
Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguraikan konsep stress dan adaptasi serta
penanganannya.

Metode pembelajaran :
Cooperative learning, dengan cara dosen membagi mahasiswa kedalam
beberapa kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.

Bahan diskusi
Tugas 1 (metode cooperative learning)
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini !
1. Apa yang dimaksud dengan stres?
2. Sebutkan macam-macam stress ? Jelaskan masing-masing jenis stress!
3. Jelaskan model stress kesehatan?
4. Jelaskan tahapan stress?
5. Jelaskan cara menilai stress!
6. Jelaskan proses adaptasi dan mekanisme!

3.1 Pengertian Stress


Stress menurut Hans Selye tahun 1950 merupakan suatu respon tubuh
yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dikatakan stress, apabila
seseorang mengalami beban atau tugas yang berat akan tetapi seseorang
tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan.
Dalam memahami tentang stress dibawah ini terdapat pandangan para
ahli tentang stress, diantaranya:
1. Stress sebagai stimulus, pandangan ini berdasarkan pada Elastisitas
Hooke yang menjelaskan semakin berat beban suatu logam maka
semakin besar pula stress yang di alami, melalui pandangan ini maka
dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang dialami
maka semakin besar tekanan yang dialami maka semakin besar pula
stress yang dialaminya.
2. Stress sebagai respon, terjadinya stress sebagai akibat respon
spesifik berupa fisiologis dan emosional maupun non spesifik dari
lingkungan yang ada.
3. Stress sebagai transaksional, stress dapat terjadi akibat suatu
interaksi antara orang dengan lingkungan ditinjau dari kemampuan
individu dalam mengatasi masalah. Terbentuknya sebuah koping dapat
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan, yang dapat diukur dari
persepsi individu terhadap masalah, dan kemampuan seseorang atau
sumber-sumber yang tersedia.

3.2 Sumber Stressor


Sumber stresor yang dapat mempengaruhi sifat stresor dspat
mempengaruhi sifat stresor, diantaranya: Lingkungan, baik secara fisik,
psikososial maupun spiritual. Lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-
fasilitas seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum sedangkan
lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau
orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat
berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau
lainnya.
Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan
fisiologis dalam tubuh, seperti karena adanya operasi, obat-obatan atau
lainya.
Selain sumber stresor tersebut diatas stres yang dialami manusia berasal
dari berbagai sumber lain seperti dari diri individu sendiri,
keluarga/masyarakat dan linkungan sekitarnya.
1. Sumber stress di dalam diri sendiri, pada umumnya karena konflik
yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, seperti adanya
berbagai permasalahan yang terjadi, tidak sesuai dengan dirinya, dan
tidak mampu mengatasinya.
2. Sumber stress didalam keluarga, ditandai dengan adanya
perselisihan masalah keluarga dan masalah keuangan serta adanya
tujuan yang berbeda diantranya keluarga, permasalahan ini akan
menimbulkan stres.
3. Sumber stress didalam masyarakat dan lingkungan, sumber stres ini
dapat terjadi dilingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti
lingkungan pekerjaan hubungan sosial, atau lingkungan fisik karena
masyarakat yang ada didalamnya kurang mampu berhubungan secara
interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga
tidak dapat berkembang.
3.3 Macam-Macam Stress
Stress ditinjau dari penyebabnya dibagi menjadi 6 macam, diantaranya :
1. Stress fisik
stres yang disebabkan karena keadaan fisik, seperti karena temperature
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari
atau karena tegangan srus listrik.
2. Stress kimiawi
stress ini di sebabkan karena zat kimiaa, seperti adanya obat-obatan. Zat
beracun asan, basa, Faktor hormone atau gas dan prinsipnya karena
senyawa kimia.
3. Stress Mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman, seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.
4. Stress fisiologik
Stres yang disebabkan karena ganguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
5. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan
stress yang disebabkan karena proses dan perkembangan, seperti pada
masa pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
6. Stress psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena ganguan situasi psikologis
ataubketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri, seperi
hubungan interpersonal, sosial budaya ataau faktor keagamaan.
3.4. Model Stress Kesehatan
Model stress kesehatan merupakan suatu stress yang menjelaskan
terjadinya stress yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang,
model ini dapat terdiri dari beberapa unsur diantaranya:
Pertama, unsur langsung dimana stres dapat menghasilkan atau
mempengaruhi secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis,
seperti adanya ketegangan (stress) akan terjadi proses pelepasan hormon
secara langsung yaitu hormon katekolamin dan kortikosteroid yang
menyebabkan kondisi berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain.
Kedua, unsur kepribadian, bahwa stress dapat dipengaruhi adanya tipe
kepribadian yang memudahkan timbulnya perubahan mekanisme coping.
Ketiga, unsur interaktif, stress dapat menyebabkan menurunnya
kekebalan tubuh sehingga tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan
baik biologis maupun psikologis, proses ini karna adanya interaksi antara
faktor dari luar dan faktor dalam untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh.
Keempat, unsur perilaku sehat, sters dapat secara tidak langsung
mempengaruhi kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih
dahulu seperti adanya peningkatan konsumsi alcohol, rokok dan lain-lain.
Kelima, unsur perilaku sakit, sters dapat mempengaruhi secara langsung
terhadap kesakitaan tanpa menyebabkan penyakit yang ditunjukan
adanya perilaku sakit, seperti mencari bantuan pengobatan.

3.5. Faktor Pengaruh Respon Terhadap Sterssor


Respon terhadap stressor yang diberikan pada individu akan berbeda, hal
tersebut tergantung dari faktor stresor tersebut, dan coping yang dimiliki
individu. Beberapa ciri stresor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
antara lain:
1. Sifat stresor
Sifat stesor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur angsur, sifat ini
pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari pemahaman tentang
steros.
2. Durasi stresor
Lamanya stresor dialami klien dapat mempengaruhi respon tubuh,
dimana apabila stresor yang dialami lebih lama maka respon dialaminya
juga akan lebih lama yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
3. Jumlah stresor
Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang dapat menimbulkan
dampak yang besar bagi fungsi tubuh.
4. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi sters dapat menjadi
bekal dalam menghadapi sters berikutnya karena individu memiliki
kemampuan adptasi/coping mekanisme yang baik.
5. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang dapat mempengaruhi respon terhadap
stressor hal ini dapat dilihat seseorang yang memiliki tipe kepribadian A
maka lebih rentan terkena stress apabila dibandingkan dengan tipe
kepribadian B. Tipe kepribadian A memiliki ciri sebagai berikut ambisius,
agresif, kompetitif , kurang sabar , mudah tegang , mudah marah,
memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal
waktu pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka
bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak
mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-lain.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan individu dapat membentuk perkembangan
adaptasi semakin baik terhadap stresor. Stresor yang dialami individu
berbeda pada setiap usia perkembangan, hal ini dapat terlihat dalam
tabel berikut.

Tahap Jenis Stresor


Perkembangan
Anak Konflik mandiri dan ketergantungan
Orang tua mulai sekolah
Hubungan dengan teman sebaya
kompetisi dengan teman

Remaja Perubahan tubuh


Hubugan dengan teman seksualitas
Mandiri
Dewasa muda Menikah
Meninggalkan rumah
Mulai bekerja
Melanjutkan pendidikan
Membesarkan anak
Dewasa tengah Menerima proses menua
Status sosial
Dewasa tua Usia lanjut
Perubahan tempat tinggal
Penyesuaian diri masa pension
Proses kematian

3.6 Tahapan Stres


Van Ambeng (1979) membagi tahapan stres menjadi enam tahap
diantaranya :
 Tahap pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres dengan ditandai adanya
semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada
umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan tidak seperti
biasanya, kemudian merasa senag pekerjaan akan tetapi kemampuan
dimilikinya semakin berkurang.
 Tahap kedua
Tahap kedua ini memiliki ciri sebagai berikut adanya perasaan letih
sewaktu bangu pagu yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan
siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut
tidak perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar – debar lebih dari
biasanya, otot – otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak
bisa santai.
 Tahap Ketiga
Tahap ketiga ini memiliki ciri sebagai berikut: pada lambung dan usus
seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur,
ketegangan otot semakin terasa, terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur, lemah terasa seperti tidak memiliki tenaga.
 Tahap keempat
Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan
yang kehilangan kemampuan untuk merespon secara adequat, tidak
mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari – hari, adanya gangguan pola
tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan
mengingat dan konsentrasi menurun adanya perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak tahu penyebabnya.
 Tahap kelima
Tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak
mampu untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,
terdapat gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan adanya
ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.
 Tahap keenam
Tahap ini merupakan puncak seseorang mengalami panik dan perasaan
takut mati dengan ditemukan gejala, seperti detakan jantung semakin
keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat,
kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

3.7 Reaksi Tubuh Terhadap Stres


Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi pada tubuh baik
secara fisiologis maupun psikologi, diantara reaksi tubuh tersebut
seperti :
1. terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun
dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam,
2. perubahan ketajaman mata seringkali menurun karena kekenduran
pada otot – otot mata sehingga mempengaruhi fokus lensa mata,
3. pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdering,
4. pada daya pikir seringkali ditemukan adanya penurunan konsentrasi
dan mengeluh sering sakit kepala dan pusing,
5. pada ekspresi wajah tampak tegang, kemudian pada mulut dan
bibir terasa kering,
6. pada kulit reaksi yang dapat dijumpai dan sering berkeringat dan
kadang –kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau
gejala lainnya, seperti urtikaria, pada sistem pernafasan dapat dijumpai
gangguan, seperti terjadi sesak oleh karena penyempitan pada saluran
pernafasan sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan,
seperti berdebar – debar, pembuluh darah melebar atau menyempit
kadang – kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan
terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer,
seperti pada jari tangan atau kaki,
7. pada sistem pencernaan juga dapat mengalami gangguan seperti
lambung terasa kembung, mual, pedih oleh karena peningkatan asam
lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya
frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi
ketegangan dan terasa ditusuk – tusuk, khususnya pada persendian dan
terasa kaku.
8. Pada sistem endokrin atau hormonal seringkali dijumpai adanya
peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan
kegairahan pada seksual.

3.8 Stres Pada Siklus Kehidupan Perempuan


Dalam siklus kehidupan perempuan yang dibahas disini dapat ditinjau dari
segi usia dan secara fisiologi yang dimulai dari masa remaja (13-18
tahun), masa reproduksi (19-45 tahun) dan masa menoupause dan
menopause
1. Masa remaja, masalah stres pada remaja ini terjadi karena terjadi
peralihan dari masa anak – anak ke dewasa, hal ini dikenal sebagai masa
pubertas. Masalah stres yang dialami pada perempuan adalah masalah
pubertas, sepertimasalah menstruasi, perubahan tanda – tanda seks
primer dan sekunder yang sudah mulai ada, perubahan fisik perempuan,
tumbuhnya payudara, bertambahnya berat dan tinggi badan, mengalami
perubahan emosional.
2. Masa reproduksi, masa ini terjadi pada usia 19-45 tahunan, yang
sering mengalami stres berkaitan dengan masa kehamilan, melahirkan
bayi, menyusui. Masalah kehamilan sering dialami pada masa reproduksi
yang dapat menyebabkan stres adalah karena terjadinya pembesaran
rahim, perkembangan payudara dan pertumbuhan janin, yang apabila
tidak disiapkan secara mental maka akan menimbulkan stres. Selain itu
stres juga dapat terjadi pada masa melahirkan bayi, dan menyusui.
3. Masa klimakterium, merupakan masa peralihan yang normal yang
berlangsung beberapa tahun sesudah dan sebelum menopause, fase ini
terjadi beberapa tahap, seperti sebelum menopause, masalah ini seiring
berkaitan dengan fungsi reproduksinya mulai turun, kadar estrogennya
mulai turun sedangkan kadar hormon gonadotropin mulai meningkat,
kemudian dilanjutkan dengan masalah menopause, yakni periode
berhentinya haid secara alamiah pada masa menopause ini sering terjadi
perubahan psikis seperti rasa khawatir, perasaan merasa tua, tidak
menarik lagi, takut tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual suami, rasa
tertekan karena menjadi tua, dan lebih sensitif dan emosi. Selain itu juga
dapat mengalami masalah fisik seperti, kulit menjadi kendor, kering dan
keriput, mudah terbakar sinar matahari, timbul pigmentasi, payudara
mulai lembek, vagina menjadi kering, epitel vagina menipis, dispaureunia,
dan lain sebagainya. Pasca menopause, pada masa ini kadar esterogen
sudah pada titik rendah, dan juga terjadi kemunduran alat tubuh seperti
cenderung terjadi osteoporosis yang disebabkan oleh pengaruh hormon
steroid dan osteotrofoblas yang berkurang.
3.9 Cara Menilai Stres
Untuk melakukan penilaian terhadap stres digunakan skala Holmes dan
untuk mengetahui Kekebalan terhadap stress dapat menggunakan skala
Miller dan Smith. Adapun skala Holmes
Yang dimaksud adalah :

NO Pengalaman Kehidupan Skor Nilai


1 Kematian suami atau istri 100
2 Kematian keluarga dekat 63
3 Perkawinan 50
4 Kehilangan jabatan 47
5 Pensiun / pengasingan diri 45
6 Kehamilan istri 40
7 Kesulitan seks 39
8 Tambah anggota 39
9 Kematian kawan dekat 37
10 Konflik suami atau istri 35
11 Menggadaikan rumah 31
12 Perubahan dalam tanggung jawab pekerjaan 29
13 Konflik dengan ipar, mertua dan menantu 29
14 Perasaan tersinggung atau penyakit 53
15 Rujuk dalam perkawinan 45
16 Perubahan kesehatan seseorang anggota 44
keluarga
17 Perubahan dalam status keuangan 38
18 Perceraian 65
19 Peralihan jenis pekerjaan 36
20 Mencegah terjadinya penggadaian atas 30
pinjaman
21 Anak laki – laki a/ perempuan meninggalkan 29
rumah
22 Prestasi pribadi yang luar biasa 28
23 Istri mulai atau berhenti bekerja 29
24 Kesulitan dengan atasan 23
25 Tukar tempat tinggal 20
26 Perubahan dalam hiburan 19
27 Pinjaman dengan rumah sebagai jaminan 17
28 Perubahan dalam jumlah pertemuan 15
keluarga
29 Pelanggaran ringan 11
30 Menukar kebiasaan pribadi 24
31 Perubahan jam kerja 20
32 Tukar sekolah 20
33 Tukar kegiatan sekolah 18
34 Tukar kebiasaan tidur 16
35 Perubahan dalam kebiasaan makan 15
36 Berlibur 13
Jumlah skor

Gambar 3.1 Skala Holmes


Keterangan :
Jumlah skor diatas 300 dalam kurun waktu satu tahun masa kehidupan
maka yang bersangkutan menunjukan gejala stres.
Sedangkan untuk menilai terhadap kekebalan stres dapat menggunakan
skala Miiler dan Smith. Alat ukur ini terdiri dari 20 aktivitas kehidupan
sehari – hari dengan masing – masing aktifitas diberi skor 1 samapai 5
dengan perincian sebagai berikut :
Nilai 1 :Hampir selalu dikerjakan.
Nilai 2,3,4 :Rentang diantara 1 sampai 5.
Nilai 5 :Hampir tidak perna dikerjakan.
N Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Skor Nilai
o
1 2 3 4 5
1 Tiap hari saya sedikitnya sekali
menghadapi makanan hangat dan
berimbang.
2 Sedikitnya empat kali dalam seminggu
saya tidur 7-8 jam.
3 Saya secara teratur menerima dan
memberi kasih sayang.
4 Sedikitnya saya mempunyai seorang
saudara dalam jarak 75 km yang bisa
saya andalkan.
5 Setidaknya dua kali dalam seminggu
saya gerak badan sampai berkeringat.
6 Saya tidak merokok, kalaupun
merokok kurang dari 10 batang sehari.
7 Saya tidak minum alkohol, kalaupun
minum kurang dari 5 kali dalam
seminggu.
8 Berat badan saya sesuai dengan tinggi
badan.
9 Saya mempunyai penghasilan cukup
untuk menutupi pengeluaran pokok.
10 Saya memperoleh kekuatan dari
agama saya.
11 Saya secara teratur menghadiri
kegiatan – kegiatan sosial atau klub.
12 Saya mempunyai lingkungan sahabat
dan kenalan.
13 Saya mempunyai sahabat satu atau
lebih kepada siapa saya dapat
percayakan soal – soal pribadi saya.
14 Kesehatan saya baik (termasuk
telinga, mata, dan gigi).
15 Saya bicara terus terang
mengutarakan perasaan hati diwaktu
marah atau gelisah.
16 Saya secara teratur bercakap – cakap
dengan orang – orang dengan siapa
saya tinggal, soal urusan domestik,
misalnya kebersihan rumah dan
kehidupan sehari – hari.
17 Setidaknya seminggu sekali saya
melakukan sesuatu untuk hiburan.
18 Saya bisa mengatur waktu secara
efektif
19 Sehari – hari saya minum putih (aqua)
dan tidak minum kopi, teh atau cola,
kalaupun minum kurang dari 3 cangkir
sehari.
20 Saya setiap hari mencari waktu untuk
menenangkan diri.
Jumlah skor total
Gambar 3.2 Skala Miller dan Smith

Keterangan :
Penilaian terhadap kekebalan stres adalah sebaga berikut :
Jumlah total skor – 20
= Nilai

Nilai kurang dari 30 : Kebal terhadap stress.


Nilai 30-50 : Kurang kebal terhadap stress.
Nilai 50-80 : Tidak kebal terhadap stress.

3.9 Konsep Adaptasi


Adaptasi merupakan suatu proses perubahan yang menyertai individu
dalam berespon terhadap perubahan dilingkungan yang dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis
yang akan menghasilkan perilaku adaptif,. Hasil dari perilaku adaptif ini
berupa semua respon yang selalu berusaha mempertahankan
keseimbangan dari suatu keadaan.
3.10. Macam-Macam Adaptasi
1. Adaptasi Fisiologi
Merupakan proses penyesuaian tubuh secara alamiah atau secara
fisiologis untuk mempertahankan keseimbangannya dari berbagai factor
yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan tidak seimbang, contoh
proses adaptasi fisiologi, seperti masuknya kuman penyakit maka secara
fisiologis tubuh berusaha untuk mempertahankan baik dari pintu
masuknya kuman atau sudah masuk dalam tubuh. Pada adaptasi fisiologis
dibagi menjadi dua yaitu LAS (Local adaptation syndrome) dan GAS
(general adaptation syndrome).
LAS merupakan proses adaptasi bersifat local, seperti ketika darah
tubuh atau kulit terkena infeksi maka akan terjadi daerah sekitar kulit
tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan lain-lain. GAS merupakan
proses adaptasi bersifat umum atau sistemik, seperti apabila reaksi local
tidak dapat diatasi maka menyebabkan gangguan system atau seluruh
tubuh lainya, seperti panas seluruh tubuh, berkeringat dan lain-lain.
Pada adaptasi fisiologi secara umum dapat melalui tiga tahap yaitu
tahap alarm reaction, tahap resistensi dan tahap akhir.
 Tahap Alarm Reaction
Merupakan tahap awal dari proses adaptasi yang mana individu siap
untuk menghadapi stressor yang akan masuk kedalam tubuh, tahap ini
dapat diawali dengan kesiagaan (flight or flight), dimana terjadi
perubahan fisiologi pengeluaran hormon oleh hipotalamus yang dapat
menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan adrenalis yang dapat
meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan pernafasan menjadi
cepat dan dangkal , kemudian hipotalamus juga melepaskan ACTH
(adrenokortikotropik hormone) yang dapat merangsang adrenal untuk
mengeluarkan kotikoid yang akan mempengaruhi pada berbagai fungsi
tubuh.
 Stageof Resistance (Tahap Resistensi)
Merupakan tahap kedua dimana tubuh akan melakukan proses
penyesuaian dengan mengadakan berbagai prubahan dalam tubuh
dengan berusaha untuk mengatasi stresor yang ada, seperti jantung
bekerja lebih keras untuk mendorong darah yang pekat untuk melewati
arteri dan vena yang menyempit.
 Tahap Terakhir ( Stage Of Exhaustion)
Tahap ini dapat ditandai dengan adanya kelelahan, apabila selama proses
adaptasi tidak mampu mengatasi stresor yang ada maka dapat
menyebar keseluruh tubuh efeknya dapat menyebabkan kematian
tergantung dari stresor yang ada.

Stresor

Alarm reaction

Stage of resistance

Stage of exhaustion
Gambar 3.3 Proses Adaptasi Fisiologis

2. Adaptasi Psikologis
Merupakan proses penyesuaian secara psikologis, dengan cara
membrikan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan melindungi atau
bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan.
Pada proses adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dari berbagai stressor, yaitu dengan cara
melakukan koping atau penanganan berorientasi pada tugas ( task
oriented) yang dikenal dengan problem solving strategi, dan ego oriented
atau mekanisme pertahanan diri.
 Task oriented reaction (reaksi berorientasi pada tugas):
Merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan
berorientasi pada proses penyelesaian masalah, reaksi ini dapat
dilakukan, seperti berbicara dengan orang lain tentang masalah yang
dihadapi untuk dicari jalan keluanya, mencari tahu lebih banyak tentang
keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, atau
juga dapat berhubungan dengan kekuatan supra netral, melakukan
latihan-ltihan yang dapat menguragi stres serta membuat
alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan startegi prioritas
masalah.
 Ego oriented reaction (reaksi berorientasi pada ego)
Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis
dengan tujuan agar tidak terjadi gangguan psikologis yang lebih dalam.
Adapun mekanisme pertahanan diri antara lain:
1. Rasionalisasi, merupakan suatu usaha untuk menghindari dari
masalah psikologis dengan selalu memberikan alasan secara rasional,
sehingga masalah yang dihadapinya dapat teratasi .
2. Displacement, merupakan upaya untuk mengatasi masalah
psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku kepada obyek
lain, apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai maka
temannya disalahkan.
3. Kompensasi, upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari
kepuasan pada keadaan seperti seseorang memiliki masalah karena
menurunnya daya ingat, disisi lain bakat yang ditonjolkannya.
4. Proyeksi, merupakan mekanisme pertahanan diri dengan
menempatkan sifat batin sendiri kedalam sifat batin orang lain, seperti
dirinya membenci pada orang lain kemudian mengatakan pada orang
bahwa orang lain yang membencinya.
5. Represi, upaya untuk mengatasi masalah dengan cara
menghilangkan pikiran masa lalu yang buruk dengan melupakannya atau
menahan kepada alam tidak sadar dan sengaja dilupakan.
6. Supresi, upaya untuk mengatasi masalah dengan menekan masalah
yang tidak diterima dengan sadar dan individu tidak mau memikirkan hal-
hal yang kurang menyenangkan.
7. Denial, upaya pertahanan diri dengan cara penolakan terhadap
masalah yang dihadapi atau tidak mau menerima kenyataan yang
dihadapinya.

3. Adaptasi Social Budaya


Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses
penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat seperti berkumpul dengan masyarakat dalam kegiatan
kemasyaraktan.

4. Adaptasi Spiritual
Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang
didasarkan pada Keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan
agama yang dianutnya, apabila mengalami stres maka seseorang akan
giat melakukan ibadah seperti rajin melakukan ibadah.

3.11 Manajemen Stress


Merupakan upaya mengelola masalah tres dengan baik yang bertujuan
untuk mencegah dan mengatasi tres agar tidak sampai ke tahap yang
paling berat. Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Pengaturan diet dan nutrisi. Pengaturan diet dan nutrisi merupakan
cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stress, melalui
makan dan minum yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur
jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, seimbang dan hangat,
hindari makanan dingin dan menonton.
2. Istirahat dan tidur. Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik
dalam mengatasi stress karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan
tubuh, tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup
dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
3. Olah raga atau latihan teratur. Olah raga dan latihan teratur adalah
salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik
maupun mental, olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari
pagi paling tidak dua kali semnggu dan tidak perlu lama-lama yang
penting sudah berkeringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk
memulihkan kebugaran.
4. Berhenti merokok. Berhenti merokok adalah bagian dari cara
menanggulangi stress karena dapat meningkatkan status kesehatan
dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
5. Tidak meminum minuman keras. Minuman keras merupakan faktor
pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres dengan tidak
meminum minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan
semakin baik segala penyakit dapat dihindari karena pengatur
minuman keras banyak mengandung alkohol.
6. Pengaturan berat badan. Peningkatan berat badan merupakan faktor
yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan
daya tahan tubuh terhadap stress, keadaan tubuh yang seimbang
akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.
7. Pengaturan waktu. Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat
dalam mengurangi dan menanggulangi stress, dengan pengaturan
waktu, segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisk
dapat dihindari, pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara
menggunakan waktu secara efektif dan efesien serta melihat aspek
produktifitas waktu seperti gunakan waktu pada yang menghasilkan
sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat.
8. Terapi psikofarmaka. Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan
dalam mengatasi stress yang dialami dengan jalan memutuskan
jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stressor
psikososial yang dialaminya tidak mempengaruhi fungsi kognitif efektif
atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain.
Obat=obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas dananti
depresi
9. Terapi somatik. Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang
ditimbulkan akibat stress yang dialami sehingga diharapkan tidak
dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
10. Psikoterapi. Terapi ini dengan menggunakan teknik psiko yang di
sesuaikan dengan kebutuhan seseorang, terapi ini dapat meliputi
psikoterapi supotyif dan psikoterapi reedukatif dimana psikoterapi
suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien
mengalami percaya diri sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan
dengan memberikan pendidikan secara berulang, selain itu ada
psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
11. Terapi psikoreligius. Terapi ini dengan menggunakan pendekatan
agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam
mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat,
fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga tres yang dialami dapat
diatasi.
Manajemen stress yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi
koping yaitu koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus
pada masalah. Penggunaan koping yang berfokus pada emosi dengan
cara pengaturan respon emosional dari stress melelui perilaku individu
seperti cara meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, control
diri, membuat jarak, penilaian secara positif, menerima tanggung jawab,
lari dari kenyataan ( menghindar ).
Sedangkan strategi koping berfokus pada masalah dengan
mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang dapat menyelesaikan
masalah seperti merencanakan problem solving dan meningkatkan
dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stress adalah relaksasi,
restrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain ( Hawari,
2002 ).
3.12 Peran bidan dalam mengatasi stress
Dalam melaksanakan tindakan untuk menghadapi seseorang yang
mengalami masalah stress. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
bidan diantaranya :
1. Bidan harus mampu menfasilitasi adanya permasalahan seseorang
yang mengalami stress.
2. Dalam melaksanakan tindakan bidan melakukan tindakan manajemen
stress sesuai dengan prinsip manajemen stress.
3. Bidan dapat menggunakan strategi pemecahan masalah yang
bertujuan mengurangi adanya stress secara efektif untuk jangka
waktu yang panjang, dapat meningkatkan keyakinan diri dan
kemampuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang akan
datang.
BAB IV
PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

( Pertemuan ke 4 )
Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa dapat menguraikan prinsip pencegahan nfeksi, konsep
transmisi kuman, cara penularan ,tindakan pencegahan infeksi,
pemrosesan alat bekas pakai, sarung tangan dan lainnya serta infeksi
nosokomial.
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan mencuci tangan,
memasang sarung tangan steril, menggunakan masker dan melakukan
pemprosesan alat habis pakai.

Metode pembelajaran:
1. Small group discussion dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang, untuk mendiskusikan kasus dibawah.
2. Simulasi/demonstrasi/skill lab (praktik mandiri) dengan cara
fasilitator/pembimbing mendemonstrasikan atau mendemontrasikan cara
cuci tangan menggunakan sarung tangan steril, menggunakan masker,
dan melakukan pemprosesan alat habis pakai kemudian pembimbing
melakukan evaluasi dan memberikan justifikasi , setelah dipraktikan
secara mandiri oleh mahasiswa dengan bimbingan pembimbing /
fasilitator.
3. Discovery learning, dengan cara fasilitator / dosen membei tugasb
kepada tugas kepada mahasiswa untuk mencari informasi tentang konsep
penanganan samah dengan cara belajar mandiri kemudian dilaporkan
dalam bentuk artikel serta dipraktikan.

Bahan diskusi
Kasus 1
Bayi usia sepuluh bulan di rawat di rumah sakit B dengan diagnosis
Gastroenteritis, setelah tiga hari di rawat anak tersebut mengalami
Bronchopneumonia.
Diskusikan jawaban pertanyaan dibawah ini!
1. Apa yang menyebabkan anak mengalami dua diagnosis yakni
Gastroenteritis dan Bronchopneumonia?
2. Jelaskan transmisi kuman, dan cara penularannya?

Kasus 2
Bidan A dinas di ruang bersalin. Dia selalu mencuci tangan dan
menggunakan masker serta sarung tangan setiap kali kontak dan
memeriksa tanda infeksi di tubuh pasien .
Diskusikan jawaban pertanyaan di bawah ini!
1. Apa yang dimaksud dengan transmisi kuman?
2. Bagaimana cara penularan kuman?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial dan bagaimana cara
pencegahan infeksi.
4. Jelaskan cara melakukan pemerosesan alat bekas pakai

4.1 Prinsip Pencegahan Infeksi


Prinsip pencegahan infeksi merupakan upaya yang dilakukan untuk
mencegah risiko penularan atau penyebarab infeksi mikroorganisme dari
lingkungan klien , dan tenaga kesehatan yang bertujuan mengurangi
terjadinya infeksi , dan melindungi klien dan tenaga kesehatan dari resiko
penularan.
4.2 Transmisi Kuman.
Sebuah proses masuknya kuman ke dalam tubuh seseorang yang
menimbulkan sebuah keradangan atau penyakit dalam tubuh. Proses ini
melibatkan beberapa unsur, diantaranya reservior, jalan masuk, host,
jalan keluar dari reservior dan saluran penyebaran.
Reservoir merupakan suatu habitat, tempat untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme, dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan ataupun tanah. Jalan masuk merupakan jalan masuknya
mikroorganisme ke tempat penampungandari berbagai kuman, seperti
sistem tubuh manusia (saluran pernafasan, pencernaan, kulit dan lain-
lain. Host ( inang ) merupakan tempat berkembangnya suatu
mikroorganisme, yang dapat didukung oleh ketahanan kuman. Jalan
keluar merupakan tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir
seperti sistem pernafasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan lain-lain.
Saluran penyebaran merupakan saluran yang dapat menyebarkan
berbagai kuman mikroorganisme ke berbagai tenpat, seperti air,
makanan, udara dan lain-lain.
4.3 Cara penularan Kuman
Proses penyebaran mikroorganisme ke dalam tubuh baik pada manusia
maupun hewan dapat melalui bebagai saluran, diantaranya kontak tubuh,
makanan dan minuman, serangga dan udara.
Kontak tubuh dapat secara langsung dan tidak langsung, secara langsung
dapat melalui sentuhan dengan kulit, dan secara tidak langsung dapat
melalui benda-benda yang terkontaminasi.makanan dan minuman seperti
penularan penyakit thypus abdominalis, penyakit cacingan dan lain-lain.
Serangga, seperti penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada
nyamuk aedes. Udara, seperti terjadi pada beberapa penyakit sistem
pernafasan antara lain penyebaran kuman TBC atau sejenisnya.
4.4 Tindakan Pencegahan Infeksi
Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan,
diantaranya cuci tangan memakai sarung tangan, memakai alat
pelindung diri, menggunakan teknik aseptik, memproses alat bekas
pakai, dan pengelolaan sampah.

1. Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan untuk pencegahan infeksi, tindakan
ini dilakukan setiap mau lakukan prosedur tindakan baik kontak
secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan cuci tangan ini
penting karena adanya beberapa organism yang sering ada didaerah
tangan, seperti organism residen ( S. aureus, diphteroids yang tidak
hilang secara permanen ), dan organisme transien karena adanya
kontak seperti adanya E. Colli yang dapat dengan mudah
dihilangkan dengan cuci tangan .
Dalam prktiknya cuci tangan digunakan dengan dekontaminasi
tangan rutin dengan sabun dan air mengalir, melakukan desinfeksi
kulit dengan hibiscrub, dan handyclean. Tindakan cuci tangan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan pada waktu sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, setelah kontak dengan cairan tubuh, memegang
alat yang terkontaminasi, seperti jarum, sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien diruang isolasi , setelah menggunakan kamar mandi,
sebelum melayani makan dan minum dan saat akan tugas dan akhir
tugas.

Prosedur tindakan mencuci tangan ( biasa dan antiseptik )


Tujuan :
Membersihkan tangan dari segala kotoran , mencegah terjadi infeksi
silang melalui tangan dan persiapan bedah atau tindakan
pembedahan .

Alat dan bahan :


1. Bak cuci / air mengalir
2. Handuk atau pengering
3. Sabun atau antiseptik
4. Sikat lunak
Cara kerja :
1. lepaskan segala yang melekat pada tangan , seperti aksesoris
pada tangan dan gulung lengan baju sampai siku
2. kaji atau lihat pada tangan dan jari ,untuk melihat ada
tidaknya adanya luka / sayatan
3. Jaga agar tangan dan pakaian tidak menyentuh wastafel ( jika
tangan menyentuh wastafel cuci tangan diulang
4. Alirkan air , hindari percikan pada pakaian
5. Basahi tangan dan lengan bawah pertahankan posisi
lebih rendah dari siku
6. Beri sedikit sabun / antiseptik ( 2-4 cc ). Untuk sabun
batang, pegang dan gosok sampai berbusa gososk kedua lengan
dengan cepat, selama 10-15 detik, punggung tangan, sela-sela jari
secara melingkar minimal 5 kali, gosok ujung-ujung jari ketelapak
tangan yang lain, kalau perlu disikat dengan sikat lunak. Lebih
lengkap lagi lihat gambar 2.1
7. Bilas lengan dan tangan sampai bersih
8. Tutup aliran air dengan siku. Apabila pembuka aliran air
( Kran ) harus ditutup dengan tangan, cuci pembuka aliran ( kran )
dengan sabun terlebih dahulu sebelum membilas tangan .
9. Keringkan tangan dengan handuk atau pengering

2. Memakai alat pelindung diri


Alat pelindung diri meliputi penggunaan sarung tangan, masker,
pemakaian gaun, pemakaian kaca matapelindung, pemakaian sepatu
boot, pemakaian kap dan duk.
2.1 Pemakaian sarung tangan
Pemakaian sarung tangan ada empat jenis, diantaranya sarung tangan
steril, pemakaian sarung tangan untuk desinfeksi tingkat tinggi, sarung
tangan bersih dan sarung tangan rumah tangga. Pada prinsipnya sarung
tangan digunakan untuk mencegah terjadinya penularan kuman, dan
mengurangi risiko tertularnya penyakit.
Prosedur pemakaian sarung tangan
Alat dan bahan :
1. Wastafel / air mengalir untuk cuci tangan
2. Sarung tangan steril
3. Sabun
4. Handuk bersih?
Cara kerja :
1. Lepaskan semua aksesoris ditangan seperti cincin, jam tangan
dan gelang
2. Cuci tangan dengan teknik 6 langkah secara menyeluruh
3. Buka pembungkus sarung tangan dengan hati-hati ke arah
samping
4. Ambil sarung tangan dan gunakan sarung tangan yang lebih
dominan
5. Pegang tepi sarung tangan dan masukkan jari-jari tangan,
pastikan ibu jari dan jari-jari lain tepat pada posisinya
6. Ulangi pada tangan kiri
7. Setelah terpasang kedua tangan cakupkan.
2.2 Pemakaian Masker
Pemakaian masker pada umumnya digunakan untuk mencegah atau
mengurangi transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien.
Prosedur Pemakaian Masker
Alat dan Bahan :
 Masker
Cara Kerja :
1. Cuci tangan
2. Tentukan tepi atas dan bawa bagian masker
3. Pegang kedua tali masker.
4. Ikatkan pada bagian atas kepala dan belakang leher. Ikatan
pertama bagian atas pada kepala, sedangkan ikatan kedua berada pada
bagian belakang leher.
2.3 Pemakaian Gaun
Pemakaian gaun secara umum ada tiga, dan yang di pakai secara steril
yang umumnya di pakai di kamar bedah, kemudian gaun non steril yang
umumnya di pakai di ruang ICU, kamar bayi dan KB, dan scor umumnya
yang di pakai adalah celemek plastik untuk pelindung diri.
Prosedur pemakaian gaun :
Alat dan Bahan :
1. Pengering tangan (handuk/waslap steril)
2. Gaun Operasi
Cara kerja :
1. Cuci tangan steril
2. Keringkan tangan dengan handuk/waslap steril
3. Ambil baju dengan cara mengambil baju bagian leher dengan
tangan kiri
Sedang tangan kanan diangkat setinggi bahu.
4. Memasukkan tangan kanan dengan posisi membentang ke lubang
lengan baju
5. Memasukkan tangan kiri ke lubang lengan baju tanpa menyentuh
bagian luar baju.
6. Minta orang ke dua untuk mengikat tali baju yang ada di leher dan
pinggang bagian belakang denganhati-hati, jangan sampai menyentuh
baju bagian depan serta menalikkannya dengan simpulsederhana agar
mudah melepasnya.
7. Hindari menyentuh benda lain

2.4 Pemakaian Kaca Pelindung


Pemakaian kaca pelindung merupakan bagian dari perlindungan diri saat
melakukan tindakan pada pasien. Ada beberapa contoh alat pelindung
mata, seperti safety glasses. Goggles, shaded Eyewear, face shields.
Safety Glasses merupakan kaca mata keselamatan. Kanamata ini
tampaknya sama dengan kaca mata biasa, namun bahannya terbuat dari
bahan tahan terhadap tubrukan sehingga melindungi mata dari adanya
benda yang terbang mengenai mata. Goggles, merupakan kacamata
debu. Kaca mata ini berfungsi melindungi mata dari adanya percikan
cairan-cairan kimia atau dari benda-benda yang terbang yang bisa
merusak mata.
Shaded Eyewear merupakan kaca mata gelap atau bayangan, yang
berfungsi melindungi mata dari radiasi pembakaran.
2.5 Pemakaian Sepatu Boot/Sepatu Tertutup.
Merupakan alat pelindung diri ini memiliki fungsi, seperti mencegah
adanya tusukan benda tajam, dan tahan terhadap bahaya listrik.

3. Menggunakan teknik aseptic


Aseptik adalah suatu tindakan yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan untuk mencegah mikroorganisme kedalam tubuh yang
kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah
mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme baik pada
permukaan benda hidup,seperti kulit dan jaringan, maupun benda mati,
seperti alat-alat kesehatan hingga mencapai tingkat yang aman.
Antiseptik adalah upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya dengan menggunakan bahan antiseptic, atau anti microbial.
Dalam penggunaan bahan antiseptik, sebaiknya memperhatikan kriteria
bahan yang akan digunakan, seperti efektifitas, kemampuan menghambat
mikroorganisme, kecepatan aktivitas awal, efek residu, tidak iritasi kulit,
tidak menyebabkan alergi, efektif sekali pakai, tidak perlu diulang.
Beberap contoh bahan antiseptic yang sering digunakan dalam tindakan
kebidanan, antara lain alcohol (60%-90%), setrimid/klorheksidin Glukonat
(2-4%), seperti hibiscrub, heksaklorofen (3%), kloroksilenol, seperti dettol
tidak bisa digunakan untuk antiseptik vagina karena dapat membuat
iritasi pada selaput lender dan tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir,
klorheksidin Glukonat (2%), seperti savlon, iodofor, (7,5-10%), seperti
betadine, larutan yang berbahan dasar alcohol (tincture), seperti yodium
tincture, dan triklosan (0,2-2%).

4. Memproses alat bekas pakai


Memproses alat bekas pakai dilakukan dengan cara dekontaminasi, cuci
dan bilas, sterilisasi dan desinfeksi tingkat tinggi.
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan agar benda mati bebas
dari mikroorganisme. Benda-benda tersebut, termasuk benda-benda
besar, seperti meja pemeriksaan alat-alat kesehatan dan sarung tangan
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh di saat prosedur
operasi/tindakan dilakukan. Dekontaminasi dapat dilakukan dengan
merendam alat dan larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Pencucian adalah tindakan untuk menghilangkan semua darah, cairan
tubuh atau setiap benda asing, seperti debu dan kotoran. Dalam proses
pencucian dengan menggunakan detergen dan sikat serta sarung tangan
cuci agar kulit tidak terkena benda tajam.
Sterilisasi adalah tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda
mati. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan otoklaf, panas
kering dan kimiawi.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan untuk menghilangkan
sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme penyebab penyakit.
Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau dengan
menggunakan larutan kimia, menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali beberapa bakteri endospora.

5. Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah di rumah sakit atau klinik memiliki beberapa tujuan,
diantaranya melindungi penyebaran infeksi, mencegah penularan infeksi
terhadap para petugas kesehatan, dan masyarakat sekitarnya,
membuang bahan-bahan berbahaya( bahan toksik dan radioaktif) dengan
aman.
Sampah dirumah sakit/klinik dikenal sebagai sampah medis yang terdiri
atas sampah tidak terkontaminasi dan sampah terkontaminasi. Sampah
yang tidak terkontaminasi, yang berarti sampah tidak memberikan risiko
infeksi, seperti kertas, botol, wadah pelastik yang dapat dibuang ditempat
sampah umum. Sampah terkontaminasi merupakan sampah yang
membawa mikroorganisme yang berpotensi menularkan infeksi kepada
orang yang kontak, seperti sampah bekas pembalut luka, sampah dari
kamar operasi dapat seperti jaringan, darah, kasa, kapas, sampah dari
laboratorium seperti darah, tinja, nanah dan dahak serta sampah alat-alat
yang dapat melukasi seperti jarum suntik, pisau dan lain sebagainya.
Selain sampah tidak terkontaminasi dan sampah terkontaminasi dari
sampah medis ada juga sampah lain yang tidak mengandung bahan
infeksius tetapi berbahaya yang berpotensi bahan kimia/farmasi, seperti
kaleng atau botol obat yang sudah kedaluarsa, vaksin, atau reagen
lainnya. Kemudian sampah sitotoksik seperti obat kemotrapi, sampah
yang mengandumg logam berat seperti termometer yang pecah dan
wadah yang berisi gas yang tidak dapat di daur ulang dan mudah
meledak.
Dalam mengelole sampah tersebut ada dua cara yakni pengumpulan
dan pengangkutan sampah kemudian pemusnahan dan pengelolaan
sampah. Pada tahap awal sampah dikumpulkan berdasarkan
kelompoknya, seperti sampah sampah basa sendiri, sampah kering dan
sampah benda tajam selanjutnya dilakukan pengangkutan kemudian pada
tahap pemusnahan sampah dimusnahkan atau dikelola dengan cara
sebagai berikut: ditanam yakni memasukan atau menimbun dalam tanah
dan dibakar dengan melakukan pembakaran melalui tungku pembakaran,
selanjutnya sampah dijadikan pupuk biasanya jenis sampah ini sampah
organik seperti sisa makanan yang membusuk.
4.5 Pemrosesan Alat Bekas Pakai, Sarung Tangan dan Peralatan
Lainnya
Pemrosesan alat bertujuan untuk memproses alat medik yang telah
digunakan dalam prosedur invasif, agar tidak mengkontaminasi serta
untuk mematikan virus baik hepatitis B maupun HIV atau sejenisnya

1. Dekontaminasi
Cara kerja:
 Gunakan sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan
yang terbuat dari lateks
 Masukan benda-benda yang terkontaminasi kedalam klorin
0,5% selama 10 menit
 Pastikan alat atau benda terendam seluruhnya

Rumus membuat larutan klorin


%larutan konsentrat
Jumlah bagian air= ------------------------------- -1
% larutan yang diinginkan

Contoh:
Untuk membuat larutan klorin 0,5%, maka caranya adalah sebagai
berikut:
5%
Jumlah bagian air ------------ -1 =9
0,5%

\Jadi hasilnya perbandingan air danklorin = 9:1 artinya tambahkan 9


bagian air kedalam bagian larutan klorin pekat 5%
Seperti contoh apabila membuat larutan klorin 0,5% sebanyak 1 liter,
maka caranya adalah:
Air = 9/10 x 1000 cc
Klorin = 1/10 x 1000 cc
Jadi kita menambahkan 900 cc air danklorin 100 cc

Rumus membuat larutanklorin 0,5% dari serbuk kering

Gram/liter = …% yang diinginkan x 1000


…% larutan konsentrat

Contoh:
Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin yang bias
melepaskan klorin (sepertikal siumhipoklorida) yang mengandung 35%
klorin, caranya:
Gram/liter = 0,5%x 1000 = 14,3 gram/liter
35%

Jadi hasilny atau bahkan 14,3 gram bubukklorin 35% kedalam 1 liter air
bersih.

2. Pencucian dan pembilasan


Alat dan bahan:
 Sikat halus
 Wadah plastic ataubaja anti karat (stainless steel)
 Air bersih
 Bahan yang akan di cuci, sepertisarungtangankaret yang terbagi
atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
 Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml: untuk membilas bagian
dalam keteter, termasuk keteter penghisap lendir)
 Sabun dan deterjen

Cara kerja:
 Pakai sarung tangan yang tebal
 Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi
 Agar tidak merusak benda yang terbuat dari plastic atau karet,
jangan dicuci secara bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari
logam
 Lakukan pencucian benda tajam secara terpisah dan hati- hati
 Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa
darah dan kotoran
 Buka nengsel gunting dan klem
 Lakukan penyikatan terutama dibagian sambungan
 Pastikan bersih tidak ada sisa darah atau kotoran
 Lakukan pencucian setiap benda minimal tiga kali (lebih jika perlu)
dengan air dan sabun atau deterjen
 Bilas benda- benda tersebut dengan air bersih
 Ulangi p rosedur tersebut pada benda- benda lain
 Apabila pada peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi secara
kimiawi (seperti dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam
wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT
 Apabila peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi direbus atau
disterilisasi didalam autoklaf atau open panas kering, tidak perlu
dikeringkan sebelum proses DTT ataus terilisasi
 Cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas secara
saksama dengan menggunakan air bersih
 Letakan dan gantungkan sarung tangan dengan cara diangin-
anginkan.

3. Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan oktoklaf yakni uap air
panas dengan tekanan tinggi, panas kering (oven) dan kimiawi atau
radiasi.
 Sterilisasi uap, ini dilakukan dengan suhu 121 °c dengan tekanan
pada 106 kPa. Penggunaannya 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan
30 menit untuk alat yang dibungkus
 Sterilisasi panas kering (oven) digunakan dengan suhu 170 ºc
selama 1 jam. Waktu penghitungan dimulai setelah suhu yang diinginkan
tercapaidan 160 °c untuk alat tajam (gunting, jarum) selama 2 jam
 Sterilisasi kimia dengan menggunakan glutaradehid 2-4 % (cydex),
yang direndam sekurang- kurangnya 10 jam atau menggunakan
formaldehid 8 % yang direndam selam 24 jam

4. Desinfeksi Tingkat Tinggi


Desinfeksi tingkat tinggi dapat dilakukan melalui beberapa cara
diantaranya merebus, mengukus, dan kimia

DTT dengan cara rebus


Alat dan bahan
 Panci (wadah/ tempat untuk merebus) dengan penutup
 Air
 Pemanas/ kompor
Cara kerja:
 Isi air pada panci (wadah/ tempat untuk merebus) yang telah
disediakan
 Masukan alat yang akan didesinfeksi
 Rendam peralatan dan semuanya pastikan terendam
 Mulai panaskan air
 Hitung saat air mulai mendidih
 Jangan biarkan benda apapun kedalam air mendidih setelah
penghitungan waktu dimulai
 Rebus selama 20 menit
 Setelah selesai alat kering diangin-anginkan, kemudian simpan
dalam wadah DTT dan berpenutup kurang dari 1 minggu

DTT dengan uap panas


Cara kerja:
 Setelah alat didekontaminasi dan dicuci maka jangan ditabur bubuk
talk
 Gunakan wadah (panci) dengan penutu prapat, dengan tiga susun
nampan pengukus
 Letakkan penutup diatas nampan pengukus paling atas dan
panaskan air hingga mendidih
 Jika uap melalui keluar dari celah- celah diantara panci pengukus
mulailah perhitungan waktu
 Kukus alat selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam
posisi terbalik
 Angkat nampan paling atas yang berisi alat dan goyangkan
perlahan- lahan agar air yang tersisa pada alat dapat menetes keluar
 Letakkan nampan pengukus diatas panci perebus yang kosong di
sebelah kompor
 Biarkan alat kering dengan diangin- anginkan sampai kering di
dalam nampan selama 4-6 jam, danbiarkan alat menjadi dingin selama 5-
10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih
basah atau lembab

DTT dengan cara kimiawi


Cara kerja:
 Letakakan peralatan dalam keadaan kering
 Rendam seluruh alat dalam larutan kimia (yang dianjurkan adalah
klorin dan glutaraldehid) selama 20 menit
 Bila salat dengan matang dan angina- anginkan sampai kering
kemudian simpan di tempat DTT
 Setelah kering dipindahkan ke wadah DTT dan di tutu prapat
Tahapan pemrosesan alat bekas pakai dapat digambarkan sebagaimana
bagan berikut:

Dekontaminasi

Pencucian dan
Pembilasan

Sterilisasi DTT
- Oktoklaf - Rebus
- Panaskering - Uappanas
- Kimiawi - Kimiawi
Dinginkan

Siap digunakan
BAB IV
MELAKUKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM SETIAP TINDAKAN
PRAKTEK KEBIDANAN

Pertemuan ke-4
4.1.1. DASAR – DASAR PENCEGAHAN INFEKSI
4.1.1.1 Introduksi PI Dan Kewaspadaan Baku

a. Introduksi PI

Defenisi
 Antisepsis : Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit,
selaput lendir, atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan
antimikrobial (Antiseptik).
 Asepsis dan teknik Aseptik : suatu istilah umum yang digunakan
yntuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masukknya
mikroorganisme kedalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan
infeksi. Tujuan Asepsis adalah menurunkan sampai ke tingkat aman atau
membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup (kulit dan
jaringan) dan objek mati (alat – alat bedah dan barang – barang yang
lain).
 Dekontaminasi : Proses yang membuat objek mati lebih aman
ditangani staf sebelum dibersihkan (umpanya, menginaktifasi HBV, HBC
dan HIV serta menurunkan tetapi tidak membasmi, jumlah
mikroorganisme lain yang mengkontaminasi). Idealnya, alat bedah yang
kotor, sarung tangan, dan bahan lain harus selalu ditangani oleh staf yang
memakai sarung tangan atau menggunakan cunam.
 Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) : proses yang menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda
mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan disinfektan kimia.
 Pembersihan : proses yang secara fisik menghilangkan semua
debu, kotoran, darah, atau duh tubuh lain yang nampak pada objek mati
dan membuang sejumlah besar mikroorganisme untuk mengurangi risiko
bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut,
(proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air,
pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama)
 Sterilisasi : proses yang menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi, dan parasit) termasuk endospora bakteri pada
benda mati dengan upa air panas tekanan tinggi (otoklaf), panas kering
(oven ), sterilan kimia atau radiasi.
KONSEP – KONSEP PENTING
 Mikroorganisme : agen penyebab infeksi. Termasuk didalamnya
bakteria, virus, fungi dan parasit. Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri
selanjutnya dapat dibagi menjado tiga kategori yaitu Vegetatif,
Mikrobakteria, dan endospora. Dari semua agen infeksi yang umum,
endosporalah yang paling sulit dibunuh disebabkan oleh lapisan
pelindungnya.

 Kolonisasi berarti bahwa organsisme yang patogen (penyebab


penyakit atau kesakitan) ada pada seseorang (umpamanya dapat
ditemukan dengan biakan atau uji – uji lainnya) tetapi belum
menimbulkan gejala atau temuan klinik (umpamanya perubahan atau
kerusakan seluler). Infeksi : organisme yang berkoloni pada orang itu
sekarang menimbulkan penyakit (respon seluler).
 Pencegahan Infeksi pada umumnya bergantung pada penempatan
pembatas antara orang yang rentan (orang yang kurang mendapat
perlindungan alamiah atau diperoleh) dan mikroorganisme. Pembatas
Pelindung adalah proses – proses fisikal, mekanikal, atau kimiawi yang
dapat membantu mencegah penyebaran mikroorganisme infeksi dari :
 Orang ke orang (pasien, klien petugas kesehatan atau petugas
kesehatan)
 Peralatan, instrumen dan permukaan lingkungan sekitar manusia.

PROSES APA YANG DIGUNAKAN


Pada tahun 1968, Spaulding mengusulkan 3 kategori risiko potensial
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan
yang akan digunakan (umpamanya sterilisasi instrumen medis, sarung
tangan dan benda – benda lainnya) sewaktu merawat pasien. Klarifikasi
ini masih tetap berlaku setelah diuji dengan waktu dan masih menjadi
dasar yang baik untuk menentukan prioritas bagi program pencegahan
infeksi. Kategori Spaulding di ikhtisarkan di bawah ini :
 Kritikal. Bahan dan praktik ini biasanya menyangkut jaringan steril
atau sistem darah dan merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi.
Kegagalan untuk melakukan manjemen sterilisasi atau lebih tepatnya,
melakukan disinfeksi tingkat tinggi peralatan (umpamanya instrumen
bedah dan sarung tangan), berkemungkinan besar dapat mengakibatkan
infeksi yang serius.
 Semikritikal. Bahan dan praktik ini adalah terpenting kedua yang
menyangkut selaput lendir dan area kecil kulit yang tidak utuh. Pengelola
memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam :
─ Penanganan alat – alat invasif (umpamanya endoskop
gastrointestinal dan spekula vagina)
─ Melakukan dekontaminasi. Pembersihan, dan disinfeksi tingkat
tinggi
─ Pemakaian sarung tangan untuk petugas yang menyentuh selaput
lendir atau kulit yang tidak utuh.
 Nonkritikal. Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang
berhubungan dengan kulit uth, merupakan risiko terendah. Beberapa hal
(umpamanya kebersihan tangan) lebih penting daripada yang lain.
Pengelolaan buruk barang nonkritikal seperti penggunaan sarung tangan
berulang – ulang, seringkali menghabiskan sebagian besar sumber
sedangkan manfaatnya terbatas.

Memroses Instrumen
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam memroses instrumen
bedah/tindakan, sarung tangan, dan peralatan lainnya yang kotor
(terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom
1981). Umpamanya, merendam barang – barang yang terkontaminasi
dalam larutan klorin 0,5% atau disinfektan lainnya yang tersedia, dengan
cepat dapat membunuh HBV+ dan HIV. Dengan demikian, menjadikan
instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan. Menyeka dengan
disinfektan yang sesuai (umpamanya larutan klorin 0,5% atau fenol 1 –
2%) merupakan cara dekontaminasi yang praktis dan murah.

Setelah instrumen dan barang – barang lain didekontaminasi,


kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat sterilisasi atau disinfeksi
tingkat tinggi.

Tabel 1 – 1. Pemrosesan Akhir Instrumen Bedah/ Tindakan, Sarung Tangan


dan Benda lainnya
Jaringan Pemrosesan Akhir Contoh

Selaput lendir utuh Disinfeksi Tingkat Sonde uterus, spekulum


atau kulit pecah Tinggi (DTT) vagina, kanula plastik
membasmi semua untuk kuretase sedot
mikroorganisme
kecuali beberapa
endospora
Aliran darah atau Sterilisasi membunuh Alat – alat bedah,
jaringan bawah kulit semua misalnya Skalpel, trokar
yang biasanya steril mikroorganisme untuk
termasuk endospora pemansangan/pencabut
an susuk Norplant, dan
sarung tangan
bedah/tindakan.
Kapan Sterilisasi Mutlak Diperlukan ? Kapan DTT merupakan
Alternatif yang dapat diterima ?
Kebanyakan pihak berwenang menganjurkan sterilisasi sebagai
langkah akhir dalam memroses instrumen dan benda lain yang digunakan
untuk tindakan bedah. Bagaimana pin juga beberapa panduan, lebih
fleksibel dan menyatakan kalau alat sterilisasi tidak ada, disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) dapat digunakan. Nyatanya, penggunaan sterilisasi tidak
mungkin atau tidak praktis didalam situasi tertentu (Rutala, Weber dan
HIC PAC 2002).
DTT adalah satu – satunya alternatif yang dapat diterima untuk
pemrosesan akhir, jika metode sterilisasi tidak ada atau tidak sesuai.
DTT membunuh semua mikroorganisme tetapi tidak dapat diandalkan
untuk membunuh endospora bakteri. Petugas harus sadar terhadap
keterbatasan ini seperti tetanus yaitu suatu penyakit yang disebabkan
oleh endospora yang dihasilkan oleh bakteria Klostridium tetani,
merupakan risiko yang serius. Infromasi dalam tabel 1 – 2 akan
membantu petugas kesehatan dan manajer pelayanan kesehatan dalam
menentukan kapan sterilisasi lebih baik daripada DTT dalam memproses,
instrumen bedah/tindakan dan peralatan yang dapat dipakai lagi. Sebagai
tambahan, selanjutnya dalam buku panduan ini sering dirujuk
keterbatasan DTT (karena tidak dapat membunuh beberapa endospora)

Tabel 1 – 2. Proses Akhir Mana yang akan dipakai


TINDAKAN STERILISASI DTT
Sectio Sesarea Dipilih Diterima
Laparatomi Abdominal Dipilih Diterima
Persalinan Pervaginam Dipilih Diterima
Insersi dan Pengangkatan Implan Dipilih Diterima
Laparskopi Dipilih Diterima
(hanya kimiawi)
Kanula AVM Diterima Diterima
Insersi dan Pengangkatan AKDR Diterima Diterima
Periksa Dalam Diterima Diterima

SIKLUS PENULARAN PENYAKIT


Mikroorganisme hidup dimana – mana dilingkungan kita. Manusia
biasanya membawanya pada kulit dan saluran pernapasan atas, dan
genitalia. Sebagai tambahan, mikroorganisme juga hidup pada binatang,
tumbuhan, tanah, udara, dan air. Beberapa mikroorganisme, lebih
patogenik daripada yang lain artinya, lebih mungkin untuk menyebabkan
penyakit. Jika diberikan lingkungan yang tepat semua mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi.
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar virus,
jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang
rentan berbeda pada setiap lokasi. Jika organisme bersentuhan dengan
kulit, risiko infeksi rendah. Sedangkan setiap hari kita bersentuhan
dengan bahan – bahan yang mengandung beberapa organisme. Jika
organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas,
risiko infeksi meningkat. Risiko infeksi bertambah besar ketika organisme
yang masuk dapar menyebabkan penyakit.

Untuk bakteria, virus dan agen infeksi lainnya agar dapat bertahan hidup
dan menyebar, faktor – faktor kondisi atau tertentu harus ada. Faktor –
faktor yang penting pada penularan penyakit yang menghasilkan
mikroorganisme (patogen) dari orang ke orang digambarkan dan
defenisikan dalam gambar 1 – 1. (APIC 1983).
Suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk dapat menyebar
(ditransmisikan) kepada orang lain.
 Harus ada Agen, sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus,
bakteria, dan lain – lain )
 Agen itu punya tempat untuk dapat hidup (penjamu atau waduk).
Banyak mikroorganisme yang menimbulkan penyakit dalam manusia
(organisme patogen) berlipat ganda dalam tubuh manusia dan ditularkan
dari satu orang ke orang lain. Beberapa ditularkan melalui makanan atau
air yang tercemar (abdominalis), tinja (hepatitis A dan virus – virus enterik
lainnya) atau gigitan binatang yang terinfeksi (rabies) dan serangga
(malaria dari nyamuk).
 Agen itu harus punya lingkungan yang cocok diluar penjamu untuk
dapat hidup. Setelah mikroorganisme itu meninggalkan pejamunya harus
ada lingkungan yang cocok untuk dapat hidup sampai menginfeksi orang
lain.
 Harus ada orang yang dapat terjangkit penyakit (pejamu yang
rentan). Manusia terpapar kepada agen – penyebab – penyakit setiap hari,
tetapi tidak selalu menjadi sakit. Untuk seseorang dapat terjangkit
penyakit infeksi (menular) (umpanya gondongan, campak, cacar air) ia
mesti rentan terhadap penyakit itu. Alasan utama kebanyakan orang tidak
tertular penyakit ialah karena mereka sebelumnya mendapat vaksinasi
untuk penyakit ittu (umpanya sebelumnya mendapat vaksinasi untuk
penyakit itu, atau sebelumnya telah tertular penyakit itu) dan sistem
kekebalan tubuhnya sekarang sudah mampu menghancurkan agen yang
masuk kedalam tubuhnya.
 Agen itu harus punya jalan untuk berpindah dari pejamunya untuk
menulari pejamu berikutnys yang rentan. Penyakit infeksius (menular)
tersebar terutama melalui cara berikut ini :
─ Melalui udara (cacar air atau campak)
─ Darah atau cairan tubuh : kalau darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi HBV atau HIV bersinggungan dengan orang lain, seperti
melalui tusukan jarum, orang itu dapat terinfeksi
─ Kontak : sentuhan atau cara kontak lainnya dengan luka terbuka
atau pustul yang pecah
─ Fekal – oral : menelan makanan yang terkontaminasi dengan tinja
manusia atau binatang
─ Melalui makanan : minum atau makan makanan yang
terkontaminasi yang mengandung bakteria atau virus
─ Melalui binatang atau serangga : kontak dengan binantang atau
serangga yang terinfeksi melalui gigitan, cakaran, ludah atau kotorannya

Pencegahan infeksi berurusan terutama dengan pencegahan penyebaran


penyakit infeksi melalui udara, darah atau cairan tubuh dan kontak
termauks fekal – oral dan makanan.
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa resiko penyakit setelah
terpapar dengan HBV dari luka tusukan jarum satu kali berkisar antara 27
– 37% (Seef dkk 1978) sedangkan risiko setelah pemaparan satu kali
tusukan jarum untuk HIV lebih rendah 0,2 – 0,4% (Gerberding 1990,
Gersham dkk 1995) dan 3 – 10% untuk HCV (Lanphear 1994) tingkat
transmisi HIV jauh lebih rendah daripada untuk HBV mungkin karena
konsentrasi virus dalam darah orang yang terinfeksi HIV lebih rendah.

Efesiensi transmisi hepatitis B tinggi. Umpamanyal insiden


kecipratan yang kebetulan kena mata sekecil 10-8 ml
(0,00000001 ml) darah yang terinfeksi dapat menularkan HBV ke
pejamu yang rentan (Bond dkk 1982)

Hampir pada semua kasus, transmisi HBV atau HIV ke petugas kesehatan
telah terjadi melalui kecelakan yang sebenarnya dapat dicegah, seperti
luka tusukan. Transmisi dapat juga terjadi melalui kontak selaput lendir
seeprti terciprat darah atau air ketuban ke mata seseorang pembedah
atau asistennya. Begitu juga, kerusakan pada kulit karena tersayat,
tergores, kulit yang merekah atau dermatitis kontak dapat menjadi pintu
masuk virus – virus ini. Walaupun risiko transmisi dari tercipratnya darah
kepada selaput lendir lebih rendah tetapi ini harus dihindarkan. Untuk
mengantisipasi kecipratan, dianjurkan memakai perlengkapan
perlindungan diri seperti pelindung msta atau kacamata dan
apron/celemek plastik, jika ada. Perlindungan ini penting karena
pemaparan yang luas. Kepada selaput lendir dan kontak kulit yang
berkepanjangan dapat berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi untuk
terinfeksi (DHMH 1990).
PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI

Memahami siklus transmisi penyakit adalah penting kalau petugas


pelayanan kesehatan akan :
 Mencegah penyebaran infeksi dari tindakan medis dan bedah
terhadap pasien
 Mengajarkan kepada orang lain faktor – faktor yang diperlukan
untuk terjadinya transmisi dan yang paling penting
 Mengajarkan kepada orang lain bagaimana memutuskan siklus itu.

Pencegahan penyebaran penyakit menular memerlukan peghilangan satu


atau lebih keadaan yang memungkinkan penularan penyakit dari pejamu
atau waduk ke pejamu rentan berikutny secara :
 Menghambat atau membunuh agen (umpamanya memakai bahan
antiseptik pada kulit sebelum pembedahan)
 Menghambat berbagai cara agen untuk pindah dari orang yang
terinfeksi kepada orang yang rentan (umpamanya cuci tangan atau
menggunakan antiseptik gosok tangan/ handrub mengandung alkohol
untuk melenyapkan bakteria atau virus yang diperoleh sewaktu
menyentuh pasien yang terinfeksi atau oermukaan yang kotor)
 Memastikan bahwa orang – orang, khususnya petugas pelayanan
kesehatan, kebal atau telah divaksinasi
 Menyediakan alat pencegah yang tepat untuk mencegah kontak
dengan agen infeksius (umpamanya sarung tangan yang kuat untuk staf
rumah tangga dan buang sampah) bagi petugas kesehatan .

PETUNJUK ISOLASI BARU DAN REKOMENDASI

Sejak 1970, sewaktu CDC pertama kali memperkenalkan sistem kategori


penyakit khusus dari kewaspadaan isolasi, banyak kebijakan dan praktik
yang berbeda untuk mencegah penyebaran infeksi dirumah sakit telah
direkomendasikan. Secara tradisional, pencegahan barier (umpamanya,
cuci tangan dan sarung tangan) telah dipakai untuk mengurangi risiko
transmisi dari infeksi nosokomial ke dan dari pasien yang dirawat di
rumah sakit. Timbulnya penyakit yang ditularkan lewat darah seperti AIDS
dan Hepatitis C (HCV) pada tahun 1980 – an bersamaan dengan timbulnya
kembali tuberkolosis, pertama – tama membawa kepada
diperkenalkannya Kewaspadaan Universal (KU) pada tahun 1985 dan
selanjutnya sistem Isolasi Duh Tubuh (IDT) (1987). Sedangkan banyak
rumah sakit segera memasukkan sebagian atau seluruh sistem ini,
terdapat banyak variasi lokal dan kebingungan dalam memakai dan
menginterpretasikan KU dan IDT . Jadi pada 1996 CDC dan Hospital
Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC) menerbitkan
sistem baru kewaspadaan Isolasi (Garner dan HICPAC 1996). Sistem ini
melibatkan pendekatan dua tingkat (Kewaspadaan Baku) dan
(Kewaspadaan Berdasar Penularan) dan telah dikembangkan untuk
memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Secara epidemilogik benar
 Mengenali pentingnya patogen dari semua duh tubuh, sekresi dan
eksreksi (kecuali keringat)
 Mengandung kewadpadaan adekuat untuk infeksi yang ditularkan
lewat udara, percikan atau dengan kontak
 Sederhana dan semudah mungkin
 Gunakan istilah baru untuk mencegah kebingungan dengan sistem
yang ada
Sistem yang baru memuat hal – hal sebagai berikut :
 Memasukkan ciri – ciri utama dari KU dan IDT kedalam satu
perangkat pencegahan yang disebut Kewaspadaan Baku yang dibuat
untuk digunakan dalam mengobati semua klien dan pasien yang datang
ke rumah sakit dan klinik tanpa mengetahui diagnosis sebelumnya
 Mempertahankan rekomendasi bahwa petugas pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung, khususnya
mereka yang bekerja diunit bedah atau kebidanan, harus kebal terhadap
rubela, campak, gondongan, cacat air (varisela) dan hepatitis A dan B dan
telah menerima tetanus toksoid
 Menyingkirkan kategori isolasi spesifik – penyakit yang sudah lama
kedalam tiga perangkat kewaspadaan yang didasarkan atas jalannya
penularan, yang disebut Kewaspadaan Berdasar Penularan (Panduan
ini hanya dipakai untuk pasien yang dirawat di rumah sakit).
 Buat daftar beberapa sindrom klinik khusus pada pasien dewasa
dan anak yang dirawat di rumah sakit yang sangat dicurigai karena infeksi
(umpamanya, apa yang disebut “Pemakaian empirik” Kewaspadaan
Berdasar Penularan).

Panduan isolasi baru adalah merupakan langkah positif lainnya untuk


mengurangi risiko penularn infeksi tidak hanya ke dan dari pasien dan
klien yang menggunakan pelayanan kesehatan, tetapi juga untuk petugas
pelayanan kesehatan yang merawat mereka. Dengan demikian,
administrasi dan staf perlu berhati – hati meninjau kembali rekomendasi
yang dianjurkan untuk menetapkan apa yang mungkin, praktis dan
mampu dilaksanakan dalam lingkup sumber daya yang mereka miliki.

Kewaspadaan Baku
Kewaspadaan baku dibuat untuk semua orang – klien, pasien dan petugas
kesehatan – yang mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan tanpa
menghiraukan diagnosis yang diketahui atau dicurigai. Berlaku untuk
darah, semua duh tubuh, sekresi dan eskresi (kecuali keringat), kulit dan
selaput lendir yang tidak utuh. Pelaksanaan kewaspadaan ini akan
menambah biaya untuk perlengkapan perlindungan diri, terutama untuk
sarung tangan periksa yang baru dan bersih, pelatihan dan pemantauan
staf agar efektif. Penggunannya dan isu yang berhubungan dengan
pelaksanannya terdapar di bab 2.

Kewaspadaan Berdasar Penularan


Kewaspadaan tingkat kedua dimaksudkan hanya untuk pasien yang
diketahui atau sangat dicurigai telah terinfeksi atau terkolonisasi oleh
patogen yang ditularkan lewat :
 Udara (tuberkulosis, cacar air, campak)
 Percikan (Flu, Gondongan, dan rubela)
 Kontak (Hepatitis A atau E dan patogen enterik, herpes simpleks,
infeksi kulit atau mata)
Dalam keadaan dimana ada pertanyaan adanya proses infeksi pada
pasien tanpa diketahui diagnosisnya, pelaksanaan, Kewaspadaan
Berdasar Penularan secara “empirik” harus dipertimbangkan sampai
diagnosis defenitif dibuat.

Pemakaian Kewaspadaan Berdasar Penularan, termasuk pemakaian


empiriknya dalam keadaan tertentu, dibuat untuk mengurangi risiko
penyebaran infeksi antara pasien yang dirawat di rumah sakit dan staf
perawat kesehatan. Pemakaiannya diuraikan di dalam bab 21.

b. Kewaspadaan Baku
Komponen Utama dan Penggunaannya
Komponen utama kewaspadaan baku dan penggunaaannya diuraikan
dalam tabel 2.1. Penggunaan pembatas fisik, mekanik, atau kimiawi
antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan
kehamilan, pasien rawat inap atau petugas pelayanan kesehatan
merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi
(pembatas membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit).
Contohnya, tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan
infeksi pada klien, pasien dan petugas kesehatan serta menyediakan
sarana bagi pelaksanaan kewaspadaan baku yang baru :
 setiap orang (pasien atau petugas pelayanan kesehatan) sangat
berpotensi menularkan infeksi
 cuci tangan : tindakan yang paling penting dalam pencegahan
kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang)
 pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang
terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau
instrumen yang kotor dan sampah yang terkontaminasi atau sebelum
melakukan invasif .

Cuci tangan
 setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi dan bahan
yang terkontaminasi
 segera setelah melepas sarung tangan
 diantara sentuhan dengan pasien

Sarung Tangan
 bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi dan bahan
yang terkontaminasi
 bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka

Masker, Kacamata, Masker Muka


 mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata,
hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan duh tubuh

Baju Pelindung
 Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh
 Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat
berkontak langsung dengan darah atau duh tubuh
Kain
 Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput
lendir
 Jangan lakukan prabilas kain yang tercemar diarea
perawatan pasien

Peralatan Perawatan Pasien


 Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk
mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan
mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
 Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

Pembersihan Lingkungan
 Perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatn pasien

Instrumen Tajam
 Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
 Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
 Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi
jarum bekas dengan tangan
 Masukkan instrumen tajam kedalam tempat yang tidak
tembus tusukan

Resusitasi Pasien
 Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi
yang lain untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut

Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam
ruang pribadi

 Gunakan pembatas fisik (kacamata pelindung, masker muka, dan


celemek) terhadap kemungkinan percikan duh tubuh (sekresi dan
ekskresi) yang muncrat dan tumpah (misalnya saat membersihkan
instrumen dan benda lainnya)
 Gunakan antiseptik untuk membersihkan kulit atau selaput lendir
sebelum pembedahan, pembersihan luka atau pencucian tangan sebelum
pembedahan dengan antiseptik berbasis alkohol
 Gunakan praktik keselamatan kerja, seperti jangan memasang
kembali penutup jarum atau membengkokkan jarum, dan menjahit
dengan jarum tumpul

4.1.1.2. Sarung Tangan


Kapan Memakai Sarung Tangan
Tergantung situas, sarung tangan pemeriksaan dan sarung tangan rumah
tangga harus dipakai bilamana:
a. Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah atau duh tubuh
lainnya, selaput lendir atau kulit yang terluka
b. Akan melakukan tindakan medic yang invaif (misalnya pemasangan
alat –alat vaskuler sperti intra vena perifer ) atau
c. Akan membersihkan sampah terkontaminasi atau memegang
permukaan yang terkontaminasi.
Bagaimana jika persediaan sarung tangan terbatas
Jika persedian sarunga tangan terbatas dan sarung tangan jumlahnya
sedikit, sarung tangan sekali pakai dapat digunakan kembali setelah:
a. Didekontaminasi dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit
b. Dicuci dan dikeringakan
c. Disterilisasi (dengan otoklaf) atau didisinfeksi tingkat tinggi
( dengan mengukus)
Jangan menggunakan kembali sarung tangan yang rusak tergores atau
yang terdeteksi berlubang atau robek (Bagg, Jenkins dan barker 1990)
JENIS SARUNG TANGAN
Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu
1. Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan
invasive atau pembedahan
2. Sarung tangan pemeriksaan dipakai untuk melindungi petugas
kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
3. Sarung tangan rumah tangga dipakai sewaktu memproses
peralatan, menangani bahan – bahan terkontaminasi, dan sewaktu
membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Semua jenis sarung tangan pemeriksaan amat tipis, dan tidak dapat
diperoses kembali untuk pemakaian ulang (kormiewcz dkk 1990)
Keuntungan dan kerugian berbagai jenis sarung tangan

Jenis sarung tangan Keuntungan Kerugian


Sarung tangan Ukuran dapat Mahal, jangan
bedah steril atau disesuaikan agar dipakai untuk hal –
DTT. Digunakan gerakan tangan hal lain yang bisa
pada semua selama prosedur menggunakan jenis
tindakan bedah bedah bebas sarung tangan jenis
( misalnya secsio lain
sesarea,
laparotomi)
Sarung tangan Harga ± ¼ -1/3 Biasanya dalam
pemeriksaan: harga sarung ukuran S.M.L tidak
digunakan pada tangan bedah, tersedia di tiap
kontak dengan tersedia di negara, sarung
selaput lendir dan banyak negara tangan bedah dari
kulit yang nonintak lateks dapat dicuci
( misalnya pada dan dikukus untuk
pemeriksaan dipakai kembali.
dalam)
Sarung tangan Murah dapat Tidak tersedia
rumah tangga dicuci dapat disetiap negara. Jika
diperlukan sewaktu dipakai berulang tidak tersedia
menangani – ulang. pakailah sarung
peralatan habis Permukaannya tangan bedah lateks
pakai yang yang tebal kalau perlu pakai
mungkin telah membantu ganda.
kontak dengan melindungi
darah atau duh petugas
tubuh dan pembersih dan
penanganan bahan pembawa
lain serta sampah sampah.
medis

Sarung tangan pemeriksaan


Penentuan sarung tangan pemeriksaan apa yang terbaik untuk sesuatu
pemeriksaan bergantung pada tingkat risiko paparan terhadap darah atau
duh tubuh kemungkinan alergi terhadap lateks atau nitril
a. Sarung tangan vinil adalah yang paling murah. Baik untuk
pemeriksaan singkat dan risiko paparan rendah. jenis ini kurang elastis
dan mudah robek. Digunakan pada aspirasi secret endotrakeal,
mengosongkan tempat muntah, memindahkan jarum infus dan lain – lain.
b. Sarung tangan lateks memberikan perlindunagn terbaik. Digunakan
untuk tindakan bedah atau pemeriksaan yang beresiko sedang sampai
tinggi terhadap paparan darah atau duh tubuh yang potensial
terkontaminasi. Jangan dipakai oleh petugas yang diketahui atau disangka
alergi terhadap lateks atau pada kontak yang lama ( > 1jam ) dengan
desinfektan tingkat tinggi seperti gluteraldehid ( dapat menghilangkan
efektivitas lateks karena berubah
c. Sarung tangan nitril dianjurkan untuk staf yang alergi terhadap
lateks dan dapat digunakan untuk kegiatan dengan resiko sedang sampai
tinggi. Staf yang alergi terhadap nitril jangan menggunakan sarung
tangan nitril.

PERSYARATAN SARUNG TANGAN UNTUK PROSEDUR/ TINDAKAN KLINIK


Tabel 4.2 Persyaratan sarung tangan untuk tindakan medic dan bedah
umum
Jenis
Apakah
sarung
sarung Sarung tangan
Kegiatan/ Tindakan tangan
tangan yang diterima
yang
perlu?
dianjurkan
Pengukuran
tidak
tekanan darah
Pengukuran suhu tidak
Suntikan tidak
Pemeriksa
Pengambilan darah ya DTT bedahd
anb
Pemasagan dan Pemeriksa
ya DTT bedahd
pencabutan infus an b

Pemeriksa
Pemeriksaan dalam Ya DTT bedahd
an
Pemasangan AKDR Pemeriksa DTT bedahd
ya
(terbungkus dalam an
paket steril dan
pasang dengan
menggunakan
teknik tanpa sentuh
Pencabutan AKDR ya Pemeriksa DTT bedahd
(menggunakan an
tekhnik tanpa
sentuh)
Aspirasi vakum Pemeriksa
Ya DTT bedahd
manual an
Bedah
Insersi / pencabutan Ya DTT bedahd
sterilc
Persalinan Bedah
Ya DTT bedahd
pervaginam sterilc
Seksio sesarea atau Bedah
Ya DTT bedahd
laparotomi sterilc
Vasektomi atau Bedah
Ya DTT bedahd
laparoskopi sterilc
Penanganan dan
Rumah Pemeriksaan/
pembersihan alat – Ya
tangga DTT bedahd
alat
Penanganan limbah Rumah Pemeriksaan/
Ya
terkontaminasi tangga DTT bedahd
Membersihkan
Rumah Pemeriksaan/
darah atau duh Ya
tangga DTT bedahd
tubuh
Diadaptasi dari Tietjen Cronin dan Mclntosh 1992

a. Sarung tangan steril digunakan untuk tindakan bedah, tidak selalu


wajib. Dalam beberapa kasus, sarung tangan pemeriksaan atau DTT
cukup aman dan lebih murah.
b. Ini termasuk sarung tangan pemeriksaan yang baru dan belum
pernah dipakai atau masih tersimpan dalam paketnya (sepanjang boks
disimpan dengan baik)
c. Jika alat sterilisasi tidak tersedia, DTT satu – satunya cara yang
dapat diterima
d. Peroses ulang sarung tangan.

SARUNG TANGAN STERIL ATAU DTT YANG TERKONTAMINASI


Beberapa keadaan dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap sarung
tangan steril atau DTT
 Sarung tangan robek
 Menyentuh objek nonsteril atau non DTT dengan sarung tangan
atau
 Menyentuh bagian luar sarung tangan dengan tangan yang tidak
memakai sarung tangan

Ingat :
Staf bedah yang memakai sarung tangan steril atau DTT
harus hati –hati tidak boleh menyentuh benda tidak
steril dan kulit atau selaput lendir yang tidak
disiapkan/didekontaminasi.

Pemakain ulang sarung tangan sesudah terkontaminasi. Untuk pemakian


ulang sarung tangan sesudah kontaminasi sewaktu prosedur bedah
 Lepaskan sarung tangan yang terkontamiinasi, masukan kedalam
larutan klorin 0,5% untuk didekontaminasi jika akan dipakai ulang atau
buang di tempat sampah.
Sarung tangan steril
 Minta perawat membuka bungkus sarung tangan steril dan taruh di
tempat yang bersih
 Pegang sarung tangan steril terebut dengan tangan yang bersarung
tangan dan pasang dengan cara yang biasa
Sarung tangan DTT
 Perawat mengambil sarung tangan DTT dengan cunam DTT
 Pegang sarung tangan tersebut dengan pangkalnya di bawah dan
dipakailah dengan cara yang biasa.
Atau
 Perawat mengambil sarung tangan DTT dengan cunam DTT. Asisten
operator yang memakai sarung tangan tersebut dan membuka
pangkalnya . masukan tangan tanpa menyentuh bagian luar sarung
tangan tersebut.
 Lakukan penyesuaian sarung tangan dengan jari – jari tangan
seperti biasa.

YANG DILAKUKAN DAN JANGAN DILAKUKAN DALAM PEMAKAIAN SARUNG


TANGAN
 Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya
sarung tangan bedah. Jika ukuran tidak sesuai dengan tangan pada
pelaksanaan prosedur, dapat terganggu atau mudah robek.
 Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang
memerlukan waktu lama.
 Potonglah kuku cukup pendek, untuk mengurangi risiko robek atau
berlubang
 Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju( jika pakai baju
operasi)
 Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk
mencegah kulit tangan dari kekeringan/berkerut
 Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak, karena akan
merusak sarung tangan bedah dan sarung tangan pemeriksaan dari lateks
 Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena dapat
meransang kulit dan menyebabkan iritasi.
 Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu
panas atau terlalu dingin ( di panas matahari, dekat AC atau pemanas
ruangan, dekat mesinsinar x) karena dapat merusakbahan sarung tangan
tersebut sebagai pembatas.

REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN


Jika diperkirakan akan terjadi alergi, jika mungkin, pakilah sarung tangan
nonlateks (nitril) atau lateks yang mengandung alergan rendah.
penggunaan sarung tangan tanpa bedak juga dianjurkan. (sarung tangan
yang memakai bedak lebih bereaksi karena bedak dari sarung tangan
membawa partikel lateks ke udara). Jika ini tidak mungkin pakai sarung
tangan vinil atau kain dibawa sarung tangan lateks, hal ini dapat
membantu kulit yang sensitive. Jika tidak cegah selaput lendir mata dan
hidung dari kesensitifan bila sarung tangan memakai bedak. (Garner dan
HICPAC 1996). Pada orang – orang yang sensitive gejalanya berupa ruam
kulit, hidung dan mata basah yang dapat bertambah berat (misalnya
karena kesulitan bernapas). Reaksi alergi terhadap lateks dapat timbul
dalam 1 bulan pemakaian. Terjadi pada orang – orang yang mudah
terkena. Meskipun kadang – kadang dapat lebih lama lagi, sampai 3 – 5
tahun tetapi tidak lebih dari 15 tahun (Baumann1992).

4.1.1.3. Perlengkapan Perlindungan Diri


Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker/respirator,
pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, dan barang
lainnya. Contoh-contoh bagaimana APD dapat mengurangi penyebaran
mikroorganisme dan siapa saja (pasien, petugas atau masyarakat) yang
dilindunginya tampak ada tabel 5-1

DIMANA BAGAIMANA PEMBATAS UNTUK SIAPA


MIKROORGANISM MIKROORGANISM MEMBERHENTIKA YANG
E DITEMUKAN E MENYEBAR N PENYEBARAN DILINDUNG
MIKROORGANISM I OLEH
E PENGHALA
NG
Petugas lepasnya
Kesehatan kulit/rambut Kap Pasien
Rambut dan kulit
kepala
batuk, bicara Masker Pasien
Hidung dan mulut terlepasya
kulit/rambut Gaun penutup Pasien
Tubuh dan kulit

sentuhan Sarung tangan, Pasien


Tangan cuci tangan,
antiseptik tangan
tanpa air
sentuhan Pasien dan
Kulit pasien Sarung tangan staf
yang terkelupas
dan selaput
lendir cipratan, kontak
Sarung tangan, Staf
Darah pasien, pelindung mata,
duh tubuh masker, duk,
sentuhan, kontak apron
Pasien
Membersihkan
dan memroses
instrumen Staf

Kebetulan kontak Sarung tangan


dengan jarum, rumah tangga Staf
skalpel yang tidak
didekontaminasi Alas kaki tertutup,
dekontaminasi
dan tempat
Sampah yang sampah; gunakan
terinfeki zona aman Staf dan
selama masyaraka
pembedahan t
Sentuhan
Pasien dengan Sarung tangan Pasien
kulit yang tidak rumah tangga,
diaseptik/disiapka kantong plastik
n Sentuhan
Aseptik/antiseptik Staf dan
kulit/disiapkan, keluargany
Lingkungan duk, sarung a
klinik atau tangan Staf dan
rumah sakit masyaraka
Sarung tangan, t
penutup luka, cuci
tangan

Jenis alat pelindung pribadi


Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi
pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan
pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi
harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk
mencegah kontaminasi silang.
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah,
rahang, dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah
bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau
cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut
petugas kesehatan. Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
bagaimanapun juga tidak efektif dalam mencegah dengan baik.
Respirator adalah masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang
dianjurkan dalam situasi memfilter udara yang ditarik napas dianggap
sangat penting (umpamanya dalam merawat orang dengan tuberkulosis
paru). Terdiri dari berlapis-lapis bahan filter yang terpasang pada muka
dengan ketat.
Pelindung mata melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata, pelindung
mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata pengaman,
pelindung muka. Masker dan pelindung mata atau pelindung muka harus
dipakai jika cipratan pada muka dapat terjadi (umpamanya melakukan
seksio atau persalinan biasa atau kalau membersihkan instrumen).
Kap dipakai untuk menutup rambut kepala agar guguran kulit dan rambut
tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Kap memberikan sedikit perlindungan
pada pasien, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari
cipratan darah dan cairan tubuh.
Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakaian utama
unutk gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas. Gaun
penutup biasanya terdiri dari celana piyama dan baju.
Gaun bedah pertama kali untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan
sewaktu pembedahan. Gaun bedah terbuat dari bahan tahan cairan
berperan dalam menahan darah dan cairan lainnya, seperti cairan
ketuban, terhindar dari kulit personel, khususnya diruang operasi, runag
bersalin dan gawat darurat.
Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan
air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai
kalau sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah dan
duh tubuh diantisipasi akan tumpah. Apron membuat cairan yang
terkontaminasi tidak mengenal baju dan kulit petugas kesehatan. Dalam
pembedahan memakai apron plastik yang bersih di atas gaun penutup
tidak hanya mencegah pembedah atau assistennya dari terpapar darah
atau cairan tubuh tapi juga mencegah perut pembedah dan assistennya
menjadi sumber kontaminasi ke pasien.
Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam
atau berat atau cairan yang kebetulan jauh atau menetes pada kaki.
Untuk alasan ini sandal, atau sepatu terbuat dari bahan empuk tidak
dapat diterima. Sepatu boot dari bahan karet atau kulit lebih melindungi.
PERANAN DUK
Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,
membungkus instrumen dan barang-barang lainnya untuk sterilisasi,
penutup meja di ruang operasi dan membuat hangat pasien selama
prosedur bedah. Jenis utama duk ialah:
 Duk kecil/lap dipakai untuk dipakai untuk mengeringkan tangan,
membuat medan operasi segi-empat (untuk ini diperlukan beberapa duk
kecil) dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya dibuat
dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang menjadikannya
lebih tahan air.
 Duk seprai dipakai untuk membatasi medan operasi dan
menciptkan ruang kerja, maupun untuk membungkus perangkat
instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya memberikan
sedikit perlindungan.
 Duk bolong mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang
ditempatkan pada medan operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama
digunakan untuk prosedur bedah minor.
 Duk pembungkus, duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu
bungkus instrumen dibuka. Duk penutup ini harus cukup luas untuk
menampung isi suatu bungkusan sewaktu dibuka dan dapat menutupi
seluruh permukaan meja.
Pemakaian duk untuk prosedur bedah
Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang dukya tergantung
dari jneis tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara
memasang duk untuk menghindari pemborosan duk steril dan
penggunaan yang tidak perlu;
 Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama
sekali dan dipreparasi secara luas
 Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didiinfeksi
tingkat tinggi harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya
 Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali-sekali
digosok atau dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus di
pasang duk, dan buang duk itu kalau jatuh ke bawah.

Prosedur bedah minor (insersi implan Norplant atau pengangkatannya


atau laparotomi mini)
 Pakailah duk bolong sehingga sekurang-kurangnya 5 cm dari kulit
terbuka disekeliling sayatan
 Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan
dan jangan pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit
 Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT
setelah menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan
terkontaminasi
Prosedur bedah mayor (laparotomi atau seksio sesarea)
 Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau
diperlukan untuk membuat tubunhya panas. Duk itu tidak perlu steril
karena tidak akan dekat tempat insisi, tapi harus bersih dan kering.
 Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil
untuk mempersegikan tempat insisi.
 Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda
untuk mengurangi kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk,
biarkan sisi yang lain menyentuh kulit abdomen kira-kira 5 cm diluar
tempat sayatan. Perlahan-lahan letakkan sisa duk pada abdomen. Setelah
terletak pada tempatnya, jangan sekali-kali memindahkannya mendekati
insisi. Boleh, kalau menjauhi insisi.
 Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan are kerja menjadi persegi
empat.
 Pakai duk klip untuk menguatkan sudut-sudut duk kecil.
Sewaktu melakukan prosedur
Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk
menempatkan instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang
didisinfeksi tingkat tinggi diatas duk, sekalipun semula steril, akan
terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen diatas duk, akan sukar
ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi
kalau pasien bergerak. Kalau meja instrumen tidak ada, baki plastik atau
metal yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas
duk yang menutupi pasien dan digunakan untuk menempatkan instrumen
selama prosedur.
Kalau duk roberk atau terpotong sewaktu prosedur/tindakan, harus
ditutup dengan duk yang baru. jangna, menempatkan duk baru diatas duk
yang sudah basah.
Membuat tempat kerja lebih aman
Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan
perilaku dapat ditingkatkan kalau:
 Ada dukungan asisten dari administrator rumah sakit dalam usaha-
usaha keamanan yang dianjurkan (umpamanya, kekurangan yang
ditemukan segera diperbaiki, prkatik-praktik yang berbahaya segera
dilenyapkan dan para petugas secara aktif didorong untuk mencari solusi-
solusi yang mudah dan murah.
 Para penyelia secara tertaur memberikan umpan balik dan
menghargai perilaku yang tepat (umpamanya, cuci tangan jika kontak
diantara pasien ke pasien)
 Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas
lainnya menjadi contoh/model perilkau yang tepat.

4.1.1.4. Antisepsis Tinadakan/Bedah Dan Budaya Aman Di Ruang


Operasi
Definisi
 Antisepsis. Proses pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit,
selaput lendir, atau jaringan tubuh lain dengan menggunakan bahan
antimikroba (antiseptik).
 Bahan antiseptik atau bahan antimikroba ( kedua istilah dapat
dipertukarkan). Bahan kimia yang dipakai pada kulit atau jaringan hiidup
lainnya dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik
sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri
seluruhnya. Contohnya alkohol (etil isopropil), cairan yodium iodofor,
klorheksidin, dan triklosan. (Lihat lampiran B untuk daftar lengkap tentang
penggunaan, keefektifan, keuntungan, dan kerugiannya).
Pilihan Antiseptik
Sabun dan air bersih dapat menghilangkan kotoran dan benda
lainnya seperti mikroorganisme sementara dari permukaan kulit,
sebaliknya larutan antiseptik bisa membunu atau menghambat hampir
semua mikroorganisme sementara dan mikroorganisme menetap,
termasuk bakteri vegetatif dan virus. Antiseptik digunakan untuk
menghilangkan mikroorganisme tanpa menyebabkan rusaknya atau
teriritasinya kulit atau selaput lendir (mukosa) ketika ia digunakan. Selain
itu, beberapa larutan antiseptik mempunyai efek residu, artinya proses
penghancuran terus berlanjut selama satu waktu setelah diberikan pada
kulit atau selaput lendir.
Banyak sekali bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai antiseptik .
Tabel 6-1 berisi daftar beberapa larutan antiseptik yang dianjurkan,
aktivitas mikrobiologi dan kemampuannya. (Sistem pengelompokan yang
digunakan adalah baik, sedang, buruk dan nihil). Antiseptik yang paling
sering digunakan adalah klorheksidin glukonat, yang terdapat dalam
Hibitane®, Hibiscrub®, dan iodofor terdapat dalam Betadine®, dan
wescodyne. Tidak terdapat dalam daftar Tabel 6-1 adalah Savlon®, yang
mengandung klorheksidin dan tersedia diseluruh belahan dunia, karena
banyak dijual sebagai larutan konsentrat yang diencerkan dengan air dan
di banyak negara konsentrat ini digunakan kurang dari 1% yang berarti
sangat rendah dan tidak efektif.
Meskipun antiseptik kadang digunakan sebagai desinfektan (misak
Savllon® atau Dettol®) yang digunakan dalam memproses instrumen
atau benda mati lainnya, antiseptik ini tidak ditujukan untuk penggunaan
tersebut. Antiseptik ini tidak memiliki kemampuan untuk membunuh
kuman seperti pada desinfektan kimiawi (misal glutaraldehid, hipoklorit
dan peroksida) dan dilarang digunakan untuk tujuan ini.
Informasi tambahan mengenai antiseptik yang umum digunakan terdapat
dalam Lampiran B.

Penggunaan Antiseptik
Kebersihan Tangan
Sabun antikuman atau deterjen tidak lagi efektif dibandingkan sabun
biasa danair bersih untuk mengurangi risiko infeksi saat digunakan untuk
cuci tangan, meski kualitas airnya bagus. Misalnya, air yang mengandung
sejumlah partikel (membuat air menjadi keruh) atau terkontaminasi, tidak
boleh digunakan untuk membasuh tangan sebelum pembedahan. Lebih
lagi, sabun antikuman berharga mahal dan gampang mengiritasi kulit
dibandingkan dengan sabun biasa. Instruksi yang lebih rinci untuk cuci
tangan bedah menggunakan cairan antiseptik ataupun penggosok tangan
antiseptik di Bab 3 dan Lampiran.
Pembersih Kulit Sebelum Tindakan/ Prosedur Bedah
Meski kulit tidak disterilkan, pemberian larutan antiseptik bisa
meminimalkan jumlah mikroorganisme yang dapat mengontaminasi luka
bedah dan menyebabkan infeksi.
Instruksi
Langkah 1: Dilarang mencukur rambut disekitar lokasi operasi.
Pencukuran bisa meningkatkan risiko infeksi 5-10 kali karena goresan
kecil dikulit bisa mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme (Nichols 1991; Seropian dan Reynolda 1971). Apabila
rambut harus dipotong, gunting rambut yang berdekatan dengan
permukaan kulit dengan menggunakan gunting sebelum pembedahan
berlangsung.
Langkah 2: Tanyakan pada pasien mengenai reaksi alergi (misal
pemberian yodium) sebelum memilih larutan antiseptik
Kelompok Aktivitas Melawan Bakteri Kegunaan Potensial
Gram Gram TB Virus Jamur Endo Tindaka Terinfeksi Basuh Pers Keterangan
positif negatif spor n bahan pemb iapa
terbanya a kecepat organik edaha n
k an n kulit
relatif
Alkohol Sanga Sangat Sanga Sanga Sanga Nihil Cepat Cukup Ya Ya Tidak digunakan
(60-90% t baik baik t baik t baik t baik pada selaput
etil atau lendir
isopropil) Tidak baik untuk
pembersihan
kulit, tidak
bertahan lama
Klorheksid Sanga Baik Sedan Sanga Sedan Nihil Sedang Sedikit Ya Ya Punya daya
in (2-4%) t baik g t baik g tahan yang
(Hibitane, bagus
Hibiscrub) Beracun mata
dan telinga
Preparat Sanga Sangat Sanga Sanga Baik Seda Sedang Ditandai Tidak Ya Tidak digunakan
Iodin (3%) t baik baik t baik t baik ng pada selaput
lendir
Bisa membakar
kulit, hilang
setelah beberapa
menit
Iodofor Sanga Sangat Sedan Baik Baik Nihil Sedang Cukup Ya Ya Bisa digunakan
(7,5-10%) t baik baik g pada selaput
(Betadine) lendir
Para-kloro Baik Sangat Sedan Baik Sedan Tida Lambat Minim Tidak Ya Menembus pada
metaksino baik g g k kulit, jangan
l (PCMX) diket digunakan pada
(0,5-4%) ahui BBL
Triklosan Sanga Baik Sedan Sanga Nihil Tida Sedang Minim Ya Tida Penerimaan pada
(0,2-2%) t baik g t baik k k tangan bervariasi
diket
ahui
Pilih larutan antiseptik yang dianjurkan, yaitu:
 Larutan yang berbahan dasar alkohol (tingtur) seperti iodin atau
klorheksidin.
 Alkohol (60-90% etil, isopropil atau “methylated spirit”) (Lihat
Lampiran B)
 Kloheksidin glukonat dan setrimid, bermacam konsentrat minimal
2% (misal savlon).
 Iodin( 3%); larutan iodin dan produk yang mengandunng alkohol
(tingtur dari iodin).
 Iodofor (7,5-10%), konsentrat lain (misal Betadine).
 Kloroksilenol (Para –kloro- metaksilenol atau PCMX) (0,5-3,75%),
konsentrat lain (misal Dettol).
Langkah 4: Gunakan cuman kering dan didisinfeksi tingkat tinggi (DTT),
kapas serta kain kasa baru direndam dalam larutan antiseptik, dan
bersihkan tangan secara menyeluruh. Kerjakan diluar lokasi operasi
kurang lebih beberapa sentimeter. ( Gerakan memutar dari pusat
membantu mencegah rekontaminasi daerah operasi terhadap bakteri kulit
lokal).
Langkah 5: Biarkan antiseptik bekerja efektif untuk beberapa saat
sebelum prosedur dimulai. Contoh, saat iodofor digunakan, biarkan
selama 2 menit atau tunggu sampai kulit menjadi kering sebelum
dilanjutkan, sebab iodin bebas (bahan aktif) dilepaskan secara perlahan.
( lihat Lampiran B)
Intruksi Untuk Persiapan Vagina Atau Servik
Untuk antisepsis vagina dan serviks sebelum memasukkan elevator
uterus untuk minilaporotomi atau melakukan biopsi endometrium, pilihlah
antiseptik cair (berbahan dasar air), misalnya iodofor (povidoniodin) atau
klorheksidin glukonat 2-4% ( contoh Hibiclens atau savloniodin bila
tersedia). Jangan gunakan alkohol atau bahan yang mengandung alkohol,
misalnya Dettol. Alkohol sifatnya membakar dan bisa mengering serta
membuat iritasi pada selaput lendir yang akan mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, heksaklorofen (pHisoHex)
merupakan racun (Larson 1988) dan tidak boleh digunakan pada selaput
lendir seperti mukosa vagina ( Larso 1995 ).
Langkah 1 : Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi ( misalnya
terhadap pemberian yodium ) sebelum memilih larutan antiseptik.
Langkah 2 : Apabila daerah luar kelamin tercemar, bersihkan dengan
sabun dan air bersih serta keringkan sebelum diberi antiseptik.
Langkah 3 : setelah memasukkan spekulum, gunakan larutan antiseptik
pada serviks dan vagina(dua kali). Tidak perlu memberi larutan antiseptik
pada daerah luar kelamin jika kelihatan bersih .
Langkah 4 : Apabila iodofor digunakan, biarkan selama (2 menit )sebelum
dilanjutkan.
Persiapan Kulit untuk Suntikan
Menurut WHO dan Safe Injection Global Network (SIGN), mengusap
kulit bersih dengan larutan antiseptik sebelum memberikan suntikan
tidak perlu karena dalam percobaan tidak ditemukan ifeksi. Sebuah
tinjauan studi mikrobiologi tidak menganjurkan untuk mengusap kulit
dengan antiseptik sebelum memberikan suntikan intradermal, subkutan,
atau intramuskular, yang dapat mengurangi resiko terinfeksi (Hulin dkk
2002).
Penyimpanan Dan Pengeluaran Antisepti
Kontaminasi setiap bahan antiseptik telah di dokumentasikan.
Mikroorganisme yang mengontaminasi larutan antiseptik meliputi
Stafilokokus epidermis dan aureus, gram-negatif basilli, Pseudomonas
aeruginosadan beberapa endospora. Bahan antiseptik yang
terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi subsekuen saat digunakan
untuk mencuci tangan atau untuk kulit klien. Berikut ini adalah
pencegahan terhadap kontaminasi larutan antiseptik :
 Kecuali hanya tersedia dalam jumlah kecil, tuangkan antiseptik ke
dalam tempat kecil yang bisa digunakan kembali untuk pemakaian sehari-
hari. Hal ini untuk melindungi penguapan dan kontaminasi. Pastikan nama
larutan yang benar ditempel pada tempatnya setiap kali akan diisi.
Jangan menyimpan kain kasa atau kapas dalam larutan antiseptik
karena dapat menimbulkan kontaminasi .
 Buatlah jadwal yang teratur untuk menyiapkan larutan baru dan
membersihkan tempat yang dapat digunakan kembali. ( Larutan bisa
meningkatkan resiko saat terkontaminasi setelah disimpan selama 1
minggu ).”Jangan mengisi ulang” dispenser antiseptik.
 Cuci tempat yang bisa dipakai kembali secara menyeluruh dengan
sabun dan air bersih, bersihkan dengan air mendidih apabila ada dan
keringkan sebelun diisi kembali.
 Beri tanggal setiap tempat antiseptik yang akan digunakan kembali,
setelah dicuci, dikeringkan dan diisi.
 Konsentrat larutan antiseptik ( yang belum diencerkan ) harus
disimpan dalam daerah yang sejuk dan gelap. Jangan terkena sinar
matahari.
BAB V
PEMEROSESAN INSTRUMEN, SARUNG TANGAN DAN PERALATAN
YANG LAINNYA

Pertemuan Ke-5
5.1.1 Tinjauan Peroses Yang Dianjurkan
Defenisi
 Dekontaminasi. Proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh staf sebelum dibersihkan ( umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, HIV ) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumblah mikroorganisme yang mengontaminasi.
 Desinfeksi Tingkat Tinggi ( DTT ). Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.
 Pembersihan. Proses yang secara fisik membuan semua debu
yang tampak, kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati
ataupun membuang sejumblah mikroorganisme untuk mengurangi resiko
bgi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek. Proses terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air, membilas
dengan air bersih, dan mengeringkan.²
 Sterilisasi. Proses menghilangkan semua mikroorganisme
( baktria, virus,fungi dan parasit ) termasuk endospora bakterial dari
benda mati dengan uap tekanan tinggi ( otoklaf ), panas kering ( oven )
sterilan kimiawi, atau radiasi.
Panduan Untuk Memroses Benda-Benda
Setiap benda, baik instrumen metal yang kotor maupun sarung tangan,
memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar :
 Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah atau
duh tubuh terhadap staf pembersih dan rumah tangga.
 Membersihkan hasil akhir berkualitas tinggi ( umpamanya
instrumen atau benda lain yang steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi
( DTT).
Panduan khusus untuk memroses instrumen, sarung tangan bedah,
peralatan dan barang lainnya yang digunakan untuk pelayanan perawatan
kesehatan diikhtisarkan pada Tabel 9. 1. Dalam tabel ini kolom pertama
menguraikan barang – barang yang diproses. Dua kolom berikutnya
menguraikan bagaimana mendekontaminasi dan membersihkan setiap
barang, sedangkan di dua kolom terakhir persyaratan untuk mensterilkan
atau men – DTT barang itu, apabila perlu dipresentasikan.
Informasi tambahan dan bukti yang mendukung penggunaan proses itu
diberikan dalam Bab 10 sampai 12 dan Lampiran E sampai H. Apabila
dilakukan secara benar, proses – proses ini memberikan penghalang yang
hebat terhaap penyebaran infeksi dari instrumen kedokteran, sarung
tangan bedah, dan barang – barang lainnya kepada pasien dan petugas
pelyanan kesehatan.
Tabel 9.1. panduan unuk memroses instrumen, sarung tangan bedah,
benda lainnya.
Proses Dekontaminasi Pembersihan Sterilisasi Desinfektan tingkat
adalah langkah menghilangkan menghancurkan tinggi
pertama dalam darah, duh tubuh semua Menghancurkan semua
menangani benda dan kotoran yang mikroorganisme, virus, bakteri, parasit,
yang sudah dipakai; tampak termasuk fungsi dan beberapa
mengurangi resiko endospora. endospora.
HBV dan HIV/AIDS
INSTRUMEN DESINFEKSI TINGKAT
DEKONTAMINASI PEMBERSIHAN STERILISASI
/BENDA TINGGI
Ambu Seka permukaan yang Cuci dengan Tdak perlu Tidak pelu
bag/masker terekspos dengan sabundan air. Bilas
muka, resuitasi kasa yang direndam dengan air brsih,
kardiopulmoner dalam 60 – 90% keringka diudara
alkohol atau klorin atau dengan
0,5% bilas segera handuk
AKDR dan Tidak perlu Tidak perlu Tidak dianjurkan. Tidak dianjurkan
inserternya Kebanyakan AKDR
di masuka dalam
kantong steril.
Bung kalau
kantongnya bolong
Alas kaki Seka dngan klorin Cuci dengan Tidak perlu Tidak perlu
0,5%. Bilas dengan air sabundan air. Bilas
bersih dengan air bersih
dan keringkan
Apron (plastik Seka dengan klorin Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
atau karet) 0,5%. Bilas dengan air dan air. Bilas
bersih dengan air bersih,
keringkan
Bola Isap Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
klorin 0,% selama 10 dan air. Bilas
menit sebelum dengan air bersih,
dibersihka. Bilas atau keringkan di udara
cuci segera. atau dengan
handuk
Diafragma atau Rendam dalam laritan Cuci dengan sabun Tidak perlu, tetapi  Uapkan atau
fitting rings klorin 0,5% selama 10 dan air. Bilas dapat diotoklaf didihkan selam 20 menit
( digunakan menit sebelum dengan air bersih, pada 121 ℃106  DTT kimiawi dengan
untuk ukuran dibersihkan. Bilas atau keringkan di udara kPa selama 20 direndam dalam
pasien cuci segera. atau dengan menit (tidak formaldehid 8% atau
handuk dibungkus) glutaraldehid selama 20
menit. Bilas baik – baik
dengan air yang sudah
dididihkan.
Forsep transfe Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik : Dapat diterima
klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat,  Panas  Uapkan atau
mnit sebelum cuci dengan sabun keringkan selama didihkan selam 20 menit.
dibersihkan. Bilas atau dan air, bilas 1 jam setelah Disinfeksikan secara
cuci segera dengan air bersih. mencapai 170 ℃ kimiawi tingkat tinggi
Kalau akan atau dengan merendam selama
disterilisasi,  Otoklaf pada 20 menit. Bilas baik – baik
keringkan diudara 121 ℃ 106 kPa dengan air mendidih dan
atau mesin selama 20 menit. keringkan di ueadar
pengering. (30 menit kalau seblum pakai
dibungkus)
Gaun bedah kain Tidak perlu (staf Cuci dengan sabun Diotoklaf pada 121 Tidak praktis
penutup linen, londry harus memakai dan air. Bilas ℃ 106 kPa selama
dan pembungkus gaun pelindung, dengan air bersih, 30 menit
sarung tangan dan keringkan dengan
kaca mata sewaktu udara, atau mesin
menangani linen pengering
kotor.
Instrument bedah Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik : Dapat diterima
klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat, Keringkan dengan  Uapkan atau
menit sebelum cuci dengan sabun panas selama 1 didihkan selama 20 menit.
dibersihkan. Bilas atau dan air. Bilas jam setelah  Disinfeksi kimiawi
cuci segerac . dengan air bersih. mencapai 170 ℃ tingkat tinggi dengan
Kalau akan atau otoklaf pada merendam selam 20
disterilisasi, 121 ℃ 106 kPa menit. Bilas baik – baik
keringkan diudara selama 20 menit. dengan air mendidih dan
atau dengan (30 menit kalau keringkan diudara sebelum
handuk. dibungkus) digunakan atau disimpan
Untuk instrument
tajam : keringkan
dengan panas
selam 2 jam
setelah mencapai
160 ℃
Jarum suntik dan Isi jaru dengan Buka pasangannya, Lebih baik : Dapat diterima
sempirit (glas sempirit yang kemudian cuci  Keringkan  Uapkan atau
atau plastic) terpasang dengan dengan sabun dan dengan panas didihkan selama 20 menit
klorin 0,5%. Bilas 3 air. Bilas dengan air selama 2 jam (DTT kimiawi tidak
kali dan apakah bersih, keringkan setelah mencapai dianjurkankarena residu
dibuang jarumnya sempritnya di udara 160 ℃ (hanya kimia dapat tertinggal atau
atau rendam selama atau dengan semprit gelas) bahkan stelah pembilasan
10 menit sebelum handuk (hanya atau dengan air mendidih
pembersihan. Bilas jarum di keringkan  Otoklaf pada berulang – ulang. Residu
dengan menyemprot 3 diudara) 121 ℃ 106 kPa ini dapat mengganggu aksi
kali dengan air bersih selama 20 menit obat yang disuntikan.
( 30 menit kalau di
bungkus)
Kanul AVM Rendam dalam Cuci dengan sabun Tidk dianjurkan Uapkan atau didihkan
(plastic) larutakn klorin 0,5% dan air, lepaskan ( panas dari selama 20 menit.
selama 10 menit semua partikel otoklaf atau oven
sebelum dibersihkan. pengering panas
Bilas atau cuci segera dapat merusak
kanula)
Kap tekanan Jika terkontaminasi Jika kotor cuci Tidak perlu Tidak perlu
darah dengan darah atau dengan sabun. Bilas
duh tubuh seka dengan air brsih
dengan kain yang keringkan
dibasahi dengan klorin
0,5%
Kateter isap Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak dianjurkan.  Uapkan atau
klorin 0,5% selama 10 dan air. Bilas 3 (Panas dari otoklaf didihkan selama 20 menit
menit sebelum kalibersih ( luar dan atau oven ( DTT kimiawi tidak
dibersihkan. Bilas atau dalam). pengering panas dianjurkan karena residu
cuci segera. akan merusak kimia dapat tertinggal
katetr) sekalipun setelah
pembilasan dengan air
mendidih berulang – ulang)
Kateter urine Rendam dalam larutan Dengan Lebih baik (hanya Dapat diterima : (karet
karet dan logam klorin 0,5% selama 10 menggunakan sikat logam) atau logam)
yang lurus menit sebelum cuci dengan sabun  Kerigkan  uapkan atau
dibersihkan.bilasa dan air. Bilas 3 kali dengan panas didihkan selam 20 menit
atau cuci segera dengan air bersih selama 2 jam dalam
( luar dan dalam) setelah mencapai  Glutaraldehid
160 ℃ ( hanya (biasanya 2 4 % atau
logam) atau formaldehid 8%. Bilas
otoklaf pada 121 dengan air yang telah
℃ 106 kPa selama dididihkan selama 20
20 menit menit
(30 menit kalau
dibungkus)
Meja priksa atau Bilas dengan larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
bedah atau klorin 0,5% dan air kalau materi
permukaan area organic masih ada
yang luas ( karet setelah
dan usungan) dekontaminasi
DPD (kap, Tidak perlu (staf Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
masker baju londry harus emakai dan air. Bilas
operasi) gaun pelindung, dengan air bersih
sarung tangan, dan keringkan dengan
kaca mata sewaktu udara atau mesin
menangani linen pengering
kotor)
Saaluran udara Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Tidak perlu Tidak perlu
plastic klorin 0,5% selama 10 dan air, bilas
menit sebelum dengan air bersih
dibersihkan. Bilas atau keringkan diudara
cuci segera. atau dngan handuk
Sarung tangan Rendam dalam larutan Cuci dengan sabun Kalau dipakai Uapkan selama 29 menit
bedah klorin 0,5% selama 10 dan air. Dan lihat untuk bedah dan biarkan kering dalam
menit sebelum apakah berlobang  Diotoklaf steamer
dibersihkan. Bilas atau pada 121 ℃ 106
cuci segera kPa selama 20
menit
 Jangan
dipakai untuk 24 –
48 jam
Slang ventilator Tidak perlu Dngan sikat, cuci Tidak mungkin Dapat diterima :
atau sirkuit dengan sabun dan menggunakan  Uapkan tau didihkan
air. Bilas dengan air otoklaf atau oven selam 20 menit
bersih pengering  Keringkan diudara
sebelum digunakan
Stetoskop Seka dengan kasa Jika kotor cuci Tidak ada Tidak ada
yang dibasahi dengan dengan sabun dan
alcohol 60 – 90% . air. Bilas dengan air
bersih, keringkan.
5.1.2 Dokumentasi Dan Pembersihan
Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat
bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang telah tercemar. Hal
penting sebelum membersihkan adalah mendokumentasikan alat tersebut
dengan merendamnya dilarutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini
dapat me non aktifkan HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan
petugas yang membersihkan alat tersebut(AORN 1990; ASHCSP 1986).
Produk –produk dekontaminasi
Larutan klorin terbuat dari sodium hipoklorit yang umumnya tidak mahal
dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efekttif pada
peroses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang bisa
digunakan seperti etil atau isopropyl alcohol 70% dan bahan fenolik 0,5%
- 3% ( Crutcher dkk 1991).
Apabila tidak tersedia disinfektan untuk peroses
dekontaminasi, diperlukan kewaspadaan tinggi saat
menangani dan membersihkan benda tajam tercemar (missal
jaru jahit, gunting, dan pisau bedah).

Tabel 10.1 mempersiapkan larutan klorin cair dari cairan pemutih


(Larutan Sodium Hipoklorit) untuk peroses Dekontaminasi dan DTT

Klorin (% Jumlah air per 1


Tipe/merek pemutih
kepekatan bagian bagian
(menurut Negara)
) pemutih a

0,5% 0,1%
2,4%
8° klorum c
4 23
JIK (Kenya), Pemutih Robin(
3,5% 6 34
Nepal)
12° Klorum 3,6% 6 35
Pemutih rumah tangga (AS
Indonesia ) ACE (Turki) Eau
5% 9 49
de Javal ( Perancis) (15°
klorum), Lejia (Peru)
Blanquedor, Cloro
6% 11 59
(Meksiko)
Lavandin (Inggris) 8% 15 79
Chloros (Inggris) 10% 19 99
Chloros (Inggris), Extrait de
Javel ( Prancis) (48° 15% 29 149
klorumc)
Diadaptasi dari WHO 1989
a. Baca seabagi satu bagian ( missal cangkir atau glas) cairan pemutih
pekat untuk xbagian air ( missal JIK (Larutan 0,5%) campur 1 cangkir
pemutih dengan 6 cangkir air sehingga seluruhnya menjadi 7 cangkir).
b. Gunakan air matang saad menyiapkan larutan klorin 0,1% untuk
DTT karena air ladang mengandung bahan organik mikroskopis yang
dapat menonaktifkan klorin
c. Dibeberapa Negara kosentrasi sodium hipoklorit ditunjukan dengan
derajat klorometik (°klorum) satu °klorum kira – kira sama dengan
keputihan klorin 0,3%
Rumus membuat larutan klorin cair dari larutan hipklorit ditunjukan dalam
Gambar 10 – 1.

 Periksa kepekatan ( % kosentarasi) dari produk


klorin yang digunakan
 Tentukan jumlah bagian air yang dibutuhkan
dengan menggunakan Table 10 – 1 atau rumus dibawa
ini

Jumlah bagian (JB) air = % kosentarsi


% kosentarsi –1
 Campur satu bagian
kosentrasi pemutih dengan jumlah bagian air yang
dibutuhkan
Contoh : buat larutan encer (0.1 %) dari 5 % larutan
kosentrasi
LANGKAH 1 : Hitung JB air : 5,0 %
5.0 % – 1= 10 – 1
LANGKAH 2 : Ambil satu bagian kosentrasi dan
tambahkan 9 bagian air.

Gambar 10. 1. Rumus Membuat Larutan Cair Dari Larutan


Kosentrat

Jumlah kira – kira ( gram ) yang dibutuhkan untuk membuat 0,1% dan
0,5% larutan klorin bebas dari beberapa bahan klorin bebas yang ada di
pasaran ( bubuk kering)

Table 10.2 menyiapkan larutan klorin cair dari bubuk kering


Klorin yang dibutuhkan 0.5% 0,1%
Kalsium hipoklorit (70% dari klorin
7,1 g/I2 1,4 g/I
yang ada)
Kalsium hipoklorit (35% dari klorin
14 g/I 2,8 g/I
yang ada)
NaDDC ( 60% klorin yang ada) 8,3 g/I 1,5 g/I
Tablet kloramin (1 g dari klorin yang
d
20 g/I (20 4 g/I (4
ada per tablet tablet /liter) d
Tablet /liter)d
 Periksa kecepatan
Tablet berdasar NaDCC ( 1,5 g dari( % konsentrat) dari bubuk yang
digunakan 4 tablet/liter 1 tablet/liter
klorin yang ada per tablet)
 Tentukan jumlah garam pemutih yang dibutuhkan
dengan menggunakan Tabel 10 – 2 atau rumus dibawa ini :

garam /liter = % keenceran x 1000


% konsentrat

 Campu 1 bagian bubuk pemutih dengan 1 liter air


contoh : buat larutan klorin cair bebas (0,5%) dari bubuk
konsentrat (3,5%)
LANGKAH 1 : Hitung gram/liter air : 0,5%
35% x 1000 = 14,2 g/I
LANGKAH 2 : Tambahkan 14,2 (14 g) dalam 1 liter air.

Dikutip dari World Healt Organization ( WHO) 1989


a. Untuk bubuk kering baca x gram per liter (contoh kalsium hipoklorit
7,1 gram dicampu dengan 1 liter air
b. Gunakan air matang serta menyiapkan larutan klorin 0,1% dari DTT
sebab air ledeng mengandung bahan organi: mikroskopik yang sangat
kecil yang membuat klorin menjad tidak aktif
c. Sodiumdikloroisosianuat
d. Kloramin melepaskan klorin pada tingkat yang paling rendah dari
pada hipklorit sebelum menggunakan larutan, pastikan bahwa tablet
benar – benar telah larut

Rumus MeD. membuat Larutan Klorin Dari Bubuk Kering


1. Tipe dekontaminasi
a. Gunakan tempat plastic untuk didekontaminasi agar mencegah;
1) Tumpulnya pisau (missal gunting) saat bersentuhan dengan
container logam.
2) Berkaratnya instrumen karena reaksi kimia (elektrolisasi) yang
terjadi antara dua logam yang berbeda (missal instrument dan wadah)
bila direndam dalam air.
b. Jangan merendam instrument logam yang berlapis elektro (artinya
tidak 100% baja tahan gores) meski dalam air biasa selama beberapa jam
karena akan berkarat .

Setelah dekontaminasi instrument harus segera dicuci dengan air


dingin untuk menghilangkan bahan organic sebelum dibersihkan secara
menyeluruh. Missalnya beberapa fasilitas pelayanan keehatan menaruh 2
ember diruang operasi, satu ember diisi dengan larutan klorin 0,5% dan
ember yang satunya lagi diisi dengan air, sehingga instrumen tersebut
dapat ditempatkan dalam air setelah direndam dalam larutan klorin
selama 10 menit. Meski hal ini membentu mencegah korosi, instrument
akan tetap berkarat bila direndam selama 1 jam didalam air biasa.
Jarum habis pakai dan sempirit harus didekontaminasi diletakan
dalam wadah yang tahan tusukan, dienkapulasi, dibakar, maupun dikubur.
Apabila digunakan kembali, maka jarum dan sempirit harus dibersihkan
dan dicuci secara menyeluruh setelah didekontaminasi. Sebab jarum yang
yang terkontaminasilah yang sering menimbulkan cidera, oleh karena itu
hanya semprit yang diperoses sebelum digunakan kembali dan tidak
untuk jarum
Permukaan yang luas misalkan pada pemeriksaan pelvis atau meja
operasi, yang kemungkinan besar bersentuhan dengan darah atau duh
tubuh harus didekontaminasi. Menyeka dengan disinfektan yang tepat
seperti larutan klorin 0,5% sebelum digunakan kembali atau saat
terkontaminasi merupakan cara yang mudah dan murah untuk peroses
dekontaminasi pada pemukaan yang luas.
Ingat :
Tujuan dekontaminasi adalah untuk melindungi individu –
individu yang menangani instrument operasi dan benda
yang lainnya yang telah terkontak dengan darah atau duh
tubuh terhadap penyakit serius.

Pembersihan
Pembersihan penting karena :
a. Sebuah cara yang efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pada peralatan dan instrument tercemar, terutama endospora yang
menyebabkan tetanus
b. Tidak ada prosedur sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT)
yang efektif tanpa melakukan pencucian terlebih dahulu (Porter 1987)

Pencucian yang benar dengan menggunakan sabun dan air juga dapat
menghilangkan bahan organic seperti darah dan duh tubuh. Hal ini
penting mengingat bahan organic kering dapat menjebak
mikroorganisme, termasuk endospora, sisanya bisa melindungi melawan
strategi atau disinfektan. Bahan organic juga bisa menginaktivasi
beberapa macam disinfeksi tingkat tinggi, sehingga menjadi tidak efektif.
(AQ –RN 1992 dkk 1998). Penggunaan sabun penting untuk pembersihan
yang efektif karena air sendiri tidak dapat menghilangkan protein,
minyak, dan lemak (Nystrom 1981). Penggunaan sabun ( batang ) tidaklah
berguna karena asam lemak dalam sabun bereaksi dengan mineral dalam
air meninggalkan sisa atau buih ( garam kalsium yang tidak larut), yang
sangat sukar untuk dihilangkan. Gunakan sabun cair, ini dipilih karena
sabun ini dapat dengan mudah bercampur dengan air daripada sabun
bubuk. Sebagai tambahan, sabun cair bisa memecahkan dan
menghilangkan atau menyingkirkan lemak, minyak, dan benda asing
lainnya dalam larutan sehingga dengan mudah, dapat dimusnahkan
dalam peroses pencucian
Tip pembersih
a. Gunakan sarung tangan saat membershkan instrumen dan
peralatan ( sarung tangan rumah tangga yang tebal berfungsi sangat
baik). Apabila robek atau rusak sarung tangan harus segera dibuang:
sebaliknya jika tidak rusak, harus dibersihkan dan biarkan mongering
selama satu hari untuk digunakan pada hari berikutnya.
b. Gunakan pelindung mata (plastic,pelindung muka, goggles atau
kaca mata) dan celemek plastic jika ada, saat membersihkan alat dan
perlengkapan untuk meminimalkan resiko cipratan cairan yang
terkontaminasi pada mata dan ke badan.
c. Instrument harus dibersihkan dengan sikat yang lembut ( sakit gigi
bekas baik untuk digunakan) dalam air sabun. Setelah dibersihkan alat
tersebut harus dicuci secara menyeluruh dengan air bersih untuk
menghilangkan sisa sabun yang bercampur dengan disinfektan kimia
yang digunakan untuk peroses disinfektan tingkat tinggi atau sterilisasi.
d. Semprit (berbahan kaca atau plastic) saat akan digunakan kembali
harus dilepas setelah didekontaminasi dan dibersihkan dengan air sabun.
Kemudian dicuci sedikitnya dua kali dengan air bersih untuk
menghilangkan sabun dengan membuang air melalui semprit ke wadah
lain ( untuk mencegah kontaminasi pada air cucian ), dan kemudian
dikeringkan.
e. Sarung tangan bedah harus dibersihkan dalam air sabun. Kedua
bagian luar dan bagian dalam dibersihkan dan dicuci dengan air bersih
samapi tidak ada sbun yang tersisa. Periksa sarung tangan dengan cara
memompa dengan tangan dan pegang sarung tangan dalam air.
( Gelembung udara akan muncul jika ada lubang)
f. Karet atau tabung plastic, misalnya tabung penghisap nasogastrik
untuk bayi baru lahir, biala akan digunakan kembali harus dibersihkan
secara menyeluruh, dicuci dan dikeringkan
g. Thermometer oral atau rectal tidak boleh dicampur meskipun
setelah dibersihkan, letakan terpisah dengan peralatan lain.
h. Endoskop operatif, ( misalnya laparoscop) harus secara hati – hati
dibersihkan karena pembersihan yang tidak benar merupakan penyebab
utama masalah mekanis, seperti penyebab penularan infeksi kepada
pasien berikutnya (Weber dan Rutala 2001). Kemudian lepaskan
laparoskopi dan tempatkan dalam air hangat yang berisi sabun yang tidak
bersifat abrasif. Bersihkan seluruh permukaan dengan sikat yang lembut.
Setelah dibersihkan, laparoskopi harus dicuci sebanyak 3 kali dengan air
bersih untuk menghilangkan seluruh sisa sabun.

5.1.3. Sterilisasi
Metode Sterilisasi Panas
Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan oktoklaf atau pemanas
kering dengan menggunakan oven dalah metode sterilisasi yang palng
umum dan trersedia saat ini.
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode yang efektif, tetap juga
paling sulit untuk dlakuka secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya metode sterilisasi ini adalhy metode plhan untuk
mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang dgunakan pada berbagai
fasilistas pelayanan kessehatan. Bila aliran listrik bermassalah, instrumen-
instrumendapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik
dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai
sumber panas.
Sterilisator panas kering (oven) baik untuk klim yang lembab tetapi
membutuhkan aliran listrik yang terus meneru, menyebabkan alat ini
kurang praktis pada area terpencil (pedesaan).

Kondisi Standar Sterilisasi Panas


Sterilisasi uap (Gravitas): suhu harus berada pada 1210C (250 0F);
tekana harus berada pada 106 kPa (15 lbs/in2); 20 m2nit untuk alat
yang tidak
Sumber Perkinsterbungkus.
1983 Atau pada suhsu yang lebuih tinggi pada 1320
C (2700 F),steril
Instrumen tekanan
dan harus berada
instrumen pada 30
lainnya lbs/in
harus
2
; 15 menitsegera
digunakan untuk alat
kecuali
terbunggkus.
jika:
 Biarakan semua dengan
Dibungkus peralatan kering ganda
lapisan sebelum diambil
kain di sterilisator
katun, kertas dan bahan
Catatan: set tekanan (kPa
lainnya sebelum proses sterilisasi atauatau lbs/in 2
) , mungkin berbeda tergantung
 padaDapatjenis sterilisator
disimpan dalam yang wadah
digunakan.
keringIkuti
dan rekomendasi pabrikrapat.
steril berpenutup jika
mungkin.
Panas Kering:
Bahann yang digunakan untuk membungkus instrumen dan instrumen
 170
lainnya harus0
C berpori-pori
(3400F) selamaagar uap satu
dapat jam (total
masuk waktu
tetap perputaran
beranyaman cukup
ketat meletakkan instrumen di
untuk menghindari oven, panaskan
masuknya hingga 170 C,debu
poartikel-partikel 0
selamadan
satu jam dan
mikroorganisme. Pake kemudian didinginkan
steril terbungkus 2-2,5 jam),
sehingga atau
paket atau wadah itu
160 C (320
terkontaminas.
 0 0
Robek F) atau
selam 2 jam
usang ( total
pada waktu perputaran
bungkusnya, dari 3-3,5
paket menjadi basah
jam)
atau lainnyayang menyebabkan mikroorganisme paket atau wadah
tersebut.
Ingat :
Sterilisasi Panas untuk Penyakit Prion
Penyakit perion seperti Creutzfeldt-jakob disense (CJD), adalh
sekelompok penyakitdegeneratif otak yang mendapat perhatian khusus
selam beberapa tahun terakhir ini. penyakit pada hewan ini ( anjing, sapi
dan hewan menyusui lainnya) termasuk manusia akan secara cepat
berakibat fatal pada saat timbulnya simptom. Pada manusia, CJD masih
jarang terjadi dengan insiden masih kurang dari satu per satu juta
penduduk (Holman dkk 1996). CJD merupakan masalah pencegahan
pencegahan infeksi yang unik karen prion yaitu protein mengandung agen
infeksi dapat tetpa hidup bertahan pada proses sterilisasi uap tekana
tinggi atau panas yang direkomendasikan. Selain itu disinfektan kimia
sterilan, seperti glutarandehid dan formaldehid, tidak cukup kuat untuk
menghilangkan infektiffitas prion pada instrumen lainnya. Oleh karen itu
instrumen- instrumen bedah dan perangkat kritis lainnya yang
terkontaminasi dengan jaringan beresiko tinggi ( yaitu otak, sumsum
tulang dan jaringan mata) dari pasien CJD yang diketahui atau yang
ducurigai, diperlukan suatu penanganan khusus (Rutala dan Weber
2001).
Rekomendasi untuk perwatan pasien dengan CJD yang sudah diketahui
atau dicurigai, juga penanganan dan pemrosesan instrumen-instrumen
dan perangkat lai yang terkontaminasi, terdiri dari hal-hal berikut ini.
 Karena resiko transmisi prion dari pasien atau instrumen nonkritis
(misalnya piring atau badpans) kepetugas kesehatan rendah , maka
hanya kewaspadaan baku dibutuhkan terrhadap pasien dengan CJD yang
sudah diketahui atau dicurigai.
 Selama pembedahan siapakan sejumlah minimal instrumen pada
kawasan operasi dan pantaulah instrumen mana yang digunakan. Ini akan
mengurangi jumlah instrumen yang butuh penaganan dan pemmrosesan
khusus.
 Setelah pembedahan:
- Hindari memegang instrumen-instrumen yang terontaminasi.
- Alat-alat sekali pakai dan perlengkapan perindungan diri yang
dipakai oleh tim bedah harus ditempatakan pada kantong plastik dan
dibakar.
- Setelah pembedahan alat-alat nonkritis seperti meja operasi, tiang
infus mayodan permukaan lingkungan lainnya dapat didekontaminasi
dengan cara mengelap dengan kain yang direndam dengan larutan klorin
0,5%
 Intrumen-instrumen dan perangkat lainnya yang bersifat tahan
panas harus didekontaminassi dahulu dengan memasukannya pada
sterilisator pemindahan graviti pada suhu 121 0C (2500F) selam 1 jam atau
pada sterilisator pra-vakum pada 1340C (2750F) selama 18 menit.
 Seelah dekontaminasi, bersihkan dan lakukan sterilisasi instrumen –
instrumen tersebut dengan menggunakan proses yang dianjurkan.
 Kemungkinan lainnya setelah pembedahan, rendamlah instrumen-
instrumen yang terkontaminasi dan perangkat lainnya dalam natrium
hidroksida (NaOH) selama 1 jam. Kemudian, bersihkan dan lakuakn
sterilisasi atas instrumen dan perangkat tersebut dengan menggunakan
proses yang dianjurkan.
 Jariangan biaopsi dan spesimen bedah harus ditempatkan dalam
formalin selam 48 jam, kemudian dalam asam formik selam 1 jam dan
akhirnya kembali dalm larutan formalin baru selam 48 jam (Abrutyn
1998).

Sterilisasi Dengan Cara Penguapan


Persyaratan
Sterilisasi uap harus memiliki empat kondisi : kontak yang memadai,
suhu yang sangat tinggi, waktu yang tepat, dan kelmbapan yang
memadai. Walaupaun seluruhnya perlu untuk terrjadi sterilisasi,
kegagalan sterilisasi di klinik dan rumah sakit paling seering disebabkan
oleh kurangnya kontak uap atau kegagalaan mencapai suhu yang
memadai.
Kelebihan
 Metode sterilisai yang paling sering dipakai dan efektif.
 Waktu siklus sterilisassi lebih pendak daripada panas kering dan
kimia.

Kekurangan
 Membuthkan sumber panas yang teru menerus ( bahan bakar kayu,
minyak tanah atau aliran listrik).
 Membutuhkan peralatan (sterilisator uap) yang harus dipelihara
dengan cermat agr dapt befungsi dengan baik.
 Membutuhkan ketaatan waktu, suhu dan tekanan secara ketat.
 Sukar menghasilkan paket kering karen gangguan prosedur sering
terjadi ( misalnya mengangkat bahan-bahan sebelum kering, khususnya
pada iklim yang lembab dan panas)
 Siklus sterilisasi berulang ulang dapat menyebabkan bopeng
danpenumpulan sisi instrumen yang tajam(seperti gunting).
 Bahan-bahan plastik tidak ahan suhu tinggi.

Instruksi Sterilisator Uap


Langkah 1: mendekontaminasikan, membersihkan, dan mengeringkan
seluruh instrumen dan instrumen yang akan di sterilisasikan.
Langkah 2: semua peralatan berengsal harus terbuka atau tidak
terkunci, sedangkan instrumen yang terdiri lebih dari satu bagian sorong
harus dibongkar.
Langkah 3: intrumen seharusnya tidak diikat ketat dengan karet atau
cara lain yang dapat mencegah kontak uap dengan seluruh permukaan.
Langkah 4: susun paket dalam runangan untuk memudahkan sirkulasi
yang bebas dan penetrasi uap keseluruh permukaan.
Langkah 5: ketika menggunakan sterilisator uap , sebaiknya instrumen –
instrumen bersih atau bahan bersih lainnya dibungkus dengan kain katun
ganda atau kertas koran. (instrumen-instrumen yang tidak dibungkus
harus digunakan segeran setelah dikeluarkan dari sterilisator kecuali bial
tetap disimpan dalm wadah steril tertutup).

Apabiila mengunakan pemasak bertekanan atau sterilisator uap


pengubah graviti dengan minyak tanah (bukan listrik), didihkan
air dan biarkan uap keluar dari klep pengatur tekanan, kemudian
kecilkan panas tetapi tetap biarkan uap keluar dari klep pengatur
tekanan.

Langkah 6: lakukan sterilisasi pada suhuu 121 0C (250 0 F) selam 30 menit


untuk alat terbungkus, 20 menit untuk alat tidak terbungkus, waktu
ditentukan dengan jam.
Langkah 7:tunggu 20 hingga 30 menit ( atau meterr tekanan udara
terbaca nol) sampai sterilisator dingin. Kemudian buka penutup atau
pintunya mengeluarkan uap. Biarkan paket instrumen kering
seluruhnyasebelum diangkat baisanya hingga selam 30 menit. (paket
yang basah dapat menyerap bakteri, virus dan fungi dari sekelilingnya).
Paket instrumen terbungkus tersebut tidak dapat diterimaapabila ada
tetesan air atau lembab yang terlihat pada bagian luar paket tersebut
ketka dikeluarkan dari rang sterilisator.
Langkah 8: agar mencegah kondensasi ketika mengeluarkan paket
tersebut dari ruang sterilisator uap, tempatakan baki dan paket steril
pada permukaan yang dilapisi dengan kertas atau bahan kain.
Langkah 9: setelah sterilisasi, instrumen yang dibungkus dengan
kain atau kertass dianggap steril sepanjang paket tetap bersih, kering
(termasuk tidak ada noda air) dan utuh. Instrumen yang tidak dibungkus
hsrus digunakan segera atau disimpan dalam wadah-wadah yang tertutup
atau steril.
Sterilisasi Dengan Panas Kering
Efektiviitas
Sterilisasi panas kering ini tercapai dengan proses konduksi panas.
Pada awalnya, panas diabsorbsi oleh permukaan luar dari sebuah
instrumen dari sebuah intrumen dan kemudian dikirimkan kelapiasan
berikutnya. Pada akhirnya, keseluruhan objek mencapai suhu yang
dibutuhkan untuk sterilisasi. Mikroorganisme pada akhirnya
menghhancurkan protein secara lambat oleh panas kering. Proses
sterilisasi panas kering berlangsung lbih lama daripada sterilisasis uap,
karena kelam bapan dalam proses sterilisasi uap secara pasti
mempercepat penetrasi uap dan memperpendek waktu yang dibutuhkan
untuk membunuh mikroorganisme.
Kelebihan
 Metode yang snagat efektif, seperti sterilisasi panas kering dengan
konduksi menjangkau seluruhn permukaan instrumen, bahkan unruk
instrumen yang tidak dibonkar pasang.
 Besifat protektif atas benda tajam atau instrumen dengan sisi
potong ( lebih sedikit masalh dengan menumpulan sisi poton terrsebut )
 Tidak meninggalkan sisa kimia
 Mengurangi paket bash di iklim lembab.

Kekurangan
 Instrumen plastik dan karet tidak dapat disterilisasi dengan cara
panas kering karena suhu yang digunakan (1600 -1700 C) terlalu tinggi
untuikmateri ini.
 Panas kering memenetrasi materi secara lambat dan tidak merata.
 Membutuhkan oven dan sumber listrik secara terus menerus.

Instruksi (oben panas kering)


Langka : Lakuakn dekontaminasi, bersihkan dan keringkan seluruh
h1 instrumen dan instrumen lainnya yang akan disterilisaasi.
Langka : Bila dikenhendaki, bungkuslah instrumen-instrumen dengan
h2 kertas aluminium atau tempatkan disebuah kontainer logam
tertutuup rapat. Pembungkusan membantu proses
kontaminasi ulang sebelum digunakan.jarum suntik atau
jarum jahit harus dimasukan dalam tabung gelas yang
disumbat kapas.
Langka : Tempatkan instrumen-intstrumen lepas (tidak dibungkus)
h3 dalm wadah logam atau diatas baki di oven dan panaskan
hingga suhu diinginkan.
Langka :
h4

Langka : Setelah dingin, angkatlah paket dan/ atau wadah logam dan
h5 simpanlah. Intrumen lepas sebaiknya dikeluarkan dengan
cunam yang steril dan gunakn segera atau tempatkan di
wadah steril dengan penutup yang rapat.

STERILISASI KIMIA
Sejumlah desinfektan tingkat tinggi akan membunuh endospora setelah
papran bekepanjangan (10-24 jam). Disinfektan umum yang dapat
digunkan untuk sterilisasi kimia terdiri dari glutaraldehid dan formaldehid.
Sterilisassi berlangsung dengan merendamnya selama sekurang-
kurangnya 10 jam dalm larutan formaldehid 2-4% atau setidaknya 24 jam
dalm larutan formaldehid 8%.
Kelebihan
 Larutan glutaraldehid dan formaldehid tidak begitu mudah
dinonaktifkan oelh materi organik.
 Kedua larutan ini dapat digunakan untuk instrumen yang tidak
tahan sterilisasi panas, seperti laparoskop.
 Larutan formaldehid dapat digunakan hingga 14 hari (ganti apabila
keruh). Sebagian glutaraldehid dapat digunakn hingga 28 hari.
 Glutaraldehid dan formaldehid adalah kimiawi yang menyababkan
iritasi kulit.oleh karena itu, seluruh peralatan yang direndam dalm salh
satu larutan itu ahrus sepenuhnya dibilas dengan air steril setelah
direndam.
 Karen glutaraldehid bekerja dengan sangat baik pada suhu ruangan,
sterilisasi kimia tidak dijamin berfungsi baik pada lingkungan dingin (suhu
< 200 C/680F), bahkan dengan proses perendaman berkepanjangan.
 Glutaraldehid mahal harganya.
 Uap dari formaldehid diklasifikasikan sebagai potensial karsinogen,
dan pada derajat yang lebih rendah glutaraldehid mengiritasi kulit, mata
dan saluran pernapasan. Pakailah sarung tangan dan kaca mata, batasi
waktu paparan, dan gunakan kedua zat kimia hanya area beventilasi baik.
 Formaldehid tidak dicampur dengan kloriin karena memroduksi gas
berbahaya. (bis-klorometil-eter)

Instruksi
Langkah : Lakuakn dekontaminasi, bersihkan dan keringkan
1 seluruh instrumen dan instrumen lainya yang akan
disterilisasi.
Langkah : Rendamlah seluruh instrumen dalam wadah bersih
2 yang didisi laruatan kimia dan tutuplah wadah
tersebut.
Langkah : Biarkan instrumen itu terendam:
3 10 jam dalm larutan glutaraldehid (periksalah
instruksi spesifik atas produk tersebut), atau
sekurang-kurangnya 24 jam pada formaldehid 8 %.
Langkah : Angkatlah objek yang sudah direndam dari larutan
4 dengan cunam steril, bilaslah 3 kali dalm air steril
dan keringkan di udara.
Langkah : Simpanlah objek yang sudah disterilisasidalam
5 wadah steril dalam wadah tertutup yang ketat
apabila insgtrumen tersebut tidak digunakan.

Memantau Prosedur Sterilisasi


Indikator Biologi
Dianjurkan memantau proses sterilisai dengan indikator biologi yang layak
pada reguler interval. Pengukuran harus dilakuakan dengan indikator
biologi yang menggunakn spora dengan resistensi baku pada populassi
yang diketahui. Tipe indikator biologi dan interval minimum yang
dianjurkan harus berupa:
 Sterilisasi uap : basillus stearotermofilus, per minggu dan bila
dibutuhkan.
 Sterilisai panas kering: basilus subtilis, per minggu dan bila
dibutuhkan.

Indikator kimia
Indikator kimia terdiri dari indikator lebel yang memantau waktu, suhu,
dan tekana sterilisasi dan waktu dan suhu untuk sterilisasi panas kering.
Indikator ini harus digunakan baik dalam di luar setiap paket atau wadah.
Indikator ekstenal digunakan untuk memverifikasi bahwa instrumen telah
terpapar tehadap kondisi proses sterilisasi yang benar dan paket spesifik
telah sterilisasi. Indikator internal ditempatakn dai dalm paket atau
wadah dia ra yang paling sulit untuk bahan sterilisasi untuk bahan
mencapainya ( yaitu ditengah-tengah pak linen). Hal ini adalah indikator
yang menjelaskan apabila instrumen tersebut telah disterilisasi.
Indikator kimia seperrti pita seneitif panas aau viral gelas yang
mengandung butir-butir yang mencair pada suhu tertentu dalm waktu
tertentu, tidak dijamin bahwa sterilisasi telah tercapai, tetapi
mengidikasikan masalh mekanikal atau prosedural yang meungkin terjadi.
Indikator Mekanik
Indikator mekanik untuk sterilisator memberikan catatan waktu, suhu dan
tekana untuk siklus sterilisasi tersebut. Hal ini bisa berbetuk kertas
laaporan atau grafik dari sterilisator tesebutatau hal ini dapat berupa log
wakt, suhu dan tekanan yang disimpan oleh petugas yang bertanggung
jawab atas proses sterilisassi pada waktu itu.
Penyimpanan
Seluruh iinstrumen steril harus di simpan disebuah area dan dengan cara
sedemikian rupa sehingga paket atau wadah akan terlindungi dari debu,
kotoran, kelmbaban, hewan, dan serangga. Area penyimpanan ini paling
bak ditempatkan bersebelhan dengan atau dihubungkan ke tempat
sterilisasi berlangsung, disebuah area yang terpisah dan tertutup dengan
akses terrbatas yang digunakan hanya u tuk menyimpan bahan suplai
pasien yang bersih dan steril. Pada fasilitaqs yang lebih kecil, area ini
dapat berupa sebuah ruang Disebelah Departemen Pusat Suplai ( Centaral
Supply Department) atau pad aunit operasi ( operating Unit).
 Jagalah area penyimpanan agar tetap bersih, kering, dan bebas
debu dan bebas kain tiras setrlah urusan rumah tangga harian reguler.
 Kontrol suhu dan terlembaban (suhu sekitar 24 0 C dan kelambaban
relatif < 70% ) bila memungkinkan.
 Paket wadah dengan instrumen steril (dan DTT) harun disimpan
dengn jarak 20-25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20
cm dari dinding luar.
 Jangan gunakan karduas untuk penyimpanan. Kardus
mengeluarakan debu dan debris serta dapat menjadi tempat
bersembunyinya serangga.
 Bubuhkan tanggal dan rotasikan supali tersebut (first in/ first out).
Proses ini berfungsi nsebagai peringatan, tetapi tidak menjamin sterilitas
paket-paket tersebut.
 Distribusikan instrumen steril dan DTT di area ini.

Masa Berlaku
Masa berlakunya bahan-bahan ( yaitu berapa laminstrumen masih
dianggap steril) setelh proses dterilisasi berhubungna dengankejadian
( event releted). Instrumen itu harus tetap steril hiingga hingga sesuatu
menyebabkan paket atau wadah itu menjadi terkontaminas: waktu sejak
proses sterilisasi itu dilakukan bukan faktor yang menentukan. Kejadian
dapat berupa robekan atau usang diarea pembungkus tersebut., paket
yang basah atau faktor lain nya akan memungkinkan mikroorganisme
memasuki paket atau wadah tersebut. Peristiwa ini dapat terjadi kapan
saja.
Oleh karena itu: masa berlakunya sterilisasi bergantung pada
faktor-faktor berikut ini:
 Kualitas pembungkus atau wadah
 Berapa kali sebuah paket dipegang sebelum digunakan.
 Berapa banyak orang yang telah memegang paket tersebut.
 Apakah paket itu disimpan pada rak terbuka atau tertutup.
 Kondisi area penyimpanan (misalnya kelembaban dan kebersihan),
 Penggunaan penutup debu plastik dan metode penyegelan (AORN
1992)
Sebagian paker terkontaminasi sebagai akibat langsung dari penanganan
atau penyimpanan yang berulang-ulang atau kurang tepat.

Pastiakan instrumen tetep steril hingga dibutuhkan:


 Menjegang kejadian yang dapat mengontaminasi paket steril
 Melindungi dengan menempatkannya dalam bungkus penutup
plastik (kantong)

Sebelum mempergunakan instrumen seril tertentu, lihat paket apakanh


pembungkusnya masih utuh, segel tidak rusak, bersih, dan kering (dan
juga tidak ada bekas air), lalu pastiakn instrumen itu steril tanpa pelu
menegtahui kapan disterilkan. (Gruendemann dan Mangum 2001).
METODE STERILISASI LAINNYA
Sterilisasi Gas
Penggunaan gas formaldehid untuk seluruh mikroorganisme di praktikan
sebelum peralihan abad ini. salah satu penggunaan awal gas formaldehid
adalh mengasapi ruang, sebuah praktik lama yang diketahui kurang
efektif dan tidak perlu (schmidt 1899). Walaupun demikian, ada sterilisasi
formaldehid uap temperatur rendah dab otomatis yang digunakan untuk
memprose instrumen dan plastik. Seperti dijelaskan sebelumnya, karen
abau formaldehid bersifst mengiritasi kulit, mata dan saluran pernapasan,
penggunaan formaldehid dalm bentuk ini harus dibatasi.
Sterilisasi dengan Sinar Ultraviolet
Cahaya ultraviolet (UV) telah digunakan untuk membantu mendisineksi
udaraselam lebih dari 50 tahun (Morris 1972). Misalnya UV, iradiasi dapat
menggangu pemindahan infeksi di udara di lingkungan di dalam di dalm
ruang tertutup deng kondisi hidup buruk dengan jumlah manusia di
dalamnya sangat padat. Karena energi UV iradiasi sangat terbatas,
cahaya Uvtidak menetrasi debu, lendir dan air. Oleh karen itu walaupaun
ada klaim pihak pabrik, jenis ini tidak dapat digunakan untuk
mensterilisasi air. Walaupun secara teori , cahaya UV intens dapat bersifat
bakterisidal dan virusidal, dalm praktiknya hanya disinfeksi yang
terbatasatas instrumen dapat tercapai. Hal ini karena sinar UV dapat
membunuh hanya mikroorganisme yang terkena secara langsung oleh
cahaya UV. Untuk permukaan yang tidak dapat terjangkau oleh sinar UV
( misalnya didalam semprit atau laparoskop), keberadaan mikroorganisme
tertentu idak dapat terbunuh (Gruendemann dan Mangum 2001) .
Sterilisasi kimia linnya
 Asam parasetik (Peroxyacetic acid). Sterilisasi ini sangat efektif
terhadap seluruh mikrooganisme, tidak dikurangi oleh bahan organik dan
juga mendekomposisimenjadi produk aman. Apabiila dicairkan sangat
tidak stabil dan harus digunakan dengan sterilitator otomatis yang
didesain khusus (APIC 2002). Sterilan ini biasanya digunakan untuk
mensterilisasi janis endoskop yang berbeda.
 Paraformaldehid. Polimer solid dari formaldehhid ini dapat diupkan
denga metode panas kering pada area tertutup untuk mensterilisasi objek
(Taylor, Barbeito dan Gremillion 1969). Teknik ini disebut “sterilisassi diri”
ini (Tulis 1973) cocok untuk mensterilisasi laparoskop.
 Sterilisasi gas plasma n(berbasis hidrogen peroksida). Metode ini
dapat mensterilisasi instrumen dalam waktu kurang dari satu ajm dan
ahsil sampingannya tidk berbahaya. Namun, hal ini tidak mensterilisasi
dengan baik dan tidak dapat digunakan pada kertas atau kain linen.
Sterilisator khusus digunakan untuk materi ini (Taurasi 1997).

5. 1.4 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


Efektivas uap panas
Umumnya semua bakteri vegetatif akan mati pada suhu 60 - 75°C dalam
10 menit(salle 1973). Virus yang sukar dibunuh contohnya Virus Hepatitis
B, dapat diinaktivasi dalam 10 menit jika dipanaskan pada suhu 80°C.
sebaliknya walau banyak jenis spora mati jika direbus pada 99,5°C selama
15-20 menit, spora klostridium tetani tahan panas dan dapat bertahan
walaupun direbus sampai 90 menit.
Karena titik didih air 1,1°C lebih rendah pada setiap 1.000 kaki dari
permukaan laut, sebaiknya merebus atau mengukus alat untuk DDT
sekurang-kurangnya 20 menit dan dapat mencapai batas keamanan
untuk ketinggian yang bervariasi sampai 5.500 meter.

Perebusan atau pengukusan


Perebusan/pengukusan menggunakan energi panas untuk membunuh
mikroorganisme. Pengukusan memiliki keunggulan untuk proes akhir
sarung tangan dan alat-alat lain dan. Cara ini mengurangi perusakan dan
lebih efektif dari sudut biaya. Misalnya, hanya diperlukan 1 liter air untuk
megukus sedangkan butuh 4-5 liter air untuk merebus. Perubahan warna
alat karena kalsium dan logam berat lain yang terdapat pada air pipa
tidak terdapat pada penguapan karena uap air hanya mengandung
molekul air murni. Walaupun perebusan dan pengukusan sama-sama
mudah dilakukan, pengeringan sarung tangan yang direbus tidak praktis
karena kontaminasi susah dicegah. Dengan pengukusan, sarung tangan
tidak perlu dikeringkan diluar karena ini tetap berada dalam kukusan
sehingga kemungkinan terkontaminasi kurang.
Kekurangan pengukusan adalah kukusan yang tersedian umumnya kecil,
sehingga hanya cukup untuk alat-alat dalam jumlah terbatas. agar cukup
efektif,kukusan bagian bawah harus diisi air yang cukup sehingga pada
proses penguapan,airnya tetap mendidih. Sebaliknya, dandang yang
cukup besar lebih mudah digunakan untuk peralatan ;ogam dan tidak
perlu dipantau sepanjang waktu. Beberapa keuntungan dan kerugian
perebusan dan penguapan terhadap DDT kimia yaitu:
Keuntungan: murah,mudah diajarkan pada petugas kesehatan,tidak
memerlukan bahan kimiawi atau larutan khusus dan sumber panas
tersedia dimana-mana.
Kerugian: waktu pemrosesan harus diatur dengan seksama(sekali mulai
tidak boleh menambahkan air atau alat-alat lain),onjek tidak dapat dipak
sebelum diDDT sehingga kemungkinan kontaminasi lebih besar dan
sumber minyak diperlukan.

Disinfeksi tingkat tinggi dengan merebus


Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk DDT
alat-alat dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air
akan membunuh semua bakteri vegetatif, virus,ragi dan jamur,tetapi
tidak membunuh semua endospora.
Instruksi untuk DDT dengan perbusan:
Langkah 1: dekontaminasi den bersihkan semua alat yang akan diDDT.
Langkah 2: semua alat harus terendam dalam air. Atur permukaan air
sekurangnya 2,5cm air diatas alat. Pastikan semua wadah dan mangkok
yang akan direbus telah terpenuhi air.
Langkah 3: tutup rapat dan biarkan air mendidih serta berputar(kurangi
panas pada perebusan karena akan memboroskan minyak dan dapat
merusak alat).
Langkah 4: mulai mencatat waktu. Proses DDT waktu dicatat setelah air
mendidih.
Langkah 5: rebus alat-alat selama 20 menit.

Ingat: perebusan yang baik cukup dapat mencegah rusaknya alat-alat


atau tempat merebus. Suatu studi menyatakan bahwa suhu bagian dalam
kanula plastik mencapai suhu 96-98 dalam waktu kurang 1 menit. Maka
untuk bahan-bahan yang dapat terapung tidaklah perlu terendam untuk
mencapai DDTasalkan wadah pot tertutup rapat dengan penutupnya.
TIPS MEREBUS
 Rebus selama 20 menit dalam tempat merebus yang tertutup.
 Mulai catat sewaktu air mendidih
 Alat-alat logam harus terendam sempurna
 Jangan tambahkan sesuatu kedalam pot sesudah mulai pencatatan
waktu.

Langkah 6: setelah merebus,pindahkan alat-alat dengan cunam yang


telah diDDT lebih dahulu.
Langkah 7: pakailah alat-alat dan benda lain segera atau simpan dalam
kontainer yang telah diDDT/ sarung tangan DDT dan tertutup rapat, jika
kontainer basah,ganti dengan yang kering dan dapat tertutup rapat.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, masalah pengapuran dapat


dikurangi:
Langkah 1: rebus air 10 menit setiap hari sebelum dipakai agar endapan
dalam air akan mengendap sebelum alat-alat digunakan.
Langkah 2: pakai air yang sama sepanjang hari; tambah seperlunya agar
alat-alat terendam 1 inci dibawah permukaan air.
Langkah 3: keringakan dan bersihkan pot setiap haru setelah pekerjaan
selesai untuk membuang pergerakan.

Disinfeksi tingkat tinggi dengan pengukusan

Pengukusan sarung tangan bedah sebagai langkah akhir dalam


pemrosesan sarung tangan dilakukan sejak lama diIndonesia dan negara
Asean lainnya. Penelitian mcIntosh dkk(1944) membuktikan efektivitas
proses ini. Kukusan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas : panci
bawah(berdiameter ± 31cm untuk merebus air), 1/2/3 panci berlubang-
lubang didasarnya untuk melewatkan uap keatas dan air kembali
kebawah dan terakhir tutup panci.
Ada 2 jenis percobaan untuk menentukan apakah sarung tangan dan
benda-benda lain dapat di-DDT menggunakan proses ini yaitu:
Pada percobaan pertama, pengukur suhu ditempatkan didalam sarung
tangan pada setiap panci dan perubahan suhu dicatat. Jika terdapat 5 – 15
pasang sarung tangan yang diletakkan pada setiap panci, suhu akan
mencapai 96-98 C kurang dari 4 menit dipanci bawah dan tengah dan
dalam 6 menit dipanci atas. Sesudah itu suhu akan menetap selama 20
menit selanjutnya.
Pada percobaan selanjutnya, sarung tangan baru yang telah
terkontaminasi dengan stafilokokus epidermidis,stafilokokus aureus,
P.aeruginosa dan K. Albikans,B. Subtilis,serta B.stearotermofilus,
diletakkan pada ketiga panci dan dikukus selama 20 menit. Kemudian
keluarkan dari panci, diinkubasi selama 24 jam dalam media steril dan
ditanam dalam media agar.

Instruksi DDT dengan pengukusan

Langkah 1: tempatkan instrumen, kanula AVM plastik dan alat-alat lain


disalah satu panci yang ada lubang didasarnya.
Langkah 2: ulangi proses ini sampai ketiga panci terisi. Letakkan semua
panci diatas panci bawah untuk dididihkan. Sebuah panci kosong tanpa
lubang disiapkan disamping sumber panas.
Langkah 3: tutup panci dan didihkan sampai air mendidih.
Langkah 4: waktu uap mulai keluar diantara panci dan tutup, mulai
mencatat waktu/menulis waktu dimulainya DDT
Langkah 5: kukus selama 20 menit
Langkah 6: angkat panci atas dan tutup panci berikutnya. Guncangkan
panci agar air turun dari panci.
Langkah 7: tempatkan panci yang baru diangkat keatas panci yang
kosong. Ulangi untuk semua panci.
Langkah 8: biarkan alat-alat menjadi kering dalam panci(1-2 jam)
sebelum dipakai.
Langkah 9: dengan menggunakan penjepit yang DDT, pindahkan alat-
alat kering kedalam kontainer yang kering dan telah di DDT,bertutup
rapat. Alat-alat disimpan dalam panci uap yang tertutup sebelum
digunakan.
Ingat: yakinkan bahwa terdapat cukup air dibagian bawah panci untuk
seluruh pengukusan selama 20 menit

Disinfeksi tingkat tinggi dengan bahan kimiawi

4 disinfektan yang secara rutin digunakan sebagai disinfektan tingkat


tinggi yaitu klorin,glutaral heldid,formalhedid dan peroksid. Pemilihan
disinfektan tingkat tinggi didasarkan pada sifat benda yang akan
didisinfeksi, daerah yang digunakan,dan petugas yang terampil dalam
tindakan ini.
Catatan: DDT dengan bahan kimiawi tidak dianjurkan pada jarum dan
semprit,karena sisa bahan kimia dapat tertinggal dalam jarum tsb.
Keuntungan dan kerugian menggunakan disinfektan tingkat tinggi adalah:
- Larutan klorin bereaksi cepat dan sangat efektif pada
HBV,HBV,HIV/AIDS serta murah dan mudah didapat. Kerugian utamanya
adalah larutan klorin > 0,5 % dapat merusak logam. Masalah korosi dapat
dikurangi jika benda-benda tersebut dibilas dengan air matang dan
dikeringkan segera. Walaupun larutan klorin untuk DDT dapat berubah
jika tidak tertutup,larutan untuk DDT hanya perlu dibut jika larutan tsb
sudah keruh. Catatan: larutan klorin 0,1% cukup efektif dan tidak
merusak alat.
- Formalhedid juga murah dan tersedia dimana-mana,efektif tetapi
baunya sangat merangsang dan bersifat sangat iritatif dan berpotensi
menyebabkan karsinogen.
- Glutaralheldid kurang iritatif dibandingkan dengan formalhedid
tetapi staf dan klien perlu dilindungi dari uapnya sewaktu mencampur dan
menggunakan larutan ini. Gunakan pada tempat yang memiliki ventilasi
yang baik,pakai sarung tangan,pelindung mata dan batasi waktu paparan.
- Hidrogen perokside tersedia dimana-mana dan lebih murah dari
pada disinfektan lainnya. Larutan ini digunakan sebagai antiseptik,tetapi
tidak dapat digunakan sebagai disinfektan. Kerugian utama adalah sangat
korosif.
Alkohol dan Iodofor

Walaupn murah dan tersedia dimana-mana, bahan ini tidak digolongkan


dengan disinfektan tingkat tinggi. Alkohol tidak dapat membunuh dan
menghambat beberapa virus. Spesies pseudomonas dapat berkembang
dalam iodofor. Kedua bahan ini hanya digunakan jika disinfektan yang
diuraikan diatas tidak tersedia.
Langkah-langkah pada DDT dengan bahan kimiawi:
- Dekonaminasi alat-alat dan benda-benda lain yang terkontaminasi
darah dan duh tubuh,bersihkan dan keringkan sebelum ditempatkan
dalam larutan disinfektan.
- Cemplungkan semua benda dalam DDT
- Kocok selama 20 menit
- Pindahkan alat-alat dengan menggunakan cunam/sarung tangan
DDT/steril
- Bersihkan dengan air matang 3x dan keringkan diudara
- Segara dipakai atau disimpan dalam kontainer kering dan telah
diDDT
Penyimpanan disinfektan
- Disinfektan kimiawi harus disimpan ditempat yang gelap dan dingin
- Jangan disimpan dibawah cahaya matahari/panas yang berlebihan
Pembuangan kontainer kimia habis pakai
- Kontainer kaca dapat dicuci dengan sabun,dibilas,dikeringkan dan
digunakan kembali atau dapat dibilas 3x dengan air kemudian dikubur
- Kontainer plastik yang digunakan untuk bahan-bahan toksik haris
dibilas 3x dengan air lalu dikubur tau dibakar
Pembuangan bahan-bahan kimia habis pakai

Buang dalam sistem pembuangan umum misalnya WC,siram dengan air


secukupnya.
Bahan-bahan yang tidak dapat digunkan sebagai disinfektan

Berbagai macam antiseptik tidak tepat jika digunakan sebagai disinfektan.


Walaupn antiseptik adekuat untuk membersihkan kulit sebelum prosedur
pembedahan,mereka tidak tepat untuk mendisinfeksi alat-alat dan sarung
tangan bedah.
Antiseptik yang tidak dapat digunakan sebagai disinfektan:
derivat-derivat akridin(getian violet),sentrimide(cetalvon),sentrimide
dengan klorheksidin
glukonat(savlon),chlorinatedlime/asamborak(eusol),klorheksidin
glukonat(hibiscrub,hibitane),kloroksilenol(dettol),heksaklorofen(phisohex)
dan mercury compounds(toksik tidak dianjurkan sebagai antiseptik
ataupun disinfektan).

5.1.5 Pemrosesan Linen


Definisi
 Deterjen. Bahan pembersih yang membuat antimikrobial
hilang.Deterjen(cair atau bubuk) komposisinya terdiri dari hidropilik (larut
dalam air) dan lipolik (melarutkan lemak)dan terbagi menjadi empat
jenis;aniotik,ampoterik,dan deterjen nonionik.
 Linen. Bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas
perawatan kesehatan oleh staf rumah tangga(kain tempat tidur dan
handuk),sataf pembersih(kain pembersih,gaun dan kap),personel bedal
(kap,masker,baju cuci,gaun bedah,drapes dan pembungkus),serta staf di
unit khusus seperti ICU unit-unit lain yang melakukan prosedur medik
invasif (seperti anestesiologi,radiologi,atau kardiologi).
 Linen kotor atau yang terkontaminasi(istilah digunakan
bergantian). Linen dari berbagai sumber dirumah sakit atau klinik yang
dikumpulkan dan dibawah ke londri/binatu untuk diproses.Semua bahan
tidak peduli kelihatannya kotor atau sudah dipakai dala prosedur
bedah,harus dicuci dan dikeringkan.Sekalipun masih terbungkus dan
belum dipakai, kain steril harus dicuci sebelum melakukan sterilisasi(lihat
Bab 5)
 Pemilihan (sorting). Proses pemisahan dan pengeluaran benda
asing kadang-kadang benda berbahaya(seperti; benda tajam,pecahan
gelas) dan linen kotor sebelum pencucian.Langkah ini sangat penting
karena linen kotor dari kamar bedah atau klinik kadang-kadang
mengadung benda-benda tajam (seperti skalpel,gunting tajam,jarum sutik
dan jahit,dan jepitan handuk).
 Perlukaan kerja atau infeksi. Suatu perlukaan atau infeksi yang
didapat oleh staf pelayanan kesehatan selagi melakukan tugasnya yang
biasa.
 Sabun dan deterjen (istilah digunakan bergantian). Produk
pembersih (batangan,cair dan bubuk) yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu mengeluarkan kotoran,debu dam
mikroorganisme sementara dari tangan.Sabun biasa memerlukan
gosokan sampai menghilangkan mikroorganisme secara mekanis. Sabun
anti septik(antimikrobial) juga membunuh atau menghambat
pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme.
Memproses linen
Memproses linen terdiri dar semua langkah yand diperlukan untuk
mengumpulkan,membawa dan memilih (menyortir) linen kotor dan
membinatu (mencuci,mengeringkanmelipat, atau membungkus),
kemudian menyimpan dan mendistribusikannya.Memproses linen secara
aman dari berbagai sumber merupakan suatu proses yang rumit. Prinsip-
prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Tabel 13-1. Staf
yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor
harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau
sarung tangan rumah tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh
jarum atau benda tajam,termaksut pecahan gelas(lihat Bab 4). Staf yang
bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai
sarung tangan rumah tangga,alat pelindung mata,dan apton plastik atau
karet.

Tabel 13-1. Prinsip dan Langkah Utama dalam Memrose Linen


 Staf rumah tangga dan binatu harus memakai sarung tangan dan
alat pelindung pribadi lainnya apabila
mengumpulkan,menagani,membaa ,memilih, dan mencuci linen kotor
 Kalu mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sesedikit
mungkin dan dengan kontak minimum untuk mencegah perlukaan dan
penyebaran mikroorganisme
 Anggap semua bahan kain (umpamanya kain bedah, gaun, dan
pembungkus) yang telah dipakai untuk suatu prosedur sebagi infeksius.
Sekalipun tidak tampak adanya kontaminasi, bahan itu harus dibinatu.
 Bawa linen kotor dalam kontainer yang tertutup atau kantong
plastik untuk mencegah keterceceran, dan batasi linen kotor itu dalam
area tertentu sampai dibawah ke ninatu
 Pilih dengan hati-hati semua linen di area binatu sebelum dicuci.
Jangan muali memilih (presort) atau mencuc linen pada saat mau
dipakai

Penggunaan perlengkapan perlindungan diri


Tabel 13-2 adalah daftar perlengkapan perlindunga diri (PPD) yang
dipakai staf dalam melakukan berbagai tugas yang berhubungan dengan
pemrosesan linen.
Tabel 13-2. Perlengkapan Perlindungan Diri yang Dianjurkan
dalam Pemrosesan Linen
Jenis PPD Kapan Dipakai
Sarung tangan(lebih baik  Menangani larutan
sarung tangan yang disinfektan
digunakan dalam rumah  Mengumpulkan dan
tangga) dan sepatu tertutup menangani linen kotor
yang melindungi kaki dari  Membawa linen kotor
kejatuhan benda(tajam),  Memilih linen kotor
darah yang terciprat, dan  Mencuci linen kotor
duh tubuh. dengan tangan
 Memasukkan linen ke
dalam mesin cuci
 Memilih kain kotor
Apron plastik atau karet dan
 Mencuci linen kotor
kaca mata pelindung
dengan tangan
 Memeasukkan linen
kedalam mesin cuci

Mengumpulkan, membawa, dan memilih linen


Setelah prosedur medis dan bedah invasif atau selagi mengganti
linen dikamar pasien:
 Kumpulkan linen bekas pakai dalam kantong kain,kantong plastik,
atau kontainer yang ada tutupnya. Kalau linen terkontaminasiberat
dengan darah atau cairan tubuh,dengan hati-hati gulungkan area area
yang terkontaminasi itu ke pusat linen dan tempatkan dalam kantong
yang tahan bocor atau kontainer dengan penutup.
 Kantong kain biasanya cukup untuk kebanyakan linen untuk
merawat pasien.Kantong memerlukan proses yang sama seperti isinya.
 Tangani linen kotor sesedikit mungkin dan jangan dikocok untuk
mengurangi penyebaran mikroorganisme ke sekitarnya, personel, dan
pasien lain.

 Tidak perlu memakai kantong dobel atau menggunakan pelindung


lain untuk membawa linen dari pasien yang diisolasi.
 Jangan memilih atau mencuci linen kotor di area perawatan
pasien(CDC 1998;OSHA 1991)
 Kumpulkan dan bawa linen kotor sesuai setiap prosedur,setiap
hari,atau kalau diperlukan dari kamar pasien
 Bawa linen kotor yang terkumpul dalam kantongtahan bocor,
kontainer dengan penutup, atau kereta yang tertutup ke area
pemprosesan setiap hari atau lebih sering sebagaimana diperlukan.
 Bawa kain kotor dan kain bersih secara terpisah.Kalau ada kereta
atau kontainer lain untuk linen kotor dan bersih harus ditandai dengan
sangat jelas. Kalau tidak,bersihkan seluruh kontainer dan kereta yang
dipakai untuk membawa linen kotor sebelum dipakai untuk membawa
linen bersih.

Memilih linen kotor


Area untuk memroses linen kotor harus terpisah dari are lainnya seperti
yang dipakai untuk melipat dan memilih linen bersih, area perawatan
pasien dan area penyediaan makanan. Di samping itu, harus cukup
ventilasi dan pembatas fisik (dinding) antara area linen bersih dan linen
kotor.
Pemilihan linen secara aman itu penting sekali.Pemilihan harus dilakukan
secara cermat karena linen yang kotor (duk yang lebar dan duk
kecil/lap/handuk) dari kamar bedah atau area prosedur lainnya tidak
jarang mengandung barang tajam(misalnya skalpel,gunting tajam,jarum
suntik dan jahit,dan jepitan handuk yang tajam). Selain itu,dari
pembersihan kamar tidur pasien dapat di peroleh kasa yang kotor atau
terkenah darah atau dibasahi dengan cairan tubuh lainya.Barang-barang
ini harus ditangani secara cermat dengan memakai sarung tangan
pelindung, alat pelindung mata,dan arpon plastik atau karet, dan harus
dibuang sepatutnya. Walaupun jarang, infeksi yang berhubungan dengan
pemilihan dihubungkan dengan gagal mencuci tanga dan penggunaan
PPD sepatutnya (McDonald 2002).

Linen kotor dapat juga mengandung bahan yang tidak infeksius seperti
gigi palsu,gelas kaca mata,dan alat bantu mendengar. Bahan-bahan ini
tidak mengancam terjadinya infeksi dan tidak perlu ditangani secara
khusus.
Mencuci linen
Mencuci dan Mengeringkan
Semua bahan linen(misalnya seprei,kain bedah, masker,gaun) yang
bersinggungan langsung dengan pasien hrus dicuci secara seksama
sebelum dipakai lagi. Dekontaminasi sebelum mencuci tidak diperlukan,
kecuali linen itu kotor sekali dan

akan dicuci dengan tangan(berulang merendam linen dalam klorin,


bahkan dengan larutan encer sekalipun dapat merusak kain lebih
cepat).Tanggung jawab staf dalam mencuci linen dalam tangan adalah
menggunakan PPD sebagaiman tercantum dalam Tabael 13-2.Selain itu,
para ekerja jangan membawa linen basah dan kotor dengan menyentuh
badannya sekalipun mereka memakai apron plastik atau karet.

Mencuci dengan tangan


Langkah 1: Cuci linen yang kotor sekali terpisah dengan linen yang tidak
kotor.
Langkah 2: Cuci semuanya dengan air dengan sabun cair untuk
mengeluarkan kotorannya, bahkan kalu tidak tampak sekalipun:
 Pakai air hangat kalau ada.
 Tambahan pemutih(misalnya, 30-60 ml,kira-kira 2-3 sendok meja
,dari larutan klorin 5%) untuk membantu membersihkan dan tindakan
terhadap bakteri.
 Tambahan asam (asam yang lemah) untuk mencegah linen jadi
kuning, kalu diinginkan.

Langkah 3: Perikas kebersihan cucian.Cuci ulang kalu ternyata masih


kotor atau bernoda.
Langkah 4: Bilas cucian itu dengan air bersih.

Mencuci dengan mesin


Langkah 1: Cuci linen yang kotor sekali terpisah dari linen yang tidak
kotor.
Langkah 2: Sesuaikan suhu dan siklus waktu dari mesin menurut
instruksi pabrik dan jenis sabun atau sabun pencuci lainnya yang akan
dipakai.Baik siklus mencuci dingi maupun panas dengan pemutih
menurunkan jumlah bakteri pada linen.

Mencuci dengan air panas


 Gunakan air panas di atas 71˚c dan sabun untuk membantu
melepaskan kotoran.
 Tambahkan pemutih dan asam seperti diatas.
 Sesuaikan siklus waktu mesin menurut instruksi pabrik.

Langkah 3: Kalau siklus mencuci setelah lengkap,periksa kebersihan


linen.Cuci ulang kalau masih kotor atau bernoda. Linen yang kotor sekali
memerlukan cuci ulang.
Mengeringkan, Memeriksa dan Melipat Linen
Baik pencucian dengan tangan maupun dengan mesin,langkah-
langkahnya sama.
Langkah 1: Keringkan di udara atau dengan mesin sebelum diproses
selanjutnya.Keringkan diudara dibawah matahari,apabila mungkin linen
jangan sampai menyentuh tanah, jaukan dari debu dan uap.
Langkah 2: Setelah bahan linen seluruhnya kering,periksa adanya
lubang dan area yang usang.Kalau ada, bahan itu harus dibuang atau
diperbaiki sebelum dipakai lagi atau disimpan.(Kalau berlubang atau
banyak area yang harus diperbaiki,bahan itu jangan dipakai lagi sebagai
drape.Bahan dapat dipotong-potong kecil dan digunakan sebagai lap
pembersih).

Membuat standar akan membantu menentukan kapan drapes


atau pembukus linen harus dibuat menjadi lap.Umpamanya,
suatu drape jangan memiliki area lebih dari 5 per 1 foot (12 inci)
persegi atau 20% dari drape tertutup tambalan.Tambalan harus
dihindarkan karena akan menambah ketebalan linen dan
mengurangi tembusan uap klau diperlukan sterilisasi

Langkah 3: Linen yang bersih dan kering harus disetrika sejauh


diperlukan dan dilipat, kalau drepe bersih dan kering dapat
diterima,drape itu dapat disetrika sebelum ditempatkan dalam rak atau
dalam kontainer untuk disimpan.
Kalau linen yang steril diperlukan siapkan dan sterilkan pak
pembungkus seperti dibicarakan dalam Bab 11 dan Lampiran G.
Panduan yang dianjurkan untuk memrose linen kotor diiktisarkan dalam
Tabel 13-3.

Menyimpan, Membawa, dan Mendistribusikan Linen Bersih


Menyimpan Linen Kering
 Simpan linen bersih dalam area penyimpanan tertutup yang bersih.
 Gunakan penghalan fisik untuk memisahkan kamar melipat dan
penyimpanan dari area kotor.
 Rak harus bersih.
 Linen yang disimpan ditangani sesedikit mungkin.
Membawa Linen Bersih
 Linen bersih dan kotor harus dibawah terpisah.
 Kontainer atau kereta yang dipakai membawa linen kotor harus
dibersihkan dengan seksama sebelum digunakan untuk membawa linen
bersih.Kalau kontainer dan kereta yang berbeda digunakan untuk
membawa linen bersih dan kotor, harus dipasang label.
 Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untk
mencegah kontaminasi
Mendistribusikan Linen Bersih
 Lindungi linen bersih sampai dibawa untuk digunakan.
 Jangan meninggalkan linen ekstra di kamar pasien.
 Tangani linen bersih sesedikit mungkin.
 Jangan menyebutkan linen bersih karena akan mengeluarkan debu.
 Bersihkan kasur kotor sebelum menaruh lnen bersih diatasnya.

Tabel 13-3 Panduan Untuk Memroses Linen dan Perlengkapan


Pelindung Diri

Disinfeks
Sterilisa
Bahan Dekontaminasi Pembersihan i Tingkat
si
Tinggi

Kaca mata Lap dengan Cuci dengan Tidak Tidak


pelindungda arutan klorin sabun cair perlu perlu
n penutup 0,5% setelah dan air. Bilas
wajah setiap prosedur dengan air
atau kalau bersih,kering
tampak kotor. kan di udara
atau handuk,
setelah
setiap
prosedur
atau kalau
tampak Tidak Tidak
Linen kotor. perlu perlu
(Kap,masker, Tidak perlu(staf
baju binatu harus Cuci dengan
cuci,gaun memakai sabun cair
penutup) gaun,sarung dan air untuk
tangan,sepatu menghilangk
tertutup,dan alat an semua
pelindung mata partikel
kalau menangani kotoran.Bilas
linen kotor). dengan air
bersih,kering
kan diudara
atau dengan
mesin.Pakaia
n yang
dikeringkan
diudara
dapat
disetrika
sebelum
Apron Lap dengan dipakai. Tidak Tidak
(plastik atau larutan klorin perlu perlu
karet yang 0,5% bilas
berat) dengan air Cuci dengan
bersih.Pada sore sabun cair
hari atau kalau dengan
tampak kotor. air.Bilas
dengan air
bersih,kering
kan diudar
atau dengan Tidak Tidak
handuk.Pada perlu perlu
sore hari
Lap dengan atau kalau
Alas larutan klorin tampak
kaki(sepatu 0,5% bilas kotor.
karet atau dengan air
sepatu bot) bersih.Pada sore Cuci dengan
hari atau kalau sabun cair
tampak kotor. dengan
air.Bilas
dengan air
bersih,kering Tidak Lebih
kan diudar Praktis diingink
atau dengan an
handuk.Pada
Tidak perlu.(Staf sore hari
Gaun Binatu harus atau kalau
bedah,duk memakai tampak
linen dan apron/celemek,s kotor.
pembungkus arung tangan,
dan alat Cuci dengan
pelindung mata sabun cair
sewaktu dengan
menangani linen air.Bilas
kotor). dengan air
bersih,udara
h atau mesin
Kertas atau Tempatkan pengering
plastik dalam kontainer sesudah
sampah yang dipakai
tahan bocor atau
kantong plastik
untuk dibuang.

²Jika air kran terkontaminasi, gunakan air yang dimasak selama 10 menik
setelah mendidih dan saring untuk menghilangkan partikel (jika perlu),
atau gunakan air yang sudah dicampur klorin air yang sudah diolah
dengan melarutkan kaporit (sodium hipoklorit) untuk membuat kosentrasi
0,001% (lihat Bab 26)
5.1.6 Pemrosesan Ulang Alat Sekali Pakai
Definisi
 Daur ulang. Proses fisik dan / atau kimiawi yang menggunakan
bahan dasar suatu produk (misalnya kertas koran, aluminium dari kaleng
minuman, atau plastik dari semprit suntikan) untuk digunakan kembali
sebagai produk baru atau produk lain.
 Pemrosesan ulang. Dekontaminasi, rakit ulang, pembersihan,
inspeksi, penyajian, pembungkusan, pelebelan kembali, dan sterilisasi
atau DTT alat yang telah dipakai pada pasien. Pemrosesan ulang
dilakukan pula pada alat yang telah dipakai pada pasien, tetapi
dikeluarkan dari bungkusan atau telah kadaluarsa.

Pemrosesan ulang peralatan sekali pakai


Penggunaan peralatan (sekali pakai) telah meningkat secara tetap dalam
tahun belakangan ini di hampir semua negara, khususnya di Amerika dan
Eropa. Tabel 14-1 menunjukan jumlah sampah yang dihasilkan dari alat
sekali pakai yang sering digunakan di rumah sakit kelas menengah di
Jerman (Wenzel 1993). Sebagian besar sampah ini menghasilkan
tambahan polusi lingkungan dan dari perspektif pencegahan infeksi tidak
perlu. Contohnya, kemungkinan terkena infeksi dari piring yang
digunakan oleh pasien dengan infeksi pernapasan akut atau infeksi
gastrointestinal adalah kecil sekali.
Tabel 14-1 . Sampah yang Dihasilkan dari Alat Sekali Pakai Setiap Tahun
Peralatan Jumlah Sampah
sekali pakai (Ion) (%)
Mangkuk 251.000 5,6 8
bengkok
Sarung tangan 2.100.000 19,4 28
Duk bedah 54.000 6,7 9
Handuk 194.000 7,0 10
pembesih
Semprit 2.600.000 17,8 25
Peralatan 388.000 6,1 9
makan
Peralatan lain 7,9 11
Total 70,5 100%
Sumber : Daschner 1993
Seperti ditunjukan dalam tabel 14-2, banyak peralatan yang dapat
digunakan kembali (misalnya mangkuk bengkok logam) dapat secara
aman menggantikan peralatan sekali pakai dan saat ini mulai banyak
dipakai, termasuk di Amerika Serikat. Faktor hambatan keuangan,
pengurangan anggaran, manajemen pelayanan, dan data pendukung
pemakaian ulang peralatan yang aman merupakan kekuatan pendorong
di belakang gerakan untuk menggantikan atau memakai ulang peralatan
sekali pakai. Kenyataannya, di Amerika Serikat diperkirakan pemrosesan
ulang dapat menghemat 700 juta dolar setiap tahunnya apabila fasilitas
kesehatan mengambil peluang penuh dalam praktik pemakaian ulang
(Hawkins 1999; Selvey 2001).

Tabel 14-2. Peralatan Sekali Pakai dan Alternatifnya


Alat Alternatif
Kantong ambu sekali pakai Kantong ambu pakai ulang bisa
dipakai sampai 8 tahun
(harganya mahal, memerlukan
biaya proses ulang, tetapi tidak
menjadi sampah untuk waktu
yang lama.)
Sirkuit ventilasi sekali pakai Sirkuit ventilasi pakai ulang
Pakaian bedah sekali pakai Pakaian pakai ulang
Alat makan sekali pakai Alat makan pakai ulang, keramik
atau logam.
Popok sekali pakai (untuk tua Popok pakai ulang.
dan muda)
Bantal sekali pakai Bantal pakai ulang
Pispot sekali pakai Pispot plastik atau logam pakai
ulang, atau pispot kertas muda
larut.
Wadah urin sekali pakai Wadah urin plastik atau logam
pakai ulang.
Mangkuk emesis sekali pakai Mangkuk emesis plastik atau
logam pakai ulang.
Mangkuk cuci sekali pakai Mangkuk cuci plastik atau logam
pakai ulang.
Mangkuk sekali pakai Mangkuk plastik atau logam
pakai ulang.
Lap cuci sekali pakai Lap cuci pakai ulang.
Poci dan cangkir sekali pakai Poci dan cangkir pakai ulang
Situasi di banyak negara berkembang, adalah sangat berbeda.
Kebanyakan instrumen medis sekali pakai tidak pernah tersedia karena
harganya mahal dan sangat sulit untuk dibuang secara aman, khususnya
benda plastik. Ada dua pengecualian yaitu sarung tangan bedah sekali
pakai serta semprit (plastik) sekali pakai dan jarum suntik, yang dengan
cepat telah menggantikan produk pakai ulang. Seperti digambarkan
dalam Tabel 14-1, ke dua alat ini saja menghasilkan sampah rumah
sakit kelas menengah terbanyak – faktanya lebih dari 50 %.
Tidak seperti di Amerika Serikat, pemrosesan ulang sarung tangan bedah
lateks merupakan praktik standar dan tersebar luas pada sebagian besar
negara karene :
 Suplai sarung tangan sekali pakai seringkali tidak mencukupi dan
persediaannya sangat terbatas
 Pemrosesan ulang tidak sulit dan tidak mahal, karena tersedianya
buruh berupah rendah dimana-mana
 Sarung tangan bedah yang diproses ulang dapat digunakan tidak
hanya pada ruang bedah, tetapi juga sebagai sarung tangan pemeriksaan,
dimana umumnya terdapat suplai yang sedikit, untuk kegiatan perawatan
pasien semi dan nonkritis.

Pemrosesan ulang sarung tangan bedah sekali pakai


Risiko dalam pemrosesan ulang adalah bila sarung tangan yang
digunakan kembali terdapat lubang dan sobekan yang tidak terlihat
dibandingkan dengan sarung tangan baru. Akibatnya, si pemakai tidak
terlindungi dengan baik. Tetapi seperti telah dijelaskan dalam Bab 7,
meskipun ahli bedah menggunakan sarung tangan baru, kemungkinan
terkena kontak tangan-darah adalah sekitar 14% (Tokars dkk 1995), dan
peraturan tentang standar kebocoran “yang akseptabel” sarung tangan
berbahan karet lateks berkualitas tinggi hanya sekitar 4%. Memakai
sarung tanga baru, tidaklah menjamin tangan akan terbebas dari
kontaminasi darah atau cairan tubuh, meskipun tidak terdapat lubang
atau sobekan. Terlebih lagi, seperti dikemukakan pada Bab 7, memakai
sarung tangan rangkap dengan sarung tangan baru dipandang lebuh
cepat, karena mengurangi risiko penularan terhadap HIV dan HCV di
banyak negara. Dengan demikian, sterilisasi (otoklaf) atau penguapan
(disinfeksi tingkat tinggi) pada sarung tangan bedah yang sebelumnya
telah didekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, dapat
menghasilkan produk yang dapat diterima dan saat dikombinasikan
dengan sarung tangan rangkap, menunjukan biaya yang efektif dan tepat
penggunaan kembali peralatan sekali pakai.

Pada Lampiran C, panduan dan instruksi rinci diberikan untuk


pemrosesan ulang sarung tangan bedah.
Daur ulang atau pemrosesan ulang semprit (plastik) dan jarum
hipodermik
Di negara-negara dengan sumber terbatas, praktik mengumpulkan,
menjual dan menggunakan kembali semprit dan jarum hipodermik
merupakan hal yang sudah lama berlangsung sebagai akibat masalah
kelangkaan dan ekonomi. Malangnya orang-orang yang bertugas
menggunakan alat-alat ini, demikian pula pasien yang membeli barang-
barang lebih murah ini, berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi
dengan patogen darah. Sampai kini, upaya mengurangi praktik ini secara
umum belum berhasil.

Sebagian besar negara berkembang menghadapi berbagai masalah dan


kekurangan darah. Dalam keadaan demikian, solusi masalah ini yang
memerlukan berfungsinya sistem pengelolaan sampah medik tampaknya
belum akan terlaksana dalam waktu dekat ini. (Mujeeb dkk 2003). Jadi
alternatif yang mempertimbangkan nilai dari sampah bekas tampaknya
lebih bakal menyelesaikan masalah serius ini. Opsi potensial adalah
membuang jarum sesudah didekontaminasi dan mendaur ulang atau
memroses ulang semprit plastik sesuai dengan praktik pencegahan
infeksi.
1. Daur Ulang Semprit Sekali Pakai
Daur ulang adalah alternatif baru dan potensial yang cocok untuk fasilitas
dengan sumber terbatas. Alternatif lain adalah insenerasi, enkapsulasi,
dan dikubur (Bab 8). Di banyak negara, daur ulang plastik adalah sistem
industri besar. Di negara berkembang, daur ulang sampah dilakukan
teratur di industri plastik dan tidak diatur.
Dari alternatif tersebut, daur ulang tampaknya lebih praktis. Insenerasi
menghasilkan emisi toksik, termasuk polutan organik resisten dalam hal
pembakaran suhu rendah dan mahal. Enkapsulasi dan penguburan tidak
saja mahal, tetapi juga tidak mengurangi volume sampah. Di samping itu,
tidak seperti daur ulang, tidak ada yang dapat menghasilka dana.

Agar daur ulang semprit (pemrosesan ulang juga) aman, petugas


kesehatan harus secara konsisten melakukan dekontaminasi pada jarum
dan semprit sesudah dipakai (Lampiran D). Melakukan dekontaminasi
dengan benar memberikan perlindungan kepada staf utamanya tenaga
rumah tangga dan pemeliharaan dari penyakit-penyakit mengancam
hidup seperti HIV dan infeksi virus lainnya. Juga, jika jarum dan semprit
dan kontainer benda tajam tidak dibuang dengan tepat, risiko akan hilang
jika jarum dan semprit telah didekontaminasi sebelum dibuang. Akhirnya
volume sampah akan dikurangi, biaya pembuangan berkurang, karena
jarum dan semprit yang telah didekontaminasi digolongkan sebagai
sampah noninfeksius. Benda-benda ini dapat dijual untuk daur ulang atau
dibuang sebagai dump.

2. Pemrosesan Kembali Semprit Sekali Pakai (dengan Jarum)


Agar pemrosesan kembali semprit plastik sekali pakai merupakan
alternatif yang visibel secara ekonomis dan praktis, diperlukan
pengawasan sebagai berikut :
 Jarum dan semprit yang steril atau DTT digunakan hanya untuk satu
kali suntikan.
 Sesudah dipakai, semprit dan jarum yang telah dipisahkan
didekontaminasi dan ditempatkan dalam kontainer benda tajam.
 Semprit, sebaiknya jangan tidak diproses sesuai dengan
pencegahan infeksi yang dianjurkan.
Rasional untuk pemrosesan ulang hanya untuk semprit, dan tidak untuk
jarum adalah sebagai berikut :
 Jarum terkontaminasi menyebabkan perlukaan dan sangat berisiko
untuk penyakit mengancam jiwa.
 Jarum sukar dibersihkan dan disterilisasi atau di DTT, tetapi semprit
tidak.
 Semprit plastik, yang banyak terbuat dari polivinil klorida berperan
pada polusi lingkungan jika dibakar walaupun dengan suhu tinggi (NIHE
20012).

Pada Lampiran E, diuraikan panduan dan instruksi rinci untuk


memperoleh keamanan pada :
 Pembuangan jarum dan semprit,
 Pembuangan jarum dan pemrosesan semprit, atau
 Pembuangan jarum dan semprit pada keadaan khusus.

3. Pemrosesan Versus Pembuangan Jarum dan Semprit


Masalah utama pada penggunaan kembali jarum dan semprit adalah
risiko transmisi HIV, HBV dan HCV kepada pasien, jika sesudah pemakaian
tidak diproses dengan benar, atau beberapa suntika diberikan dengan
jarum dan semprit yang sama. (Drucker, Alcabes Marx 2001; Simonsen
dkk 1999). Untuk meminimalkan risiko ini, tahun-tahun terakhir ini
diperkenalkan semprit sekali pakai dan jarum hipodermik, atau yang lebih
baru, jarum autodisabel yang tidak dapat diisi kembali. Jika keadaan
memungkinkan, produk sekali pakai sebaiknya dipakai dan dengan aman
dapat dibuang atau sesudah dikontaminasi.

Peralihan ke sekali buang, atau ke semprit dan jarum autodisabel yang


baru, membutuhkan logistik dan masalah pencegahan infeksi. Misalnya
klinik atau rumah sakit yang hanya memakai semprit sekali pakai atau
autodisabel harus yakin bahwa persediaan setiap saat cukup. Tanpa
pasokan yang terus menerus, pelayanan dapat terganggu. Jika seorang
perempuan datang untuk memperoleh suntikan Depo Provera ternyata
klinik tidak punya semprit, ini akan menjadi masalah. Lebih buruk lagi jika
untuk melanjutkan pelayanan, terpaksa digunakan jarum dan semprit
sekali pakai untuk lebih dari satu pasien.

Masalah lain adalah bagaimana membuang jarum dan semprit secara


aman, baik yang konvensional maupun yang sekali pakai, jika fasilitas
insinerasi, enkapsulasi, atau penguburan tidak tersedia. Di banyak
negara, jarum dan semprit bekas pakai dapat dijumpai di kamar rumah
sakit atau ditumpuk di gudang. Risiko akan meningkat, lebih-lebih jika
jarum dan semprit tersebut untuk dijual, dipakai atau untuk bermain.

Sebagai ringkasan, pemrosesan ulang sekali pakai tidak dilakukan dengan


tepat. Hal ini juga akan mengurangi biaya, karena perlu disediakan
hanyalah jarum yang steril. Pemrosesan ulang semprit juga
menyederhanakan masalah suplai ulang harus kotak jarum steril lebih
kecil, sehingga lebih muda dan lebih muda ditransfer.
Akhirnya, pemrosesan ulang semprit sekali pakai dapat meningkatkan
pendapatan di negara-negara dengan sumber terbatas.
Pemrosesan ulang jarum bekas, menunjukan pemakaian tidak tepat dari
item sekali pakai dan bertanggung jawab untuk infeksi (Kane dkk 1999;
Philips dkk 1971, Simonsem dkk 1999). Pada situasi tersebut, jika itu
adalah satu-satunya pilihan, penting sekali bahwa pemrosesan ulang
dilakukan mungkin semua menggunakan praktik dan proses pencegahan
infeksi yang dianjurkan (Lampiran E).

BAB VI
MELAKSANAKAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Pertemuan Ke - 6
6.1.1. Pencegahan Nosokomial ,Panduan Kewaspadaaan Isolasi
Untuk Rumah Sakit
a. Pencegahan Nosokomial
Defenisi
Infeksi dari laboratorium. Infeksi nosokomial yang berasal dari kegiatan
laboratorium oleh staf, bagaimanapun terjadinya . Infeksi nosokomial
atau infeksi yang didapat dari rumah sakit ( istilah yang digunakan
bertukar – tukar) infeksi yang tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi
pada saat pasien masuk di rumah sakit .(Nosokomial menunjukan
hubungan antara perawatan dan timbulnya infeksi. Itu adalah satu kriteria
berkaitan dengan waktu, bukan hubungan sebab akibat).
Perlukaan atau infeksi karena pekerjaan. Perlukaan atau infeksi yang
didapat oleh staf sewaktu melakukan tugas rutin biasa.
Terkontaminasi. Keadaan dimana terjadi kontak secara aktual atau
potensial dengan mikroorganisme. Dalam pelayanan kesehatan, isitilah ini
umumnya berarti terdapatnya mikroorganisme yang dapat menimbulkan
infeksi atau penyakit.
Frekuensi dan jenis infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia
dan terus meningkat ( Alvarado 2000). Contohnya kejadian infeksi
nosokomial berkisar dari terendah sebanyak 1 % di beberapa Negara
Eropa dan Amerika hingga 40 % di beberapa tempat Asia, Amerika Latin
dan Sub – Sahara Afrika ( Lynch dkk, 1997). Pada 1987, suatu survey
prevelensi meliputi 55 rumah sakitdi 14 negara berkembang pada emapat
wilayah WHO ( Eropa, Mediterania Timur, dan Asia Tenggara, dan Pasifik
Barat) menemukan rata – rata 8,7 % dari seluruh pasien rumah sakit
menderita infeksi nosokomial. Jadi pada setiap saat terdapat 1,4 juta
pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat dirumah
sakit. (Tikhomirov,1987). Pada survey ini frekuensi tertinggi dilaporkan
dari rumah sakit diwilayah Timur Tengah dan Asia Tenggara masing –
masing 11,8 % dan 10 %, ( Mayon – White dkk, 1988). Angka kejadian ini
belum mencerminkan keadaan saat ini, karena pada waktu itu pandemic
HIV/AIDS baru saja mulai. Infeksi tempat pembedahan, infeksi tempat
saluran kencing, infeksi saluran napas bawah (pneumonia) merupakan
jenis utama yang dilaporkan. Urutan ini berbeda dengan yang dilaporkan
di AS, misalnya, infeksi, saluran kencing dan saluran pernapasan, lebih
umum, diikutioleh infeksi tempat pembedahan.
Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan
emosional, dan kadang – kadang pada kasus akan menyebabkan kondisi
kecatatan sehingga menurunkan kualitas hidup.sebagai tambahan,
infeksi nosokomial sekarang juga merupakan salah satu penyebab
kematian ( Ponce –de – Leon 1991). Dampak infeksi nosokomial lebih jelas
di Negara miskin, infeksi. Dampak infeksi nosokomial lebih jelas di Negara
miskin, terutama yang dilanda HIV/ AIDS, karena temuan terakhir
membuktikan bahwa pelayanan medis yang tidak aman merupakan
factor penting dalam transmisi HIV(Gisselquist dkk, 2002).
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah
tersedia, secara relatif murah yaitu:
 Mentaati prektik pencegahan infeksi yang dianjurkan terutama
kebersihan dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan.
 Memperhatikan dengan seksama peroses yang telah terbukti
bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain
yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi, dan
 Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi, dan area beresiko
tinggi lainnya di mana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan
paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi.

b. Panduan Kewaspadaaan Isolasi Untuk Rumah Sakit


Definisi
 Kohor. Menempatkan pasien dengan infeksi aktif yang sama
(misalnya cacar ingin) – tidak ada infeksi lain – di kamar atau ruangan
yang sama.
 Kolonisasi. Organism pathogen (sakit atau penyebab penyakit)
terdapat pada seseorang (dapat dideteksi dengan kultur atau
pemeriksaan sel atau kerusakkan). Kemudian penyebaran organism dari
seseorang dapat menularkan pada orang lain (kontaminasi
silang),khususnya bila mikroorganisme menetap pada seseorang (karier
kronik) seperti HIV, HBV, HCV.
 Infeksi Nosokomial atau Infeksi yang didapat di rumah sakit.
Infeksi yang terjadi atau masa inkubasi waktu pasien berada di rumah
sakit.
 Penularan kontak
Agen infeksi (bakteri, virus atau parasit) ditularkan langsung atau tidak
langsung dari seseorang yang terinfeksi atau koloni seseorang pada
pejamu yang sensitive (pasien), sering melalui tangan petugas kesehatan.
 Penularan melalui percikkan
Kontak pada selaput lendir hidung, mulut atau mata dengan partikel
infeksi ukuran >5 bisa dikeluarkan melalui batuk, bersin, bicara atau
tindakan seperti bronkospi atau pengisapan. Penularan dengen percikkan
melalui kontak tertutup antara sumber dan seseorang yang sensitive
karena penularab melalui udara dan penyebaran dengan jarak dekat 1
meter atau kurang.

 Penularan melalui udara


Kewaspadaan berdasar penularan
Catatan : Isolasi pasien imuno-kompromais seperti AIDS, bukan
merupakan cara efektif untuk mengurangi infeksi silang (Manangan 2001)
Dalam semua situasi, apakah digunakan tersendiri atau
kombinasi, Kewaspadaan Berdasar Penularan harus digunakan
dalam hubungan dengan Kewaspadaan Baku (Garner dan HICPAC
1996)
Kewaspasaan Melalui Udara
Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi penularan nosokomial dari
partikel <5 dapat berada di udara beberapa jam dan dapat menyebar
dengan luas. Mikroorganisme menyebar melalui udara termasuk
tuberkolosis (TB), cacar air (virus valisela) dan campak (rubeola).

Table 21.1. Kewaspadaan Melalui Udara


Perawatan pasien
 Kamar khusus
 Tutup pintu
 Udara di kamar dapat dialirkan keluar (tekanan
negative) menggunakan kipas atau penyaringan udara.
 Jika tidak tersedia kamar khusus, rawat pasien bersama
dengan pasien dengan panyakit yang sama, tetapi tidak
dengan infeksi lain (kohor)
 Periksa semua tamu tentang kerentanan sebelum
mengunjungi pasien.
Perlindungan pernapasan
 pakai masker
 jika tersangka TB, pakai alat bantu pernapasan (bila
tersedia)
 jika campak atau cacar air
 tidak perlu masker
 orang yang sensitive jangan dekat-dekat
 masker dilepas setelah keluar kamar, dan letakkan
dalam kantong plastic atau tempat sampah tertutup.
Transportasi pasien
 batasi transportasi pasien
 selama transportasi [asien memakai masker
 beritahu penerima pasien

Kewaspadaan Percikkan
Table. 21.2
Penempatan pasien
 kamar khusus,pintu boleh dibuka
 jika kamar khusu tidak adatempatkan pasien dalam ruangan
pasien infeksi dengan penyakit yang sama, tidak dengan infeksi
lain (kohor)
 jika tidak ada fasilitas, pisahkan dengan jarak 1 meter (3
kaki) di antara pasien
Perlindungan pernapasan
 pakai masker jika jarak 1 meter dari pasien
Transportasi pasien
 pembatasan pasien hanya bila diperlukan
 selama transport pasien harus menggunakan masker
 beritahu yang menerima pasien

Kewaspadaan kontak
Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan organisme dari pasien
terinfeksi atau terkoloni baik langsung maupun tidak langsung.
Kewaspadaan kontak harus diimplementasikan pada pasien dengan
infeksi basah atau memakai drain (abses, herpes zoster impetigo,
konjungtivitis, scabies, dan luka basah)
Table. 21.3. kewaspadaan kontak
Penempatan pasien
 kamar khusus,pintu boleh dibuka
 jika kamar khusu tidak adatempatkan pasien dalam ruangan
pasien infeksi dengan penyakit yang sama, tidak dengan infeksi
lain (kohor)

Sarung tangan
 pakai sarung tangan yang yang bersih tidak perlu proses
ulang kemudian masuk ke ruangan.
 Ganti sarung tangan setelah kontak dengan barang-barang
yang terinfeksi (feses atau luka yang terpasang drainase).
 Buka sarung tangan sebelum meninggalkan pasien.
Cuci tangan
 Cuci tangan dengan sabun antibakteri atau gunakan cuci
tangan atau pengganti cuci tangan tanpa air, antiseptic berbahan
alcohol, setelah melepas sarung tangan.
 Jangan sentuh permukaan atau benda-benda yang secara
potensial dapt terkontaminasi sebelum meninggalkan ruangan.
Pakaian dan perlengkapan perlindungan
 Pakai pakaian bersih,tidak perlu steril sewaktu masuk ke
ruangan pasien, antisipasi apabila kontak dengan pasien
inkontinensia disertai diare, ileostomi, kolostomi atau luka yang
terpasang drain yang tidak ditutup kasa.
 Ganti pakaian sebelum meninggalkan ruangan. Jangan
biarkan pakaian menyentuh permukaan yang potensial
terkontaminasi.
Transportasi pasien
 Batasi transport pasien seperlunya saja.
 Selama transportasi pertahankan kewaspadan untuk
meminimalkan risiko penularan dari mikroorganisme.
Perlengkapan perawatan pasien
 Jika mungkin perlengkapan untuk tiap pasien
 Bersihkan dan disinfeksi semua peralatan sesudah dipakai.

Penggunaan Empiris pada Kewaspadaan Berdasar Penularan


Contoh “Penggunaan Empiris” pada kewaspadaan ini dijelaskan pada
table 21-4
Tabel 21-4 Penggunaan Empiris pada Kewaspadaan Berdasar
Penularan
(tanda dan gejala)
Melalui Udara Melalui Percikkan Kontak
 Batuk,  Batuk berat,  Diare akut
demam, ISPA persisten. pada pasien
 Batuk, demam  Meningitis, inkontinensia.
pada pasien dengan (demam, kaku  Diare pada
infeksi HIV atau kuduk) pasien dewasa
risiko HIV  Demam dengan riwayat
 Ruam berdarah penggunaan
(vesikula, atau  Ruam umum antibiotic.
pustula) tanpa diketahui  Bronchitis dan
penyebabnya. croup pada bayi dan
anak.
 Riwayat infeksi
dengan organism
multi resisten
(kecuali TBC).
 Abses atau
luka drain yang tidak
tercakup.

Tabel 21-5. gejala-gejala klinis atau komplikasi yang perlu


`dipertimbangkan pada penggunaan kewaspadaan berdasar
penularan
Gejala Klinis atau Kondisi Patogen Kewaspadaan
Potensial Empiris
Diare
 Diare akut pada  Enteric  Kontak
pasien inkontinensia pathogen  kontak
 Diare pada orang  Klostridium
dewasa dengan riwayat difffisili
penggunaan antibiotik

Meningitis Neisseria percikkan


meningitidis
Ruam/eksantem,umum,p
enyebab belum diketahui
 petekia/ekimosis  neisseria  percikkan
dengan demam meningitidis  udara/
 vesicular  varisela kontak
 makulopapula dengan  rubeola  udara
koriza/demam
Infeksi pernapasan
 batuk/demam/ISPA  mikroba  udara
pada pasien risiko rendah bakteri TB  udara
HIV  mikroba  percikkan
 batuk/demam/ISPA bakteri TB  kontak
dengan HIV atau pada  bordetella
pasien risiko tinggi HIV pertusis
 batuk paroksimal atau  sinsitial
batuk persisten selama pernapasan atau
periode pertusis aktif virus
 infeksi pernapasan, parainfluenza
termasuk bronchitis dan
croup pada bayi dan anak
Risiko pada
mikroorganisme resisten
pada beberapa obat  Bakteri  Kontak
 riwayat infeksi atau resisten  Kontak
kolonisasi dengan  Bakteri
organisme yang resisten resisten
pada beberapa obat.
 Infeksi kulit, luka, dan
infeksi saluran pada pasien
setelah masuk rumah sakit
atau fasilitas perawatan di
rumah di mana organism
resisten pada beberapa obat
Infeksi kulit atau luka Stafilokokus Kontak
aureus
Streptokokus grup
A

Tabel 21-6. Tingkatan Jenis-jenis Kewaspadaan dan Pasien yang


Memerlukan Kewaspadaan
Kewaspadaan baku
Pakailah kewaspadaan baku pada waktu merawat pasien
Kewaspadaan udara
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan udara pada
pasien tersangka penyakit yang tertular melalui percikkan dari udara.
Sebagai contoh meliputi penyakit:
 Campak
 Varisela (termasuk Zoster diseminasi)
 TB
Kewaspadaan percikkan
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan percikkan pada
pasien yang diketahui atau tersangka yang mendapat penularan
penyakit melalui percikkan partikel besar. Sebagai contoh penyakit yang
termasuk:
 Penyakit invasive hemofilus influenza tipe b, termasuk meningitis,
epiglotitis dan sepsis.
 Penyakit invasive neisseria meningitides termasuk meningitis,
pneumonia, dan sepsis.
 Beberapa penyakit bakteri pernapasan serius lain melalui
percikkan, termasuk:
- Difteri
- Pneumonia mikoplasma
- Pertusis
- Plak pneumonia
- Faringitis streptokokus (grup A), pneumonia atau demem scarlet
pada bayi dan anak
 Infeksi virus serius yang sebagian dari percikkan, termasuk:
- Adenovirus
- Influenza
- Cacar
- Parovirus B19
- Rubella

6.1. 2. Pencegahan Infeksi Saluran Kencing, Tempat Pembedahan


Dan Sehubungan Dengan Penggunaan Alat Intravaskuler
a. Pencegahan Infeksi Saluran Kencing

Epidemiologi dan mikrobiologi


Dalam beberapa studi prospektif, telah dilaporkan bahwa tingkat ISK yang
berhubungan dengan kateterisasi berkisar antara 9% dan 23% (jhonson
dkk 1990). Resiko ISK yang lebih besar bisa terjadi pada penggunaan
kateter yang lebih lama. Misalnya,sekitar 50% pasiebn yng menggunakan
kateter lebih dari 7-10 hari, biasanya akan terkena infeksi, tetapi akan
terjadipeningkatan sampai lebih dari 90% pasien yang menggunakan
kateter lebih dari 30 hari. Dengan demikian terjadinya infeksi nosokomial
bergantung dari lama penggunaan kateter dan macam sistem
pembuangan (terbuka atau tertutup). Kebanyakan ISK disebabkan oleh
bakteri gram-negatif, terutama eskeresia koli, spesies pseudomonas dan
organisme yang berasal dari kelompok enterobakter.
Faktor-faktor resiko
Ada 2 faktor risiko yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor
yang tidak dapat diubah antara lain jenis kelamin peremuan, status
pascapersalinan,usia lanjut, penyakit parah,dan tingkat kretinin darah
yang tinggi. Faktor yang dapat diubah yang bisa mengurangi resiko
infeksi adalah indikasi yang salah dalam kateterisasi ,kontaminasi saat
memasukan kateter, perawatan kateter yang salah, dan penggunaan
antibiotik. Faktor penjamu (pasien) yang menimbulkan infeksi bakteriuria
dan ISK meliputi :
- Aliran organisme dari kantong urin ke kandung kemih yang terjadi
pada 15-20% pasien yang menggunakan kateter indwelling
- Kemampuan beberapa organisme untuk berkembang, baik pada
bagian luar maupun bagiam dalam tabung dan dalam urin itu sendiri.

Mengurangi resiko ISK nosokomial


Pertahanan normal melawan ISK adalah pada uretra yang tidak
terhalang ,proses pengosongan dan mukosa kandung kemih yang normal.
Kuman bisa mencapai kandung kemih melalui 2 cara , yaitu melalui
bagian dalam kateter dan mukosa uretra. Pemasangan kateter indwelling
hanya boleh dilakukan bila metode pengosongan kandung kemih lainnya
tidak efektif, dan sangat penting untuk membatasi waktu penggunaan
katetr sesingkat mungkin. Metode lain untuk penanganan masalah
saluran kencing meliputi penggunaan kateter sementara dengan
menggunakan katetr lurus “karet merah” yang bisa dipakai ulang ,kateter
kondom untuk pasien pria, bantalan popok dewasa,retraining kandung
kemih, dan penggunaan obat-obatan yang merangsang kencing.
Prosedur pemasangan (insersi),pencabutan atau penggantian
kateter urin
1. Prosedur pemasangan

Langkah 1 :pastikan bahwa semua alat dibawah ini tersedia


- Kateter indwelling steril
- Semprit yang telah di-DT
- Larutan antiseptik
- Cunam dengan pootngan kain kasa atau kuas kapas besar
- Paket minyak pelumas
- Lampu/senter
- Mangkuk untuk air hangat, sabun,handuk muka, dan handuk kering
bersih
- Kantong plastik tahan bocor, dan tempat sampah

Langkah 2 : sebelum memulai prosedur


- Anjurkan pasien perempuan membuka labia nya dan bersihkan
dengan ahti-hati bagian utertra dan bagian dalam labia
- Anjurkan pasien laikki-laki menarik kulupnya dan bersihkan dengan
hati—hati kepala penis dan kulup

Langkah 3 :
Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan, jika tangan
tidak terlihat kotor gunakan sekitar 1 sendok teh, 5 ml larutan antiseptik
berbahan dasar alkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan
kuat diantara jari-jemari sampai kering.
Langkah 4:
Kenakan sarung tangan steril
Langkah 5 :
Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik
Langkah 6 :
Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan, berdiri di sebelah kanan
pasien, jika kiri maka berdiri disebelah kiri pasien
Langkah 7: untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah
dengan tangan yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra
sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan menggunakan kuas
kapas atau cunam dengan potongan kasa
Langkah 8:
Untuk pasien laki-laki, tarik kebelakang kulup dan pegang kepala penis
dengan tangan yang tidak dominan ,kemudian bersihkan kepala penis dan
saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan
kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa.
Langkah 9 :
Apabila pemasangan keteter lurus,genggam kateter sekitar 5cm dari
ujung katetr dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada
tempat pengumpulan urin
Langkah 10 :
Untuk perempuan, masukan katetr dengan hati-hati kira-kira 5-8cm
atausampai urin mengalir. Pada anak-anak masukan hanya kira-kira 3cm
Langkah 11 :
Untuk laki-laki, masukan katetr dengan hati-hati kitra-kira 18-22cm atau
sampai urin mengalir. pada anak-anak masukan kira-kira 5-8cm
Langkah 12 :
Apabila memasang katetr indwelling, tekan lagi sekitar 5cm seelah urin
keluar dan hubungkan kateter ketabung pengumpulan urin jika tidak
memakai sistem tertutup
Langkah 13 :
Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar
penolakan terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada
paha(untuk perempuan) atau bagian bawah abdomen (untuk laki-laki).
Langkah 14 :
Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urin keluar dengan
perlahan kedalam kantong pengumpulan kemudian cabut kateter
Langkah 15 :
Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus apabila akan dibuang
masukan kedalam kantong plastik dan tutup kantong sampah
Langkah 16 :
Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali,taruh pada
larutan klorin 0,5% dan rendam selama 10 menit untuk didekontaminasi
Langkah 17 :
Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkans dan taruh keduanya
dalam plastik atau tepat sampah
Langkah 18 :
Cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan larutan antiseptik
berbahan dasar alkohol tanpa air
Pencabutan atau penggantian
Langkah 1 : pastikan semua benda tersedia (seperti pada pemasangan
kateter)
- Sarung tangan steril atau DTT.
- Semprit steril atau DTT untuk menggantikan cairan balon kateter.
- Cunam dengan potongan kasa atau kuas kapas besar.
- Kantong plastik dan tempat sampah.
Langkah 2:
Anjurkan pasien untuk membersihkan dareah uretra atau kepala penis
atau bantu mereka membersikan dengan menggunakan sarungtangan
yang bersih
Langkah 3 :
Bersihkan tangan atau gunakan cairan pembersih tangan
Langkah 4 :
Gunakan sarung tangan bersih
Langkah 5 :
Dengan menggunakan semprit kososng, keluarkan air dari balon kateter
Langkah 6 :
Untuk perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan
yang tidak dominan kemudian bersihkan bagian uretra sebanyak dua kali
dengan larutan antiseptik dengan memakai kuas kapas atau cunam
dengan potongan kain kasa dan lepas kateter pelan-pelan
Langkah 7 :
Untuk pria,tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis dengan
tangan yag tidak dominana kemudian bersihkan kepala penis dan daerah
dekat kateter sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan
menggunakan kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa dan
lepaskan kateter secara hati-hati
Langkah 8:
Jika akan melepaskan kateter ikuti langkah 15,17 dan 18 pada prosedur
pemasangan.
Langkah 9 :jika ingin mengganti kateter indwelling ,ikuti langkah 5-18
pada prosedur pemasangan.
Tip pencegahan infeksi pada pasien yang dikateterisasi
- Lepaskan kateter secepat mungkin
- Sistem pengumpulan kateter harus tetap tertutup dan tidak boleh
terbuka kecuali benar-benar perlu untuk alasan diagnosis atau
pemeriksaan
- Ingatkan pasien saat penarikan kateter
- Urin yang mengalir melalui kateter harus diperiksa dalam sehari untuk
memastikan kateter tidak tersumbat
- Hindari mengangkat kantong pengumpulan diatas kandung kemih
- Jepit kateter bila akan mengangkat kantong pengumpulan diatas
kandung kemih pasien selama pemindahan pasien ketempat tidur
atau usungan
- Sebelum pasien berdiri, keluarkan seluruh urin dari kateter kedalam
kantong
- Kantong drainase urin harus dikosongkan secara aseptik, pegang
ujung kateter sampai kebagian samping kantong pengumpulan atau
dihindari membiarkan ujung menyentuh urin dalam bejana. Ganti
kantong dengan wadah baru dan bersih
- Apabila tabung drainase tidak tersambung, jangan menyentuh ujung
kateter atau pipa. Basuh ujung kateter dan pipa dengan larutan
antiseptik sebelum disambungkan kembali
- Bersihkan kepala penis dan lubang uretra atau jaringan sekitar lubang
uretra setelah buang air besar atau jika pasien inkontinensi
- Apabila pembuangan sering dilakukan, kateter harus diganti.

Catatan :
- Kateter indwelling tidak boleh digunakan untuk penanganan
inkontinensi jangka panjang
- Jika poviden ioden digunakan biarkan mengering selama 2 menit
karena hanya melepas iodin bebas dengan bahan antiseptik aktif
secara pelan
- Apabila pasien tidak mampu membersihkan dirinya sendiri,sarung
tangan bersih akan diperlukan
- Dengan kateter indwelling, jangan lepas kateter dari tabung
pengeluaran
- Jangan memaksakan kateter jika terjadi penolakan
- Jika kateter secara tidak sengaja masuk kedalam vagina, jangan
dicabut. Bersihkan daerah uretra dengan larutan antiseptik dan
masukan kateter pada vagina.
- Kapanpun pasien yang menggunakan kateter indwelling, infeksi
termasuk septimesia gram-negatif, bisa terjadi. Jadi pemeriksa tanda-
tanda pada tanda-tanda infeksi nyeri punggung atau nyeri panggul, air
kencing keruh atau demam

b. Pencegahan Infeksi Tempat Pembedahan

Definisi
 Infeksi tempat pembedahan (ITP), Baik berupa infeksi insisi
ataupun organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau
dalam waktu 1 tahun apabila terdapat implan. Selanjutnya insisi ITP
terbagi menjadi insisi superfisial (hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutis) dan insisi dalam (melibatkan jaringan lunak lebih dalam,
termasuk lapisan fasia dan otot).
 ITP Organ/ruang. Bagian tubuh manapun selain dari bagian insisi
dinding tubuh yang dibuka atau ditangani selama suatu operasi.

Sistem klasifikasi luka bedah terdiri dari empat kategori:


 Kelas I - bersih. Luka operasi yang tidak terinfeksi serta tanpa
peradangan dan tidak masuk saluran pernapasan, gastroinstestinal
dan kencing.
 Kelas II – bersih terkontaminasi. Luka yang masuk saluran
pernapasan, gastroinstestinal, genital atau salurang kencing dibawah
kondisi terkontrol tetapi terkontaminasi luar biasa atau tumpahan isi.
 Kelas III – terkontaminasi. Terbuka, luka baru atau suatu
pembedahan dengan terobosan baru dalam teknik aseptik (misalnya
pijat jantung terbuka) atau tumpahan yang banyak dari saluran
gastrointestinal. Juga termasuk insisi dimana ditemukan peradangan
akut tidak bernanah.
 Kelas IV – kotor atau terinfeksi. Luka lama dengan jaringan mati
dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang telah ada atau perforasi
usus, yang menyatakan bahwa patogen yang menyebabkan infeksi
pascabedah itu telah terdapat pada luka sebelum pembedahan.

Epidemiologi dan mikrobiologi


Bagi sebagian besar ITP, sumber patogen berasal dari kulit, selaput lendir,
atau usus pasien dan jarang dari tempat terinfeki lainnya ditubuh
(sumber-sumber endogen). Sumber-sumber eksogen patogen ITP
kadang-kadang menjadi penyebab.
Termasuk:
 Organisme dari anggota tim bedah (misalnya tangan, hidung atau
bagian tubuh lain)
 Permukaan yang terkontaminasi diruang operasi, bahkan udara; dan
 Seluruh instrumen medis yang terkontaminasi, sarung tangann bedah,
atau peralatan lain yang digunakan dalam pembedahan.

Organisme eksogen yang terutama adalah stafilokoki aeroik atau spesien


streptokoki (dengan pengecualian tetanus endospora). Walaupun jamur
banyak terdapat disekitar lingkungan, tapi jarang menyebabkan ITP.
Mekanisme dimana mikroorganisme menginfeksi jaringan dan
menyebabkan penyakit adaah kompleks dan belum sepenuhnya
dipahami. Misalnya, sebagian patogen dapat mengandung atau
menghasilkan toksin dan zat lain yang meningkatkan kemampuannya
untuk menembus jaringan seorang pasien, menyebabkan kerusakan atau
bertahan hidup didalam jaringan tersebut.
Patogenesis
Infeksi tidak timbul pada sebagian besar pasien karena mekanisme
pertahanan tubuh yang efektif melenyapkan organisme penyebab
kontaminasi pada tempat luka bedah. Apakah potensi infeksi terjadi atau
tidak, tergantung pada berbagai faktor, yang terpenting adalah:
 Jumlah mikroorganisme yang memasuki luka
 Jenis dan virulensi (kemampuan unutk menyebabkan infeksi) suatu
bakteria
 Mekanisme pertahanan penjamu pasien (misalnya efektivitas reaksi
peradangan dan status sistem imunitas); dan
 Faktor-faktor eksternal, seperti berada di rumah sakit beberapa hari
sebelum pembedahan atau lamanya pembedahan lebih dari 4 jam.

Dua faktor lain yang dapat membantu mengurangi jumlah organisme


memasuki luka adalah ketrampilan dan pengalaman ahli bedah serta
melakukan teknik pembedahan yang baik.
Sementara jenis dan virulensi bakteria tidak dapat dikendalikan, faktor
lainnya dapat dilakukan pada batasan yang lebih luas. Contohnya, luka
jaringan pada insisi luka akan menimbulkan rekasi berantai, disebut
sebagai peradangan, yang terjadi sebelum kontaminasi bakteria terjadi.
Efektivitas peradangan untuk menggerakkan mekanisme ketahanan
pasien (misalnya, mengaktivasi berbagai jenis sel darah putih yang dapat
menelan dan menghansurkan bakteria sebelum timbul infeksi) sangat
bergantung pada kesehatan umum pasien, umur, obesitas, merokok,
beberapa penyakit kronik dan status sistem imunitas.

Faktor-faktor risiko
Tabel 23-1 Pasien dengan karakteristik pembedahan yang dapat
mempengarui risiko terjadinya infeksi pada tempat pembedahan
Pasien
Status nutrisi buruk
Diabetes, tidak terkontrol
Perokok ata pengguna produk tembakau lainnya
Obesitas
Infeksi yang bersamaan di bagian tubuh lainnya
Kolonisasi dengan mikroorganisme
Perubahan respons kekebalan tubuh (HIV/AIDS dan penggunaan
kortikosteroid kronik)
Lamanya rawat inap pra-bedah
Pembedahan
Pencukuran pra-bedah
Persiapan kulit pra-bedah
Lamanya pembedahan
Profilaksis antimikrobial
Ventilasi ruang bedah
Pemrosesan instrumen (pencucian, DTT, atau sterilisasi)
Bahan asing ditempat pembedahan
Pengaliran bedah
Teknik bedah
 Hemostatis buruk
 Kegagalan untuk mengobliterasi rongga kososng
 Trauma jaringan
Diapadaptasi dari : SHEA, APIC, CDC, dan SIS 1990

Faktor-faktor pasien
 Obesitas meningkatkan risiko secara substansial bila lapisan lemak
subkutis perut melebihi 3 cm (1,5 inci) (Nystrom dkk 1987). Risiko
bertambah karena memerlukan insisi yang lebih lebar, mengurangi
sirkulasi pada jaringan lemak atau kesulitan teknik melakukan
pembedahan melalui lapisan lemak yang tebal.
 Infeksi pada tempat lainnya dapat meningkatkan risiko penyebaran
infeksi melalui aliran darah.
 Pasien immunicompromised (misalnya pasien dengan penyakit
HIV/AIDS, pasien dengan penggunaan kortikosteroid kronis, seperti
yang terjadi pada penderita asma atau perokok berat atau pengguna
produk tembakau lainnya) secra signifikan mempunyai risiko ITP yang
lebih besar.
 Malnutisi dapat atau tidak dapat menjadi faktor kontribusi. Sayang
sekali sebagian besar studi belum dilakukan di negara-negara
berkembang dimana malnutrisi yang sangat buruk lebih umum terjadi.
 Usia, ras, status sosioekonomi dan, penyakit kronis, seperti
diabetes dan keganasan, sulit dinlai karena acapkali terkait dengan
faktor-faktor lain yang secara independen berkontribusi atas risiko.
Misalnya, faktor uia di atas 70 tahun dapat disertai dengan penurunan
mekanisme pertahanan, nutrisi yang buruk dan anemia.

Jika mungkin, efek kondisi yang dapat mempersulit pemulihan bedah


harus diperbaiki atau ditabilasasi pada saat prabedah. Misalnya:
 Walaupun diabetes dan tekanan darah bukan faktoor risiko
independen, seharunya dikontrol sebelum bedah elektif.
 Merokok atau penggunaan produk-produk tembakau lainnya harus
dihentikan sekurang-kurangnya 30 hari sebelum bedah elektif bila
memungkinkan.
 Pasien dengan infeksi yang jauh dari tempat pembedahan harus dioati
apabila memungkinkan atau pembedahan pasien tersebut ditunda
dulu.
 Wanita yang menggunakan kontrasepsi kombinasi (mengandung
estrogen dan progesteron) (oral atau suntikan) harus dipindah ke
metode non-hormonal sekurang-kurangnya 30 hari sebelum bedah
elektif mayor untuk meminimalisasi risiko tromboflebitis vena dalam
dan emboli paru nonfatal (Blumenthal dan Mclntsh 1996).

Mengurangi risiko infeksi tempat pembedahan


Sebagai tambahan, sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi risiko
infeksi baik yang belum dikaji maupun hasil-hasil studi yang ada kurang
meyakinkan (misalnya anggota tim bedah memakai cat kuku). Akibatnya,
untuk faktor-faktor ini tidak ada anjuran yang diberikan dalam pedoman
ini atau tidak dibahas sama sekali. Beberpa hal utama yang dihapus dari
apakah perlu atau tidak:
 Membatasi arus lalu lintas (misalnya jumlah orang diruang bedah)
selama proses pembedahan berlangsung;
 Memakai pakaian bedah yang kotor dari satu kasus ke kasus lainnya;
 Melakukan lebih dari satu pembedahan diruang yang sama, termasuk
petugas;
 Menutup insisi bersih yang dijahit pada pembedahan lebih dari 48 jam’
atau
 Menganjurkan pasien untuk mandi atau bersiram setelah pembedahan
tanpa mencuci luka.

Mengenai perawatan insisi, pada umumnya diyakini bahwa perawatan


pascabedah hanya mempunyai efek minimal atau risiko ITP. Keyakinana
ini didasarkan pada asumsi bahwa luka mulai sembuh dengan segera dan
setelah 48 jam tidak dibutuhkan pencucian luka dan tidak akan terinfeksi
karena siraman atau mandi. Walapun demikian, asumsi ini mungkin tidak
tepat, khususnya pada tempat dengan sumber daya terbatas dengan
faktor kebersihan dan kesehatan yang buruk serta kualitas air
dipertanyakan atau jeas terkontaminasi. Oleh karena itu, apabila
kemungkinan kontaminasi luka itu tinggi dan kualitas air ledeng rendah,
maka lebih baik disarankan untuk menjaga insisi bedah itu bersih, kering
dan tetap tertutup. Hindari mandi atau siraman, hingga luka insisi itu
hampir sembuh sepenuhnya (5-7 hari).
Rekomendasi asuhan pascabedah sangat berbeda untuk insisi
bedah yang:
 Dibiarkan terbuka pada tingkat kulit beberapa hari (biasanya 4-5 hari)
sebelum ditutup (penututpan primer ditunda); atau
 Dibiarkan terbuka agar sembuh dengan intensi sekunder (yaitu
penyembuhan dari dasar ke atas hingga mencapai permukaan).
Dalam kedua situasi, insisi ini pada awalnya haru diperban dan ditutup
dengan kasa steril dan diganti secra teratur.
 Apabila menggunakan kasa yang dilembapkan dengan saline normal
steril, kasa harus diganti dengan menggunakan teknik aseptik (sarung
tangan steril atau DTT) setiap 8 jam untuk mencegah kasa mengering.
 Apabila menggunaakan kasa steril yang diisi dengan agar-agar minyak
atau agen pelembap lainnya untuk perban dan menutup inissi, makan
kasa ini dapat diganti agak jarang (2-48 jam), bergantung pada jenis
luka dan arahan pabrik farmasi.

Kecuali kasa pembalut dan are asekitarnya dijaga tetap kering, pasien
sebaiknya tidak mandi atau siraman sementara insisi bedah itu diperban
dan ditutup dengan kasa pembalut (atau hingga jaringan granulasi terlihat
pada penyembuhan luka dengan intensi sekunder).

Faktor – faktor lainnya


 Perawatan prabedah terlalu lama memberi kemungkinan pasien
terinfeksi flora rumah sakit, termasuk mikroorganisme yang resisten
multi obat-obatan. Melengkapi evaluasi prabedah secara lengkap dan
memperbaiki latar kondisi sebelum masuk ke rumah sakit bagi
mengurangi risiko ini. Juga, melakukan bedah elektif, bila layak
dilakukan, dipolokilinik untuk mengurangi risiko paparan atas flora
rumah sakit
 Pembersihan rambut prabedah sebaiknya dihindari bila tidak perlu.
Apabila rambut harus dibersihkan, potonglah dengan gunting segera
sebelum pembedahan. Pencukuran terbukti sebagai faktor risiko
terhadap ITP (Cruse dan Foord 1980).
 Persiapan kulit yang luas pada tempat insisi yang akan dibuat
dengan larutan antiseptik prabedah akan menghalang mikroorganisme
pindah ke tempat luka (terobosan) jika handuk atau duk penutup
tempat pembedhan menjadi basah selama pembedahan (Bab 5).
 Teknik bedah yang baik meminimalkan trauma jaringan,
mengontrol perdarahan, mengurangi rongga, mengangkat jaringan
mati dan benda asing, e=menggunakan benah bedah seminimal
mungkin, mempertahankan suplai darah, dan oksigenasi yang
memadai. Terutama, sangat penting untuk:
 Berhati-hati menangani jaringan lembut untuk menghindari remuk
yang dapat mengakibatkan jaringan mati (nekrosis),
 Kurangi penggunaan cauter listrik unutk mengontrol perdarahan
karena meninggalkan jaringan mati sehingga mudah terinfeksi,
 Dunakan benang yang mudah diabsorbsi daripada benang
permanen sperti silk, untuk mengunrangi jumlah bakteria yang
menyebabkan infeksi (James dan MacLeod 1961), dan
 Gunakan drain sedot tertutup keluar melalui luka terpisah untuk
mencegah akumulasi cairan jaringan pada bagian luka. Hal ini
penting terutama pada pasien obese dan dapat mengurangi infeksi
tempat pembedahan (Fry 2003). (Drain pasif, seperti drain Penrose,
yang keluar melalui bagian bawah insisi sebaiknya jangan
digunakan).
 Bertambah kanyamanan tindakan bedah terkait dengan
meningkatnya risiko ITP. Kejadian infeksi diperkirakan hampir berlipat
ganda untuk setiap satu jam pembedahan (Cruse dan Foord 1980).
 Pulang segera pascabedah, sepanjang pasien mampu kembali
untuk rawatan dirumah, juga akan mengurangi risiko infeksi.

Antibiotik profilaksis dalam pembedahan


Penggunaan antibiotik prabedah dapat mengurangi kejadian infeksi,
khususnya infeksi luka, setelah pembedahan tertentu. Namun, manfaat
itu harus dipertimbangkan dengan risiko reaksi alergi dan toksin,
munculnya bakteri resisten, interaksi obat, superinfeksi dan biaya (Nichols
2001). Misalnya, sekitar 5% pasien yang menerima antibiotik diperkirakan
akan mengalami reaksi serius atas obat ini.
Pada umumnya, antibiotik profilaksis dianjurkan untuk tindakan dengan
kejadian infeksi yang tinggi dan tindakan dengan konsekuensi infeksinya
sangat serius. Rekomendasi tentang pertimbangan kapan memakai
antibiotik profilaksis pada pasien bedah umum, ginekologi dan obstetrik
dijabarkan pada tabel 23-2
Pedoman Untuk Memilih Antibiotik Profilaksis
Idealnya obat-obatan profilaksis harus diarahkan terhadap organisme
yang berkemungkinan paling besar menyebabkan infeksi, tetapi tidak
harus membunuh atau melemahkan seluruh patogen. Untuk sebagian
besar tindakan, sefalosporin generasi pertama atau kedua yang tidak
mahal, seperti sefazolin (Ancef®), mempunyai half-life yang cukup
panjang dan aktif terhadap stafiokoki, efektif ketika diberikan secara
intravena (IV) 30 menit sebelum pembedahan. Kecuali pada aendiktomi,
dimaan sefoktisin (Mefoxin®) atau sefofetan (Cefotan®lebih baik karen
alebih aktif daripada sefazolin terhadap organisme anaerobik dalam usus.
Stafilokoki metisillin-resisten adalah patogen pascabedah yang penitng,
dimana vankomisisn (Vancocin®) dapat digunakan, tetapi penggunaan
rutin untuk profilaksis harus dihindari karena hal ini dapat merangsang
timbulnya organisme-organisme resisten. Juga, sefalosporin generaso
ketiga dan keempat (misalnya seotaksim datau sefepime) tidak dapat
digunakan sebagai profilaksis pembedahan rutin karena:
 Obat ini mahal, sebagian besar kurang aktif daripada sefazolin
terhadap stafilokoki.
 Spektrum aktivitasnya mencakup organisme yang ajrang ditemukan di
pembedahan elektif; dan
 Penggunaanya yang meluas dapat merangsang timbulnya resistensi.
Tabel 23-2 Pencegahan Infkesi Luka dan Sepsis pada Pasien
Bedah
Dosisi
orang
Kemungkinan Obat-obatan dewasa
Jenis operasi
besar patogen yang dianjurkan sebelum
pembedaha
n
Gastrointesti
nal Enterik gram-
Kolorektal negatif basili, anero,
eneterokoki Oral: neomisin + 1-2 gram IV
eritromisin base1 1-2 gram IV
IV:sefoksitin atau 1-2 gram IV
Apendiktomi Enterik gram- sefotetan atau 0,5 gram IV
negatif basilli, sefazolin plus
Genitourinari anerob, enterokoki metronidazol
us Enterik gram- 1-2 gram IV
negatif basilli, Sefoksitin atau 1-2 gram IV
Ginekologi enterokoki sefotetan
dan obstetri
Histerektomi 500 mg PO
vaginal atau Enterik gram- Hanya berisiko atau 400 mg
abdominal negatif, anerob, tinggi :
2
IV
group B strep, Siprofloksasin
Seksio sesarea enterokoki
Evakuasi Sama seperti untuk
kavum uteri histerektomi
atau terminasi Sama seperti untuk
kehamilan histerektomi Sefazolin atau 1-2 gram IV
sefotetan atau 1-2 gram IV
sefoksitin 1 gram IV

Pembedahan Hanya berisiko 1 gram IV


yang tinggi3: sefazolin setelah
terkontamina Enterik gram- penjepitan
si negatif basilli, Triwulan tali pusat
Ruptur viskus anerob, enterokoki pertama,berisiko
tinggi4: aqueous
penicillin G atau
doksisiklin 2 juta unit IV
Triwulan kedua: 300 mg PO5
S. aureus, group A sefazolin 1 gram IV
Luka traumatik strep, klostridia
Sefositin atau 1-2 gram IV
sefotetan ± Setiap 6 jam
gentamisisn atau 1-2 gram IV
klindamisisn plus Setiap 12
gentamisin jam
1,5 mg/kg IV
Setiap 8 jam
600 mg IV
setiap 6 jam
1,5 mg/kg IV
setiap 8 jam
Sefazolin7
1-2 gram IV
Setiap 8 jam

Diadaptasi dengan ijin dari: The medical Letter 2001


1 Setelah diet dan enemas yang tepat, satu gram untuk masing-masing
pada pukul 13, 14, dan 23 sehari sebelum operasi untuk pukul 8 pagi
2 Urin kultur positif atau tidak tersedia, kateter prabedah, prostatik biopsi
transrekstal
3 Persalinan aktif atau ruptur ketuban prematur
4 Pasien dengan penyakit peradangan panggul, gonorea sebelumnya atau
banyak pasangan seks
5 Dibagi menjadi 100 mg 1 jam sebelum tindakan dan 200 mg setengah
jam setelahnya
6 Untuk pembedahan terkontaminasi atau “kotor”, terapi sebaiknya
dilanjutkan selama sekitar 5 hari. Ruptur viskus pascabedah (dehiscence)
pada lokasi membutuhkan antibakterial menackup patogen nosokomial.
7 untuk luka gigitan dimana kemungkinan besar patogen juga mencakup
organisme anaerobik oral, seperti Elkenella korrodens (manusia) atau
Pasteruella multokida (aning dan kucing), penggunaan
ampisillin/sulbaktam (Unsayn®). antibiotik ini juga dapat menembus luka
intrakranial termasuk luka tembak

Jumlah Dosis
Dalam hal ini, dosis tunggal IV antibiotik yang diberikan dalam 30 menit
atau kurang sebelum insisi kulit memberikan jumlah dalam jaringan yang
memadai sepanjang pembedahan. (Apabila vankomisin digunakan,
sekurang-kurangnya dibutuhkan satu jam). Jelaslah bahwa konsep infusi
“tugas jaga” antibiotik profilaksis tidak dapat diterima karena penundaan
pembedahan dapat terjadi sehingga menyebabkan jumlah dalam jaringan
yang kurang efektif apabila pembedahan sbenarnya dimulai

Pencegahan Endokarditis Bakterialis


Risiko endokarditis tinggi pada pasien dengan riwayat endokasrditid katup
prostetik jantung, penyakit jantung bawaan kompleks seperti Tetralogi
Fallot atau rekonstruksi bedah penyempitan pulmonar atau pemasangan
pipa karet sebelumnya. Streptokoki viridan adalah penyebab utama
endokarditis setelah tindakan dental atau saluran pernapasan atas,
sementara enterokoki sering ditemui setelah tindakan gastrointestinal
atau genotounarius.
Walaupun efektivitas profilaksis antimikroba dalam mencegah
endokarditis belum pernah dibuat melalui percobaan klinis yang terkontrol
pada manusia (bukti Level 1), banyak dokter meyakini bahwa
penggunaannya dapat melindungi sebelum tindakan yang dapat
menyebabkan bakteremia singkat. Obat-obatan dan dosis pada Tabel 23-
3 berdasarkan pada apa yang direkomendasikan oleh American Heart
Association (Dajani dkk 1997).

Tabel 23-3 Profilaksis Endokarditis


Dosis untuk orang Dosis untuk anak-anak
dewasa
TINDAKAN DENTAL DAN SALURAN PERNAPASAN ATAS
Oral
Amoksisillin (Amoxi®) 2 gram 1 jam sebelum 50 mg/kg 1 jam
Alergi Penisilin: tindakan sebelum tindakan
Klindamisin 600 mg 1 jam sebelum 20 mg/kg 1 jam
(Cleocin®) atau tindakan sebelum tindakan
Azithromisin 500 mg 1 jam sebelum 15 mg/kg 1 jam
(Zithromax®) tindakan sebelum tindakan
Parenteral (bagi pasien yang tidak dapat menerima obat-obatan
oral)
Ampisilin (Omnipen®) 2 gram IM atau IV 50 mg/kg IM atau IV
dalam waktu 30 menit dalam waktu 30 menit
sebelum tindakan sebelum tindakan
Alergi Penisilin:
Klindamisin 600 mg IV dalam waktu 20 mg/kg IV dalam
30 menit sebelum waktu 30 menit
tindakan sebelum tindakan
TINDAKAN GASTROINTESTINAL DAN GENITOURINARIUS
Oral
Amoksilin 2 gram 1 jam sebelum 50 mg/kg 1 jam
tindakan sebelum tindakan
Parenteral
Ampisilin1 2 gram IM atau IV 50 mg/kg IV dalam
daam waktu 30 menit waktu 30 menit
Alergi penisilin: sebelum tindakan sebelum tindakan
Vankomisin
(Vancocin®) 1 gram IV yang diinfus
secara perlahan-lahan 20 mg/kg IV yang
selama 1 jam sebelum diinfus perlahan-lahan
tindakan selama 1 jam sebelum
± Gentamisin 2
tindakan
(Garamycin®) 1,5 mg/kg (220 mg
maks) IM atau IV dalam 1,5 mg/kg IM atau IV
waktu 30 menit dalam waktu 30 menit
sebelum tindakan sebelum tindakan

Diadaptasi dari: The Medical Letter 2001, rekomendasi dikutip oleh Dajani
dkk 1997.
Sebaiknya tidak melebihi dosis orang s=dewasa
1. Pasien berisiko tinggi yang diberi parenteral ampisillin sebeum
tindakan ini harus menerima satu dosis ampisillin q gram IM atau IV
atau amoksisillin 1 gram secara oral 6 jam sesudahnya.
2. Gentamisin harus ditambahkan bagi pasien dengan risiko tinggi
terhadap endokarditis

Kantong drainase (pengumpulan) harus didekontaminasi dan dibersihkan


secara menyeluruh dan dikeringkan dengan engering udara sebelum
digunakan kembali. DTT tidak perlu digunakan sebelum perawatan
dilaksanakan untuk memastikan urin tidak mengalir ke dalam tabung
pengumpulan (artinya pertahankan ketinggian kantong leih rendah dari
kandung kemih dan jepit kateter saat memeindahkan pasien).

c. Pencegahan Infeksi Dan Sehubungan Dengan Penggunaan Alat


Intravaskuler

Definisi
 Flebitis. Daerah bengkak, kemerahan, panas dan nyeri pada kulit
sekitar tempat kateter intravaskuler dipasang (kulit bagian luar). Jika
flebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demama dan
pus yang keluar dari tempat tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi
klinis bagian luar.
 Infeksi arah keluar (diagnosis mikrobiologi). Infeksi klinik dengan
biakan dari pengeluaran cairan (cairan atau pus) dari tempat keluar
mikroorganisme, dengan tau tanpa bukti adanya infeksi mikrobioligik
dalam pembuluh darah.
 Infeksi saluran. Nyeri, kemerahan,dan bengkak lebih dari 2 cm
sepanjang saluran kateter intavaskuler, dengan atau tanpa bukti
adanya infeksi mikroorganisme daerah pembuluh darah.
 Kantong infeksi. Infeksi terbatas pad daerah sekitar alat
terpasangnya kateter intravena, dengan atau tanpa adanya bukti
infeksi mikrobiologi dalam pembuluh darah.

EPIDEMOLOGI DAN MIKROBIOLOGI


Kateter vena perifer, jika dipasang sesuai dengan anjuran praktik
pencegahan infeksi, jarang (˂ 1 %) menimbulkan infeksi sistemik
(pembuluh darah) (table 24-1). Jika pemeliharaan kurang, kemungkinan
alat ini pun dapat menimbulkan reaksi local (seperti flebitis) yang secara
potensial dapat meningkatkan resiko infeksi. Sebaliknya, tidak tepatnya
memasang kateter vena sentral menyebabkan hampir 90 % infeksi
kateter yang berhubungan dengan pembuluh darah, sisanya dikarenakan
oleh alat-alat lain (Maki 1992). Karena mordibitas infeksi nosokomial
pembuluh darah relative/lebih tinggi dibandingkan dengan jenis infeksi
nosokomial lain, yaitu sekitar 10-20% (CDC dan HICPAC 1996), maka
sangat penting, jika mungkin kateter midline, yang lebih rendah tingkat
terjadinya flebitis dan infeksi, dipakai dari pad kateter CVP nontunnels
(garner dan HICPAC 1996).

Alat implant dipasang subkutan atau reservoir melalui jarum lewat kulit
utuh Uth, tingkat infeksi rendah.
Kebanyakan infeksi disebabkan oleh kontaminasi kateter denag
organisme dari kulit pasien atau tangan petugas kesehatan sewaktu
pemasangan, karena kateter berhubungan langsung dengan pembuluh
darah. Sekali kateter terpasang, pathogen dapat disalurkan kedalam
pembuluh darah melalui 4 jalan:
 Melalui ruangan di antara kateter – jaringan,
 Melalui kontaminasi dengan bagian tengah,
 Melalui cairan infuse yang terkontaminasi, dan
 Melalui pembuluh darah dari tempat infeksi lain

Mikrobiologi
Bakteri gram (-) dan stafilokokus merupakan penyebab utama
infeksi yang berhubungan dengan kateter, tetapi dengan epidemi
HIV/AIDS, infeksi dengan jamur dilaporkan meningkat (Jarvis dan hughes
1993). Beberapa mikroorganisme, terutama S. aureus koagulase (-) dan
pseudomonas dan spesies asitenobakter membentuk fibrin di dinding
kateter beberapa hari setelah pemasangan. Akibatnya, infeksi dengan
organisme ini umum terjadi, terutama bila infeksi terjadi dalam 10 hari
sesudah pemasangan (Radd dkk 1993). Untuk alat yang di pasang lebih
dari 30 hari (misalnya kateter vena sentral tunneled), infeksi pembuluh
darah lebih banyak terjadi karena kontaminasi kateter, khususnya terjadi
di bagian tengah (Schaberg, Cuver dan Gaynes 1991)

Faktor risiko
Berbagai factor meningkatkan resiko infeksi dari alat-alat
intravascular.Misalnya, tingkat infeksi lebih tinggi pada pasien di rumah
sakit besar, yang menderita penyakit khusus, pasien luka bakar atau luka
operasi atau beberapa kasus kekurangan gizi atau penurunan daya tahan
tubuh (misalnya oleh karena HIV/AIDS atau pengobatan kortikosteroid
kronis). Di samping itu, tingkat infeksi lebih tinggi pada alat-alat tertentu
(misalnya kateter vena sentral nontunnel), jenis cairan infus (produk
nutrisi parenteral lebih riskan), dan lam pemakaian kateter ditempat yang
sama (Jarvis dkk 1991;Maki dan mermel 1998; Mayhall 1992).
Alat dan larutan terkontaminasi juga memberi jalan mikroorganisme
memasuki pembuluh darah.faktor-faktor yang berhubungan dengan alat-
alat berikut meningkatakan risiko infeksi:
 Sebelum pemasangan
- Botol infuse yang retak
- Lubang pada container plastic
- Penghubung dan cairan infus yang terkontaminasi
- Set IV yang bocor yang mempunyai banyak penghubung
- Persiapan tidak steril pada cairan infus
 Sewaktu pemakaian
- Penggantian cairan IV dengan menggunkan set infuse yang sama
- Suntikan multiple dan system irigasi
- Alat pengukuran tekanan vena sentral

Kontak orang ke orang juga meningkatkan resiko infeksi yang


berhubungan dengan alat intravaskuler. Hal ini meliputi:
 Kontaminasi silang, dengan daerah trinfeksi dari tubuh pasien melalui
pasien lain atau tangan petugas kesehatan,
 Kontaminasi silang dari pasien terinfeksi melalui tangan petugas
kesehatan,
 Kontaminasi silang dari pasien pada petugas sewaktu kontak dengan
pasien waktu pemasangan darah, perawatan waktu pemasangan atau
pencabutan kateter,
 Teknik pemasangan atau mengganti balutan yang tidak baik.

Mengurangi Risiko Infeksi Nosokomial


Semua jenis alat intravascular
Kebersihan tangan dan sarung tangan
 Cuci tangan sebelum memegang set IV (apabila tangan mungkin tidak
bersiah, dapat didisinfeksi dengan antiseptic yang terbuat dari etil
atau isopropyl alcohol 60-90% dan emolien, seperti gliserin).
 mengurangi Sarung tangan bersih atau DTT dipakai sebelum
menyentuh tempat pemasanagan atau pangkal jarum atau kateter.
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptic tanpa air
berdasar alcohol sesudah melepas sarung tangan.

Perawatan tempat pemasangan dang anti balutan


 Jika tempat pemasangan kateter tampak kotor, cuci dulu dengan
sabun dan air dan keringkan sebelum diberi antiseptic.
 Jika memakai providon-iodin (PIV) sebagai antiseptic, biarkan kering
dulu atau tunggu 2 menit sebelum pemasangan.
 Pemberian salep antimicrobial sekitar tempat pemasangan tidak
mengurangi resiko infeksi (APIC 2002).
 Penutupan luka yang langsung dan tembus pandang, memungkinkan
melihat jarum atau kateter, lebih menyenangkan, tetapi mahal, dan
tidak ada bukti klinis dapat risiko infeksi dibandingkan dengan
penutupan dengan kasa steril atu bersih dan plester bedah.
 Penutupan luka dapat diprtahankan 72 jam asal tetap kering (jika
basah, lembab atau lepas segera diganti).
 Kasa dan plester penutup luka perlu diganti bila di perlukan
 Daerah tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa tiap tiap hari
apakah ada rasa nyeri.
 Tempat insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluk nyeri atau demam
tanpa diketahui penyebabnya (CDC dan HICPAC 1996).

Kateter perifer
Seleksi temopat dan rotasi
 Untuk orang dewasa, pemasangan lebih disenangi di vena tangan
dari pada vena lengan, dan vena lengan lebih disukai daripada di vena
kaki dan paha. (penanaman kateter atau jarum pada vena paha atau kaki
sering menjadi penyebab terjadi imflamasi atu flebitis).
 Rotasi tempat setiap 72-96 jam mengurangi flebitis dan infeksi
local (kateter Teflon atau polikateter lebih baik dari pada jarum logam
karena tidak menembus vena saat rotasi).
 Pada pemakaian jangka pendek (˂48 jam), jarum lurus atau
butterfly kurang mengakibatkan iritasi karens terbuat dari plastic dan juga
infeksi sangat rendah.
 Karena jarum lurus atau butterfly lebih sering menyebabakan
infiltrasi, jangan di pakai pada larutan yang dapat mengakibatkan
nekrosis.
 Filtrasi inline, kecuali untuk pemberian darah dan produk darah,
tidak dianjurkan; karena lebih mahal, kurang efektif, dan sering
menyebabkan masalah. (CDC dan HICPAC 1996).
Kateter vena sentral
Perawatan tempat pemasngan dan balutan
 Jika tempat insersi kateter tampak kotor, cuci dengan sabun dan
air bersih kemudian keringkan sebelum diberi antiseptic.
 Pakailah klorheksidin glukonat 2%, PIV 10%, atau alcohol 60-90%
untuk persiapan kulit. (tahun 1991 Maki, Ringer dan Alvarado melaporkan
angka infeksi dengan pemakaian klorhekididn 80% lebih rendah dari PIV
atau alkohol).
 Pemasangan harus dilakukan dengan sepenuhnya menggunakan
kewaspadaan perlindungan (menggunakan sarung tangan, baju tindakan,
masker dan duk steril atau DTT) di ruangan tindakan, bukan di kamar
perawatan.

Penggantian cairan dan set infuse


 Ganti botol dengan cairan infus atau kantong plastic cairan infuse
setiap 24 jam.
 Ganti botol cairan infus atau kantong plastic cairan infuse dengan
emulsi lemak dalam 12 jam (CDC dan HICPAC 1996).
 Set infuse (termasuk piggypacks) harus dig anti jika rusak atau
secar rutin tiap 72 jam. (apabila saluran baru disambungkan, usap pusat
jarum atau kateter plastic dengan alcohol 60-90% dan sambungkan
kembali dengan infuse set).
 Salurkan (tubing) yang di pakai untuk memberikan darah, produk
darah atau emulsi lemak harus dig anti setiap 24 jm (CDC dan HICPAC
1996).
Langkah-Langkah Pemasangan, Pemeliharaan Dan Pengangkatan
Infus Vena Perifer
Prosedur insersi untuk pemasangan infuse :
Langkah 1: yakinkan semua perlengkapan tersedia:
 Cairan infus (kantong/botol)
 Jarum lurus, atau butterfly, kateter plastic (jarum yang terbuat dari
logam di tutup oleh penutup plasti yang akan ditinggalkan di tempat
sesudah jarum di cabut)
 Set infuse – bayi dan anak memerlukan alat (pengontrolan
tetesan) dan alat pengontrol isi.
 Larutan antiseptic (misalnya klorheksidin 2%, alcohol 60-90%,PIV
10% )dan kasa steril atau bersih ukuran 2x2 cm atau kapas
 Plester atau dressing transparan
 Torniket bersih
 Penyangga tangan baru atau bersih
 Handuk untuk ditaruh di bawah lengan atau tangan
 IV pole
 Sarung tangan pemeriksaan bersih (apabila sarung tangan
pemeriksaan tidak tersedia dapat di gunakan sarung tangan DTT)
 Ember berisis air bersih hangat, sabun, kain lap, dan handuk
kering
 Kantong plastic atau kantong anti bocor, container tertutup untuk
tempat pembuangan sampah yang terkontaminasi

Langkah 2: jelaskan prosedur kepada pasien.


Langkah 3: identifikasi vena mana yang paling baik untuk pemasangan
jarum IV atau plastic kateter
Langkah 4: jika tempat insersi tampak kotor, pertama-tama bersihkan
dengan sabun dan air, keringkan dengan handuk atau kain bersih
langkah 5: cuci tangan dengan sabun dan air bersih, keringkan dengan
handuk atau keringkan diudara (alternative lain, lakukuan apabila tangan
terlihat kotor, usap tangan, dengan 5 ml larutan atau 1 sendok the anti
septic penggosok, tangan pada kedua tangan dan usap seluruh tangan
dan sela-sela jari, biarkan kering).
Langkah 6: cek larutan IV (botol atau kantong plastik), yakinkan
cairannya betu, dan aditif yang tepst seperti potassium sudah
ditambahkan.
Langkah 7: buka set infuse dan pasang bagian-bagiannya dengan teknik
aseptic (jangan pegang ujung tube).
Lamgkah 8: pasang set infuse pada botol atau/kantong larutan.
 Lepaskan tutup botol atau kantong larutan tanpa menyentuh
bukaannya.
 Lepaskan tutup pelindung yang menutupi jarum jangan sampai
tersentuh,pegang gagang jarum, dan masukan jarum pada penutup botol
atau kantong larutan IV atau buka kantong cairan infuse.
Langkah 9: Isi pipa infuse:
 Tekan dan lepaskan tabung tetesan.
 Lepaskan penutup pipa IV dan longgarkan klem agar cairan dapat
mengisi pipa, lalu eratkan klem kembali dang anti tutup pelindung.
Langkah 10: dengan lengan atas dan tangan tergantung, tempatka
torniket 10-12 cm diatas tempat pemasangan. (minta pasien mengepal
dan membuka tangan untuk memudahkan mendapat vena).
Langkah 11: dengan torniket ditempat dan vena terisi, taruh tangan dan
lengan di Atas kain bersih di atas tempat tidur atau penyangga tangan.
Langkah 12: Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua tangan.
Langkah 13: bersihkan tempat pemasangan dengan larutan antiseptic
dengan gerakan memutar ke arah luar dari tempat pemasangan. (jika
menggunakan providon iodine, biarkan kering dahulu, ± 2 menit, karena
ia hanya mengeluarkan iodine bebas, agar antiseptic aktif, perlahan-
lahan).
Lankah 14 Pasang jarum lurus atau jarum butterfly atau kateter plasti
pada semprit untuk mengecek dengan mengambil darah. Jika tidak jarum
langsung hubungkan dengan ujung pipa IV steril.
Langkah 15: fiksasi vena dengan ibu jari dan gerakan berlawanan
dengan ibu jari dan raba kembali tempat pemasanagan apakah sudah
terpasang dengan baik.
Langkah 16: pasang jaru atu kateter dengan tangan yang dominan.
Perhatikan apakah ada darh yang kembali kedalam pipa, lalu dorong
kembali jarum atau butterfly pada tempat pemasangan sampai pusat atau
pangkal jarum (setelah kateter telah terisi darah tekan jarum lalu pasang
plester penahan pada pangkal jarum)
Langkah 17: sambil melakukan stabilitas jarum atau butterfly lepaskan
torniket dan longgarkan klem agar pipa IV terbuka dengan cukup dapat
mengalirkan Cairan.
Langkah 18: pasang plester kecil dibawah gagang dengan bagian
lengket di atas, lalu silangkan plester diatas gagang. Kemudian taruh
plester kecil kedu langsung di atas plester silang sebelahnya jarum atau
kateter.
Langkah 19: taruh kasa steril 2 x 2 cm di atas tempat pungsi vena dan
denga2 plester. (dapat juga di pakai penutup luka transparan diatas
tempat pemasangan).
Langkah 20: sebelum melepas sarung tangan buang semua sampah
terkontaminasi darah (kapas atau kasa) dalam kantong plastic atau
container anti bocor.
Langkah 21: Cuci kedua sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 %,
lepaskan sarung tangan taruh dalam kantong plastic atau dalam container
anti bocor.
Langkah 22: cuci tangan, atau gunakan larutan antiseptic penggosok
tangan.
Langkah 23: fiksasi lengan atau sangga lengan memakai papan
penyangga yang difiksasi dengan plester tidak langsung tapi harus
menyilang (untuk mengurangi rasa tidak nyaman, bila mengganti
penyangga tangan, dan akan menggunakan plester pada daerah tangan
atau lengan, pasang plester terbalik sehingga perekat akan bertemu
perekat baru dililitkan pada papan penyangga).
Langkah 24: sesuaikan kecepatan tetesan per menit.
Pemeliharaan Infus
Langkah 1: observasi pasien setiap 1 jam, nilai responsinya terhadap
terapi cairan, dan periksa:
 infus terbuka atau lepas (apabila jarum lurus atau butterfly masih
terpasang, periksa adanya infiltrasi)
 periksa jumlah cairan yang diberikan sesuai dan
 kecepatan tetesan (berapa tetes permenit) dipertahankan.

Langkah 2: cek setiap 8 jam apakah ada tanda-tanda flebitis atau


infeksi
Langkah 3: pindahkan pemasangan infus setiap 72-96 jam, untuk
mengurangi flebitis atau infeksi local.
Langkah 4: set infus perlu diganti (termasuk piggypacks) setiap 72 jam
atau jika ada kerusakan.
Langkah 5: jika pipa tidak terhubung, bersihkan penghubung jarum atau
plastic kateter dengan alcohol 60-90%, dan hubungkan dengan infus set
baru.
Mengganti Larutan IV
Langkah 1: siapkan pengganti larutan botol atau kantong cairan sewaktu
sisa cairan tinggal sekitar 50 ml.
Langkah 2: cek atau yakinkan pipa pengatur terisi separuhnya.
Langkah 3: cuci tangan atau gunakan antiseptik penggosok tangan.
Langkah 4: siapkan cairan baru. Bila menggunakan cairan dalam
kantong plastik lepaskan tutup tempat menusukkan jarum. Bila dalam
botol, buka penutup logam, pelapis logam atau plastik. Jangan sentuh
bagian tempat tusukan pada botol atau kantong cairan infus.
Langkah 5: pantau klem untuk menghentikan aliran cairan.
Langkah 6: lepaskan larutan lama dari alat infus
Langkah 7: cabut gagang jarum dari botol larutan atau botol larutan
dengan tidak menyentuhnya, pasang gagang jarum alat infus pada
botol/kantong baru.
Langkah 8: gantung kantong/botol baru, dan buang yang lama sesuai
dengan kebijakan rumah sakit.
Langkah 9: cek adakah udara dalam pipa.
Langkah 10: yakinkan pengatur cairan terisi seluruhnya.
Langkah 11: atur tetesan sesuai kebutuhan
Langkah 12: observasi keadaan pasien setiap jam, untuk menentukan
response terapi cairan dan cek bawah:
 alat intravena tidak lepas atau terbuka (jarum lurus
atau butterfly terpasang, periksa adanya infiltrasi).
 Cairan menetes dengan baik
 Jumlah tetesan (berapa tetes permenit) dapat
dipertahankan
Langkah 13: cek setiap 8 jam untuk melihat adanya flebitis/tanda
infeksi.
Mengganti pipa IV
Langkah 1: tentukan bahwa set infus yang baru diperlukan:
 Pada pipa infus terdapat lubang,
 Pipa terkontaminasi,
 Infus macet (missal setelah pemberian darah, sel darah
merahatau infus protein), atau
 Catatan menyatakan telah dipasang lebih 48 jam pada
pemberian darah, produk darah atau emulsa lemak atau 96 jam setelah
pemberian cairan infus.
Langkah 2: yakinkan semua tersedia:
 Kantong plastic atau kantong tahan air, container untuk
sampah terkontaminasi
 Set infus
Langkah 3: jika penutupan luka baru di perlukan tentukan:
 Kasa bersih atau steril (2 x2 cm) dan plester bedah atau
steril, bias juga band aid
 Larutan anti septic (klorheksidin glukonat 2%, alcohol 60-
90%, atau PVI 10%)
 Kapas alcohol
 Sepasang sarung tangan pemeriksaan bersih (bila
sarung tangan pemeriksaan tidak tersedia, sarung tangan DTT bisa
digunakan)
Langkah 4: cuci tangan atau pakai anti septic penggosok tangan seperti
diatas.
Langkah 5: buka set infus baru,set jika diperlu.
Langkah 6: buka pak kasa steril, taruh di tempat tidur, dekat tempat
penusukan.
Langkah 7 : pindahkan klem k posisi “off” pada pipa infus lama,
pindahkan gagang pipa Ke kantong atau botol cairan baru, gantung
setelah pipa diganti pipa baru.
Langkah 8 : segera lepaskan tutup gagang infus set baru, tusuksn dalam
botol/kantong cairan infus yang pertama.
Langkah 9 : tekan dan isi pengatur tetesan setengah penuh.
Langkah 10: buka klem pengatur tetesan, pindahkan tutup dari adapter,
pipa isi penuh,
Pindahkan klem pada posisi “off” dan lepaskan tutup tanpa menyentuh
Ujung pipa.
Langkah 11: pasang sarung tangan pemeriksaan pada kedua tangan.
Langkah 12: jika karum atau kateter tidak tampak, pelan-pelan angkat
penutup luka
Buang di kantong plastic, kantong anti bocor, atau container sampah
Tertutup.
Langkah 13: pertahankan jarum intravena atau kateter plastic,
keluarkan dari pipa lama,
Lepaskan segera penutup adapter jarum dari pipa baru, masukan pipa
Kedalam gagang jarum atau kapter plastic.
Langkah 14: buka klem pengatur pada pipa baru, hitung tetesan sesuai
kebutuhan
Langkah 15: buang set lama dalam kantong plastic, kantong anti bocor,
atau container Sampah tertutup.
Langkah 16: jika perlu, pakai penutup luka baru dengan kasa (2x2 cm)
ditempat tusukan (altenatif, pakai penutup luka transparanpada luka
tusukan).
Langkah 17: ganti sarung tangan, lepaskan sarung tangan, taruh dalam
kantong plastic Atau container sampah.
Langkah 18: cuci tangan atau pakai larutan antiseptic penggosok tangan
seperti diatas.
Prosedur melepas IV
Langkah 1: yakinkan semua perlengkapan tersedia:
 Sepasang sarung tangan pemeriksaan bersih (bila sarung tangan
pemeriksaan tidak tersedia, bisa juga memakai sarung tangan bedah
yang disinfeksi tingkat tinggi)
 Larutan antiseptic (klorheksidin glukonat 2%, alcohol 60-90%, atau
PVI 10%)
 Kasa 2x2 cm, dan plester bedah, atau band aid steril
 Container untuk benda-benda tajam bekas pemasangan di tangan
seperti jarum lurus atau jarum butterfly yang telah digunakan.
 Kantong plastic atau kantong anti bocor, container sampah tertutup
Langkah 2: cuci tangan atau pakai lariutan anti septic penggosok tangan
seperti di Atas.
Langkah 3: stop infus dengan menutup klem pengatur.
Langkah 4: pasang sarung tangan pemeriksaan pada kedua tangan.
Langkah 5: lepaskan alas lengan serta penutup luka, buang dalam
kantong plasti atau Container sampah.
Langkah 6: periksa tangan pasien apakah ada tanda-tanda flebitis atau
tanda-tanda Infeksi.
Langkah 7: hati-hati mencabut jarum atau plastic kateter dengan satu
tangan, Tangan lain menutup tempat insersi dengan kasa steril ukuran
2x2 cm
Langkah 8: tekan sekitar 1 menit, atau pasang 2 plester kecil di atas
kasa steril Secara steril.
Langkah 9: bisa juga, setelah ditekan dengan kasa, dilepas, lalu pasang
band aid Steril
Langkah 10: sebelum melepas sarung tangan, buang jarum atau plastic
kateter dalam Container benda-bendah tajam dan pipa infus dan
beberapa barang . Yang terkontaminasi darah (kapas atau kasa) buang
kedalam kantong. Plastic atau kantong anti bocor, container kantong yang
tertutup.
Langkah 11: lepaskan sarung tanagan, taruh dalam kantong plastic atau
kantong anti. Bocor, container sampah yang tertutup.
Langkah 12: cuci tangan atau pakai anti septic penggosok tangan
seperti biasa
Pemberian Darah Atau Produk Darah
Prosedur Transfuse
Langkah 1: yakinkan semua perlengkapan untuk IV (langkah 1 sepeti
biasa ) tersedia.
Langkah 2 : tentukan ukuran jarum yang diperlukan seperti:
 Satu buah jarum lurus atau butterfly atau kateter plastic # 18 atau
19
 Set infus yang mempunyai filter, dan pipa jenis Y
 Larutan garam isotonic (0,9%) berisi 250-500 ml (botol atau
kantong)

Langkah 3 : jelaskan pada pasien tentang prosedur, tanyakan apakah


pernah Mendapatkan reaksi transfuse sebelumnya.
Langkah 4: minta pasien melaporkan segara bila ada menggigil, nyeri,
kejang, atau . Ruam kulit.
Langkah 5: pasang infus IV dengan jarum besar (# 18 atau 19, atau
butterfly, atau. Keteter plastik) sesuai dengan urutan-urutan pemasangan
infus (langkah
3 sampai 21).

Langkah 6: buka infus dengan larutan garam isonik 0,9% steril.


Langkah 7 : petugas kesehatan yang lain, memeriksa secara benar
produk darah, Lengkapi dalam catatan pasien:
 Cek nama pasien dan gelang nama jika ada.
 Cek kompatibilitas yang menempel pada kantong darah, juga
tanggal kadaluarsa darah yang bersangkutan (apabila tidak sesuai jangan
digunakan)
 Untuk whole blood, cek golongan ABO dan Rh, sesuai dengan yang
tercantum pada status pasien
 Cek ulang tentang golongan darah atau produk darah dengan
pesanan dokter
 Cek masa pembekuan
 Catat nadi dasar dan tekanan darah pasien
Langkah 8: lepaskan penutup kantong darah atau produk darah atau
botol dengan tidak. Menyentuh saat membuka
Langkah 9: jika menggunakan set Y, lepaskan penutup gagang
pemasangan kedua tanpa tersentuh, masukan dalam kantong darah (bila
menggunakan satu pipa hati-hati memindahkan penusukan gagang pipa
pada botol atau kantong larutan garam fisiologis dengan tidak
menyentuh, kebotol atau kantong darah)
Langkah 10: mulai transfuse:
 Isi penyaringan
 Sesuaikan tetesan (2 ml per menit)
Langkah 11: celupkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%,
lepaskan sarung. Tangan, taruh dalam kantong plastic atau kantong anti
bocor, tempat sampah tertutup.
Langkah 12: cuci tangan atau pakai larutan antiseptic penggosok tangan
seperti diatas
Langkah 13: pantau tanda-tanda vital pasien:
 Periksa nadi dan tekanan darah setiap 5 menit pada 15 pertama
transfuse, lalu setiap jam
 Observasi keadaan pasien apakah ada keluhan (muka merah atau pipi
merah), susah bernapas, ruam kulit (lesi karena cairan sekitar kulit) dan
lain- lain.
Langkah 14: catat pemberian darah dn produk darah pada status pasien.
Langkah 15: selesai transfuse, ganti dengan larutan IV baru, sedangkan
kantong darah kosong dikembalikan ke bank darah.
Langkah 16: jika tidak diperlukan infus lagi:
 Cabut jarum atau kateter plastic dan segera rinci setelah lihat langkah
penggantian infus (lihat langkah I1 sampai 9 peraturan pelepasan)
 Kembalikan kantong darah dan pipa-pipanya ke bank darah
Langkah 17: sebelum melepas sarung tangan, buang jarum atau plastic
kateter pada . Container sampah benda tajam, dan alat infus plastic atau,
bahan-bahan lain, (kapas dan kasa) dalam kantong plasti atau kantong
anti bocor, tempat sampah tertutup.
Langkah 18: lepaskan sarung tangan seperti biasa, atau masukan dalam
kantong plastic atau tempat sampah tertutup.
Langkah 19: cuci tangan atau gunakan antiseptic penggosok tangan
seperti diatas.

6.1.3. Pencegahan Infeksi Maternal dan Bayi Baru Lahir


Defenisi
Endometritis. Infeksi pasca persalinan akaut dari selaput lendir uterus
(endometrium) dengan ekstensi dinding otot halus ( miometrium).
Keistimewaan kliniknya termasuk demam biasanya berkembang pada
hari pertama dan kedua pascapersalinan, nyeri pada uterus, nyeri perut
bagian bawah, lokia yang berbau, dan tanda – tanda peritonitis pada
perempuan yang mengalami seksio sesarea.
Episiotomi. Sayatan bedah pada perineum (biasanya pada posisi jam 6),
beberapa saat sebelum melahirkan. Gunanya untuk melancarkan
persalinan bagian yang dipersentasikan dan mengurangi resiko robekan
kearah perineal.
Infeksi nosokomial pada bayi baru lahir. Infeksi yang terjadi setelah
persalinan tetapi tidak termasuk infeksi – infeksi yang diketahui
ditransmisikan lewat plasenta seperti sifilis congenital, sitomegalo virus,
rubella, varisela (chicken pox), dan parasit protozoa, taksoplasmosis
gondi.
Infeksi nosokomial pada pasien obstetric. Infeksi yang tidak ada dan
juga tidak sedang berinkubasi pada saat pasien masuk rumah sakit.
Kebanyakan infeksi saluran kencing dan endometritis adalah nosokomial
sekalipun oragnisme penyebabnya dari dalam (yaitu ada dalam saluran
genital bawah maternal sebelum persalinan)
Sepsis group B streptokokus invasive. Infeksi bayi baru lahir yang
dicirikan dengan bakterimia, pneumonia, meningitis dan kematian pada
sampai 25% bayi dengan infeksi itu. B iasanya terjadi paling banyak
sesudah SIIA. Infeksi di tempat lain adalah infeksi kulit bayi baru lahir
( selulitis) dan osteomielitis (infeksi tulang ) .
Sindrom infeksi intraamniotik (SIIA), sering disebut sebagai
amnioniyis atau karioamnionitis . infeksi aku yang dapat ditemukan
secara klinis dalam uterus dan isinya dan cairan amnion) selama
kehamilan. Terjadi pada prsentase kecil (< 5 %) dari kehamilan aterm,
sampai 25% pada perempuan dengan persalinan premature ( sebelum
kehamilan 37 minggu ). Biasnya berhubungan dengan kolonisasi kavum
uteri dengan infeksi bayi baru lahir dan endometritis pascapersalinan
yang serius, dan sering fatal organism yang paling umum diisolasi dari
cairan amnionadalah group B streptokokus dan E coli
Trombofelbitis pelvis septik. Gumpalan (sumbatan) dari vena pelvic
dalam karena infeksi. Factor yang mempengaruhi termasuk seksio
sesarea setelah persalinan lama (> 24 jam), ketuban pecah dini,
persalinan sulit ( ekstrasi forsep atau vaginal), anemia, dan malnutrisi.

Epidemiologi
Infeksi maternal
Dinegara – Negara yang sedang berkembang infeksi pascapersalinan
tetap menjadi nomor dua dari perdarahan pascapersalinan yang menjadi
penyebab kematian maternal dari persalinan. Namun penjangkitan
penyakit yang mematikan ini dapat dicegah dengan:
 Melakukan cuci tangan sebelum bersalin dengan air limau yang
diklorinisasi
 Mendidihkan semua instrument dan perabotan setelah digunakan
oleh seorang perempuandengan infeksi pascapersalinan.

Dengan upaya pencegahan ini, Holmes melaporkan penurunan yang


dramatisdari mortalitas maternal dari 16% menjadi 1% (Holmes, 1843)`
Sekso sesarea merupakan factor paling penting yang yang member
sumbangan pada freekuensi dan keparahan endometritis
pascapeersalinan (Gibss 1980). Pasien yang mengalami seksio sesarea
pertama (primer) bahkan dihadapkan pada resiko lebih tinggi untuk
mendapatkan infeksi atau komplikasi lain dibandingkan dengan pasien
yang mengalami seksio sesarea efektif,seksio berulang.
Sementara infeksi sayatan bedah oragan/ruangan, seperti endometritis
lebih lebih dari separuhnya, dan yang paling serius mahal infeksi luka
(hamper 20%). Infeksi luka terutama akibat kontaminasi lansung dari area
sayatan dengan organisme pada rongga uterus pada saat pembedahan.
Factor predisposisi untuk infeksi luka adalah perempuan yang :
 Mempunyai vaginosis bacterial (Gardnerella vaginalis) yang
diperoleh dari endometrium,
 Diseksio sesarea sewaktu kala dua persalinan atau
 Didiagnosa infeksi selaput ketuban (SIIA) (korioamnionitis) sebelum
kelahiran (Mead 1993)

Infeksi obstetric lainnya jarang berkisar kurang dari 1 % sampai dengan


15%. Urutan frekuensi yang menurun, termasuk
 Infeksi saluran kencing nosokomial ( kira – kira 12%)yang
kebanyakan terjadi pada perempuan yang mengalami seksio sesarea.
 Infeksi episiotomy (< 5%, biasanya sederhana dan tidak sulit)
 Pneumonia nosokomial (3% dan hamper selalu pada pasien pasca
seksio sesarea).
 Septicemia ( 2% dan kebanyakan pada pasien pasca seksio
sesarea).
 Infeksi payudara (mastitis) pada perempuan pasca persalinan
menyusui (< 3%)

Infkesi janin dan bayi baru lahir


Infeksi in utero termasuk yang disebabkan oleh :
 Virus – sitomegalovirus, rubella, varisela, HIV, dan parovirus :
 Protozoa – toksoplasmosis gondii ; dan
 Bakteri – sifilis congenital
Itrapartum ( ibu ke bayibaru lahir) dan infeksi bayi baru lahir pasca
persalinan termasuk yang disebabkan oleh :
 Virus hepatitis B, hepatitis C, HIV, virus herpes simpleks, (HSV),
human papiloma virus, dan parovirus, dan
 Bakteri – E koli, group B streptokokus, jamur (sepsis kandida);
konjungtivitis karena klamidia, gonorhoe, atau listeria, monositogenes,
dan sejumlah hasil anaerob garam negative.
Tambahan lagi, sejumlah organism lain yang dapat mengolonisasi dan
kadang – kadang menginfeksi bayi baru lahir selama bulan pertama
kehidupan termasuk :
 Virus – sitomegalovirus, enterovirus, respiratory sincytial virus dan
rhinovirus
 Protozoa – malaria di banyak Negara tropis dan bakteri
tuberkulosisdan tetanus
 Bakteri tuberculosis dan tetanus
Hanya infeksi bayi baru lahir yang diperoleh sewaktu melalui jalan lahir
atau dimasa neonatal yang dianggap nosokomial (diperoleh dari rumah
sakit). Menentukan apakah suatu infeksi itu nosokomial atau pernah ada
atau sedang berinkubasi sebelum masuk rumah sakit sangat sulit. Dan
sering tidak ada gunanya.

Mikrobiologi
Penyebab infeksi maternal
Kebanyakan infeksi pascapersalinan disebabkan oleh flora endogen
mikroorganisme yang biasnya ada dalam sluran genital. Namun biasanya
infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran atau
pascapersalinan. Hamper 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran
genitalia bawah (vulva, vagina, serviks)setiap saat (Fero,
1990).sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi
dianggap nonpatogenik, di bawah kebanyakan lingkungan dan sekurang
– kurangnya 20, termasuk E koli S. aureus, proteus mirabilis dan klebsiel
pneumonia adalah patogenik.
Oragnisme yang paling umu diisolasi dari perempuan dengan
endometritis, terdaftar dalam table 25 – 2. Karena biakan endometrium
dan urine yang dapat menyesatkan disebabkan kontaminasi flora vagina
dan serviks, ttidak mengherankan perempuan pascapersalinan, dengan
bukti klinis, endometritis atau infeksi saluran kencing jarang terjadi
daripada dengan pasien jenis lain (Mead 1993).
Table 25- 2 Organism yang umum diisolasi dari wanita dengan
endometriosis
AEROBES
Garam – positif kokki
Streptokokus group B
Streptokokus group C
Enterokokus
Streptokokus spesies
Stafilokokus sepsis
Garam negative
Eserisia koli
Klebsiela pneumonia
Proteus mirabilis
ANAEROBES
Garam – positif kokki
Peptokokus spesies
Peptostreptokokus spesies
Garam – positif basili
Klostridium spesies
Garam – negative basili
Provetela bivia
Bakteroid fragilis
Bakteroid spesies (lainnya)

Kolonisasi dan infeksi pada bayi baru lahir


Kulit bayi baru baru lahir mrupakan tempat pertama dan utama untuk
kolonisasi bakteri,khususnya untuk stafialokokus aureus, yang lebih sering
diperoleh dari kamar bayi daripada dari ibunya. Setiap lecet atau atau
luka sayat pada kulit membrikan kesempatan untuk terjadi infeksi dengan
organism pathogen ini. Tambahan lagi bayi baru lahir mempunyai
sekurang – kurangnya satu luka bedah terbuka (tali pusat) yang sangat
rentan terhadap infeksi .oleh karena itu,untuk meminimalkan resiko
infeksi pada masa bayi baru lahir,semua tempat harus dirawat dengan
menggunakan teknik aseptik.
Walaupun infeksi yang berat pada bayi cukup bulan jarang terjadi, kalau
itu terjadi sering kali skunder dari group B streptokokus, E, koli, L
Monositogenesis, Sitrobarker diversus, salmonella, klamidia, virus herpes
simpleks,(HSV), atau enterovirus. Semua organisme ini dapat ditularkan
ke bayi lain dikamar bayi melalui tangan staf rumah sakit jika
kewaspadaan Baku tidak diikuti, terutama cuci tangan (atau
menggunakan larutan pencuci tangan) dan penggunaansarung tangan.

Pencegahan penyakit infeksi janin dan bayi baru lahir


Pencegahan telah lama menjadi satu – satunya alternatif dalam
memerangi penyakit infeksi bayi baru lahir yang menghancurkan,
umpamanya rubella congenital, sitomegalovirus, varisela, sifilis,
toksoplasmosis, dan tetanus. Selama 50 tahun terakhir ini upaya
pencegahan telah berhasil mengurangi risiko infeksi janin dan bayi baru
lahir di Negara – Negara berkembang. Keberhasilan ini telah dilaksanakan
melalui :
 Imunisasi maternal ( tetanus, rubella, varisela, dan hepatitis B);
 Pengobatan antenatal sifilis maternal, gonorea, dan klamidia;
 Penggunaan profilaksis obat tetes mata postnatal untuk mencegah
infeksi mata (konjungtiva) karena klamidia, gonorhoe, dan jamur
(kandida)
 Pengobatan profilaksis perempuan hamil yang berisiko terhadap
penyakit group B streptokokus: dan baru terjadi
 Pengobatan dengan obat pengobatan dengan obat antiretrovirual
(ARV) maternal (antenatal dan intrapartum) dan bayi baru lahir
(postnatal) untuk HIV

Menurunkan Resiko Infeksi Maternal Dan Bayi Baru Lahir


Kesadaran terhadap kewaspadaan baku, khsusnya cuci tangan, dan
penggunaan sarung tangan, pelindung wajah dan apron plastic atau
plastic atau karet dapat mengurangi resiko ini. Oleh karena itu
penggunaan alat perlindungan pribadi secara tepat sangat ditentukan
selama seksio sesarea
Meminimalkan resiko infeksli Selama persalinan dan kelahiran
pervaginam
Diseluruh dunia bayi baru lahir dalam berbagai lingkunagan, khususnya
kalau kelahirannya merupakan suatu persalinan normal. Persalinan
pervaginam berhubungan dengan sejumlah factor yang meningkatkan
risiko perempuan terhadap endometritis dan infeksi saluran kencing.
Termasuk :
 Keetuban pecah lama > 24 jam
 Terauma jalan lahir ( laserasi vagina atau perineal dan robekan
uretral)
 Pengeluaran plasenta secara manual karena tertinggalnya sisa –
sisa palsenat
 Episiotomy, dan
 Persalinan forsep tengah (Hemsell 1991; Newton, Prihoda dan
Gibbsbn 1990)
Masing – masing merupakan alat untuk masuknya mikroorganisme, atau
untuk ditempatkan di dalam uterus(ronnga uterus). Sementara 3 faktor
pertama dapat terjadi di manapun persalinan dilakukan (dirumah atau di
rumah sakit) , dua terakhir berhubungan hanya dengan persalinanyang
terjdi dirumah sakit atau pelayanan kesehatan. Factor lain yang
meningkatkan resiko infeksi maternal adalah pemeriksaan vagina,
khususnya yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran dan kebidanan.
Untuk mengurangi resiko ini perlu diperhatikan hal – hal berikut:
 Pakai sepasang sarung tangan periksa yang bersih atau sarung
tangan bedah yang didisinfeksi tingkat tinggi yang sudah diperoses ulang
untuk setiap pemeriksaan (sarung tangan steril tidak diperlukan untuk
pemeriksaan vagina)
 Hindari mendorong ujung jari pemeriksa pada pembukaan serviks
(mulut serviks) sampai persalinan aktif terjadi atau sampai diputuskan
untuk melakukan induksi persalinan dibuat.
 Hati – hati dan batasi kasus untuk pendidikan mahasiswi pada
pasien dalam persalinan aktif dan progresif

Persalinan pervaginam
Langkah – langkah yang dapat diambil untuk menurunkan risiko infeksi
maternal sebelum dan selama persalinan termasuk adalah sebagai
berikut,
Langkah 1: yakni bahwa alat – alat berikut tersedia
 Dua pasang sarung tangan steril atau DTT.
 Sarung tangan tanpa jari steril atau DTT.
 Sarung tangan pemeriksaan untuk mencuci perineum.
 Tempat air bersih hangat, sabun lap muka dengan handuk
kering/bersih.
 Apron plastic atau karet dan penutup wajah ( masker dan goggles).
 Antiseptic berdasarkan alcohol tanpa air untuk cuci tangan (seperti
klorheksidin glukonat 2% atau povidoniodin 10%).
 Gunting steril (Mayo) atau DTT.
 Klem tali pusat steril atau DTT atau tali pengikat tali pusat.
 Oksitosin injeksi (dengan atau tanpa methergin) atau misoprotosol
oral
 Kateter urine steril atau DTT (lurus, karet atau metal) wadah bersih
untuk menampung urine.
 Kasa segi empat.
 Tempat plasenta.
 Duk bersih atau kain untuk membungkus bayi.
 Alas perineum bersih.
 Lampu (jika diperlukan)
 Container benda – benda tajam (dalam jangkauan tangan).
 Ember plastic diisi dengan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
 Tempat sampah palstik yang tertutup untuk pembuangansampah –
sampah yang terkontaminasi
Jika diperlukan episiotomy alat – alat berikut harus tersedia pula:
 Pemegang jarum steril
 Cunam jaringan steril atau DTT.
 Benang cromik # O dengan jarum jahit
 Anastesi local tanpa epinefrin.

Langkah 2 : segera setelah pasien diposisikan untuk pelahiran, pakai


sarung tangan pada kedua tangan dan cuci area perineal (vulva,
perineum dan area anus) dengan sabun dan air bersih.
 Pakai gerakan kebawah dan kebelakang kalau mencuci area
perineal agar organisme fekal tidak masuk ke dalam vagina.
 Bersihkann area anal terakhir kali dan buang kain pembersih atau
handuk kedalam kantong plastic atau container tahan kotoran yang tahan
bocor dan bertutup.
Mencukur rambut perineal (pubik) meningkatkan
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelahiran
(Landry dan Kilpatrick 1997)

Langkah 3 : cuci tangan yang maih memakai sarung tangan dalam


larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan tempatkan dalam kantong
plastic atau container tertutup.
Langkah 4 : cuci tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan
dengan kain bersih yang kering atau dikeringkan dengan udara. Kalau ada
pakai larutan antiseptic (klorheksidin atau povidon iodine) dan bilas lalu
keringkan tangan dengan segera sebelum memasang sarung tangan
bedah steril atau didisinfektan tingkat tinggi.. alternatifnya gunakan.
Langkah 5 : Oleskan 5 ml (kira – kira senduk the)antiseptic pencuci
tangan pada tangan dan lengan gosok sampai kering. Ulangi penggunaan
dan gosok 2 kali lagi sampai sekurang – kurangnya 2 menit menggunakan
total sekitar 15 ml (3 sendok teh) antiseptic pencuci tangan.
Langkah 6 : Pakai sarung tangan bedah steril atau DTT pada ke dua
tangan.
Langkah 7 : Pakailah alat pelindung termasuk apron plastic atau karet dan
pelindung muka(masker atau gogles) karena terciprat darah atau cairan
amnion yang berdarah dapat terjadi.

Selama Persalinan
 Kalau diperlukan resusitasi bayi, gunakan penghisap mekanik kalau
ada(kalau terpaksa menghisap saluran udara dengan mulut pasang
penghalang diantaranya).
 Kalau diperlukan pengeluaran plasenta secara manual, pakailah
sarung tangan tanpa jari untuk menghindari kontaminasi lengan dengan
darah. Cara menggunakan sarung tangan tanpa jari :
- Lepaskan sarung tangan bedah dari satu atau ke dua tangan
menggunakan teknik yang sudah dijelaskan di bab 4.
- Kemudian masukan sarung tangan tanpa jari DTT atau steril dan
tarik sampai ke lengan gunakan teknik yang dijekaskan di bab 7
- Pasang sarung DTT atau steril yang baru pada satu atau ke dua
tangan.

Sesudah Melahirkan
Langkah 8 : sebelum membuka sarung tangan tempatkan semua barang
yang akan dibuang (kasa yang kena darah) ke dalam kantong plastik atau
container sampah yang tahan bocor dan bertutup.
Langkah 9 : Jika episiotomi dilakukan atau ada robekan vagina atau
perineum lakukan penjahitan :
 Tempatkan benda tajam atau jarum jahit pada tempat benda tajam
yang anti tembus
 Jika membuang jarum hipodermik dan sempritnya, tahan jarum di
bawah permukaan larutan klorin 0,5%, isi semprit dan bilas 3 kali;
kemudian letakkan di container benda tajam yang anti tembus.
Alternatif lain, jika semprit digunakan ulang (dan jarum), isi semprit
dengan jarum terpasang dengan klorin 0,5% dan rendam 10 menit untuk
dekontaminasi.

Langkah 10 : Rendam ke dua sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%,


buka sarung tangan dengan membalikannya, dan tempatkan dalam
kantong plastic atau kontainer sampah yang tahan bocor dan bertutup
kalau mau dibuang. Jika digunakan ulang, rendam dilarutan klorin 0,5% 10
menit untuk dekontaminasi.
Langkah 11 : Cuci tangan dengan sabun dan air kemudian keringkan
dengan kain kering atau dengan udara, atau pakailah antiseptic gosok
tangan berbahan dasar alcohol yang tak berair.

Meminimalkan risiko infeksi selama seksio sesarea


Beberapa keistimewaan yang membuat pembedahan ini berlainan
adalah :
 Operator dan asistennya harus memakai pelindung muka (atau masker
dan goggles) dan apron plastic atau karet di atas piyama operasinya
karena terciprat darah atau cairan amniom yang berdarah dapat
terjadi.
 Pemakaian sarung tangan dobel dianjurkan, khususnya kalau memakai
sarung tangan bedah steril yang diprose ulang atau di DTT.
 Harus diberikan sefalosporin dari generasi pertama atau ke dua secara
intravena setelah tali pusat di klem kalau seksio sesarea itu beresiko
tinggi (yaitu ketuban pecah lama atau persalinan lama berapapun
lamanya).
 Petugas kesehatan yang menerima bayi harus mencuci tangannya dan
memakai sarung tangan bedah didisinfeksi tingkat tinggi sebelum
menangani bayi.
 Bayi harus ditempatkan pada handuk bersih atau steril sebelum
diteruskan kepada petugas kesehatan yang merawat bayi.
 Ganti sarung tangan setelah melahirkan bayi dan sebelum melahirkan
plasenta secara manual (jika tersedia gunakan sarung tangan bedah
yang baru seperti yang dijelaskan di bab 7).
 Dengan ketuban pecah lama atau sindrom infeksi intraamniotik
(karioamnionitis) yang terdekontaminasi :
- Hindarkan masukan cairan amnion ke dalam rongga abdomen
- Tempatkan handuk steril yang terlipat dan basah, untuk laparotomi
di setiap sisi uterus untuk menangkap sebanyak mungkin cairan yang
amnion yang terkontaminasi.
- Kalau banyak mekonium atau cairan amnion masuk ke dalam rongga
abdomen, ambil handuk laparotominya dan bersihkan dengan larutan
garam isotonik 0,9%.
- Jangan melakukan eksplorasi rongga peritoneum kecuali kalau
mutlak diperlukan dan setelah luka sayatan uterus ditutup
sepenuhnya dan srung tangan diganti.
 Kalau serviks masih tertutup dan ketuban belum pecah sebelum
dilakukan seksio sesarea :
- Lebarkan servik dari bawah (melalui vagina) secukupnya untuk
membiarkan keluarnya darah dan cairan (lochea) setelah bayi dan
plasenta lahir.
- Masukan jari tangan yang bersarung ke dalam serviks hanya satu kali
untuk melebarkannya.
- Jangan keluar masuk atau mengeluarkan tangan dari pelvis dan
memasukkan kembali jari ke dalam serviks.
- Kalau dilatasi telah lengkap, buka sarung tangan dan pakai sepasang
sarung tangan bedah steril atau didisinfeksi tingkat tinggi.
 untuk meminimalkan infeksi luka pasca bedah, lakukan hal-hal berikut :
- pasien tidak usah dicukur sebelum pembedahan (jika diperlukan
menghilangkan rambut pubis dan abdomen, gunting rambut sesaat
sebelum bedah dilakukan).
- Buat sayatan kulit dengan scalpel bukan dengan elektrokauterisasi.
- Setelah fasia ditutup, guyur luka dengan NaCl isotonik 0,9%
kemudian keringkan.
- kalau mungkin jangan menempatkan drain dalam lapisan subkutan.
- Tutup pinggiran kulit dengan teknik subkutikular.
- Pasang kasa steril dan rawat luka.
Teknik aseptic batal kalau menyentuh area yang non steril, seperti
sewaktu tangan yang bersarung dimasukkan ke dalam rongga pelvis
untuk menarik kepala atau bokong bayi, kalau terkontaminasi sarung
tangan bedah yang steril atau yang di DTT itu harus diganti secepat
mungkin.

Perawatan ibu pascapersalinan


Untuk meminimalkan infeksi nosokomial pada ibu pascapersalinan
perhatikan hal-hal berikut :
 Gunakan sarung tangan pemeriksaan atau utiliti sewaktu
membersihkan perineum, menyentuh lochea atau episiotomy
 Pada waktu pascaperaslinan dini, yakinkan ibu dapat berkemih tanpa
kesukaran.
 Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah perineum dengan air
matang sesudah mengganti kotek atau buang air.
 Jika ibu menyusui, ajari ia merawat payudara dan putting susu untuk
mencegah infeksi (mastitis).
 Jika persalinan dengan seksio sesarea, untuk mencegah masalah
pernapasan dalam masa pascapersalinan;
- Hati-hati menggunakan obat.
- Segera mobilisasi dan tarik napas dalam sering-sering dalam 12 jam
pertama pasien boleh berjalan.
 Jika persalinan dengan seksio sesarea dan memakai kateter menetap
untuk mencegah masalah urinasi.
- Periksa bahwa urin tetapmengalir dan menampung terpasang baik.
- Ikuti petunjuk pencegahan infeksi pada bab 22
- Cabut kateter sesegera mungkin.

Perawatan postnatal bayi baru lahir


Meminimalkan resiko infeksi bayi baru lahir dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
 Pakai sarung tangan dan apron plastic atau karet kalau menangani bayi
sampah darah, mekonium, atau cairan amnion dibersihkandari kulit
bayi.
 Bersihkan darah dan cairan tubuh lainnya secara berhati – hati dengan
meenggunakan kapas, bukan kasa, yang dicelupkan kedalam air hangat
diikuti dengan pengering kulit.
 Cuci tangan sebelum memegang atau merawat bayi. Alternatifnya
dapat menggunakan produk antiseptic berbasis alcohol tak berair.
 Tunda membersihkan bayi baru lahir sampai suhunya stabil (biasanya6
jam). Yang sangat penting adalaah area pantat dan perineal. Area ini
harus dibersihkan pada setiap penggantian popok, atau sering kalau
diperlukan, dengan menggunakan kapas yang dicelupkan ke dalam air
sabun hangat, kemudian dikeringkan dengan hati – hati.
 Gaun penutup atau masker tidak diperlukan sewaktu menangani bayi.
 Tidak ada satu cara perawatan tali pusat yang terbukti superior dalam
mencegah kolonisasi atau infeksi.
Secara umum :
- Cuci tangan, atau pakai antiseptic pencuci tangan sebelum dan
sesudah merawat tali pusat
- Tali pusat harus bersih dan kering
- Jangan tutupi tali pusat dengan gurita
- Diaper atau popok dilipat dibawa punting tali pusat.
- Jika puntung tali pusat kotor, hati – hati cuci dengan air matang yang
diberi sabun, bersihkan dengan air matang dan keringkan dengan
kain bersih
- Jelaskan pada ibu, jika punting tali pusat menjadi merah atau
bernanah, bawa bayi ke klinik atau rumah sakit secepatnya.

Pengelolaan wabah di kamar bayi atau NICU


Perkiraan adanya epidemic di kamar bayi atau NICU, didefenisikan
sebagai ditemukan dua atau lebih bayi baru lahir dengan kondisi yang
sama (umpamanya infeksi kulit atau diare infeksius) pada saat yang
sama. Kalau epidemic atau perjangkitan penyakit tertentu seperti diare
infeksius karena E. koli atau salmonella dicurigai, langkah pertama untuk
mengkajihal itu secepatnya dan berhati – hati adalah :
 Tentukan kebutuhan akan studi epidemologik lebih lanjut :
 Tentukan dan alat transmisi (melalui udara, droplet, atau kontak); dan
 Tentukan jenis tindakan control yang diperlukan.

6.1.4 Pencegahan Diare Infeksius dan Pengelolaan Makanan dan


Air
Definisi
 Air bersih adalah air yang telah diolah dan disaring secara alami atau
kimiawi sehingga aman untuk diminum dan dapat digukanan untu
keperluan lain(misalnya : cuci tangan, dan pencucian peralatan medis)
karena telah memenuhi standar kesehatan masyarakat tertentu.
Standar ini meliputi : mikrorganisme pada tahapan nol, seperti bakteria
(koliform tinja dan E. Coli), parasit (Giardia Lamblia), dan virus
(hepatitis A dan E), keruhan rendah (buram karena benda-benda
partikel dan kontaminasi lainnya); dan disinfektan tahapan minima,
hasil produksi disinfektan, kimia inorganik dan organik serta bahan-
bahan radioaktif. sekurang-kurangnya, air bersih harus bebas dari
mikroorganisme walaupun sedikit keruh (sebaiknya jernih, tidak
buram).
 Diare nosokomial. paling sedikit 2 hari berturut-turut buang air besar
encer atau berair ekurang-kurangny sebanyak 3 kali yang terjadi lebih
dari 72 jam sesudah masuk rumah sakit (atau lebih lama dari masa
inkubasi apabila agen penyebab diketahui).
 Epidemik. penyebaran penyakit infeksi yang cepat, misalnya kolera
diantara para individu di rumah sakit atau masyarakat pada waktu yang
sama
 kesehatan lingkungan. proses untuk mempertahankan lingkungan yang
brsih, sehat dan menyenagkan bagi pasien dan tempat bekerja.
 penyakit endemis. penyakit infeki, seperti kolera, yang selalu ada pada
suatu tahapan (prevalensi) tertentu di suatu negara atau wilayah.

Epidemiologi
Pada pasien rawat inap, masa inkubasi diare infeksius yang dibebabkan
oleh berbagai jenis bakteria dan virus mungkin lebih pendek karena
penurunan imunitas atau fakor resiko lainnya. Walaupun diagnosis diare
infeksius pasti dengan diidentifikasinya age bakteria atau virus, banyak
kasus diare tidak pernah didiagnosis sepenuhnya. Di Amerika Serikat,
kejadian diare nosokomial telah dilaporkan diantara kurang dari 1 per 100
kasus rawat inap anak-anak hingga lebih dari 30 per 100 kasus rawat inap
orang dewasa (Mc. Farland 1993). Karena diare biasa terdapat di negara-
negara berkembang, maka terjadi kekurangan untuk perkiraan yang
sebenarnya.
Agen infeksius penyebab diare ditularkan lewat jalan tinja/oral dengan
berbagai cara, yaitu :
 Melalui makan makanan atau minum air yang terkontaminasi
 Dari pasien yang menangani barang terkontamiasi (umpamanya,
dengan tinja) dan memasukkan tangannnya kedalam mulut;
 Dari tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi, dan
 Dari instrumen medis yang terkontaminasi (umpamanya, gastroskop)
yang masuk saluran gastrointestinal (GI).

Diare noninfeksius biasanya disebabkan oleh pengobatan seperti


antibiotik atau tindakan seperti endoskopi, pemberian makanan melalui
selang nasogastrik, pemeriksaan sinar-x yang menggunakan barium
dan enema.Sementara diare noninfeksius merupakan masalah umum,
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak memerlukan pengobatan.

Penyakit GI infeksius yang lebih serius adalah neonatal nectrotizing


enterocolitis yang membunuh sel-sel usus sehingga menyebabkan
peritonitis dan septikemia. Keadaan ini terutama terjadi pada bayi
prematur serta wabah terjadi di nicu dan kamar perawatan bayi khusus.
Walaupun tidak ada agen yang diidentifikasi, epidemiologi
memperkirakan bahwa suatu agen penularan (bakteria atau virus yang
belum diketahui) menjadi penyebabnya.
Mikrobiologi
Wabah diare infeksius nosokomial di rumah sakit, rumah jompo dan Unit
Perawatan Intensif Neonatal (NICU) telah dikaitkan dengan berbagai jenis
organisme, termasuk salmonella, shigella, clostridium difisil, vibrio
(kolera), candida albicans,staphilococcus aureus,
criptosporidium, rotvirusdanenteroviruslainnya. Beberapa bakteri
dan virus yang umum sering menyebabkan diare infeksius, masa inkubasi,
dan karakteristik kliniknya yang utama diuraikan dibawah ini.
Beberapa Bakteri yang Lazim :
 Salmonella(salmonellosis) menyebabkan demam, mual, muntah
diikuti oleh diare yang mengandung lendir (putih dan berserat) namun
jarang terdapat darah dalam tinja. masa inkubasi kurang dari 72 jam (3
hari) apabila sejumlah besar organisme termakan dalam makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Wabah diantara anak-anak umumnya
terjadi karena kontak penularan, dan sekitar 50% dari bayi yang
terpapar akan sakit jika ada satu kasus saja diruang perawatan bayi.
Sebaliknya orang dewasa akan mendapatkan salmonellosis dari
makanan atau minuan yang terkontaminasi, atau alat medis seperti
endoskop yang tidak cukup bersih dan didisinfeksi. sekali beberapa
pasien atau petugas terinfeksi, maka kontak penularan kepada orang
lain yang rentan bisa berlangsung cepat. Salmonellosis adalah
penyebab umum diare infeksius, merupakan lebih dari 50% seluruh
kejadian wabah diare di rumah jompo yang agen penyebabnya telah
diidentifikasi (levine dkk. 1991).
Pengawasan wabah mungkin sukar; beberapa rumah jompo atau
bangsal harus membatasi penerimaan pasien baru. penanganan
makanan yang amansangat perlu untuk pencegahan, terutama telor
mentah (tidak dimasak) dan produk telor seperti (mayonaise buatan
sendiri, saos tepung). Terapi antibiotik memperpanjang waktu seorang
pasien membawa organisme dalam sistem GI mereka, namun
pengobatan antibiotik perlu untuk pasien septik atau yang sangat sakit
berat karenanya, penggunaan larutan rehidrasi oral dan terapi
penunjang sudah cukup.
 Shigella (Shigellosis) cepat menyebabkan diare, dengan tinja
mengandung lendir dan kadang-kadang darah. Pasien tampak lebih
sakit daripada oleh penyebab lain. masa inkubasi 1-6 hari, sumber
utama adalah penularan melalui tinja/oral dari pasien yang baru
terinfeksi. Wabah lebih jarang dibandingkan salmonella atau virus, dan
pasien mengeluarkan organisme pada waktu yang singkat setelah tidak
ada gejala. terapi antibiotik mungkin diperlukan, namun rehidrasi oral
sangat penting.
 Clostridium Diffisil (dulu disebut sebagai diare yang resisten terhadap
antibiotik atau kolitis pseudomembranosa) yang semakin penting
merupakan salah satu penyebab diare. hal ini mungkin karena hampir
semua kasus diare nosokomial adalah pasien rawat inap dewasa (Mc.
Farland.1995). Diare bervariasi dari ringan dan sembuh sendiri sampai
kolitis pseudomembranosa berat, dapat menjadi fatal. Karena
clostridium diffisil terdapat pada tinja bayi dan anak prasekolah,
kolonisasi tanpa gejala klinis dapat terjadi. jumlah dalam GI berkurang
sesuai dengan bertambahnya usia. Sebagai tambahan, clostridium
diffisil dapat menjadi endemik di ruang perawatan bayi atau unit
beresiko tinggi lainnya. Kejadian wabah nosokomial tidak berkaitan
dengan penularan melalui makanan, menunjukkan bahwa kontak
penularan (orang ke orang) dari bahan terkontaminasi atau tangan
petugas adalah penyebabnya. contohnya, satu laporan menyatakan ika
pasien dengan kultur negatif yang dirawat diruangan yang tadinya
dipakai oleh pasien dengan diare clostridium diffisil, cenderung lebih
besar kemungkinan tertular diare jenis ini daripada pasien yang dirawat
di ruangan bekas pasien tanpa diare clostridium diffisil (Mc. Farland dkk
1989). ini membuktikan organisme ini tetap berada pada benda mati
(seperti lampu, pegangan pintu atau pagar, tempat tidur) untuk
beberapa waktu, kecuali jika ruangan sealu dibersihkan dengan
seksama antara pasien berikutnya.
 Strain E. Colli yang menyebabkan diare akut, tidak ditularkan secara
nosokomial. Strain toksik ditularkan di restoran melalui daging yang
terkontaminasi yang tidak dimasak dengan baik untuk mematikan
organisme dan menjadi masalah pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyiapkan makanan sendiri dari daging mentah.
 Subgrup Vibrio Kolera menyebabkan diare akut, penyakit diare
berat, ditandai dengan wabah setempat dan dapat menjadi epidemi
meluas, kadang-kadang hanya wabah individual. Kolera berhubungan
dengan sumber air yang terkontaminasi (lihat bagan terakhir bab ini
untuk informasi lengkap mengenai pencegahannya). Terapi umumnya
dengan rehidrasi oral.
Agen Virus yang Umum
 Rotavirus menyebabkan muntah dan diare secara tiba-tiba dalam 48-
72 jam(2-3 hari) sesudah paparan. Separuh dari kasus terjadi demam
dan radang pernapasan bagiatan atas. Selain itu, virus dapat berada
dalam sputum atau sekresi untuk beberapa hari. Ini yang
diperhitungkan dalam penularan yang cepat dan peningkatan infeksi
yang tinggi selama musim dingin. Gejala bisa hilang dalam beberapa
hari, namun tinja masih mengandung virus sampai 2 minggu. Rotavirus
merupakan penyebab diare pada anak dibawah lima tahun. Karena
sangat infeksius, apabila terjadi wabah di tempat perawatan bayi,
hampir semua bayi terinfeksi. seperti clostridium diffisil, virus ini dapat
hidup di permukaan benda mati dan menyebabkan endemik di rumah
sakit.
 Virus Norwalk dan virus- virus yang menyerupainya menyebabkan
diare akut, mual muntah, demam ringan, dan sakit perut selama 24
jam. masa inkubasi singkat hanya beberapa hari. virus ini berhubungan
dengan makanan (salad, sayur mentah, kerang-kerangan) dan
kontaminasi melalui air, namun wabah nosokomial dapat terjadi yang
membuktikan bahwa penularan orang ke orang juga terjadi.
Faktor Risiko
Faktor resiko pejamu untuk diare nosokomial meliputi usia muda, usia tua,
pasien dengan luka bakar, trauma atau melemahnya imunitas, keasaman
lambung berkurang, dan perubahan flora lambung dan usus seperti yang
terjadi pada pengobatan antibiotik pada beberapa orang. Faktor resiko
petugas kesehatan termasuk kurangnya kesehatan dan kebersihan
tangan, khususnya yang menangani makanan, dan ketidaktaatan
menggunakan sarung tangan.
Mengurangi Risiko Diare Nosokomial
Kebersihan Tangan dan Sarung Tangan
Organisme enterik (umpamanya E. Colli dan Rotavirus ) dipindahkan pada
orang yang rentan melalui tangan petugas kesehatan dan pasien yang
mendapat organisme pada tangannya dari kontak langung dengan tinja
atau tidak langsung dari bahan-bahan yang mengandung bahan tinja.
Untuk mengurangi resiko paparan dan kontaminasi silang.
 Pasien dan staff harus mencuci tangannya atau memakai penggosok
tangan berbasis alkohol setelah kontak dengan organisme tinja di
kamar mandi, dengan peralatan kamar mandi seperti wadah tinja
dikamar mandi, dengan peralatan kamar mandi seperti wadah tinja
atau pada pasien dengan inkontinensia tinja.
 Pakai sarung tangan periksa yang bersih dan baru sebelum menyentuh
selaput lendir (mulut atau hidung) dari semua pasien, termasuk bayi
dan anak.
 Sarung tangan rumah tangga atau tebal harus dipakai jika kegiatan
yang dilakukan termasuk menyentuh atau menangani tinja
(umpamanya mengganti wadah tibja dari Pasien dengan inkontinensia
tinja).
Kontaminasi Lingkungan dan Kain Kotor
 Bersihkan dan bilas wadah tinja dan peralatan kamar mandi yang
biasanya ditangani oleh pasien dan staff dengan desinfektan (larutan
klorin 0,5% atau lysol 1%) setiap kali setelah dipakai.
 Kalau pengotoran tinja terjadi (umpamanya pasien inkontinen atau duk
bocor) semua bahan yang dikotori harus segera dibersihkan dan
didisinfeksikan.
 Staff yang memilah linen harus memakai sarung tangan rumah tangga
atau tebal. juga, linen kotor harus digulung sehingga kebocoran tidak
terjadi, dan semua linen harus ditangani seolah-olah ada kontaminasi
tinja.
 Ketika menangani linen yang dikotori duh tubuh basah, pakailah sarung
tangan, diaper bekas pakai atau kertas WC, dan tempatkan dalam
kantong plastik tahan bocor, atu tempat sampah bertutup.

Petugas Pelayanan Makanan


 Bahkan darah staff pelayanan makanan secara rutin tidak efektif, mahal
dan tidak bermanfaat. Bahkan, pembawa kronis hanya kadang-kadang
mengeluarkan organisme. Umpamanya, biakan nasal rutin (nares
anterior) hanya mengidentifikasi 10-30% dari pembawa kronik
staphilococcus aureu berkaitan dengan keracunan makanan.
 Petugas makanan dengan diare harus segera dihentikan dari
menangani makanan. Mereka tidak boleh kembali menangani makanan
atau bekerja pada pasien dengan gangguan imunitas Atau dalam
perawatan intensif atau dengan transplan sampai semua gejalanya
berhenti selama 24- 48 jam.

Pasien dengan Diare


Pasien dengan diare apapun sebabnya harus dikelola menurut
kewaspadaan baku dengan menambahkan kewaspadaan berdasarkan
penularan jika terindikasi dalam diagnosis. Kewaspadaan lain termasuk
memindahkan teman sekamarnya ke kamar lain dalam rumah sakit jika
ada kemungkinan kontaminasi tinja, menganjurkan staff memakai gaun
atau celemek plastik dalam kegiatan pembersihan dan melakukan
pembersihan sesering mungkin pada bahan-bahan yang mungkin
terkontaminasi. Jika ada, diaper berlas plastik untuk dipakai pada bayi,
anak bahkan orang dewasa.bayi lahir dari ibu dengan diare tak boleh
bergabung dalam ruang bayi umum. sebaliknya, rawat gabung harus
disediakan untuk ibu dan bayinya dan ibunya harus diajarkan tentang
kesehatan dan kebersihan yang baik.

Pengelolaan Wabah
Pengelolaan wabah diare yang berhasil dihubungkan dengan sumber
kontaminasi yang sama di fasilitas pelayanan kesehatan biasanya
dibutuhkan sejumlah langkah:
 Cari penyebab utama dan lenyapkan
 Kelompokkan pasien dengan diare bersama-sama dan dilarang
memakai peralatan bersama atau staff dengan pasien baru atau yang
tidak terinfeksi,
 Jika pasien setuju untuk dikelola lebih lanjut di rumah masing-masing
maka yang terkena dan tak terkena dapat dipulangkan lebih dini,
 Memastikan bahwa pengelolaan rumah tangga dilakukan dengan sering
dan cermat,
 Menyediakan ruang terpisah dan petugas tambahan untuk merawat
bayi-bayi yang terkena pada terjadinya wabah diruang perawatan bayi
atau NICU.

karena pengelolaan wabah itu mahal, pencegahan dengan


menghilangkan resiko infeksi dari makanan dan air akan lebih murah.

Mengelola makanan dan pelayanan air


penularan nosokomial organisme tinja melalui makanan dan air yang
terkontaminasi dapat dikurangi dengan memperbaiki sanitasi,
penanganan makanan dan kebersihan serta kesehatan staff, termasuk
cuci tangan atau penggunaan produk penggosok tangan berbasis alkohol
tanpa air.
faktor yang meningkatkan resiko diare nosokomial di rumah sakit
termasuk fakta bahwa mereka :
 Melayani makanan lebih lama dari restoran,
 Melayani pasien sakit dengan gangguan imunitas,
 Harus membawa dan membagi makanan dengan jarak lebih jauh, dan
 Menyiapkan makanan nasogastrik (eternal) dan diet khusus.

tambahan lagi, petugas seringkali hanya sementara, kurang terlatih, dan


mungkin mempunyai masalah kesehatan lain sehingga menambah
buruknya kualitas pelayanan makanan.
organisme yang paling sering berkaitan dengan wabah berasal dari
makanan termasuk Salmonella dan Clostridium Diffisil, Shigella,
Escherecia Colli, virus hepatitis A (HAV) dan spesies vibrio kolera. Infeksi
berasal dari makanan dapat terjadi bila :
 Melayani makanan lebih lama dari restoran
 Melayani pasien sakit dan gangguan imunitas,
 Harus membawa dan membagi makanan dengan jarak lebih jauh, dan
 Menyiapkan makanan nasogastrik (enternal) dan diet khusus.

Tambahan lagi, petugas seringkali hanya sementara, kurang terlatih, dan


mungkin mempunyai masalah kesehatan lain sehingga menambah
buruknya kualitas pelayanan makanan.
Organisme yng paling sering berkaitan dengan wabah berasal dari
makanan termasuk salmonella dan clostridium diffisil, shigella, eschericia
colli, virus hepatitis A (HAV) dan spesies vibrio kolera.Infeksi berasal dari
makanan dapat terjadi bila :
 Makanan dan cairan terinfeksi (mengandung sejumlah besar organisme
infeksius),
 Persiapan dan proses penyimpanan, dan praktik-praktik yang
memungkinkan organisme tetap bertahan, dan
 Makanan diberikan kepada pejamu yang rentan

Dalam penelitian pada 162 wabah berasal dari makanan di rumah sakit
dan rumah perawatan di as, kesalahan yang berhubungan dengan
wabah adalah sebagai berikut :
 38% disebabkan oleh pengendalian suhu yang tidak tepat dalam
penyiapan makanan,
 18% disebabkan oleh kebersihan dan kesehatan yang buruk pegawai
yang terinfeksi,
 14% disebabkan oleh salah memasak,
 13% disebabkan oleh peralatan yang terkontaminasi,
 5% disebabkan oleh makanan yang diperoleh dari sumber yang tidak
aman, dan
 9% disebabkan oleh faktor lain (villarino, dkk. 1992)

Panduan Pelayanan Makanan


Semua kegiatan dibagian pelayanan makanan harus dipantau pada
jangka waktu tertentu untuk memastikan bahwa standar keamanan
dipatuhi, termasuk:
 mempertahankan suhu harus diatas 60°C/140°F atau dibawah
7°C/45°F. termometer untuk penyimpanan makanan harus diperiksa
secara berkala. makanan hangat dan mudah rusak harus didinginkan
sebelum disimpan, atau dalam wadah yang dangkal supaya suhu
sentral tidak cukup hangat untuk bakteria berkembang biak atau
menghasilkan toksin karena keduanya adalah penyebab utama wabah
“keracunan makanan” akibat staphilococcus.
 memasak harus lengkap. semua bagian dari bahan harus mencapai
suhu yang sesuai. khususnya, daging yang dibekukan harus mencair
sebelum dimasak untuk mencegah itik- titik dingin di bagian dalam.
kalau ada keraguan bahwa suhu bagian dalam di bawah tingkat
seharusnya pada ahir memasak, harus diperiksa dengan mengukur
suhunya.
 kesehatan dan kebersihan pribadi staff pelayanan makanan sangat
penting dan harus diawasi oleh seseorang yang berpengetahuan luas.
petugas makanan harus mendapatkan akses yang mudah ke tempat
cuci tangan dan tersedianya penggosok antiseptik tanpa air dalam
wadah tersendiri, jika memungkinkan. tempat cuci tangan harus ada
akses air bersih, sabun, dan handuk bersih (dipakai satu kali atau
handuk ekali pakai lebih baik). kalau memakai handuk umum, harus
diganti segera tampak kotor atau sekurang-kurangnya setiap 4 jam.
karena pekerja pelayanan makanan umngkin tidak mnghargai
pentingya cuci tangan, maka pelatihan staff harus diperkuat dan model
terladan yang sesuai olh pengawas dan pengelola harus ditunjukkan.
staff harus mengetahui:
- prisnsip dasar kebersihan dan kesehatan pribadi dan bagaimana
kebaikan kesehatan dan kesehatan membantu mencegah penularan
penyakit;
- pentingnya melaporkan masalah GI atau lesi pada kulit, khususnya
pada tangan;
- bagaimana memeriksa, menyiapkan dan menyimpan makanan yang
ditandai dengan betul;
- bagaimana membersihkan dan menjalankan peralatan yang dipakai,
seperti penyayat, blender, dan pencuci piring; dan
- pengelolaan sampah.
 Memastikan kebersihan dan disinfeksi peralatan, khususnya papan
pemotongan yang digunakan untuk menyiapkan daging mentah, ikan,
atau ternak. Ini dapat terkontaminasi dan perlu dibersihkan dan
didisinfeki diantara pemakaian. Alat lain harus dibersihkan setip hari.
Sistem untuk memeriksa dan memelihara semua peralatan dapur pusat
adalah penting.
 Membeli makanan mentah dari penjaja yang sudah dikenal yang
memenuhi standar pemeriksaan lokal, jika mungkin. Makanan yang di
sediakan dirumah tidak boleh dibagi-bagikan pada pasien rawat inap
lainnya. Juga makanan yang mudah rusak dari rumah harus dihabiskan
secepatnya, dan sisanya harus dibawa kembali oleh pengunjungnya.
formula bayi bubuk yang terkontaminasi juga merupakan masalah.
dalam suatu penelitian dari 141 bubuk makanan pengganti ASI dari 28
negara, lebih dari separuh (52%) dari contohnya mengandung
organisme gram-negatif (Mutyjens, Roelofs- Wilemse dan jaspar. 1998).
kebanyakan masalah dengan formula bayi timbul sewaktu penyiapam
dan penyimpanan produk segar itu. formula harus disiapkan di ruangan
yang bersih dimana tidak ada pekerjaan lain yang digunakan pada saat
itu. wadah harus bersih dan kering, dan air yang digunakan untuk
menyiapkan formula harus dididihkan selama 5 menit. formula yang
sudah disiapkan harus ditempatkan dalam botol-botol bersih, yang
telah dibilas dengan air mendidih dan dibiarksn hingga kering.

Menyiapkan Air Bersih


Air yang dididihkan selama 5 menit dianggap aman untuk diminum atau
digunakan dalam pembuatan larutan rehidrasi orl (ORS) dan
mengencerkan susu formula. Sebagai alternatif, air ledeng dapat
didisinfeksi dengan menambahkan sedikit larutan sodium
hipoklorit.Sebagai contoh, 10 ml (2 sendok teh) larutan korin 0,5% cukup
untuk membuat 20 liter (sekitar 5 galon) air yang aman untuk diminum
(CDC.2000). Jika air ledeng atau air sumur keruh, air tersebut harus
difiltrasi, atau sedimennya diendapkan dulu.Selanjutnya air jenihnya
perlahan-lahan dituang sebelum dididihkan.
Air yang sudah mendidih mudah terkontaminasi lagi, karen berbeda
dengan air diklorinasi, ia tidak mempunyai kapasitas untuk
menginaktivasi mikroorganisme. Oleh karena itu air tersebut harus
disimpan dalam tempat tertutup atau wadah penyimpanan bersih yang
telah didisinfeksi, lebih baik bermulut sempit. (wadah penyimpanan yang
bermulut lebar dapat terkontaminasi karena tangan atau alat-alat lain
dapat masuk dan menyentuh air bersih). Walaupun air yang telah
diklorinisasi meninggalkan sisa klorin paling sedikit 24 jam, air tersebut
harus disimpan dalam wadah berleher sempit untuk mengurangi resiko
kontaminasi.
Persiapan air minum bersih mengandung 0,001% (10 ppm) larutan
natrium hipoklorit tidak mahal, mudah dilakukan dan sering dibutuhkan
dalam situasi darurat (umpamanya, sewaktu banjir atau nemcana alam
lainnya dimana sistem air terkontaminasi). Selain itu, kemampuan
menyiapkan air bersih setiap hari penting pada fasilitas kesehatan, seperti
klinik kesehatan di desa yang terpencil. Seringkali tidak terdapat akses
sumber air yang dapat dipakai untuk cuci tangan dan membersihkan
peralatan, sarung tangan bedah dan barang medis lainnya sebelum
pemrosesan akhir dengan DTT atau sterilisasi.

Panduan Penggunaan Air Bersih


Sebagaimana diuraikan pada tabel 26-1, pendidihan merupakan cara
yang dianjurkan untuk mempersiapkan air bersih yang aman untuk
diminum, membuat ORS, atau mengencerkan susu formula. Jika air ledeng
atau air sumur jernih(misalnya mengandung sedikit sedimen material
organik), klorinisasi dengan klorin 0,0001% (1 ppm) cukup untuk disinfeksi
air dan masih mempunyai akitivitas residual. Pada keadaan darurat, atau
jika air keruh sedang filtrasi tidak mungkin (misalnya sewaktu
memerlukan air disinfeksi dalam jumlah besar) konsentrasi klorin harus
ditingkatkan sampai sekitar 0,001% (10 ppm) agar cukup untuk
mendisinfeksi air, namun masih terasa jika didiamkan 1 malam sebelum
diminum.
Penggunaan Filtrasi Dianjurkan Alternatif Konsentrasi
(ppm) (%)
Diminum, ORS, + Dididihkan Klorinasi 1 0,0001
dan formula
Keadaan ± Klorinasi Dididihka 10 0,001
darurat n
Medis (cuci ± Klorinasi - 10 0,001
tangan/peralat
an)

Kelangsungan Sumber Air Bersih


Baru-baru ini sistem mudah-alih tersedia secara komersial yang dapat
menghasilkan natrium hipoklorit 0,6% dari garam biasa, air
terkontaminasi dari sungai, sumur atau kolam dangkal dan listrik. Sumber
tenaga bisa dari listrik AC 110/220 volt, DC atau baterai fotovoltaik solar.
Sistem ini didesain untuk daerah terpencil atau pedesaan dengan kondisi
yang paling sulit selam beberapa tahun. Umpamanya sistem yang kecil
dioperasikan dengan energi solar, dapat mengolah 20.000 liter (lebih dari
5 kuart) air terkontaminasi per hari selam 8 jam. (ESE. 2002)
Sistem ini termasuk murah sekitar 15.000.000 per buah dan mudah
dipakai dan dirawatnya. Hanya diperlukan meletakkan elektronik dalam
asam (asam asetat 3-5%) untuk melarutkan fosfat dan karbonat yang
perlahan-lahan menjadi katode yang dibangkitkan dari hipoklorit. Lebih-
lebih ini dapat menghasilkan sumber air bersih dan aman atau suplai
berkelanjutan natrium hipoklorit. Lebih-lebih ini dapat menghasilkan
sumber air bersih dan aman atau suplai berkelanjutan natrium hipoklorit
untuk penggunaan medis (misalnya untuk dekontaminasi atau DTT kimia
peralatan).

Bagaimana Mencegah Penyebaran Kolera


Di beberapa negara, seperti : Bangladesh, kolera endemik dan dimusim
hujan menjadi epidemik. Kolera menyebar melalui air terkontaminasi.
Telah bertahun-tahun diketahui bahwa mikroorganisme dalam air yang
disebut plankton adalah waduk penyimpanan vibrio kolera. Baru-baru ini
(Colwell,dkk.2003) melaporkan insidens kolera di desa Bangladesh
berkurang hinnga 48% dengan menggunakan metode filtrasi sederhana
pada air yang tidak menyaring air minum mereka (p<0,005). Pada studi
ini, 65 desa (terdiri atas 8.000 rumah tangga atau sekitar 133.000 orang)
secara acak dibagi dalam 3 kelompok yang mnggunakan pakaian sari
bekas, tenunan nilon, atau tidak menggunakan apa-apa untuk menyaring
air minum mereka selam 18 bulan. Sebagai tambahan dalam mengurangi
insidens kolera secara bermakna, parahnya penyakit juga kurang didesa-
desa yang menyaring airnya. Penelitian berkesimpulan, mungkin ini
merupakan efek penyaringan dari kain sari atau tenunan nilon untuk
mengurangi bakteri kolera dalam air minum. Pada penelitian ini kain sari
dan tenunan nilon sama efektifnya dalam pencegahan kolera dn
mengurangi beratnya penyakit. Kain sari tua lebih disuaki, karena ukuran
porinya lebih kecil (misalnya, menyaring plankton dan partikel yang lebih
besar dari 20 mikron), lebih murah, dan tersedia di Bangladesh seperti
juga di negara lainnya dimana kolera merupakan suatu masalah. Postulat
berikutnya adalah berikutnya adalah dengan pertama-tama menyaring air
minum yang terkontaminasi, diikuti dengan pemberian natrium hipoklorit
(0,001%konsentrasi akhir) seperti dijelaskan diatas maka, penurunan
insidens kolera akan dapat diperoleh dengan sedikit biaya, lebih-lebih di
desa terpencil dan sewaktu ada epidemi.
BAB VII
PEMERIKSAAN FISIK
Pertemuan Ke 7
Tujuan pembelajaran :
Mahasiswa mampu menjelaskan teknik dasar pemeriksaan fisik,
melakukan pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan pada ibu
hamil, bersalin dan nifas dan pemeriksaan pada bayi.
Metode pembelajaran :
1. Small group discussion, dengan cara mahasiswa diminta
membuat kelompok kecil 5-10 orang, untuk mendiskusi kasus
dibawah.
2. Simulasi/demonstrasi/skill lab (praktik mandiri), dengan cara
fasilitator / pembimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa
mendemonstrasikan pemeriksaan tanda vital, pemerksaan ibu
dan bayi kemudian pembimbing melakukan evaluasi dan
memberikan justifikasi, setelah itu dipratekan secara mandiri
oleh mahasiswa dengan pasien temanya sendiri dengan
bimbingan pembimbing / fasilitator

Bahan diskusi
Kasus 1
Ny. A berumur 30 tahun datang ke puskemas untuk periksa hamil tanggal
7 november 2011. Hamil ini adalah kehamilan yang kedua dan belum
pernah abortus, HPHT : 28 April 2011. Ibu mengatakan pusing, lemas,
pandangan berkunang-kunang. Dari hasil pemeriksaan ditemukan TD :
100/90 mmhg, S : 36 derajat celcius, Nadi : 80x/mnt, pernapasan
20x/menit, Hb : 8 gram %, kunjungtiva pucat dan Djj 144xmnt teratur,
terdengar di perut ibu sebelah kiri.
Tugas diskusi
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut?
(gunakan bantuan dengan kamus umum, kebidanan, atau kedokteran)
2. Bagaimana prinsip dasar yang anda gunakan dalam pemeriksaan fisik
pada kasus 1
3. Bagaimanakah cara pemeriksaan tanda vital yang dapat anda lakukan?
4. Bagaimanakah cara pemeriksaan fisik selanjutnya yang anda lakukan
pada kasus tersebut?
Kasus 2
Bayi laki-laki spontan di puskesmas dari ibu berumur 45 tahun. Berat lahir
1500 gram. Saat lahir bayi segara menangis, ketuban pecah saat lahir,
jernih dan tidak berbauh. Bayi mulai disusui 2 jam setelah lahir, tetapi
isapan bayi tampak lemah. Empat jam setelah lahir bayi tampak sesak,
frekuensi pernapasan 70 x permenit, adanya retraksi di daerah subcostal,
tidak tampak biru, dan pada auskultasi terdengar expiratory grunting.
Suhu aksiler 36,3 C. Dua hari kemudian wajah dan daerah dada bayi
tampak kuning.

Tugas diskusi
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut?
(gunakan bantuan dengan kamus umum, kebidanan, atau kedokteran)
2. Bagaimana cara pemeriksaan fisik selanjutnya yang anda lakukan pada
kasus tersebut?

7.1 Teknik Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien dengan tujuan mengumpulkan data kesehatan pasien baik melalui
riwayat pasien, maupun pemeriksaan secara langsung. Dalam
pemeriksaan kita mengenal empat teknik dasar, diantaranya inspeksi,
palpasi, dan auskultasi.
1. Inspeksi
Merupakan cara pemeriksaan fisk yang dilakukan dengan mengamati
atau mengobservasi secara langsung. Cara melakukan inspeksi adalah
sebagai berikut :
a. Atur posisi pasien sehingga bagian tubuh pasien dapat teramati
secara jelas
b. Berikan pencahayaan yang cukup
c. Lakukan inspeksi / pemgamatan pada area tubuh untuk menilai
ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi dan abnormalitas
d. Bandingkan area sisi tubuh satu dengan bagian tubuh yang lainnya
e. Jangan melakukan inspeksi secara terburu-buru.
2. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
melakukan perabaan atau indera peraba, yakni tangan dengan
menentukan ketahanan, kekenyalan, kekerasan tekstur, dan mobilitas.
Dalam melakukan palpasi cara yang dianjurkan adalah dengan
menggunakan permukaan palmar jari, yang dapat digunakan untuk
mengkaji posisi, tekstur, konsistensi, bentuk masa dan pulsasi. Pada
telapak tangan dan permukaan lebih sensitif pada getaran, dan untuk
memeriksa temperatur hendaknya menggunakan bagian belakang
tangan dan jari.
3. Perkusi
Merupakan pemeriksaan dengan cara pengetukan yang
menggunakan ujung-ujung jari untuk menilai ukuran, batasan,
konsistens organ tubuh dan menuntukan adanya cairan dalam rongga
tubuh. Teknik perkusi ada dua cara, yakni cara langsung dan cara tidak
langsung. Cara langsung dilakukan dengan mengetuk secara langsung
dengan menggunakan satu atau dua jari. Sedangkan cara tidak
langsung adalah dengan menempatkan jari tengah tangan diatas
permukaan tubuh dan tangan lainnya, telapak tidak pada permukaan
kulit. Setelah mengetuk jari tangan ditarik ke belakang.
Dalam penilaian hasil perkusi, ada beberapa macam, diantaranya
sonor, pekak, dan timpani. Sonor merupakan suara yang terdengar
pada perkusi normal, pekak merupakan suara yang terdengar pada
perkusi otot, dan timpani merupakan suara yang terdengar pada
abdomen bagan lambung. Selain itu ada dua suara diantara suara
tersebut yakni redup dan hipersonor. Redup merupakan suara antara
sonor dan pekak, hipersonor suara antara sonor dan timpani.
4. Auskultasi
Merupakan pemeriksaan fisik dengan cara mendengar bunyi yang
dihasilkan oleh tubuh melalui stetoskop. Dalam auskultasi beberapa hal
yang dapat didengarkan, diantaranya frekuensi atau siklus gelombang
bunyi, kekerasan atau amplitude bunyi dan kualitas atau lamanya
bunyi.

7.2 Pemeriksaan Tanda Vital


1. Pemeriksaan nadi
Merupakan pemeriksaan dengan cara mengukur denyut nadi melalui
perabaan pada nadi, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien, perkembangan penyakit dan kardiovaskuler.
Alat :
1. Jam atau stop wach
2. Alat tulis
3. Buku catatan nadi
Cara kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan / beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan tidur terlentang
4. Lakukan pengukuran denyut nadi (frekuensi) pada daerah arteri
radialis pada pergelangan tangan, arteri brachialis pada siku bagian
dalam, arteri karotis pada leher, arteri temporalis, arteri femoralis
dan arteri dorsalis pedis.
5. Catat hasil
6. Cuci tangan

2. Pemeriksaan Tekanan Darah


Merupakan pemeriksaan dengan cara mengukur tekanan darah
dengan menggunakan spignomanometer, yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan hemodinamik pasien atau kondisi kesehatan
secara umum.
Alat :
1. Tensi meter (spignomanometer air raksa / aneroid lengkap)
2. Mancet sesuai dengan hokum
3. Stetoskop
4. Buku catatan
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan / beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan berbaring atau duduk dengan lengan tersokong
seitnggi jantung dan telapak tangan menghadap ke atas
4. Palpasikan arteri brachialis dan pasang mancet pada daerah
pengukuran tekanan darah, setinggi 2,5 cm diatas denyut arteri
brachialis
5. Pasang stetoskop dengan meletakan diafragma dar stetoskop diatas
arter brachialis
6. Kumbangkan/ pompa mancet dengan kecepatan rat-rata 20 mmhg
hingga diatas titik nadi menghilang
7. Lepaskan tekanan mancet dengan kecapatan kira-kira 2-3 mmgh
perdetik
8. Baca hasl dengan denyutan pertama atau korotkoff 1 menunjukan
tekanan sistolik dan korokoff IV/V menunjukan tekanan dastolik.
9. Catatat hasil
10. Cuci tangan

3. Pemeriksaan Pernapasa
Merupakan pemeriksaan pernapasan dengan cara menghitung jumlah /
frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang dihitung dalam satu
menit, yang bertujuan untuk mengetahui jumlah dan sifat pernapasan,
keadaan umum pasien, dan perkembangan penyakit.
Alat :
1. Jam atau stopwatch
2. Buku catatan
Cara kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan /beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan berbaring
4. Lakukan pengukuran dengan meletakan tangan pasien pada posisi
rileks menyilang abdomen atau dada bagian bawahnya atau
menempatkan tangan pemeriksaan langsung pada abdomen pasien.
5. Hitung frekuensi, irama, pola nafas selama 1 menit penuh
6. Catat hasil
7. Cuci tangan

4. Pemeriksaan Suhu
Merupakan pemeriksaan suhu badan dengan menggunakan
termometer, yang bertujuan untuk mengetahui suhu tubuh serta
keadaan umum pasien. Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui
oral, axila dan rectal.
Melalui oral
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Tissue
6. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Lakukan pengukuran dengan meletakan termometer di bawah lidah
didalam kantong sublingual posterior kanan atau kiri dengan
menganjurkan untuk mengatupkannya tanpa menggigit selama 2-3
menit
6. Setelah selesai keluarkan termometer dengan hati-hati
7. Keringkan/lap pada termometer dengan tisu setelah itu buang tisu ke
dalam bengkok
8. Lihat hasil pengukuran
9. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
10. Lepaskan sarung tangan
11. Catat hasil
12. Cuci tangan
Melalui axial
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Tisu
6. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Lakukan pengukuran dengan meletakan termometer dengan
menempatkan dibawah lengan dengan ujungnya dibagian tengah
aksila dan dekatkan dengan kulit dan anjurkan untuk tangan
menjepitkannya selama 3-5 menit
6. Setelah selesai keluarkan termometer dengan hati-hati
7. Keringkan/lap pada termometer dengan tisu, setelah itu buang tisu ke
dalam bengkok
8. Lihat hasil pengukuran
9. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
10. Lepaskan sarung tangan
11. Catat hasil
12. Cuci tangan

Melalui rektal
Alat :
1. Termometer
2. Buku catatan
3. Larutan sabun, desinfektan dan air dalam tempatnya
4. Sarung tangan
5. Vaselin/pelumas
6. Tisu
7. Bengkok
Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien
4. Gunakan sarung tangan
5. Berikan pelumas pada ujung termometer
6. Lakukan pengukuran dengan memasukan ujung kedalam rectum dan
pengang termometer secara hati - hati berbaring selama 3 menit
7. Lihat hasil pengukuran
8. Bersihkan termometer dengan tusi kemudian cuci tangan dengan air
sabun, desinfektan, air bersih dan keringkan
9. Catat hasil
10. Cuci tangan

7.3 Pemeriksaan Fisik Pada Ibu


Merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada ibu untuk mengetahui
keadaan kesehatan secara umum serta mengetahui ada tidaknya
kelainan. Tindakan ini dilakukan untuk menentukan diagnosis.
Alat dan Bahan
1. Status pasien (buku catatan pasien)
2. Baki beralas
3. Tensimeter
4. Stetoskop
5. Termometer
6. Jam tangan
7. Pen light
8. Lampu kepala
9. Snellen card (kalau perlu)
10. Garputala (kalau perlu)
11. Tounge spatel
12. Hammer
13. Sarung tangan
14. Tisu
15. Benkok
16. Timbangan berat badan
17. Tempat cuci tangan
18. Larutan clorin 0,5%
19. Kapas atau kapas alkohol 70%
20. Pengukur tinggi badan

Cara kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan/beritahu prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi dengan berbaring
4. Lakukan pemeriksaan berat badan dengan menimbang berat badan
dengan timbangan berat badan dan ukur tinggi badan dengan ukuran
tinggi badanm (meteran)
5. Lakukan pemeriksaan keadaan umum pasien (status kesadaran),
dengan cara baik kualitatif maupun kuantatif :
Kualitatif :
 Berikan rangsangan seperti mengajak bicara, berikan cahaya atau
lainnya
 Lakukan penilaian status kesadaran, sebagaimana berikut:

Tabel 7.1 penilaian kesadaran secara kualitatif


Status Keterangan
kesadaran
Compos Apabila pasien mengalami kesadaran
mentis penuh dengan memberikan respon yang
cukup terhadap stimulus yang diberikan
Apatis Pasien mengalami acuh tak acuh
terhadap sekitarnyan
Somnolen Pasien memiliki kasadaran yang lebih
rendah dengan ditandai dengan anak
tanpak mengatuk, selalu ingin tidur,
tidak responsif terhadap rangsangan
ringan dan masih memberikan respon
terhadap rangsangan yang kuat
Sopor Pasien tidak memberikan respon ringan
maupun sedang tetap masih
memberikan respon sedikit terhadap
rangsangan yang kuat dengan adanya
reflek pupil terhadap cahaya yang masih
positif
Koma Pasien tidak dapat bereaksi terhadap
stimulus atau rangsangan apapun reflek
pupil terhadap cahaya tidak ada
Delirium Pasien diorientasi sangat iritatif, kacau
dan salah persepsi terhadap rangsangan
sensorik

Kuantitatif
 Berikan rangsangan pada respon membuka mata, verbal dan motorik
 Lakukan penilaian status kesadaran pada masing- masing aspek berikut
:
Tabel 7.2 penilaian kesadaran secara kuantitatif
Respon Nilai
1. Membuka mata
 Spontan 4
 Dengan diajak bicara 3
 Dengan rangsangan nyeri 2
 Tidak membuka 1
2. Respon verbal
 Sadar dan orientasi ada 5
 Berbicara tanpa kacau 4
 Berkata tanpa arti 3
 Hanya mengerang 2
 Tdak ada suara 1

3. Respon motorik
 Sesuai perintah 6
 Terhadap rangsangan nyeri
1) Timbul gerakan normal 5
2) Fleksi cepat dan abduksi bahu 4
3) Fleksi lengah dengan adduksi bahu 3
4) Ekstensi lengah, adduksi, endorotasi 2
bahu, pronasi lengah bawah
5) Tidak ada gerakan 1

Ronki (mengi) Kontiyu, mendengur, Bronkitis


Sonor nada rendah, terdengar diseluruh siklus pernafasan, hilang dengan
batuk menunjukkan keterlibatan brokus besar dan trakea
Kontiyu, musikal, nada
Sibilant (bunyi berdesis) tinggi, terdengar di tengah Asma
Hingga akhir ekspirasi, menunjukkan edema dan abstruksi jalan nafas
yang lebih kecil, mungkin terdengar dengan stetoskop
Mengi yang terdengar : Sonor, musikal terdengar Obstruksi tinggi
Pada inspirasi Obstruksi rendah
- Inspirasi Bunyi bersiul, bunyi seperti
- Ekspirasi menggosok, keras, nada tinggi, terdengar selama
ekspirasi

Pleural friction rub Seperti memarut, menggosok keras, nada tinggi


mungkin terdengar selama inspirasi atau ekspirasi
Lakukanpemeriksaan jantung dimulai dengan:
 Inspeksi dan palpasi pada daerah apek, adanya geteran bising
 Perkusi ntuk menilai pada pembesaran jantung
 Auskultasi mulai dari apek, parasternal kri bawah, iga ke 2 tepi kiri
sternum dan di sela iga ke 2 tepi kanan sternum atau tepi kiri sternum
bagian bawah, bergeser keatas sepanjang tepi kri sternum, tepi kanan
sternum daerah infra dan supra klavikula kanan/kiri, lekuk supra sternal
daerah karotis di leher kanan atau kiri dan seluruh sisa dada

Lakukan pemeriksaan bagian abdomen, dengan cara:

 Inspeksi darah abdomen untuk menilai ukuran dan bentuk


abdomen, massa dan adanya pembuluh darah
 Aukultasi untuk mendengar adanya bising usus
 Perkusi pada lapangan abdomen mulai dari epigastrium untuk
mengetahui bunyi adanya ascites
 Palmasi pada daerah abdomen untuk mengetahui nyeri tekan,
adanya benjolan, atau keadaan organ seperti hepar, lien, ascites, dan
lain-lain.

 Khusus pada ibu hamil lakukan pemeriksaan terhadap ada tidaknya


bekas luka operasi , periksa tinggi fundus uteri dengan menggunakan jari
tangan kalau lebih dari 13 minggu atau pita ukuran lebih dari 22 minggu
 Palpasi pada abdomen untuk mengetahui letak, persentase, posisi
dan pengukuran kepala janin apabila lebih dari 36 minggu
 Ukur denyut jantung janin dengan fetoskop apabila usia kehamilan
lebih dari 18 minggu

Cara memeriksa leopold:


Leopold I
 Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri,
kemudian diketengahkan dan rasakan bagian bayi yang ada pada bagian
tersebut dengan menekan secara lembut dan menggeser telapak kiri dan
kanan secara bergantian
 Tentukan tinggi fundus uteri yang diukur dari tepi atas simpisis ke
fundus uteri

Leopold II
 Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding perut leteral kanan
dan telapak tangan kanan pada dinding perut leteral kiri sejajar dan pada
ketinggian yang sama
 Mulai dari bagian atas, lakukan penekanan secara bergantian atau
bersamaan telapak tangan kanan dan kiri, kemudian geser kearah bawah
dan rasakan adanya bagian yang rata dan memanjang ( punggung ) atau
bagian kecil ( ekstremitas )

Leopold III
 Letakkan ujung tangan kiri pada dinding keteral kiri bawah, telapak
tangan kanan pada dinding leteral kanan bawah perut, lakukan
penekanan secara lembut secara bersamaan atau bergantian utuk
menentukan bagian bawah janin ( bagian keras, bulat adalah kepala ) dan
bagian lunak dan kurang simetris adalah bokong
Leopold IV
 Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada leteral kiri dan
kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada
tepi atas simpisis
 Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan lalu rapatkan yang berada
pada dinding bawah uetrus
 Perhatiak sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan
 Pindahkan ibu jari dan telunjuk kiri pada bagian terbawah bayi bila
presentasi kepala, upayakan untuk memegang kepala didekat leher dan
apabila presentasi bokong upayakan memegang pinggang bayi
 Fiksasi pada bagian tersebut kearah pintu atas panggul kemudian
letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simpisis untuk
menilai seberapa jauh bagian terbawah ( sujianti & kusumawati 2010 )

Lakukan pemeriksaan ekstremitas, dengan cara:


 Pemeriksaan uji adanya skoliosis, dengan cara biarkan pasien
berdiri tegak, observasi dari belakang ketidaksimetrisan bahu dan
panggul. Biarkan pasien untuk membungkuk kedepan pada panggul
sampai punggung dan observasi dari samping dan perhatikan
ketidaksimetrisan atau penonjolan tulang rangka
 Pemeriksaan uji kekuatan pada lengan dengan cara anjurkan pasien
untuk mengangkat tangan sambil melawan tekanan dari tangan anda. Uji
kekuatan kaki, dengan cara minta pasien duduk dengan kaki
menggantung, uji kekuatan telapak tangan, denagan cara minta pasien
meremas jari anda sekuat mungkin, uji kekuatan telapak kaki dengan cara
minta pasien untuk menfleksikan plantar ( dorong telapak kaki kearah
lantai) sambil menekan telapak kaki
 Khusus pemeriksaan pada ibu hamil dikhususkan pada adanya
kondisi edema, ada tidaknya pucat pada kuku jari, memeriksa dan
meraba kaki untuk melihat adanya varises dan memeriksa reflek patela
untuk melihat gerakan hiper atau hipo
Lakukan pemeriksaan neurologis/syaraf, dengan cara:
 Inspeksi kelainan umum neurologis seperti adanya kejang, tremor,
korea, parese, paralisis, hemiparese, diplegia, paraplegia, tetraplegia, dan
lain-lain
 Periksa refleks antara lain refleks superfisial, tendon dan patologis

Cara kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan / beritahu prosedur yang akan dilakukan dikeluarga.
3. Atur posisi pasien dengan berbaring ( tempat yang rata ).
4. Lakukan penimbangan berat badan
5. Lakukan pengukuran panjang badan dengan pengukur pannjang
badan dari kepala sampai tumit dengan kaki diluruskan
6. Lakukan pengukuran lingkar kepala dengan cara dari dahi kemudian
meloingkar kepala.
7. Lakukanpengukuran lingkar dada,dengan cara ukur dari daerah
dada ke punggung kembali ke dada melalui puting susu.
8. Lakukan pemeriksaan kepala, dengan cara amati kontur tulang
tengkorak,kesimetrisan kedua telinga, adanya tanda infeksi serta keadaan
bibir dan mulut.
9. Lakukan pemeriksaan leher untuk melihat adanya pembengkakan
atau pembesaran kelenjar thyroid.
10. Lakukan pemeriksan bagian dada dengan perhatikan bagian puting,
bunyi nadas dan jantung.
11. Lakukan pemeriksaan pada bahu, lengan, tangan amati gerakan
jumlah jari-jari.
12. Lakukan pemeriksaan persyrafan, seperti ada tidaknya reflek moro.
13. Lakukan pemeriksaan pada daerah abdomen dengan cara amati
bentuk, penonjolan daerah pusat, perdarahaan.
14. Lakukan pemeriksaan pada daerah genetalia pada laki-laki amati
skrotumnya apakah sudah turun, penisnya berlubang atau tidak, dan
pada perempuan amati wagina berlubang atau tidak,uretra berluang atau
tidak, serta amati labiamayora maupuan minora.
15. Lakukan pemeriksan pada kaki dan tungkai dan amati jumlah jari
dan gerakan serta bentuk.
16. Lakukan pemeriksaan pada daerah punggung, anus serta kulitnya,
dengan cara amati pembengkakan, apakah harus berluang atau
tidak,warna kulitnya, vernix, tanda lahir dan lain sebaginya.
17. Catat dalm status pasien

Lakukan pemeriksaan pada bagian genetalia, dengan cara :


 Lakukan inspeksi dengan memisahkan labia mayora dan memeriksa
keadaan labia minora, klitoris, lubang uretra atau vagina introitus untuk
melihat adanya luka, varises dan cairan (warna, konsistensi dan bau)
 Mengurut uretra dan pembuluh skena untuk mengeluarkan cairan
nanah dan darah
 Melakukan palpasi pada kelenjar bartholin untuk mengetahui
adanya pembengkakan, massa, kista atau cairan
 Melakukan pemeriksaan panggul atau kondisi serviks dengan
menggunakan spekulum yang di basahi air atau jeli jika tidak ada miring,
pisahkan bagian labia dengan tangan lain dan masukkan speculum
dengan hati-hati hindari untuk menyentuh uretra dan klitoris, kemudian
memutar spekulum dan membuka bldenya untuk menampakkan serviks
untuk dilihat adanya cairan atau darah, adanya luka, apakah serviks
sudah membuka atau belum, selanjutnya memeriksa dinding vagina
untuk memeriksa adanya cairan atau darah atau luka, setelah itu
menutup dan mengeluarkan speculum secara hati-hati dengan posisi
miring
 Pemeriksaan panggul dapat dilakukan dengan cara manual dengan
memasukkan kedua jari kedalam kedua vagina, kemudian menggerakkan
kedua jari tersebut dan menekan kebawah, selanjutnya mencari letak
serviks dan merasakan untuk mengetahui adanya pembukaan serta rasa
nyeri karena gerakkan
 Pemeriksaan dengan menggunakan ua tangan yakni satu tangan
diatas abdomen dan 2 jari didalam vagina untuk palpasi uterus,
diantaranya untuk mengetahui ukuran, bentuk dan posisi, mobilitas,
kelunakan dan massa

7.4 Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Bersalin


Prosedur pemeriksaan fisik pada ibu bersalin, antara lain :
1. Anamnesa, dengan menanyakan mengenai umur kehamilan, riwayat
kehamilan terdahulu, seperti paritas, riwayat operasi Caesar, masalah
kehamilan dan persalinan terdahulu, menanyakan tentang kontraksi
(mulai dirasakan, frekuensi, durasi dan kekuatannya), menanyakan
adanya cairan vagina (kapan, warna, bau dan jumlah), gerakkan janin
dan mengkaji catatan dar partograf.
2. Memeriksa tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi pernafasan) dan
detak jantung janin (DJJ)
Cara memeriksa DJJ:
a. Atur posisi ibu dengan rileks yakni meletakkan kedua telapak kaki
pada tempat tidur sehingga terjad fleksi pada sedi paha dan lutut
b. Tentukan bagian punggung anak
c. Dengan stetoskop monoarual tempelkan ujungnya pada dinding
perut ibu yang sesuai dengan posisipunggung bayi (bagian yang
memanjang), apabila dinding perut cukup tebal pindahkan ujung
stetoskop pada dinding yang tipis pada umumnya di bawah pusat
(sub umbilicus) 3 cm.
d. Dengarkan bunyi jantung bayi dan hitung selama satu menit
e. Periksa adanya edama pada muka dan tangan, adanya tanda
ademis, kepucatan pada mata dan mulut
3. Periksa abdomen, seperti adanya bekas operasi, posisi janin (leopold),
penurunan kepala janin dan ukuran uterus
4. Pemeriksa reflek patella
5. Pemeriksa dalam untuk mengetahui perdarahan vagina, cairan
serviks, pembukaan, penuruna kepala janin.
Cara pemeriksaan dalam (vagina toucer)
a. Atur posisi ibu dengan berbaring yakni lutut ditekuk dan paha di
bentangkan
b. Gunakan sarung tangan steril
c. Periksa cairan vagina, antara lain : a) apabila ada perdarahan
pervagina jangan dilakukan pemeriksaan dalam, b) apabila ketuban
sudah pecah, kaji warana, bau ketuban
d. Lakukan pemeriksaan dengan memisahkan labia dengan jari manis
dan ibu jari tangan, masukkan jari telunjuk dengan hati-hati yang
diikuti jari tengah. Pada saat kedua jari berada dalam vagina jangan
mengeluarkan sebelum pemeriksaan selesai dan apabila ketuban
belum pecah jangan memecahkannya. Selanjutnya lakukan
penilaian pada kondisi vagina, pembukaan dan penipisan serviks,
penurunan janin serta menentukan apakah kepala sudah masuk
kedalam panggul.
6. Periksa tekanan darah, dan suhu tiap 4 jam
7. Periksa denyut nadi tiap 30 menit
8. Periksa detak jantung janin pada setiap 1 jam pada fase latin dan 30
menit pada fase aktif
9. Palpasi kontraksi uterus pada setiap 1 jam fase laten dan 30 menit
pada fase aktif
10. Periksa perubahan serviks setiap 4 jam pada fase laten dan 2-4 jam
pada fase aktif
11. Periksa penurunan janin pada setiap 4 jam pada fase laten dan 2-4
jam pada fase aktif
12. Periksa produksi urine atau urine cairan setiap 2 jam (sujianti dan
kusumawati, 2010).

7.5 Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Nifas


Prosedur pemeriksaan fisik pada ibu nifas, antara lain :
1. Pemeriksaan berat badan pasien
2. Pemeriksaan tanda vital
3. Pemeriksaan pada tanda anemia seperti kulit muka/wajah dan
konjungtiva
4. Pemeriksaan leher untuk menetahui ada tidaknya pembesaran
kelenjar dengan cara palpasi
5. pemeriksaan payudara, dengan cara :
a. Atur posisi ibu berbaring dengan lengan kanan diatas kepala,
lakukan palpasi payudara kanan secara sistematis sampai axilla kaji
adanya massa, benjolan yang membesar, abses, pembengkakan
dan lakukan secara bergantian
b. Amati areola dan papilla seperti kondisi kering, pecah-pecah,
pendek, atau rata, pembengkakan adanya bendungan ASI dan
perhatikan pengeluaran ASI
c. Palpasi adanya nyeri tekanan
6. Periksa abdomen untuk mengetahui posisi dan tinggi fundus uteri,
serta adanya ukuran kandung kemih
7. Periksa ekstremitas bawah, untuk mengetahui adanya vena varises,
nyeri pada daerah betis serta ada tidaknya peradangan
8. Periksa perineum dengan memperhatikan penyembuhan jahitan
episiotomy, perhatikan warna, konsistensi dan bau dari lokhea (sujianti
dan kusumawati, 2010).

7.6 Pemeriksaan Fisik Pada Bayi


Merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang bertujuan
untuk menemukan kelainan pada bayi agar mendapat tindakan
secepatnya.
Alat :
1. Status pasien (buku catatan pasien)
2. Dressing car/baki beralas
3. Senter
4. Thermometer
5. Stetoskop
6. Selimut bayi
7. Timbangan bayi
8. Metlyn (pita meter)
9. Pengukur panjang badan

7.7 Pemeriksaan Bayi Baru Lahir Dengan “ APGAR SCORE “


Skor apgar dan nilai apger adalah sebuah metode yang diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1952. Oleh Dr. Virgnia apger sebagai metode
sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir
sesaat setelah kelahiran.
Skor apger dinilai dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir
menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan
dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk
menghasilkan angka nol hingga 10.
Tujuan tes apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi
yang baru lahir membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak
didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang terhadap status
kesehatan bayi.

Tabel 7.12 Penilaian Apgar Scor


Tanda 0 1 2
Frekwensi Tidak ada < 100 >100
jantuung
(pulse)
Usaha Tidak ada Lambat Menangis kuat
bernafas
(respiration)
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakkan aktif
(activity) fleksi sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakkan Reaksi
(grimace) sedikit melawwan
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh Seluruh tubuh
(appearannce) biru atau kemerahan, kemerahan
pucat ekstremitas
biru

Sumber : Corry S Matondang dkk (2000)


Penilaian apgar scor ini dilakukn pada menit pertama setelah lahir dengan
penilaian sebagai berikut : 7-10 (beradaptasi baik), 4-6 (asfiksia ringan
hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat), kemudian penilaian selanjutnya
dilakukan setelah lima menit.
Tes ini umumnya dilikukan pada waktu satu dan lima menit setelah
kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah.

Jumlah skor Interpretasi Catatan


7-10 Bayi normal
4-6 Agak rendah Membutuhkan tindakan
medis segera seperti
penyedotan lendir yang
menyumbat jalan napas, atau
pemberian oksigen
untukmembanntu bernapas.
0-3 Sangat rendah Membutuhkan tindakan
medis yang lebih intensif.

Jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima.jika skor apgar
tetap dibawah tiga dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), mak ada
risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak.

Hassan dan alatas (1985) membagi asfiksia neonatorum berdasarkan


penilaian apgar
Vigorous baby (skor apgar 7-10): Bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan khusus
Mild-moderate asphyxia (skor apgar 4-6): terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks
iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat (skor apgar 0-3). Ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
refleks iritabilitas tidak ada, dan asfiksia berat dengan henti jantung.
Henti jantung ialah keadaan bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi menghilang porst
partum.

BAB VIII
INSTRUMEN DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Sesi Peretemuan Ke 8-9

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa Mampu menjelaskan dan fungsi alat untuk pemeriksaan
fisik umum,pemeriksaan ibu hamil,pertolongan persalinan,pe,eriksaan
ibu nifas,pemeriksaan bayi dan anak,pelayanan kontrasepsi dan
tindakan forcep
2. Mahasiswa mampu menyiapkan alat untuk tindakan pemeriksaan fisik
umum,pemeriksaan ibu hamil,pertolongan persalinan,pe,eriksaan ibu
nifas,pemeriksaan bayi dan anak,pelayanan kontrasepsi dan tindakan
forcep

Metode Pembelajaran :
1. Small Group Discission, dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang,untuk mendiskusikan kasus
2. Simulasi/demonstrasi/skill lab (Praktik Mandiri),dengan cara
fasilitator/pembimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa
mendemonstrasikan tindakan menyiapkan alat-alat untuk yindakan
pemeriksaan fisik umum,pemeriksaan ibu hamil.pertolongan
persalinan,pemeriksaan ibu nifas, pemeriksaan bayi dan
anak,pelayanan kontrasepsi dan tindakan forcep

Bahan diskusi
Tugas (metode samall group discussion)
Kasus:
Ibu MU, usia 25 tahun hamil 40 minggu. Datang ke rumah bersalin dengan
keluhan perut mulas semakin sering dan kuat, perut seperti diremas –
remas, keluar lendir bercampur darah sedikit dari vagina sejak 9 jam
yang lalu. Beberapa menit yang lalu keluar cairan banyak berwarna
kekuningan dan berbau amis.Setelah diperiksa oleh bidan ibu tersebut
dinyatakan memasuki kala 1 fase aktif dengan pembukaan 8 cm.
DIskusikan jawaban pertanyaan berikut ini !
1. Apa alat-alat yang harus disiapkan untuk pertolongan pada ibu
tersebut!
2. Jelaskan fungsi dari masing-masing alat tersebut!
3. Setelah ibu tersebut melahirkan alat-alat apa saja yang harus
disiapkan untuk melakukan pemerksaan ibu nifas!
4. Alat-alat apa saja yang harus disiapkan untuk melakukan
pemeriksaan bayi baru lahir

8.1. Jenis Alat Untuk Pemeriksaan Fisik Umum .

Alat pemeriksaan fisik :


1. Tensimeter /spiggnomanometer
2. Stetoskop
3. Thermometer
4. Senter kecil / light tes pen
5. Meteran
6. Reflex hammer
7. Timbangan berat badan dewasa
8. Pengukur tinggi badan
9. Jam yang ada detik
10. Sptula lidah
11. Kartu pemeriksaan ketajaman visual
12. Bengkok
13. Handuk
14. Wastafel dengan air mengalir
15. Sarung tangan
16. Larutan klorin 0,5 % dalam baskom
17. Selimut
18. Tempat sampah ( sampah tajam, kering dan basah )

Bahan
1. Kapas steril / kapas air DTT
2. Kassa sterill
3. Sabun anti septic
4. Alat tulis
5. Lembar rekan medik

FUNGSI DAN ALAT UNTUK PEMERIKSAAN FISIK DAN UMUM.


Nama Alat Fungsi
Tensimeter / spignomano untuk mengukur tekanan darah
meter
Thermometer mengukur suhu tubuh
Senter kecil / ligh tes pen memeriksa reflek pupil, dan
penyinaran
Pemeriksaan rongga hidung telinga dan Tenggorokan
Pita ukur / metelin mengukur lingkar lengan
Reflek hammer memeriksa reflek
Timbangan berat badan mengukur berat badan
Pengukur tinggin mengukur tinggi badan
Jam (yang ada detiknya) menghitung jumlah nadi
Spatula lidah memeriksa tonsil dan rongga mulut
Kartu pemeriksaan memeriksa visual mata
ketajaman visual
Bengkok tempat penampung kotoran
Handuk mengeringkan tangan
Wastafel tempat cuci mencuci tangan
tangan
Sarung tangan mencegah penularan dan
penyebaran kuman
Larutan clorin dekontaminasi alat
Selimut menutup badan pasien
Kapas steril/ air DTT membersikan cairan /lendir
Kassa steril membersikan kotoran
Sabun anti septic anti septic cuci tangan
Alat tulis menulis hasil pemeriksaan
Lembar medical record mendokumentasi /mencatat hasil
Pemeriksaan

8.2. Jenis dan fungsi alat untuk pemeriksaan ibu hamil

Alat dan perlengkapan pemeriksaan ibu hamil


1. Tensi meter /spignomanometer
2. Stetoskop
3. Doppler /speculum corong /fetoskop
4. Thermometer
5. Senter kecil /light tes pen
6. Meteran pita /metlin
7. Pita ukur LILA
8. Reflex hammer
9. Timbangan berat badan
10. Pengukur tinggi badan
11. Jangka panggul
12. Jam yang ada detik
13. Bengkok
14. Handuk
15. Wastafel dengan air mengalir
16. Sarung tangan
17. Larutan clorin 0,5 % dalam baskom
18. Selimut
19. Tempat sampah ( sampah tajam, sampah kering dan sampah basa)

Bahan
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kassa steril
3. Jelly untuk dopler
4. Sabun anti septic
5. Alat tulis
6. Lembar rekan medic
7. Kalender kehamilan

Jenis dan fungsi alat peralatan dan perlengkapan untuk memberikan


imunisasi tetanus toksoit (TT) pada ANC adalah :
1. Spuit steril 3 cc dan 5 cc
2. Bak instrument steril
3. Sarum tangan steril /DTT
4. Kapas air DTT. (pengganti kapas alcohol)
5. Perlak dan alasnya
6. Bengkok
7. Vaksim immunisasi TT

Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk mengukur kadar


protein urine pada ANC:
1. Tabung reaksi 2 buah
2. Penjepit tabung reaksi
3. Rak tabung reaksi
4. Lampu spritus (Bunser Bruner)
5. Reagen : asam asesat 6%, atau asam sulfo, sallsisat 20% dalam
botol
6. Spuit 5 cc
7. Pipet takaran 5 cc
8. Bengkok
9. Sarum tangan
10. Botol untuk spisemem urine
11. Korek api
12. Plester untuk etiket botol
Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk mengukur
kadar Hb pada ANC
1. Satu set heamometer sahli/ satu set heamometer talquis
2. Lancet/jarum
3. Pipet
4. Kapas alcohol
5. Kapas kering
6. Laruta HCL 0,1 %
7. Larutan aquades
8. Sarum tangan
9. Bengkok

10. Botol untuk spesimen urine


11. Korek api
12. Plaster untuk etiket botol

Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk mengukur


kadar Hb pada ANC :
1. Satu set Haemometer Sahli/satu set Haemometer Talquis
2. Lancet/jarum
3. Pipet
4. Kapas alkohol
5. Kapas kering
6. Larutan HCL 0,1 %
7. Larutas aquades
8. Sarung tangan
9. Bengkok

Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk mengukur panggul


dalam ANC :
1. Handscoen steril/ DTT 1 pasang
2. Kapas lembab DTT
3. Kom kecil
4. Bengkok
5. Perlak dan steak laken
6. Handuk bersih dan kering
7. Alat tulis
8. Tempat tidur gynekologi

Jenis dan fungsi peralatan dan perlengkapan untuk melatih senam hamil
adalah :
1. Matras/ kasur
2. Bantal
3. Kursi
4. Baju olahraga
5. Tape recorder dan kaset

8.3. Jenis dan fungsi alat untuk pertolongan persalinan

Alat dan bahan untuk pertolongan persalinan terdiri atas alat


perlindungan diri penolong, alat steril atau DTT partus set, heacting set,
alat tidak steril, obat-obatan dan bahan habis pakai, alat resusitasi dan
bahan yang harus siapkan oleh keluarga.
Alat perlindungan diri penolong :
1. Celemek plastik
2. Sepatu boot
3. Masker
4. Kacamata
5. Penutup kepala
6. Wastafel untuk mencuci tangan 7 langkah

Alat steril atau DTT partus set (dalam wadah steril yang
berpenutup) :
1. 2 klem kelly/ klem kocher
2. Gunting tali pusat
3. Benang tali pusat/ klem plastik
4. Kateter nelaton
5. Gunting episiotomi
6. Klem ½ kocher
7. 2 pasang sarung tangan
8. Kasa atau kain kecil 5 bh
9. Gulungan kapas basah (1 kom kapas DTT, 1 kom alat DTT)
10. Alat suntik 2,5 atau 3 ml
11. Penghisap lendir De Lee

Heacting set (untuk menjahit luka perineum)


1. Alat suntik
2. Lidokain 1%
3. 1 pinset anatomi dan 1 pinset sirugi
4. Pegangan jarum/ nald pooder
5. 2-3 jarum jahit tajam/ nald (kulit dan otot)
6. Benang chromic ukuran 2.0 atau 3.0
7. 1 pasang sarung tangan DTT atau steril

Alat tidak steril


1. Termometer
2. Stetoskop
3. Tensimeter
4. Pita pengukur/ metelin
5. Pinnards, fetoskop atau dopler
6. Bengkok
7. Piring plasenta
8. Timbangan bayi
9. Pengukur panjang bayi
10. Gunting ferband
11. Sarung tangan rumah tangga
12. Wadah untuk larutan klorin 0,5 %
13. Wadah untuk air DTT
14. Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)

Obat-obatan dan bahan habis pakai


1. Oksitosin (simpan dilemari pendingin dengan suhu 2-8°C)
2. Cairan infus R/L, Nacl, Dext 5%
3. Set selang infus
4. Kanula IV no.16-18G
5. Metil ergometrin maleat 0,2 mg
6. MgSO4 40% (25 gr)
7. Amoxicillin/ ampicillin tab 500 gr atau IV 2 gr
8. Vitamin K
9. Salep mata tetrasiklin 1%
10. Alat suntik 2,5 cc atau 3 cc dan 5 cc\

Alat persiapan resusitasi


1. Balon resusitasi dan sungkup nomor 0 dan 1
2. Lampu sorot
3. Tabung oksigen dan Humadifier
4. Tempat resusitasi

Formulir yang disiapkan


1. Formulir informed consent
2. Formulir partograf
3. Formulir persalinan/ nifas dan KB
4. Formulir rujukan
5. Formulir surat kelahiran
6. Formulir surat permintaan darah
7. Formulir kematian

Bahan-bahan yang bisa disiapkan oleh keluarga


1. Makanan dan minuman untuk ibu
2. Beberapa kain bersih (3-5)
3. Beberapa celana dalam bersih
4. Pembalut wanita, handuk, sabun
5. Pakaian ibu dan bayi
6. Washlap 2 buah
7. Kantong plastik untuk plasenta

8.4. Jenis dan fungsi alat untuk pemeriksaan ibu nifas


Alat untuk pemeriksaan ibu nifas
1. Tensimeter/ spigmomanometer
2. Stetoskop
3. Termometer
4. Senter
5. Jam yang ada detiknya
6. Kapas + air steril/ DTT
7. Handscoen 1 pasang
8. Pincet
9. Bengkok
10. Wastafel atau air mengalir
11. Handuk bersih dan kering
12. Ember tertutup berisi larutan klorin 0,5 %
13. Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)

Bahan
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kasa steril
3. Sabun antiseptik
4. Alat tulis
5. Lembar rekam medik

Fungsi alat untuk pemeriksaan ibu nifas


Tabel 5.3 fungsi alat pemeriksaan ibu nifas
Nama Alat Fungsi
Tensimeter/
Untuk mengukur tekanan darah
spigmanometer
Untuk memeriksa dengan
Stetoskop
aukultasi atau mendengar
Thermometer Mengukur suhu badan
Memeriksa refleks pupil dan
Senter kecil/ light tes
penyinaran, pemeriksaan rongga
pen
hidung telingan dan tenggorokan
Jam (yang ada detiknya) Menghitung jumlah nadi
Kapas steril/ air DTT Membersihkan cairan/ lendir
Mencegah penularan dan
Sarung tangan
penyebaran kuman penyakit
Pincet Menjepit kasa/ kapas
Tempat penampungan kotoran/
Bengkok
sampah
Wastafel tempat cuci
Mencuci tangan
tangan
Handuk Mengeringkan tangan
Larutan clorin 0,5 % Dekontaminasi alat
Membuang sampah medis dan
Tempat sampah
sampah umum
Kapas steril/ DTT Membersihkan kotoran
Kassa steril Membersihkan kotoran
Sabun antiseptik Anti septik cuci tangan
Alat tulis Menulis hasil pemeriksaan
Mendokumentasikan/ mencatat
Lembar rekam medik
hasil

8.5. Jenis Dan Fungsi Alat Untuk Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Alat untuk pemeriksaan bayi baru lahir/ anak :
1. pengukuran/ meteran/ penggaris/ stadiometer
2. penimbang BB
3. termometer
4. optalmoskop
5. arloji berdetik
6. manset: bayi baru lahir ukurannya: lebar kantong 2,5-4,0 cm dan
panjang kantongnya 5,0-9,0 cm
Bayi ukurannya: lebar kantong 4,0-6,0 cm dan panjang kantongnya
5,0-9,0.
Anak-anak lebar kantong 7,5-9,0 cm dan panjang kantongnya 17,0-
19,0 cm.
7. Stetoskop
8. Oksilometri
9. Peniti, kapas, objek dingin/ kapas
10. Spatel lidah
11. Garpu tala
12. Snellen
13. Senter
14. Bengkok
15. Wastafel atau air mengalir
16. Handuk bersih dan kering
17. Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5 %
18. Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)
Bahan :
1. Kapas steril/ kapas air DTT
2. Kassa steril
3. Sabun antiseptik
4. Gambar warna
5. Alat tulis
6. Lembar rekam medik/ DDST/ dan lain-lain.

8.6. Jenis dan Fungsi Alat Untuk Pelayanan Kontrasepsi


Alat untuk pelayanan kontrasepsi/ keluarga berencana suntik:
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Timbangan berat badan
4. Pengukur tinggi badan
5. Lembar balik KB untuk konseling
6. Set peraga KB untuk penyuluhan/ konseling
7. Sarung tangan steril
8. Kapas alkohol 70%
9. Semprit 3 cc dan jarum
10. Obat KB suntik yang akan diberikan
11. Ember bertutup berisi larutan clorin 0,5%
12. Wastafel atau air mengalir
13. Handuk bersih dan kering
14. Bengkok
15. Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)
16. Alat tulis
17. Kartu KB/ lembar rekam medik

Alat untukpelayanan kontrasepsi IUD


1. Bak instrument steril berisi IUD Kit :
a. Spekulum bivalve/ speculum cocor bebek 1 buah
b. Tenakulum (penjepit portio)
c. Sonde uterus (untuk mengukur kedalaman uterus)
d. Forsep/ korentang/ oval klem
e. Gunting lurus atau mayo
f. Kasa steril
g. Duk 1 buah
h. Sarung tangan steril/ DTT, 2 pasang
i. Coper T›380 A IUD atau yang akan dipasang dan terbuka
j. Tang buaya (khusus untuk pencabutan IUD)
2. Alas bokong
3. Penutup perut
4. Cairan antiseptik (lengkap dengan kom kecil)
5. Kapas kering dalam kom tertutup (kapas cebok)
6. Kom tertutup berisi cairan DTT
7. Nearbeken/ bengkok 1 buah
8. Senter (lampu sorot)
9. Tempat sampah basah (terkontaminasi)
10. Tempat sampah kering
11. Ember tertutup 1 buah
12. Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5%
13. Celemek
14. Masker
15. Wastafel atau air mengalir
16. Handuk bersih dan kering
17. Alat tulis
18. Tempat tidur gynekologi
19. Kartu KB/ lembar rekam medik

Alat untuk pelayanan kontrasepsi implant :


1. Bak instrument sterilberisi :
a. Kassasteril
b. Cairan antiseptic
c. Doeklobangsteril
d. Obatanestesi local
e. Semprit dan jarum suntik
f. Trokar no. 10
g. Sarung tangan steril 1 pasang
h. Scapel / bisturi yang tajam
i. 1 set kapsul norplant

2. Nearbeken/bengkok 1 buah
3. Sabun antiseptic
4. Tempat sampah basah (terkontaminasi)
5. Tempat sampah kering
6. Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5%
7. Wastafel atau air mengalir
8. Handuk bersih dan kering
9. Alat tulis
10. Kartu KB/lembar rekam medik.
8.7. Jenis dan Fungsi Alat Untuk Tindakan Forcep
Alat untuk pasien/ibu.
1. Tempat tidur litotomi set,
2. Cunam/forceps,
3. Vulva dicukur,
4. Infuse bila diperlukan,
5. Narkose,
6. Gunting episiotomy,
7. Hecting set,
8. Uterotonika/oksitosin,
9. Alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah,
10. Medikamentosa: oksitosin, ergometrin, prokain 1%,
11. Larutan antiseptic (povidone iodine 10%),
12. Oksigen dengan regulator,
13. Instrument set partus: 1 set eksraktorcunam: 1 set (Naegele), atau
Kielland atau Boerma Klem ovum: 2 cunam tampon: 1 tabung 5 ml dan
jarum suntik no. 23 (sekali pakai): 2 spekulum sim’satau L dan
kateterkaret: 2 dan 1.

Alat untuk janin setelah lahir.


1. Kainbersih,
2. Alatresusitasi,
3. Penghisap lender dansudep/penekanlidah: 1 set,
4. Kain penyeka muka dan badan: 2,
5. Mejabersih, kering dan hangat (untuk tindakan): 1,
6. Incubator,
7. Pemotong dan pengikat tali pusat: 1 set,
8. Semprit 10 ml dan jarum suntik no. 23 (sekali pakai): 2,
9. Kateter intravena atau jarum kupu-kupu: 2,
10. Popok dan selimut: 1,
11. Medikamentosa: larutan bikarbonasnatrikus 7,5% atau 8,4%
antibiotika,
12. Akuabidestilata dan dekstrose 10%.

Alat penolong.
1. Alat pelindung diri
2. Baju kamar tindakan, pelapisplastic, masker dan kacamata pelindung:
3 set
3. Sarung tangan DTT/steril: 4 pasang
4. Alas kaki (sepatu/”boot” karet): 3 pasang
5. Instrument: lampusorot, fetoskop dan stateskop, tensimeter: 1

8.8. Standar Peralatan Praktik Bidan di BPS (Bidan Praktik


Mandiri)
Sesuai peraturan menteri kesehatan RI Nomor :
1464/MENKES/PER/IX/2010 tanggal : 4 Oktober 2010 tentang ijin dan
penyelenggaraan praktik bidan, standar peralatan praktik bidan yang
harus ada di BPS adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4 Daftar peralatan praktik Bidan di BPS


Jenis Alat Jumlah
PERALATAN TIDAK STERIL
Tensimeter 1
Stateskop biokuler 1
Stateskop monokuler 1
Timbangan dewasa 1
Timbangan bayi 1
Pengukur panjang bayi 1
Thermometer 1
Plester Sesuai kebutuhan
Handuk Sesuai kebutuhan
Pembalut wanita Sesuai kebutuhan

PERALATAN PENCEGAHAN INFEKSI


Jenis Alat Jumlah
Wadah anti tembus untuk pembuangan tabung 1
suntik dan jarum
Tempat untuk sampah terkontaminasi basah 3
dan kering dalam tempat terpisah

Ember untuk menyiapkan larutan klorin 1


Ember plastik tertutup untuk dekontaminasi 2
peralatan
Ember plastik dan sikat untuk membersihkan
dan mencuci
Peralatan
DTT set untuk merebus dan atau mengukus 1
Tempat penyimpanan peralatan bersih yang 2
tertutup rapat
FORMULIR YANG DISEDIAKAN

Formulir informed consent Sesuai kebutuhan


Formulir ANC Sesuai kebutuhan
Formulir partograf Sesuai kebutuhan
Formulir persalinan/nifas dan KB Sesuai kebutuhan
Buku register: ibu, bayi, anak, KB Sesuai kebutuhan
Formulir laporan Sesuai kebutuhan
Formulir rujukan Sesuai kebutuhan
Formulir surat kelahiran Sesuai kebutuhan
Formulir permintaan darah Sesuai kebutuhan
Formulir kematian Sesuai kebutuhan
BAB IX
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Sesi Pertemuan Ke 10-12


Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menguraikan konsep kebutuhan dasar
manusia,kebutuhan oksigenasi,nutrisi,cairan
elektrolit,eliminasi,personal hygiene,aktifitas,rasa aman,dan
nyaman(nyeri) serta kebutuhan istirahat dan tidur
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan oksigenasi,nutrisi,cairan
elektrolit,eliminasi,personal hygiene,aktifitas nyeri,istirahat dan
tidur
Metode Pembelajaran
1. Cooperative learning,dengan cara dosen membagi mahasiswa
kedalam beberapa kelompok,kemudian masing-masing kelomok
untuk mendiskusikan pertanyaan dalam kasus.
2. Small group discussion,dengan cara mahasiswa di minta
membuat kelompok kecil 5-10 orang,untuk mendiskusikan
kasus.
3. Problem based learning/inquiri,dengan cara membagi dalam
kelompok untuk memecahkan masalah pada kasus yang
disediakan,mahasiswa melakukan pencairan data/informasi
untuk memecahkan masalah,menata data/informasi dengan
mengkaitkan dengan masalah,menganalisis strategi pemecahan
masalah.
4. Simulasi/ demonstrasi/skill lab (praktik mandiri),dengan cara
fasilitator/pebimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa
mendemonstrasikan tindakan untuk pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan oksigenasi,nutrisi,cairan elektrolit,eliminasi,personal
hygiene,aktifitas,kemudian pembimbing melakukan evalwasi
dan memberikan justifikasi,setelah dipraktikan secara mandiri
oleh mahasiswa dengan bimbingan pembimbing/fasilitator
5. Discovery learning,dengan cara fasilitator/dosen member tugas
kepada mahasiswa untuk mencari informasi tentang konsep
nyeri,istirahat dan tidur kemudian dilaporkan dalam bentuk
artikel dan didiskusikan.

Bahan diskusi
Tugas 1(metode small group discusion)
Kasus:
Ibu s,usia 45 tahun,dating ke IRD diantar olehanaknya,setelah jatuh saat
mengendarai sepeda motor. Dari hasil pengkajian didapatkan keluhan
utama nyeri yang sangat didaerah kaki bagian bawah,tidak dapat
digerakan. Tampak oedema,kemerahan didaerah tibia fubula kanan,dan
terdapat krepitasi. Dari hasil x-ray A/P dibaca adanya fraktur inkomplit
pada tabia dextra,ia juga mengeluh batuk- batuk,mengeluarkan
dahak,disertai sesak nafas selama 2 minggu terakhir ,dan nyeri lain
ketika ingin buang air kecil namun tidak dapat keluar.
Diskusikan jawaban pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan permasalahan kebutuhan dasar manusia yang terjadi pada
kasus tersebut !
2. Factor yang mempengarui masalah pada kasus tersebut !
3. Jelaskan system tubuh yang berperan pada masalah kasus tersebut !
4. Tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
kebutuhan dasar manusia tersebut !

Tugas 2 (metode problem based learning/inquiri)


Kasus:
Ny.E usia 20 tahun hamil 16 minggu dirawat 3 hari yabg lalu di RSM
dengan keluhan mual,muntah,nafsu makan menurun,porsi makan separo
dari diit rumah sakit,turgor kulit menurun ,klien tampak kurus,mata
cowong,BB MRS 58 kg setelah 3 hari dirawat menjadi 53 kg. hasil
laboratorium didapatkan Hb=8,7gr%,leukosit 14.265/ml,thrombosit
124.000/ml,elektrolit:Na 127,k 2,8.
Kegiatan
Langkah 1
Jelaskan istilah yang belum diketahui,dengan cara klarifikasi istilah/konsep
yang terdapat dalam kasus tersebut! (gunakan bantuan dengan kamus
umum,kebidanan,keperawatanatau kedokteran)
Hasil tertulis : mahasiswa menulis atau menjelaskan kata/istilah yang
belum dipahami kelompok,dan harus didaftar sebagai tujuan
pembelajaran.
Lankah 2
Tetapkan permasalahandengan cara mahasiswa didorong untuk
menyampaikan pendapatnya tentang permasalahan yang dialami pada
kasus. Fasilitator mendorong untuk menyampaikan pendapat.
Hasil tertulis:darter pokok permasalahan kebutuhan dasar manusia yang
terjdi pada kasus tersebut.
Langkah 3
Curah pendapat/brainstorming tentang penjelasan dari masalah yang ada.
Hasil tertulis:daftar pejelasan masalah dan solusi masalh serta
menunjukan secara skematis,analisis penyebab serta mencoba
menghubungkan dengan ide baru dar mahasiswa.
Lankah 5
Menjelaskan tujuan pembelajaran
Hasi tertulis:daftar tujuan pembelajaran dalam bentuk persoalan
pokok/menentukan topi pembelajaran yang ditunjuk pada pertanyaan-
pertanyaan spesifik.
Langkah 6
Pengumpulan informasi dan belajar mandiri,yang dilakukan masing-
masing anggota kelompok,melalui teks book,internet,konsultasi kepada
pakardengan mencari dan mengidentifikasi hasil penelitian yang relevan
dengan kasus tersebut.
Hasil tertulis:catatan individu mahasiswa
Langkah 7
Membagi/berbagi hasil pengumpulan informasi dan belajar mandiri. Pada
tahap ini mahasiswa membutuhkan berapa hari untuk mencari informasi
kemudian membahas dalam kelompok tentang kasus dan tujuan
pembelajaran.
Hasil tertulis: catatan individu mahasiswa/laporan.

9.1 Konsep Kebutuhan Oksigenasi


Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metbolisme sel tubuh bagi individu dan
untuk mempertahankan hidupnya.
Dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dalam tubuh terdapat
system organ yang berperan,diantaranya 1) saluran pernafasan bagian
atas,yang terdiri dari hidungfaring,laring,dan epiglottis. 2) saluran
pernafasan bagian bawah yang terdii dari trachea,tandan
bronchus,sekmen bronchii dan bronchioles,dan 3) paru.
Hidung, merupakan bagian yang terdiri dari 1) nares anterior
(saluran di dalam lubang hidung)yang memuat kelenjar sebaseus dengan
ditutupi bulu yang kasar yang bermuara di rongga hidung, 2) rongga
hidung yang dilapisi oleh seput lendir yang mengandung pembulu darah.
Dari sinilah proses oksigenesi diawali,dimana suatu udara masuk melalui
hidung udara aka disaring oleh bulu-bulu yang ad didalam vestibulum
(bagian rongga hidung) kemudian dihangakan serta dilembabkan.
Faring, merupakan pipa yang memiliki otot yang panjangnya mulai
daridasar tengkorak sampai engan esofagus yang terletak dibelakang
naso faring (belakang hidung),dibelakang mulut(orofaring) dan dibelakang
laring (laringgofaring).
Laring(tenggorokan), merupakan saluran pernafasan setelah faring
yang terdiri dari bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen
dan membran,yang terdiri dari dua lamina yang bersambung digaris
tengah.
Epiglottis, merupakan katup tulangrawan yang bertugas membantu
menutup laring sewaktu orang menelan.
Trachea atau disebut sebagai batang tenggorokan yang memiliki
panjang kurang lebih 9 centimeter yang dimulai dari laring sampai kira-
kira ketinggian vetebra thorakalis kelima. Trakea tersebut tersusun atas
enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin,trakea
ini dilapisi oleh selaput lenderyang terdiri atas epitelium yang bersilia
yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
Bronchus,merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trachea
yang terdiri dari dua percabangan yakni kanan dan kiri,pada bagian kanan
lebih pendek dan lembar daripada bagian kiri yang memiliki bagian kiri
yang memiliki tiga lobus atas,tengah dan bwah,sedankan brokus kiri lebih
panjang dari bagian kananyang berjalan dari lobus atas dan bawah.
Kemudian saluran setelah bronchus dlah percabangan yang disebut
sebagai bronchioles.
Paru merupakan organ yang utama dalam system pernafasan,letak paru
itu sendiri didalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma.paru tersebut dari beberapa lobus yang diselaputi oleh
pleura viseralis,kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi
cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernafasan utama terdiri dari dua bagian (paru kanan
dan kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut,dengan bagian puncak
disebut apex.paru memiliki jaringan yang bersifat elastik,berpori dan
memiliki fungsi sebagai petukaran gas,oksigen dan karbon dioksida.
Dalam proses pemenuhan selanjutnya organ-organ tersebut memiliki
peranan dalam proses oksigenasi (pemenuhan kebutuhan oksigen). Kita
mengena ada tiga tahapan proses oksigenesi,diantaranya ventilasi,difusi
dan transfortasi.
Ventilasi,merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer
kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler
dengan alveoli.Transportasi gas merupakan trasportasi antara O2 kapiler
ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.pada proses
transportasi O2 akan berikatan dengan Hb membentuk oxyeglobin
(97%)dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2
akan berikatan dengan Hb membentuk carbominohemoglobine (30%),dan
larut dalam plasma (5%)kemudian sebagian menjadi HCO3 beradah pada
darah (65%).
Faktor yang mempengarui oksigenasi
1. Saraf otonomik,rangsangan simpais dan parasimpatis dapat
mempengarui kemampuan untuk dilatasi dan konstrksi,hal ini dapat
terlihat keduanya baik simpatis maupun parasimpatis ketika terjadi
rangsangan ujung saraf dapat mengeluarkan neurotrasmiter (untuk
simpatis dapat mengeluarkan neradrenalin yang berpengaruh pada
bronchodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan acetylcolin
yang berpengaruh pada bronchokonstriksi) karena pada saluran
pernafasan terdapat saluran adrenergic reseptor dan cholinergic
reseptor.
2. Hormonal dan obat-obatan,semua hormon yang termasuk derivat
catecholamine dapat melebarkan saaluran pernafasan,kemudian obat-
obat yang tergolong parasympathic dapat melebarkan trantus
respiratorius,seperti sulfas atropine,extr belladona dan obat-obatan
yang menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2) dapat
mempersempit tractus respiratorius.
3. Adanya alergi pada saluran nafas.
4. Factor perkembangan dapat memengarui kematangan organ
termasuk organ pernapasan sehingga brdampak pada kemampuan
pemenuhan oksigen.
5. Factor lingkungan,seperti dataran tinggi,lingkungan dengan polusi
tinggi,dan lain-lain.
6. Factor perilaku seperti,perilaku merokok dapat menyebabkan proses
penyempitan pada pembuluh darah dan lain-lain.

Ganguan/masalah kebutuhan oksigenasi


1. Hipoksia,merupakan kondisi kurangnya kebutuhan oksigen dalam tubu
atau tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam
tingkat sel.
2. Tachypnea,merupakan pernafasa yang memiliki frekuensi melebihi 24
kali per menit,yang dapat disebabkan Karena paru dalam keadaan
atelektaksis atau terjadi emboli.
3. Bradypnea,ditandai dengan pola lambat dan kurang lebih 10 kali per
menit,pola ini dapat ditemukan seseorang dalam keadaan
peningkatan tekanan intra kranial yang disertai narkotik atau sedative.
4. Hiperventilasi, ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi,nafas
pendek,adanya nyeri dada ,menurunya konsentrasi dan lain-
lain,keadaan demikian dapat disebabkan karena adanya
infeksi,keseimbangan asam basa atau gaguan psikologis.
5. Hipokapnea yaitu berkurangnya CO2 tubuh dibawah batas
normal,sehingga rangsangan terhadap pusat pernafasan menurun.
6. Kusmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemuka pada orang dalam keadaan osidasis metabolic.
7. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbon
dioksida dengan cukup yang dilaukan pada saat ventilasi alveolar
tidak cukup dalam penggunaan oksigen dengan ditandai adanya nyeri
kepala,penurunan kesadaran,disorientasi atau ketidakseimbangan
elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis,otot-otot pernafasan
lumpuh, depresi pusat pernafasan, tahanan jalan udara pernafasan
meningkat,tahanan jalan udara pernafasan meningkat,tahanan
jaringan tubuh dan thorax menurun.
8. Hiperkapnia yaitu retensiCO2 dalam tubuh sehingga PCO2 meningkat
(akibat hipoventilasi) sehingga ahirnya menyebabkan depresi susunan
saraf pusat.
9. Dispnea,merupakan perasaan sesak dan berat saat pernafasan. Hal ini
dapat disebabkan oleh perubahan gas-gas dalam darah/jaringan,kerja
berat/berlebihan dan pengaruh psikis.
10. Orthopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru.
11. Cheyne stokes,merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mula-
mula naik kemudian menurun dan berhenti kemudian mulai dari siklus
baru.
12. Pernafasan paradoksial,merupakan pernafasan dengan ditandai
adanya dinding paru bergerak berlawanan arah dari keadaan
normal,yang sering ditemukan pada keadaan atelektaksis.
13. Biot,merupakan pernafasan dengan irama yang mirip dengan cheyne
stokes akan tetapi amplitudonya tidak teratur.sering dijumpai pada
rangsangan selaput otak,tekanan intra cranial yang meningkat,trauma
kepala dan lain-lain.
14. Stridor,merupakan pernafasan bising yang terjadi karena
penyempitan pada saluran pernafasan pada umumnya ditemukan
pada kasus spasme trachea,atau obstruksi laring.
15. Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan nafas),merupakan suatu kondisi
individu mengalami ancaman pada kondisi pernafasanya yang
berkenaan dengan ketidakmampuan batuk secara efektif,yang dapat
disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi,imobilisasi,stasis sekresi dan batuk tidak efektif krena penyakit
pernafasan,seperti CVA,akibat efek pengobatan sedative,dan lai-lain.
16. Pertukaran gas,merupakan suatu kondisi individu mengalami
penurunan gas baik oksigen maupun karbon dioksida antara alveoli
paru dan sistem vaskuler,yang dapat disebabkan sekresi yang kental
atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf,depresi susunan saraf
pusat,atau penyakit penyakit keradangan pada paru. Ditandai dengan
dispnea pada usaha nafas,nafas dengan bibir pada fase ekspirasi yang
panjang,agitasi,lelah,letargi,meningkatnya tahanan vaskuler
paru,menurunya saturasi oksigen,meningkatnya PCO2 dan sianosis.

Ketrampilan Dasar Yang Berhubungan Dengan Pemenuhan


Kebutuhan Oksigenasi
Persiapan alat dan bahan
1. Tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier.
2. Nasal kateter,kanula atau masker.
3. Vaselin/jelly.

Prosedur pelaksanaan:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur aliran oksigen dengan kecepatan yang dibutuhkan,umunya 1-6
liter/menit untuk kateter/kanula nasal,6-10 liter/menit untuk masker
oksigen. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air
bergelembung.
4. Atur posisi pasien semi fowler atau sesuai dengan kondisi pasien.
5. Berikan oksigen sesuai dengan cara pemberian dibawah ini:

Kateter nasal:
 Ukur dulu jarak dari lubang telinga sampai ke hidung dan bersikan
tanda,setelah itu beri jelly/pelumas
 Asukan kedalam hidunghingga batas yang ditentukan.
 Lakukan pencegahan kateter apakah sudah masuk atau belum
dengan menekan lida pasien menggunakan sptell (akan terlihat
posisinya di belakang uvula)
 Viksasi pada daerah hidung.

Kanula nasal
 Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien

Masker oksigen
 Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur
pengikat untuk kenyamanan pasien
6. Periksa katater nasal,kanula/masker oksigen setiap 6-8 jam
7. Catat kecepatan aliran oksigen,rute pemberiandan respons pasien
8. Cuci tangan setelah prosedur dilaksanakan.

9.2. Konsep Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan fisiologis yang


digunakan untuk alat transportasi nutrien, elektrolit dan sisa metabolisme,
sebagai komponen pembentukan sel, plasma darah, dan komponen tubuh
yang lainnya, sebagai pengatur suhu tubuh dan seluler. Dalam
pemenuhannya terdapat sistem organ tubuh yanh berperan diantaranya
ginjal, kulit, paru dan gastrointinal serta sistem endokrin yakni ADH (anti
diuretik hormon), sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
Ginjal meupakan organ yang memiliki peran yang cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektolit, hal ini terlihat pada fungsi
ginjal yakni sebagai pengaturan air, pengaturan konsentrasi garam dalam
darah dan keseimbangan asam basa darah dan ekskresi bahan buangan
atau kelebihan garam
Kulit merupakan bagiab penting dalm pengaturan cairan yang terkait
dengan proses pengaturan panas, proses ini diatur oleh pusat pengatur
panas yang disarafi oleh vasomotorik yakni kemampuan mengendalikan
arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokonstriksi. Proses
pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan yakni jumlah
keringat yang keluarkan tergantung dengan banyaknya darah yang
mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit, cara pemancaran dengan
melepaskan panas dilepaskan udara sekitarnya, cara konduksi panas
diahlikan ke benda yang disentuh dan cara konveksi dengan mengalirkan
udara yang telah panas dengan permukaan yang lebih dingin.
Paru juga memiliki peran dalam pengeluaran cairan degan
menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari, dan proses
pengeluaran cairan terkait dengan respon akibat perunahan terhadap
upaya kemampuan bernafas.
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang juga
memiliki peran dalam pengeluaran melalui proses penyerapan dan
pengeluaran air, dalam kondisi nornal cairan yang hilang dalam sitem ini
sekitar 100-200 ml/hari.
ADH, merupakan hormon yang memiliki peran dalam peningkatan
reabsorbsi iar yang mampu mengendalikan keseimbangan iar, hormon ini
dibentuk hipotalamus yang ada di hipofisis posterior\ yang mensekresi
ADH dengan peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstra sel.
Aldosteron memiliki fungsi sebagai absorbsi natrium yang sekresi
oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini
diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium dan sistem
angiotensin renin.
Prostaglandin memiliki fungsi pengaturan sirkulasi ginjal, sebagai
respon natrium dengan pengaturan melalui pengendalian tekanan darah,
kontraksi uterus dan mobilitas sistem pencernaan.

Glukokortikoid memiliki fungsi mengatur dalam pningkatan


reabsorbsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah dapat
meningkat dan terjadi retensi natrium.
Selain sietem organ tubuh tersebut diatas, dalam pemenuhan
kebutuhan perpindahan cairan diantaranya disfusi, osmosis dan transpor
aktif. Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas
atau zat padat, dengan bebas dan acak. Proses difusi dapat terjadi bila
dua zat bercampur dalam sel membran. Di dalam tubuh proses difusi air,
elektrolit dan zat-zatb lain terjadi melalui membran kapiler yang
permeable. Kecepatan proses difusi bervariasi tergantung pada faktor-
faktor sebagai berikut ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperatur
cairan. Osmosis merupakan proses perpindahan zat ke larutan ini melalui
membran semi permeable biasanya terjadi dari larutan dengan
konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat.
Solut adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupan
solven, sedangkan garam adalah solut. Proses osmosis ini penting dalam
pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intra sel. Transport aktif
merupakan proses perpindahan cairan tubuh menggunakan mekanisme
transport aktif. Transport aktif adalah gerak zat yang akan brdifusi dan
berosmosis. Proses ini terutama penting untuk mempertahankan natrium
dalam cairan intra dan ekstra sel.
Faktor Yang Mempengaruhi Cairan Dan Elektrolit
1. Usia berkaitan dengan luas ermukaan tubuh organ, serta jumlah
kebutuhan metabolismenya sehingga kebutuhan cairan dan
elektrolitnya juga berbeda.
2. Temperatur
3. Diet dapat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan cairan,
sebagaimana contoh apabila seseorang yang mengalami kekurangan
zat gizi atau nutrisi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan
yang dari interstisial ke interseluler, yang dapat mempengaruhi
kebutuhan cairan dalam sel tersebut.
4. Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit, melalui proses peningkatan produksi ADH karena pada
proses stress ini dapat meningkatkan metabolisme, terjadi glikolisis
otot yang dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
5. Sakit menyebabkan sel-sel yang rusak, sehingga untuk perbaikan sel
membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup.

Tabel 6.3 kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan

KEBUTUHAN AIR

Umur Dalam hal ml/kg berat badan


3 hari 250-300 80/-180
1 tahun 1150-3000 120-135
2 tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30

Gangguan/ masalah kebutuhan cairan dan elektrolit


1. Hipovolemia atau dehidrasi ada tiga macam kekurangan volume
cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu 1) dehidrasi isotonik, jika terjadi
kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya yang seimbang 2)
dehidrasi hipertonik, jika terjadi kehilangan sejumlah air yang lebih
banyak dari pada elektrolitnya. 3) dehidrasi hipotonik, yaitu keadaan
dimana lebih banyak kehilangan elektrolitnya dibanding airnya.
Kemudian berdasarkan derajatnya dehidrasiterdiri atas 1) dehidrasi
berat, ditandai dengan pengeluaran/kehilangan cairan 4-6 it, serum
natrium 159-166 mEq/1, hipotensi, turgor kulit buruk, oliguria, nadi
dan pernafasan meningkat, dan kehilangan cairan mencapai 10%
mEq/1.2) dehidrasi sedang ditandai dengan kehilangan cairan 2-4 atau
diantara 5-10% BB,serum natrium 152-158 mEq/1, dan mata cekung.
3) dehidrasi ringan, ditandai dengan kehilangan cairan mencapai 5%
BB atau 1,5-2 it.
2. Hipervolume atau overhidrasi. Ditandai dengan peningkatan volume
darah dan edema (kelebihan cairan pada interstisial).
3. Hiponatremia, merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium
dalam plasma darah, keadaan ini dapat terjadi pada pasien yang
kelebihan cairan tubuh ditandai dengan adanya rasa kehausan yang
berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi
cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mokosa kering, kadar
natrium dalam plasma kurang dari 135mEq/1.
4. Hipermatremia, merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium
dalam plasma tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering,
rasa haus,turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit
kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik,
kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 m Eq/1.
5. Hipokalemia, suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah.
Ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak
nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan
lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising
usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5mEg/1
6. Hiperkalemia, merupakan suatu keadaan dimana kadar kalium dalam
darah tinggi, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan
dan irritable, kadar kalium dalam plasma lebih dari 5 mEq/1
7. Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang,
bingung, kadar kalium dalam plasma kurang dari 4,3mEq/1.
8. Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalium
dalam darah yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang relaksasi
otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalium dalam plasma
lebih dari 4,3mEq/1
9. Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah
yang ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki-
tangan, tachycardi, hypertensi, disoriensi dan konvultasi dan kadar
magnesium dalam darah kurang dari 1,3mEq/1
10. Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam
darah yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernafasan dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/1

Keterampilan dasar yang berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan cairan dan elektrolit
Pemberian cairan melalui infus
Merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cara
memasukkan cairan melalui intra vena dengan bantuan infus set, dengan
tujuan memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian nutri parasetamol.
Persiapan alat/bahan
1. Standar infus
2. Infus set
3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Jarum infus dendan ukuran yang sesuia
5. Pengalas
6. Torniket/karet pembendung
7. Kapas alkohol
8. Plester
9. Gunting
10. Kasa steril
11. Betadin
12. Sarung tangan

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol
infus (cairan)
4. Isi cairan keadaan infus set dengan menekan bagiab ruang tetesan
sehingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga
siang terisi dan udara siang keluar
5. Letakan pengalas dibawah vena yang akan dilakukan infus
6. Lakukan pembendungan dengan torniket atau katet pembendung 10-
12 cm diatas tempat menusukan dan anjurkan pasien untuk
mengenggam
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Desikfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
9. Lakukan penusukan pada vena dengan posisis jarum mengarah ke
atas
10. Cek keluarnya darah melalui jarum. Apabila saat penusukan terjadi
pengeluaran darah maka tarik keluar bagaian dalam jarum sambil
,meneruskan tusukan ke vena.
11. Setelah jarum infus bagian dalam dikeluarkan, tahan bagian atas vena
dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar,
dan hubungan bagian infus dengan slang infus.
12. Buka pengatur tetesan dan atyr kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril
14. Tulislah tnggal, jam pelaksaan infus pada plester, catat ukuran, tipe
jarum, jenis cairan, letaj infus, dan kecepatan aliran
15. Cuci tangan

Menghitung cairan dan tetesan infus


a. Berdasarkan luas permukaan tubuh (BSA-Body Suurface Area)
=(ML/m2)/24 jam, paling tepat untuk BB 10 kg
Normal: (1500 ml/m2)/24 jam (kebutuhan maintenance/ kebutuhan
rumatan)
b. Berdasarkan kebutuhan kalori=100-150 cc/100 KAL
c. Berdasarkan berat badan
Rumus umum:
a). 100 ml/kg= 10kg pertama
b). 50 ml/ kg= 10 kg kedua
c). 20 ml/kg = berat> 20 kg

Contoh:
Anak dengan BB 25 kg, maka kebutuhan cairannya adalah sebagai
berikut:
100 ml/ kg x 10 kg = 1000 cc = 10 kg (1)
50 ml/ kg x 10 kg = 5000 cc = 10 kg (1)
20 ml/ kg x 5 kg = 1000 cc = 5 kg (sisa)
Total = 1600 cc/ 24 jam
Cara menghitung tetesan infus:
a. Dewasa: (makro dengan 20 tetes/ml)
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam)x 3
Atau:
Keb. Caiaran x faktor tetesan
Tetesan/menit =
Lama infuse (jam) x 60 menit
Keterangan:
faktor tetesan infus bermacam-macam: lihat tabel dalam cairan, ada yang
10 tetes/menit, 15 tetes/menit dan 20 tetes/menit.
b. Anak:
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam)
Melaksanakan tranfusi darah
Merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien yang membutuhkan
darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan alat tanfusi set. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
darah dan memperbaiki perfusi jaringan.
Persiapan alat/bahan
1. Standar infus.
2. Tranfusi set
3. naCl 0,9%
4. darah sesuai dengan kebutuhan pasien
5. jarum infus/ abosath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
6. pengalas
7. toniket/pembendung
8. kapas alkohol
9. plester
10. gunting
11. kasa steril
12. betadin
13. sarung tangan

Prosedur pelaksaan
1. cuci tangan
2. jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang Y atau tunggal
4. lakukan pemasangan sebagaimana prosedur infus, terlebih dahulu
masukan cairan naCl 0,9% sebelum pemberian transfusi
5. periksa identifikasi kebenaran produk darah, kompatibilitas dalam
kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kedaluwarsa dan periksa adanya bekuan.
6. Buka set pemberian darah, untuk slang Y atur ketiga klem, dan untuk
slang tunggal klem pengatur pada posisi off.
7. Cara transfusi dengan slang Y:
a. Lakukan penusukan pada botol berisi cairan naCl 0,9% dan isi
slang dengan naCl 0,9%
b. Buka klem pengatur pada slang Y dan hubungkan ke kantong naCl
0,9%
c. Tutup atau klem pada slang yang tidak digunakan
d. Tekan sisi bilik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter
terisi sebagian)
e. Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi naCl
0,9%
f. Kantong darah perlahan dibalik-balik1-2 kali agar sel-selnya
tercampur. kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada
slang dan filter terisi darah.
8. Cara tranfusi dengan slang tunggal
a. Lakukan penusukan pada kantong darah
b. Tekan sisi bilik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi
sebagian
c. Buka klem pengatur dan biarkan slang infus terisi darah
9. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit
pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
10. Setelah dilakukan tranfusi bersihkan slang dengan memasukkan
cairan naCl 0,9%
11. Catat tipe, jumlah,komponen darah yang diberikan
12. Cuci tangan.

9.3. Konsep Kebutuhan Eliminasi

Kebutuhan eliminasi merupakan kebutuhan fisiologis untuk proses buang


air besar dan kecil. Dalam pemenuhannya terdapat sistem organ tubuh
yang berperan diantaranya untuk eliminasi uri, seperti ginjal, ureter,
blader dan uretra. Dan untuk eliminasi alvi adalah sistem gastrointestinal
bawah yang meliputi usus halus dan usus besar, usus halus terdiri dari
duodenum, jejunum dan ileum.
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut)
yang terdiri dari dua buah yaitu sebelah kanan dan kiri tulang punggung,
yang beperan dalam mengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh
dengan menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk uri
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh, serta menahannya
terhadap zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Bladder merupakan sebuah kantong yang terdiri dari otot halus yang
berfungsi sebagai penampung air seni. Dalam kandung kemih terdapat
beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam, memenjang ditengah
dan melingkar disebut sebagai detrusor yang berfungsi untuk
mengeluarkan urine apabila detrusor ini berkontraksi, kemudian pada
dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang
berbentuk lingkaran bagian dalm atau disebut sebagai otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kangdung kemih dan iretra, sehingga
uretra dapat menyalurkan urine dari kangdung kemih ke luar tubuh.
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine kr
bagian luar (pada perempuan) mempunyai fungsi berbeda dengan laki-
laki, pada laki-laki uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan
sebagai sistem peproduksi dengan ukurannya panjang 13,7-16,2 cm yang
terdiri dari tiga bagian yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang
berongga (ruang) sedangkan perempuan uretra panjangnya 3,7-6,2 cm
yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunumdan ileum dengan panjang
kurang lebih 6 meter dengan diameter 2,5 cm, berfungsi absorbsi
elektrolit Na, Cl, K,MG, HCO3, dan kalium sedangkan usus besar dimulai
dari rectum, colon hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5
meter atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar ini merupakan
bagian bawah atau bagian ujung jari saluran pencernaan, dimulai dari
katup ileum caecum sampai dubur (anus).
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan eliminasi
1. Diet dan intake
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
3. Gaya hidup
4. Stress psikologi
5. Tingkat aktivitas
6. Tingkat perkembangan
7. Kondisi penyakit, seperti diabetes melitus
8. Sosiokultural
9. Kebiasaan seseorang
10. Tonus otot memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih,
diantaranya otot blader, abdomen dan pelvis karena ketiganya sangat
berperan untuk berkontraksi dalam penegeluaran urine.
11. Pembedahan, efek dari pembedahan adalah dapat menurunkan filtrasi
glomerus yang dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi urine
karena dampak dari pemberian obat anestesi.
12. Pengobatan, dapat berdampak pada proses berkemih,seperti
pemberian penggunaan diuretikdapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan pemberian obat antikolinergik dan anti hipertensi dapat
menimbulkan dampak pada retensi urine. Demikian juga pada proses
defekasi seperti penggunaan laksantif.
13. Pemeriksan diagnostik, dapat mempengaruhi eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih, seperti IVP (intravenus pyelogram), yang
dapat membatasi jumlah intake sehingga mengurangi produksi urine.

Gangguan/ masalah kebutuhan eliminasi uri


1. Retensi urin, merupakan penumpukan urine dalam bladder dan
ketikdak mampuan bldder untuk mengosongkan kandung kemih, yang
menyebabkan distensi dari vesika irinaria yang ditandai dengan
ketidak nyamanan daerah pubis, ketidaksanggupan untuk
berkemih,sering berkemih dalam vesika urinaria yang sedikit (25-50
ml), ketidak seimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan
intakenya, meningkat keresahan dan keinginan berkemih, adanya
urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
2. Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan ,
ditandai dengan terjadi pada saat tidak diperkirakan, tidak ada
distensi kandung
3. Inkontinensia total merupakan keadaan seseorang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml yang terjadi dengan peningkatan
tekanan abdomen. Ditandai dengan adanya urine menetes dengan
peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, sering
miksi, ( lebih dari setiap 2 jam )
4. Inkontinentia refleks merupaka keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan, yang terjadi pada interval
yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah
tertentu, ditandai dengan tidak ada dorongan untuk berkemih,
merasakan kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme
kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur.
5. Inkontinentia fungsional merupakan keadaan seseorang mengalami
pengeluaran urine secara involunter dan tidak dapat diperkirakan.
Ditandai dengan adanya dorongan untuk berkemih dan kontraksi
kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
6. Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih
( mengompol ) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol spingter
eksterna.
7. Urgency adlah perasaan seseorang untuk berkemih, untuk mengalami
inkontinen jika tidak berkemih.
8. Dysuria merupakan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini
sering ditemukan pada penyakit ISK, trauma, dan striktur uretra.
9. Polyuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan intake cairan, yang dapat ditemukan
pada penyakit DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik.
10. Urinaria suppression adalah berhenti mendadak produksi urine, secara
normal urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada
kecepatan 60-120 ml/ jam.

Gangguan/ masalah kebutuhan eliminasi alvi


1. Konstipasi merupakan keadaan individu mengalami atau beresiko
tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi
yang jarang ditandai dengan adanya feses yang keras, defekasi
kurang dari 3 kali seminggu, menurunya bising usus, adanya keluhan
pada rectum, nyeri saat mengejan dan defekasi dan adanya perasaan
dalam pengosongan yang tidak adequat.
2. Konstipasi kolonik merupakan keadaan individu mengalami atau
beresiko mengalami perlambataan pasase residu makanan yang
mengakibatakan feses kering dan keras, ditandai dengan adanya
penurunan frekuensi eliminasi, feses kering dan keras, mengejan saat
defekasi, nyeri defekasi, adanya distensi pada abdomen, adanya
tekanan pada rektum dan nyeri abdomen.
3. Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan
sendiri penggunaan laksantif, enema atau supositoria setiap hari
untuk memastikan defekasi setiap hari.
4. Diare merupakan keadaan individu mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses cair / tida berbentuk atau keluarnya
tinja yang encer terlalu banyak cairan, ditandai dengan adanya
frekuensi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/ kram abdomen, bising usus
meningkat.
5. Inkontinensia usus merupakan keadaan individu mengalami
perubahan kebiasaan defekasi norma dengan pengeluaran feses
involunter, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensial alvi yang
merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
6. Kembung merupakan keadaan flatus yang berlebihan di daerah
intestinal yang dapat menyebabkan terjadinya distensi pada intestinal
yang dapat disebabkan karena kinstipasi atau penggunaan obat-
obatan.
7. Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran pada vena di
saerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang
dapat di sebabkan karena konstipasi, perenggangan saat defekasi dan
lain- lain.
8. Facal impaction merupakan masa feces keras di lipatan rectum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feces yang
berkepanjangan. Penyebab kontipasi intake kurang, aktivitas kurang,
diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
Keterampilan dasar yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
eliminasi
wash out (enam )/ huknah
Huknah rendah
Merupakan tindakan dengan cara memasukan cairan hangat kedalam
kolam desenden dengan menggunakan kanula recti melalui anus. Tujuan
tindakan ini adalah untuk mengosongkan usus pada pra pembedahan
untuk mencegah hal yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung,
seperti buang air besar, merangdang buanga air besar atau merangsang
peristaltik usus untuk mengeluarkan feses karena kesulitan defekasi
( pada pasien sembelit )

Persiapan alat/bahan
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula rectal dan klem.
3. Cairan hangat kurang lebih 700 ml-1000 ml dengan suhu 40,5-43
derajat celcius pada orang dewasa.
4. Bengkok.
5. Jelly.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, dengan meletakkan sampiran apabila dibangsal umum
atau menutup pintu apabila diruang sendiri.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
5. Pasang ;pengalas dibawah glutea.
6. Siapkan bengkok didekat pasien.
7. Irigator diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rectal, kemudian
periksa aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok,
kemudian klem, lalu berikan jelly pada ujung kanula.
8. Gunakan sarung tangan dan masukan kanula kira- kira 15 cm ke
dalam rectum ke arah colon desenden sambil pasien diminta nafas
panjang dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur dan
buka klemnya dan air yang dialirkan sampai pasien menunjukkan
keinginan untuk buang air besar.
9. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ingin buang air besar
dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, kalau pasien tidak mampu
mobilisasi jalan bersihkan daerah sekitar rectum hingga bersih.
10. Cuci tangan.
11. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi dan respon pasien.

Memberikan huknah tinggi


Merupakan tindakan memasukan cairan hangat kedalam kolon asenden
dengan menggunakan kanula usus, dengan tujuan mengosongkan usus
untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, seperti air besar selama
prosedur operasi atau pengosongan sebagai tindakan diagnostik atau
pembedahan.
Persiapan alat/bahan
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula usus.
3. Cairan hangat ( 700-1000 ml dengan suhu 40,5-43 derajat celcius )
4. Bengkok.
5. Jelly.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang dilakukan.
3. Atur ruangan, dengan meletakkan sampiran apabila pasien berada
diruangan privat.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Siapkan bengkok didekat pasien.
7. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan
kanula usus, kemudian periksa aliran dengan membuka kanula dan
keluarkan air ke bengkok dan klem lalu berikan jely pada ujung
kanula.
8. Masukan kanula kedalam rectum ke arah colon asenden kurang lebih
15-20 cm sambil pasien diminta nafas panjang irigator setinggi 30 cm
dari tempat tidur dan buka klem sehingga air mengalir pada rectum
sampai pasien menunjukkan ingin buang air besar.
9. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin buang air
besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, kalau tidak mampu
ke toilet bersihkan dengan air sampai bersih dan keringkan dengan
tisu.
10. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi dan respon
pasien.
11. Cuci tangan.

Kateterisasi Urin
Kateterisasi merupakan tindakan dengan memasukkan kateter (selang
karet/plastik)melalui uretra dan masuk kedalam kandung kemih yang
bertujuan membantu eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan
dalam pelaksanaan kateterisasi terdapat dua tipe, yaitu intermite dan
memetap
Indikasi:
Tipe Intermitten
 Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
 Retensi akut setelah trauma uretra.
 Tidak mampu berkemih akibat obat sedative atau ana lgetik
 Injuri pda tulang belakang
 Degenerasi neuromuscular secara progresif
 Untuk mengeluarkan urin residual

Tipe Indewelling (Menetap)


 Obstruksi aliran urin
 Post op uretra dan struktur disekitar (TRU-P)
 Obstruksi uretra
 Inkontinensia dan disorientasi berat.

Alat dan Bahan


1. Sarung Tangan steril.
2. Kateter steril ( sesuai dengan ukuran dan jenis)
3. Duk steril
4. Minyak pelumas / jelly
5. Larutan pembersih antikseptik( kapas sublimat)
6. spuit yang berisi cairan
7. Perlak dan alasnya
8. Pinset anatomi
9. Bengkok
10. Kantong penampung urine
11. Sampiran

Prosedur Kerja :
Untuk pasien wanita
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur.
3. Pasang sampiran
4. Pasang perlak/alas
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril disekitar alat genital
7. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (kuran
lebih 3 kali hingga bersih).
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan
bersihkan bagian dalam.
9. Kateter diberi minyak pelumas atau jelly pada ujungnya (kurang lebih
2,5-5 cm) lalu masukkan pelan-pelan dan sambil anjurkan untuk tarik
nafas
10. Setelah selesai isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya
dengan menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap dan bila tidak
dipasang tetap tarik kembali sambil pasien disuruh tarik nafas dalam.
11. Sambung kateter dengan kantong penampung urine dengan fiksasi
kearah samping
12. Rapikan alat
13. Cuci Tangan

9.4. Konsep Kebutuhan Personal Higiene

Kebutuhan personal hygiene( hygiene perseorangan) merupakan suatu


kebutuhan perawatan diri, yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kesehatannya baik secara fisik maupun psikologis. kebutuhan personal
higine kulit , kuku dan kaki, mulut dan gigi , rambut dan alat kelamin.
Keterampilan dasar yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan personal higiene
Memandikan pasien di tempat tidur
prosedur perawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu
mandi secara sendiri. tujuan dari prosedur ini adalah menjaga kebersihan
tubuh, mencegah kemungkinan terjadinya infeksi akibat kebersihan kulit
yang kurang, memperlancar sistem perederan darah, dan menambah
kenyamanan pasien.
Persiapan alat dan bahan :
1. satu stel pakaian bersih
2. Waskom mandi yang berisi air baik hangat atau dingin, Waskom mandi
dua buah, masing-masing berisi air dingin dan air hangat 2/3 bagian.
3. sabun mandi dalam tempatnya
4. dua handuk bersih
5. tiga waslap
6. kain penutup/selimut mandi
7. tempat untuk pakaian kotor
8. celemek
9. sarung tangan bersih(sepasang)
10.bedak badan /talk
11.minyak kayu putih*)
12.sampiran*)

*)jika di perlukan
cara pelaksanaan:
1. jelaskan prosedur pada pasien tentang maksud dan tujuan di lakukan
tindakan
2. Tutup pintu/jendela atau pasang sampiran
3. Atur posisi pasien dalam keadaan terlentang
4. Cuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih
5. pakai celemek dan sarung tangan
6. Berdiri di sisi kiri pasien
7. Buka selimut tempat tidur, atur di bawah kaki pasien kemudian ganti
dengan selimut mandi
8. Buka pakaian pasien bagian atas, lalu menutup bagian yang
terbukadengan selimut mandi sampai dada
9. Lakukan mencuci muka terlebih dahulu, dengan cara:
a. Handuk di bentangkan di bawah kepala pasien
b. Tanyakan pada pasien apakah biasa menggunakan sabun atau
tidak
c. Bersihkan muka, telinga, leher dengan waslap lembab ataudengan
sabun, kemudian bilas sampai bersih
d. Keringkan dengan handuk.

10. Lakukan mencuci muka terlebih dahulu , dengan cara:


a. Kedua lengan pasien dikeataskan
b. Pindahkan handuk diatas dada pasien, kemudian lebarkan
kesamping kiri dan kanan
c. Letakkan kedua tangan pasien diatas handuk yang telah
dilebarkan
d. Kedua lengan pasien dibasahi dan disabuni dari ujung jari kearah
pangkal lengan yang dimulai dengan bagian yang terjauh
e. Lakukan pembilasan sampai bersih, keringkan dengan handuk
11. Lakukan mencuci bagian dada dan perut , dengan cara:
a. Selimut mandi diturunkan sampai perut bagian bawah
b. Keataskan kedua tangan pasien, kemudian handuk diangkat dan
dibentangkan di sisi pasien
c. Basahi ketiak ,dada dan perut kemudian disabun, dibilas sampai
bersih dan keringkan dengan handuk.
d. Kalau perlu olesi minyak kayu putih dan beri bedak dan merata
kemudian tutup kembali selimut mandi.
12. Lakukan cuci punggung dengan cara:
a. Miringkan pasien kekiri
b. Bentangkan handuk dibawah punggung sampai glutea.
c. Basahi daerah punggung hingga glutea, kemudian disabuni, dibilas
selanjutnya dikeringkan dengan handuk
d. Berikan minyak kayu putih kalau perlu dan bendak secara merata
e. Miringkan pasien kekanan , kemudian handuk dibentang kebawah
punggung sampai glutea.
f. Cuci punggung kiri sebagaimana punggung kanan
g. Beri minyak kayu putih kalau perlu/beri bedak hingga merata
kemudian pasien ditelentangkan
h. Pakaian bagian atas dipasang dengan rapi.
13. Lakukan pencucian daerah kaki
a. Ganti air dengan air bersih, kemudian cuci dan bersihkan dengan
waslap sampai bersih
b. Pakain bawah ditanggalkan, kemudian tutup kembali debgan
selimut mandi.
c. Keluarkan kakai terjauh dari selimut mandi.
d. Handuk dibentangkan dibawahnya dan lutut ditekuk
e. Bersihkan kaki dengan sabun, dibilas selanjutnya dikeringkan,
demikian dengan kaki yang lain
14. Rapikan pasien dan atur posisi yang aman dan nyaman
15. Lepaskan sarung tangan dan bereskan alat
16. Cuci tangan

Perawatan perineum/ vulva higiene


Perawatan perineum atau vulva higiene merupakan perawatan yang
dilakukan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva
dan anus, perawatan ini umunya dilakukan pada ibu pada masa pasca
melahirkan. Tujuan dari perawatan ini adalah mengurangi rasa nyeri,
mencegah terjadinya infeksi khususnya daerah perineum, vulva maupun
ulterus, kebersihan perineum dan vulva, dan memenuhi kebutuhan rasa
nyaman.
Persiapan alat dan bahan:
1. Kapas sublimat dan desinfektan
2. Pinset
3. Bengkok
4. Pispot
5. Tempat membersihkan (cebok) yang berisi larutan
6. pengalas
7. Handscoon
8. Betadin dan kain kasa
9. Sampiran

Cara Pelaksanan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur tindakan kepada pasien
3. Pintu dan jendela ditutup dan jika perlu pasanglah sampiran
4. Alat- alat didekatkan pada pasien
5. Pakaian pasien bagian bawah dikeataskan atau dibuka
6. Pengalas dan pispot dipasang dibawah glutea pasien, dengan
mengatur posisi dorsal recumbent
7. Petugas memakai sarung tangan (tangan kiri)
8. Bersihkan dengan menyiram vulva dengan air cebok yang berisi
larutan desinfaktan
9. Kemudian ambil kapas sublimat untuk membuka labia minora. vulva
dibersihkan mulai dari labia minora kiri, labia minora kanan, labia
mayor kiri, dan labia mayor kanan, vestibulum, perineum.
10. Usaplah dari atas kebawah bila masih kotor diusap lagi dengan kapas
sublimat yang baru hingga bersih
11. Keadaan perineum diperhatikan jahitannya, bagian jahitannya apakah
masih basah, apakah ada pembengkakan, iritasi dan sebagainya
12. Jahitan perineum dikompres dengan betadin
13. Mengobatin luka dan menutup luka dengan kassa steril
14. Memasang celana dalam dan pembalut wanita
15. Mengambil alas, perlak dan bengkok
16. pispot diangkat
17. Rapikan dan atur posisi pasien
18. Cuci tangan

9.5. Konsep Kebutuhan Aktivitas


Kebutuhan aktivitas merupakan dasar yang digunakan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mobilisasi, dan aktivitas gerak
lainnya. Dalam pemenuhannya terdapat sistem organ yang berperan
diantaranya tulang, otot, tendo, ligamen, sistem saraf dan sendi.
Tulang merupakan suatu organ yang sangat penting yang memiliki
berbagai fungsi diantaranya fungsi mekanis yakni melakukan
pembentukkan rangka dan tempat letaknya berbagai otot,kemudian
ketempat mineral jhususnya kalsium dan fosfor yang biasa dilepaskan
setiap saat dari kebutuhan, kemudian tempat sum-sum tulang dalam
bentuk secara umum sebagai pelindung pada organ- organ visceral.
Otot dengan kemampuan dapat berkontraksi yang memungkinkan
tubuh bergerak sesuai dengan keinginan, otot memiliki origo dan insersi
tulang , kemudian otot dihubungkan dengan tulang melalui tendon yakni
suatu jaringan ikat yang melekat sangat kuat pada tempat insersinya di
tulang.Linggamen merupakan bagianyang menghubungkan tulang
dengan tulang seperti tendon. pada lutut linggamen merupakan struktur
penjaga stsbilitas, terputusnya lingamen pada lutut akan mengakibatkan
terjadinya ketidak stabilan. sistem syaraf terdiri dari syaraf pusat yang
terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem syaraf tepi yang
merupakan percabanga dari sistem syaraf pusat.setiap syaraf memiliki
somatik yang memiliki fungsi sensorik dan motorik dan bagian otonom
terjadinya kerusakan pada sistam syaraf pusat seperti pada fraktur tulang
belakang yang dapat menyebabkan kelemahan secara umum sedangkan
kerusakan syaraf tepi dapat mengakibatkan daerah yang di nervesi akan
terganggu seperti kerusakan pada syaraf radial akan mengakibatkan
drop hand atau gangguan sensorik di daerah tangan radial.
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu, sendi
membuat segmentasi dari kerangka tulang dan dapat memungkinkan
adanya gerakan antara segmen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang, kemudian jenis sendi ada bermacam-macam ada sendi synovial
yang merupakan sendi kedua ujung tulang yang berhadapan di lapisi oleh
kartilago artikule, ruang sendinya tertutup oleh kapsul sendi dan bersisi
cairan synovial, ada sendi bahu, sendi panggul, lutut dan jenis lainnya,
seperti sindesmosis, sinchondrosis, dan simphisis.
Abduksi adduksi
Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien disamping badannya.
 Letakkan satu tangan petugas di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
 Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat/ke
arah samping.
 Kembali ke posisi semula/awal.
 Catat perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan.
 Catat respon pasien.

Rotasi Bahu
Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan
siku menekuk.
 Letakkan satu tangan petugas dilengan atas dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lain.
 Lakukan rotasi badan bahu dengan lengan kebawah sampai
menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
 Kembalikan lengan ke posisi awal.
 Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas.
 Kembali ke posisi awal.
 Observasi perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien.

Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskanprosedur yang akan dilakukan.
 Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementaratangan lain
memegang kaki.
 Bengkok jari-jari kaki bawah.
 Observasi perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Infersi dan Efersi


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pegang separuh bagian atas kaki pasien denan tangan petugas dan
pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya.
 Putar kaki kedalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain.
 Observasi perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang di lakukan
 Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang
lain diatas pergelengan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
 Tekukkan pergelengan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada?
bagian tubuh pasien.
 Kembalikan ke posisi awal
 Tekuk pergelengan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki
diarahkan ke bawah.
 Observasi perubahan yang terjadi
 Cuci tangan
 Catat respon pasien.

Fleksi dan Ekstensi Lutut


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Letakkan satu tangan dibawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
 Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
 Lanjudkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin
 Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki keatas.
 Kembali ke posisi semula
 Observasi perubahan yang terjadi
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Rotasi Pangkal Paha


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakkan satu tangan petugas pada pergelangan kaki dan satu tangan
yang lain diatas lutut
 Putar kaki ke arah pasien
 Putar kaki ke arah petugas
 Kembali ke posisi semula
 Observasi perubahan yang terjadi
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakan satu tangan petugas di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit
 Angkat kaki pasien kurang lebih 8 centi meter dari tempat tidur dan
perahankan posisi tetap lurus, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
atau ke samping kearah petugas
 Gerakan kaki mendekati badan pasien
 Kembalikan ke posisi awal
 Observasi perubahan yang terjadi
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

9.5. Konsep Body Aligment (Postur)

Body aligment merupakan suatu susunan geometik dari bagian-bagian


tubuh yang berhubungan dengan tubuh lain. Bagian yang dipelajari dari
body aligment adalah persendian, tendon, ligament dan otot, keempat
bagian tersebut apabila digunakan dengan benar dan terjadi
keseimbangan dalam tubuh maka akan menjadikan fungsi tubuh menjadi
maksimal, seperti dalam posisi duduk, berdiri dan berbaring yang benar.
Faktor Yang Memengaruhi Body Aligment
Dalam pembentukan body aligment dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
1. Status kesehatan, hal ini dapat ditunjukkan apabila optimal (sakit)
terdapat organ atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau
kelemahan sehingga dapat mempengaruhi pembentukan aligment.
2. Nutrisi, sebagai bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan
dalam membantu proses pengaturan keseimbangan
organ,otot,tendon,ligament dan persendian
3. Emosi, dapat menyebabkan kurangnya pengontrolan dalam menjaga
keseimbangan tubuh sehingga mempengaruhi proses koordinasi pada
otot,ligament,sendi dan tulang.
4. Gaya hidup.
10.6. Konsep Mekanik Tubuh Dan Ambulasi

Mekanik tubuh merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan


sistem persyarafan untuk mempertahankan keseimbagan yang tepat.
Mekanik tubuh dan ambulasi tersebut sebagi cara menggunakan tubuh
secara efesien yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinir
serta aman dalam pergerakan dan mempertahankan keseimbagan
selama aktifitas. Penggunakan mekanik tubuh secara benar dapat
meningkatkan fungsi tubuh terhadap susunan muskuloskeletal,
mengurangi energi yang akan di keluarkan dan mengurangi kelelahan.
Kebutuhan akan bergerak sangat dibutuhkan mengigat pergerakan dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melindungi diri dari kecelakan
seperti jatuh.
Prinsip Mekanik Tubuh
Prinsip yang digunakan dalam mekanik tubuh adalah sebagai berikut :
1. Grafitasi (gravity) merupakan prinsip yang pertama yang harus
diperhatikan dalam melakukan mekanik tubuh dengan benar yaitu
memandang bawah gravitasi sebagai sumbuh dalam pergerakan
tubuh, dalam mekanik tubuh perlu diperhatikan :
 Pusat gravitasi (center of gravity) tubuh merupakan pusat gravitasi
yang berada dalam pertengahan tubuh.
 Garis gravitasi (line og graviti) merupakan garis imginer vertikel
melalui pusat gravitasi
 Dasar dari tumpuan (base og support) merupakan dasar dimana
seseorang dalam posisi istirahat untuk menopang.
2. Keseimbagan (balance) dalam pengunaan mekanik tubuh harus
mempertahankan posisi garis gravitasi (line of graviti) berada dalam
posisi antara pusat gravitasi (center og gravity) dan dasar dari
tumpuan (base of support).
3. Berat (weight) benda yang akan di angkat karena berat benda akan
mempengaruhi dalam tubuh yaitu pusat gravitasi, garis gravitasi dan
dasar dari tumpuan.

Pergerakan Dasar Dalam Mekanik Tubuh


Mekanik tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktifitas
manusia, maka seseorang yang mengalami gangguan maka
kehidupannya sangat tergantung pada seseorang. Sebelum melakukan
mekanik tubuh ada beberapa pergerakan dasar yang harus diperhatikan
bagi seseorang diantaranya :
 Gerakan (ambulating)merupakan dasar dari mekanik tubuh,
mengingat gerakan yang benar akan memudahkan dalam membantu
mempertahankan keseimbagan tubuh, gerakan ini dapat dilihat pada
saat orang berdiri dan saat orang berjalan dalam kesembagan akan
berbeda. Orang berdiri akan lebih mudah stabil dibandingkan dengan
orang berjalan mengingat orang berjalan terjadi perpindahan base of
support dari sisi satu ke sisi lain dan center of gravity selalu berubah
pada posisi kaki dan pada saat berjalan terdapat dua fase yaitu fasa
menahaan berat dan fase mengayun kedua fase tersebut akan
menghasilkan gerakan yang halus dan berirama.
 Menahan (squatting) merupakan dasar dalam gerakan untuk mekanik
tubuh, dalam melakulan pergantian posisi menahan selalu berubah
seperti posisi menahan seseorang yang duduk akan berbeda dengan
jongkok demikian jongkok akan berbeda posisi dalam menahan
dengan membungkuk. Untuk memberikan posisi yang tepat dalam
menahan sangat di perhatikan gravity (center of gravity, base of
support maupun line of gravity) cara menahan sangat di perlukan
dasar sokongan (base of support) yang tepat untuk mencegah
kelainan dalam tubuh dan memudahkan gerakan yang akan di
lakukan.
 Menarik (pulling) merupakan bagian dari dasar pergerakan mekanik
tubuh, menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan
benda, dan untuk mempermudah terdapat beberapa hal yang
diperhatikan sebelum menarik benda seperti : ketinggian, letak benda
harus didepan seseorang yang akan melakukan menarik, posisi kaki
dan tubuh dalam menarik, seperti codong ke depan dari panggul,
sodorkan telapak tangan dan lengan atas di bawah center of gravity
pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan tempat
tidur,pinggul, lutut,dan pergelangan kaki ditekuk dan lakukan
penarikan.
 Mengangkat (lifting) merupakan cara pergerakan daya tarik, dengan
menggunakan otot-otot besar dari tumit, paha bagian atas dan kaki
bagian bawah, perut dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada
daerah tubuh bagian belakang.
 Memutar (pivoting) merupakan gerakan untuk memutar anggota
tubuh dan bertumpu pada tulang belakang, gerakan memutar yang
baik masih memperhatikan ketiga unsur dalam pergerakan (line of
gravity,base of support dan center of gravity), memutar yang salah
adalah memutar dengan tidak memperhatikan ketiga unsur tersebut
sehingga akan mempengaruhi perubahan postur tubuh.

Faktor Yang Memengaruhi Mekanik Tubuh Dan Ambulasi


1. Status kesehatan dapat mempengaruhi mekanik tubuh dan ambulasi
yang dilakukan oleh klien, sebab pada perubahan status kesehatan
akan mempengaruhi sistem muskosketel dan sistem persyarafan yang
berupa menurunnya koordinasi. Perubahan tersebut dapat
disebabkan karena penyakit, kurangnya kemampuan untuk melakukan
aktifitas sehari-hari dan lain-lain.
2. Nutrisi memengaruhi perubahan dalam mekanik tubuh dan ambulasi
hal ini dapat terlihat, fungsi nutrisi bagi tubuh khususnya untuk proses
pertumbuhan tulang, dan memegang peran penting dalam perbaikan
sel. Kekurangan dan memudahkan terjadinya penyakit.
3. Emosi dapat memengaruhi mekanik tubuh dan ambulasi, sebab
kondisi psikologis seseorang akan memudahan perubahan dalam
perilaku yang berdampak pada keamampuan untuk mekanik tubuh
dan ambulasi dengan benar. Kondisi demikian dapat terlihat apabila
seseorang terjadi perasaan yang tidak aman, tidak bersemangat dan
perasaan harga diri yang rendah maka akan memudahkan terjadi
perubahan dalam mekanik tubuh dan ambulasi.
4. Situasi dan kebiasaan dapat memengaruhi mekanik tubuh dan
ambulasi, hal ini dapat terlihat apabila seseorang yang sering
mengankat berat maka akan terjadi perubahan mekanik tubuh dan
ambulasi.
5. Gaya hidup dimaksud disini adalah perubahan pola hidup seseorang
apabila seseorang dengan kehidupan yang sibuk, maka seseorang
akan mudah terjadi stresss dan kemungkinana besar akan
menimbulkan kecerobohan dalam aktifitas sehingga akan mudah
terjadi gangguan dalam koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan
neurologi, akhirnya akan terjadi perubahan dalam penggunakan
mekanik tubuh secara benar.
6. Pengetahuan yang baik terhadap penggunakan mekanik tubuh secara
benar ,aka akan mendorong seseorang untuk mempergunakannya
secara benar, sehingga akan mengurangi energi yang telah
dikeluarkan, demikian sebaliknya apabila penegetahuan rendah dalam
penggunakan mekanik tubuh akan menjadikan seseorang beresiko
terjadi gangguan dalam koordinasi sistem neorologi dann
muskuloskeletal.

Keterampilan Dasar Yang Berhubungan Dengan Ambulasi


Latihan Ambulasi
a. Duduk ditempat diatas tidur

Caranya :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping
badannya, dengan telapak tanagan menghadap ke bawah
 Berdirilah disamping tempat tidur, kemudian letakkan tangan
petugas pada bahu pasien
 Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang/bantal
b. Turun dan berdiri
Caranya :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur kursi roda dalam posisi terkunci
 Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang
 Fleksikan lutut dan pinggang petugas/pelaksana
 Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibahu
petugas dan letakkan kedua tangan petugas/pelaksana
disamping kanan kiri pinggang pasien
 Ketikan pasien melangkah ke lantai tahan lutut petugas pada
lutut pasien
 Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kuri
 Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi secara nyaman

c. Membantu berjalan
Caranya :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Anjurkan untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegang telapak tangan petugas/pelaksana
 Berdirilah disamping pasien dan pegang telapak dan lengan
tangan pada bahu pasien
 Bantu pasien untuk jalan

d. Membantu ambulansi dengan memindahkan pasien


Merupakan tindakan memindhakan pasien dari tempat tidur ke
branchardi
Caranya :
 Jelaskkan prosedur yang akan dilakukan
 Atur branchard dalam posisi terkunci
 Bantu pasien dengan 2-3 petugas
 Berdirilah menghadap pasien
 Silangkan tanagn di depan dada
 Petugas/pelaksana menekuk lutut kemudian memasukkan
tangannya ke bawah tubuh pasien
 Petugas pertama meletakkan tangn di bawah leher/bahu dan
bawah pinggang, petugas keduan meletakkan tangan di bawah
pinggang dan panggul pasien Dn petugas ketiiga meletakkan
tangan di bawah pinggul dan kaki
 Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
 Atur posisi pasien di brachard (Hidayat,& uliyah ,2005)

9.6. Konsep kebutuhan rasa aman dan nyaman (nyeri)

Kebutuhan rasa aman dan nyaman dalam hal ini adalah bebas nyeri
merupakan salah bagian dari kebutuhan dasar manusia.Nyeri memiliki arti
kondisi berupa perasaan yang tidak, menyenangkan, yng bersifat sangat
subyektif dari keadaan tersebut, sebab perasaaan nyeri antara orang
berbeda dalam skala atau tingkatnya dan hanya pada orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau melakukan evaluasi terhadap nyeri.
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dn adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor merupakn
ujung-ujung saraf yang sangat bebas yang sedikit bermyelin bahkan tidak
bermyelin yang tersebar pada kulitdan mukosa khususnya pada viseral,
persendian,dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri
dapat memeberikan respon akibat adannya stimulasi yang ada, stimulasi
tersebut dapat memeberikan respon akibat adanya stimulasi yang ada,
stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi seperti histamin, bradikin,
prostaglandin, dan macam-macam asam, yang bahan tersebut dilepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekuranagan oksigenasi,
kemudian stimulasi yang lain dapat berupa thermal, listrik atau mekanis.
Setelah receptor nyeri menerima berbagai rangsangan baik secara
kimiawi, thermal atau listrik maupun mekanis maka adannya rangsangan
tersebut akan ditransmisikan yang berupa impuls-impuls nyeri ke sum-
sum belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A
(delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditansmisikan
oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke
serabut. Serabut-serabut aferan masuk ke spinal melalui dorsal root serta
sinaps pada dorsal horn dan dorsal horn sendiri terdiri dari beberapa
lapisan atau laminae yang saling bertautan, diantar lapisan dua dan tiga
membentuk substansia gelantinosa yang merupakan penyaluran utama
dari impuls, kemudian impuls nyeri menyebrangi sum-sum tulang
belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens
yang paling utama jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur
spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi
mengenai sifat dan lokasi nyeri.

Tabel 6.4 perbedaan Nyeri Akut dan Kronis


Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis

Pengalaman Suatu kejadian suatu situasi, status eksistensi

Sumber Sebab eksternal tidak diketahui atau


atau penyakit pengobatan yang terlalu lama
dari dalam
Serangan mendadak bisa mendadak, berkembang dan
Terselubung
Waktu sampai 6 bulan lama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun
Pernyataan daerah nyeri tidak daerah nyeri yang tidak
dibedakan
nyeri diketahui dengan intensita menjadi sangat sukar di
pasti evaluasi (perubahaan perasaan)
Gejala-gejala pola respon yang pola respon yang bervariasi
klinis khas dengan sedikit kelebihan gejala-gejala
gejala yang lebih (adaptasi)
jelas
Pola perjalanan membatasi diri berlangsung terus dapat bervariasi
biasanya berkurang penderitan meningkat
setelah
setelah beberapa beberapa waktu
lama

( sumber Barbara C Long 1989 )

Selain klasifikasi nyeri diatas terdapat jenis nyeri yang spesifik


diantaranya nyeri somatik, nyeri viceral, nyeri menjalar (referent pain),
nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas,nyeri neurologis, dan
lain-lain.
Nyeri somatik dan viserai ini pada umumnya bersumber dari kuli
dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tualang, kemudian
dari perbedaan nyeri somatik dan viseral dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel. 6.5 Perbedaan Nyeri Somatik Dan Viseral


Karakteristik Nyeri Somatik Nyeri Viseral
Superfisial Dalam

Kualitas tajam,menusuk, tajam,tumpul tajam, tumpul nyeri


Membakar nyeri terus terus dan kejang
Menjalar tidak tidak ya
Stimulasi torehan, abrasi torehan,panas distensi ischemia,
Terlalu panas panas ischemia spasmus iritasi
dan dingin pergeseran kimiawi (tidak
tempat ada torehan)
Reaksi tidak ya ya
autonom
Refleks tidak ya ya
kontraksi otot

( sumber Barbara C Long, 1989 )

Faktor Yang Mempegaruhi Nyeri


Pengelaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya, arti nyeri,persepsi nyeri, tolerensi nyeri, dan reaksi nyeri.
1. Arti nyeri seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagaian arti nyeri merupakan arti yang negatif seperti
membahayakan, merusak dan lain-lain, keadaan ini dipengeruhi oleh
berbagai faktor diantaranya usia, seks, latar belakang sosial kultural,
lingkugan, dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri ini penilaiannya sangat subjektif yang tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluatif kognitif),persepsi ini dipengeruhi oleh
faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi nyeri sangat erat hubugannya dengan adanya intensitas
nyeri yang dapat menilai kemampuan menahan adanya nyeri,
beberapa faktor yang dapat mempegaruhi peningkatan toleransi
adalah capai, merah, bosan, cemas, nyeri yang bandel, sakit dan lain-
lain.
4. Reaksi terhadap nyeri merupakan kemampuan seseorang berespon
terhadap nyeri seperti kekutan, gelisah, cemas, menagis, menjerit,
kesemuanya adalah bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya : arti nyeri, tingkat persepsi nyeri
pengelaman masa lampau, nilai kulturul, harapan sosial, kesehatan
fisik dan mental, takut, cemas, usia dan lain-lain.

Konsep Nyeri Persalinan


Menurut bobak (2005), rasa nyeri pada ibu melahirkan berbeda dangan
rasa nyeri yang biasa terjadi pada saat sakit. Rasa nyri tertahankan
menjelang persalinan menandakan bahwa tubuh sedang berkerja keras
membuka mulut rahim agar bayi bergerak tahun melewati jalan lahir.
Sedangkan munculnya rasa nyeri ini adalah :
1. Kontraki rahim, sehinga otot-otot dinding rahim mengerut dan
menjepit pembuluh darah.
2. Jalan lahir atau vagina serta jaringan lunak di sekitarnya meregang.
3. Rasa takut , cemas, dan tegang memicu produksi hormon
prostaglandin sehongga timbul stres. Kondisi stres dapat mengurangi
kemampuan tubuh menahan rasa nyeri (bobak, 2015)

Rasa nyeri selama persalinan disebabkan oleh dua hal (hugns, 1992).
Pada tahap pertama persalinan, kontraksi rahim menyebabkan dilatasi
dan penipisan serviks, dan iskemi rahim (penurunan aliran darah sehingga
oksigen lokal mengalami devisit). Akibat kontraksi arteri miometrium.
Implus rasa nyeri pada tahap pertama persalinan di transmisi melalui
segmen syaraf spinalis T11-12 dan syaraf-syraf asesoritorokal bawah
serta syraf sinpatik lumbal atas saraf-saraf ini berasal dari korpus dan
serviks. Rasa nyeri akibat perubahan serviks dan iskemia rahim iyalah
nyeri viseral. Nyeri ini berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar
ke daeraha lumbal penggung dan menurun ke paha, biasanya pada ibu
persalinan merasakan nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari
rasa nyeri pada saat interval antara (komalasari,2005:253).
Penanganan nyeri pada persalinan dengan metode non-farmakalogi
menurut postter (2006 :1531-1534) tindakan peredaannyeri secara
nonfarmkologi antara lain :
1. Distraksi
Mengalihkan pertatian klien ke hal yang lain dan demikian
menurunkan kewaspadaan terhaap nyeri. Distraksi infotmasi tentang
respon fisiologi (misalnya tekanan berkerja memberih pengaruh paling
banyak unuk jangka waktu yang sigkat, untuk mengatasi nyeri intensif
hanya berlangsung beberapa menit).
2. Bioeed back atau umpan balik hayati
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu daerah
atau tengangan daa cara untuk melatih kontrol volunter terhadap
respon tersebut. Tetapi ini digunakan untuk menghasilkan relaksasi
dalam dan sangat efektif untuk mrngatasi ketegangan otot dan nyeri
kepala migran untuk mempelajari terapi ini dibutuhkan waktu
beberapa minggu.
3. Hipnosisi dini
Membantu merubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
suatu pendekatan kesehatan holistik. Hipnosis dini menggunakan
sugesti dini dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai.
Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan respon
teetentu bagi mereka. Hipnosis dini sama seperti dengan melamun
,konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena
individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
4. Mengurangi persepsi nyeri
Salah satu cara sederhana unntukmeningkatkan rasa nyaman iayalah
membuang atau mencegah stimulus nyeri. Hal ini penting bagi klien
yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ketidak
nyamanan.
5. Stimulasi kutaneus
Stimulus kulit yang di lakukan untuk menghilangkan nyeri masase,
mandi air hangat, kompres panas atau dingin dan stimulus syaraf
elektrolit transkutan.

(ENS) merupakan langkah-langkah sederhana dalm upaya


menurunkan persepsi nyeri.
Penilain Klinis Nyeri
Pengkajian karakterisik umum nyeri dapat membantu bidan dalam
membentuk pengertian pola nyeri dan tipe terapi yang akan diberikan
dalam mengatasi nyeri. Instrumen yang akan di gunakan dalam
menghitung luas dan derajat nyeri tergantung pada pasien yang sadar
secara kognitif dan mampu memahami instruksi yang akan diberikan oleh
bidan ketika melakukan pengkajian (potter dan perry,2005). Agar
instrumen pengkajian dapat di gunakan maka instrumen harus
menmenuhi kriteria sebagai berikut ; mudah mengerti dan digunakan,
memerlukan sedikit upauya pada pasien mudah dinilai dan sensitif
terhadap perubahan kecil dalam intensitasnya.
Nyeri merupakan respon personal yang bersifat subjektif, karena
individu harus diminta untuk menggambarkan nyeri individual dalam
beberapa cara berikut ini :
1. Intensitas nyeri dapat dibuat dengan tingkatan nyeri secara skala
verbal (tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau dengan skala 0
samapai 10).
2. Karakteristik nyeri meliputi letak, durasi (lama nyeri), irama (terus
menerus atau hilang timbul) dan kuallitas nyeri (terbakar, perih,
tertusuk, tumpul, dan sebagainya) yang di alami individu
3. Faktoer yang memperberat dan memperingan nyeri seperti gerakan,
posisi, pengerakan tenaga dan sebagainya
4. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari seperti tudur,
bergerak, nafsu makan dan lain-lain.
5. Kekhawatiran terhadap nyeri yang meliputi baerbagai masalah yang
luas seperti beban ekonomi, pengaruh terhadap peran,citra diri dan
lain-lain
(smeltzer & bare, 2002).

Bentuk instrumen pengkajian yang dapat digunakan dalam menilai


tingat nyeri dengan masing-masing memiliki kelebihan atau kekurangan
dalam penerapannya, dan dipengaruhi oleh jenis nyeri di samping juga
tingkat perkembangan individu (dewasa dan anak-anak). Dalam pemilihan
instrumen pengkajian nyeri,diperlukan pertimbagan yang sesuai dengan
karaktiristik nyeri yang dialami oleh individu yang akan diukur tingkat
nyerinya. Beberapa instrumen pengkajian nyeri yang sering di gunakan
adalah sebagi berikut :
1. Skala pendiskripsi verbal (verbal descriptor scale/VDS)
VDS merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsianyang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendiskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai sangat
nyeri. Pengukur menunjukan kepad pasien skala tersebut dan
memeintanya untuk memeilih intensitas nyeri yang di rasakan nya.
Alat VDS ini memugkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk
mendiskripsikan nyeri.
2. Skala Peneilaian Numerik (Numerical Rating Scale / VDS)

NSR lebih di gunakan sebagai pengganti atau pendamping VDS.


Dallam hal ini klien memberi penilian dengan skala 0 sampai 10. Skala
paling efektif digunakan dalammengkaji intensitas nyeri sebelum dan
sesudah intervensi terapeuktik. Penggunaan skala NSR biasa dipakai
patokan 10 cm untuk menilai pasien. Nyeri yang dinilai pasien akan
dikatagorikan sebagai tidak nyeri 0, nyeri ringan (1-3), secara objektif
klien dapat berkomunikasi dengan baik, (4-6) secara objektif klien
mendesis, menyeringai, d pat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah tapi msaih respon
dengan tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan ahli posisi nafas
panjang dan distrasi, dan (10) pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
3. Skala analong visual (visual analong scale / NRS)

Menurut McGuire dalam potter dan perry (2005), VAS pengukur tingkat
nyeri yang lebih sensetif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap
titik pada rangkain angka yang menurut mereka paling tepat dapt
menjelaskan tingkat nyeri yang mereka rasakan pada satu waktu. VAS
tidak melabelkan suatu devisi, tetapi terdiri dari sebuah garis luas
yang dibagi secara merata 10 segmen dengan angka 0 sampai 10
menyatakan : nyeri paling parah “ yang klien dapat bayangkan. Skala
ini memberikan kebebasan kepada pasien untuk mengidentifikasi
keparahan nyari.
VAS modifikasi dapat digunakan pada anak dan orang dewasa yang
mengalami gangguan konfitif, menggantikan agnka dengan kontiunum
waja yang terdiri dari 6 wajah dengan profil kartun yang
mengambarkan wajah dri yang sedang senyum (tidak merasakan
nyeri),kemudian kurang bahagia, wajah yang sedang sedih, sampai
wajah yang sangat ketakutan (sangat nyeri).

9.7. Konsep Kebutuhan Israhat Dan Tidur


Istirahat merupakan keadan yang relaks tanpa adanya tekanan emosional
yang bukan hanya tidak beraktifitas saja. Kata israhat berarti bersantai
yang menyegarkan diri dan diam setelah melakukan kerja keras atau
suatu kedadan dengan melepaskan diri dari segala apa yang
membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan.
Sedangkan tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar yang mana
individu dapt di bagunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai (Guyton,
1986), atau juga dapat dikatakan suatu keadaan ytidak sadarkan diri yang
reletif, yang bukan hanya keadaan yang bervariasi, terdapat perubahan-
perubahan proses fisikologis dan terjadi penurunan respon terhadap
rangsangan dari luar.

Jenis - Jenis Tidur


Dalam proses tidur terdapat dua jenis tidur pertama jenis tidur yang
disebabkan menurunya kegiatan di dalam sistem pengaktifiasi reticularis
atau di sebut dengan tidur gelombang lambat karena glombang otaknya
sangat lambat atau di sebut tidur NREM o(non rapid eye movement) dan
yang kedua jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari
isyaraf-isaraf dalam otak meskipun dalam kegiatan mungkin tidak
tertekan secara berarti atau disebut dengan jenis paradoks atau tidur REM
(rapid eye movement)
1. Tidur gelombang lambat (slow wave sleep)/ NREM (non rapid eye
movement).jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam atau
israhat penuh dan glombang otaknya lebih lambat, atau juga dikenal
dengan tidur nyeyak., menyegarkan dengan tanpa mimpi atau tidur
dengan glombang delta dengan ciri sebagai berikut betul-betul israhat
penuh, tekanan darah menurun ,ferkuensi nafas menurun ,pergerakan
bola mata melambat, mimpi berkuang metabolisme turun.
Perubahan selama proses NREM melalui elektroensefalorgrafik dengan
memperhatikan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur
NREM diantranya pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang
beta yang berferkuensi tinggi dan bervoltase rende kedua, israhat
tenang dapat diperhatikan gelombang alfa, ketiga tidur ringan terjadi
perlambagatn gelombang alfa ke jenis teta atau delta yang bervoltase
rendah kemudian keempat tidur nyeyak gelombang lambat dengan
gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2 pendetik.

Tahap tidur jenis NREM


 Tahap I adalah tahap transisi atantara bagun dan tidur dengan ciri
sebagai berikut relaks , masi sadar dengan lingkugan , merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping,
frekuensi nadi dam napas sedikit meurun, dapat bagun segera
selama tahap sedikit menurun, dapat bangun segerah tahap ini
berlangsung selama 5 menit.
 Tahap II merupakan tahap tidur ringan den proses tubuh terus
menurun dengan ciri sebagi berikut : mata pada umumnya
menatap, denyut jantung dan ferkuensi nafas menurun
berlangsung pendek dan berakir 5-20nmenit.
 Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan
ferkuensi nafas dan proses tubuh lainya lambt, disebabkan adanya
dominasi sistem syaraf parasimpatif, sulit untuk bangun.
 Tahap IV merupakan tahap ytidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernafasaan turun, jarang bergerak dan dibangunkan,
gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun, tonus otot
menurun.
2. Tidur paradoks / tidur REM (raiped eye movoment). Tidur jenis dapat
berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20 menit, rata-
rata timbull 90 menit, dimana priode pertama terjadi sampai 80-100
menit, akan tetapi apabila orang sangat lelah maka awal tidur cepat
bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri tidur REM sebagai berikut :
 Biasanya disertai dengan mimpi aktif
 Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyeyak REM
 Tonus selama otot selama tidur nyeyak sangat tertekan yang
menunjukan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi
retikularis
 Ferkuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
 Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
 Mata cepat tertup dan terbuka, nadi cepat dan irregular tekanan
darah meningkat atau berfliktuasi sekresi gestar meningkat dan
metabolisme meningkat.
 Pada tidur ini penting untuk kesembagan mental, emosi juga
berperan dan belajar, memeori dan adaptasi

Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia tergantungan pada tingkat
perkembagan, dibawah ini kebutuhan tidur berdasarkan usia, diantranya :

Umur Tingkat Jumlah Kebutuhan Tidur


Perkembangan

0-1 bulan Bayi Baru Lahir 14 – 18 jam / hari


1 bulan – 18 bulan Infant 12-14 jam / hari
18 bulan - 3 tahun Toddler 11-12 jam / hari
3 tahun – 6 tahun Preschool 11 jam / hari
6 tahun – 12 tahun School Age 10 jam / hari
12 tahun – 18 tahun Adolescent 8,5 jam / hari
18-40 tahun Young Adult 7-8 jam / hari
40 tahun- 80 tahun Middle Age Adult 7 jam / hari
60 tahun keatas Early Adult 6 jam / hari
Faktor Yang Mengaruhi Kebutuhan Tidur
1. Penyakit, seperti penyakit infeksi (infeksi limpa) akan memerlupan
banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihanya.
2. Latihan dan kelelahan, keletihan akibat aktifitas yang tinggi dapat
memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga kesembagan energi
yang telah di keluarkana,hal tersebut tanpak terlihat pada seseorang
yang terlah melakukan aktifitas dan mencapai kelelahan maka dalam
proses tidur dapat memperpendek dari tahap tidur REM sehingga
cepat untuk tidur.
3. Stress pisikologis, kondisi psikologis yang terjadi pada seseorang
timbul akibat ketegangan jiwa akan mempegaruhi proses tidur, hal
tersebut dapat terlihat seseorang yang memiliki masalah psikolosis
maka dapat terjadi kegekisahan dan mengalaami kesulitan dalam
tidur.
4. Obat-obatan, dapat juga mempegaruhi tidur karena efek dari obat itu
sendiri seperti jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan
seseorang insomnia, anti depresen dapat menekan pada REM, kafein
dapat meningkatkan saraf simpatif yang menyebabkan kesulitan
untuk tidur, kemudia golongan beta bloker dapat berefek pada
timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan dari REM
sehingga mudah mengntuk.
5. Nutrisi terpenuhinya kebutuhan nurtisi yang cukup mempercepat
proses tidur seperti halnya seseorang yang gizi cukup khususnya
adanya protein yang tinggi maka seseorang yang akan mempercepat
proses terjadinya tidur, karena memungkinkan typtophan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat membantu
mudah tidur, demikian sebaliknya seseorang dengan kebutuhan gizi
yang kurang maka dpat mempengaruhi proses tidur,terkadang sulit
untuk tidur.
6. Lingkugan, keadaan lingkugan yang aman dan yaman bagi seseorang
dapat mempercepat proses terjadinya tidur,tetapi lingkukan yang
tidak aman dan nyaman, agi seseorang dapat merasakan ketenangan
hilang sehingga memmpengaruhi prises tidur.
7. Motivasi, merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk
tidur, yang dapat memegaruhi proses tidur, selain adanya keinginan
untuk menhan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

Ganguan atau Masalah Kebuttuhan Tidur


1. Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan
tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan
tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia ini terbagi
menjadi tiga jenis yaitu : pertama initial insomnia yang merupakan
ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur, kedua
intermitten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur, karena
selalu terbangun pada malam hari dan ketiga terminal insomnia
merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur
pada malam hari. Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar
disebabkan adanya rasa khawatir dan tekanan jiwa.
2. Hypersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan, pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hai,
yang disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologi,
depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, liver, dan
gangguan metabolik.
3. Parasomnia merupakan kumpulan dari penyakit yang dapat
menganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam
tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak dalam tahap III dan IV dari
tidur NREM, kemudian terjadinya somnambulisme ini dapat
menyebabkan cedera.
4. Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu
tidur atau istilah lain dikenal dengan nama mengompol, enuresa ini
ada dua yaitu enuresa nokturnal mengompol diwaktu tidur dan
enuresa diurnal mengompol diwaktu keadaan bangun tidur pada
nokturnal umumnya sebagai gangguan dalam tidur yang dapat terjadi
pada tidur NREM.
5. Apnea tidur dan mendengkur adalah tidak termasuk gangguan dalam
tidur akan tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaan apnea
dapat menjadi masalah, mendengkur itu sendiri disebabkan adanya
rintangan terhadap pengaliran udara dihidung dan dimulut mengendor
bila terjadi apnea adenoid, amandel atau otot dibelakang mulut
mengendor bila terjadi apnea ini dapat mengkacaukan saat bernafas
dan bisa menyebabkan henti nafas, bila kondisi ini lama dapat
menyebabkan kadar oksigen dalam darah dapat menurun dan denyut
nadi dapat tidak teratur.
6. Narcolepsi merupakan keadaan yang tidak dapat dikendalikan untuk
tidur, seperti seseorang dapat tidur dalam keadaan berdiri,
mengemudikan kendaraan, atau disaat pembicaraan, hal ini
merupakan suatu gangguan neurologis.
7. Mengigau merupakan gangguan tidur sepanjang mengigaunya terlalu
sering dan diluar kebiasaan, dari hasil pengamatan dapat
menunjukkan hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi
sebelum tidur REM.
8. Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan dimana
individu mengalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah
dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau
mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Carpentio,LJ, 1995)
gangguan ini ditandai dengan pasien memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman daerah
sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatikan terpecah-pecah, sakit kepala, sering menguap atau
mengantuk. Penyebab dari gangguan pola tidur ini antara lain
kerusakan transpor oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat-obatan, immobilitas, nyeri pada kaki, takut
operasi, terganggu oleh kawan sekamar dan lain-lain.

Mobilitas dan Imobilitas


Mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
mudah dan teratur dengan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya.Sedangkan
Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat secara
bebas untuk bergerak mengingat kondisi yang mengganggu
pergerakan(aktifitas).
Faktor yang memengaruhi mobilisasi dan imobisasi
1. Gaya hidup
2. Proses penyakit/injuri, dapat memengaruhi pola mobilisasi karena
memengaruhi sistem
3. Gerak tubuh, seperti fraktur.
4. Kebudayaan
5. Tingkat energi seseorang
6. Usia dan status perkembangan

Keterampilan dasar yang berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan aktivias
1. Pengaturan posisi tubuh

Beberapa macam pengaturan posisi pasien,diantaranya


fowler,sim,trendelenburg,dorsal recumbet,genu pectoral,dan lithotomi.
Posisi fowler
Merupakan posisi dengan setengah duduk atau duduk,dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi.
Alat/bahan:
Bantal
Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Tinggikan kepala tempat tidur 45-60 derajat.
 Topangkan kepala diatas tempat tidur atau bantal kecil.
 Gunakan bantal unuk menyokong lengan dan tangan bila pasien
tidak dapat mengontrolnya
Secara sadar atau tidak dapat menggunakan tangan dan lengan
 Tempatkan bantal tipisdi punggung bawah.
 Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah paha.
 Tempatkan bantal kecil atau gulunggan di bawah pergelangan
kaki.
 Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien/
 Turunkan tempat tidur.
 Observasi posisi pasien kesejajaran tubuh,dan tingkat
kenyamanan.
 Cuci tangan.
 Catat respon pasien.

Posisi sim
Merupakan posisi berbaring miring baik ke kanan atau ke kiri.
Alat/bahan:
Bantal
Caranya:
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
 Tempatkan kepala datar ditempat tidur
 Tempatkan pasien dalam posisi terlentang
 Posisikan pasien dalam posisi miring yang sebagian pada abdomen
 Tempatkan bantal di bawah kepala
 Tempatkan bantal di bawah lengan atas yang difleksikan,yang
menyokong lengan setinggi bahu.Sokong lengan lain diatas tempat
tidur
 Tempatkan bantal di bawah tungkai atas yang difleksikan yang
menyokong tungkai setinggi panggul
 Tempatkan bantal pasien paralel dengan permukaan plantar kaki
 Turunkan tempat tidur
 Observasi kesejajaran tubuh,tingkat kenyamanan dan titik potensi
tekanan
 Cuci tangan
 Catat respon pasien.

Posisi trendeleburg
Merupakanposisidenganbagiankepalalebihrendahdaribagian kaki.
Alat/bahan:
 Bantal
 Tempattidurkhusus
 Balok penopang kaki tempat tidur
Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akandilakukan
 Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
 Tempatkan bantal diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien
 Tempatkan bantal di bawah lipatan lutut
 Tempatkan balok penopang di bagian kaki tempat tidur
 Atur tempat tidur khusus dengan tinggikan bagian kaki pasien
 Cuci tangan
 Catat respon pasien
Posisi dorsal recumbent
Merupakan posisi terlentang dengan kedua lutut di tarik atau
direnggangkan.
Alat/bahan :
 Bantal
 Tempat tidur khusus
 Selimut

Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
 Pakaian bawah di buka
 Tekuk lutut dan renggangkan
 Pasang selimut untuk menutupi area genetalia
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Posisi lithotomi
Merupakan posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik
keatas abdomen.
Alat/bahan :
 Bantal
 Tempat tidur khusus
 Selimut

Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskanprosedur yang akandilakukan.
 Pasien dalam keadaan berbaring (terlentang)
 Angka tkedua paha dan ditarik keatas abdomen
 Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
 Letakkan bagian lutut/kaki pada penyangga kaki di tempat tidur
khusus untuk posisi lithotomi
 Pasang selimut
 Catat respon pasien

Posisi genu pectoral(knee chest)


Merupakan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur.
Alat/bahan :
 Tempat tidur
 Selimut
Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Minta pasien untuk mengambil posisi menungging dengan kedua
kaki ditekuk dan dada menempel pada matras tempat tidur
 Pasang selimut untuk menutupi daerah perineal pasien
 Cuci tangan
 Catat respon pasien
2. Latihan range of motion (ROM)pasifdanaktif.

Latihan range of motion dapat meliputi fleksi dan ekstensi


tangan,fleksi dan eksten sisiku,pronasi dan supinasi lengan
bawah,fleksi bahu,abduksi dan adduksi bahu,rotasi bahu,fleksi dan
ekstensi jari-jari,infersi dan effersi kaki,fleksi dan ekstensi pergelangan
kaki,fleksi dan ekstensi lutut,rotasi pangkal paha,abdusi dan adduksi
pangkal paha.
Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
 Atur posisi lengan pasien dengan satu tangan dan tangan lain
memegang pergelangan tangan pasien.
 Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
 Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Fleksi dan ekstensi siku


Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak
mengarah ke tubuh pasien.
 Letakkan tangan petugas diatas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
 Tekuku lutut pasiensehingga tangan pasien mendekat bahu.
 Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
 Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Pronasi dan supinasi lengan bawah


Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuhnya dengan siku
menekuk.
 Letakkan satu tangan petugas pada pergelangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
 Putar lengan bawah pasien ke arah kanan/kiri.
 Kembalikan ke posisi awal.
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangan pasien
menghadap kearah pasien.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien

Fleksi bahu
Caranya :
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
 Letakkan satu tangan petugas di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
 Angkat lengan pasien pada posisi awal.
 Lakukan observasi perubahan yang terjadi.
 Cuci tangan
 Catat respon pasien
BAB X
ASUHAN PADA KLIEN MENGHADAPI KEHILANGAN DAN KEMATIAN

Pertemuan Ke - 13
Tujuan pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pasien
kritis,karakteristik,situasi kritis,prinsip dasar perawatan paliatif,konsep
kehilangan dan berduka,tindakan pada klien yang mengalami
kehilangan dan berduka,konsep dying dan kematian.
2. Mahasiswa mampu melakukan perawatan pancasila.

Metode Pembelajaran :
1. Small group discussion, dengan cara mahasiswa diminta membuat
kelompok kecil 5-10 orang,untuk mendiskusikan kasus dibawah.
2. Simulasi / demonstrasi / skill lab ( praktik mandiri ) degan cara
fasilitator / pembimbing mendemonstrasikan atau mahasiswa yang
mendemonstrasikan perawatan jenazah.Kemudian pembimbing
melakukan evaluasi dan memberikan justifikasi,setelah itu dipraktikan
secara mandiri oleh mahasiswa dengan bimbingan pembimbing /
fasilitator.

Bahan Diskusi :
Ibu hamil usia 35 Tahun.Hamil pertama dengan usia kehamilan 20
minggu,masuk rumah sakit karena mengalami pendarahan pervaginan
hebat,dan dinyatakan abortus.
Tugas diskusi :
1. Klarifikasi istilah / konsep yang terdapat dalam kasus tersebut ?
( gunakan bantuan dengan kamus umum,kebidananan,atau kedoteran
).
2. Apakah pasien pada kasus tersebut masuk kategori kritis ? jelaskan !
3. Termasuk jenis kehilangan apa pada kasus tersebut ?
4. Bagaimana tindakan untuk mengatasi kehilangan pada klien
tersebut ?
5. Untuk memahami respon kehilagan,jelaskan tahapan secara normal
dari respon tersebut ?

13.1 Pengertian pasien kritis.


Pasien kritis merupakan kondisi atau kejadian secara tiba-tiba dalam
kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan coping
mekanisme atau juga dikatakan sebuah gangguan internal yang
disebabkan oleh kondisi pasien penuh stres.Kondisi kritis dapat terjadi
pada semua individu,yang tidak selalu patologis,sifatnya akut atau sangat
singkat ( 4-6 minggu )
13.2 Karateristik Situasi Kritis.
Situasi kritis memiliki beberapa jenis karateristik,diantaranya kritis
maturasi / perkembangan,krisis situasional,dan krisis sosial.Krisis maturasi
terjadi pada masa perkembangan,seperti masa sekolah,masa
pubertas,saat menikah dan saat menjadi orang tua.Krisis situasional
terjadi karena situasi tertentu,seperti karena penyakit terminal,adanya
kehamilan / kelahiran yang tidak diinginkan.Krisis sosial terjadi karena
adanya perubahan sosial atau lingkungan yang lebih luas,seperti adanya
gempa bumi,kebakaran,dan lain sebagainya.
13.3 Prinsip Dasar Perawatan Paliatif.
Perawatan paliatif menurut WHO tahun 2005 merupakan sistem
perawatan terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
dengan cara mengurangi nyeri atau hal-hal yang menyebabkan
menderita,memberikan dukungan baik secara spiritual maupun
psikososial mulai diagnosa ditegakkan hingga akhir hayat serta adanya
dukungan keluarga yang mengalami kehilangan atau berduka.Dalam
perawatan paliatif tidak melihat kondisi pasien dalam standium apa ? dan
tidak sebatas aspek fisik, namun juga pada aspek psikologis,sosial
maupun spiritual.
13.4 Konsep Kehilangan ( Loss ) dan Berduka ( Grieving )
Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan dimana individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada,kemudian menjadi tidak ada baik terjadi
sebagian atau keseluruhan ( Lambert dan Lambert, 1988 ).Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Setiap
individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir
terhadap kehilangan sangat dipengaruhi olej respon individu terhadap
kehilangan sebelumnya.
Kehilangan memiliki berbagai jenis, diantaranya kehilangan orang yang
berarti/penting dalam hidup, seperti anak, suami/istri, seseorang yang
paling dicintai. Kehilangan biopsikososial meliputi kehilangan pekerjaan,
status dalam keluarga, posisi dalam masyarakat, seksualitas, fungsi tubuh
daya tarik dan lain-lain.Kehilangan milik pribadi antara lain kehilangan
uang, barang permata, kebiasaan, kewarganegaraan, dan rumah.
Kehilangan dapat berasal dari berbagai sumber, diantaranya fungsi salah
satu organ, psikologis, kegagalan tumbuh kembang, obyek eksternal,
benda mati, benda hidup, lingkungan yang biasa dikenal dalam hal ini
adalah lingkungan fisik termasuk organ yang dicintai yang bersifat
sementara atau menetap.
Dampak kehilangan
Kehilangan pada seseorang dapat memiliki berbagai dampak,
diantaranya:
1. Padamasa anak-anak kehilangan ini dapat mengancam kemampuan
untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa
takut untuk ditinggalkan.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda, dapat terjadi disintegrasi dalam
keluarga.
3. Pada masa dewasa tua terjadi kehilangan khususnya kematian pada
pasangan dapat menjadi pukulan yang berarti.

Berduka (Grieving)
Merupakan suatu reaksi emosi terhadap kehilangan, yang biasanya akibat
perpisahan yang dapat dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan
pemikiran.Dalam reaksi berduka terdapat istilah breavement yang
merupakan respon subyektif (dalam masa berduka) yang dilalui selama
reaksi berduka yang dapat berefek pada kesehatan, kemudian juga
terdapat istilah berkabung atau mourning yang merupakan periode
penerimaan terhadap kehilangan dan berduka yang terjadi selama
individu dalam masa kehilangan yang sering di pengaruhi oleh
kebudayaan dan kebiasaan.
Respon-respon kehilangan/berduka menurut Kubler Rose
Gambar rentang respon individu terhadap Kehilangan (Kubler-Rose 1969)

Fase Marah Fase Depresi Fase Pengingkaran Fase Tawar Menawar Fase Menerima

1. Fase pengingkaran (deniai). Reaksi pertama induvidu yang mengalami


kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan
bahwa kehilangan itu memang benar terjadi, dan bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa berpenyakit terminal, akan terus menerus
mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini
adalah: letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisa dan tidak tauh harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau beberpa
tahun.
2. Fase marah (anger). Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran
akan kenyataan terjadinya kehilangan.Induvidu menunjukkan rasa
marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain
atau dirinya sendiri. Tidak jarang pula menunjukan perilaku agresif,
brebicara kasar, menolak pengobatan dan menuduh dokter atau bidan
yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, nadi cepat, gelisa, susah tidur, tanggan mengepal.
3. Fesa tawar menawar (bargaining). Fesa ini terjadi apabila individu
telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intesif, maka ia
akan menuju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
tuhan.
4. Fase depresi (depresi). Fase ini individu sering menunjukan sikap
menarik diri, kadang-kadang bertindak sebagai klien yang sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan putus asa, perasaan tidak
berharga, dan keinginan bunuh diri, gejala fisik yang ditunjukan antara
lain: menolak makan, susah tidur, letih dorongan libido menurun, dan
lain-lain.
5. Fesa penerimaan (acceptance). Fase ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau
yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara tertahap.
Perhatiaannya akan beralih kepada obyek yang baru. Apabila individu
dapat melalui fase tersebut dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Akan tetapi apabila dia tidak
dapat masuk ke fesa menerima maka akan mempengaruhi
kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.

13.5 Tindakan pada klien yang menghadapi kehilangan/berduka


1. Fase pengingkaran
a. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya seperti:
 Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.
 Meningkatkan kesabaran klien secara bertahap tentang
kenyataan, kehilangan apabila sudah siap secara emosional.
b. Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien
untuk berbagi rasa, seperti:
 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minatapa yang di
katakana oleh klien tanpa menghukumi atau menghakimi.
 Menjelaskan kepada klien bahwa sikap tersebut lumrahterjadi
pada orang yang mengalami kehilangan.
c. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan klien tentang
sakit, pengobatan dan kematian,, seperti:
 Menjawab pertanyaan klien dengan bahasa yang sudah
dimengerti, jelas dantidak berbelit-belit.
 Mengamati dengan cermat respon klien selama berbicara.
 Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
2. Fase marah
Mengijinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan, seperti:
a. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan sebenarnya tidak
ditujukan kepada mereka.
b. Mengijinkan klien untuk menangis.
c. Mendorong klien untuk membicarakan rasa marahnya.
d. Membantu klien menguatkan sistem pendukung dan orang lain.
3. Fase tawar menawar
Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takut,
seperti;
a. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
b. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut maupun rasa
bersalahnya.
c. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau”, maka memberitahu
klien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata.
d. Bersama klien membahas alasan dari rasa bersalah atau rasa
takutnya.
4. Fase depresi
a. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takut, seperti;
 Mengamati perilaku klien bersama klien membahas
perasaannya.
 Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat
resikonya.
b. Membantu klien mengurangi rasa bersalahnya, seperti;
 Menghargai perasaan klien.
 Membantu klien mengidentifikasi dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan.
 Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
 Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
5. Fase penerimaan
Membantu klien menerima kehilangan, seperti;
a. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur.
b. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga
tidak berada pada fase yang sama saat yang bersamaan.
c. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
d. Memberi informasi akurat tentang kebutuhan klien dan keluarga.

13.6 konsep sekarat (dying) dan kematian (death)


Dying merupakan suatu kondisi klien yang sedang sekarat yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meningal sedangkan
kematian (death) merupkan kondisi dimata secara klinis terjadi hentinya
pernafasan, nadi dan tekanan darah serta hilangnya respon terhadap
stimulus eksternal serta ditandai adanya akatifitas listrik otak terhenti,
atau juga dapat dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara
menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap pada dying dan
death ini proses atau tahapannya sama seperti kehilangan dan berdukaa
sesuai dengan tahapan kubler Ross diawali dengan penolakan,
kemarahan, bargaining, depresi dan penerimaan.

Perubahan tubuh setelah kematian


Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya, rigor
mortis (kuku) ini terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, algor mortis
(dingin) suhu turun perlahan-lahan, dan post morten decomposition
terjadi livor mortis pada daerah yang tertekan serta jaringan melunak
yang dapat menimbulkan banyak bakteri.

13.7. Perawatan Jenasah


Alat dan bahan
1. Kasa atau perban
2. Sarung tangan
3. Kapas
4. Plastik jenasah
5. Plester
6. Tas plastik
7. Air dalam baskom
8. Sabun
9. Handuk
10. Peniti
11. Sisir
12. Baju bersih
13. Celemek
14. Bengkok
15. Selimut mandi
16. Kain kafan
17. Daftar barang
18. Tempat pakian kotor
19. Waslap
Produser Pelaksanan
1. Cuci tangan
2. Gunakan celemek dan sarung tangan
3. Atur lingkungan sekitar tempat tidur
4. Tempatkan dan atur jenasah pada posisi anatomis
5. Pakian atau aalat tenun singkirkan
6. Semua alat kesehataan di lepas
7. Bersihkan tubuh dari noda
8. Tempatkan kedua tangan di atas abbdomen dan ikat pergelangannya
(tergantung dari kerpercayaan atau agama )
9. Tempatkan satu bantal di bawah kepala
10. Kelopak mata di tutup jika tidak ada tutup dengan kapas basah
11. Ambail gigipalsu rahang atau mulut di katup dan ikat kemudian
letakan gulungan handuk di bawah dagu bila tidak bisa menutup
12. Letakan alas di bawah glutea
13. Tutup sampai sebatas bahu ,kepala di tutup dengan kain tipis
14. Semua milik pasien di di lepaskan dan di catat kemudian berikan
kepada keluarga
15. Rapikan rambut dengan sisir rambut
16. Ganti balutan yang kotor apabila ada balutan
17. Bungkus dengan kain panjang
18. Beri label pada bagian luar ,dengan mengisi lengkap formulir
jenasah ,seperti nama, jenis kelamin , tangal /jam meninggal ,asal
ruangan,dan lain-lain
19. Pindahkan jenasah ke kamar jenasah (pada beberapa rumah sakit
memberikan jenasah di kamar sampai petugas kamar jenasah
mengambilnya)
20. Membereskan dan membersihkan peralatan dan kamar pasien
21. Melepaskan sarung tangun .
22. Cuci tangan dengan dengan sabun dan air mengalir
23. Mendokenmentasikan tindakan yang telah di lakukan

Perawatan Jenasah Yang Akan Di Otopsi


1. Alat kesehatan jangan di lepas dan ikuti prosedur rumah sakit
2. Berikan label pada pembungkus jenasah
3. Beri label pada alat protesa yang di gunakan
4. Tempatkan jenasah pada lemari pendingin

Tindakan Pada Keluarga Yang Di Tinggalkan


1. Dengarkan ekspresi keluarga
2. Beri kesempatan keluarga untuk bersama dengan jenasah beberapa
saat melihat dengan pasti
3. Siapkan ruangan khusus untuk memulai rasa berduka
4. Pahami perasaan dan dengarkan semua ekspresinya
5. Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan pada
jenasah
6. Beri support jika terjadi disfungsi
DAFTAR PUSTAKA

Belland , k .H &wells , M.A . 1986. Clinical nursing procedure. California .


Joners and Barletletlett Publisher

Bouwhuizen ,M.1986.Verplaekunde ZV .Alih bahasa Moelia Radja Siregar


Ilmu Keperawatan.Jakarta EGC

Bobak ,K J 2005 .Perawatan maternitas .Jakarta .EGC

Craven ,R ,1999.Fundamental of Nursing ;Human Health and Function


.Philadelphia.Lippincott

Depkes RI .1991.Pedoman uraian tugas tenaga keperawatan di Rumah


Sakit.Jakarta.Depkes

Depkes RI.2000.Keperawatan dasar ruangan .Jakarta.

Engenderhealt .2000. Infection prevention . New York

Gandasoebrata. 1999.Penutun laboratorium .Jakarta .Depkes

Handayani ,S .2010 . Buku Ajar Pelayan Keluarga Berencana ,Yogjakarta,


Puskata Rihana

Hidayat .AAA& Uliyah,M.2005 .Buku saku praktikum kebutuhan dasar


manusia .Jakarta EGC

Hidayat .AAA&Uliyah,M.2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia;


aplikasi konsep dan asuhan keperawatan .Jakarta .Salemba Medika

Hidayat.AAA &Uliyah,M2011. Praktik Kebutuhan Dasar Manusia Subaya ,


Health Books Pubishing
GLOSARIUM
Inkontinensia : Keadan tidak dapat mengendalikan,tidak dapat
Menahan untuk buang air besar.
Imobilisasi : Keadan untuk menjadikan tidak bergerak.
Inflamasi : Reaksi tubuh terhadap mikroorganisme,bahan
Asing,ruda paksa,ditandai dengan pans,
Bengkak,kemerahan,nyeri dan gangguan
Fungsi.
Kontraktur : Pemendekatan otot atau jaringan peerut.
Kapasitas Vital : Volome udara yang dapat dihembuskan keluar
Setelah manarik napas sedalam-dalamnya.
Kateter : Bulu untuk dimasukkan kedalam alat atau
Saluran guna mengeluarkan cairan,khususnya
Untuk dimasukkan kedalam kandung kemih
Melalui aliran aliran kandung kemih guna
Untuk mengeluarkan kemih.
Kapiler : Pembuluh darah halus; pembuluh darah yang
Menghubungkan arteirrol dan vena.
Konstiipasi : Tertahannya tinja karna gerak usus yang
Berkurang atau lemah.
Lesi : Kerusakan,kehilanggan jaringann tubuh karna
Cederah.
Lipase : Enzim penggurai lemak.
Neurotrasmitter : Setiap anggota kelompok zat yang dilepaskan
Berdasarkan pada eksitasi dari ujung akson
Neuron pra sinaps sistem saraf pusat atau
Perifer.
Neuron : Sel saraf.
Nutrien : Zat gizi, bahan yang menghasilkan keadan gizi
Atau peroses metabolisme tubuuh.
Oliguria : Sekresi kemih yang berkurang dibandingkan
Dengan masukan cairan.
Oksihemoglobin : Senyawa hemoglobin dengan dua atom
Oksigen,dibentuk dalam paru dan diantar
Ke jaringan tubuh melalui pembuluuh darah.
Osteoporosis : Menjadi keropos tulang karena kehilangan
Mineral dengan akibat menjadi rapuhnya
tulang.
Parasimpatis : Bagian saraf autonom yang berpusat di batang
Otak dan bagian kelangkang sumsum tulang
belakang
Paralisis : Hilangnya daya untuk bergerak.
Palpasi : Cara pemeriksan dengan cara meraba.
Pekusi :Cara pemeriksan dengan ketukan jari pada
dinding ronggga badan.
Peronasi : Pemutaran lengan bawah kedalam.
Polisakarida : Karbohidrat yang pada hidrolisis menghasilkan
Sejumlah besar (secara beragam diartikan
Sebagai 5 atau lebih 11 atau lebih)
monosakarida .
Prostaglandin : Semua kelompok komponen diturunkan dari
Asam lemak 20 karbon tak jenuh terutama
Arachidonat melalui jalur siklooksigenase.
Protein : Kelompok senyawa organik kompleks yang
Mengandung karbon,hidrogen, oksigen,nitrogen,
Dan biasanya sulfur,unsur khas adalah nitrogen.
Saraf Simpatis : Bagian saraf autonom untuk persarafan dalam.
Sinaps : Hubungan antar dua sel saraf.
Supinasi : Gerakan memutar lengan bawah ke luar.
Trombosit : Sel darah yang berfungsi untuk pembekuan
darah.
Turgor : Tegangan jaringan karena banyaknya darah
atau getah jaringan.
Tonus : Ketengangan jaringan khususnya otot atau kulit.
Tendon : Ujung otot yang liat, melekat pada tulang.
Tremor : Gerakan halus,biasanya pada tangan atau jari-
Jari tangan.
Vasodilatasi : Pelebaran.
Vasokontriksi : penyempitan.
Ventilasi : Pertukaran darah.

Anda mungkin juga menyukai