Anda di halaman 1dari 102

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunitas

Para ahli mendefinisikan komunitas dari berbagai sudut pandang, yaitu


sebagai berikut :

1. Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah


tertentu, memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relatif sama,
serta berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan.

2. WHO (World Health Organization) tahun 1974 mendefinisikan


komunitas sebagai suatu kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-
batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama, serta ada
rasa saling mengenal dan interaksi antara anggota masyarakat yang
satu dan yang lainnya.

3. Spradley (1985), komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling


bertukar pengalaman penting dalam hidupnya.

4. Koentjaraningrat (1990), komunitas sebagai suatu kesatuan hidup


manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh rasa identitas
suatu komunitas.

5. Sounders (1991), komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang-


orang atau sistem sosial.

Jadi, menurut penulis komunitas ialah kumpulan dari orang-orang yang saling
mengenal dan berinteraksi serta diikat oleh suatu keyakinan, minat, dan tujuan
yang sama.

1
B. Falsafah Keperawatan Komunitas

Falsafah keperawatan merupakan pandangan mendasar tentang hakikat


manusia dan esensi keperawatan yang menjadi kerangka dasar dalam praktik
keperawatan. Keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang
memberikan perhatian terhadap pengaruh lingkungan; baik biologis,
psikologis, sosial, kultural, dan spiritual terhadap kesehatan komunitas. Selain
itu, hal ini juga memberikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas
mengacu pada falsafah atau paradigma keperawatan secara umum, yaitu :
manusia merupakan titik sentral dari setiap upaya pembangunan kesehatan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Bertolak dari pandangan
ini,disusunlah paradigma keperawatan komunitas yang terdiri atas empat
komponen dasar, yaitu manusia, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan-
sebagaimana dapat di lihat pada Gambar 1.1.

Komunitas dengan keluarga


Manusia sebagai unit pelayanan dasar

Keperawatan dengan Kesehatan


tiga level pencegahan
(sehat-sakit)

Lingkungan

(fisik, biologis, psikologis,


sosial, kultural, dan spiritual)

Gambar 1.1. Komponen Paradigma Keperawatan (H.L. Bloom)

2
1. Manusia :

Manusia merupakan komponen paradigma keperawatan yang menjadi


salah satu fokus dari pelayanan keperawatan. Manusia sebagai klien yang
merupakan makhluk biospikososial dan spiritual, yang merupakan kesatuan
dari aspek jasmanu dan rohani, yang memiliki sifat unik dengan kebutuhan
berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangannya masing-masing.
Dengan demikian, apabila terjadi masalah pada seorang klien, tidak hanya
cuku dengan memberi obat saja, tetapi perawat juga perlu memberikan
pendekatan keseluruhan yaitu menyelidiki semua faktor yang ada; baik fisik,
mental, maupun sosial.

Manusia sebagai Makhluk Bio, Psiko, Sosial, Kultural, Spiritual

a. Manusia sebagai Makhluk Biologis

Manusia memiliki kaidah jasmaniah yang terpadu, di mana bentuk


manusia terdiri atas organ-organ yang bekerja sebagai suatu sistem
yang utuh, sehingga apabila ada salah satu organ terganggu, maka
akan berpengaruh pada semua sistem tubuhnya. Manusia selalu
mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Selain itu,
masing-masing organ manusia mempunyai fungsi dan selalu memiliki
daur yang sama, yaitu dilahirkan, berkembang, dan mati.

b. Manusia sebagai Makhluk yang Memiliki Jiwa (Psikologis)

Manusia mempunyai struktur kepribadian, sehingga tingkah lakunya


merupakan manifestasi dari kejiwaannya. Manusia adalah satu

3
kesatuan yang utuh antara jiwa dan raga, mempunyai pandangan
hidup, memiliki daya pikir, kecerdasan, pendapat, diperintah oleh ego,
dan dipengaruhi oleh perasaan, seperti perasaan sedih dan senang,
sehingga pribadi dapat berkembang.

c. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Sejak lahir, manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain, karena
manusia merupakan satu sistem yang saling bergantung, sehingga
manusia perlu bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidupnya. Manusia selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
dituntut untuk dapat beradaptasi dan bertingkah laku sesuai harapan,
norma atau nilai yang ada, serta menjadi anggota keluarga dan
masyarakat.

d. Manusia sebagai Makhluk Kultural

Manusia lahir pada suatu tempat dan belajar serta berkembang dalam
lingkungan tersebut sehingga ia menganut dan terbentuk sesuai budaya
setempat.

e. Manusia sebagai Makhluk dengan Dasar Spiritual (Berketuhanan)

Manusia memiliki keyakinan dan kepercayaan serta menyembah


kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dari keyakinan inilah dia
mendapat ketentraman jiwa. Manusia juga mempunyai motivasi dan
dorongan, karena dia yakin bahwa setiap tingkah laku/perbuatan selalu
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kebutuhan Dasar Manusia

Agar perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan klien dengan efektif,


maka perawat harus mengerti apa yang menjadi kebutuhan dasar dari

4
manusia. Pada dasarnya, manusia mempunyai kebutuhan yang sama, tetapi
terkadang satu kebutuhan lebih penting bagi seseorang dari pada kebutuhan
lainnya. Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan kebutuhan dasar
manusia adalah teori dari Abraham Maslow. Teori Maslow didasarkan pada
batasan sebagai berikut.

a. Kebutuhan manusia disusun dalam suatu hierarki kepentingan yang


dimulai dari tingkat kebutuhn yang paling dsar; yaitu fisiologis,
keamanan, kecintaan (sosial), penghargaan, dan akhirnya aktualisasi diri.
Kebutuhan yang paling mendesak akan menguasai manusia atau menjadi
perhatian individu. Sementara kebutuhan yang kurang mendesak
diminimalkan atau kurang dipentingkan, bahkan dilupakan.

b. Manusia tidak pernah berhenti mempunyai keinginan. Oleh karena itu,


tidak pernah ada kebutuhan yang dapat dipenuhi secara sempurna. Setelah
kebutuhan itu dipenuhi, potensi dasarnya menjadi berkurang dan
kebutuhan lain akan muncul menggantikannya. Kejadian seperti ini
merupakan proses yang tidak pernah berakhir-yang mendorong manusia
untuk berusaha keras agar dapat memenuhi kebutuhannya.

c. Kebutuhan saling bergantung dan saling melengkapi: Abraham Maslow


mengatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki,
yaitu sebagai berikut.

1) Kebutuhan dasar (fisiologis), meliputi: makanan, air, udara segar,


suhu, eliminasi, bebas dari rasa sakit, istirahat dan tidur, serta
aktivitas. Kebutuhan ini harus dipenuhi karena sifatnya mendukung
kehidupan. Semua kebutuhan ini harus didahulukan dari kebutuhan
lainnya jika terjadi kegagalan.

5
2) Kebutuhan akan rasa aman, meliputi: keselamatan, keamanan, dan
perlindungan hukum, serta ketertiban. Kebutuhan ini akan muncul
jika kebutuhan fisiologis secara relatif benar-benar terpenui.

3) Kebutuhan akan rasa cinta, rasa memiliki, dan dimiliki.meliputi:


ingin kasih sayang, ingin dicintai/diterima oleh kelompok, keakraban,
dan komunitas. Kebutuhan ini akan muncul jika kebutuhan fisiologis
dan keamanan secara relatif dipenuhi. Seluruh siklus yang telah
digambarkan akan terulang sendiri dengan kebutuhan sosial sebgai
pusat yang baru.

4) Kebutuhan akan harga diri,meliputi: ingin dihargai dan menghargai,


toleransi dalam hidup berdampingan, penghargaan status, dan privasi.
Kebutuhan ini jarang dapat dipenuhi secara sempurna. Akantetapi,
sesekali kebutuhan ini menjadi penting bagi seseorang yang akan
mencari kepuasan secara berkelanjutan.

3. Kesehatan

a. Konsep Sehat

Sehat adalah suatu kondisi terbebasnya seseorang dari gangguan


pemenuhan kebutuhan dasar manusia atau komunitas. Sehat merupakan
keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan mengatasi
stresor. Sehat juga diartikan sebagai keadaan dimana seseorang ketika
diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyaikeluhan ataupun tidak terdapat
tanda-tanda penyakit atau kelainan. Sedangkan kesehatan adalah suatu
keadaan sejahtera sempurna yang lengkap, meliputi: kesejahteraan fisik,
mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit atau
kelemahan, di samping itu juga mampu produktif.

6
Anggota masyarakat yang sehat termasuk dalam model keadaan yang
baik atau high level wellness model-model ini berorientasi pada
menyehatkan yang sakit. Sedangkan konsep dasar keadaan yang baik
berorientasi terutama untuk meningkatkan keadaan yang sudah baik.
Konsep keadaan yang baik harus berfokus pada unsur-unsur:

1) Keadaan badaniyah (physical condition);

2) Kesadaran gizi (nutrition awareness);

3) Pengelolaan terhadap stress (stress management);

4) Tanggung jawab pribadi (self responsibility).

b. Konsep Sakit

Definisi sakit menurut Perkin’s adalah suatu keadaan tidak


menyenangkan yang menimpa seseorang, sehingga menimbulkan
gangguna dalam beraktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani, rohani,
maupun sosial. Jadi, sakit berarti suatu keadaan yang memperlihatkan
adanya keluhan dan gejala sakit secara subjektif dan objektif, sehingga
penderita tersebut memerlukan pengobatan untuk megembalikan dirinya
ke keadaan sehat.

Persepsi sakit serta kesakitan untuk setiap individu sangat berbeda


dan bergantung pada situasi dan kondisi seperti di bawah ini:

1) Seseorang merasa sakit atau kesakitan setelah diperiksa dan


dinyatakan menderita sakit.

2) Seseorag merasa sakit, tetapi setelah diperiksa ternyata individu


tersebut tidak menderita sakit atau tidak mengalami penyakit.

7
3) Seseorang tidak merasa sakit, tetapi sebenarnya individu tersebut
sedang mengidap penyakit.

4) Seseorang tidak merasa sakit dalam tubuhnya.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah merupakan komponen dalam paradigma


keperawatan yang mempunyai implikasi sangat luas bagi kelangsungan
hidup manusia, khususnya menyangkut statuss kesehatan seseorang.
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan internal dan eksternal
yang berpengaruh, baik yang bersifat biologis, psikologis, sosial, kultural,
dan spiritual, iklim, sistem perekonomian, serta politik. Jika keseimbangan
lingkungan ini tidak dijaga dengan baik, maka akan dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit.

C. Prinsip Keperawatan Komunitas

Beberapa prinsip dalam melaksanakan keperawatan komunitas antara


lain sebagai berikut.

1. Kemanfaatan

Intervensi atau pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas yang


dilakukan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
komunitas, artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian.
(Mubarak, 2009)

2. Otonomi

8
Dalam keperawatan komunitas, masyarakat diberikan kebebasan untuk
melakukan atau memilih alternatif terbaik yang disediakan. (Mubarak,
2009)

3. Keadilan

Hal ini menegaskan bahwa upaya atau tindakan yang dilakukan sesuai
dengan kemampuan atau kapasitas komunitas. (Mubarak, 2009)

4. Kerja sama

Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat


berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas
sektoral (Riyadi, 2007)

5. Secara langsung

Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan


intervensi, klien dan lingkunganya termasuk lingkungan sosial,
ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan
(Riyadi, 2007).

D. Faktor Yang Mempengaruhi Status Kesehatan Komunitas Dan


Kelompok Khusus

9
Rentang sehat-sakit bersifat dinamis dan selalu berubah setiap saat.
Perubahan ini dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu :

a. Politik, yang meliputi: keamanan, penekanan, dan penindasan.

b. Perilaku manusia, yang meliputi: kebutuhan manusia, kebiasaan


manusia, dan adat-istiadat.

c. Keturunan, yang meliputi: genetik, kecacatan, etnik, faktor risiko, dan


ras.

d. Pelayanan kesehatan, yang melipui: upaya promotif, preventif, kuratif,


dan rehabiitatif.

e. Lingkungan, yang meliputi: tanah (place), udara (air), dan air (water).

f. Sosial ekonomi, yang meliputi: pendidikan dan pekerjaan.

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat


kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh dua faktor
pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku
(non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor :

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud


dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam


fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya.

10
c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
B=f (PF, EF, RF )Keterangan :
B = Behavior
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi
Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi
perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis
masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu
kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model
pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan
kesehatan.

E. Tingkat Pencegahan Dalam Keperawatan Komunitas

Keperawatan komunitas merupakan bentuk pelayanan atau asuhan


yang berfokus kepada kebutuhan dasar komunitas, yang berkaitan dengan
kebiasaan atau pola perilaku masyarakat yang tidak sehat, serta
ketidakmampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan internal
dan eksternal.

Intervensi keperawatan komunitas mencakup:

a. Pendidikan kesehatan;

b. Mendemonstrasikan keterampilan dasar yang dapat dilakukan di


komunitas;

11
c. Intervensi keperawatan yang memerlukan keahlian perawat, seperti
melakukan konseling pada remaja, balita, usila, pasangan yang akan
menikah, dan lain-lain;

d. Kerja sama lintas program dan sektoral dalam mengatasi masalah


kesehatan di komunitas;

e. Rujukan keperawatan dan non-keperawatan apabila diperlukan.

Menurut Leavell dan Clark, tingkat pencegahan dalam keperawatan


komunitas dapat dilakukan pada tahap sebelum terjadinya penyakit (tahap
prepatogenesis-prepathogenesis phase) dan pada tahap terjadinya penyakit (tahap
patogenesis-pathogenesis phase).

1. TAHAP PREPATOGENESIS

Pada tahap ini dapat dilakukan kegiatan pencegahan primer (primary


prevention). Pencegahan primer ini dapat dilaksanakan selama fase prepatogenesis
suatu kejadian penyakit atau masalah kesehatan. Pencegahan yang dimaksud adalah
pencegahan yang sebenarnya, yang terjadi sebelum sakit atau ketidakfungsian dan
diaplikasikan ke populasi yang sehat. Pencegahan primer merupakan usaha agar
masyarakat berada dalam kondisi sehat yang optimal atau “stage of optimal health”
dan tidak jatuh ke dalam tahap lain yang lebih buruk. Pencegahan primer dilakukan
melalui dua kelompok kegiatan, yaitu:

a. Peningkatan kesehatan (health promotion), yaitu peningkatan status


kesehatan masyarakat melalui beberapa kegiatan, di antaranya pendidikan
kesehatan (health education), penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM)
seperti penuluhan tentang gizi,pengamatan tumbuh kembang anak
(growth and development monitoring), pengadaan rumah sehat, konsultasi
perkawinan (marriage counseling), pendidikan seks (sex education),
pengendalian lingkungan, program P2M (Pemberantasan Penyakit

12
Menular) melalui kegiatan imunisasi dan pemberantasan vektor, stimulasi,
dan bimbingan dini/awal dalam kesehatan keluarga dan asuhan
keperawatan pada anak atau balita, dan lain-lain. Masalah kesehatan yang
dicegah bukan hanya penyakit infeksi yang menular, tetapi juga masalah
kesehatan yang lainnya, seperti: kecelakaan, kesehatan jiwa, kesehatan
kerja, dan sebagainya. Besarnya masalah kesehatan masyarakat dapat
diukur dengan menghitung tingkat morbiditas (angka kejadian sakit),
mortalitas (angka kematian), fertilitas (tingkat kelahiran), dan disability
(tingkat kecacatan) pada kelompok-kelompok masyarakat;

b. Perlindungan umum dan khusus (general and specific protection), yaitu


usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus atau
umum kepada seseorang atau masyarakat, antara lain melalui imunisasi,
kebersihan diri, perlindungan diri dari kecelakaan (accidental safety),
perlindungan diri dari lingkungan, kesehatan kerja (occupational health),
perlindungan diri dari karsinogen, toksin dan alergen, serta pengendalian
sumber-sumber pencemaran.

2. TAHAP PATOGENESIS

Pada tahap patogenesis dapat dilakukan dua kegiatan pencegahan, yaitu:

a. Pencegahan sekunder (secondary prevention), yaitu pencegahan


terhadap masyarakat yang masih sedang sakit dengan dua kelompok
kegiatan berikut ini.

b. Diagnosis dini dan pengobatan segera/adekuat (early diagnosis and


prompt treatment), antara lain melalui penemuan kasus secara dini
(early case finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up),
pemeriksaan massal (mass screening), survei terhadap kontak, sekolah,
dan rumah, penanganan kasus (case holding), serta pengobatan yang
adekuat.

13
c. Pembatasan kecacatan (disability limitation), antara lain melalui
penyempurnaan intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan komplikasi,
perbaikan fasilitas kesehatan,penurunan beban sosial penderita, dan
lain-lain. Pencegahan level ini menekankan pada penemuan kasus
secara dini dan pengobatan tepat (early diagnosis prompt treatment).
Pencegahan sekunder dimulai pada fase patogenesis (masa inkubasi),
yaitu saat bibit penyakit masuk ke dalam tubuh manusia sampai saat
timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan
interensi yang tepat bertujuan untuk menghambat proses patologis
(proses perjalanan penyakit), sehingga dapat memperpendek waktu
sakit dan tingkat keparahan,keseriusan penyakit.

d. Pencegahan tersier (tertiary prevention), yaitu usahan pencegahan


terhadap masyarakat yang telah sembuh dari sakit serta mengalami
kecacatan, antara lain melalui pendidikan kesehatan lanjutan, terapi
kerja (work therapy), perkampungan rehabilitasi sosial, penyadaran
masyarakat, lembaga rehabilitasi serta partisipasi masyarakat, dan lain-
lain. Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat
cacat/ketidakmampuan terjadi sampai cacat/ketidakmampuan stabil atau
menetap/tidak dapat diperbaiki (irreversibel). Pencegahan ini dapat
dilaksanakan melalui program rehabilitasi untuk mengurangi
ketidakmampuan dan meningkatkan efisiensi hidup penderita. Kegiatan
rehabilitasi meliputi aspek medis dan sosial. Pencegahan tersier
dilaksanankan pada fase lanjut proses patogenesis suatu penyakit atau
gangguan kesehatan. Penerapannya lebih pada upaya pelayanan
kesehatan masyarakat melalui program PHN (public health nursing),
yaitu merawat penderita penyakit kronis di luar pusat-pusat pelayanan
kesehatan (di rumah sendiri).

14
F. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

1. Proses Kelompok (Group Process)

Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya


setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain dari faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media massa, televisi, penyuluhan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, dan sebagainya. Begitu juga dengan
masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran
penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat
mempengaruhi upayan penanganan atau pencegahan penyakit yang mereka
lakukan. Misalnya sedang terjadi wabah DBD di suatu daerah, menanggapi
hal itu biasanya masyarakat sudah mengenal dan tau cara mengatasinya
karena sudah pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya.

2. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang


dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer/teori
dari seseorang ke oramg lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan
tetapi, perunahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam dirii ndividu
, kelompok, atau masyarakat sendiri. Tujuan utama pendidikan kesehatan
adalah agar seseorang mampu:

a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri;

b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya,


dengan sumber daya yang ada pada mereka dan ditambah dengan
dukungan dari luar.

c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna, untuk meningkatkan


taraf hidup sehat dan kesejahteraan.

15
Pendidikan kesehatan (health education) seperti penyuluhan tentang
gizi,pengamatan tumbuh kembang anak (growth and development
monitoring), pengadaan rumah sehat, konsultasi perkawinan (marriage
counseling), pendidikan seks (sex education), pengendalian lingkungan,
program P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) melalui kegiatan
imunisasi dan pemberantasan vektor, stimulasi, dan bimbingan dini/awal
dalam kesehatan keluarga dan asuhan keperawatan pada anak atau balita,
dan lain-lain.

3. Kerja Sama (Partnership)

Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan


masyarakat jika tidak ditangani dengan baik.akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan
dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui
upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat
diatasi dengan lebih cepat.

Kemitraan dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya


membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang
terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level
keluarga, kelompok, maupun komunitas. Pihak-pihak tersebut adalah
profesi kesehatan lainnya, stakes holder (Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kota, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Pemerintah Kota),
donatur/sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat (TP-PKK, Lembaga
Indonesia/LLI, Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung
Indonesia), dan tokoh masyarakat setempat.

16
G. Asumsi Dasar Dan Keyakinan Dalam Keperawatan Komunitas

1. Asumsi Dasar

Menurut American Nurses Association (1989), asumsi dasar


keperawatan komunitas didasarkan pada:

a. Sistem pelayanan kesehatan yang bersifat kompleks.

b. Pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier, merupakan


komponen sistem pelayanan kesehatan.

c. Keperawatan merupakan subsistem pelayanan kesehatan, dimana


hasil pendidikan dan penelitian melandasi praktik.

d. Fokus utama adalah keperawatan primer, sehingga keperawatan


komunitas perlu dikembangkan ditatanan kesehatan utama.

Keperawatan komunitas perlu dikembangkan ditatanan pelayanan


kesehatan dasar yang melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan
keperawatan komunitas.

2. Keyakinan

Keyakinan yang mendasari praktik keperawatan komunitas


diantaranya :

a. Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau dan dapat


diterima semua orang.

17
b. Penyusunan kebijakan seharusnya melibatkan penerima pelayanan,
dalam hal ini adalah komunitas.

c. Perawat sebagai pemberi pelayanan dan klien sebagai penerima


pelayanan perlu terjalin kerja sama yang baik.

d. Lingkungan dapat memengaruhi kesehatan komunitas, baik bersifat


mendukung maupun menghambat, untuk itu perlu diantisipasi.

e. Pencegahan penyakit dilakukan dalam upaya meningkatkan


kesehatan.

f. Kesehatan merupakan tanggung jawab setiap orang.

H. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas

Perkembangan keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh


metologi Yunani, yaitu Asclepitus dan Hegeia. Berdasarkan mitos Yunani,
Asclepius adalah seorang dokter yang tampan dan pandai meski tidak
disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya. Dia dapat
mengobati penyakit bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur
tertentu (surgical procedure) dengan baik. Sementara Hegeia adalah asisten
Asclepius yang juga merupakan istrinya, dia ahli dalam melakukan upaya-
upaya kesehatan. Jika diperhatikan, terdapat perbedaan dalam metode
penanganan masalah kesehatan yang dilakukan oleh suami istri tersebut.

18
Tabel 1.2. Perbedaan Penanganan Masalah Kesehatan antara Asclepius dan
Hegeia

Tokoh Cara Penanganan Masala Kesehatan Masyarakat

Asclepius Dilakukan setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang

Hegeia Penanganan masalah melalui:

1. Hidup seimbang

2. Menghindari makanan atau minuman beracun

3. Memakan makanan yang bergizi (cukup)

4. Istirahat yang cukup

5. Olahraga

Dari perbedaan pendekatan penanganan masalah kesehatan antara Asclepius


dan Hegeia tersebut, akhirnya muncul dua aliran/pendekatan dalam
penanganan masalah-masalah kesehatan pada masyarakat, yaitu sebagai
berikut:

1. Kelompok/aliran 1

Aliran ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah orang jatuh
sakit. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan kuratif. Kelompok tersebut
terdiri atas dokter, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang melakukan
perawatan atau pengobatan penyakit baik, fisik maupun psikologis.

2. Kelompok/aliran 2

Aliran ini cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit (preventif)


dan peningkatan kesehatan (health promotion) sebelum terjadinya penyakit.
Kelompok ini antara lain para perawat komunitas.

19
Dari uraian di atas, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin maju, maka dalam masyarakat yang luas dapat kita amati
seolah-olah timbul garis pemisah antara kedua kelompok profesi tersebut,
yaitu pelayanan kesehatan kuratif (curative health care) dan pelayanan
pencegahan (preventive health care) sebagaimana tertera pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Perbedaan Pelayanan Kesehatan Kuratif dan Pelayanan


Pencegahan

Tingkat Pelayanan

Curative Health Care Preventive Health Care

Cara penanganan 1. Sasarannya bersifat 1. Sasarannya adalah


masalah kesehtan individual masyarakat.

2. Kontak pada klien hanya 2. Masalah yang ditangani


satu kali adalah masalah yang
dirasakan oleh
3. Jarak petugas kesehatan masyarakat, bukan
dengan klien jauh masalah individu.

4. Cara pendekatan: 3. Hubungan petugas


kesehatan dan
a. Bersifat reaktif, masyarakat bersifat
artinya bersifat kemitraan.
hanya menunggu
masalah 4. Cara pendekatan:
kesehatan/penyakit
datang. Di sini a. Bersifat proaktif,
petugas kesehatan artinya tidak
hanya menunggu menunggu adanya
klien datang. masalah, tetapi
mencari apa
b. Cenderung melihat penyebab masalah.
dan menangani Petugas kesehatan
masalah klien pada masyarakat tidak
sistem biologis. hanya menunggu
datangnya klien,
c. Manusia sebagai tetapi harus turun ke
klien hanya di lihat masyarakat untuk

20
secara parsial. mencari dan
Padahal manusia mengidentifikasi
terdiri atas aspek masalah yang ada
bio-psiko-sosio dan pada masyarakat, dan
spiritual. selanjutnya
melakukan tindakan.

5. b. Melihat klien
senagai makhluk
yang utuh melalui
pendekatan yang
holistik, bahwa
terjadinya
penyakit tidak
semata-mata
karena
terganggunya
salah satu aspek
yang lain.
Pendekatan yang
digunakan adalah
pendekatan yang
utuh pada semua
aspek, baik
biologis,
psikologis,
sosiologis,
maupun spiritual
dan sosial.

A. Model KeperawatanKomunitas King’s

Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,


salingberinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan
interest yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi
yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang
sama. Menurut Imogene M King komunitas merupakan suatu system dari

21
subsistemkeluarga dan supra sistemnya adalah system sosial yang lebih luas.
Keluarga sebagaisub sistem komunitas merupakan sistem terbuka dimana terjadi
hubungan Timbal balikantara keluarga dengan komunitas, yang sekaligus
sebagai umpan balik. Adanyagangguanatau stressor padasalahsatu sub system
akanmampengaruhikomunitas, misalnyaadanyagangguanpadasalahsatu subsistem
pendidikan ,dimanamasyarakatakan kehilanganinformasiatau ketidaktahuan.

Tujuan perawat adalah untuk membantu individu menjaga atau mendapatkan


kembalikesehatan. Ranah keperawatan adalah mempromosikan,
memelihara, memulihkankesehatan dan merawat orang sakit, terluka atau sekarat.
Fungsi perawat profesionaladalah untuk menafsirkan informasi secara mendalam,
yang biasa dikenal sebagai proseskeperawatan, untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatanbagi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.

King menyatakan bahwa perhatian keperawatan adalah membantu orang


berinteraksidengan lingkungan mereka dengan cara yang akan mendukung
pemeliharaan kesehatandan pertumbuhan menuju pemenuhan diri. King
mengemukakan dalam kerangkagangguan atau stressor pada salah satu
subsistem akan mempengaruhi komunitas,misalnya adanya gangguan pada salah
satu subsistem pendidikan, dimana masyarakatakan kehilangan informasi atau
ketidaktahuagangguan atau stressor pada salah satu subsistem akan
mempengaruhi komunitas,misalnya adanya gangguan pada salah satu subsistem
pendidikan, dimana masyarakatakan kehilangan informasi atau ketidaktahuan.

1. Sistem Personal
Menurut king setiap individu adalh system personal (system terbuka). Untuk
systempersonal konsep yang relevan adalah persepsi, diri, pertumbuhan dan
perkembangan, citratubuh, dan waktu.
a. Persepsi

22
Persepsi adalah gambaran seseorang tentang objek, orang dan
kejadian- kejadian.Persepsi berbeda dari satu orang dan orang lain
dan hal ini tergantung denganpengalaman masa lalu, latar belakang,
pengetauhan dan status emosi. Karakteristikpersepsi adalah universal
atau dialami oleh semua, selekltif untuk semua orang, subjektifatau personal.
b. Diri
Diri adalah bagian dalam diri seseorang yang berisi benda-benda dan
orang lain. Diriadalah individu atau bila seseorang berkata “AKU”.
Karakteristik diri adalah individuyang dinamis, system terbuka dan orientasi
pada tujuan.
c. Pertumbuhan dan perkembangan
Tumbuh kembang meliputi perubahan sel, molekul dan perilaku
manusia. Perubah inibiasnya terjadi dengan cara yang tertib, dan dapat
diprediksiakan walaupun individu ituberfariasi, dan sumbangan fungsi
genetic, pengalam yang berarti dan memuaskan.Tumbuh kembang
dapat didefinisikan sebagai proses diseluruh kehidupan seseorangdimana
dia bergerak dari potensial untuk mencapai aktualisasi diri.
d. Citra tubuh
King mendefinisikan citra diri yaitu bagaimana orang merasakan
tubuhnya dan reaksi-reaksi lain untuk penampilanya.
e. Ruang
Ruang adalah universal sebab semua orang punya konsep
ruang, personal atausubjektif, individual, situasional, dan tergantung dengan
hubunganya dengan situasi, jarakdan waktu, transaksional, atau
berdasarkan pada persepsi individu terhadap situasi.Definisi secara
operasioanal, ruang meliputi ruang yang ada untuk semua
arah,didefinisikan sebagai area fisik yang disebut territory dan
perilaku oran yangmenempatinya.
f. Waktu

23
King mendefisikan waktu sebagai lama antra satu kejadian dengan
kejadian yang lainmerupakan pengalaman unik setiap orang dan hubungan
antara satu kejadian dengankejadian yang lain.

2. Sistem Interpersonal
King mengemukakan sistem interpersonal terbentuk oleh interkasi
antra manusia.Interaksi antar dua orang disebut DYAD, tiga orang disebut
TRIAD, dan empat orangdisebut GROUP. Konsep yang relefan dengan
system interpersonal adalah interkasi,komunikasi, transaksi, peran dan stress.
a. Interaksi
Interaksi didefinisak sebagai tingkah laku yang dapat diobserfasi oleh
duaorang atau lebih didalam hubungan timbal balik.
b. Komunikasi
King mendefinisikan komunikasi sebagai proses diman informasi yang
diberikan darisatu orang keorang lain baik langsung maupun tidak langsung,
misalnya melalui telpon,televisi atau tulisan kata. ciri-ciri komunikasi
adalah verbal,non verbal, situasional,perceptual, transaksional, tidak dapat
diubah, bergerak maju dalam waktu, personal, dandinamis. Komunikasi dapat
dilakukan secara lisan maupun tertulis dalam menyampaikanide- ide satu
orang keorang lain. Aspek perilaku nonverbal yang sangat penting
adalahsentuhan. Aspek lain dari perilaku adalah jarak, postur, ekspresi wajah,
penampilan fisikdan gerakan tubuh.
c. Transaksi
Ciri-ciri transaksi adalah unik, karena setiap individu mempunyai
realitas personalberdasarkan persepsi mereka. Dimensi temporal-spatial,
mereka mempunyai pengalamanatau rangkaian-rangkaian kejadian dalam
waktu.
d. Peran
Peran melibatkan sesuatu yang timbal balik dimana seseorang pada
suatu saat sebagaipemberi dan disat yang lain sebagai penerima ada 3 elemen

24
utama peran yaitu, peranberisi set perilaku yang di harapkan pada orang yang
menduduki posisi di social system,set prosedur atau aturan yang ditentukan
oleh hak dan kewajiban yang berhubungandengan prosedur atau organisasi,
dan hubungan antara 2 orang atau lebih berinteraksiuntuk tujuan pada situasi
khusus.
e. Stress
Definisi stress menurut King adalah suatu keadaan yang dinamis
dimanapun manusiaberinteraksi dengan lingkungannya untuk
memelihara keseimbangan pertumbuhan,perkembangan dan perbuatan yang
melibatkan pertukaran energi dan informsi antaraseseorang dengan
lingkungannya untuk mengatur stressor. Stress adalah suatu yangdinamis
sehubungan dengan system terbuka yang terus-menerus terjadi
pertukarandengan lingkunagn, intensitasnya berfariasi, ada diemnsi yang
temporal-spatial yangdipengaruhi oleh pengalaman lalu, individual, personal,
dan subjektif.

3. Sistem Sosial
King mendefinisikan system social sebagai system pembatas peran organisasi
sosisal,perilaku, dan praktik yang dikembangkan untuk memelihara nilai-nilai dan
mekanismepengaturan antara praktk-praktek dan aturan (George, 1995).
Konsep yang relevandengan system social adalah organisasi, otoritas,
kekuasaan, status dan pengambilankeputusan.
a. Organisasi
Organisasi bercirikan struktur posisi yang berurutan dan aktifitas yang
berhubungandengan pengaturan formal dan informal seseorang dan kelompok
untuk mencapai tujuanpersonal atau organisasi.
b. Otoritas
King mendefinisikan otoritas atau wewenang, bahwa wewenang itu aktif,
prosestransaksi yang timbal balik dimana latar belakang, persepsi, nilai-nilai

25
dari pemegangmempengaruhi definisi, validasi dan penerimaan posisi di
dalam organisasi berhubungandengan wewenang.
c. Kekuasaan
Kekuasaan adalah universal, situasional, atau bukan sumbangan personal,
esensialdalam organisasi, dibatasi oleh sumber-sumber dalam suatu situasi,
dinamis dan orientasipada tujuan.
d. Pembuatan keputusan
Pembuatan atau pengambilan keputusan bercirikan untuk mengatur setiap
kehidupandan pekerjaan, orang, universal, individual, personal, subjektif,
situasional, proses yangterus menerus, dan berorientasi pada tujuan.
e. Status
Status bercirikan situasional, posisi ketergantungan, dapat diubah.
Kingmendefinisikan status sebagai posisi seseorang didalam kelompok atau
kelompok dalamhubungannya dengan kelompok lain di dalam organisasi dan
mengenali bahwa statusberhubungan dengan hak-hak istimewa, tugas-tugas,
dan kewajiban.

King memahami model konsep dan teori keperawatan dengan menggunakan


pendekatan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yangkonstan dengan
lingkungan, sehingga King mengemukakan dalam model konsep interaksi.Dalam
mencapai hubungan interaksi, King mengemukakan konsep kerjanya yang meliputi
adanya sistem personal, sistem interpersonal dan sistem social yang saling
berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

26
Menurut King sistem personal merupakan sistem terbuka di mana didalamnya
terdapat persepsi adanya pola tumbuh kembang, gambaran tubuh,ruang dan waktu
dari individu dan lingkungan,kemudian hubungan interpersonal merupakan suatu
hubungan antara perawat dengan pasienserta hubungan sosial yang mengandung arti
bahwa suatu interaksi perawat dan pasien dalam menegakkan sistem sosial sesuai
dengan situasiyang ada. Melalui dasar sistem tersebut maka King memandang
manusia merupakan individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orangdan
objek.
Manusia sebagai makhluk yang berorientasi terhadap waktutidak lepas dari
masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa yang akan datang dan
sebagai makhluk sosial manusia akan hidup bersama dengan orang lain yang akan
berinterak si dengan yang lain.Berdasarkan hal tersebut, maka manusia memiliki tiga
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan terhadap informasi kesehatan, kebutuhan terhadap
pencegahan penyakit dan kebutuhan terhadap perawatan ketika sakit. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, King mengemukakan pendekatan teori yang terdiri
dari komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut :

27
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan bahwa konsep
hubungan manusia menurut King terdiri dari komponen :

1. Aksi merupakan proses awal hubungan dua individu dalam berprilaku,dalam


memahami atau mengenali kondisi yang ada dalam keperawatan dengan
digambarkan hubungan perawat dan klien untuk melakukan kontrak atau
tujuan yang diharapkan.

2. Reaksi adalah suatu bentuk tindakan yang terjadi akibat dari adanya aksi dan
merupakan respons dari individu.

3. Interaksi merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling mempengaruhi


antara perawat dan klien yang terwujud dalam komunikasi.

4. Transaksi merupakan suatu kondisi di mana antara perawat dan klien terjadi
suatu pertujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan

28
4. Kelebihandankekuranganteori King’s

a. Kelebihan

1. Teoriinidapatmenyesuaikanpadasetiapperubahan,
teoriinidapatdipergunakandanmenjelaskanataumemprediksisebagia
nbesar phenomena dalamkeperawatan.

2. Teori King merupakanserangkaiankonsep yang


salingberhubungandenganjelasdandapatdiamatidalampraktekkeper
awatan.

3. Mengedepankanpartisipasiaktifkliendalampenyusunantujuanbersa
ma,mengambilkeputusan , daninteraksiuntukmencapatujuanklien.

4. Teori King dapatdipakaipadasemuatatananpelayanankeperawatan,

5. Teorikeperawatan King dapatdikembangkandandiujimelaluiriset.

6. Teoriinisangatpentingpadakolaborasiantaratenagakesehatan

b. Kekurangan

1. Beberapadefinisikonsepdasarkurangjernih.
Misalnyakonsepmengenaistres yang
kurangjelaskarenaiamenyatakanbahwastresmemilikikonsekuensipositif
danmenyarankanparaperawatharusmenghapuspembuat stress
darilingkunganrumahsakit.

2. Teoriiniberfokuspadasistem interpersonal. Sehinggatujuan yang


akandicapaisangatbergantungpadapersepsiperawatdanklien yang
terlibatdalamhubungan interpersonal danhanyapadasaatitusaja.

29
3. Teori King belummenjelaskanmetode yang
aplikatifdalampenerapankonsepinteraksi, komunikasi,
transaksidanpersepsi, misalnyapasien-
pasientidakdapatberinteraksisecarakompetendenganperawat,
sepertibekerjadenganpasienkoma, bayi yang barulahir,
danpasienpsikiatrik.

B. Model KeperawatanKomunitasBettyNewmans

Model adalah sebuah gambaran deskriptif dari sebuah praktik yang bermutu
yang mewakili sesuatu yang nyata atau gambaran yang mendekati kenyataan dari
konsep. Model praktik keperawatan didasarkan pada isi dari sebuah teori dan
konsep praktik (Riehl & Roy, 1980 dalam Sumijatun, 2006).
Salah satu model keperawatan kesehatan komunitas yaitu Model Health Care
System (Betty Neuman, 1972). Model konsep ini merupakan model konsep yang
menggambarkan aktivitas keperawatan, yang ditujukan kepada penekanan
penurunan stress dengan cara memperkuat garis pertahanan diri, baik yang bersifat
fleksibel, normal, maupun resisten dengan sasaran pelayanan adalah komunitas
(Mubarak & Chayatin, 2009).
Menurut Sumijatun (2006) teori Neuman berpijak pada metaparadigma
keperawatan yang terdiri dari yang terdiri dari klien, lingkungan, kesehatan dan

30
keperawatan.Asumsi Betty Neuman tentang empat konsep utama yang terkait
dengan keperawatan komunitas adalah:
1. Manusia, merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari keseimbangan
dari harmoni dan merupakan suatu kesatuan dari variabel yang utuh, yaitu:
fisiologi, psikologi, sosiokultural, perkembangan dan spiritual.
2. Lingkungan, meliputi semua faktor internal dan eksternal atau pengaruh-
pengaruh dari sekitar atau sistem klien.
3. Sehat, merupakan kondisi terbebas dari gangguan pemenuhan kebutuhan.
Sehat merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari
keberhasilan menghindari atau mengatasi stresor
4. Keperawatan.
Model ini menganalisa interaksi anatra empat variabel yang menunjang
keperawatan komunitas, yaitu aspek fisik atau fisiologis, aspek psikologis,
aspek sosial dan kultural, serta aspek spiritual. Sehat menurut Neuman adalah
suatu keseimbangan bio, psiko, cultural dan spiritual pada tiga garis
pertahanan klien, yaitu garis pertahanan fleksibel, normal dan resisten. Sehat
dapat diklasifikasikan dalam delapan tahapan, yaitu:
1. Normallywell, yaitu sehat secara psikologis, medis dan social.
2. Pessimistic, yaitu bersikap atau berpandangan tidak mengandung harapan
baik (misalnya khawatir sakit, ragu akan kesehatannya, dan lain-lain).
3. Socially ill, yaitu secara psikologis dan medis baik, tetapi kurang mampu
secara social, baik ekonomi maupun interaksi social dengan masyarakat.
4. Hypochondriacal, yaitu penyakit bersedih hati dan kesedihan tanpa alasan.
5. Medically ill, yaitu sakit secara medis yang dapat diperiksa dan diukur.
6. Martyr, yaitu orang yang rela menderita atau meninggal dari pada
menyerah karena mempertahankan agama/kepercayaan. Dalam kesehatan,
seseorang yang tidak memperdulikan kesehatannya, dia tetap berjuang
untuk kesehatan/keselamatan orang lain.

31
7. Optimistic, yaitu meskipun secara medis dan social sakit, tetapi
mempunyai harapan baik. Keadaan ini sering kali sangat membantu dalam
penyembuhan sakit medisnya.
8. Seriously ill, yaitu benar-benar sakit, baik secara psikologis, medis dan
sosial

KelebihandanKekurangan Model Keperawatan Betty Newman


- Kelebihan
1). Neuman menggunakan diagram yang jelas , diagram ini
digunakan dalam semua penjelasan tentang teori sehingga
membuat teori terlihat menarik. Diagram ini mempertinggi
kejelasan
2). Model system Neuman lebih flexible bias digunakan pada area
keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan

- Kekurangan

1). Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh semua profesi


kesehatan, sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak
spesifik
2). Penjelasan tentang perbedaan stressor interpersonal dan
ekstrapersonal masih dirasakan belum ada perbedaan yang jelas
3). Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang
perawat –klien, padahal hubungan perawat klien merupakan
domain penting dalam Asuhan Keperawatan

32
C. Model KeperawatanAdaptasi Roy

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy
dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy
menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys
College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of
California Los Angeles.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964
ketika dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar
dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah
model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka
konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori
sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli
fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya.
Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai

33
tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk
oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan
residual stimuli.

Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan


terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut,
Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya berasal
dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia.
Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap
kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai
model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain dari ahli-
ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic
( 1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi
sebagai suatu kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan
penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai
dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak
saat it lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswamahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek
juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan
model.

Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun
1976-1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi.
Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang
Roydan profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan
bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu
perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan
spirit. Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model
adaptasi keperawatan.

34
Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model adaptasi roy
adalah:

1. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya input, control,
proses, output, dan umpan balik.
2. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal,
konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat
berespon adaptif sendiri.
3. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap
penurunan atau peningkatan kebutuhan.
4. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung
mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi
perubahan tingkah laku.
5. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan
memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan
atau dirangsang oleh stimulus fokal.
6. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat di
validasi.
7. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik
melalui neural, cemikal, dan proses endokrin.

35
8. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui
proses yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil, keputusan dan
belajar.
9. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi pean,
interdependensi dan konsep diri.
10. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam
mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
reproduksi.
11. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan elektrolit,
aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap
suhu, sensasi, dan proses endokrin.
12. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu
dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang
lain dan tingkah laku langsung. Termasuk pandangan terhadap fisiknya
(body image dan sensasi diri) Kepribadian yang menghasilkan konsistensi
diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.
13. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan
dengan tugasnya di lingkungan social.
14. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting
dan sebagai support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara
memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan pengaruh belajar.

a) Model Konseptual Adaptasi roy

Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi


keperawatan adalah : (1) manusia; (2) keperawatan; (3) kesehatan; (4)
lingkungan. Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujua
keperawatan dan aktivitas keperawatan, juga termasuk dalam elememn
penting pada konsep adaptasi.

1. Manusia

36
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif.
Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic
sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output, dan
proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di
definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.

Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai


suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami
kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar
unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat digambarkan
dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta output.

Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan


menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri
individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variable satandar yang
berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar
ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan
mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan
usaha-usaha yang biasanya dilakukan.

Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah


mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

37
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan
proses pengendalian manusia sebagai sistem adaptasi

Diagram respon adaptasi

PROSES

1. Koping

2. Mekanisme regulator dan kognator

INPUT

1. Stimulus

2. Tingkat adaptasi

OUTPUT

1. Adaptasi

2. Respon inefekti

Efektor dijelaskan oleh Roy sebagai berikut :

1. Model adaptasi fisiologi

Model adaptasi fisiologi terdiri dari :

1. Oksigenasi

2. Nutrisi

3. Eliminasi

4. Aktifitas dan istirahat

38
5. Sensori

6. Cairan dan elektrolit

7. Integritas kulit

8. Fungsi saraf

9. Fungsi endokrin

2. Konsep diri

Merujuk pada nilai, kepercayaan, emosi, cita-cita serta


perhatian yang diberikan untuk mengatasi keadaan fisik tersebut

3. Fungsi peran

Menggambarkan hubungan interaksi perorangan dengan orang


lain yang tercermin pada peran pertama, kedua dan seterusnya.

4. Model ketergantungan

Mengidentifikasi nilai manusia, cinta dan keseriusan. Proses ini


terjadi dalam hubungan manusia dengan individu dan kelompok.

2. Keperawatan

Roy mengidentifikasikan tujuan dari keperawatan sebagai


peningkatan dari proses adaptasi. Tingkat adaptasi ditentukan oleh
besarnya rangsang baik fokal, konstektual maupun residual

Aktivitas perawatan direncanakan model sebagai peningkatan


respon adaptasi atas situasi sehat atau sakit. Sebagai batasan adalah
pendekatan yang merupakan aksi perawat untuk memanipulasi stimuli
fokal, konstektual dan residual yang menyimpang pada manusia.

39
Rangsang fokal dapat diubah dan perawat dapat meningkatkan respon
adaptasi dengan memanipulasi rangsangan konstektual dan residual.
Perawat dapat mengantisipasi kemungkinan respon sekunder yang tidak
efektif pada rangsang yang sama pada keadaan tertentu. Perawat juga
dapat menyiapkan manusia untuk diantisipasi dengan memperkuat
regulator kognator dan mekanisme koping.

3. Kesehatan

Roy mengidentifikasikan sebagai status dan proses keadaan yang


digabungkan dari manusia yang diekspresikan sebagai kemampuan
untuk menentukan tujuan, hidup, berkembang, tumbuh, memproduksi
dan memimpin.

4. Lingkungan

Roy mengidentifikasikan keadaan lingkungan secara khusus yaitu


semua keadaan, kondisi dan pengaruh dari sekeliling dan perasaan
lingkungan serta tingkah laku individu dan kelompok

KelebihandanKekuranganadaptasi Roy

- Kelebihan

Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori


sehingga dapat mengembangkan model perpaduannya. Yang hingga kini
masih menjadi pegangan bagi para perawat. Keeksistensiannya tentu
memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam penerapan konsepnya
dibanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan model
konseptualnya adalah terletak pada teori praktekdan dengan model adaptasi
yang dikemukakan oleh Roy perawat bisa mengkaji respon perilaku pasien
terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi
peran dan mode interdependensi.

40
selain itu perawat juga bisa mengkaji stressor yang dihadapi oleh
pasien yaitu stimulus fokal, konektual dan residual, sehingga diagnosis yang
dilakukan oleh perawat bisa lebih lengkap dan akurat.
Dengan penerapan dari teory adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal-
hal yang menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme koping dan
effektor sebagai upaya individu untuk mengatasi stress. Sedangkan
kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah terletak pada sasarannya.

- Kekurangan

Model adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi pasien
dan bagaimana pemecahan masalah pasien dengan menggunakan proses
keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku cara
merawat ( caring ) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak
mempunyai perilaku caring ini akan menjadi sterssor bagi para pasiennya.

D. Model keperawatankomunitas Orem


Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem’s adalah : “Suatu pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk memenuhi
kebutuhan guna mempertahaankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya
sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit “ (Orem’s, 1980). Pada dasarnya
diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan – kebutuhan self care
dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebtuhan itu sendiri, kecuali bila
tidak mampu.

1. Teori Sistem Keperawatan Orem


Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan
dan menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem
tentang Self Care Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke
dalam tiga teori yaitu:
a) Self Care

41
Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang The
nepeutic sesuai dengan kebutuhan Perawatan diri sendiri adalah suatu
langkah awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang berlangsung
secara continue sesuai dengan keadaan dan keberadannya, keadaan
kesehatan dan kesempurnaan.
Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang
dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan kehidupannya.
Terjadi hubungan antar pembeli self care dengan penerima self care dalam
hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga kategori / persyaratan self
care yaitu: persyaratan universal, persyaratan pengembangan dan
persyaratan kesehatan.
Penekanan teori self care secara umum:
1. Pemeliharaan intake udara
2. Pemeliharaan intake air

3. Pemeliharaan intake makanan

4. Mempertahankankan hubungan
perawatan proses eliminasi dan eksresi

5. Pemeliharaan keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat

6. Pemeliharaan keseimbangan
antara solitude dan interaksi social

7. Pencegahan resiko-resiko untuk


hidup, fungsi usia dan kesehatan manusia

8. Peningkatan fungsi tubuh dan


pengimbangan manusia dalam kelompok social sesuai dengan
potensinya.

42
9. Self Care Deficit

Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem. Yang
menggambarkan kapan keperawatan di perlukan.Oleh karena perencanaan
keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan.Bila dewasa (pada
kasus ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu atau
keterbatasan dalam melakukan self care yang efektif Teori self care deficit
diterapkan bila:
1. Anak belum dewasa

2. Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan

3. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tapi diprediksi untuk masa


yang akan datang, kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan
peningkatan kebutuhan.

4. Nursing system

Teori yang membahas bagaimana kebutuhan “Self Care” patien dapat


dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing system ditentukan /
direncanakan berdasarkan kebutuhan “Self Care” dan kemampuan pasien
untuk menjalani aktifitas “Self Care”. Orem mengidentifikasikan
klasifikasi Nursing System:
1. The Wholly compensatory system

Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan


bantuan secara penuh kepada pasien dikarenakan ketidakmampuan
pasien dalam memenuhi tindakan keperawtan secara mandiri yang
memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi,
serta adanya manipulasi gerakan.

2. The Partly compensantory system

43
Merupakan system dalam memberikan perawatan diri secara
sebagian saja dan ditujukan pada pasien yang memerlukan bantuan
secara minimal seperti pada pasien post op abdomen dimana pasien
ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, akan tetapi
butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan melakukan perawatan
luka.
3. The supportive – Educative system
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya
untuk dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri. Metode
bantuan : Perawat membantu klien denagn mengguanakn system dan
meallaui lima metode bantuan yang meliputi Acting atau melakukan
sesuatu untuk klien, Mengajarkan klien, Menagarahkan klien,
Mensuport klien, Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat
tumbuh dan berkembang.

Keyakinan dan nilai – nilai Kenyakianan Orem’s tentang empat konsep


utama keperawatan adalah :
1. Klien : individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus
menerus memperthankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari
sakit atau trauma atu koping dan efeknya.

2. Sehat : kemampuan individu atau kelompoki memenuhi tuntutatn self


care yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan integritas
structural fungsi dan perkembangan.

3. Lingkungan : tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan


keperluan self care dan perawat termasuk didalamnya tetapi tidak spesifik.

4. Keperawatan : pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan


yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok

44
masyarakat dalam mempertahankan self care yang mencakup integritas
struktural, fungsi dan perkembangan.
Tiga kategori self care
Model Orem’s menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care / yang
disebutkan sebagai keperluan self care ( self care requisite ), yaitu:
1. Universal self care requisite
Keperluan self care uiniversal aadan oada setiap manusia dan berkaitan
dengan fungsi kemanusiaan dan proses kehidupan, biasanya mengacu pada
kebutuhan dasar manusia. Universal requisite yang dimaksudkan adalah :
Pemeliaharaan kecukupan intake udara, Pemeliharaan kecukupan intake
cairan, Pemeliaharaan kecukupan makanan, Pemeliaharaan keseimabnagn
antara aktifitas dan istirahat, Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi
kemanusiaan dan kesejahteraan manusia, Persediaan asuhan yang berkaitan
dengan proses- proses eliminasi., Meningkatkan fungsi human fungtioning
dan perkembangan ke dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi
seseorang, keterbatasan seseorang dan keinginan seseorang untuk menjadi
normal.
2. Developmental self care requisite
Terjadi berhubungn dengan tingkat perkembangn individu dan lingkunag
dimana tempat mereka tinggal yang berkaitan dengan perubahan hidup
sseseorang atau tingkat siklus kehidupan.
3. Health deviation self care requisite
Timbul karena kesehatan yang tidak sehat dan merupakan kebutuhan-
kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau ketidakmampuan yang
menginginkan perubahan dalam prilaku self care.

Hubungan Model Dengan ParadigmaKeperawatan


1. Manusia
Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan
perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam

45
kontek ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia
tidak dipertimbangkan. Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori
yang didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai
sejumlah kebutuhan perawatan diri.
2. Lingkungan
Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini
terutama dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau
kurangnya perawatan diri.
3. Sehat dan Sakit
Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam
kaitannya dengan perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam
keadaan sehat mereka dapat memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang
mereka alami. Sebaliknya jika mereka sakit atau cedera, orang tersebut
bergeser dari status agens perawtan diri menjadi status pasien atau penerima
asuhan. Penyamaan sehat dengan perawatan diri dalam hal ini berarti sehat
sakit tidak dibahas dalam konsep yang berbeda. Akan timbul masalah disini
jika orang yang sehat tidak dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.
4. Keperawatan
Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari
keperawatan dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan.
Harus diketahui bahwa hal tersebut ditampilkan dalam bentuk pendekatan
mekanistik berdasarkan pendekatan supportif-edukatif, kompensasi partial,
dan kompensasi total. Pendekatan tersebut merupakan pendekatan langsung
yang dapat ditatalaksanakan.
Tujuan keperawatan pada model Orem”s secara umum adalah:
1. Menurunkan tuntutan self care pada tingkat diamna klien dapat
memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.

2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi


tuntutan self care.

46
3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk
memberikan asuhan dependen jika self care tidak memungkinkan, oleh
karenanya self care deficit apapun dihilangkan.

4. Jika ketiganya ditas tidak tercapai perawat secara lngsung dapat


memenuhi kebutuhan-kebutuhan self care klien.
Tujuan keperawatan pada model Orem’s yang diterapkan
kedalam praktek keperawatan keluarga/ komunitas adalah:
1. Menolong klien dalam hal ini keluraga untuk keperawatan mandiri
secara terapeutik

2. Menolong klien bergerak kearha tidaakan- tidakan asuahan


mandiri

3. Membantu anggota keluarga untuk merawat anggota keluraganya


yang mengalami gangguan secara kompeten.

4. Dengan demikian maka focus asuhan keperawatan pada model


orem’s yang diterapkan pada praktek keperawatan keluarga/
komunitas adalah:

(a) aspek interpersonal : hubungan di dalam keluarga

(b)aspek social : hubungan keluarga dengan masyarakat


disekitarnya.

(c)aspek procedural ; melatihn ketrampilan darar keuraga


sehingga mampu mengantisipasi perubahan yang terajdi

(d)aspek tehnis : mengajarkan keapda keluarga tentang tehnik


dasar yang dialkukan di rumah, misalnya melakukan tindakan
kompres secra benar.

47
5. Kelebihandankekurangan model keperawatan Orem

- Kelebihan

Teori Orem menyediakandasar yang


komprehensifuntuktindakankeperawatan.Teoriinidapatdigunakandalam
keperawatanprofesionalpada area pendidikan, tindakanklinis,
administrasi, riset, dan system informasikeperawatan.Kekuatanumum
yang
dimilikiteoriiniadalahaplikasinyauntukpelaksanaanpraktekkeperawatan
sebagaipekerjaklinikbaru.Konsepself-care, nursing system, danself-
care
deficitmudahdipahamiolehmahasiswakeperawatandandapatdikembang
kandenganilmupengetahuandanpenelitian.

- Kekurangan

Kelemahandari model Orem


adalahiaberpendapatbahwakesehatanbersifatstatis,
namundalamkenyataannyakesehatanitubersifatdinamisdanselaluberuba
h.Kesan lain dari model konsepiniadalahuntukpenempatanpasiendalam
system mencakupkapasitasindividuuntukgerakanfisik

48
E. Model Community as partner Mc. Ferland
Model community as partner terdapatduakomponenutamayaituroda
pengkajiankomunitasdan proses keperawatan.
Rodapengkajiankomunitasterdiri(1) intikomunitas ( the community core ), (2)
subsistemkomunitas ( the community subsystems ), dan (3) persepsi
( perception ). Model inilebihberfokus padaperawatankesehatanmasyarakat yang
merupakanpraktek, keilmuan,
danmetodenyamelibatkanmasyarakatuntukberpartisipasipenuhdalammeningkatka
nkesehatannya.
1. Data inti
a) Demografi
Variabel yang dapatdikajiadalahjumlahbalitabaiklaki-
lakimaupunperempuan.Data
diperolehmelalui.Puskesmasataukelurahanberupalaporantahunanataurekapitu
lasijumlahkunjunganpasien yang berobat.
b) Statistik vital
Data statistik vital yang
dapatdikajiadalahjumlahangkakesakitandanangkakematianbalita.Angkakesak

49
itandankematiantersebutdiperolehdari penelusuran data
sekunderbaikdariPuskesmasatauKelurahan.
c) Karakteristikpenduduk
Variabelkarakteristikpendudukmeliputi :
- Fisik : jenis keluhan yang dialami oleh warga terkait anaknya.
Perawatmengobservasi ketika ada program posyandu.
- Psikologis : efek psikologis terhadap anak maupun orang tua yaitu berupa
kesedihan karena anaknya berisiko tidak bisa bermain dengan anak-anak
sebaya lainnya dan pertumbuhan anak pun akan terhambat atau sulit untuk
berkembang.
- Sosial : sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit masih acuh dan
tidak memberikan tanggapan berupa bantuan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, namun orang tua membawa anak ke posyandu rutin
untuk ditimbang.
- Perilaku : seperti pola makan yang kurang baik mungkin mempengaruhi
penyebab anak mengalami gizi kurang, diare dan penyakit lainnya, terlebih
banyak orang tua yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
2. Sub sistem
a) Lingkunganfisik
Lingkunganfisik yang kurangbersihakanmenambahdampakburukterhadap
penurunandayatahantubuhsehinggarentanterkenapenyakit,
selainfaktoruntukmenjaminmendapatkanmakanan yang
sehatakansulitdidapat,
selainitukerentananterhadapvektorpenyakitmenjadisalahsatutingginyarisiko
peningkatankejadiansakitdiwilayahtersebut.
b)Sistemkesehatan
Jarakantaradesadenganpuskesmastidakterlalujauhyaituhanya 1 km,
desatersebutmemiliki 1 posyandudalam 1 RW danaktifmelaksanakan
program kerja yang dilaksanakan 1 bulansekali,
namununtukketersedianposbindubelumada.

50
c) Ekonomi
Pekerjaan yang dominandiwilayahtersebutyaituburuh, petani,danlainnya
yang berpenghasilanbervariasiuntuksetiapkeluarga.
d) Keamanandantransportasi
Wilayah tersebutmemilikimobil yang
disediakanolehpemberibantuanuntukdimaanfaatkanolehmasyarakatdalamhal
memfasilitasimasyarakatuntukmempermudahaksesmendapatkanlayanankese
hatan.Variabelkeamananmeliputijenisdantipepelayanankeamanan yang ada,
tingkatkenyamanandankeamananpenduduksertajenisdantipegangguankeama
nan yang ada.
e)Kebijakandanpemerintahan
Jeniskebijakan yang sedangdiberlakukan, kegiatanpromosikesehatan yang
sudahdilakukan,
kebijakanterhadapkemudahanmendapatkanpelayanankesehatan,
sertaadanyapartisipasimasyarakatdalam
f)Komunikasi
Komunikasimeliputijenisdantipekomunikasi yang digunakanpenduduk,
khususnyakomunikasi formal dan informal yang
digunakandalamkeluarga.Jenis bahasa yang
digunakanterutamadalampenyampaianinformasikesehatangizi,
dayadukungkeluargaterhadapbalita yang sakit.
g)Pendidikan
Pendidikansebagai sub sistemmeliputitingkatpengetahuanpenduduktentang
pengertiantentangpenyakitbalita yang dihadapi, bahayadandampaknya,
caramengatasi, bagaimanacaraperawatan ,sertacaramencegahnya. Mayoritas
pendudukberpendidikanrendahyaitu SD bahkantidaksekolah.
h) Rekreasi
Yang perludikajiadalahjenisdantipesaranarekreasi yang ada, tingkat
partisipasiataukemanfaatandarisaranarekreasisertajaminankeamanandarisara
narekreasi yang ada.

51
3. Persepsi
Persepsimasyarakatdankeluargaterhadapsuatupenyakitbalitamasihacuh,
mungkindipengaruhirendahnyatingkatpendidikanmasyarakatataupunkurangnya
pengetahuankesehatanmengenaisuatupenyakit

A. Definisi Skrining Kesehatan Kelompok Khusus


Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes
skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi
untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi
dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra,
2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat

52
untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan
dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah
diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada
hasil pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis
dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut
menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk
menghambat proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit”
untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk
perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada umumnya, skrining
dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni penyakit tersebut
merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan, terdapat sebuah uji yang
sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada
suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi, dan terdapat pengobatan
yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit
(Morton, 2008).
Skrining Kesehatan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Skrining untuk Preventif Primer : Skrining Riwayat Kesehatan
Skrining Riwayat Kesehatan merupakan bentuk deteksi dini untuk
penyakit yang berdampak dan menjadi fokus pengendalian
contohnya Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi.
2. Skrining untuk Preventif Sekunder Selektif (Peserta RISTI
penyakit kronis berdasarkan hasil Skrining Riwayat Kesehatan
dan Deteksi Kanker) : Deteksi Kanker merupakan bentuk deteksi
dini untuk penyakit Kanker Leher Rahim pada wanita yang sudah
menikah dan Kanker Payudara.

B. Tujuan Skrining Kesehatan Kelompok Khusus

53
1. Mendeteksi faktor risiko penyakit kronis dalam rangka mendorong peserta
untuk sadari dini,deteksi dini, dan cegah risiko secara dini terhadap
penyakit kronis.
2. Mendeteksi penyakit Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara pada
peserta yang memiliki faktor risiko tinggi penyakit tersebut secara lebih
dini.

Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):


1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini
mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap
gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain
itu melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang
sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan
penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis
pada tahap awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih
efektif ketika penyakit tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra,
2009).

C. Sasaran Skrining Kesehatan Kelompok Khusus


1. Sasaran individu

54
Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko
tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (TB Paru, Kusta,
Malaria, Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia) dan penderita
penyakit degeneratif.
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap
masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk
group), dengan prioritas:
a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan
kesehatan (Puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai
kartu sehat.
b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi,
penyakit menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah
kesehatan prioritas serta belum memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan
3. Sasaran kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan
terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak
terikat dalam suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu
institusi antara lain Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu
hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita penyakit
tertentu, kelompok pekerja informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi,
antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut,
rumah tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat

55
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai
risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan
pada
a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang
mempunyai:
1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan
daerah lain
2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi
dibandingkan daerah lain
3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah
lain
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria,
diare, demam berdarah, dll)
c. Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau
akibat lainnya
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
daerah terpencil, daerah perbatasan.
e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi
sulit seperti daerah transmigrasi.
Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan pengawasan akibat pertumbuhan dan
perkembangannya ( Nasrul Effendi. 1998) :
1. Kelompok ibu hamil
2. Kelompok ibu bersalin
3. Kelompok Ibu nifas
4. Kelompok bayi dan anak balita
5. Kelompok anak usia sekolah
6. Kelompok lansia

D. Bentuk Pelaksanaan Skrining Kesehatan Kelompok Khusus

56
Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan
(tes) dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada
suatu saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes
positif dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya
positif dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil
tes negatif dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua
penderita terjaring.
Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu
kelompok populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian
bila suatu penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok
populasi tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya
khusus pada wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan
terutama kepada mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus
untuk satu jenis penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak
untuk lebih dari satu penyakit (Noor, 2008).
Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan
pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko
tinggi menderita penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang
tersebut tidak menderita penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan

57
pemeriksaan tahap kedua yaitu pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya
positif maka dianggap sakit dan mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya
negatif maka dianggap tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi
hasil pemeriksaan yang negatif dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik.
Ini berarti bahwa proses skrining adalah pemeriksaan pada tahap pertama
(Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa
pemeriksaan laboratorium atau radiologis, misalnya :
a. Pemeriksaan gula darah.
b. Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.
Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :
1. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik).
2. Tidak mahal.
3. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
4. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa
(Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Contoh pemanfaatan skrining :
 Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
 Pap smear/IVA untuk mendeteksi ca cervix
 Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
 Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
 Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
 Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
(Bustan, 2000).

E. Langkah Pelaksanaan Skrining Kesehatan Kelompok Khusus


1. Tahap persiapan
- Mengidentifikasi jumlah kelompok yang ada dimasyarakat dan jumlah
panti atau pusat-pusat rehabilitative yang ada disuatu wilayah binaan.

58
- Mengadakan pendekatan sebagai penjagaan awal pembinaan kelompok
khusus terhadap institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
terhadap kelompok khusus dan kelompok yang ada di masyarakat.
- Identifikasi masalah kelompok khusus di masyarakat dan dip anti /
institusi, melalui pengumpulan data.
- Menganalisa data kelompok khusus di masyarakat dan di intitusi.
- Merumuskan masalah dan prioritas masalah kesehatan dan keperawatan
kelompok khusus di masyarakat dan di institusi.
- Mulai dari tahap mengidentifikasi masalah, analisa data, perumusan
masalah dan prioritas masalah kesehatan.keperawatan kelompok khusus
melibatkan kader kesehatan dan petugas panti.
2. Tahap perencanaa
- Menyusun perencanaan penanggungan masalah kesehatan keperawatan
bersama petugas panti dan kader kesehatan :
- Jadwal kegiatan (tujuan, sasaran, jenis pelayanan, biaya, criteria hasil)
- Jadwal kunjungan
- Tenaga pelaksana pengorganisasian kegiatan.
- Dan sebagainya.
3. Tahap pelaksanaan
Pelaksana didasarkan atas rencana kerja yang telah di sepakati bersama
yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Pelaksanaan kegiatan dapat
berupa :
- Pendidikan dan pelatihan kader dan petugas panti.
- Pelayanan kesehatan dan keperawatan.
- Penyuluhan kesehatan.
- Immunisasi.
- Penemuan kasus dini.
- Rujukan dianggap perlu.
- Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
4. Penilaian

59
Penilaian atas keberhasilan kegiatan di dasarkan atas criteria yang telah
disusun. Penilaian dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung dan
setelah kegiatan dilaksanakan secara keseluruhan. Apakah itu penilaian
terhadap program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang.

F. Indikator Skrining Kesehatan Kelompok Khusus


1. Skrining Riwayat Kesehatan
a. Proses:
• Jumlah kuesioner yang terisi data skrining
• Jumlah peserta yang dilakukan pemeriksaantindak lanjut
b. Output:
• Cakupan peserta yang berisiko tinggi
2. Deteksi Kanker
a. Proses:
• Jumlah wanita yang mendapat pelayanandeteksi Kanker Leher Rahim
dan KankerPayudara

b. Output:
• Terlaksananya pemeriksaan deteksi KankerLeher Rahim dan Kanker
Payudara sertaditemukannya peserta berisiko tinggi olehFasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama

G. Hal – hal yang perlu di perhatikan Skrining Kesehatan Kelompok


Khusus
1. Skrining Riwayat Kesehatan
a. Pengadaan formulir Skrining Riwayat Kesehatandiantisipasi supaya
tidak terjadi keterlambatandalam pelaksanaan Skrining Riwayat
Kesehatan.

60
b. Peserta sasaran diwilayah terpencil tidaktercakup, karena kondisi
geografis yang sulitdijangkau.
c. Pengisian formulir Skrining Riwayat Kesehatantidak valid dan tidak
lengkap (tidak sesuaidengan kondisi kesehatan peserta).
d. Target tidak tercapai, karena peserta tidakbersedia mengikuti program
Skrining RiwayatKesehatan (takut kondisi kesehatan diketahui).
e. Luaran data tidak valid, disebabkan karenaproses entri yang tidak
optimal.
2. Deteksi Kanker
a. Kesulitan mencari peserta sasaran (karena adabudaya tabu, takut,
malu).
b. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang melayanipemeriksaan Deteksi
Kanker terutama didaerahterpencil.
c. Ketersediaan tenaga kesehatan (Dokter atauBidan) yang mampu
melakukan pemeriksaanDeteksi Kanker (metode IVA).

A. Pengertian

Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk dan
grafein yang berarti menulis. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-
karangan mengenai penduduk (Wahit & Nurul). Menurut A. Guillard (1985),
demografi adalah elements de statisque humaine on demographic compares.
Definisi demografi antara lain sebagai berikut :

1. Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah


kependudukan, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur dan
perkembangan suatu penduduk.

2. Demografi merupakan studi statistic dan matematis tentang besar,


komposisi dan distribusi penduduk, serta perubahan-perubahannya
sepanjang masa melalui komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian,
perkawinan dan mobilitas sosial.

61
3. Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran territorial dan
komposisi penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-sebabnya.

Demografi mencakup batasan-batasan umum kematian, kelahiran, migrasi


dan perkawinan dengan proses penduduk dan hukum pertumbuhan penduduk.
Sedangkan menurut A. Laundry (1837), demografi formal bersifat analitik
matematik dan teknik-teknik sosiologikal. Demografi atau studi populasi adalah
penghubung antara penduduk dan system sosial(Wahit & Nurul)..

B. Tujuan Ilmu Kependudukan

1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah


tertentu.

2. Menjelaskan pertumbuhan, masa lampau, penurunannya dan


persebarannya.

3. Menggambarkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk


dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial.

4. Mencoba meramalkan pertumbuhan di masa akan datang dan


kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya(Wahit & Nurul).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Kependudukan

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi struktur usia penduduk adalah


fertilitas, mortalitas (kematian bayi atau infant mortality), dan migrasi.

1. Fertilitas (kelahiran)

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi


yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain,
fertilitas menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Sebaliknya,

62
fekunditas merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi
merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalis mempunyai arti sama dengan fertilitas, hanya berbeda ruang
lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk. Sedangkan natalis mencakup peranan kelahiran pada
perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Konsep-konsep yang terkait dengan fertilitas, antara lain sebagai
berikut :

a. Lahir hidup (live birth). Menurut WHO adalah suatau kelahiran


seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, di
mana bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya bernafas,
ada denyut jantung atau denyut tali pusat dan gerakan-gerakan otot.

b. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan
yang berumur oaling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-
tanda kehidupan.

c. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan usia


kehamilan kurang 28 minggu. Ada dua macam abortus, yaitu disengaja
(induced) dan tidak disengaja (spontaneous). Induced abortion dapat
dilakukan berdasarkan alasan media, misalnya karena mempunyai
penyakit jantung yang berat, sehingga membahayakan jiwa ibu dan
tidak berdasarkan alasan medis.

d. Masa reproduksi (childbearing age) yaitu masa di mana wanita mampu


melahirkan, disebut juga subur (15-49 tahun).

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengetahui tingkat fertilitas


penduduk adalah sebagai berikut :

a. Registrasi data yang tersedia, seperti statistic kelahiran (birth statistic),


kelemahannya :

63
1) Ketepatan definisi yang digunakan dan aplikasinya

2) Kelengkapan (completeness) registrasi

3) Ketepatan alokasi tempat

4) Ketepatan pengelompokan kelahiran berdasarkan karakteristik


ekonomi atau demografi

Untuk negara maju, kelemahan-kelemahan tersebut sebagian besar


sudah teratasi. Sedangkan di negara yang berkembang kelemahan
tersebut masih terasa, yang paling menonjol adalah kelemahan dalam
hal kelengkapan registrasi. Hal ini disebabkan oleh penduduk, baik
yang mempunyai anak maupun petugas registrasi tidak menyadari
pentingnya registrasi kelahiran dan tidak mengerti bagaimana
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti tanggal kelahiran anaknya,
usia ibunya dan sebagainya (Wahit & Nurul).

b. Sensus data yang tersedia berupa hal-hal dibawah ini.

1) Kompisisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin

2) Jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup

3) Jumlah anak yang dilahirkan dalam suatu periode yang lalu

(misalnya : 1 tahun yang lalu)

4) Data penduduk yang berhubungan dengan variable fertilitas

(misalnya penduduk usia kawin)

Kelemahan-kelemahan sensus adalah sebagai berikut :

1) Keterangan jumlah anak yang pernah dilahirkan sangat


berpengaruh pada daya ingat dari si ibu. Semakin tuas usia ibu
semakin besar kemungkinan melupakan jumlah anak yang pernah

64
dilahirkan. Hal ini dapat disebabkan anaknya mungkin sudah
menikah, meninggal atau tinggal bersama dengan salah satu
keluarganya di tempat lain.

2) Keterangan mengenai banyaknya anak yang lahir setahun yang


lalu bergantung pada ketepatan dalam memperkirakan jangka
waktu satu tahun sebelum sensus. Perkiraan jangka waktu ini bisa
terlalu panjang atau sebaliknya terlalu pendek.

3) Keterangan-keterangan penduduk yang dikaitkan dengan variable


fertilitas juga mengundang kesalahan pelaporan usia oleh
penduduk dan biasanya sering terjadi di negara yang sedang
berkembang.

c. Survei Data yang tersedia berupa :

1) Sama dengan data yang tersedia dari sensus

2) Keterangan tambahan mengenai fertilitas yang lebih terperinci

3) Riwayat kelahiran (birth story atau pregnancy history), mulai dari


anak pertama hingga anak terakhir

4) Status kehamilan (pregnancy status)

5) Kelemahan yang ditemui disensus juga berlaku di dalam survei,


karena kedua jenis sumber data tersebut berdasarkan informasi
mengenai kejadian kelahiran (birth event) yang sudah lampau.

Seperti halnya angka mortalitas, angka fertilitas pun diukur


berdasarkan pembagian jumlah kejadian (events) dengan penduduk yang
menanggung risiko melahirkan (exposed risk). Walaupun demikian, ada
beberapa persoalan yang dihadapi dalam hal pengukuran fertilitas yang
tidak dijumpai dalam pengukuran mortalitas, yaitu :

65
a. Suatu angkat (rate) menunjukkan ukuran untuk jangka waktu. Angka
fertilitas menunjukkan dua piligan jangka waktu, pertama untuk
jangka pendek biasanya 1 tahun, sedangkan pilihan kedua adalah
jumlah kelahiran selama masa reproduksi.

b. Suatu kelahiran melibatkan kedua orang tuanya, sehingga


memungkinkan timbulnya keinginan untuk mengukur fertilitas
berdasarkan sifat-sifat ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Namun
informasi yang dikumpulkan biasanya hanya yang berhubungan
dengan si ibu. Sehingga dengan sendirinya pengukuran fertilitas hanya
berdasarkan sifat-sifat ibu saja. Walaupun demikian, cara yang
digunakan untuk pengukuran fertilitas terhadap wanita seperti yang
telah disebutkan sebenarnya dapat juga digunakan untuk mengukur
fertilitas dari pria.

c. Penentuan penduduk yang exposed to risk di dalam pengukuran


fertilitas sangat sulit. Tidak setiap orang mempunyai risiko
melahirkan. Walaupun yang masih kanak-kanak dan yang tua bisa
dengan mudah dipisahkan, tetapi tidak semua wanita yang berumur di
antara kedua kelompok tersebut menanggung risiko melahirkan.

d. Sangat sulit membedakan live birth dan still birth

e. Melahirkan lebih dari satu kali adalah hal yang bisa terjadi pada
seorang istri. Oleh karena itu, ada unsur pilihan antara melahirkan lagi
atau tidak. Pilihan ini bergantung pada beberapa hal seperti
pendidikan, status ekonomi, jumlah anak yang telah mereka miliki,
dan lain lain.

Ukuran Dasar Dalam Pengukuran Fertilitas

Ada dua macam pendekatan, yaitu Yearly Performance (Current Fertility)


Dan Reproductive History (Cumulative Fertility).

66
1) Yearly Performance (Current Fertility)

Mencerminkan fertilitas dari suatu kelompok penduduk untuk jangka


waktu satu tahun.

a. Crude Birth Date (CBR) Atau Angka Kelahiran Kasar

Rumus :

CBR = B/R x K
Keterangan :
B : banyaknya kelahiran selama 1 tahun
R : banyaknya penduduk pada pertengahan tahun
K : bilangan konstanta, biasanya 1.000

Contoh :
Banyaknya kelahiran di Gresik pada tahun 2008 adalah 182.880
orang bayi. Banyaknya penduduk gresik pada pertengahan tahun
2008 sebesar 4.546.942 orang.
Maka CBR = 182.880/4.546.942 x 1.000 = 40 per seribu penduduk

Kelebihan CBR adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya


memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk setengah tahun. Sedangkan kelemahannya tidak
memisahkan penduduk laki-laki dan perempuan yang masih
kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas.

b. General Fertility Rate (GFR) Atau Angka Kelahiran Umum

GFR adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita yang berumur


15-49 atau 15-44 tahun.

Rumus :
GFR = B / Pf15-49 x K
Atau
GFR = B / Pf15-44 x K
Keterangan :
B : banyaknya kelahiran selama 1 tahun

67
Pf15-49 : banyaknya penduduk wanita yang berumus 15-
49 tahun pada pertengahan tahun
Pf15-44 : banyaknya penduduk wanita yang berumus 15-
44 tahun pada pertengahan tahun
k : bilangan konstanta, biasanya 1.000

Kelebihannya adalah ukuran ini hanya memasukkan wanita yang


berusia 15-19 tahun, sedangkan kelemahannya ukuran ini tidak
membedakan risiko melahirkan berbagai kelompok usia.

2) Reproductive History (Cumulative Fertility).

a. Child Woman Ratio (CWR)

Hubungan dalam bentuk rasio antara jumlah anak dibawah 5


tahun.
Rumus :
CWR : P0-4 / Pf15-49 x k
Atau
CWR : P0-4 / Pf15-44 x k
Keterangan :
P0-4 : banyaknya penduduk usia 0-4 tahun
Pf15-49 : banyaknya penduduk wanita yang berumus 15-
49 tahun padapertengahan tahun
Pf15-44 : banyaknya penduduk wanita yang berumus 15-
44 tahun pada pertengahan tahun
k : bilangan konstanta, biasanya 1.000

kelebihan metode ini adalah data yang diperlukan tidak


memerlukan pernyataan khusus, sedangkan kelemahannya
langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak
serta dipengaruhi oleh tingkat mortalitas anak di bawah 1 tahun
lebih besar dari orang tua.

Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas


Ada tiga tahap penting dari proses reproduksi :

68
1) Tahap hubungan kelamin (intercourse)

Pada tahap ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :

- Usia memulai hubungan

- Lamanya status pernikahan

- Abstinensia sukarela

- Abstinensia terpaksa, misalnya sakit atau berpisah


sementara

2) Tahap konsepsi

Pada tahap ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :

- Fekunditas atau infekunditas disebabkan hal-hal yang tidak


disengaja

- Pemakaian kontrasepsi

- Fekunditas terpaksa yang disebabkan hal-hal yang


disengaja, misalnya sterilisasi

3) Tahap kehamilan

Berikut ini adalah dua hal yang memengaruhi kehamilan.

- Mortalitas janin karena sebab-sebab yang tidak disengaja

- Mortalitas janin karena sebab-sebab yang disengaja

2. Mortalitas (kematian)

Mortalitas salah satu diantara tiga komponen demografi yang


memengaruhi perubahan penduduk. Konsep yang terkait mortalitas ada
tiga keadaan vital yaitu : (1) lahir hidup (live birth), yaitu peristiwa
keluarnya hasil konsepsi dari Rahim seorang ibu secara lengkap, (2) mati

69
(death) adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen, (3) lahir mati (fetal death) adalah peristiwa
menghilangnya tanda-tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil
konsepsi tersebut dikeluarkan dari Rahim ibunya (sumber : united nation
dan WHO).

Ukuran Kematian (CDR)


Ukuran kematian menunjukkan suatu angka atau indeks untuk
menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian penduduk.

1) Angka Kematian Kasar

Angka kematian kasar ialah jumlah kematian pada tahun tertentu


dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut.
Rumus :
CDR = D / P x K
Keterangan :
D : jumlah kematian pada satu tahun
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun
K : bilangan konstanta, 1.000

2) Angka Kematian Menurut Usia

Risiko kematian berbeda antara satu kelompok penduduk dan


kelompok penduduk lainnya. Dalam hal ini risiko kematian relative
tingga pada usia yang sangat muda dan usia tua.

3) Angka Kematian Bayi

Angka kematian bayi merupakan salah satu indicator penting dalam


menentukan kesehatan masyarakat.
Angka kematian bayi = B / P x K
Keterangan :
B : jumlah kematian bayi umur dibawah 1 tahun selama tahun X
P : jumlah kelahiran bayi pada tahun X
K : angka konstanta, 1000

3. Migrasi

70
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan menetap
disuatu wilayah lain melampaui batas politik/negara ataupun natas
administrative suatu negara.
Jenis-jenis migrasi :

a. Migrasi masuk (in migration), yaitu masuknya penduudk ke suatu


daerah tempat tujuan (area of destination)

b. Migrasi keluar (out migration), yaitu perpindahan penduduk keluar


dari suatu daerah asal (area of origin)

c. Migrasi netto (net migrasion), yaitu selisih antara jumlah migrasi


masuk dan migrasi keluar. Apabila migrasi yang masuk lebih besar
daripada migrasi keluar, maka disebut migrasi netto positif, tapi jika
migrasi keluar lebih besar daripada migrasi masuk disebut migrasi
netto negatif.

d. Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari suatu daerah untuk


menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah republic
Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasan-
alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan
yang diatur Undang-Undang Transmigrasi dan Undang-undang No.3
Tahun 1972

e. Urbanisasi yaitu bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di


daerah kota disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota
atau akibat perluasan daerah kota.

f. Arus migrasi yaitu jumlah perpindahan yang terjadi dari daerah asal ke
daerah tujuan dalam jangka waktu tertentu.

g. Migrasi partial yaitu jumlah migran ke suatu daerah tujuan dari satu
daerah asal atau dari daerah asal ke suatu daerah tujuan. Migrasi ini
merupakan ukuran dari arus migrasi antara dua daerah asal dan tujuan

71
Faktor Yang Mempengaruhi Migrasi

Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi,


yaitu faktor pendorong dan faktor penarik :

1) Faktor pendorong migrasi

- Makin berkurangnya sumber-sumber alam, yaitu menurunnya


permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin
susah, seperti hasil tambang, bahan baku kayu, hasil pertanian,
industry dan lain

- Menyempitnya lapangan pekerjaan seperti di desa dengan


masuknya teknologi (mesin-mesin) sebagai penggantinya tenaga
manusia.

- Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama dan suku


di daerah asal

- Tidak cocok lagi dengan adat atau budaya di tempat asal

- Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa


mengembangkan karier pribadi.

2) Faktor penarik migrasi

- Adanya rasa superior di tempat baru atau kesempatan di lapangan


kerja yang cocok

- Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi

- Kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi

- Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan,


misalnya iklim, perumahan, sekolah dan lain

- Adanya ajakan orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung

72
- Adanya aktivitas-aktivitas dikota besar, tempat-tempat hiburan,
pusat kebudayaan sebagai faktor penarik bagi orang-orang desa
atau kota kecil.

D. Transisi Demografi

Angka kelahiran dan kematian

50

TINGKAT KELAHIIRAN
I II III IV TINGKAT KEMATIAN
40

Gambar Transisi Demografi


30
Keterangan :

1. Stabil tinggi : kelahiran tinggi, kematian tinggi

2. Stabil rendah : kelahiran rendah, kematian rendah

3. Dari stabil tinggi ke stabil rendah melalui tahapan transisi (tahap I-IV)

Tahap I : pratransisi

Angka kelahiran tinggi, kematian tinggi. Mengapa ?karena manusia


masih sangat bergantung pada alam seperti musim panen, disamping itu
banyak peperangan, penyakit dan lain-lain. Jadi kelahiran yang tinggi
merupakan kompensasi dari kematian yang tinggi

Tahap II

73
Ada keterlibatan pemerintah, angka kematian menurun, angka
kelahiran meningkat karena masyarakat tidak tahu adanya penurunan
kematian. Sehingga terjadilah peledakan penduduk dan terjadi krisis pangan.

Tahap III

Tahap ini pada garis di mulailah revolusi industry yang


mempekerjakan orang usia produktif laki-laki dan perempuan sehingga pada
tahap ini kelahiran menurun.

Tahap IV

Pada akhirnya industry membawa dampak penurunan pertambahan


kelahiran, karena orang sudah berubah pola pikirnya. Mereka memilih tidak
punya anak/tidak menikah karena dirasakan lebih menguntungkan.

Transisi di Indonesia

Sebelum merdeka angka kelahiran tinggi, kematian tinggi (Karena


budaya, seperti orang Jawa, adanya istilah anak ontang-anting, pendawa lima
dan lain). Transisi dimulai pada tahun 1966 dengan adanya angka kelahiran
yang tinggi dan kematian rendah. Program keluarga berencana dimulai pada
tahun 1970-an.

E. Masalah Kependudukan di Indonesia

Berikut ini adalah masalah kependudukan yang ada di Indonesia

1. Jumlah penduduk relative besar, pada tahun 2000 diperkirakan 200 juta

2. Laju pertumbuhan penduduk tinggi pada tahun 1971-1980 = 2,32%

3. Kepadatan penduduk dan penyebaran tidak merata

4. Susunan usia penduduk tidak seimbang

74
5. Mobilitas tidak serasi dan arus urbanisasi tinggi (Wahit & Nurul).

F. Kebijakan Kependudukan

Kebijakan kependudukan merupakan gejala yang relative baru.


Kebijakan dapat meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang
menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan
kesejahteraan, serta usaha-usaha untuk menambah kesejahteraan penduduk
lainnya. Berbagai kebijakan itu mempengaruhi penduduk, baik mengenai
besar komposisi, distribusi, pertumbuhannya, maupun ciri-ciri penduduk yang
lain. Kebijakan kependudukan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
merupakan langkah dan program yang membantu tercapainya tujuan ekonomi,
sosial, demografi dan tujuan-tujuan umum lain dengan jalan memengaruhi
variabel-variabel demografi utama, yaitu besar dan pertumbuhan penduduk,
serta perubahan dan ciri-ciri demografinya. Perlu dibedakan antara kebijakan
yang memengaruhi variable kependudukan maupun yang menggapai
perubahan penduduk. Kebijakan yang memengaruhi variable kependudukan,
misalnya mengadakan vaksinasi anak-anak dengan tujuan menyelamatkan
mereka dari berbagai penyakit yang berbahaya (Wahit & Nurul).
Kebijakan yang menanggapi perubahan penduduk antara lain
pendirian sekolah-sekolah untuk menampung peningkatan jumlah anak-anak
yang disebabkan oleh penurunan angka kematian anak-anak. Kebijakan
kependudukan berhubungan dengan keputusan pemerintah. Dengan merujuk
pada kelahiran, kematian dan perbesaran penduduk pemerintah menyusun
kebijakan yang memengaruhi penduduk (Wahit & Nurul).

Kebijakan Kependudukan Di Indonesia


Kebijakan yang menyangkut distribusi penduduk sesudah diikuti sejak
permulaan abad ke-19 oleh pemerintah Hindia Belanda. Jawa diperkirakan
hanya mampu menampung 30 juta penduduk dan selebihnya harus di
transmigrasikan. Undang-undang No. 3 Tahun 1972 memberikan tujuan yang

75
luas pada transmigrasi di mana pertimbangan demografi hanya merupakan
satu dari 7 sasaran yang terdiri atas :

1. Peningkatan taraf hidup

2. Pembangunan daerah

3. Keseimbangan penyebaran penduduk

4. Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia

5. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia

6. Kesatuan dan persatuan bangsa

7. Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional

Kebijakan kependudukan telah dirumuskan dalam GBHN. Kebijakan


ini merupakan bagian dari kebijakan kependudukan yang meliputi :

1. Bidang pengendalian kelahiran

2. Penurunan tingkat kematian terutama kematian anak-anak

3. Perpanjangan harapan hidup

4. Penyebaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang

5. Pola urbanisasi yang lebih berimbang dan merata

6. Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja

Kebijakan kependudukan utama di Indonesia adalah Kebijakan


Keluarga Berencana. Kebijakan ini sudah diketahui oleh semua petugas KB
maupun masyarakat.

1. Program KB sesuai dengan Deklarasi PBB mengenai kependudukan di


mana Presiden Soeharto ikut menandatangai deklarasi ini. Kebijakan
pemerintah yang menjadi komitmen pimpinan tertinggi untuk

76
melaksanan program KB merupakan salah satu produk “Orde Baru”
yang paling penting dengan jangkauan yang jauh.

2. Kenyataan bahwa dukungan masyarakat cukup besar dari golongan


maupun secara prinsipil tidak ada terhadap program KB.

3. Indonesia dapat membuktikan bahwa KB dapat dilaksanakan di


daerah pedesaan secara efektif. Kegagalan program KB di negara-
negara lain karena dimulai pada spek teknis media, yaitu pengadaan
klinik-klinik KB.

4. Menjadikan KB sebagai suatu lembaga atau pranata sosial, maka KB


diusahakan untuk menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat
dalam bentuk Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).

5. Usahakan untuk melaksanakan kegiatan beyond family gathering.


Konsep ini sebenarnya usaha untuk mempertemukan tiga pandangan,
diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pandangan yang menyatakan bahwa penurunan fertilitas hanya


dapat dicapai melalui pembangunan ekonomi. Apablia ekonomi
terbangun, fertilitas akan turun dengan sendirinya.

b. Pandangan bahwa perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang


mengurangi peranan anak dalam kehidupan keluarga dan sebagai
jaminan hari tua maupun tenaga bantu untuk keluarga.

c. Pandangan bahwa dengan program KB yang dikelola dengan baik,


fertilitas akan dapat diturunkan

2.1 Pengertian Pemberdayaan Komunitas

Pengertian Komunitas menurut Kertajaya Hermawan (2008), adalah


sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya,

77
dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para
anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.
Menurut McMillan dan Chavis (1986) mengatakan bahwa komunitas merupakan
kumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat
diantara satu dan lainnya dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan
terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama
Community is “ a feeling that members have of belonging, a feeling
that members matter to one another and to the group, and a shared faith that
members needs will be meet through their commitment to be together “ –
McMillan & Chavis (1986)
Jauh sebelum McMillan & Chavis mengutarakan pendapatnya tentang
komunitas, Hillery, George Jr. (1955) telah mengutarakan terlebih dulu dengan
melakukan studi tentang komunitas dalam psikologi rural, komunitas adalah hal
yang dibangun dengan fisik atau lokasi geografi (Physical or geographical
location) dan kesamaan dasar akan kesukaan (interest) atau kebutuhan (needs).
Community bounded by Physical or geographical location
(Neighborhood, School) and Basic of Common Interests, Goals or needs
(Sporting, hobby or political groups) – Hillery, George, Jr (1955)
Definisi komunitas adalah individu atau orang – orang yang
mempunyai kesamaan karakteristik seperti kesamaan geografi, kultur, ras,
agama, atau keadaan sosial ekonomi yang setara. Komunitas dapat didefinisikan
dari lokasi, ras, etnik, pekerjaan, ketertarikan pada suatu masalah – masalah atau
hal lain yang mempunyai kesamaan
Pemberdayaan komunitas adalah sebagai subjek sekaligus objek dari
sistem kesehatan. dalam dimensi kesehatan, pemberdayaan merupakan proses
yang dilakukan oleh komunitas (dengan atau tampa campur tangan pihak luar)
untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya yang secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam kesehatan komunitas.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,

78
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Supardan, 2013).
Pemberdayaan komunitas yang disebut Community Development
adalah sebuah proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka
meningkatkan kapasitas dari sebuah komunitas, mendukung pembangunan
berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup komunitas (United States
Departement of Agriculture, 2005). Community Development tidak bertujuan
untuk mencari dan menetapkan solusi, struktur penyelesaian masalahatau
menghadirkan pelayanan bagi komunitas. CD adalah bekerja bersama komunitas
sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalah, serta terbuka
untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses
pengambilan keputusan (Standing Conference for Community Development,
2001). Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam
peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat
dan derajat kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan
kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan
memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan (Wahyudin,
2012)
Menurut definisinya, pemberdayaan komunitas dapat diartikan sebagai
upaya peningkatan kemampuan komunitas (miskin) untuk berpartisipasi,
bernegosiasi, memengaruhi dan mengendalikan kelembangaan komunitas secara
bertanggung-gugat demi perbaikan kehidupannya. Pemberdayaan dapat juga
diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowermnet) atau kekuatan
(strength) kepada komunitas. Keberdayaan komunitas adalah unsur-unsur yang
memungkinkan komunitas mampu bertahan (survive) dan (dalam pengertian
yang dinamis) maupun mengembangkan diri untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Oleh karena itu, memberdayakan komunitas merupakan upaya untuk (terus-
menerus) meningkatkan harkat dan mertabat lapisan komunitas “bawah” tidak

79
mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
Dengan kata lain memberdayakan komunitas adalah meningkatkan kemampuan
dan meningkatkan kemandirian komunitas.
2.2 Tujuan Pemberdayaan Komunitas

Tujuan pemberdayaan komunitas adalah memampukan dan


memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan,
kesenjangan serta ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator :
pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi atau layak. Kebutuhan dasar
itu, mencakup : pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan dan transportasi.
Sedangkan keterbelakangan, misalnya : produktivitas yang rendah, sumber daya
manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada
sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal dan tradisional
karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.
Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural
(kebijakan) dan kultural. (Sari, 2016). Tujuan pemberdayaan komunitas secara
rinci :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat


berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

3. Meningkatkan taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses pada sumber-


sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan
kerja, dan pasar.

4. Perluasan prasarana dan sarana seperti sistem irigasi, akses transportasi,


listrik, hingga bangunan sosial seperti sekolah dan layanan kesehatan yang
dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

80
5. Ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran
terutama pada desa tertinggal.

6. Meningkatkan kemandirian dan swadaya masyarakat untuk memajukan


kehidupan mereka menjadi lebih baik secara berkelanjutan.

2.3 Manfaat Pemberdayaan Komunitas

Pemberdayaan komunitas ialah upaya atau proses untuk menumbuhkan


kesadaran, kemauan, dan kemampuan komunitas dalam mengenali, mengatasi,
memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri
(Notoatmodjo, 2007). Batasan pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi
upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga secara bertahap tujuan
pemberdayaan komunitas bertujuan untuk:

1. Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan


individu, kelompok, dan komunitas.
2. Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka.
3. Menimbulkan kemampuan komunitas untuk mendukung terwujudnya tindakan
atau perilaku sehat.
Manfaat Pemberdayaan Komunitas secara rinci:
1. Mengurangi kesenjangan sosial seperti dalam contoh kesenjangan sosial di
lingkungan masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal. Misalnya
pemberdayaan komunitas dengan melakukan gotong royong untuk
pembangunan gapura desa, membuat kelompok usaha olahan pangan, dan lain
sebagainya.

2. Mengurangi kesenjangan sosial menggunakan pendekatan kelestarian


lingkungan. Kelestarian lingkungan alam yang tidak dijaga akan
mengakibatkan semakin berkurangnya sumber daya alam yang tidak dijaga

81
akan mengakibatkan semakin berkurangnya sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia.

3. Mengatasi kesenjangan sosial berdasarkan pembangunan berorientasi pada


pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana, efisien, dan memerhatikan keberlanjutan pemanfaatannya
baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang.

4. Memacu perkembangan dan penggunaan bakat atau kemampuan terpendam


pada tiap individu

5. Komunitas dan masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai manajemen,


pengelolaan mutu, teknik, ketrampilan dan metodologi yang baik sehingga
dapat meningkatkan perbaikan pada kinerja usahanya.

6. Peningkatan kesejahteraan dalam jangka panjang

7. Peningkatan secara berkelanjutan dan menyeluruh

8. Memberikan peningkatan penghasilan komunitas dan masyarakat sekitar

9. Memberikan perbaikan penghidupan di masyarakat dan kelompok yang


memiliki penghasilan di bawah rata-rata (kecil)

10. Memberikan peningkatan penggunaan sumber-sumber pengembangan secara


efektif dan efisien

11. Memberikan pengembangan dan pemberian yang efektif, tepat sasaran, dan
efesien.

Suatu komunitas dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila:


1. Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka

82
sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan
makanan, perumahan dan sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang
menimbulkan gangguan kesehata.
2. Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali
potensi-potensi komunitas setempat.
3. Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman
kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan.
4. Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui
berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan
sebagainya.

Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan komunitas


1. Memfasilitasi komunitas melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program
pemberdayaan komunitas meliputi pertemuan dan pengorganisasian komunitas.
2. Memberikan motivasi kepada komunitas untuk bekerja sama dalam
melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar komunitas mau berkontribusi
terhadap program tersebut.
3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada komunitas
dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.

2.4 Prinsip Pemberdayaan Komunitas

Rubin (dalam Sumaryadi,2015:94-96) mengemukakan lima prinsip dasar


pemberdayaan komunitas yang telah lama dikenal dan diaplikasikan,
diantaranya :
1. Pemberdayaan komunitas memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang
dikelolanya, meskipun berbeda dengan organisasi bisnis, di mana dalam
pemberdayaan komunitas keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali
dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.
2. Pemberdayaan komunitas selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

83
3. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas, kegiatan pelatihan
merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.
4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan
sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan
5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai
penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan
kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.

2.5 Strategi-strategi yang Diaplikasikan Dalam


Pemberdayaan Komunitas

Dalam rangka pemberdayaan komunitas, bisa dilakukan beberapa strategi


yaitu :
a. melakukan penguatan lembaga dan organisasi komunitas guna mendukung
peningkatan posisi tawar dan akses komunitas untuk memperoleh dan
memamfaatnya imput sumber daya yang dapat meningkatakan kegiatan
ekonomi;
b. mengembangkan kapasitas komunitas melalui bantuan peningkatan
keterampilan dan pengetahuan, penyediaan prasarana dan serana seperti,
modal, imformasi pasar dan tehnologi, sehingga dapat memperluas kerja dan
memberikan pendapatan yang layak, khususnya bagi keluarga dan kelompok
komunitas yang miskin;
c. mengembangkan sistem pelindungan sosial terutama bagi komunitas yang
terkena musibah bencana alam dan komunitas yang terkena dampak krisis
ekonomi;
d. Menguragi berbagai bentuk pengaturan yang mehambat komunitas untuk
mambangun lembaga dan organisasi guna penyaluran pendapat, melakukan
interaksi sosial untuk membangun kesepakatan antara kelompok komunitas
dan dengan organisasi sosial politik;

84
e. Membuka ruang gerak yang seluas-luasnya bagi komunitas untuk melibat
dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan publik melalui
pengembangan forum lintas yang dibangun dan dimiliki komunitas
setempat;
f. mengembangkan potensi komunitas untuk membangun lembaga dan
organisasi keswadayaan komunitas di tingkat lokal dan memperkuat
solidaritas dan ketahanan sosial komunitas dalam memecahkan berbagi
masalah kekomunitasan dan khususnya untuk membantu komunitas miskin
dan rentan sosial.

2.6 Program Pemberdayaan Komunitas


Untuk mendukung amanat GBHN 1999-2006, program-program
pembangunan yang akan dilaksanakan untuk meningkatakn pemberdayaan
komunitas adalah sebagai berikut ‘
a. Program Penguatan Organisasi Komunitas
Tujuan program adalah meningkatkan kapasitas organisasi sosial dan
ekonomi komunitas yang dibentuk oleh komunitas setempat sebagai wadah
bagi pengemabangan interaksi sosial, pengololaan poternsi komunitas
setempat dan sumber daya dati pemerintah. Serta wadah partisipasi dalam
pengambilan keputusan publik.sasaran yang ingin dicapai adalah
berkembangnya organisasi sosial dan ekonomi komunitas setempat yang
dapat maningkatkan ekonomi, sosial dan politik.
b. Program Pemberdayaan Komunitas Miskin
Program ini merupakan bagian yang tidak terpoisahkan dari program
penanggulangan kemiskinan. Tujuan poram ini adalah meningkatakan
kemampuan dan keberdayaan keluarga dan kelompok komunitas miskin
melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa sarana dan
prasaran sosial ekonomi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan perdiayaan
sumber daya produksi, miningkatkan kegiatan usaha kecil, menengah, dan
imformal dipedesaan dan perkotaan, mengembangkan sistem pelindungan

85
sosial bagi keluarga dan kelompok komunitas yang rentang sosial dan tidak
mampu mangatasi dan akibat goncangan ekonomi, terkena sakit atau cacat,
korban kejahatan dan berusia lanjut dan berpotensi menjadi miskin. Sasaran
yang dicapai dari program ini adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin
dan kelompok komunitas yang miskin dan berpotensi menjadi miskin.

Kegitan pokok yang dilakukan adalah :


a) Peningkatan kemampuan pemerintah daerah untuk membantu
pengembangan jaringan kerja keswadayaan;
b) Pelngembangan kapasitas lembaga-lembaga keswadayaan;
c) Pengemabangan forum komunikasi antar tokoh penggerak kegiatan
keswadayaan;
d) Pengembangan kemitraan lintas pelaku dalam kegiatan keswadayaan;
e) Penghapusan berbagai aturan yang mehambat pengembangan lembaga dan
organisasi kewasdayaan komunitas.

2.7 Upaya Pemberdayaan Bersumber Daya Komunitas ( UKBM )


1. Pos Pelayanan Terpadu ( Posyandu )
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling mekomunitaskan dewasa ini.
Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi,dan
penanggulangan Diare.terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap
penurunan angka kematian bayi . sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan
komunitas yang langsung bersentuhan dengan komunitas level bawah , sebaiknya
posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh
mendeteksikan permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai
daerah.permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan
masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah
dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh. Kegiatan
posyandu lebih di kenal dengan sistem lima meja yang, meliputi :
a. Meja 1 : Pendaftaran

86
b. Meja 2 : Penimbangan
c. Meja 3 : Pengisian Kartu Menuju Sehat
d. Meja 4 : Penyuluhan Kesehatan pembarian oralit Vitamin A ,dan tablet besi
e. Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan,serta pelayanan keluarga berencana.
2. Pondok Bersalin Desa ( Polindes )
Pondok bersalin desa merupakan wujud peran serta komunitas dalam
pemeliharaan kesehatan ibu dan anak . UKBM ini dimaksudkan untuk menutupi
empat kesenjangan dalam KIA ,yaitu kesenjangan geografis ,kesejangan
informasi, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial budaya.
Keberadaan bidan ditiap desa diharapkan mampu mengatasi kesenjangan
geografis, sementara kontak setiap saat dengan dengan penduduk setempat
diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi. Polindes
dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi , sehingga
tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya,sememtara tarif pemeriksaan
ibu ,anak dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD diharapkan
mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.

3. Pos Obat Desa ( POD )


Pos obat desa merupakan wujud peran serta komunitas dalam hal
pengobatan sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif
sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di laksanakan
di posyandu.
Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di
sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD itu
antara lain :
a. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
b. POD yang di integrasikan dengan Dana Sehat ;
c. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu:
d. POD yang dikaitkan dengan pokdes/ polindes ;

87
e. Pos Obat Pondok Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok
pesantren ;
f. Dan sebagainya .
POD jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit –
unit desa, maka seluruh ,diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya
mengembangkan Pos Obat Desa masing – masing.

4. Dana Sehat
Dana telah dikembangkan pada 27 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota.
Dalam implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain
sebagai berikut.
f) Dana sehat pola Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34
kabupaten dan telah mencakup 12.366 sekolahan.
g) Dana sehat pola pembangunan Kesehatan Komunitas Desa (PKMD)
dilaksanakan pada 96 kabupaten.
h) Dana sehat pola pondok Pesantren, dilaksanakan pasa 39 kabupaten/kota.
i) Dana sehat pola koperasi Unit Desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23
kabupaten, terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
j) Dana sehat yang dikembangkan Lembaga Swadaya Komunitas (LSM),
dilaksanakan pada ta.
k) Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir
angkutan kota dan lain-lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota..
Seharusnya dana sehat merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi anggota komunitas yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti
askes, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi
sebagai wahana memandirikan komunitas,yang pada giliranya mampu
melestarikan kegiatan UKMB setempat. Oleh karena itu, dana sehat harus
dikembangkan keseluruh wilayah.kelompok sehingga semua penduduk terliput
oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.

5. Lembaga Swadaya Komunitas (LSM)

88
Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya komunitas (LSM),
namun sampai sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan
hanya 105 organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat
digolongkan manjadi LSM yang belum mempunyai kegiatannya bidang
kesehatan atau LSM yang aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM khusus
antara lain, organisasi profesi kesehatan, organisasi swadaya internasional.
Dalam hal ini kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a. meningkatkan peran serta komunitas termasuk swasta pada semua tingkatan:
b. membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi
kekomunitasan.
c. Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada
organisasi kekomunitasan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan
dengan kemapuan sendiri.
d. Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan
kesehatan.
e. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk berkiprah
dalam bidang kesehatan.

6. Upaya Kesehatan Tradisional


Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah dihalaman atau
ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat.
Dikaitkan dengan peran serta komunitas, TOGA merupakan wujud partisipasi
mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan
memanfaatkan obat tradisinal. Fungsi utama dari TOGA adalah menghasilkan
tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga dan meningkatan
kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan.
Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat digunakan untuk
memperbaiki gizi komunitas, upaya pelestarikan alam dan memperindah tanam
dan pemandangan.

89
7. Upaya Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja menjadi semakin penting pada industrilisasi
sekarang ini. Pertumbuhan industri yang pesat membuat tenaga kerja formal
semakin banyak, yang biasanya tetap diiringi oleh meraknya tenaga tenaga kerja
imformal. Salah satu wujud upaya kesehatan kerja adalah dibentuknya Pos
Upaya kesehatan kerja (Pos UKK) di sektor informal dan pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sektor formal.
Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) untuk operasional OKMD di
lingkungan pekerja merupakan wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan
kesehatan pekerja yang terencana, teratur dan berkesinambungan yang di
selenggarakan oleh komunitas pekerja atau kelompok pekerja yang memiliki
jenis kegiatan usaha yang sama dan bertujuan untuk maningkatkan produktivitas
kerja. Dengan demikian, implamentasi selalu mencakup tiga pilar PKMD, yaitu
adanya kerjasama lintas sektor, adanya pelayanan dasar kesehatan kerja, dan
adanya peran serta komunitas. Jumlah Pos Upaya Kesehatan Kerja ( Pos UKK)
sampai dengan tahun 2003 tercatat sebanyak 9.139 UKK (Profil Kesehatan 2003)
8. Upaya Kesehatan Dasar Swasta
Upaya kesehatan dasar swasta dapat dikelompokkan menjadi :
l) kelompok pelayanan swasta dasar di bidang medik, meliputi Balai Kesehatan
Ibu dan anak (BKIA), Balai pengobatan (BP) Swasta dan Rumah bersalin
(RB):
m) kelompok berdampak kesehatan, meliputi salon kecantikan, pusat
kebugaran, dan sebagainya:
n) kelompok tradisional, meliputi tabib, sinshe, panti pijat, dukun patah tulang,
yang pembinaan teknisnya dilakukan oleh upaya kesehatan tradisional
(Ukestra)

9. Kemintraan LSM dan Dunia Usaha


Lembaga Swadaya Komunitas (LSM) merupakan organisasi non
pemerintah ( Nom Governmental organization/ NGO) yang sebenarnya

90
mempunyai bebeerapa potensi yang bisa digunakan untuk meningkatkan derajat
kesehatam komunitas, antara lain dalam hal community development, pemberi
pelayanan kesehatan, pelatihan untuk berbagai macam bidang, dan
penghimpunan dana komunitas untuk kesehatan.
Untuk meningkatkan fungsi LSM, forum komunikasi ditingkatkan menjadi
jejaring LSM yang ternyata berkembang beberapa peminatan. Ada beberapa
kelompok peminatan kesehatan, yaitu :
a. Pembangunan Kesehatan Fungsi Komunitas Desa (PKMD) /Primary health
Care (PHC)
b. Keluarga berencana /Kesehatan Ibu dan Anak (KB/KIA)
c. Penyakit Menular Seksual (PMS/AIDS)
d. Kesehatan anak, ramaja, dan generasi muda
e. Kesehatan wanita
f. Pengobatan tradisional
g. Kesehatan kerja
h. Kesehatan lingkungan/air bersih
i. Penyakit menular
j. Klinik/ balai pengobatan
10. Kader Kesehatan
Kader di indonesia merupakan sosok insan yang menarik perhatian khalayak.
Kesederhanaannya dan asalnya yang dari komunitas setempat, telah membuat
kader begitu dekat dengan komunitas membuat alih pengetahuan dan olah
keterampilan dari kader kepada tetangganya demikian mudah. Kedekatanya
dengan petugas puskesmas telah membuat mereka menjadi penghubung yang
andal antara petugas kesehatan dengan komunitas. Profil kader yang paling
dikenal adalah kader posyandu. Melejitnya jumlah dan peran posyandu dalam
keberhasilan program keluarga berencana dan kesehatan. Telah turut mengangkat
kepopelaran kader posyandu di Indonesia. Peran PKK (Pembinaaan
Kesejahteraan Keluarga) dalam kader ini sangat besar, karena kampir seluruhnya
kader posyandu atau kader PKK adalah wanita. Tim Penggerak PKK dari mulai

91
tingkat pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan dan desa/kelurahan, selalu
berupaya melakukan penggerakan dan pembinaan intensif terhadap kader PKK
yang menjadi tulang punggung kegiatan posyandu.

11. Bentuk UKBM Yang Lain


Bentuk upaya kesehatan bersumber daya komunitas yang lain adalah
sebagai berikut :
o) Suatu karya bhakti Hasuda (SBH) merupakan bentuk partisipasi generasi
muda khususnya pramuka dalam bidang kesehatan.
p) Upaya Kesehatan Gizi Komunitas Desa (UKGMD), merupaka wujud peran
serat komunitas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.
q) Pemberantasan Penyakit Menular melalui pendekatan pembangunan
kesehatan komunitas desa(P2M-PKMD) merupakan bentuk peran serta
komunitas dalam penangulangan penyakit menular yang banyk di derita
penduduk setempat.
r) Desa percontohan kesehatan lingkungan (DPKL), merupakan wujud peran
serta komunitas dalam program menyediakan air bersih dan perbaikan
lingkungan pemukiman. Melalui kegiatan ini diharapkan cukupan
penyediaan air bersih dan rumah sehat menjadi semakin tinggi.
s) Pos kesehatan pondok pesantren (Poskestren), merupakan wujud partisipasi
masyarkat pondok pesantren dalam bidang kesehatan. Biasanya dalam
poskestren ini muncul kegiatan, antara lain pos obat pondok pesantren
(POP), santri hasada ( kader kesehatan di kalangan santri), pusat informasi
kesehatan di pondok pesantren, dan upaya kesehatan lingkungan di sekitar
pesantren.
t) Karang Werda, merupakan wujud peran serta komunitas dalam
upayakesehatan usia lanjut, misalnya pos pembina terpadu lansia (posbindu
lansia atau posyandu usila).
u) Dan masih banyak lagi bentuk UKBM yang lain.

92
4. Pengertian Kerjasama Lintas Program dan Sektor
Kerjasama lintas program merupakan kerjasama yang dilakukan antara
beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Kerjasama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan beberapa
program terkait yang ada di puskesmas. Tujuan khusus kerjasama lintas program
adalah untuk menggalang kerjasama dalam tim dan selanjutnya menggalang
kerjasama lintas sektoral (Notoatmodjo, 2003).
Kerjasama lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang diluar sektor
kesehatan yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara
langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerjasama tidak hanya
dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikut serta mendefinisikan masalah, prioritas
kebutuhan, pengumpulan dan interpretasi informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor
kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari
sektor yang berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar
hasil yang tercapai dengan cara lebih efektif, berkelanjutan atau efisien dibanding
sektor kesehatan bertindak sendiri (WHO, 1998). Prinsip kerjasama lintas sektor
melalui pertalian program dengan didalam dan diluar sektor kesehatan untuk
mencapai kesadaran yang lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan
kebijakan dan praktik organisasi sektor-sektor yang berbeda.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama lintas sektor
penanggulangan yang meliputi anggaran, peraturan, komunikasi, komitmen, peran
dan tanggung jawab. Masalah anggaran sering membuat beberapa instisusi membantu
kerjasama. Pengendalian melalui manajemen lingkungan memerlukan kejelasan
efektif antara sektor klinis, kesehatan lingkungan, perencanaan pemukiman, insitusi
akademis, dan masyarakat setempat.
Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujuan serta penetapan kepercayaan
yang lebih tinggi dan bertanggung jawab timbal balik untuk tujuan bersama. Peran
dan tanggung jawab menunjuk masalah siapa yang akan melakukan keseluruhan
kerjasama. Semua kerjasama memerlukan struktur dan proses untuk memperjelas
tanggung jawab dan bagaimana tanggung jawab tersebut dikerjakan.

93
5. Pengertian Kemitraan
Kemitraan pada esensiensinya adalah dikenal dengan istilah gotong-royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Kemitraan
adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas dan tujuan tertentu (Notoatmodjo,
2003).
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI, 2011)
meliputi:
1. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara
dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan “mitra” atau
“partner”
2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kerjasama yang
saling menguntungkan dan saling mendidik serta sukarela untuk mencapai
kepentingan bersama
3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerjasama
mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran
masing-masing

Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau


organisasi bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta
membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan,
meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali
kesepakatan bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004).

6. Ruang Lingkup Kemitraan


Ruang lingkup kemitraan secara umum meliputi pemerintah, dunia usaha,
LSM/ORMAS, serta kelompok professional. Departemen Kesehatan RI secara
lengkap menggambarkan ruang lingkup kemitraan dengan diagram sebagai berikut:

94
Kemitraan memberikan nilai tambah kekuatan pada masing-masing sektor
untuk melaksanakan visi dan misinya. Namun kemitraan juga merupakan suatu
pendekatan yang memerlukan persyaratan, untuk itu diperlukan langkah-langkah
tahapan sebagai berikut:
1. Pengenalan masalah
2. Seleksi masalah
3. Mengidentifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui surat-menyurat,
telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi, AD/ART
4. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama mitra dalam
upaya mencapai tujuan melalui diskusi, forum pertemuan, kunjungan kedua
belah pihak, dll
5. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan dan
tanggung jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan sumberdaya yang
tersedia dimasing-masing mitra kerja, dll. Kalau ini sudah ditetapkan maka,
setiap pihak terbuka kesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang
lebih bervariasi sepanjang masih dalam lingkup kesepakatan
6. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja dan jadwal
kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab
7. Melaksanakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang telah
disepakati bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan berkala, dll

95
8. Pemantauan dan evaluasi

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu


kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu:
1. Prinsip kesetaraan (equity)
Individu, organisasi, atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus
merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan
yang disepakati
2. Prinsip keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta
berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain.
Keterbukaan ada sejak awal dijalaninya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan.
Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling
membantu diantara golongan (mitra)
3. Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh
manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing.
Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efesien dan efektif bila dilakukan bersama

7. Model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi
dua (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
10. Model 1
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jarring kerja
(networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja.
Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya,
pelaksanaannya hingga evaluasi. Jaringan tersebut karena adanya persamaan
pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.
11. Model 2

96
Kemitraan model 2 ini lebih baik solid dibandingkan dengan model 1. Hal ini
karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program
bersama. Visi, misi dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan
direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:
5. Potensial partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tapi
belum bekerjasama secara lebih dekat
6. Nascent partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak
maksimal
7. Complementary partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan
pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap
dan relative terbatas seperti program delivery dan resource mobilization
8. Synergistic partnership
Kemitraan jenis ini memberikan keuntangan dan pengaruh dengan masalah
pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti
advokasi dan penelitian

Bentuk-bentuk/tipe kemitraan Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan


RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan sponsorship.
Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
- SK bersama
- MOU
- Pokja
- Forum Komunikasi
- Kontrak Kerja/perjanjian kerja

97
8. Tingkat Jenjang Kemitraan
Menurut Heideneim (2002), ada lima tingkat atau jenjang dalam suatu
kemitraan yaitu: full collaboration, coalition, partnership, alliance, dan network.
Kelimanya digambarkan sebagai berikut:

Full collaboration
Coalition

Partnership

Alliance

Network

Menurut Phillips El Ansori (2001), dalam peningkatan dampak kemitraan agar


lebih baik dipengaruhi oleh faktor personal, adanya hambatan dari personal, faktor
kekuasaan, faktor organisasional, hambatan dalam pengorganisasian, dan faktor
lainnya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasaan dan peningkatan
keefektifan komitmen serta keberhasilan aktivitas atau kegiatan.
Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu perbedaan
pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul
dari kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas
kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda,
dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau
pandangannya. Sedangkan menurut Brown(1998), konflik merupakan bentuk
interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan.Wujudnya bisa berupa ketidak-
setujuan kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2000).
Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian konflik-konflik
sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh manajemen merupakan
potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan kelompok-kelompok
dalam organisasi. Umstot (1984) menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah
siklus yang melibatkan elemen-elemen :

98
1) elemen isu,
2) perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul,
3) akibat-akibat, dan
4) peristiwa-peristiwa pemicu.

Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah (Daft: 1992) :


1) perubahan lingkungan eksternal,
2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,
3) perkembangan teknologi,
4) pencapaian tujuan organisasi, dan
5) struktur organisasi.

Menurut Myer dalam Nursya’bani Purnama (2000), terdapat tiga bentuk


konflik dalam organisasi, yaitu :
1) Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu karena
pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya dengan apa yang
dia hadapi atau dia perolah
2) Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang satu
dengan individu yang lain
3) Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-kelompok dalam
organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan “keakuan kelompoknya” dan
membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka menganggap bahwa
kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan atau harapanharapannya.

9. Indikator Keberhasilan Kemitraan


Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan
adanya indikator yang dapat diukur. Dalam penentuan indikator sebaiknya dipahami
prinsip-prinsip indikator yaitu: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat
waktu. Sedangkan pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen program
yaitu:

99
b) Indikator Input
Tolak ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:
a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya
kesepakatan bersama dalam kemitraan.
b. Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi
pengembangan kemitraan.
c. Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait.
Hasil evaluasi terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur
tersebut terbukti ada.
c) Indikator Proses
Tolak ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai frekuensi
dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi
terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya yang
dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.
d) Indikator Output
Tolak ukur keberhasilan output dapat diukur dari indikator sebagai berikut:
Jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing institusi. Hasil evaluasi terhadap output
dinilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut diatas terbukti ada.
e) Indikator Outcome
Tolak ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya angka kesakitan dan
kematian karena penyakit.

100
Dalam membina kemitraan harus ada aktor-aktor yang berperan, yaitu dalam
hal ini mitra. Adapun mitra yang dibangun dapat berasal dari pemerintah dan non
pemerintah. Dapat juga dari sektor kesehatan dan non-kesehatan Setiap kemitraan
dalam upaya kesehatan harus menghormati nilai-nilai universal yaitu:
- Hak asasi manusia
- Kemanan Kesehatan
- Keadilan dalam Kesehatan
- Kemanan Individu

10. Sifat Kemitraan


Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (struktur)
2. Saling memahami kemampuan masing-masing (capacity)
3. Saling menghubungi dan berkomunikasi (linkage)
4. Saling mendekati (proximity)
5. Saling sedia membantu dan dibantu (opennse)
6. Saling mendorong (sinergy)
7. Saling menghargai (reward)

Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan etika kemitraan


sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak saling menghormati, saling menghargai dan mentaati
kesepakatan yang telah dibuat bersama
2. Kedua belah pihak mengadakan kemitraan secara terbuka dan bertindak proaktif
untuk membahas kemajuan dan permasalahan
3. Kedua belah pihak menghargai hasil kerja mitranya dan melindungi hak cipta
4. Kedua belah pihak memenuhi hak dan kewajibannya sesuai jadwal waktu
5. Kedua belah pihak melakukan kegiatan sesuai aturan dan perundangan yang
berlaku

101
6. Kedua belah pihak tidak mencampuri urusan internal organisasi masing-masing
7. Kedua belah pihak mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan
masalah secara bersama

102

Anda mungkin juga menyukai