Misalkan f periodik dengan periode 2π, dan mulus bagian demi bagian pada [−π, π].
f ∑N
Jika SN (θ) = n=−N cn einθ , n = 0, 1, 2, . . ., adalah jumlah parsial dari deret Fourier f ,
f
maka kita telah menunjukkan bahwa (SN ) konvergen ke f , yakni
∑
N
lim cn einθ = f (θ)
N →∞
n=−N
hampir di mana-mana. Dalam hal ini kita dapat merekonstruksi f dari koefisien-koefisien
Fourier-nya melalui
∞
∑
f (θ) = cn einθ .
n=−∞
Namun, secara umum, deret Fourier f tidak selalu sama persis dengan fungsi f sem-
ula. Bahkan, dalam kasus ekstrim, deret Fourier f dapat divergen di mana-mana, seba-
gaimana ditunjukkan oleh Kolmogorov (1926). Fungsi yang mulus bagian demi bagian
pada [−π, π] tentunya terintegralkan pada [−π, π]. Keterintegralan f pada [−π, π] meru-
pakan premis yang diasumsikan pada awal pembahasan deret Fourier. Tetapi, fakta di
atas mengindikasikan bahwa mestinya ada hal lain selain keterintegralan f pada [−π, π]
yang menjamin deret Fourier f konvergen ke f .
Deret Fourier dibentuk dari suatu keluarga fungsi ortogonal di suatu ruang fungsi
yang dilengkapi dengan hasilkali dalam tertentu.
Di ruang vektor X yang dilengkapi dengan hasilkali ⟨·, ·⟩ dan norm ∥ · ∥, vektor u ∈ X
disebut vektor normal jika ∥u∥ = 1. Vektor v ̸= 0 dapat dinormalkan dengan membaginya
dengan ∥v∥: jika u := v
∥v∥ , maka ∥u∥ = 1. Himpunan vektor {u1 , . . . , un } disebut him-
punan ortonormal jika ∥ui ∥ = 1 untuk tiap i = 1, . . . , n dan ⟨ui , uj ⟩ = 0 untuk i ̸= j; yakni
jika
⟨ui , uj ⟩ = δij , i, j = 1, . . . , n.
24
[Jika vi ̸= 0 untuk tiap i = 1, . . . , n dan ⟨vi , vj ⟩ = 0 untuk i ̸= j, maka {v1 , . . . , vj } disebut
himpunan ortogonal.]
Jika {u1 , . . . , uk } ortonormal di Ck dan v = α1 u1 + · · · + αk uk , maka αi = ⟨v, ui ⟩
untuk tiap i = 1, . . . , k. Sebaliknya, misalkan v ∈ Ck . Jika kita definisikan αi = ⟨v, ui ⟩
untuk i = 1, . . . , n dan tulis v = α1 u1 + · · · + αk uk , maka w = v − v ⊥ ui , karena
Lebih jauh,
∥v∥2 = |⟨v, u1 ⟩|2 + · · · + |⟨v, uk ⟩|2 .
Mari kita tinjau ruang P C(a, b), yaitu ruang fungsi kontinu bagian demi bagian pada
[a, b]. Ingat bahwa f dikatakan kontinu bagian demi bagian pada [a, b] apabila f kontinu
pada [a, b] kecuali di sejumlah terhingga titik x1 , . . . , xk , dan di titik-titik tersebut limit
kiri dan limit kanan f ada. Fungsi f di P C(a, b) tidak hanya terintegralkan tetapi juga
kuadratnya terintegralkan, yakni |f |2 terintegralkan, pada (a, b). Pada P C(a, b) kita dapat
mendefinisikan hasilkali dalam
∫ b
⟨f, g⟩ := f (x)g(x) dx
a
25
Teorema Pythagoras. Jika {f1 , . . . , fn } ortogonal, maka ∥f1 + · · · + fn ∥2 = ∥f1 ∥2 + · · · +
∥fn ∥2 .
terhingga, pertanyaan ini tidak dapat segera kita jawab. Jika {ϕn } terhingga, jelas hal
tersebut tidak mungkin terjadi. Jika {ϕn } tak terhingga, apakah cukup banyak untuk
merentang P C(a, b)?
Sebelum menjawab pertanyaan ini secara rinci, mari kita tinjau keluarga fungsi
1
ϕn (x) := √ einx , n∈Z
2π
Jadi {ϕn }∞
−∞ merupakan himpunan ortonormal.
Jadi,
∞
∑ ∑∞ [ ][√ ∑∞
1 ]
cn e inx
= √ ⟨f, ϕn ⟩ 2πϕn (x) = ⟨f, ϕn ⟩ϕn (x).
n=−∞ n=−∞
2π n=−∞
√
1 2
ψ0 (x) = √ , ψn (x) = √ cos nx, n = 1, 2, 3, . . .
π π
merupakan keluarga fungsi ortonormal di P C(0, π). Selanjutnya, koefisien cosinus Fourier
an dari f ∈ P C(0, π) yang diberikan oleh rumus
∫ {
π √2 ⟨f, ψ0 ⟩, untuk n = 0,
2 √π
an = f (x) cos nx dx =
π 0 √ 2 ⟨f, ψn ⟩, untuk n = 1, 2, 3, . . .,
π
26
memenuhi
∑∞ ∑∞
1
a0 + an cos nx = ⟨f, ψn ⟩ψn (x).
2 n=1 n=0
Hal serupa terjadi untuk deret sinus Fourier dan deret Fourier lengkap (versi real).
Kita sudah tahu bahwa deret Fourier ini konvergen ke f hampir di mana-mana apabila
f mulus bagian demi bagian pada [−π, π]. Pertanyaannya adalah: bagaimana bila f ∈
P C(−π, π)?
Perlu dicatat bahwa kekonvergenan dalam norm tidak menjamin kekonvergan titik
demi titik. Sebagai contoh, ambil
{
1, jika 0 ≤ x ≤ n1 ,
fn (x) =
0, jika x lainnya.
Di sini ∥fn ∥2 = 1
n → 0 bila n → ∞. Jadi {fn } konvergen ke f ≡ 0 dalam norm. Tetapi
fn (0) = 1 untuk tiap n ∈ N, sehingga {fn } tidak konvergen ke 0 titik demi titik.
Sebaliknya, misalkan
{
n, jika 0 < x < n1 ,
gn (x) =
0, jika x lainnya.
Maka, gn → 0 titik demi titik, tetapi
∫ 1 ∫ 1/n
∥gn ∥ =
2
|gn (x)| =
2
n2 dx = n ̸→ 0
0 0
bila n → ∞.
Teorema. Jika fn → f secara seragam pada [a, b], maka fn → f dalam norm.
Bukti. Diberikan ϵ > 0 sembarang, kita pilih n0 ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap
x ∈ [a, b] dan n ≥ n0 berlaku |fn (x) − f (x)| < √ϵ .
b−a
Akibatnya,
∫ b
∥fn − f ∥ =2
|fn (x) − f (x)|2 dx ≤ ϵ2 .
a
27
Ini menunjukkan bahwa {fn } konvergen ke f dalam norm. [QED]
Di satu sisi, dengan adanya hasilkali dalam ⟨·, ·⟩ dan norm ∥ · ∥ = ⟨·, ·⟩1/2 , ruang
P C(a, b) sekarang lebih terstruktur (secara geometri). Di sisi lain, ruang ini menjadi
‘tidak lengkap’, yakni: terdapat barisan Cauchy {fn } di P C(a, b) yang tidak konvergen
ke suatu fungsi f ∈ P C(a, b). Sebagai contoh, tinjau P C(0, 1) dan ambil barisan {fn }
dengan {
x−1/4 , jika x > 1
n,
fn (x) = .
0, jika x ≤ 1
n
sehingga
∫
( 1 1 )
1
n −1
∥fm − fn ∥ =
2
x 2 dx = 2 √ − √ → 0,
1
m
n m
bila m, n → ∞. Jadi {fn } merupakan barisan Cauchy; tetapi limitnya (baik titik demi
titik maupun dalam norm) adalah fungsi
{
x−1/4 , jika x > 0,
f (x) =
0, jika x = 0,
memenuhi
∞
∑ ∞
∑
bn sin nx = ⟨f, ϕn ⟩ϕn (x).
n=1 n=1
28